Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PREEKLAMSI

Disusun Untuk Tugas Keperawatan Maternitas

Dosen Pengampu : dr. Ury Herdiantari, Sp. OG, M.Kes

Oleh :

Atik Nur Suci Kartika Putri

Leni Septa Kurniawati

Lutfi Dwi Ana Pratiwi

Saiful Bahri

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

2017-2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Alah Swt . karena dengan
rahmat serta hidayah-Nya semata sehingga tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan
dengan baik . tugas ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Maternitas yang merupakan salah satu mata kuliah yang di berikan dalam program studi
DIII Keperawatan Universitas Bondowowso .

Mata kuliah keperawtan maternitas merupakan mata kuliah yang mempelajari


tentang bagaimana cara perawat memberikan pelayanan terbaiknya kepada klien penulis
yakin tanpa adanya dari semua pihak , makalah ini akan mengalami banyak hambatan
oleh karena itu tidak terlebih penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Yuana Dwi Agustin, SKM, M. Kes, sebagai Ketua Program Studi DIII Keprawatan
Universitas Bondowoso
2. dr. Ury Herdiantari, Sp. OG, M.Kes, sebagai dosen pengampu penulisan makalah
ini.
3. Semua pihak yang telah membantu pengerjaan makalah ini.
Semoga segala sumbangsih yang diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan
dari Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak untuk perbaikan langkah penulis selanjutnya.

Bondowoso, September 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi dan
kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama
untuk ibu hamil, melahirkan dan masa nifas. Penyebab tingginya angka kematian ibu juga
terutama disebabkan karena faktor non medis yaitu faktor ekonomi, sosial budaya,
demografi serta faktor agama. Sebagai contoh banyak kaum ibu yang menganggap
kehamilan sebagai peristiwa alamiah biasa padahal kehamilan merupakan peristiwa yang
luar biasa sehingga perhatian terhadap kesehatan ibu hamil harus diperhatikan.
Rendahnya pengetahuan ibu terhadap kesehatan reproduksi dan pemeriksaan kesehatan
selama kehamilan juga menjadi sebab tingginya kematian ibu selain pelayanan dan akses
mendapatkan pelayanan kesehatan yang buruk. (Ketut Sudhaberata,2006).
World Health Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan
meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran dan aborsi yang
tidak aman. Sekitar satu perempuan meninggal setiap menit. (WHO,2004).
Negara - negara di Asia termasuk Indonesia adalah negara dimana warga
perempuannya memiliki kemungkinan 20-60 kali lipat dibanding negara-negara Barat
dalam hal kematian ibu karena persalinan dan komplikasi kehamilan. Di negara-negara
yang sedang berkembang, angka kematian ibu berkisar 350 per 10.000 kematian. Angka
kematian ibu di Indonesia adalah 470 per 100.000 kelahiran. Angka yang sangat
mengkhawatirkan karena meningkat dari angka yang tercatat peda beberapa tahun
sebelumnya. Pada tahun 1997, AKI mencapai 397 orang per 100.000 kelahiran yang
berarti bertambah sekitar 73 orang.
Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya,diperkirakan
20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Dengan
kecenderungan seperti ini, pencapaian target MDG untuk menurunkan AKI akan sulit
bisa terwujud kecuali apabila dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat
laju penurunannya.
Data menunjukkan sebagian besar kematian terjadi pada masyarakat miskin dan
mereka yang tinggal jauh dari Rumah Sakit. Penyebab kematian ibu yang utama adalah
perdarahan, eklampsia, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Kontribusi dari
penyebab kematian ibu tersebut masing-masing adalah perdarahan 28 %, eklampsia 13
%, aborsi yang tidak aman 11%, serta sepsis 10 %. Salah satu penyebab kematian
tersebut adalah Preeklampsia dan eklampsia yang bersama infeksi dan pendarahan,
diperkirakan mencakup 75 - 80 % dari keseluruhan kematian maternal. Kejadian
preeklampsi - eklampsi dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila CFR
PE-E mencapai 1,4%-1,8%. (Zuspan F.P, 1978 dan Arulkumaran ,1995)
Penelitian yang dilakukan Soedjonoes pada tahun 1983 di 12 RS pendidikan di
Indonesia, di dapatkan kejadian PE-E 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 perseribu
(4,9 kali lebih besar di banding kehamilan normal). Sedangkan berdasarkan penelitian
Lukas dan Rambulangi tahun 1994, di dua RS pendidikan di Makassar insidensi
preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya22,2%.Target
penurunan angka kematian ibu menjadi 124 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015
tidak mudah tercapai mengingat sistem pelayanan obsentri emerjensi masih lemah.
Akhirnya yang harus diingat dari informasi diatas adalah sesungguhnya masalah
kematian ibu bukanlah masalah ibu sendiri akan tetapi merupakan masalah internasional
dimana setiap negara seharusnya memiliki tanggung jawab untuk menanggulangi dan
mencegah kematian ibu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit preeklampsia dan ekslampsia?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan penyakit preekslampsia dan ekslampsia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit preeklampsia dan ekslampsia
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit preekslampsia dan ekslampsia
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar penyakit preeklampsia dan ekslampsia
2. Mahasiswa dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit preekslampsia dan
ekslampsia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA


1. Preeklampsia
a. Pengertian Preeklampsia
Hipertensi pada kehamilan (PIH), pernah disebut toxemia, memiliki dua tahap
yaitu preeklampsia dan eklampsia. Preeklampsia merupakan suatu penyakit vasospastik,
yang melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan
proteinuria. Diagnosis preeklampsia secara tradisional didasarkan pada adanya hipertensi
disertai proteinuria dan atau edema. Akan tetapi, temuan yang paling penting ialah
hipertensi, dimana 20% pasien eklampsia tidak mengalami proteinuria yang berarti
sebelum serangan kejang pertama ( Willis, Blanco, 1990).
Preeklampsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan ditandai dengan
peningkatan tekanan darah, proteinuria. Bisa berhubungan dengan kejang eklampsia dan
gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi retriksi
pertumbuhan dan abruksio plasenta (Shennan dan Chappel, 2001).
Peningkatan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin sesuai dengan pre-eklampsia.
Di negara maju, penyakit ini merupakan penyebab utama kematian maternal , dan di
inggris kebanyakan kematian ini berhubungan dengan asuhan suboptimal, terutama oleh
pemberi asuhan intrapartum (Kaunitz et al., 1985:DoH. 1996).
Pre-eklampsia merupakan penyebab utama prematuritas iatrogenik. Banyak ibu
pre-eklampsia di induksi atau melahirkan preterm, dan banyak bayi yang akan
dipondokkan ke unit neonatal setelah kelahiran, terhitung 15% dari seluruh kelahiran
preterm. Bila kurang dari 48 minggu, pemberian kortikosteroid maternal memperlihatkan
penurunan masalah pernapasan pada bayi yang baru dilahirkan (Guinn et al., 2001).
Pada pemeriksaan kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, renin dan
aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat
berlangsung. Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi penurunan angiotensin, renin dan
aldosteron, tetapi dijumpai edema, hipertensis dan proteinuria.
Preeklampsia dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Preeklampsia Ringan
Preeklampasi ringan ditandai dengan sebagai berikut:
a. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mm Hg dengan interval pemeriksaan 6
jam
b. Tekanan darah sistolik 90 atau kenaikan 15 mm Hg dengan interval pemeriksaan 6 jam
c. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu
d. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter
atau urin aliran pertengahan.
2. Preeklampsia Berat
Preeklampasi berat ditandai dengan sebagai berikut:
a. Tekanan darah 160/100 atau lebih,
b. Albuminuria +3 atau +4,
c. Proteinuria lebih dari 3gr/ liter.
d. Keluhan subyektif :
a) Edema umum,
b) Nyeri epigastrium
c) Gangguan penglihatan
d) Nyeri kepala
e) Edema paru dan sianosis
f) Gangguan kesadaran.
e. Penambahan berat badan 2 pound (0,9 kg) kurang dari satu minggu,
f. Oliguria ; dan
g. Pemeriksaan :
a) Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus.
b) Perdarahan pada retina.
c) Trombosit kurang dari 100.000/mm
d) Peningkatan nitrogen urea darah, asam urat dan serum kreatinin.
Peningkatan gejala dan tanda preeklampsia berat memberikan petunjukk akan terjadi
eklampsia, ang mempunya prognosa buruk dengan angka kematian maternal dan tinggi janin.
Pada preeklamasi berat sering terjadi sindrom HELLP. Sindrom HELLP, suatu keadaan multi
sistem merupakan suatu bentuk preeklamsia berat dimana ibu tersebut mengalami berbagai
keluhan dan menunjukan adanya bukti laboratorium umum untuk sindrom. Bukti laboratorium
tersebut antara lain:
1. Hemolisis (H) sel darah merah
Hemolisis adalahan pemeccahan sel darah merah yang mengakibatkan pelepasan
hemaglobin kedalam plasma darah. Hemolisis merupakan proses normal pada akhir
rentang hidup tiap sel darh merah (SDM) setalah sekitar 120 hari. Normalnya hemolisis
terjadi cukup lambat sehingga dapat dibersihkan oleh hepar,limpa, dan sumsum tulang.
Bila proses ini berjalan sangat cepat, dan produksi SDM tidak mampu mempertahankan
penurunan jumlah SDM sirkulasi yang terjadi, maka penyebab anemia hemolitika
mikroangiopati.
2. Peningkatan enzim hati (EL),dan
Sindrom HELLP menggnggu fungsi hepar. Ibu biasanya mengeluh nyeri
epigastrik, yang disebabkan oleh obstruksi aliran darah disinusoid hepar akibat deposisi
fibrin intravaskuler.
3. Trombosit rendah (LP) keluhan bervariasi dari malaise,nyeri ulu hati mual dan
muntah,sampai gejala menyerupai virus yang tidak spesifik. Trombosit rendah
merupakan garis pertamaa pertahanan terhadap perdarahan. Bekerja dengan:
a. Menyumbat lubang dikapiler(hemostasis primer)
b. Memulai pembekuan , dan
c. Ketika darah lepas dari lubang yang besar, segera trombosit menjadi bagian integral
kebanyakan bekuan.
d. Trombositopenia di akibatkan oleh peningkatan konsumsi atau destruksi trombosit.
e. Pada waktu berobat, ibu ini biasa nya sudah berada dalam trimester ke dua atau
awal trimester ke tiga dan awal nya hanya menunjukan beberapa tanda preeklamsia.
Ibu ini biasanya akan menerima diagnosis bukan obsentri, sehingga memperlambat
pengobatan dan meningkatkan morbiditas maternal dan perinatal (martin,dkk.,1991)
Sindrom HELLP mempengaruhi sekitar 2% sampai 12% preeklamsia berat,dengan angka
mortalitas 2% sampai 24% (sibai dkk,1986). Insiden paling tinggi terdapat pada ibu berusia
lanjut,berkulit putih dan multi para.
Walaupun mekanisme masih belum di ketahui,sindrom hellp diduga terjadi akibat
perubahan yang mengiringi preeklamsia(lihat gambar 21-2).Vasospasme arterial,kerusakan
endotelium,dan agregasi trombosit dengan akibat hipoksia jaringan ialah mekanisme
yangmendasarinya untuk patofisiologi sindrom HELLP(poole,1988,1993).
Koagulopati yang telihat pada sindrom HELLP serupa dengan DIC, kecuali bahwa
pemeriksaan faktor pembekuan, masa protrombin, masa tromboplastin sebagian (PTT), dan
waktu perdarahan biasanya tetap normal (Guyton, 1992; Leduc, dkk., 1992; Perry, 1992) (Tabel
21-1). Dalam mengevaluasi keparahan koagulopati yang terdapat dalam sindrom HELLP, harus
selalu diingat bahwa trombositopenia adalah temuan yang umum (Perry, 1992).
Insiden
Prevalensi pre-eklampsia bervariasi sesuai karakteristik populasi dan definisi yang
digunakan untuk menerangkannya (Davey & MacGilivray, 1998:Chappel et al .,1999).
1.Terjadi kurang dari 5 % dalam kebanyakan populasi, dan studi prospektif terkini
menunjukkan insiden di bawah 2.2%, bahkan pada populasi primigravida yang diketahui
prevalensinya lebih tinggi (Higgins et al., 1997).
2.Sampai 20 % dari semua ibu hamil akan mengalami hipertensi selama kehamilan, dari
mereka kurang dari 10 % yang menderita penyakit serius ini.
3.Hipertensi akibat kehamilan (HAK) adalah peningkatan TD tanpa proteinuria dan tidak
ada patologi yang berhubungan dengan kehamilan. Hipertensi akibat kehamilan sekitar
tiga kali lebih sering daripada pre-eklampsia (Shennen & Chappel,2001)>
4.The international society for the study of hypertension in pregnancy (ISSHP) telah
mengadopsi istilah “ hipertensi gestasional” untuk menjelaskan semua ibu hipertensi,
dengan atau tanpa proteinuria, yang sebelumnya normotensif tanpa proteinuria.

·
Di inggris kurang dari 10 wanita meninggal tiap tahun tetapi di negara yang kurang
berkembang 50.000 kematian maternal pertahun disebabkan oleh eklampsia, dan jumlah yang
sama diperkirakan karena pre-eklampsia (Duley,1992).

2.2 Etiologi Preeklampsia


Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan
gejala timbul hanya selama masa hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta
lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasikan wanita yang akan menderita
preeklampsia. Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan
perkembangan penyakit ; primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin
lebih dari satu, morbid obesitas. Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada 14% sampai 20%
kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami anomali rahim yang berat.
Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25%
(Zuspan, 1991). Preeklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan dari preeklampsia
ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau eklampsia.
Teori iskemia plasenta dianggap dapat menerangkan berbagai gejala preeklampsia dan
eklampsia. Berdasarkan teori iskemia implantasi plasenta bahan trofoblas akan diserap kedalam
sirkulasi, yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II, renin dan aldosteron,
spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannnya garam dan air.
Faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
a. Ada hubungan genetik yang telah ditegakkan; riwayat keluarga ibu atau saudara
perempuan meningkatkan risiko empat sampai delapan kali (Lie et al.,1998).
b.Ada bukti pengaruh paternal. Ibu berisiko dua kali lebih besar bila hamil dari pasangan
yang sebelumnya menjadi bapak dari satu kehamilan yang menderita penyakit ini (Need
et al ., 1983).
c. Pre-eklampsia sepuluh kali lebih sering terjadi pada kehamilan pertama :keguguran dan
penghentian kehamilan memberikan perlindungan terhadap penyakit ini pada kehamilan
berikutnya (Strickland et al.,1986).
d.Kehamilan ganda memiliki risiko lebih dari dua kali lipat (Duley et al., 2001).
e. Pasangan (suami) baru mengembalikan risiko sama seperti primigravida(McCowan et
al.,1996).
f. Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh > 29) meningkatkan risiko empat kali lipat
(Shennen et al., 1996). Inggris memiliki tingkat obesitas tertinggi di Eropa.
g.Kondisi dasar maternal yang meningkatkan risiko : hipertensi kronis (Kyle et al., 1995),
penyakit ginjal (Cheston, 1996), intoleransi glukosa termasuk diabetes gestasional (Duley
et al.,2001)., pre-eklampsia sebelumnya (20% risiko kekambuhan) dan kecenderungan
trombotik yang mendasari, terutama sindrom antifosfolipid (Brown et al.,1998).

2.3 Patofisiologi
Bagan 1
Patofisiologi preeklampsia-eklampsia setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologi
kehamilan. Adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma
darah, vasodilatasi, penurunan vaskularer sistemik (Systemic Vaskular Resistance), peningkatan
curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada preeklampsia , volume plasma yang
beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal.
Perubahan ini membuat perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut
menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas
oksigen maternal menurun.
Pre-eklampsia berhubungan dengan implantasi abnormal plasenta dan invasi dangkal
tromboblastik yang diakibatkannya (pijnenborg,1994) mengakibatkan berkurangnya perfusi
plasenta. Arteri spiralis maternal (juga disalahartikan sebagai arteri uterine) gagal mengalami
vasodilatasi fisiologis normalnya : aliran darah kemudian mengalami hambatan akibat perubahan
aterotik yang menyebabkan obstruksi di dalam pembuluh darah.
Patologi peningkatan tahanan dalam sirkulasi utero-plasenta dengan gangguan aliran
darah intervilosa, dan berakibat iskemia dan hipoksia yang bermanifestasi selama paruh dua
kehamilan (Graham et al., 2000). Gambaran serupa mengenai invasi tromboblastik yang tidak
ade kuat juga tampak pada kehamilan dengan komplikasi retriksi pertumbuhan janin pada ibu
tanpa pre-eklampsia. Oleh karena itu, sindrom maternal pre-eklampsia pasti berhubungan dengan
faktor tambahan.
Vasospasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai
preeklampsia. Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensitivitas terhadap peredaran darah,
seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbangan antara prostaksiklin,
prostaglandin dan tromboksan A2 (Konsesus report, 1990).
Selain kerusakan endotelia, vasospasme juga arterial juga turut menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapilar. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut
menurunkan volume intravaskuler, mempredisposisi pasien yang mengalami preeklampsia
mudah menderita edema paru. (Dildy, dkk. 1991)
Easterling dan bennedeti (1989) menyatakan bahwa preeklampsia ialah suatu keadaan
hiperdinamik dimana temuan khas hipertensi dan proteinuria merupakan akibat hipoperfusi
ginjal. Untuk mengendalikan sejumlah besar darah yang berferpusi di ginjal, timbul reaksi
vasospasme ginjal sebagai suatu mekanisme protektif tetapi hal ini akhirnya akan mengakibatkan
proteinuria dan hipertensi yang khas untuk preeklampsia.
Hubungan sistem imun dan preeklampsia menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi
memainkan peran penting dalam perkembangan preeklampsia. Keberadaan protein asing,
plasenta atau janin bisa membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh
peningkatan preeklampsia-eklampsia pada ibu hamil pertama kali.
Terjadinya spasme pembuluh darah arteriol menuju organ penting dalam tubuh dapat
menimbulkan :
a. Gangguan metabolisme jaringan.
· Terjadinya metabolisme anaerob lemak dan protein.
· Pembakaran yang tidak sempurnaa menyebabkan pembentukan badan keton dan asidosis
b. Gangguan peredarah darah dapat menimbulkan :
· Nekrosis (kematian jaringan)
· Perdarahan
· Edema jaringan.
c. Mengecilnya aliran darah menuju retroplasenter sirkulasi menimbulkan gangguan pertukaran
nutrisi. CO2 dan O2 yang menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
d. Manifestasi Klinis
Gejala- gejala umum yang biasa terjadi pada penderita preeklampsia adalah:
1) Kenaikan tekanan darah.
2) Pengeluaran protein dalam urin
3) Edema kaki, tangan sampai muka.
4) Terjadinya gejala subyektif :
· Sakit kepala terutama daerah frontalis.
· Gangguan mata, penglihatan menjadi kabur.
· Nyeri pada epigastrium
· Terdapat mual sampai muntah.
· Sesak nafas.
· Berkurangnya urin.
5) Menurunnya kesadaran
6) Hingga terjadinya kejang.
Selain tanda dan gejala yang disebutkan diatas, perubahan patologis yang mungkin terjadi
pada berbagai organ penting juga dijabarkan sebagai berikut :
a. Perubahan kardiovaskuler.
- Perubahan sub-endokardial.
- Menimbulkan dekompensasi kardio sampai terhentinya fungsi jantung.
- Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan asfiksia berat sampai kematian janin.
- Spasme yang berlangsung lama menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
b. Perubahan hati.
- Perdarahan yang tidak teratur.
- Terjadi nekrosis, trombosis pada hati.
- Rasa nyeri pada epigastrium karena perdarahan subkapsuler.
c. Retina.
- Spasme arteriol, edema sekitar diskus optikus.
- Ablasio retina (lepasnya retina)
- Menyebabkan penglihatan kabur.
d. Otak.
- Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan anemia jaringan otak, perdarahan
dan nekrosis.
- Menimbulkan nyeri kepala yang berat.
e. Paru-paru.
- Berbagai tingkat edema.
- Bronkopneumoni sampai abses.
- Menimbulkan sesak nafas sampai sianosis.
f Aliran darah ke plasenta.
- Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan asfiksia berat sampai kematian janin.
g. Perubahan ginjal.
- Spasme arteriol menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun sehingga filtrasi
glomerulus berkurang.
- Terjadi retensi air dan garam.
- Edema pada tungkai dan tangan, paru dan organ lain.
h. Perubahan pembuluh darah.
- Permebilitasnya terhadap protein makin tinggi sehingga terjadi vasasi protein ke
jaringan.
- Protein ekstravaskuler menarik air dan garam sehingga menimbulkan edema.
- Hemokonsentrasi darah yang menyebabkan gangguan fungsi metabolisme tubuh.

2.4 Penatalaksanaan
Dibawah ini alur penanganan preeklampsia dan eklampsia
1. Preeklampsia ringan berfokus pada pendidikan dan support sebagai berikut :
a.Diet
Diet tinggi protein dengan supan natrium sedang antara 2,5 sampai 7,0 mg perhari
dan sampai 6 sampai 8 gelas air perhari. Tidak lagi diresepkan diuretik atau pembatasan
asupan cairan atau garam.
b. Isitirahat dan aktifitas
Isitirahat dengan posisi lateral rekumben ke arah kiri adalah lebih baik dengan
peningkatan lairan plasma ginjal, kecepatan filtrasi glomerulus dan perfusi plasenta.
Berbaring terlentang adalah berbahaya karena menekan vena kava inferior dan aorta serta
menguangi suplai darah ke uterus. Posisi terlentang juga menekan arteri renalis dan
mengurangi aliran darah ke ginjal. Walaupun tirah baring mungkin diperlukan,
mengurangi aktifitas masih lebih baik.
· Kesehatan mental
Anggota keluarga dibantu dengan berbagai perasaan tentang bayi yang belum
lahir, hubungan seksual, finansial, hubungan sosial,jemu dan perasaan terisolasi dan
kemampuan untuk memberikan perawatan bagi anggota keluarganya.
2. Preeklampsia berat, penatalaksanaan meliputi hal-hal berikut :
· Tirah baring, ruangan yang tenang, tidak ada telepon dan sedikit pengunjung untuk
mengurangi stimulus yang dapat mencetuskan serangan kejang.
· Diit tinggi protein, natrium sedang yang dapat ditoleransi bila tidak terdapat mual atau
indikasi dari aktivitas yang menimbulkan serangan.
· Keseimbangan cairan dan penggantian elektrolit untuk memperbaiki hipovolumia,
mencegah kelebihan sirkulasi, dan [emeriksaan serum harian (asupan cairan harus 1000 ml
ditambah haluaran urin untuk 24 jam sebelumnya.)
· Sedatif seperti diazepam atau fenobarbital untuk meningkatkan istirahat.
· Antihipersensitif seperti hidrazalin untuk meningkatkan vasodilatasi tanpa memberikan
efek yang berat pada janin (diberikan bila tekanan diastolik lebih tinggi dari 110 mmHg,
diberikan drip intravena atau suntikan)
· Antikonvulsan untuk mengurangi resiko kejang, seperti magnesium sulfat (MgSO4)
diberikan IM atau IV untuk mempertahankan kadar dalam darah antara 4,0 dan 7,5 mg/dl (pada
10 mg/dl refleks tendon dalam menghilang, dan pada 15 mg/dl terjadi paralisis pernapasan dan/
henti jantung).
· Dukungan dan pendidikan untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan pemahaman
dan kerja sama dengan tetap memberikan informasi tentang status janin, mendengar dengan
penuh perhatian, mempertahankan kontak mata dan berkomunikasi dengan tenang hangat dan
empati yang tepat.
f. Pencegahan Kejadian Preeklampsia dan Eklampsia
Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan
penyebab yang sama. Oleh karena itu pencegahan dan diagnosis dini dapat mengurangi kejadian
dan menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang pemeriksaan teratur
dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah dan pemeriksaan
urinuntuk menentukan proteinuria.
Untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang dan berkaitan
dengan :
1. Diet-makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak. Kurangi garam
apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan berorientasi pada 4 sehat lima sempurna
(sesuai 13 pesan sehat gizi seimbang). Untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan
satu butir telur setiap hari.
2. Cukup istirahat.
Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya dan disesuaikan
dengan kemampuan. Lebih banyak berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah
menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
3. Pengawasan antenatal (hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat
pemeriksaan. Keadaan yang emerlukan perhatian adalah :
- Uji kemungkinan preeklampsia
· Pemeriksaan tekanan darah dan atau kenaikannya.
· Pemeriksaan tinggi fundus uteri.
· Pemeriksaan berat badan atau edema.
· Pemeriksaan protein dalam urin
· Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum,
dan pemeriksaaan retina mata.
- Penilaian kondisi janin dalam rahim.
· Pemantauan tinggi fundus uteri.
· Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air
ketuban.
· Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Dalam keadaan yang meragukan, maka merujuk penderita merupakan sikap yang terpilih dan
terpuji.
2. Eklampsia
a. Pengertian Eklampsia
Eklampsia adalah kelanjutan preeklampsia berat menjadi eklampsia dengan tambahan kejang-
kejang atau koma.
Insiden eklampsia yang dilaporkan berkisar antara 0,5 sampai 2% untuk semua kehamilan.
Berbagai tanda dan gejala eklampsia, selain kejang, meliputi : hipertensi yang ekstrim,
hiperefleksia, proteinuria +4, edema umum sampai hipertensi ringan tanpa edema. Ibu
melaporkan adanya nyeri kepala dengan atau tanpa gangguan penglihatan selama satu sampai
empat hari sebelum kejang timbul, 20% ibu mengalami Proteinuria (Villar, Sibai, 1988).
Temukan laboraturium bervariasi. Hemokonsentrasi terbukti dengan adanya peningkatan
hematokrit. Asam urat, kreatinin urine meningkat. DIC bisa timbul jika pengobatan tertunda atau
jika terjadi solusi plasenta.
Menjelang kejang-kejang, dapat didahului gejala subyektif yaitu nyeri pada kepala didaerah
frontalis, nyeri epigastrium, penglihatan semaki kabur, dan terdapat mual dan muntah serta
pemeriksaan menunjukkan hiperfleksia atau mudah terangsang.
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi :
a. Eklampsia gravidarum.
- Kejadian 50 % sampai 60 %.
- Serangan terjadi dalam keadaan hamil.
b. Eklampsia parturientum.
- Kejadian sekitar 30% sampai 35%
- Saat sedang inpartu.
- Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai inparti.
c. Eklampsia puerperium.
- Kejadian jarang, 10 %.
- Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir.

b. Tingkatan Kejang pada Eklampsia


Kejang terdiri dari 4 tingkat, yaitu :
1. Tingkat awal atau aura.
- Berlangsung 30 sampai 35 detik.
- Tangan dan kelopak mata gemetar.
- Mata terbuka dan pandangan kosong.
- Kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Tingkat kejang tonik.
- Berlangsung sekitar 30 detik.
- Seluruh tubuh kaku: wajah kaku : pernapasan berhenti dapat diikuti sianosis, tangan
menggenggam, kaki diputar ke dalam dan lidah dapat tergigit.
3. Tingkat kejang klonik.
- Berlangsung sampai dua menit.
- Kejang tobik berubah menjadi kejang klonik.
- Kontraksi otot berlangsung cepat.
- Mulut terbuka-tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus.
- Mata melotot.
- Mulut berbuih.
- Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis.
- Penderita dapat jatuh sehingga menimbulkan trauma tambahan.
4. Tingkat koma
- Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik napas.
- Diikuti koma yang lamanya bervariasi.
Selama terjadi kejang dapat terjadi suhu naik mencapai 40o C, nadi bertambah cepat dan tekanan
darah meningkat.

c. Penatalaksanaan Eklampsia
ü Medis
Pengobatan eklampsia dapat mengalami kesulitan dengan hasil yang tidak memuaskan.Tujuan
pengobatan eklampsia adalah untuk:
1) Menghindari kejang dan koma yang menyebabkan angka kematian ibu dan janin tinggi.
2) Mengakhiri kehamilan dengan atraumatis.
Banyak pengobatan yang diperkenalkan untuk dapat menghindari kejang berkelanjutan dan
meningkatkan vitalitas janin dalam kandungan, diantaranya :
a) System Stroganof.
1) Suntikan 100 mg luminal IM
2) ½ jam kemudian suntikan 10 cc magnesium sulfat 40% IM
3) Selanjutanya tiap 3 jam berganti-ganti diberi luminal 50 mg dan 10 cc magnesium sulfat
40% IM
b) Sodium pentothal.
Pemberian sodium pentothal dapat menghilangkan kejang. Insial dosis pentothal antara 200
sampai 300 mg IV perlahan-lahan.
c) Magnesium sulfat.
Magnesium sulfat mempunyai efek:
· Menurunkan tekanan darah
· Mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis
· Meningkatkan diuresis
· Mematahkan sirkulasi iskemia plasenta, sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia
Dosis pemberian larutan MgSO4 40%.
- Intramuskular.
· 8 gr daerah gluteal kanan kiri
· 4 gr interval 6 jam
- Intravena
· 10 cc magnesium sulfat 40% intravena perlahan-lahan
· Diikuti dintrmuskular 8 gr
d) Diazepam atau valium
Diazepam atau valium dipergunakan sebagai pengobatan eklamsia , karena mudah di dapat dan
mudah . dosis maksimal diazepam adalah 120 mgr/24 jam.Metode pemberian valin :
1. Pasang infuse glukosa 5 % 10 sampai 20 mgr dengan tetesan 20/menit.
2. Observasi yang dilakukan avena dengan memperhatikan tekanan darah
- Kesadaran penderita
- Keadaan janin dalam rahim
- Kejang-kejang
- Dieresis
- Tekanan darah, nadi, pernafasan
e) Litik Koktil
Litik koktil terdiri dari petidin 100 mgr, klorpromazin 100 mgr, dan prometazin 50 mgr yang
dilarutkandalam 5oo cc glukosa 5 % diberikan int avena dengan memperhatikan tekanan darah
dengan memperhatikan tekanan darah , nadi dan kejang. Observasi pengobatan dilakukan setiap
5 menit, karena tekanan darah dapat turun mendadak.

ü Keperawatan
Obsevasi dalam pengobatan eklampsia sangat penting karena sewaktu-waktu dapat terjadi
komplikasi yang memberatkan penderita dan janin dalam kandungan.Observasi tanda vital
dilakukan setiap 30 menit sekali.
1. Pernafasan dan ronhi basal
2. Suhu
3. Serangan jantung
4. Dalam kedaan koma :
5. Tidur terlentang, kepala miring ke samping
6. Siapkan pengisap lendir
7. Berikan O2 untuk ibu dan janin
8. Dalam keadaan serangan kejang, ditunggu agar tidak jatuh, sediakan ton spatel untuk
menghindari gigitan lidah
9. Ukuran jumlah cairan yang masuk dan keluar melalui infuse dan dower kateter (jumlah
cairan yang masuk dalam 24 jam 2000 cc).

d. Komplikasi Eklampsia
Kejang pada eklampsia dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.
1. Komplikasi pada ibu
- Menimbulkan sianosis.
- Aspirasi air ludah mnambah gangguan fungsi paru.
- Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung
mendadak.
- Lidah dapat tergigit.
- Jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktur dan luka-luka.
- Gangguan fungsi ginjal : oligo sampai anuria.
- Perdarahan atau ablasio retina.
- Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus.
2. Komplikasi pada janin
- Asfiksia mendadak, karena spasme pembuluh darah menimbulkan kematian.
- Solusio plasenta.
- Persalinan prematuritas.
Mekanisme kematian janin dalam rahim adalah sebagai berikut.
Kekurangan O2 menyebabkan perubahan metabolisme ke arah lemak dan protein
dapat menimbulkan badan keton.
Merangsang dan mengubah keseimbangan nervus simpatis dan nervus vagus yang
menyebabkan :
a. Perubahan denyut jantung janin menjadi takikardi dan dilanjutkan
bradikardi serta irama yang tidak teratur.
b. Peristaltik usus bertambah dan sfingter ani terbuka sehingga menimbulkan
mekonium.
Bila kekurangan O2 terus berlangsung keadaan bertambah gawat sampai terjadi
kematian dalam rahim.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Preeklampsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan ditandai dengan peningkatan tekanan
darah, edema, proteinuria, gangguan kesadaran, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan dan
sebagainya. preeklampsia dibedakan menjadi dua yaitu preeklampsia berat dan ringan. ada
beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit ; primigravida,
grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas.
Patofisiologi preeklampsia antara lain produk plasenta endotelium (zat toksik sel endotelium)
menyebabkan terjadinya penurunan perfusi jaringan sehingga menyebabkan terjadinya
vasospasme dan kerusakan sel endotelium sehingga yang berakhir adalah terjadnya kerusakan
glomerular, edema umum, spasme korteks otak, edema pulmonal, hemolisis SDM dan
sebagainya. manifestasi klinis preeklampsia adalah kenaikan tekanan darah, pengeluaran protein
dalam urin, edema kaki, tangan sampai muka, sakit kepala terutama daerah frontalis, penglihatan
menjadi kabur, nyeri pada epigastrium, terdapat mual sampai muntah, sesak nafas, berkurangnya
urin, menurunnya kesadaran, hingga terjadinya kejang, perubahan pada (kardiovaskuler, hati,
retina, otak, paru-paru, aliran darah ke plasenta dan sebgainya. Penatalaksanaan untuk
preeklampsia ringan adalah dengan pengaturan diet, isitirahat dan aktifitas, tanda-tanda bahaya,
kesehatan mental dan supervisi medik. Sedangkan penatalaksaana untuk preeklampsia berat
adalah dengan tirah baring, diit tinggi protein, keseimbangan cairan dan penggantian elektrolit
untuk memperbaiki hipovolumia, pemberian obat (sedatif, antihipersensitif, antikonvulsan) dan
dukungan dan pendidikan.
Eklampsia adalah kelanjutan preeklampsia berat menjadi eklampsia dengan tambahan
kejang-kejang atau koma. Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi eklampsia
gravidarum dan eklampsia parturientum. Kejang terdiri dari 4 tingkat, yaitu tingkat awal atau
aura, tingkat kejang tonik, tingkat kejang klonik dan tingkat koma. Penatalaksanaan eklampsia
dapat dibedakan menjadi dua yaitu pentalaksanaan medis dan keperawatan. Komplikasi
eklampsia dapat terjadi pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya.
Konsep asuhan kepada pasien preeklampsia dan ekslamsia adalah dengan melaksanakan proses
keperawatan yakni dari pengkajian sampai evaluasi. Pada pengkajian dilakukukan pemeriksaan
fisik pada ibu dan janin pada saat pemeriksaan ANC. Dasar diagnosis klinis berdasarkan
kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, oliguria, kejang atau koma, nyeri
kepala/epigastrium, penglihatan kabur, edema, sianosis, dan gangguan kesadaran. Tindakan
konservatif terdiri dari kamar isolasi, observasi, pemberian pengobatan (streganof, penthotal,
diazepam, litik koktil, magnesium sulfat) dan evaluasi pengobatan (diuresis, kesadaran membaik,
kejang berkurang, nadi dan tekanan darah menurun). Selain itu memberikan terapi aktif dan
seksio sesar.

3.2 Saran
Sebagai perawat profesional harus cermat menganalisis apakah pasien ibu hamil
mengalami preeklampsia (baik ringan maupun berat) dan ekslampsia dengan mengidentifikasi
tanda dan gejalanya sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan menjadi tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan kelahiran. Jakarta: EGC.
Manuaba, I.B.G. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Hamilton, P.M. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bobak. Lowdermilk dan Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Doengoes.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
NANDA. 2007. Diagnosa Keperawatan NANDA NIC NOC. Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai