Anda di halaman 1dari 120

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

H YANG MENGALAMI
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN NAPAS DI RUANG
BOUGENVIL RSU dr. H. KOESNADI
BONDOWOSO

KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS

Oleh :
ZULY KURNIAH
NIM : 15037140902

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BONDOWOSO
BONDOWOSO
2018

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. H YANG MENGALAMI
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN NAPAS DI RUANG
BOUGENVIL RSU dr. H. KOESNADI
BONDOWOSO

Proposal Karya Tulis Ilmiah : Studi Kasus disusun sebagai


Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Ahli Madya Keperawatan

Oleh :
ZULY KURNIAH
NIM : 15037140902

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BONDOWOSO
BONDOWOSO
2018

ii
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya,


Nama Mahasiswa : Zuly Kurniah
NIM : 15.03714.0902
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah saya berjudul:
“Asuhan keperawatan pada Tn. H yang mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas di ruang
Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso Tahun 2018”.
1. Disusun oleh saya sendiri
2. Tidak memuat karya tulis orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam karya tulis ilmiah ini dan disebutkan dalam
referensi.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa tekanan dari
siapapun. Jika di kemudian hari terbukti adanya pelanggaran atas pernyataan tersebut
diatas, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademis.

Bondowoso, April 2018


Yang menyatakan

Zuly Kurniah

Mengetahui,

Pembimbing

Ns.LEMBAR PERSETUJUAN
Alwan Revai, S. Kep. M. Kep

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh : Zuly Kurniah


Judul : “Asuhan keperawatan pada Tn. H yang mengalami Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan napas di ruang Bougenvil RSU
dr. H. Koesnadi Bondowoso ”

Telah disetujui pada tanggal : 10 Mei 2018

Oleh:

Pembimbing

Ns. Alwan Revai, S. Kep. M. Kep

Mengetahui

Ketua Prodi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso

Yuana Dwi Agustin, SKM. M. Kes

NIDN. 07-0708-7501

iv
LEMBAR PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Sidang KTI


Pada Tanggal Agustus 2018

Mengesahkan

Tim Penguji

Tanda Tangan

( ...................................... )
Penguji I Ns. M. Dafid K. N, S. Kep. M. Gizi

( ...................................... )
Penguji II Ns. Rany Agustin Wulandari, M.Kep

Penguji III Ns. Alwan Revai, M.Kep (........................................)

Mengetahui,
Ketua Prodi D III Keperawatan Universitas Bondowoso

Yuana Dwi Agustin, SKM. M.Kes


NIDN. 07 – 0708 – 7501

v
ABSTRAK

Kurniah, Zuly. 2018. Asuhan keperawatan pada Tn. H yang mengalami Penyakit
Paru Obtruktif Kronik (PPOK) dengan masalah keperawatan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Napas di Ruang Bougenvil RSU. Dr . H. Koesnadi Bondowoso.

Latar belakang : Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu


istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya yang ditandai dengan batuk, sesak, mengi, ronchi saat inspirasi.
Proses peradangan dapat mengakibatkan produksi sputum berlebih pada paru dan reflek
batuk yang tidak efektif menyebabkan sumbatan saluran napas gangguan pada jalan
napas sehingga menimbulkan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.
Metode : Partisipan dalam penelitian studi kasus ini adalah satu klien dengan
diagnosa medis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan napas. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah studi kasus.
Hasil : Dari pengumpulan data pengkajian kepada klien yang menderita Penyakit
Obstruktif Kronik. Diagnosa keperawatan yang di angkat peneliti adalah
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang telah sesuai teori di buku nanda. Intervensi
yang diberikan berupa manajemen jalan napas, peningkatan manajemen batuk, terapi
oksigen, pengaturan posisi, monitor pernapasan. Implementasi yang dilakukan berupa
batuk efektif, fisoterapi dada, pemeberian bronkodilator. Jumlah intervensi dan
implementasi yang diberikan sesuai dengan kondisi klien. Evaluasi tindakan yang
dilakukan selama 4 hari teratasi sebagian dengan memberikan tindakan sesuai dengan
intervensi.
Kesimpulan : Klien dan keluarga sebaiknya mencari lebih banyak informasi
tentang penyakit yang dialami kepada tenaga kesehatan terdekat, menghindari faktor –
faktor predisposisi, mengurangi merokok, meningkatkan asupan nutrisi agar proses
penyembuhan klien optimal.

Kata kunci : Ketidakefektifan bersihan jalan napas, PPOK

vi
ABSTRACT

Kurniah, Zuly. 2018. Nursing care at Mr. H who has a disease Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) with nursing problems Ineffectiveness of the
Airway Clearance in the Bougenvil Room of the RSU. Dr. H. Koesnadi
Bondowoso.

Background: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a term that


is often used for a group of pulmonary diseases that last a long time and is characterized
by an increase in resistance to air flow as the main pathophysiological picture
characterized by coughing, shortness, wheezing, ronchi during inspiration.
Inflammatory processes can result in excessive production of sputum in the lungs and
ineffective cough reflexes causing airway obstruction in the airways to cause problems
ineffective airway clearance.
Method: Participants in this case study were one client with a medical
diagnosis of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) with nursing problems
ineffectiveness of airway clearance. Data collection methods used are case studies.
Results: From the collection of assessment data to clients suffering from
Chronic Obstructive Disease. Nursing diagnosis that is adopted by the researcher is the
ineffectiveness of the airway clearance that has been in accordance with the theory in
the book nanda. Interventions provided include airway management, improved cough
management, oxygen therapy, positioning, breathing monitors. The implementation is in
the form of effective cough, chest physiotherapy, bronchodilator treatment. The number
of interventions and implementations provided is in accordance with client conditions.
Evaluation of actions taken for 4 days is partially resolved by providing action
according to the intervention.
Conclusion: Clients and families should seek more information about diseases
experienced by the nearest health worker, avoid predisposing factors, reduce smoking,
increase nutrient intake so that the client's healing process is optimal.

Keywords: Ineffectiveness of airway clearance, COPD

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di program DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso.
Penulis Proposal Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan
bimbungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Pada
kesempatan ini ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kami sampaikan kepada :
1. Yuana Dwi Agustin, SKM. M.Kes, selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan
Universitas Bondowoso.
2. Ns. Alwan Revai, S. Kep. M. Kep selaku pembingbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyusunan penelitian kami.
3. Dr. Suharto, Sp. PD selaku Direktur RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso yang telah
memberikan ijin melaksanakan penelitian.
4. Ns. Novi Satyaningrum, S. Kep selaku Kepala Ruang Bougenvil yang telah
memebrikan ijin untuk melakukan penelitian di ruang Bougenvil.
5. Perawat ruang Bougenvil yang telah membimbing dan mendampingi dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien.
6. Klien yeng telah bersedia menjadi responden dalam penelitian kami.
7. Berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu hingga terselesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah.
Besar harapan kami semoga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi
penulis selanjutnya dan juga diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi kemajuan
ilmu keperawatan. Namun demikian penulis menyadari bahwa penyusunan penelitian
ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segenap saran dan perbaikan yang membangun
sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Penyusun

viii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .........................................................................................................i


Halaman Judul .............................................................................................................ii
Pernyataan ...................................................................................................................iii
Persetujuan ..................................................................................................................iv
Pengesahan ..................................................................................................................v
Abstrak .........................................................................................................................vi
Kata Pengantar .............................................................................................................viii
Daftar Isi ......................................................................................................................ix
Daftar Tabel .................................................................................................................xii
Daftar Singkatan ...........................................................................................................xiii
Daftar Lampiran ..........................................................................................................xiv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2 Batasan Masalah .............................................................................................3
1.3 Rumusan Masalah ..........................................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................3
1.4.1 Tujuan Umum ....................................................................................3
1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian ..........................................................................................4
1.5.1 Manfaat Teoritis ................................................................................4
1.5.2 Manfaat Praktis ..................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Landasan Teori ................................................................................................6
2.1.1 Pengertian ...........................................................................................6
2.1.2 Etiologi .................................................................................................7
2.1.3 Patofisiologi .........................................................................................8
2.1.4 Gambaran Klinis...................................................................................11
2.1.5 Penatalaksanaan ...................................................................................12
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang........................................................................23
ix
2.1.7 Komplikasi ..........................................................................................24
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian .........................................................................................26
2.2.2 Diagnosa Keperawatan .....................................................................31
2.2.3 Intervensi Keperawatan .....................................................................33
2.2.4 Implementasi ....................................................................................36
2.2.5 Evaluasi .............................................................................................40

BAB 3 METODE PENULISAN


3.1 Desain Penulisan ............................................................................................45
3.2 Batasan Istilah ................................................................................................45
3.3 Partisipan ........................................................................................................46
3.4 Lokasi Dan Waktu ..........................................................................................46
3.5 Pengumpulan Data .........................................................................................47
3.6 Uji Keabsahan Data ........................................................................................38
3.7 Analisa Data ...................................................................................................49
3.8 Etika Penulisan ...............................................................................................50
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .................................................................................................................51
4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data .................................................51
4.1.2 Pengkajian ............................................................................................51
4.1.3 Analisa Data ........................................................................................64
4.1.4 Diagnosa Keperawatan .........................................................................65
4.1.5 Intervensi Keperawatan ........................................................................66
4.1.6 Implementasi Keperawatan dan Evaluasi.............................................68
4.2 Pembahasan ......................................................................................................76
4.2.1 Pengkajian ...........................................................................................76
4.2.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................................80
4.2.3 Intervensi Keperawatan .......................................................................81
4.2.4 Implementasi ......................................................................................83
4.2.5 Evaluasi ...............................................................................................85
BAB 5 PENUTUP

x
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................87
5.1.1 Pengkajian ...........................................................................................87
5.1.2 Diagnosa Keperawatn...........................................................................87
5.1.3 Intervensi .............................................................................................87
5.1.4 Implementasi ........................................................................................87
5.1.5 Evaluasi ...............................................................................................88
5.2 Saran
5.2.1 Penulis Selanjutnya .............................................................................88
5.2.2 Bagi Rumah Sakit ................................................................................88
5.2.3 Institusi Pendidikan ..............................................................................88

Daftar Pustaka ..............................................................................................................89

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan ...............................................................................34


Tabel 2.2 Contoh Format Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ..................................38
Tabel 2.3 Contoh Format Evaluasi ...............................................................................43
Tabel 4.1 Kemampuan Perawatan Diri.........................................................................54
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium .................................................................62
Tabel 4.3 Analisa Data .................................................................................................64
Tabel 4.4 Diagnosa Keperawatan .................................................................................65
Tabel 4.5 Intervensi Keperawatan ................................................................................66
Tabel 4.6 Implementasi keperawatan hari ke 1 ............................................................68
Tabel 4.7 Implementasi keperawatan hari ke 2 ................................................................. 70
Tabel 4.8 Implementasi keperawatan hari ke 3........................................................................ 72

Tabel 4.8 Implementasi keperawatan hari ke 4 ....................................................................... 74

xii
DAFTAR SINGKATAN

COLD : Chronic Obstruktive Lung Diseases


COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Diseases
GOLD : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
LTOT : Long Term Oxygen Therapy
NIC : Nursing Interventions Classification
PPOK : Penyakit Paru Obtruktif Kronik
WHO : World Health Organizatiton

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Penelitian..............................................................................91


Lampiran 2 Informed Consent...................................................................................92
Lampiran 3 Rencana Kegiatan Penelitian .................................................................93
Lampiran 4 Format Pengkajian KMB .......................................................................94
Lampiran 5 Surat Pengambilan Data.........................................................................111
Lampiran 6 Surat Diklat RSUD Dr. H. Koesnadi .....................................................112
Lampiran 7 Lembar Konsultasi ...............................................................................113

xiv
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

Pulmonary Diseases (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan

untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi

utamanya (Somatri, 2009). Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang

dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronik dan empisema paru.

Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Limitation (CAL) dan Chronic

Obstruktive Lung Diseases (COLD) (Somatri, 2009). Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) mempunyai tanda dan gejala yakni batuk (mungkin produktif atau

non produktif), sesak napas, mengi dan ronchi saat inspirasi. Proses peradangan

dapat mengakibatkan produksi sputum berlebih pada paru dan reflek batuk yang

tidak efektif menyebabkan sumbatan saluran napas sehingga terjadi gangguan

pada jalan napas yang mengakibatkan pernapasan tidak adekuat sehingga

menimbulkan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas (Chang, 2010 dalam

Rahmawati, 2016).

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) saat ini merupakan penyebab

kematian terdepan di dunia tetapi diproyeksikan menjadi penyebab kematian

ketiga pada tahun 2020 (GOLD, 2017). Lebih dari 3 juta orang meninggal karena

COPD pada tahun 2012 yang menyumbang 6% dari semua kematian secara global

(GOLD, 2017). World Health Organizatiton (WHO) memperkirakan pada tahun

1
2

2020 yang akan datang angka kejadian PPOK akan mengalami peningkatan dan

menduduki terbanyak nomor tiga setelah penyakit jantung koroner dan stroke

(Saftarina, Anggraini and Ridho, 2017) Di Indonesia menurut Departemen

Kesehatan pada tahun 2008 angka penderita PPOK Mencapai 12 % dengan angka

kematian 2 %, hal itu menjadi suatu perhatian tersendiri dimana penyakit PPOK

merupakan suatu penyakit yang cukup tinggi menyerang masyarakat di Indonesia.

Angka kejadian PPOK di Indonesia cukup tinggi dengan menggambil beberapa

sampel di daerah DKI Jakarta 2,7%, Jawa Barat 4,0%, Jawa Tengah 3,4%, DI

Yogyakarta 3,1%, Jawa Timur 3,6% dan Bali 3,5% (RISKESDAS, 2013).

Prevalensi penderita PPOK di Indonesia sebanyak 3,7% dengan prevalensi

terbanyak yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 10%. Sementara untuk

provinsi Jawa Timur prevalensi kejadian PPOK sebanyak 3,6% (RISKESDAS,

2013). Sedangkan angka kejadian PPOK di RSU dr H. Koesnadi Bondowoso

dalam tiga bulan terakhir sebanyak 21 kasus yaitu 11 kasus pada bulan April, 5

kasus pada bulan Mei dan 5 kasus pada bulan Juni.

PPOK dapat disebabkan karena polusi udara yang berupa asap kendaraan,

asap pabrik dan sebelumnya sudah pernah menderita penyakit paru misalnya

bronkhitis (Ikawati, 2011 Rahmawati, 2016). Penyebab utama penyakit PPOK

yaitu kebiasaan merokok batang karena setiap batang mengandung ribuan bahan

kimia yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan maupun kerusakan paru

(Chang, 2010 dalam Rahmawati, 2016). Kandungan tembakau pada rokok

merangsang inflamasi atau peradangan, dapat merusak jaringan pernapasan serta

dapat merangsang produksi sputum berlebih yang menyebabkan proses

pembersihan silia tidak berjalan lancar dan banyak sputum tertimbun dalam
3

saluran pernapasan sehingga menyebabkan sumbatan pada saluran napas dan

mengakibatkan bersihan jalan napas tidak efektif (Nugroho, 2011 dalam

Rahmawati, 2016).

Intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk mengatasi PPOK

dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas berdasarkan

NIC (Nursing Interventions Classification) yaitu; 1) manajemen jalan napas, 2)

peningkatan manajemen batuk, 3) terapi oksigen, 4) pengaturan posisi, 5) monitor

pernapasan.

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah yang

berjudul “asuhan keperawatan pada Tn. H Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK) dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas di ruang Bougenvil

RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso”.

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada

Tn. H Penyakit Paru Obstruktif Kronik dengan masalah ketidakefektifan

bersihan jalan napas di ruang Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Tn. H Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan

napas di ruang Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso ?


4

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. H Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan

napas di ruang Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. H Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah ketidakefektifan bersihan

jalan napas di ruang Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

2. Menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn. H Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah ketidakefektifan bersihan

jalan napas di ruang Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

3. Menyusun intervensi keperawatan pada Tn. H Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas

di ruang Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. H Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah ketidakefektifan bersihan

jalan napas di ruang Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

5. Melakukan evalusi keperawatan pada Tn. H Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas

di ruang Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.


5

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

1. Sebagai bentuk aplikasi dari teori asuhan pada Tn. H Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah ketidakefektifan bersihan

jalan napas di ruang Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

2. Sebagai pengembangan ilmu keperawatan medikal bedah system

pernapasan pada Tn. H dengan penyakit Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK)

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi penulis

Menambah pengetahuan dan informasi bagi penulis tentang asuhan

keperawatan dengan masalah penyakit paru obstruktif kronik selain itu

karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara penulis

dalam mengaplikasikan ilmu yang di peroleh didalam perkuliahan.

2. Bagi institusi pendidikan

Dapat mengevaluasi sejauh mana mahasiswa dalam menguasai asuhan

keperawatan pada pasien dengan masalah PPOK.

3. Bagi Lahan Praktik

Dapat menjadi bahan masukan bagi perawat yang di rumah sakit untuk

mengambil langkah-langkah kebijakan dalam rangka upaya

peningkatan mutu pelayanan keperawatan pasien dengan masalah

PPOK.
6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran

udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel

parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya

(PDPI, 2011).

Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

Pulmonary Diseases (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan

untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi

utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan

COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronik dan empisema paru. Sering juga

penyakit ini disebut dengan Chronic Limitation (CAL) dan Chronic Obstruktive

Lung Diseases (COLD) (Irman Somatri, 2009).

Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK) yang juga disebut Chronic

Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) adalah klasifikasi luas gangguan yang

meliputi asma bronkial, bronkiektasis, bronkitis kronik, dan emfisema paru.

(Rosdahl dan Kowalski, 2015).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum,

dapat dicegah dan diobati yang dicirikan oleh gejala pernapasan persisten dan

keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh saluran napas dan / atau kelainan

6
7

alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan signifikan terhadap partikel atau

gas berbahaya (GOLD, 2017).

2.1.2 Etiologi

Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang

terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya (PDPI, 2011).

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

1. Riwayat merokok

a. Perokok aktif

b. Perokok pasif

c. Bekas perokok

2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian

jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok

dalam tahun :

a. Ringan : 0-200

b. Sedang : 200-600

c. Berat : >600

3. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

4. Hipereaktivitas bronkus

5. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

6. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia


8

2.1.3 Patofisiologi

Bronkitis kronik disebabkan oleh asap mengiritasi jalan napas,

mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini,

kelenjar – kelenjar yang mensekresi lendir dan sel – sel goblet meningkat

jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai

akibat, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan

dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan

perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghanurkan

partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi rentan terhadap infeksi

pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan

fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya akn terjadi perubahan paru

yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis

(Smelter dan Bare, 2013).

Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu :

inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan

rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli

yang berfungsi. Karena dinding alveoli menalami kerusakan (suatu proses yang

dipercepat oleh infeksi kambuhan), area permukaan alveolar yang kontak

langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan

peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat

terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen.

Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida

dalam darah arteri (disebut hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respsiratorius.

(Smeltzer dan Bare, 2013). Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan,
9

jaringan – jaringan kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat

dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi

dalam arteri pulmonal. Dengan demikian gagal jantung kor – pulmonal adalah

salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti edema tungkai (edema

dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar menandakan

terjadinya gagal jantung. Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu

tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi.

Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami

emfisema, memperberat masalah. (Smeltzer dan Bare, 2013)

Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap

lingkungan mereka. Antibodi dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel mast

dalam paru. Pemajanan ulang terhadap terhadap antigen mengakibatkan ikatan

antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel – sel mast (disebut

mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari

substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan

paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar napas, bronkospasme, pembengkakan

membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak (Padila, 2012).

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh

implus saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non

alergi ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi,

latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan

meningkat. Pelepasan asetilkolin ini langsung menyebabkan bronkokonstriksi

juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu


10

dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis

(Padila, 2012).

Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sitem saraf simpatis terletak

dalam bronki. Ketika reseptor α adrenergik dirangsang, terjadi bronkokontriksi;

bronkodilatasi terjadi ketika β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara

reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosisn

monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor –alfa mengakibatkan penurunan c-AMP,

yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel – sel

mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan cAMP,

yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi

(Padila, 2012).

Ketika paru mengalami iritasi yang konstan dan pelepasan produk sel – sel

mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta

anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A) maka kelenjar – kelenjar

yang mensekresi lendir dan sel – sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia

menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sekret yang banyak dan

tertahan akan menyebabkan ketidakmampuan membangkitkan batuk yang kuat

untuk mengeluarkan sekresi. Lendir yang banyak akan menyebabkan bronkiolus

tersumbat sehingga respirasi tidak adekuat (Padila, 2012 dan Smelter dan Bare,

2013).
11

2.1.4 Gambaran Klinis

Brunner and Suddarth (2015) menjelaskan tentang tanda dan gejala PPOK

antara lain :

1. PPOK dicirikan oleh batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea saat

mengerahkan tenaga kerap memburuk seiring dengan waktu.

2. Penurunan berat badan sering terjadi.

3. Gejala yang spesifik sesuai dengan penyakit, yaitu sebagai berikut :

a. Bronkitis Kronis

Menurut Corwin, 2000 dalam Padila 2012 tanda gejala bronkitis kronik

meliputi :

1) Batuk yang sangat produktif, puruken, dan mudah memburuk oleh

iritan – iritan inhalan, udara dingin atau infeksi.

2) Sesak napas dan dispnea.

3) Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan

dada mengembang.

4) Hipoksia dan hiperkapnea

5) Takipnea

6) Dispnea yang menetap

b. Emfisema

Padila (2012) menjelaskan tentang tanda dan gejala emfisema adalah

sebagai berikut :

1) Dispnea

2) Takipnea

3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan


12

4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

6) Hipoksemia

7) Hiperkapnia

8) Anoreksia

9) Penurunan BB

10)Kelemahan

c. Asma

Padila (2012) menjelaskan tentang tanda dan gejala asma antara lain :

1) Batuk

2) Dispnea

3) Mengi

4) Hipoksia

5) Takikardi

6) Berkeringat

7) Pelebaran tekanan nadi

2.1.5 Penatalaksanaan

PDPI (2011) menjelaskan tentang tujuan penatalaksanaan pada Tn. H PPOK

antara lain :

a. Mengurangi gejala

b. Mencegah eksaserbasi berulang

c. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

d. Meningkatkan kualiti hidup penderita


13

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang

pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada

asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan

progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas

dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma

yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki

derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma (PDPI,

2011).

A. Tujuan edukasi pada pasien PPOK

PDPI (2011) menjelaskan tentang tujuan edukasi pada pasien PPOK

antara lain

a. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

b. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

c. Mencapai aktivitas optimal

d. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut

secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri

maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang

rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah.

Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik

konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan

alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi


14

kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun

dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien

PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan

derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural

dan kondisi ekonomi penderita (PDPI, 2011). Secara umum bahan

edukasi yang harus diberikan adalah :

a. Pengetahuan dasar tentang PPOK

b. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

c. Cara pencegahan perburukan penyakit

d. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

e. Penyesuaian aktivitas

2. Obat – obatan

PDPI (2011) menjelaskan obat – obatan pada Tn. H PPOK adalah

sebagai berikut :

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis

bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat

penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,

nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada

derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release )

atau obat berefek panjang ( long acting ) (PDPI, 2011).


15

Macam - macam bronkodilator menurut PDPI (2011) antara lain:

1) Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai

bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali

perhari ).

2) Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan

jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya

eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan

bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat

digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan

untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau

drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

3) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek

bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang

berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih

sederhana dan mempermudah penderita.

4) Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan

jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.

Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega

napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi


16

eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan

pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Anti inflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau

injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih

golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai

terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid

positif yaitu terdapat perbaikan FEV1 pascabronkodilator

meningkat > 20% dan minimal 250 mg (PDPI, 2011).

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan

menurut (PDPI, 2011) antara lain :

1) Lini I : amoksisilin makrolid

2) Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat sefalosporin kuinolon

makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih

1) Amoksilin dan klavulanat

2) Sefalosporin generasi II & III injeksi

3) Kuinolon per oral

ditambah dengan yang anti pseudomonas

1) Aminoglikose per injeksi

2) Kuinolon per injeksi

3) Sefalosporin generasi IV per injeksi


17

3. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup

digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan

eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang

rutin (PDPI, 2011).

4. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan

mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis

kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada

PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian

rutin (PDPI, 2011).

2. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi

seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ

lainnya (PDPI, 2011).

A. Manfaat oksigen :

a. Mengurangi sesak

b. Memperbaiki aktivitas

c. Mengurangi hipertensi pulmonal

d. Mengurangi vasokonstriksi

e. Mengurangi hematokrit

f. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri


18

g. Meningkatkan kualiti hidup

B. Indikasi

a. Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

b. Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor

Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda

gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

C. Macam terapi oksigen :

a) Pemberian oksigen jangka panjang

b) Pemberian oksigen pada waktu aktivitas

c) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

d) Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit.

Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil

derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit

oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat,

ruang rawat ataupun ICU (PDPI, 2011). Oksigen untuk penderita

PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :

1) Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy

= LTOT )

2) Pemberian oksigen pada waktu aktivitas

3) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan

stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15 jam

setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi


19

oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering

terjadi bila penderita tidur (PDPI, 2011).

Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak

napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas. Sebagai parameter

digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen

harus mencapai saturasi oksigen di atas 90% (PDPI, 2011).

D. Alat bantu pemberian oksigen

1) Nasal kanul

2) Sungkup venturi

3) Sungkup rebreathing

4) Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan

kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.

3. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang

meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi

hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK

karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan

analisis gas darah (PDPI 2011). Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

a. Penurunan berat badan

b. Kadar albumin darah

c. Antropometri
20

d. Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot

pipi)

e. Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak

akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak

dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat.

Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang

dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus

(nocturnal feedings)dengan pipa nasogaster (PDPI, 2011).

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah

karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat

meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi

terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas

kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan

keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya

fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi.

Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :

a) Hipofosfatemi

b) Hiperkalemi

c) Hipokalsemi

d) Hipomagnesemi

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian

nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu

pemberian yang lebih sering.


21

4. Rehabilitasi PPOK

PDPI, 2011 menjelaskan tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan

toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita

yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah

mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :

1) Simptom pernapasan berat

2) Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

3) Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim

multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan

psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan

fisis, psikososial dan latihan pernapasan

A. Latihan Fisis

Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi

oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :

1) Peningkatan VO2 max

2) Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik

3) Peningkatan cardiac output dan stroke volume

4) Peningkatan efisiensi distribusi darah

5) Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

B. Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan

a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan

Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan.

Latihan in diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami


22

kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat

menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan

ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot

pernapasan akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan

ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi

sesak napas. Pada penderita yang tidak mampu melakukan

latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar

manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa

dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh

karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat

individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan,

maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya

apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi

pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan

(PDPI, 2011)

b. Endurance exercise

Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada

penderita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan

transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat. Latihan

jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya

toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena

meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya

konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan

resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari


23

toleransi terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya

keluhan yang menyebabkan penderita PPOK menghentikan

latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot

kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin

merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya.

Berkurangnya aktivitas kegiatan sehari-hari akan menyebabkan

penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu

akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat otot,

penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring

ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan

menurunnya oxygen uptake dan kontrol kardiovaskuler (PDPI,

2011).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

PDPI (2011) menyatakan bahwa pemeriksaan penunjang yangdapat

dilakukan pada Tn. H PPOk antara lain :

1. Faal paru

a. FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

b. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,

APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari

20%
24

2. Uji bronkodilator

a. Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan

APE meter.

b. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -

20 menit kemudiandilihat perubahan nilai FEV1 atau APE,

perubahan FEV1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

c. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

3. Darah rutin : Hb, Hematokrit, leukosit

4. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru

lain. Pada emfisema terlihat gambaran :

a. Hiperinflasi

b. Hiperlusen

c. Ruang retrosternal melebar

d. Diafragma mendatar

e. Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance)

2.1.7 Komplikasi

Somantri (2009) menjelaskan bahwa komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK

antara lain :

1. Hipoksemia

Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg,

dengan nilai saturasi oksigen < 85 %. Pada awalnya Tn. Hakan mengalami
25

perubahan mood, penrunan konsentrasi dan menjadi pelupa. Pada tahap

lanjut akan timnul sianosis.

2. Asidosis Respiratori

Timbul akibat peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul

antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizzines, dan takipnea.

3. Infeksi Respiratori

Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan

rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran

udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.

4. Gagal jantung

Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru) harus di

observasi terutama pada Tn. H dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering

kali berhibingan dengan bronkitis kronik, tetapi Tn. H dengan emfisema

berat juga mengalami masalah ini.

5. Kardiak Distritmia

Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis

respiratori.

6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.

Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan sering kali

tidak berespon terhadap terapi yang biasa diberikan. Pengunaan otot bantu

pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat pada Tn. H dengan

asma.
26

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap

berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang

terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan.

Diagnosis yang diangkat akan menentukan desain perencanaan yang

ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti

perencanaan yang di buat. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan

dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan keperawatan pad aTn.

H dapat diidentifikasi (Nikmatur dan Saiful, 2013). Menurut Doengoes,

2015 dasar data pengkajian pada Tn. H PPOK meliputi :

1. Aktivitas/ Istirahat

Gejala :

a. Keletihan, kelelahan, malaise

b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari – hari karena

sulit bernapas

c. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk yang

tinggi

d. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau

latihan.

Tanda :

a. Keletihan

b. Gelisah
27

c. Insomnia

d. Kelelahan umum/ kehilangan massa otot

2. Sirkulasi

Gejala :

Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda :

a. Peningkatan TD

b. Peningkatan frekuensi jantung/ takikardi berat, disritmia.

c. Distensi vena leher (penyakit berat).

d. Edema dependen, tidak berhubungan denga penyakit jantung

e. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan

diameter AP dada)

f. Warna kulit/ membran mukosa : normal atau abu – abu/sianosis,

kuku tabuh dan sianosis perifer

g. Pucat dapat menunjukkan anemia.

3. Integritas Ego

Gejala :

a. Peningkatan faktor resiko.

b. Perubahan pola hidup.

Tanda :

Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

4. Makanan/ Cairan

Gejala :

a. Mual/muntah.
28

b. Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)

c. Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan.

d. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat

badan ditunjukkan edema (bronkitis)

Tanda :

a. Turgor kulit buruk

b. Edema dependen

c. Berkeringat

d. Penurunan berat badan, penurunan masaa otot/ lemak subkutan

(emfisema)

e. Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronkitis)

5. Higiene

Gejala :

Penurunan kemampuan/ peningkatan kebutuhan bantuan melakukan

aktivitas sehari – hari.

Tanda :

Kebersihan buruk, bau badan

6. Pernapasan

Gejala :

a. Napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai

gejala menonjol pada emfisema khususnya pada saat kerja; cuaca

atau episode berulangnya sulit napas (asma), rasa dada tertekan,

ketidakmampuan untuk bernapas (asma).


29

b. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada

saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut – turut tiap tahun

sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau kuning)

dapat banyak sekali (bronkitis kronik)

c. Episode batuk hilang timbul, biasanyanya tidak produktif pada

tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).

d. Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/ iritas

pernapasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau

debu/asap (mis., asbes, debu batu bara, rami katun, serbuk gergaji).

e. Faktor keluarga dan keturunan mis., defisiensi alfa antitripsin

(emfisema)

f. Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus

Tanda :

a. Pernapasan : biasanya capat, dapat lambat, fase ekspirasi

memanjang dengan mendengkur, napas bibir (emfisema)

b. Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernapas (khususnya

dengan eksaserbasi akut bronkititis kronik)

c. Penggunaan otot bantu pernapasan mis., meninggikan bahu,

retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung.

d. Dada : dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP

(bentuk barrel), gerakan diafragma minimal.

e. Bunyi napas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema),

menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronkitis), ronki,

mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama


30

inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanyan bunyi napas

(asma).

f. Perkusi : hiperesonan pada area paru (mis., jebakan udara dengan

emfisema), bunyi pekak pada area paru (mis., konsolidasi, cairan,

mukosa).

g. Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.

h. Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku, abu – abu

keseluruhan, warna merah (bronkitis kronik “biru menggembng”).

Pasien dengan emfisema sedang sering disebut “pink puffer”

karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan

frekuensi pernapasan cepat

i. Tabuh pada jari – jari (emfisema).

7. Keamanan

Gejala :

a. Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/ faktor lingkungan.

b. Adanya/ berulangmya infeksi.

c. Kemerahan/ berkeringat (asma)

8. Seksualitas

Gejala : Penurunan libido

9. Interaksi Sosial

Gejala :

a. Hubungan ketergantungan.

b. Kurang sistem pendukung.

c. Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/ orang terdekat.


31

d. Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.

Tanda :

a. Ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena

distress pernapasan.

b. Keterbasan mobilitas fisik.

c. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

10. Penyuluhan dan Pembelajaran

Gejala :

a. Penggunaan/ penyalahgunaan obat pernapasan.

b. Kesulitan menghentikan merokok.

c. Penggunaan alkohol secara teratur.

d. Kegagalan untuk membaik.

Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 5,9 hari.

Rencana Pemulangan :

a. Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri,

perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah.

b. Perubahan pengobatan/program terapeutik.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Definisi

Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan

membersihkan sekresi atau obtruksi dari saluran napas untuk

mempertahankan bersihan jalan napas (Heather, dkk. 2015)


32

2. Batasan Karakteristik

a. Batuk yang tidak efektif

b. Dispnea

c. Gelisah

d. Kesulitan verbalisasi

e. Mata terbuka lebar

f. Ortopnea

g. Penurunan bunyi napas

h. Perubahan frekuensi napas

i. Perubahan pola napas

j. Sianosis

k. Sputum dalam jumlah yang berlebihan

l. Suara napas tambahan

m. Tidak ada batuk

3. Faktor Yang Berhubungan

A. Lingkungan

1) Perokok

2) Perokok pasif

3) Terpajan asap

B. Obtruksi jalan napas

1) Adanya jalan napas buatan

2) Benda asing dalam jalan napas

3) Eksudat dalam alveoli

4) Hiperplasia pada dinding bronkus


33

5) Mukus berlebihan

6) Penyakit paru obstruksi kronis

7) Sekresi yang tertahan

8) Spasme jalan napas

C. Fisiologis

1) Asma

2) Disfungsi neuromuskular

3) Infeksi

4) Jalan napas alergi

2.2.3 Intervensi

Intervensi adalah suatu perencanaan tindakan keperawatan yang akan diberikan

kepada pasien. Adapun rencana tindakan yang biasa diberikan kepada pasien

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan

Napas (M. Bulechek. 2015)


34

2.1 Intervensi Keperawatan Pasien PPOK

Tujuan dan
Diagnosa Keperawatan Intervensi
Kriteria Hasil
Ketidakefektifan Bersihan Tujuan: setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas :
Jalan Napas keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan fisoterapi dada, sebagaimana mestinya.
bersihan jalan napas Tn. H efektif,2. Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam, dan batuk
dengan kriteria hasil : 3. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya.
1. Frekuensi pernapasan (5) 4. Kelola nebulizer ultrasonik, sebagaimana mestinya.
2. Irama pernapasan (5) Peningkatan (Managemen) Batuk
3. Kedalaman inspirasi (5) 5. Dukung pasien menarik napas dalam beberapa kali pasien untuk
4. Kemampuan untuk melakukan napas dalam, tahan selama 2 detik, bungkukkan ke
depan, tahan 2 detik dan batukkan 2 – 3 kali.
mengeluar kan sekret (5)
6. Minta pasien untuk menarik napas dalam, bungkukkan ke depan,
5. Suara napas tambahan (5)
lakukan tiga atau empat kali hembusan ( untuk membuka area
6. Pernapasan cuping hidung glottis).
(5) 7. Minta pasien untuk menarik napas dalam beberapa kali, keluarkan
7. Penggunaan otot babtu perlahan dan batukkan di akhir ekshalasi (penghembusan).
napas (5) 8. Minta pasien untuk batuk dilanjutkan dengan beberapa periode
8. Batuk (5) napas dalam.
9. Akumulasi sputum (5) Terapi Oksigen
9. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Pengaturan Posisi
10. Posisikan (pasien) untuk mengurangi dypnea (misalnya posisi semi
fowler)
35

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keterangan : Monitor Pernapasan
1 : Deviasi berat dari kisaran 11. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas
normal 12. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, pengggunaan otot
2 : Deviasi yang cukup dari bantu napas, dan retraksi pada otot subclaviculas dan inter costa.
kisaran normal 13. Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi
3 : Deviasi sedang dari kisaran 14. Monitor pola napas (misalnya: bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
normal pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, resppirasi biot,dan
4 : Deviasi ringan dari kisaran pola ataxic).
normal 15. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi.
5 : Tidak ada deviasi dari
kisaran normal
36

2.2.4 Implementasi

Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dari

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini,

perawat mengasuh keluarga sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu

melibatkan secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan

kesehatan dirumah. Ada 3 tahap dalam tindakan keperawatan keluarga, yaitu :

1. Tahap 1 : persiapan

Persiapan ini meliputi kegiatan-kegiatan :

a. Kontrak dengan keluarga (kapan dilaksanakan, berapa lama waktunya,

materi yang akan didiskusikan, siapa yang melaksanakan, anggota keluarga

yang perlu mendapatkan informasi).

b. Mempersiapkan peralatan yang diperlukan.

c. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif.

d. Mengindentifikasi aspek-aspek hukum dan etik.

Kegiatan ini bertujuan agar keluarga dan perawat mempunyai kesiapan secara

fisik dan psikis pada saat implementasi.

2. Tahap 2 : Intervensi

Tindakan keperawatan keluarga berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab

perawat secara professional adalah :

a. Independent

Adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat sesuai dengan

kompetensi keperawatan tanpa petunjuk dan perintah dari tenaga kesehatan

lainnya.
37

Lingkup tindakan independent ini adalah :

1. Mengkaji terhadap Tn. H dan keluarga melalui riwayat keperawatan dan

pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan Tn. H.

2. Merumuskan diagnosa keperawatan.

3. Mengindentifikasi tindakan keperawatan.

4. Melaksanakan rencana pengukuran.

5. Merujuk kepada tenaga kesehatan lain.

6. Mengevaluasi respon Tn. H.

7. Partisipasi dengan konsumen atau tenaga kesehatan lainnya dalam

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Tipe tindakan independent keperawatan dapat dikatagorikan menjadi 4,

yaitu :

1. Tindakan diagnostik

a) Wawancara dengan Tn. H.

b) Observasi dan pemeriksaan fisik

c) Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, misalnya (Hb,

Hematokrit dan Leukosit) dan membaca hasil pemeriksaan

laboratorium tersebut.

2. Tindakan terapeutik

Tindakan untuk mencegah mengurangi dan mengatasi masalah Tn. H.

3. Tindakan edukatif

Tindakan untuk merubah perilaku Tn. H melalui promosi kesehatan dan

pendidikan kesehatan kepada Tn. H.


38

4. Tindakan merujuk

Tindakan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.

b. Interdependent

Yaitu suatu kegiatan yang memerluka suatu kerja sama dengan tenaga

kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter

yang lainnya.

c. Dependent

Yaitu pelaksanaan rencana tindakan medis. Misalnya dokter menuliskan

“Perawatan Oksigenasi”. Tindakan keperawatan adalah mendefinisikan

perawatan oksigenasi berdasarkan kebutuhan individu dari Tn. H.

3. Tahap 3 : Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan

akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan (Setiadi, 2008 dalam

Rohmah, 2014).

Contoh Tabel 2.2 Format Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

No. Diagnosa/ Tanggal/Pukul Tindakan Paraf

masalah Kolaboratif

1. Nomor Diagnosa Keperawatan / Masalah Kolaborasi

Tuliskan nomor diagnosa keperawatan/masalah kolaboratif sesuai dengan

masalah yang sudah teridentifikasi dalam format diagnosis keperawatan.


39

2. Tanggal/jam

Tuliskan tanggal, bulan, tahun, dan jam pelaksanaan tindakan keperawatan.

3. Tindakan

a. Tuliskan nomor urut tindakan

b. Tindakan dituliskan yang dilakukan beserta hasil/respon pasien dengan

jelas

c. Jangan lupa menuliskan nama/jenis obat, dosis, cara memberikan, dan

instruksi medis yang lain dengan jelas.

d. Jangan menuliskan istilah sering, kecil, besar, atau istilah lain yang

dapat menimbulkan persepsi yang berbeda atau masih menimbulkan

pertanyaan. Contoh: “memberikan makan lebih sering dari biasanya”.

Lebih baik tuliskan pada jam berapa saja memberikan makan dan dalam

berapa porsi makanan diberikan.

e. Untuk tindakan pendidikan kesehatan, tuliskan “melakukan pendidikan

kesehatan tentang “judul yang ingin dilakukan”

f. Bila penkes dilakukan secara singkat, tuliskan tindakan dan respon

pasien setelah penkes dengan jelas.

4. Paraf

Tuliskan paraf dan nama terang.


40

2.2.5 Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tenntang kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan Tn. H dan tenaga

kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemamuan keluarga

dalam mencapai tujuan.

Evaluasi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu :

1. Evaluasi berjalan (sumatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan

perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh

keluarga. Format yang dipakai adalah format SOAP (Setiadi, 2008 dalam

Rohmah, 2014).

A. Komponen SOAP/SOAPIER

Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau perkembangan

Tn. H, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER. Penggunaanya

tergantung dari kebijakan setempat. Pengertian SOAPIER adalah sebagai

berikut ;

1) S : Data Subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

2) O : Data Objektif

Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi

perawat secara langsung kepada Tn. H, dan yang dirasakan Tn. H

setelah dilakukan tindakan keperawatan.


41

3) Analisis

Interprestasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis merupakan

suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga

dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan

status kesehatan Tn. H yang telah teridentifikasi datanya dalam data

subjektif dan objektif.

4) P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan

yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang telah menunjukkan

hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan tindakan ulang pada

umunya dihentikan. Tindakan yang perlu dilanjutkan adalah tindakan

yang masih kompeten untuk menyelesaikan masalah Tn. H dan

membutuhkan waktu untuk mencapai keberhasilanya. Tindakan yang

perlu dimodifikasi adalah tindakan yang dirasa dapat membantu

menyelesaikan masalah Tn. H, tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya

atau mempunyai alternatif pilihan yang lain yang diduga dapat

membantu mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan, rencana

tindakan yang baru/sebelumnya tidak dapat ditentukan bila timbul

masalah baru atau rencana tindakan yang ada sudah tidak kompeten lagi

untuk menyelesaikan masalah yang ada.

5) I : Implementasi
42

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai

dengan intruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P

(perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam pelaksanaan.

6) E : Evaluasi

Evaluasi adalah respons Tn. H setelah dilakukan tindakan keperawatan.

7) R : Reassesment

Reassessment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap

perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana

tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan (Rohmah dan

Saiful, 2012)

2. Evaluasi akhir (formatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang

akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua

tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data,

masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.

a. Metode Evaluasi

Metode yang dipakai dalam evaluasi antara lain adalah :

1) Observasi langsung

2) Wawancara

3) Memeriksa laporan

4) Latihan stimulasi
43

Contoh Tabel 2.3 Format Evaluasi Keperawatan

Masalah Kep/Kolaboratif Tanggal/Jam Catatan Perkembangan Paraf

Pedoman Pengisian Format Evaluasi/Catatan Perkembangan

1) Masalah Keperawatan/Masalah Kolaboratif

Tulislah masalah keperawatan/masalah kolaboratif (hanya problem saja).

2) Tanggal/Jam

Tulislah tanggal, bulan, tahun, dan jam waktu evaluasi dilakukan.

3) Catatan Perkembangan (Menggunakan SOAP)

a. Tulislah data perkembangan yang diperoleh dari catatan tindakan

keperawatan.

b. Tulislah data dalam kelompok data subjektif dan objektif (S-O).

c. Tulislah data perkembangan hanya data yang bersesuaian dengan kriteria

hasil, jadi jangan menuliskan data yang tidak perlu atau meniadakan data

yang diperlukan.

d. Tulislah masalah keperawatan/kondisi masalah keperawatan dalam analisis

(A) untuk evaluasi proses. Contoh : nyeriakut/nyeri akut berlanjut/nyeri akut

masiht erjadi.

e. Tulislah dalam analisis (A) tujuan teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi

untuk evaluasi hasil.

f. Bila ditemukan masalah yang baru, tuliskan masalah dalam bentuk

diagnosis keperawatan dengan formulasi yang tepat.


44

g. Tulislah dalam perencanaan (P) nomor dari rencana tindakan keperawatan

untuk rencana tindakan yang dikehendaki untuk dilanjutkan/dipertahankan

atau dihentikan.

h. Tulislah rencana tindakan baru bila dikehendaki sebagaimana teknik

penulisan rencana tindakan.

i. Bila menggunakan SOAPIE/SOAPIER, tulislah pelaksanaan tindakan dalam

item I/implementasi dan respons Tn. H dituliskan dalam item E/evaluasi,

kemudian tentukan rencana berikutnya pada item R/reassessment.

4) Paraf

Tulislah paraf dan nama terang (Rohmah dan Saiful, 2012).


45

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan adalah studi kasus, yaitu studi yang mengeksplorasi

suatu masalah atau fenomena dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan

data yang mendalam dan menyertakan berbagai informasi. Studi kasus dibatasi

waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa peristiwa aktivitas / individu.

Studi kasus dalam karya tulis ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah

“Asuhan keperawatan pada Tn. H Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas di ruang Bougenvil RSU dr.

H. Koesnadi Bondowoso”.

3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah adalah persyaratan yang menjelaskan istilah-istilah kunci

yang menjadi focus dalam penulisan studi kasus. Batasan istilah disusun secara

naratif dan apabila diperlukan ditambahkan informasi sebagai tanda atau ciri khas

dari batasan yang dibuat penulis.

Batasan istilah dalam studi kasus ini antara lain

1. Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis

berkesinambungan yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi

masalah kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun

potensial kemudian merencanakan tindakan untuk menyelesaikan,

mengurangi atau mencegah terjadinya masalah baru dan melaksanakan

45
46

tindakan atau yang menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan

dan atau yang menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan

keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang

dikerjakan (Rohmah, 2014)

2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum,

dapat dicegah dan diobati yang yang ditandai dengan gejala pernapasan

persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh saluran

napas dan kelainan alveolar yang biasanya disebabkan oleh pajanan

signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya (GOLD, 2017).

3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah Ketidakefektifan bersihan

jalan napas adalah ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obtruksi

dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas (Heather,

et.al. 2015)

3.3 Partisipan

Partisipan dalam penelitian studi kasus ini adalah Tn. H dengan diagnosa

medis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan napas yang sedang dirawat hari pertama di ruang

Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso”.

3.4 Lokasi dan Waktu

Menjelaskan tentang deskriptif lokasi penelitian serta waktu yang

digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah studi kasus. Lokasi penelitian

pada studi kasus ini adalah diruang Bougenvil RSUD dr. H Koesnadi Bondowoso.
47

Waktu penyelenggaraan Asuhan Keperawatan adalah studi kasus individu

dirumah sakit. Lama waktu sejak klien pertama kali masuk rumah sakit sampai

pulang dan atau klien yang dirawat minimal 3 hari. Bila sebelum 3 hari klien

pulang maka perlu menggunakan klien yang sejenis.

3.5 Pengumpulan Data

Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang

digunakan, antara lain :

1. Wawancara (Hasil anammesa berisi tentang identitas klien, keluhan utama,

RPS, RPD, RPK, dan lain-lain) sumber data diperoleh dari klien, kelarga serta

perawat.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan Inspeksi Palpasi Perkusi

Auskultasi) pada sistem tubuh klien.

3. Study dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan dan data klien yang

relevan).

Pengumpulan data dalam studi kasus “Asuhan Keperawatan Pada Tn. H

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Dengan Masalah Ketidakefektifan

Bersihan Jalan Napas”

a) Persiapan (Administratif)

Pengambilan data jumlah PPOK di ruang Bougenvile selama 3 bulan terakhir

dimulai dari pengiriman surat Permohonan ijin pengambilan data ke Direktur

RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso (Lampiran 5), lalu permohonan izin

pengambilan data ke Kepala Paviliun Bougenvile dan Kepala Instalasi Rekam

Medik (Lampiran 6)
48

b) Pelaksanaan pengambilan data Tn. H PPOK

Yang pertama Wawancara yang meliputi wawancara identitas, keluhan,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dll, dengan

menggunakan format pengkajian Asuhan keperawatan KMB yang di

tetapkan. Dilanjutkan obervasi dan pemeriksaan fisik dengan pendekatan

IPPA inpeksi, palpasi, perkusi, auskultasi ) pada system tubuh Tn. H. Setelah

itu lakukan Studi Dokumentasi (Hasil dari pemeriksaan diagnostik

pemeriksaan laboratorium Tn. H).

Setelah mengumpulkan data dan menganalisa data yang didapat kemudian

merumuskan diagnosa keperawatan dan melakukan penyusunan intervensi

keperawatan dengan NIC (Nursing Intervention Classification)

(Bulecheck.2013) dan melaksanankan Implementasi dengan Kriteria Hasil

atau patokan Outcome dari NOC (Nursing Outcome Classification).(

Moorhead.2013) dan di evaluasi secara sumatif ataupun formatif.

(Rohmah.2012)

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau

informasi yng dpilih sehingga menghasilkan data dengan validasi tinggi.

Disamping integritas peneliti keabsahan data dilakukan dengan cara yaitu :

1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan.

2. Sumber informasi tambahan menggunakan tri angulasi dari 3 sumber

data utama, yaitu : Tn. H, perawat, keluarga; yang berkaitan dengan

masalah yang akan diteliti.


49

3.7 Analisa data

Analisa data dilakukan penulis dilapangan sewaktu pengumpulan data

sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara

mengemukakan data. Selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan

dituangkan di opini pembahasan. Teknik analisa yang digunakan dengan cara

menarasikan jawaban yang dibuat dari interpretasi wawancara mendalam yang

akan dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisi digunakan

dengan cara observasi oleh penulis dan studi dokumentasi yang menghasilkan

data untu selanjutnya di interpresentasikan dan di bandingkan dengan teori yang

ada sebagai bahan untuk merekomendasi dan intervensi prosedur. Urutan dalam

analisis adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dan dokumen).

Hasil di tulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian di salin dalam bentuk

transkrip (catatan terstruktur)

2. Mereduksi data

Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data subyektif

dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian

dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, gambar, bagan dan

teks naratif. Kerahasian Tn. H dijaga dengan mengaburkan identitas dari Tn. H.
50

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan di bandingkan

dengan hasil-hasil penulisan terdahulu dan secara teontis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan ddilakukan dengan cara indikasi. Data yang

dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan

dan evaluasi.

3.8 Etika Penelitian

Nursalam (2008) menyatakan etika yang mendasar dalam penyusunan studi

kasus, terdiri dari :

1. Informed consent (persetujuan menjadi Tn. H)

Informed consent diberikan kepada responden yang diteliti. Peneliti memberi

penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian pada responden, jika

responden bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan dan apabila

responden menolak, peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

2. Anonymity (tanpa nama)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang didapat untuk

disembunyikan yaitu bisa dengan tanpa nama atau inisial

3. Confidentiality (kerahasian)

Subjek berhak untuk meminta bahwa data yang diberikan untuk dirahasiakan
51

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data

Lokasi pengambilan data studi kasus Asuhan Keperawatan pada Tn. H

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan ketidakefektifan bersihan jalan

napas bertempat di RSU dr. H. Koesnadi yang beralamat di Jalan Piere Tendean

Nomer 1 Bondowoso di ruang rawat inap Paviliun Bougenvile. Ruangan tersebut

memilik 3 Kelas pelayanan yaitu kelas 1, 2, dan 3. Kelas 1 memiliki 5 kamar,

kelas 2 memiliki 13 kamar dan kelas 3 memiliki 23 kamar dan Tn. H menempati

ruangan kelas 3 dengan nomer kamar 16.

4.1.2 Pengkajian

1. Identitas

Nama : Tn. H Suku/bangsa : Madura/Indonesia

Umur : 69 tahun, 2 bulan 24 hari Bahasa : Madura

Jenis kelamin : Laki laki Pendidikan : SMP

Status : Menikah Pekerjaan : Petani

Agama : Islam Alamat dan no. Telp : Kabuaran, Grujugan

Penanggung jawab: Ny. N

51
52

2. Riwayat sakit dan kesehatan

1) Keluhan utama:

Sesak Napas

2) Riwayat penyakit sekarang:

Tn. H mengeluh sesak sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit dan

memberat sejak 2 hari yang lalu pada tanggal 4 September 2018. Tn. H

juga mengeluh batuk dan dahak sulit keluar, tidak ada mual dan muntah,

tidak pusing. Pada tanggal 5 September sesak Tn. H bertambah parah

sehingga keluarga membawa Tn. H ke Puskesmas Grujugan dan langsung

di rujuk ke IGD RSUD dr. H. Koesnadi Bondowoso.

3) Riwayat penyakit dahulu:

Tn. H mengatakan pernah menderita asma bronkial 6 tahun yang lalu.

Sejak 6 tahun yang lalu Tn. H sering sesak napas dan batuk. Tn. H

merokok sejak masih muda dan Tn. H berhenti merokok 3 tahun yang lalu

karena ketika Tn. H merokok sesak napas dan batuk Tn. H bertambah

parah.

4) Riwayat kesehatan keluarga:

Keluarga Tn. H mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit

seperti yang diderita oleh Tn. H saat ini. Serta tidak ada keluarga yang

mempunyai riwayat penyakit menular.

5) Riwayat alergi:

Tn. H mengatakan memiliki alergi terhadap gula merah.


53

6) Susunan keluarga (genogram):

x x x x

x x x x x x

69
th

Keterangan: = Laki laki

= Perempuan

x = Laki laki meninggal

= Perempuan meninggal
X

= Garis pernikahan

= Garis keturunan

= Garis serumah
69
th = Tn. H dengan umur

3. Pola fungsi kesehatan

A. Persepsi terhadap kesehatan (keyakinan terhadap kesehatan dan sakitnya)

Tn. H mengatakan jika sakit Tn. H hanya membeli obat obatan

warung dan jika sakitnya tidak kunjung sembuh Tn. H segera periksa ke

pelayanan kesehatan terdekat (bidan/pelayanan kesehatan lainnya). Tn. H

berhenti merokok karena Tn. H sadar jika merokok sesak Tn. H akan

kambuh.
54

B. Pola aktivitas dan latihan

I. kemampuan perawatan diri

4.1 Tabel kemampuan perawatan diri

SMRS MRS
Aktivitas
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4

Mandi √ √

Berpakaian/berdandan √ √

Eliminasi/toileting √ √

Mobilitas di tempat tidur √ √

Berpindah √ √

Berjalan √ √

Naik tangga √ √

Berbelanja √ √

Memasak √ √

Pemeliharaan rumah √ √

Skor: 0 = dibantu. 1 = alat bantu. 2 = dibantu orang lain. 3 =

dibantu orang lain dan alat. 4 = tergantung/tidak mampu

II. Kebersihan Diri

Di rumah Di rumah sakit

Mandi : 3x/hari Mandi : 2x/hari (seka)

Gosok gigi : 2x/hari Gogok gigi : 2x/hari

Keramas : 3x/hari Keramas : 2 hari sekali

Potong kuku : jika panjang Potong kuku : 1 x/minggu


55

III. Aktivitas sehari-hari

Aktivitas sehari-hari Tn. H adalah bermain dengan cucu.

IV. Rekreasi

Keluarga Tn. H mengatakan Tn. H jarang rekreasi karena jika

beraktivitas berlebihan sesak Tn. H akan kambuh.

V. Olahraga:

Keluarga Tn. H mengatakan Tn. H jarang olahraga

C. Pola istirahat dan tidur

Di rumah Di rumah sakit

Waktu tidur: Siang : 1-2 jam Waktu tidur: Siang: 1 jam

Malam : 7-8 jam Malam: 6 - 7jam

Jumlah jam tidur: ±10 jam Jumlah jam tidur: ± 8 jam

Masalah di RS: Tn. H sering terbangun pada malam hari karena batuk

D. Pola nutrisi-metabolik

I. Pola makan

Di rumah

Frekuensi : 3x/hari

Jenis : nasi nasi, lauk, sayur

Porsi : 1 porsi habis

Pantangan : tidak ada

Makanan disukai : sayuran

Di rumah sakit

Frekuensi : 3x/hari

Jenis : nasi, lauk, sayur, buah


56

Porsi : ½ porsi habis

Diit khusus : diit dari ahli gizi

II. Pola minum

Di rumah

Frekuensi : ±8x/hari

Jenis : air putih, kopi

Jumlah : ±1200 ml

Pantangan :-

Minuman disukai : kopi

Di rumah sakit

Frekuensi : ±6x/hari

Jenis : Susu+Air putih

Jumlah :±1000 ml

E. Pola eliminasi

I. Buang air besar

Di rumah

Frekuensi : 1x/hari

Konsistensi : lunak

Warna : kuning

Di rumah sakit

Frekuensi : 2 hari sekali

Konsistensi : padat

Warna : kuning kecokelatan


57

II. Buang air kecil

Di rumah

Frekuensi : ±6/hari

Konsistensi : cair

Warna : kuning bening

Di rumah sakit

Frekuensi : ±8/hari

Konsistensi : cair

Warna : kuning pekat

F. Pola kognitif perseptual

Di rumah

Berbicara : normal

Bahasa sehari-hari : madura

Kemampuan membaca: bisa

Tingkat ansietas : ringan

Kemampuan interaksi : sesuai

Vertigo : tidak

Nyeri : tidak

G. Pola konsep diri:

1.) Identitas Diri : Tn. H merupakan seorang suami dari Ny. M dan ayah

dengan empat orang anak.

2.) Citra diri : Tn. H mengatakan menyukai seluruh bagian pada

tubuhnya.
58

3.) Peran Diri : Tn. H merupakan seorang kakek, kegiatan sehari – hari

Tn. H yaitu bermain bersama cucu, beribadah dan menonton tv

4.) Ideal Diri : Tn. H mengatakan ingin cepat sembuh dan bisa bermain

kembali dengan cucu – cucunya.

H. Pola koping : Tn. H mengatakan jika memiliki masalah Tn. H akan

bermusyawarah dengan keluarga

I. Pola seksual-reproduksi: Tn. H tidak memiliki masalah pada pola seksual

reproduksi

J. Pola peran – hubungan

Pekerjaan : petani

Kualitas bekerja : baik (Tn. H bekerja mulai pukul 07.00 -

11.00 WIB)

Hubungan dengan orang lain : baik

Sistem pendukung : keluarga

K. Pola nilai – kepercayaan

Agama : islam

Pelaksanaan ibadah : rutin sholat 5 waktu

Meminta kunjungan rohaniawan : tidak

4. Pengkajian persistem (review of system)

A. Tanda tanda vital

Suhu : 36,3ºC

Nadi : 103x/menit

Tekanan darah : 100/80 mmHg

Frekuensi napas : 28x/menit


59

Spo2 : 92%

Kesadaran : Composmentis

GCS : E = 4, V = 5, M = 6

B. Kepala

Inspeksi = Bentuk mesochepal, tidak ada luka dan lesi, warna rambut tidak

merata (hitam dan putih/beruban), penyebaran rambut merata.

Palpasi = tidak benjolan, tidak ada oedem

C. Mata

Inspeksi = Mata simetris kanan kiri, sklera tidak ikterik, konjungtiva

anemis, refleks pupil +/+

Palpasi = tidak ada benjolan, tidak ada oedem.

D. Telinga

Inspeksi = Kedua telinga simetris, tidak ada lesi dan luka, tidak ada cacat

bersih dan tidak ada serumen

Palpasi = Tidak ada oedem, tidak ada benjolan

E. Hidung

Inspeksi = Terpasang O2 Nasal Kanul 3 lpm, tidak ada sekret dihidung,

tidak ada lesi,

Palpasi = Tidak ada benjolan dan oedem

F. Mulut

Inspeksi = Bibir pucat dan bersih, tidak ada perdarahan gusi, gigi tidak

lengkap, tidak ada karies gigi.

Palpasi = tidak ada oedem, tidak ada benjolan


60

G. Leher

Inspeksi = Bentuk leher simetris, tidak ada lesi

Palpasi = Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak terjadi kaku kuduk,

tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada pembesaran vena

jugularis.

H. Dada

1. Jantung

Inspeksi = Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi = Ictus cordis teraba di ics 4 dan 5

Perkusi = Bunyi perkusi jantung pekak

Auskultasi = Bunyi jantung s1-s2 tunggal, tidak ada bunyi jantung

tambahan

2. Paru

Inspeksi = Paru kanan dan kiri simetris, normal chest, tidak ada lesi,

ekspirasi memanjang terdapat penggunaan otot bantu napas,

terdapat retraksi intercosta. RR 28x/menit

Palpasi = Pengembangan paru simetris kanan kiri, vocal fremitus teraba

sama di kedua lapang paru

Perkusi = bunyi perkusi paru sonor

Auskultasi = Terdapat suara napas tambahan ronkhi basah dan wheezing di

kedua lapang paru

I. Abdomen

Inspeksi = Bentuk abdomen datar, tidak ada lesi dan luka, tidak ada spyder

nevy, tidak asites.


61

Auskultasi = Bising usus 9x/menit

Perkusi = Bunyi perkusi timpani

Palpai = Tidak terjadi distensi abdomen, tidak ada benjolan dan oedem

J. Urogenital

Inspeksi = Bentuk penis normal, tidak terpasang selang kateter, bentuk dan

ukuran skrotum normal, tidak ada lesi, anus bersih dan tidak

ada lesi.

Palpasi = Tidak ada oedem dan benjolan

K. Ekstremitas

1.Ekstemitas atas

Inspeksi = Tangan kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, tidak ada cacat,

terpasang infus pada tangan sebelah kanan (Ringer Laktat 14

Tpm).

Palpasi= Tidak ada benjolan dan oedem, kekuatan otot 4/4

2. Ekstremitas bawah

Inspeksi = Kaki kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, tidak ada cacat.

Palpasi = Tidak ada benjolan dan oedem, kekuatan otot 4/4.

L. Kulit dan kuku

Inspeksi = Warna kulit merata sawo matang, tidak ada lesi.

Palpasi= Tidak ada benjolan,tidak ada oedem, CRT <3 detik.


62

5. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 5 September 2018

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Nilai Satuan Normal

Hb 11,9 ‘g% P: 14-18 W: 12-15


Leukosit 8.600 ‘/mm 4.000 – 10.000

Differential Cell Count :


Eosinofil - % 1–3
Basofil - % 0–1
Stab - % 2–6
Segmen 82 % 50 – 70
Lymfosit 12 % 20 – 40
Monosit 6 % 2–8
Hematokrit 37 % P: 40-70 W: 37-48

Trombosit 411.000 ‘/mm 150.000-400.000


Gula Darah Sewaktu 101 mgr%

SGOT 721 mgr% P:37 W:31


SGPT 419 µ/I P:42 W:32

Kreatinin 1,15 mgr% P:0,6-1,1 W:0,5-0,9

Urea 54 mgr% 10-50


63

b. Hasil pemeriksaan Rontgen Thorax (4 Semptember 2018)

6. Terapi

a. Infus : Ringer Laktat 14 tpm 1000 ml/24jam

b. Injeksi : Levofloxacin 1 x 500 mg

Methil Prednisolone 3 x 125 mg

Kodein 3 x 20 mg

Ambroxol 3 x1 tab

Ventolin 3 x 2,5 mg
64

4.1.3 Analisa Data

Tabel 4.3 Analisa Data

Analisa data Etiologi Masalah

S: Iritasi konstan pada Ketidakefektifan


Tn. H mengatakan sesak paru bersihan jalan napas
napas sejak 2 hari yang lalu ↓
(4 September 2018) dan Kelenjar mensekresi
memberat sejak 5 September lendir
2018. Tn. H juga mengeluh ↓
batuk dan dahak sulit keluar. Sel goblet meningkat
O: jumlahnya
Terdapat suara napas ronkhi ↓
basah pada kedua lapang paru Fungsi silia menurun
Terdapat penggunaan otot ↓
bantu napas Produksi lendir
Ekspirasi memanjang meningkat
Terdapat retraksi intercosta ↓
Tn. H tampak kesulitan Sekret tertahan
mengeluarkan dahak ↓
Terpasang O2 Nasal Kanul 3 Bonkiolus tersumbat
lpm ↓
Suhu : 36,3ºC Respirasi tidak
Nadi : 103x/menit adekuat
Tekanan darah : 100/80
mmHg
Frekuensi napas : 28x/menit
Spo2 : 92%
Kesadaran :
Composmentis
GCS: E = 4, V = 5, M = 6
65

4.1.4 Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.4 Diagnosa Keperawatan

Tn. H Diagnosa keperawatan

Tn. H Ketidakefektifan bersihan jalan napas


66

4.1.5 Intervensi Keperawatan

4.5 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan


Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
Ketidakefektifan Tujuan: setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas :
Bersihan Jalan Napas keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan fisoterapi dada, sebagaimana mestinya.
Batasan karakteristik: bersihan jalan napas Tn. H efektif, 2. Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam, dan batuk
a. Batuk yang tidak dengan kriteria hasil :
3. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya.
efektif 1. Frekuensi pernapasan (5)
b. Dispnea 2. Irama pernapasan (5) 4. Kelola nebulizer ultrasonik, sebagaimana mestinya.
c. Gelisah 3. Kedalaman inspirasi (5) Peningkatan (Managemen) Batuk
d. Kesulitan 4. Kemampuan untuk 5. Dukung pasien menarik napas dalam beberapa kali pasien untuk
verbalisasi mengeluar kan sekret (5) melakukan napas dalam, tahan selama 2 detik, bungkukkan ke depan,
e. Mata terbuka lebar 5. Suara napas tambahan (5) tahan 2 detik dan batukkan 2 – 3 kali.
f. Ortopnea 6. Pernapasan cuping hidung (5) 6. Minta pasien untuk menarik napas dalam, bungkukkan ke depan,
g. Penurunan bunyi 7. Penggunaan otot bantu napas
lakukan tiga atau empat kali hembusan ( untuk membuka area glottis).
napas (5)
h. Perubahan 8. Batuk (5) 7. Minta pasien untuk menarik napas dalam beberapa kali, keluarkan
frekuensi napas 9. Akumulasi sputum (5) perlahan dan batukkan di akhir ekshalasi (penghembusan).
i. Perubahan pola 8. Minta pasien untuk batuk dilanjutkan dengan beberapa periode napas
napas dalam.
j. Sianosis Terapi Oksigen
k. Sputum dalam 9. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
jumlah yang
Pengaturan Posisi
berlebihan
l. Suara napas 10. Posisikan (pasien) untuk mengurangi dypnea (misalnya posisi semi
tambahan fowler)
m. Tidak ada batuk
67

Monitor Pernapasan
Keterangan : 11. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas
1 : Deviasi berat dari kisaran 12. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, pengggunaan otot bantu
normal
napas, dan retraksi pada otot subclaviculas dan inter costa.
2 : Deviasi yang cukup dari kisaran
normal 13. Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi
3 : Deviasi sedang dari kisaran 14. Monitor pola napas (misalnya: bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
normal pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, resppirasi biot,dan pola
4 : Deviasi ringan dari kisaran ataxic).
normal 15. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi.
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran
normal
68

4.1.6 Implementasi Keperawatan Dan Evaluasi

Tabel 4.6 Implementasi keperawatan hari ke 1

Hari ke 1, tanggal 6 September 2018


Jam Tindakan Jam Evaluasi

10:00 1. Memposisikan semi fowler 17:00 S: Tn. H mengatakan sesak dan batuk masih
Respon/hasil : sulit keluar
10.10 Posisi Tn. H semi fowler O:
2. Memberikan o2 nasal kanul 3 lpm TTV:
Respon/hasil: 1) Suhu: 36,5º C
Tn. H terpasang o2 nasal kanul 3 lpm 2) Nadi: 93X/menit
11.00 3. Mengauskutasi adanya suara napas tambahan 3) TD: 110/80 mmHg
Respon/hasil: 4) RR: 27x/menit
Terdapat suaran napas tambahan ronki di semua lapang 5) Spo2: 92%
paru Kesadaran: Composmentis
4. Memberikan edukasi kepada keluarga pasien tentang PPOK GCS: E=4, V=5, M=6
11.30
yang di alami pasien Frekuensi napas (3)
Respon/hasil: Suara napas tambahan ronchi (+) pada semua
Keluarga Tn. H kooperatif dan mau mendengarkan ketika lapang paru Tn. H (2)
diberi penjelasan tenntang PPOK Irama pernapasan irreguler (3)
11.40 5. Mengajarkan batuk efektif Kedalaman inspirasi (3)
Respon/hasil : Terdapat penggunaaan otot bantu napas (3)
Tn. H kooperatif ketika diajarkan batuk efektif Pernapasan cuping hidung (4)
6. Mengukur tanda – tanda vital Tn. H Kemampuan mengeluarkan sekret (3)
12.00 Respon/hasil : Batuk (3)
Tekanan darah : 110/80 mmHg Akumulasi sputum (3)
Respiratori : 27x/menit Terpasang O2 nasal kanul 3lpm
Nadi : 93x/menit A: Masalah belum teratasi
69

Suhu : 36,5 ˚C P: lanjutkan intervensi


7. Memberikan obat bronkodilator
12.30 Respon/hasil :
Tn. H diberikan ambroxol 30 mg
13.30 8. Memberikan nebulizer ultra sonik
Respon/hasil :
13.45 Tn. H diberikan nebulizer ventolin
9. Melakukan fisioterapi dada
Respon/hasil :
Tn. H dilakukan fisioterapi dada
10. Memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan
14.30
bernapas
Respon/hasil :
15.00 Irama napas irreguler, cepat, dangkal, sulit bernapas
11. Mencatat pergerakan dada, mencatat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu napas, dan retraksi pada otot
subclaviculas dan inter costa.
Respon/hasil :
Pergerakan dada simetris, menggunakan otot bantu napas
dan retraksi dada
12. Mengukur saturasi Oksigen
15.10 Respon/hasil :
SPO2 : 92%
70

Tabel 4.7 Implementasi keperawatan hari ke 2

Hari ke 2, 7 tanggal September 2018


Jam Tindakan Jam Evaluasi
09.00 1. Memposisikan semi fowler 18:00 S: Tn. H mengatakan sesak napas dan batuk dengan
Respon/hasil : dahak sulit keluar
10.00 Posisi Tn. H semi fowler O:
2. Mengauskutasi adanya suara napas tambahan TTV:
Respon/hasil: 1) Suhu: 36,4 º C
Terdapat suara napas tambahan ronki di semua lapang 2) Nadi: 89X/menit
10.30 paru 3) TD: 100/70 mmHg
3. Memberikan o2 nasal kanul 3 lpm 4) RR: 26x/menit
Respon/hasil: 5) Spo2: 95%
Tn. H terpasang o2 nasal kanul 3 lpm Kesadaran: Composmentis
4. Mengajarkan batuk efektif GCS: E=4, V=5, M=6
11.00
Respon/hasil : Frekuensi napas (3)
Tn. H kooperatif ketika diajarkan batuk efektif  Suara napas tambahan ronchi (+) pada kanan lobus
12.00 5. Mengukur tanda – tanda vital Tn. H kedua dan kiri lobus pertama (3)
Respon/hasil :  Irama pernapasan irreguler (4)
Tekanan darah : 110/80 mmHg  Kedalaman inspirasi (4)
Respiratori : 27x/menit  Terdapat penggunaaan otot bantu napas (4)
Nadi : 96x/menit  Pernapasan cuping hidung (5)
Suhu : 36,4 ˚C  Kemampuan mengeluarkan sekret (3)
12.30 6. Memberikan obat bronkodilator  Batuk (3)
Respon/hasil :
 Akumulasi sputum (3)
Tn. H diberikan ambroxol 30 mg
Terpasang O2 nasal kanul 3 lpm
7. Memberikan nebulizer ultra sonik
A: Masalah belum teratasi
13.30 Respon/hasil :
P: lanjutkan intervensi
Tn. H diberikan nebulizer ventolin
71

15.00 8. Melakukan fisioterapi dada


Respon/hasil :
Tn. H dilakukan fisioterapi dada
9. Memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan
15.45 bernapas
Respon/hasil :
Irama napas irreguler, cepat, dangkal, sulit bernapas
10. Mencatat pergerakan dada, mencatat ketidaksimetrisan,
16.00 penggunaan otot bantu napas, dan retraksi pada otot
subclaviculas dan inter costa.
Respon/hasil :
Pergerakan dada simetris, menggunakan otot bantu napas
dan retraksi dada
16.30 11. Memonitor saturasi oksigen
Respon/hasil :
Spo2 : 95%
72

Tabel 4.8 Implementasi keperawatan hari ke 3

Hari ke 3, tanggal 8 September 2018


Jam Tindakan Jam Evaluasi
08.00 1. Memposisikan semi fowler 18:00 S: Tn. H mengatakan sesak napas berkurang dan batuk
Respon/hasil : berkurang dan dahak keluar
09.00 Posisi Tn. H semi fowler O:
2. Mengauskutasi adanya suara napas tambahan TTV:
Respon/hasil: 6) Suhu: 36,4 º C
Terdapat suara napas tambahan ronki di lapang paru kanan 7) Nadi: 89X/menit
09.30 lobus kedua dan kiri lobus 1 8) TD: 100/70 mmHg
3. Memberikan o2 nasal kanul 3 lpm 9) RR: 26x/menit
Respon/hasil: 10) Spo2: 95%
Tn. H terpasang o2 nasal kanul 3 lpm Kesadaran: Composmentis
4. Mengajarkan batuk efektif GCS: E=4, V=5, M=6
10.00
Respon/hasil :
Tn. H kooperatif ketika diajarkan batuk efektif  Frekuensi napas (4)
10.30 5. Memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan  Terdapat suara napas tambahan ronchi pada paru
bernapas kanan lobus pertama dan paru kiri lobus pertama
Respon/hasil : (4)
Irama napas irreguler, cepat, dangkal, sulit bernapas  Irama pernapasan irreguler (4)
10.40 6. Mencatat pergerakan dada, mencatat ketidaksimetrisan,  Kedalaman inspirasi (4)
penggunaan otot bantu napas, dan retraksi pada otot  Terdapat penggunaaan otot bantu napas (5)
subclaviculas dan inter costa.  Pernapasan cuping hidung (5)
Respon/hasil :
 Kemampuan mengeluarkan sekret (4)
Pergerakan dada simetris, menggunakan otot bantu napas
 Batuk (4)
dan retraksi dada
 Akumulasi sputum (4)
12.00 7. Mengukur tanda – tanda vital Tn. H
Respon/hasil : Terpasang O2 nasal kanul 3 lpm
A: Masalah teratasi sebagian
Tekanan darah : 110/80 mmHg
73

Respiratori : 26x/menit P: lanjutkan intervensi


Nadi : 96x/menit
Suhu : 36,4 ˚C
8. Memberikan obat bronkodilator
12.30 Respon/hasil :
Tn. H diberikan ambroxol 30 mg
13.30 9. Memberikan nebulizer ultra sonik
Respon/hasil :
Tn. H diberikan nebulizer ventolin
10. Melakukan fisioterapi dada
Respon/hasil :
13.30
Tn. H dilakukan fisioterapi dada
11. Menganjurkan banyak minum air hangat
14.30 Respon/hasil :
Tn. H minum air hangat
15.00 12. Memonitor saturasi oksigen
Respon/hasil :
Spo2 : 95%
74

Tabel 4.8 Implementasi keperawatan hari ke 4

Hari ke 4, tanggal 9 September 2018


Jam Tindakan Jam Evaluasi
08.00 1. Memposisikan semi fowler 18:00 S: Tn. H mengatakan sesak napas berkurang dan batuk
Respon/hasil : berkurang dan dahak keluar
Posisi Tn. H semi fowler O:
2. Mengauskutasi adanya suara napas tambahan TTV:
09.00 Respon/hasil: a. Suhu: 36,5 º C
Tidak terdapat suara napas tambahan ronki b. Nadi: 90X/menit
09.30 3. Memberikan o2 nasal kanul 3 lpm c. TD: 110/70 mmHg
Respon/hasil: d. RR: 24x/menit
10.00 Tn. H terpasang o2 nasal kanul 3 lpm e. Spo2: 98%
4. Mengajarkan batuk efektif Kesadaran: Composmentis
Respon/hasil : GCS: E=4, V=5, M=6
Tn. H kooperatif ketika diajarkan batuk efektif  Tidak terapat suara napas ronchi (5)
5. Memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan  Frekuensi napas (5)
10.30 bernapas  Irama pernapasan reguler (5)
Respon/hasil :  Kedalaman inspirasi (5)
Irama napas irreguler, cepat, dangkal, sulit bernapas  Terdapat penggunaaan otot bantu napas (5)
6. Mencatat pergerakan dada, mencatat ketidaksimetrisan,  Pernapasan cuping hidung (5)
10.40 penggunaan otot bantu napas, dan retraksi pada otot
 Kemampuan mengeluarkan sekret (4)
subclaviculas dan inter costa.
 Batuk (4)
Respon/hasil :
Pergerakan dada simetris, menggunakan otot bantu napas dan  Akumulasi sputum (5)
Terpasang O2 nasal kanul 3 lpm lepas pasang
12.00 retraksi dada
A: Masalah teratasi sebagian
7. Mengukur tanda – tanda vital Tn. H
P: lanjutkan intervensi
Respon/hasil :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Respiratori : 27x/menit
75

Nadi : 96x/menit
Suhu : 36,4 ˚C
12.30 8. Memberikan obat bronkodilator
Respon/hasil :
Tn. H diberikan ambroxol 30 mg
9. Memberikan nebulizer ultra sonik
13.30 Respon/hasil :
Tn. H diberikan nebulizer ventolin
13.30 10. Melakukan fisioterapi dada
Respon/hasil :
Tn. H dilakukan fisioterapi dada
14.30
11. Menganjurkan banyak minum air hangat
Respon/hasil :
15.00 Tn. H minum air hangat
12. Memonitor saturasi oksigen
Respon/hasil :
Spo2 : 98%
76

4.2 Pembahasan

Pembahasan dilakukan terhadap tujuan khusus yang telah dirumuskan, yaitu

membahas pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi dengan

susunan fakta, teori, dan opini. Pembahasan berisi perbandingan antara tinjauan

pustaka dangan tinjauan khusus yang disajikan untuk menjawab tujuan khusus.

Setiap temuan perbedaan diuraikan dengan konsep. Pembahasan disusun sesuai

dengan tujuan khusus. Pembahasan berisi tentang mengapa ( why ) dan bagaimana

( how ).

4.2.1 Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 6 September 2018 pada pukul 08.00

WIB dengan observasi dan wawancara langsung dengan pasien di paviliun

Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso. Data yang didapatkan meliputi data

identitas pasien nama Tn. H, umur 69 tahun, agama islam, jenis kelamin laki –

laki, pendiidkan terakhir SMP, pekerjaan petani, alamat Kabuaran Grujugan,

dengan diagnosa medis Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

Keluhan utama pada Tn. H yaitu Tn. H mengatakan sesak napas. Hal

tersebut sesuai dengan tinjauan kepustakaan (Padila, 2012) yang menyatakan

sesak napas, batuk, mengi merupakan keluhan yang biasanya dirasakan pada

pasien PPOK. Sesak napas terjadi akibat adanya tumpukan sekret pada saluran

pernapasan sehingga menyebabkan pertukaran oksigen dan karbondioksida

mengalami gangguan.

Pada riwayat penyakit sekarang Tn. H mengeluh sesak sejak 3 minggu

yang lalu dan memberat sejak 2 hari yang lalu pada tanggal 4 September 2018.

Tn. H juga mengeluh batuk dan dahak sulit keluar, tidak ada mual dan muntah,
77

tidak pusing. Pada tanggal 5 September sesak Tn. H bertambah parah sehingga

keluarga membawa Tn. H ke Puskesmas Grujugan pada dan langsung di rujuk ke

IGD RSUD dr. H. Koesnadi Bondowoso. Hal tersebut sesuai dengan tinjauan

kepustakaan (Padila, 2012) yang menyatakan bahwa tanda dan gejala PPOK

berupa sesak napas dan batuk. Batuk bukan merupakan suatu penyakit tetapi

merupakan mekanisme pertahanan tubuh pada saluran pernapasan dan batuk juga

dapat terjadi karena adanya rangsangan tertentu, misalnya debu yang di terima/di

reseptor batuk (hidung maupun saluran pernapasan). Selanjutnya reseptor akan

menyalurkan melalui saraf menuju ke pusat batuk yang ada di medula otak dan

dalam proses inilah akan timbul sinyal yang akan diberikan kepada otot-otot

tubuh untuk merangsang pengeluaran benda asing yang ada di jalan napas. Namun

batuk juga bisa timbul karena adanya suatu penyakit tertentu pada saluran

pernapasan dimana terjadinya iritasi pada bronkus. Akibat iritasi tersebut

membuat batuk menjadi produktif yang berguna untuk membuang ekskresi

peradangan yang berupa sputum.

Riwayat penyakit dahulu Tn. H mengatakan pernah menderita asma

bronkial 6 tahun yang lalu. Sejak 6 tahun yang lalu Tn. H sering sesak napas dan

batuk. Tn. H merokok sejak masih muda dan Tn. H berhenti merokok 3 tahun

yang lalu karena ketika Tn. H merokok sesak napas dan batuk Tn. H bertambah

parah. Hal tersebut sesuai dengan tinjauan teori (PDPI, 2011) yang menjelaskan

bahwa penyebab munculnya PPOK dipengaruhi oleh kebiasaan merokok dan

terpajan asap rokok dalam waktu yang lama. Merokok memiliki resiko 30 kali

lebih besar dibandingkan dengan yang bukan perokok, sekitar 15 – 20 % perokok

akan mengalami PPOK dan 10 % orang yang tidak merokok juga dapat
78

mengalami PPOK dikarenakan orang yang tidak merokok ikut menghirup asap

rokok, terpapar polusi udara seperti asap kendaraan bermotor, asap pabrik dan

asap rumah tangga. Sedangkan menurut jenis kelamin laki – laki mempunyai

resiko lebih tinggi terkena PPOK daripada perempuan.

Pada pemeriksaan fisik (inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi) pada

kasus tersebut antara tinjauan pustaka dan kasus nyata sebagian besar terdapat

persamaan. Pada pemeriksaan fisik bagian hidung didapatkan data inspeksi

terpasang O2 nasal kanul 3 lpm, tidak ada sekret dihidung, tidak ada lesi dan pada

palpasi hidung tidak ada benjolan dan oedem. Pada pemeriksaan fisik dada bagian

paru didapatkan data inspeksi paru kanan dan kiri simetris, normal chest, tidak ada

lesi, ekspirasi memanjang, terdapat penggunaan otot bantu napas, terdapat retraksi

intercosta, pernapasan 28x/menit. Palpasi pengembangan paru simetris kanan kiri,

vocal fremitus teraba sama di kedua lapang paru. Perkusi bunyi perkusi paru

sonor. Auskultasi terdapat suara napas tambahan ronkhi basah dan wheezing di

kedua lapang paru.

Pemeriksaan penunjang laboratorium Hb = 11,9 ̔g% (N=P: 14-18 W: 12-

15 g̔ %), Hemoglobin merupakan protein pengikat oksigen yang ada di dalam sel

darah merah, sedangkan sel darah merah berfungsi untuk membawa oksigen ke

dalam jaringan tubuh dan mengangkut karbondioksida dari jaringan tubuh

kembali ke paru-paru untuk dikeluarkan sehingga jika kadar hemoglobin di bawah

angka normal maka jumlah pasokan oksigen di dalam tubuh akan berkurang dan

dapat menimbulkan gejala sesak nafas, pusing dan lemah , Leukosit 8.600’/mm

(N = 4.000 – 10.000) meningkatnya sel darah putih (leukosit) merupakan salah

satu data penunjang yang menunjukkan adanya riwayat eksaserbasi, Segmen 82


79

% (N= 50 – 70), Lymfosit 12 % (N = 20 – 40), Monosit 6% (N =2-8), Hematokrit

= 37 % (N=P: 40-70 W:37-48%), Trombosit = 411.000 /̔ mm (N=150.000-

400.000 /̔ mm), Gula darah sewaktu = 101 mgr% , SGOT = 721 mgr% (N=P:37

W:31 mgr%), SGPT = 419 u/l (N=P:42 W:32 u/l), Kreatinin = 1,15 mgr%

(N=P:0,6-1,1 W:0,5-0,9 mgr%), Urea = 54 mgr% (N=10-50 mgr%).

Program terapi cairan Infus : Ringer Laktat 14 tpm 1000 ml/24jam dan

program injeksi : Levofloxacin 1 x 500 mg diindikasikan untuk infeksi yang

disebabkan oleh susceptible strain dengan kondisi seperti sinusitismaksilaris akut,

eksaserbasi akut bronkitis kronik, Community Acquired Pneumonia (CAP).

Methil Prednisolone 3 x 125 mg merupakan obat untuk mengurangi peradangan

seperti nyeri dan bengkak. Mekanisme kerja metylprednisolone pada pasien

penyakit paru obstruktif kronik dianggap menguntungkan karena mampu

mempengaruhi pengeluaran mediator/zat yang menimbulkan peradangan,

menurunkan sintesa prostaglandin (zat yang dihasilkan oleh lemak di dalam

tubuh), menstabilkan aktivitas dan jumlah leukosit, meningkatkan efek terhadap

katekolamin, merangsang andrenergik beta dan menghambat fosfodiesterase.

Namun di samping itu juga ada kerugiannya yaitu menimbulkan hipokalemia,

retensi natrium, gangguan kejiwaan dan perdarahan pada lambung. Kodein 3 x 20

mg berfungsi meredakan nyeri hebat, antitusif, diare. Mekanisme kerja kodein

merangsang reseptor susunan saraf pusat (SSP) yang dapat menyebabkan depresi

pernafasan, vasodilatasi perifer, inhibisi gerak perilistatik usus, stimulasi

kremoreseptor dan penekanan reflek batuk. Ambroxol 3 x1 tab merupakan terapi

pada penyakit saluran pernafasan akut dan kronik yang disertai dengan sekresi

bronkus yang abnormal, terutama pada bronkitis kronik eksaserbasi, asthmatic


80

bronchitis dan bronchial asthma. Ventolin 3 x 25 mg termasuk obat golongan

agonis adrenoreseptor beta-2 selektif kerja pendek (short acting beta-adrenergic

receptor agonist). Obat ini bekerja dengan cara merangsang secara selektif

reseptor beta-2 adrenergik terutama pada otot bronkus (saluran pernafasan). Hal

ini menyebabkan terjadinya bronkodilatasi (pelebaran) karena otot bronkus

(saluran pernafasan) mengalami relaksasi (pengenduran syaraf). Ventolin

diindikasikan untuk bronkospasme (penyempitan pada dinding saluran

pernafasan) pada pasien yang juga menderita penyakit jantung dan hipertensi.

4.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang diambil yaitu ketidakefektifan bersihan jalan

napas. Penulis lebih memprioritaskan masalah ketidakefektifan bersihan jalan

napas karena mengacu pada data pengkajian yaitu data subjektif pada Tn. H

mengatakan sesak napas sejak 2 hari yang lalu dan Tn. H juga mengeluh batuk

dan dahak sulit keluar.

Apabila masalah ini tidak segera diatasi maka akan menyebabkan

pernapasan tidak adekuat pada Tn. H dan sangat berpengaruh pada proses

respirasi Tn. H. Menurut Heather, dkk (2015) diagnosa keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan membersihkan

sekresi atau obtruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan

napas dengan batasan karakteristik batuk yang tidak efektif, dispnea, penurunan

bunyi napas, perubahan frekuensi napas, perubahan pola napas, sputum dalam

jumlah yang berlebihan dan suara napas tambahan.

Berdasarkan data subjektif dan objektif pada pengkajian serta definisi dan

batasan karakteristik keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas menurut


81

teori, maka pada Tn. H penulis merumuskan Penyakit Paru Obstruktif Kronik

dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.

4.2.3 Intervensi

Intervensi yang dilakukan kepada Tn. H antara lain lakukan fisoterapi dada,

sebagaimana mestinya, motivasi pasien untuk bernapas , pelan, dalam, dan batuk,

kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya, kelola nebulizer

ultrasonik, sebagaimana mestinya, dukung pasien menarik napas dalam beberapa

kali pasien untuk melakukan napas dalam, tahan selama 2 detik, bungkukkan ke

depan, tahan 2 detik dan batukkan 2 – 3 kali, minta pasien untuk menarik napas

dalam, bungkukkan ke depan, lakukan tiga atau empat kali hembusan ( untuk

membuka area glottis), minta pasien untuk menarik napas dalam beberapa kali,

keluarkan perlahan dan batukkan di akhir ekshalasi (penghembusan)., minta

pasien untuk batuk dilanjutkan dengan beberapa periode napas dalam.

Pada kriteria hasil terdapat 9 kriteria hasil yang semuanya memiliki

indikator gangguan sebagai berikut (1-5 : gangguan ekstrim, berat, sedang, ringan,

atau tidak ada gangguan), 9 kriteria hasil tersebut yaitu, frekuensi pernapasan (5),

irama pernapasan (5), kedalaman inspirasi (5), kemampuan untuk mengeluar kan

sekret (5), suara napas tambahan (5), pernapasan cuping hidung (5), penggunaan

otot bantu napas (5), batuk (5), akumulasi sputum (5).

Dari tinjauan teori dengan cara memberikan latihan nafas dalam dan batuk

efektif, nafas dalam berfungsi untuk membuka jalan nafas yang mengalami

perlengketan dan membuat mukus masuk ke dalam saluran nafas besar untuk di

keluarkan, nafas dalam dilakukan dengan cara menghirup udara melalui hidung

secara perlahan dan mengeluarkannya melalui mulut dengan mulut seperti meniup
82

(Smeltzer & Bare, 2013). Batuk efektif merupakan salah satu tindakan

keperawatan yang efektif untuk membantu mengeluarkan dahak yang melekat

pada jalan nafas dan menjaga paru-paru tetap bersih jika batuk efektif dilakukan

dengan benar (Muttaqin, 2008). Fisioterapi dada secara umum tujuannya sama

seperti batuk efektif yaitu membantu membersihkan dan mengeluarkan secret

serta melonggarkan jalan nafas namun fisioterapi dada dilakukan dengan 3 teknik

yaitu postural drainase, perkusi (clapping) dan vibrasi (getaran) (Maidartati, 2014

dalam Rahmawati, 2016). Nebulizer merupakan suatu alat yang digunakan untuk

mengubah obat yang berbentuk larutan ke dalam bentuk aerosol yang secara terus

menerus dengan tenaga bantuan gelombang ultrasonik (Wahyuni, 2015 dalam

Rahmawati, 2016. Obat bronkodilator yang diberikan untuk pasien Tn. H berupa

Ventolin 2,5 mg sesuai anjuran dokter. Ventolin diberikan dengan cara inhalasi

(penguapan) yang dihirup melalui hidung dan dikeluarkan melalui mulut dengan

bantuan sungkup yang tujuan dari penguapan ini untuk melebarkan saluran

pernapasan bawah (bronkus) dan mengencerkan secret agar secret mudah

dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan nebulizer efektif dilakukan karena pengiriman

obatnya lebih efektif sehingga reaksi obatnya cepat sampai ke paru-paru daripada

pemberian obat lewat oral atau sub cutan (Roggeri & Micheletto, 2016 dalam

Rahmawati, 2016).

Penjelasan tentang fakta dan teori yang ada maka pentingnya tentang

managemen jalan napas. Seseorang individu yang memiliki kebutuhan yang tidak

terpenuhi secara umum terlebih dahulu mencari pemenuhan kebutuhan fisiologis,

dimana kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi.


83

4.2.4 Implementasi

Pada prinsipnya semua tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap Tn.

H masih mengacu pada intervensi, tetapi tidak semua intervensi dapat dilakukan

pada Tn. H dikarenakan menyesuaikan dengan kondisi Tn. H dilapangan.

Pada hari pertama implementasi yang dilakukan masih mengacu pada

intervensi yaitu ada 10 implementasi dan 1 implementasi tambahan berupa

edukasi kepada keluarga pasien tentang PPOK yang dialami pasien,. Pada pukul

10.00 peneliti memposisikan semi fowler. Kemudian pada jam 10.10 peneliti

memberikan O2 nasal kanul 3 lpm. Selanjutnya pada jam 11.00 penelti

mengauskultasi adanya suara napas tambahan. Kemudian pada jam 11.30 peneliti

memberikan edukasi tentang PPOK kepada keluarga Tn. H, lalu mengajarkan

batuk efektif pada pukul 11.40, setelah itu pada jam 12.00 peneliti melakukan

pengukuran tanda – tanda vital. Pada jam 12.30 peneliti memberikan obat

bronkodilator, lalu pada jam 13.30 memberikan nebulizer ultra sonik. Kemudian

pada jam 13.45 peneliti melakukan fisioterapi dada, selanjutnya pada jam 14.30

memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas, dan pada jam

15.00 peneliti mencatat pergerakan dada, mencatat ketidaksimetrisan, penggunaan

otot bantu napas, dan retraksi pada otot subclaviculas dan inter costa.

Belum terjadi keefektifan bersihan jalan napas karena Tn. H masih

merasakan sesak napas dan batuk disertai dahak yang sulit keluar.

Pada hari ke dua peneliti melakukan implementasi seperti pada hari

pertama. Implementasi yang dilakukan oleh sebanyak 11 implementasi, dan 1

implementasi tambahan berupa menganjurkan banyak meminum air hangat yang

bertujauna untuk mengencerkan dahak. Pemberian edukasi kepada keluarga Tn. H


84

tentang PPOK yang dialami Tn. H tidak dilakukan lagi pada hari kedua karena

keluarga Tn. H sudah mengerti tentang penyakit dan kondisi Tn. H. Peneliti

mengulang kembali implementasi hari pertama pada hari kedua seperti

memposisikan semi fowler, mengauskutasi adanya suara napas tambahan,

memberikan O2 nasal kanul 3 lpm untuk memaksimal respirasi Tn. H,

mengajarkan kembali batuk efektif kepada Tn. H dikarenakan Tn. H masih kurang

paham dan belum menerapkan batuk efektif dengan efektif, mengukur tanda –

tanda vital Tn. H, memberikan obat bronkodilator, memberikan nebulizer ultra

sonik, melakukan fisioterapi dada, memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan

kesulitan bernapas dan mencatat pergerakan dada, mencatat ketidaksimetrisan,

penggunaan otot bantu napas, dan retraksi pada otot subclaviculas dan inter costa

serta memonitor saturasi oksigen.

Peneliti mengulang implementasi karena pada evaluasi hari pertama Tn. H

mengatakan masih sesak napas dan batuk serta sulit mengeluarkan dahak.

Pada hari ketiga implementasi yang dilakukan masih sama seperti hari

pertama dan ke dua, yaitu sebanyak 10 implementasi dan 1 implementasi

tambahan berupa menganjurkan kembali banyak meminum air hangat yang

bertujuan untuk mengencerkan dahak. Implementasi tetap dilakukan kembali

dikarenakan Tn. H masih mengatakan sesak dan batuk.

Pada hari keempat implementasi yang dilakukan sebanyak 9 implementasi

dan 1 implementasi tambahan berupa menganjurkan kembali baynyak minum air

hangat yang bertujuan untuk mengencerkan dahak. Implementasi yang dilakukan

yaitu memposisikan semi fowler, mengauskutasi adanya suara napas tambahan,

memberikan O2 nasal kanul 3 lpm, mengajarkan batuk efektif kembali kepada Tn.
85

H, memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas dan pada Tn.

H, mencatat pergerakan dada, mencatat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu

napas, dan retraksi pada otot subclaviculas dan inter costa., mengukur tanda –

tanda vital Tn. H, memberikan obat bronkodilator, memberikan nebulizer ultra

sonik, melakukan fisioterapi dada, menganjurkan namyak minum air hangat serta

memonitor saturasi oksigen.

4.2.5 Evaluasi

Pelaksanaan asuhan keperawatan Penyakit Paru Obstruktif Kronis pada Tn.

H di ruang paviliun Bougenville RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso selama 4 hari

dengan metode SOAP. Pada tanggal 6 September 2018 hingga tanggal 9

September 2018 evaluasi yang dipeoleh dari data Subjektif Tn H mengatakan Tn.

H mengatakan sesak napas berkurang dan batuk berkurang dan dahak keluar.

Data objektif Tidak terdapat suara napas ronchi (5), Frekuensi napas (5), Irama

pernapasan reguler (5), Kedalaman inspirasi (5), Terdapat penggunaaan otot

bantu napas (5), Pernapasan cuping hidung (5), Kemampuan mengeluarkan sekret

(4), Batuk (4), Akumulasi sputum (5). Masalah keperawatan ketidakefektifan

bersihan jalan napas teratasi sebagian.

Menurut teori Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan yang dapat menurunkan

kualitas hidup penderita PPOK termasuk di usia >40 tahun akibat disfungsi otot

rangka sehingga kemampuan fungsi tubuh menurun (Oemiati, 2013 Rahmawati,

2016) dan PPOK yang bersifat ireversibel dan progresif sehingga menyebabkan

inflamasi/peradangan yang dapat merusak jaringan pernafasan dan juga dapat


86

merangsang produksi sputum sehingga menyebabkan sumbatan pada saluran

nafas (Chang, 2010 dalam Rahmawati, 2016).

Dari hasil implementasi didapatkan bersihan jalan napas efektif diimbangi

dengan menerapkan batuk efektif dengan benar, fisioterapi dada yang dilakukan

secara tepat serta pemberian obat – obat bronkodilator sesuai indikasi. Ditambah

lagi dengan pengetahuan yang didapat dan keinginan Tn. H yang tinggi untuk

sembuh.
87

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Pengkajian Keperawatan

Dalam melakukan pengkajian keperawatan pada kilen yang mengalami

PPOK dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas ditemukan banyak persamaan

antara fakta yang terjadi pada klien dan teori yang ada pada tinjauan pustaka,

dalam hal pengkajian riwayat kesehatan, pola fungsi kesehatan serta pengkajian

fisik banyak ditemukan data yang mengacu pada masalah keperawatan yang

muncul sesuai dengan tinjauan teori.

5.1.2 Diagnosa Keperawatan

Dalam menentukan diagnosa yang muncul pada klien dilapangan sesuai

dengan tinjauan pustaka yaitu adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas

berhubungan dengan sekresi tertahan yang dialami pada klien PPOK.

5.1.3 Intervensi Keperawatan

Dalam merencanakan tindakan keperawatan pada prinsipnya juga tidak

mengalami perbedaan antara teori dan kasus nyata. Hanya saja tidak semua

intervensi yang ada pada tinjauan pustaka tidak semua dapat dilakukan mengingat

kondisi klien dan kebutuhannya agar sesuai antara intervensi yang akan dilakukan

dengan kondisi klien dilapangan.

5.1.4 Implementasi Keperawatan

Dalam melakukan implementasi keperawatan masih mengacu pada

intervensi, tetapi tidak semua intervensi dapat dilakukan, dan ada pula

implementasi tambahan yang dilakukuan yang tidak ada pada intervensi.


88

5.1.5 Evaluasi keperawatan

Dalam evaluasi hasil dari pelaksanan tindakan keperawatan masih

mengacu pada kriteria hasil yang telah ditetapkan pada intervensi. Pada diagnosa

ketidakefektifan bersihan jalan napas yang terjadi pada klien PPOK masalah

teratasi sebagian.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Penulis Selanjutnya

Saran untuk peneliti selanjutnya terkait pemberian asuhan keperawatan

pada klien PPOK diharapkan asuhan keperawatan yang diberikan dapat

lebih mengkaji lebih dalam keluhan dan kondisi klien agar tepat dalam

menentukan intervensi yang akan diberikan.

5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dalam hal ini Prodi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso lebih dapat

meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan

profesional dengan memunculkan inovasi – inovasi baru dalam pendidikan

yang lebih kreatif sehingga dapat tercipta perawat profesional yang

terampil, handal dan bermutu yang mampu memberikan asuhan

keperawatan secara optimal dan komprehensif.

5.2.3 Bagi Lahan Praktik

Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan terhadap

klien dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan keluarga maupun tim

kesehatan lainnya.
89

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Sudarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC

Doenges, Marilyn. E. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC

GOLD (2017) ‘Global Initiative for Chronic Obstructive’, p. 142.

Heather, dkk. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.

Jakarta : EGC

Nursalam. 2008. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta. Salemba

Medika.

M. Bulechek. 2015. Nursing Interventions Classification. Elsevier

Moorhead. 2015. Nursing Outcomes Classification. Elsevier

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta. Nusa Medika

PDPI (2011) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan PPOK di Indonesia’, pp. 1973 2003.

Program Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso. 2018. Buku Panduan

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah (Studi Kasus) Tahun Akademik 2017/2018.

Bondowoso : Tidak di Publikasikan

Rohmah, Nikmatur & Saiful Walid. 2014. Proses Asuhan Keperawatan Teori dan

Aplikasi. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media

Rahmawati, Y. (2016) ‘Upaya Meningkatkan Keefektifan Bersihan Jalan Napas Pada

Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Rsu Dr. Soehadi Prijonegoro’,

Publiikasi Ilmiah, 1, pp. 1–18.

RISKESDAS (2013) ‘Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013’, Laporan Nasional

2013, pp. 1–384. doi: 1 Desember 2013.

Rosdahl, Caroline Bunker dan Mary T. Kowalski. 2015. Buku Ajar Keperawatan Dasar.

Jakarta. EGC

Saftarina, F., Anggraini, D. I. and Ridho, M. (2017) ‘Penatalaksanaan Penyakit Paru


90

Obstruktif Kronis pada Pasien Laki-Laki Usia 66 Tahun Riwayat Perokok Aktif

dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Kecamatan Tanjung Sari Natar’,

Jurnal Agromed Unila, 4(1), pp. 143–151.

Smelter. Suzanne C. Dan Brenda G. Bare. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner

dan Suddarth. Jakarta. EGC

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Tn. H dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta. Salemba Medika


Lampiran 1

PENJELASAN PENELITIAN
BAGI PASIEN

Judul Penelitian

“Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami PPOK dengan masalah


keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas di ruang Bougenvile RSU dr.
H Koesnadi”.

Tujuan
Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami PPOK dengan
masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas.

Perlakuan yang di terapkan pada pasien

Pada studi kasus ini dilakukan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
PPOK dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas selama
3 – 7 hari.

Hak untuk mngundurkan diri


Keikutsertaan pasien dalam penelitian ini bersifat sukarela dan pasien berhak
mengundurkan diri kapanpun, tanpa menimbulkan konsekuensi yang merugikan.

Adanya insentif untuk pasien


Oleh karena keikutsertaan pasien bersifat sukarela, tidak ada insentif berupa uang
yang akan diberikan. Tetapi pasien berhak mendapatkan informasi atau konsultasi
kesehatan terkait penyakit yang diderita.

Data pribadi dan pengisian kuesioner akan dijamin kerahasiannya. Jika terdapat
pertanyaan tentang penelitian ini dan bila masih memerlukakn penjelasan, anda
dapat menghubungi peneliti, (Zuly Kurniah) dengan nomor Telp (085888810141)
42

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama

Jenis Kelamin :

Usia

Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan

resiko penulisan tersebut dibawah ini yang berjudul :

Asuhan keperawatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas di ruang Bougenvil RSU dr. H. Koesnadi

Bondowoso.

Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penulisan diatas dengan catatan

suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan

persetujuan ini.

Bondowoso, 2018
Yang menyetujui
Saksi Klie

(. u;._. .... . . .)
enel%
(. . . .. . . .JJ~
RENCANA KEGIATAN PENELITIAN

TAHUN 2017-2018

Oktober Maret April Agustus September Oktober


Uraian Kegiatan
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

Informasi Penelitian

Konfirmasi Penelitian

Konrimasi Judul/ACC

Penyusunan Proposal KTI

Bimbingan Proposal KTI

Ujian Proposal KTI

Pengumpulan data KTI

Bimbingan & Konsultasi KTI

Sidang KTI

Revisi
BULAN
NO URAIAN
APRIL MEI JUNI
1 SCHIZOPHRENIA 30 16 8
2 SCHIZOPHRENIA HEBREFENIK 6 6 3
3 PPOK 11 5 5

00~(b f \ 3 ~~!,. ti)~

~~
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Disusun Oleh :
Zuly Kurniah NIM.15-03714-0902

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) ”PPOK”

A. BAHASAN
Materi penyuluhan : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Pokok bahasan :

1. Pengertian PPOK
2. Penyebab PPOK
3. Tanda dan Gejala Hipertensi
4. Pencegahan Hipertensi
5. Penatalaksanaan Hipertensi
Waktu penyuluhan : 30 menit

Sasaran : Keluarga Pasien

Tanggal : 7 September 2018

Waktu : 08.00 WIB

Tempat : Ruang Bugenville kelas III RSU dr. H. Koesnadi

Penyaji / penyuluh : Zuly Kurniah

B. LATAR BELAKANG

Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive


Pulmonary Diseases (COPD) merupakan suatu istilah yang sering dignakan
untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronik dan empisema paru.
Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Limitation (CAL) dan
Chronic Obstruktive Lung Diseases (COLD) (Irman Somatri, 2009). Penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) saat ini merupakan penyebab kematian
terdepan di dunia tetapi diproyeksikan menjadi penyebab kematian ketiga
pada tahun 2020. lebih dari 3 juta orang meninggal karena COPD pada tahun
2012 yang menyumbang 6% dari semua kematian secara global (GOLD,
2017)

C. TUJUAN
2. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan keluarga dan pasien diharapkan
mampu memahami penyakit PPOK
3. Tujuan Khusus
1. Peserta dapat mengerti dan memahami Pengertian PPOK
2. Peserta dapat mengerti dan memahami Penyebab PPOK
3. Peserta dapat mengerti dan memahami Tanda dan Gejala PPOK
4. Peserta dapat mengerti dan memahami Pencegahan PPOK
5. Peserta dapat mengerti dan memahami Penatalaksanaan PPOK

D. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E. MEDIA
1. Leaflet

F. KEGIATAN PENYULUHAN
No Waktu Tahap Kegiatan Penyuluhan Sasaran Kegiatan
. Kegiatan

1
1. 5 menit pembukaan 1. Membuka acara 1. Menjawab salam
dengan dan berdoa
mengucapkan salam 2. Memperhatikan
dan doa 3. Mendengarkan
2. Perkenalan 4. Menyetujui
3. Menyampaikan topik kesepakatan waktu
dan tujan promosi pelaksanaan
kesehatan kepada promosi kesehatan
sasaran
4. Kontrak waktu untuk
kesepakatan
pelaksanaan promosi
kesehatan dengan
sasaran

2. 20 Kegiatan 1. Mengkaji ulang 1. Menyampaikan


menit inti pengetahuan sasaran pengetahuannya
tentang materi tentang materi
penyuluhan penyuluhan
2. Menjelaskan materi 2. Mendengarkan
penyuluhan pada penyuluh
sasaran menyampaikan
3. Mendemonstrasikan materi
tentang cara 3. Memperhatikan
4. Memberikan 4. Menanyakan hal-
kesepakatan kepada hal yanh tidak di
sasaran untuk mengerti
bertanya

3. 5 menit Evaluasi / 1. Memberikan 1. Menjawab


penutupan pertanyaan kepada pertanyaan yang
sasaran tentang diberikan kepada
materi yang sudah penyulu
disampaikan 2. Mendemonstrasika
penyuluh n cara
2. Mendemonstrasikan 3. Mendengarkan
cara 4. Mendengarkan
3. Menyimpulkan penyuluh menutup
materi penyuluhan acara dan
yang telah menjawab salam
disampaikan kepada
sasaran
4. Menutup acara dan
mengucapkan salam
serti berterimakasih
kepada sasaran atas
waktu yang telah
diberikan

G. MATERI
Terlampir
H. SUMBER
1. Brunner & suddarth (2001) keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
2. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Jakarta :
Media Aesculapsis
3. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawawtan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
MATERI PPOK

A. Definisi PPOK
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai
dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya
reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan
dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun
atau berbahaya (Kepmenkes, 2008).
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama dan
semakin bertambahnya angka kesakitan dan kematian. PPOK
dikaakteristikkan dengan progesif dan tidak dapat kembali secara penuh
dari limitasi aliran udara, yang dapat diukur dengan forced expiratory
volume dalam satu detik (FEV1). Hambatan pada aliran udara
berhubungan dengan proses infamatori kronis pada jalan napas dan
perenkim paru yang berespon pada adanya gas atau partikel yang
berbahaya, cotohnya asap rokok (Hanania & Sharafkhaneh, 2011).
3. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan
beberapa efek ekstrapulmonal yang dapat berkontribusi pada pasien itu
sendiri. Terdapat komponen paru yang dikarakteristikkan dengan limitasi
aliran udara yang tidak dapat kembali secara sempurna. Limitasi aliran
udara biasanya progesif dan berhubungan dengan respon inflamasi yang
abnormal dari paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya (Sharma,
2010).
B. Etiologi PPOK
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
menurut Arief Mansjoer (2002) adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi Udara
3. Paparan Debu, asap
4. Gas-gas kimiawi akibat kerja
5. Riwayat infeki saluran nafas
6. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik yaitu:
adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan kimiawi
akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus
influenza dan strepto coccus pneumonia.

Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama bagi penderita
PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita penyakit
PPOK, yaitu :

1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.


2. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
3. Merokok
4. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan.
5. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
6. Polusi udara
7. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
8. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit
paru obstuksi kronik.
Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok.

C. Tanda & Gejala PPOK


Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan
respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap
sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan. Batuk kronik
adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan
pengobatan yang diberikan. Kadang- kadang pasien menyatakan hanya
berdahak terus menerus tanpa disertai batuk. Selain itu, Sesak napas
merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada saat
melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan
sesak napas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak
dikeluhkan. Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup
digunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak menurut British
Medical Research Council (MRC) (Tabel 2.1) (GOLD, 2009).

Skala Sesak Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas

1 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

2 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik tangga


1 tingkat

3 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

4 Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelah


beberapa menit

5 Sesak bila mandi atau berpakaian

Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PPOK adalah sebagai berikut:
a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
b. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.
Caranya:
1. Tarik nafas dalam 4-5 kali
Yang bisa dilakukan 2. Pada tarikan selanjutnya nafas
ditahan selama 1-3
a. Minum air hangat yang cukup detik.
supaya tidak 3. Angkat bahu dan
terjadi dada dilonggarkan
dehidrasi dan serta batukkan
sekret (dahak) dengan kuat.
encer 4. Lakukan 4 kali setiap batuk efektif,
frekuensi disesuikan dengan
kebutuhan.
b. Batuk Efektif
Batuk efektif merupakan
latihan batuk dengan Sayangi Paru-paru
menghemat energi sehingga
Anda !
tidak mudah lelah dan dapat Oleh :
Mahasiswa
mengeluarkan dahak secara
maksimal. Prodi DIII Keperawatan
Universitas Bondowoso
Apa Itu PPOK ?
Sejumlah gangguan yang
Tanda dan Gejala ? PENCEGAHAN
mempengaruhi pergerakan
1. Dada terasa berat
KEKAMBUHAN
udara dari dan keluar paru.
2. Mengi
a. Hindari
3. Batuk Produktif dan non
merokok
produktif (tidak berdahak)
4. Nadi cepat
5. Pernafasan lambat
Penyebab ?
b.Menghindari lingkungan
yang polusi
c. Gunakan penutup hidung
1. Merokok
2. Polusi
(Masker) saat bekerja
3. Alergi ditempat
4. Obat-obatan berpolusi/
5. Genetik tercemar
6. Lingkungan
Kerja d. Minum obat secara
7. Tidak diketahui
teratur

Anda mungkin juga menyukai