Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


KEGAWATDARURATAN PADA PREKLAMSI

Dosen Pembimbing
Iin Aini Isnawati, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

1. Intan Dewi Irfanda F. (14201.12.20018)


2. Kholifatur Rizqiyah (14201.12.20020)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PADJARAKAN-PROBOLINGGO

2023 – 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga Makalah Keperawatan Gawat Darurat Pada Preklamsi ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Semoga shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada
Nabi kita Muhammad SAW, juga segenap keluarga, dan para sahabatnya.
Ucapan terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pembina
Yayasan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. Nur Hamim, S.Kep., M.Kes. selaku Rektor Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Bapak Nafolion Nur Rahmat, S.Kep.,Ns., M.Kes selaku kepala prodi
Sarjana Keperawatan STIKes Hafshawaty Zainul Hasan Probolinggo.
4. Iin Aini Isnawati, S. Kep., Ns., M. Kes. selaku dosen pengampu mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat
5. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
6. Rekan-rekan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Zainul Hasan Genggong
semester VI
Karena tanpa dukungan dan bimbingan beliau makalah ini tidak akan
terselesaikan, seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada
saya mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Harapan penulis,
semoga makalah ini dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri dan para pembaca
untuk dijadikan referensi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Preeklampsia adalah penyakit hipertensi yang terjadi selama


kehamilan. Penyakit ini mencakup 2 hingga 8% komplikasi terkait
kehamilan, lebih dari 50.000 kematian ibu, dan lebih dari 500.000
kematian janin di seluruh dunia. Diagnosis dini dan penatalaksanaan yang
tepat sangat penting untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang
terkait dengan preeklampsia. Kegiatan ini meninjau gambaran klinis,
komplikasi, dan penatalaksanaan preeklampsia. Ini menggambarkan peran
tim interprofessional dalam mengelola dan meningkatkan perawatan
pasien dengan kondisi ini. (Karrar, Hong 2023)
Secara global, angka kematian ibu (AKI) menunjukkan angka
yang sangat Tinggi di dunia. Setiap hari di Tahun 2017, terdapat 810 ibu
meninggal karena Kelainan yang berhubungan dengan Kehamilan dan
persalinan (WHO, 2019). Di Indonesia pun angka kematian ibu (AKI) juga
terhitung masih tinggi. Data Tahun 2015 menunjukkan terdapat 305
Kematian per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini tentunya masih sangat
jauh Dari angka yang ditargetkan oleh Millenium Development Goals
(MDGs) Pada tahunn2015, yaitu 102 perr100.000 Kelahiran hidup
(KEMENKES RI, 2019). Menurut WHO, penyebab 75% kematian Ibu
disebabkan oleh hipertensi pada Kehamilan (preeklampsia / eklampsia),
Perdarahan, infeksi, partus lama, dan Aborsi yang tidak aman (WHO,
2019). Komplikasi yang paling umum terjadi Pada ibu hamil di seluruh
dunia adalah Hipertensi pada kehamilan (beberapa Studi memperkirakan
bahwa hal itu Mempengaruhi 7-10% dari semua Kehamilan di dunia), dan
dikaitkan Dengan morbiditas dan mortalitas pada Ibu serta kematian
perinatal secara Signifikan. Faktanya, hipertensi dalam Kehamilan adalah
penyebab kematian ibu Terbesar kedua di dunia (14% dari total), Dan
sekitar 192 orang meninggal setiap Hari (Peres, dkk., 2018). Di Indonesia
Sendiri, dari 4.226 kematian ibu pada Tahun 2018-2019, terdapat 1.066
yang Meninggal akibat hipertensi pada Kehamilan (KEMENKES RI,
2020).
Penyebab penyakit preeklampsia secara pastinya belum diketahui,
namun ada berbagai faktor terjadinya preeklampsia yaitu kehamilan yang
pertama kali, kehamilan di usia remaja dan usia diatas 40 tahun. Faktor
risiko yang lain adalah riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum
kehamilan, riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya, riwayat
preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan, mengandung
lebih dari satu bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal dan lupus
(Rukiyah,dkk, 2010 dalam Hardianti, F, A (2018).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengambil
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan preeklampsia?
2. Apasaja etiologi/ penyebab dari preeklampsia?
3. Apasaja tanda dan gejala dari preeklampsia?
4. Apa saja klasifikasi dari preeklampsia ?
5. Bagaimana patofisiologi pada preeklampsia?
6. Bagaimana kondisi kegawatdaruratan pada preeklampsia ?
7. Apasaja pemeriksaan penunjang pada preeklampsia?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada preeklampsia ?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka makalah ini memiliki tujuan sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu preeklampsia
2. Untuk mengetahui etiologi/ penyebab dari preeklampsia
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari preeklampsia
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari preeklampsia
5. Untuk mengetahui patofisiologi pada preeklampsia
6. Untuk mengetahui kondisi kegawatdaruratan pada preeklampsia
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada preeklampsia
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada preeklampsia

D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
memahami penyakit kegawatdaruratan sistem reproduksi
(preeklampsia). Serta sebagai bahan mata ajar dalam proses belajar
mengajar di Institusi
2. Tenaga Kesehata (Perawat)
Agar mengetahui tentang penyakit penyakit kegawatdaruratan sistem
reproduksi (preeklampsia) pada ibu hamil dan cara penanganannya
agar bisa mengaplikasikannya dalam dunia kerja, sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di masyarakat.
3. Mahasiswa
Menambah wawasan teori kepada mahasiswa tentang penyakit
kegawatdaruratan sistem reproduksi (preeklampsia) pada ibu hamil
sehingga nantinya mereka dapat mengetahui apa yang dimaksud
dengan preeklampsia, penyebab, dan penatalaksanaan pada
preeklampsia.
BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Pre-eklampsia adalah kelainan yang dapat terjadi setelah minggu
keduapuluh kehamilan, selama persalinan dan dapat terjadi hingga 48 jam
pascapersalinan. (Insani, U, 2020).
Preeclampsia yaitu kelainan multisistem kehamilan yang ditandai
dengan disfungsi endotel yang menyebar luas yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah dan kerusakan organ akhir pada paruh kedua
kehamilan. Peningkatan produksi plasenta sFlt-1, antagonis VEGF,
mempunyai peran dalam patogenesis preeklampsia (Tangren et al., 2018)
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan tingginya tekanan darah, tingginya kadar protein dalam
urine serta edema. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan
sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. (POGI, 2016
dalam Leona M, 2021).
Jadi, Preeklampsia didefinisikan dengan adanya hipertensi dan
proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria)

B. ETIOLOGI
Menurut (Lukman, 2022) dalam bukunya menjelasakan penyebab
eklampsia belum diketahui secara pasti. Namun diketahui sebelum terjadi
eklamsia, maka terdapat fase dimana terjadi preklamsia terlebih dahulu.
Sementara ada dugaan bahwa preeklampsia ini disebabkan oleh kelainan
pada perkembangan dan fungsi plasenta. Plasenta merupakan organ yang
menyalurkan darah beserta nutrisi dari ibu ke janin. Kelainan yang terjadi
pada plasenta menyebabkan pembuluh darah menyempit dan timbulnya
reaksi yang berbeda terhadap perubahan hormon. Plasenta yang
bermasalah menjadi faktor utama penyebab preeklampsia (Lumbanraja,
2017).
Terdapat banyak teori yang menjelaskan tentang penyebab preeklampsia
namun hingga kini belum ada yang memuaskan sehingga Zweifel
menyebut preeklampsia sebagai "the disease of theories". Adapun teori-
teori yang ada saat ini adalah:
a. Teori Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan
aliran darah dari cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika
yang menembus mimotrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan
bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan proliferasi tropoblas akan menginvasi desidua dan
miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler
menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak
jaringan elastis pada tunica media dan jaringan otot polos dinding
arteri serta mengganti dinding arteri dengan materi fibrinoid.
Proses ini selesai pada akhir trisemester I dan pada masa ini proses
tersebut telah sampai pada deciduomyometrial junction.
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap
kedua dari sel trofoblas dimana sel-sel trofoblas tersebut akan
menginvasi arteri spiralis lebih dalam hingga ke dalam
myometrium. Selanjutnya, terjadi proses seperti tahap pertama
yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan msukulo-elastis
serta perubahan material fibrinoid dinding arteri. Akhir dari invasi
trofoblas ini akan menimbulkan distensi lapisan otot arteri spiralis
akibat degenerasi, dan juga vasodilitasi arteri spiralis, pembuluh
darah menjadi berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti
kantong sehingga akan terjadi dilitasi secara pasif sehingga dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat
pada kehamilan. Yang kemudian akan memberikan dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan
peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodelling arterispiralis (Lumbanraja, 2017).
Pada preeklampsia terjadi kegagalan remodelling
menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri
spiralis tidakmengalami distensi dan vasodilatasi yang akibatnya
aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta. Kegagalan tersebut dapat terjadi karena 2 hal
yaitu: Tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel
trofoblas.
Pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap
pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap ke
dua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada
dalam myometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik
yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler.
Akibatnya terjadi gangguan alirah darah di daerah intervili yang
menyebabkan penurunan perfusi darah ke plasenta. Hal ini dapat
menimbulkan iskemik dan hipoksia di plasenta yang berakibat
terganggunya pertumbuhan bayi intra uterine (IUGR), asfiksia
neonatorum hingga kematian bayi (Lumbanraja, 2017).
b. Teori Iskemik Plasenta dan Radikal Bebas
Seperti yang sudah dijelaskan di teori vaskularisasi plasenta
bahwakelainan yang terjadi pada preeklampsia terjadi pada
plasenta di mana terdapat invasi trofoblas yang tidak adekuat pada
arteri spiralis yangakhirnya menyebabkan kegagalan remodelling
arteri spiralis. Kegagalan tersebut akan membuat hipoperfusi
plasenta dengan akibat iskemia plasenta. Hal ini merangsang
pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang
dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran
sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Peroksida lemak juga akan merusak nukleus dan
protein sel endotel

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang
terus meningkat, peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg atau
lebih atau sering ditemukan nilai tekanan darah yang tinggi dalam 2 kali
pemeriksaan rutin yang terpisah (Leona, 2021)
Selain hipertensi, tanda klinis dan gejala lainnya dari preeklamsia
adalah:
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
3. Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4. Edema Paru.
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6. Oligohidramnion
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan
antara kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga
kondisi protein urin masif (lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari
kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru
tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan
setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikandalam waktu singkat (POGI, 2016 dalam Leona, 2021).
D. KLASIFIKASI
Menurut (Amelia, 2019) dalam bukunya menjelaskan hipertensi dalam
kehamilan dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan yaitu munculnya hipertensi yang disertai dengan
prot einuria dan edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau setelah
persalinan. Gejala ini muncul sebelum umur kehamilan 20 minggu
pada penyakit trofoblas (sekumpulan penyakit yang berkaitan dengan
vili korialis, terutama pada sel trofoblasnya dan berasal dari suatu
kehamilan). Penyebab dari preeklampsia ringan masih belum diketahui
faktor penyebabnya. Apabila preeklampsi dikatakan ringan jika
ditemukan tanda-tanda sebagai berikut :
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, yaitu kenaikan diastolic
15 mmHg atau lebih, dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih.
2) Edema umum, kaki, jari, tangan, dan wajah atau kenaikan BB 1 kg
atau lebih per minggunya.
3) Proteinuria kuantitatif 0,3 gram atau lebih per liter, kualitatif 1+
atau 2+ pada urine kateter/midstream.
b. Preeklampsia berat

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai


dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih proteinuria dan
edema pada kehamilan usia 20 minggu atau lebih. Preeklampsia bisa
dikatakan berat apabila ditemukan tanda sebagai berikut:

1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.


2) Proteinuria 5 gram atau lebih per liter.
3) Oliguria jumlah urine≤500 cc per 24 jam.
4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di
epigastrium.
5) Ada edema paru dan sianosis.

E. PATOFISIOLOGI
Walaupun preeklampsia merupakan penyakit yang sudah banyak
dipelajari, namun patofisiologi dari preeklampisa masih belum jelas
(Peres, Mariana dan Cairrão, 2018). Menurut Phipps et al. (2016) plasenta
merupakan penyebab utama dalam etiologi preeklampsia karena dengan
dihilangkannya plasenta dapat mengurangi gejala yang timbul.
Preeklampsia terjadi karena terganggunya diferensiasi dan invasi
trofoblas pada awal kehamilan, yang memicu stress oksidative yang
berkelanjutan dan respon inflamasi sistemik. Patofisiologi dari
preeklampsia dapat dilihat dari faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Perkembangan plasenta yang tidak normal dikategorikan dalam faktor
ekstrinsik karena memicu preeklampsia onset cepat. Sedangkan, pada
preeklampsia onset lambat (usia kehamilan ≥ 34 minggu) dapat dipicu
oleh faktor intrinsik yang berbeda-beda termasuk microvillus
overcrowding. Hal ini diperkirakan terjadi saat plasenta telah mencapai
pertumbuhan maksimum, dengan berkurangnya ukuran pori menyebabkan
terhambatnya perfusi dan meningkatkan stres oksidatif. Ini menunjukkan
bahwa protein stres oksidatif memodulasi respon ibu untuk meningkatkan
preeklampsia melalui regulasi dari beberapa growth factors (Kenny,
English dan McCarthy, 2015 dalam Nafisa, 2019).
Pada perkembangan plasenta normal, arteri spiralis pada uterin ibu
terbentang dari myometrium sampai endometrium dimana saat kehamilan
akan digantikan oleh desidua. Trofoblas janin menginvasi arteri spiralis
tersebut dan menyebabkan hilangnya elastisitas dan tonus otot polos
vaskular. Oleh karena itu, arteri spiralis berubah menjadi pembuluh darah
dengan kapasitas resistensi rendah yang menyediakan perfusi plasenta
yang cukup untuk perkembangan janin. Sedangkan pada preeklampsia,
invasi trofoblas lebih rendah sehingga pada desidua hanya terdapat arteri
spriralis. Bagian miometrium tetap kecil dan mengalami konstriksi,
mengakibatkan sirkulasi uteroplasenta yang kurang baik dengan resistensi
yang lebih tinggi, kemudian meningkatkan kejadian iskemia plasenta.
Namun mengapa hal tersebut hanya terjadi pada beberapa ibu hamil masih
belum diketahui penyebabnya, tetapi faktor genetik dan mekanisme imun
dipercaya memiliki peran dalam keadaan tersebut (Stocks, 2014 dalam
Nafisa, 2019).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. PemeriksaanLaboratorium:
1. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusandarah
2. Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%)
3. Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 –43 vol%)
4. Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 –450 ribu/mm3)
b. Urinalisis Ditemukan protein dalamurine.
c. Pemeriksaan Fungsihati
1. Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl)
2. LDH ( laktat dehidrogenase )meningkat
3. Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60ul.
4. Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat (N= 15-
45 u/ml)
5. Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat (N=
<31 u/l)6) Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl)
6. Tes kimiadarahAsam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
d. Radiologi:
1. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume
cairan ketuban sedikit
2. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah

BAB III

PEMBAHASAN

G. KONDISI KEGAWATDARURATAN
Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu
kehamilan dengan tanda-tanda seperti hipertensi, proteinuria, dan edema
yang biasanya terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai 48 jam
setelah melahirkan, sedangkan eklampsia adalah kelanjutan dari
preeklampsia berat dengan tambahan gejala kejang- kejang atau koma
(Sarwono Prawirohardjo, 2016 dalam Umami,ddk 2023) Preeklamsia dan
eklamsia adalah 2 gangguan hipertensi dalam kehamilan yang dianggap
sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal
(Cunningham 2010 dalam lukman 2022).
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang
bisa menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa
kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan
bayi. Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas
preeklampsia ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed
hipertensi (ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki
hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan) (Rosdianah, ddk
2019)
Hipertensi yang berbahaya dapat menyebabkan perdarahan
serebrovaskular, enselofati hipertensif dan dapat memicu kejang eklamptik
pada perempuan dengan pre-eklampsia. Komplikasi lainnya akibat
hipertensi meliputi gagal jantung dan solusio placenta. Pemberianterapi
antihipertensi dapat dilakukan pada perempuan yang memiliki tekanan
darah diastolik > 110 mmHg. Pemberian obat anti hipertensi pada tekanan
darah diastolik dengan sasaran yaitu pada saat menurunkan tekanan darah
dengan cepat pada antepartum atau intrapartum terjadi hingga 90 – 100
mmHg, tetapi tidak lebih rendah agar tidak terjadi perdarahan otak, tidak
terjadi perburukan perfusi plasental, dan gawat janin. (Lukman, S, 2022)

H. PENATALAKSANAAN
1. Resusitasi Awal
Pada semua kasus gawat daruratan obstetri penanganan awal
adalah sama dengan semua kasus gawat darurat lain, yaitu sesuai
dengan urutan ABCDE.
A Airway : Membuka/membebaskan jalan nafas. Prinsip ada membuat
jalan napas pasien bebas, tidak tersumbat, bisa menggunakan metode
Chin Lift/Jaw Thrust (Menganggangkat dagu), namun hati-hati jika
pasien juga memiliki trauma leher.
B Breathing: Memastikan pernapasan lancar sehingga oksigen bisa
masuk sampai ke paru, evaluasi suara napas atau rasakan hembusan
napas. Berikan oksigen atau bantuan napas bila diperlukan.
C Circulation Memastikan peredaran darah lancer dengan Memasang
infus jarum besar, memberikan cairan atau tranfusi darah.
D Drugs Memberikan obat obatan gawat darurat yang Diperlukan
misalnya: uterotonik untuk meningkatkan kontraksi Uterus, diuresis
pada edema paru, antidots pada kecurigaan Intoksikasi.
E Environment: Mencegah komplikasi pada pasien akibat jatuh atau
tergigit atau aspirasi karena penyakitnya misalnya: lidah tergigit atau
pasien jatuh saat kejang eklamsia. Pada Kasus Obstetri bisa
ditambahkan:
F Fetus: Jika terjadi gawat janin, denyut jantung janin melemah (<100
x/menit) maka ibu diposisikan miring kekiri dipasang oksigen dan harus
segera disiapkan untuk melahirkan bayi sesuai indikasi.
Pada saat awal resusitasi cairan, ambil sampel darah untuk
pemeriksaan laboratorium sederhana hemoglobin (Hb), hematokrit
(Hct/PCV), leukosit, trombosit, faal pembeku darah atau dikerjakan
pemeriksaan waktu pembekuan darah dan waktu perdarahan secara
langsung. Jangan lupakan juga mengambil sampel darah untuk
keperluan transfusi bila diperlukan dan fasilitas tersedia (Dr.dr. Sarma
N, 2015)

2. Pemeriksaan Awal
a. Anamnesa : Bisa dari pasien, keluarga atau pengantar
b. Pemeriksaan Fisik Tanda vital, saturasi oksigen produksi urine, jumlah
perdarahan.
c. Pemeriksaan laboratorium: DL, Faal pembekuan darah, Protein Urine,
Dan Analisa gas darah.
3. Penatalaksanaan kegawatdaruratan Preeklampsi
a. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal teratur dan bermutu serta teliti,
mengenal tanda- tanda sedini mungkin(pre elkampsia ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi
lebih berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya
pre eklampsia kalau ada faktor- faktor peredisposisi. Berikan
penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, dan
pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, karbohidrat, tinggi
protein dan menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
b. Penanganan
Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada
saat yang optimal yaitu sebelum janin mati dalam kandungan,
tetapi sudah cukup untuk hidup diluar uterus. Setelah persalinan
berakhir jarang terjadi eklampsia dan janin yang sudah cukup
matang lebih baik hidup diluar kandungan daripada dalam uterus.
Waktu optimal tersebut tidak selalu dapat dicapai pada penanganan
preeklampsia, terutama bila janin masih sangat prematur. Dalam
hal ini diusahakan dengan tindakan medis untuk dapat menunggu
selama mungkin, agar janin lebih matur.
Penatalaksanaan Pre-eklamsi ringan:
1. Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama
untuk penanganan preeclampsia
2. Tidak perlu segera diberikan obat anti hipertensi atau obat
lainnya, tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah
meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmHg
3. Pemberian luminal 1 sampai 2 x 30 mg/hari bila tidak
bisa tidur
4. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg / hari
5. Bila tekanan darah tidak turun dianjurkan dirawat dan
diberikan obat anti hipertensi: metildopa 3 x 125 mg/hari
(maksimal 1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5 –10 mg /
hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg / hari atau pindolol
1-3 x 5 mg / hari 9 maks. 30 mg / hari
6. Diet rendah garam dan diuretika tidak perlu
7. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan,
periksa setiap 1 minggu
8. Indikasi rawat jika ada perburukan, tekanan darah tidak
turun setelah rawat jalan, peningkatan berat badan
melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien
menunjukkan preeklampsia berat.
9. Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana
sebagai preeklampsia berat.
10. Jika ada perbaikan lanjutkan rawat jalan.
11. Pengakhiran kehamilan ditunggu sampai usia kehamilan
40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin
terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia atau
indikasi terminasi kehamilan lainnya.
12. Persalinan dalam preeklampsia ringan dapat dilakukan
spontan atau dengan bantuan ekstraksi untuk
mempercepat kala II.

Penatalaksanaan Pre-eklamsi berat :


1) Per-eklamsi berat kehamilan kurang 37 minggu:
2) Janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru,
dengan pemeriksaan shake dan rasio L/S maka
penanganannya adalah sebagai berikut:
1. Berkan suntikan sulfat magnesium dosis 8gr IM,
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr Im setiap
4 jam (selama tidak ada kontra dindikasi)
2. Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas
magnesium dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai
dicapai kriteria pre- eklamsia ringan (kecuali jika ada
kontraindikasi)
3. Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin monitor,
penimbangan berat badan seperti pre-eklamsi ringan
sambil mengawasi timbul lagi gejala.
4. Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan
terminasi kehamilan: induksi partus atau cara tindakan
lain, melihat keadaan.

Pre-eklamsi berat kehamilan 37 minggu ke atas:

1. Penderita di rawat inap


2. Istirahat total dan di tempatkan dalam kamar isolasi
3. Berikan diet rendah garam dan tinggi protein
4. Berikan suntikan sulfas magnesium 8 gr IM (4 gr bokong
kanan dan 4 gr bokong kiri)
5. Suntikan dapat di ulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
6. Syarat pemberian Mg So4 adalah: reflek patela (+),
diurese 100cc dalam 4 jam yang lalu, respirasi 16
permenit dan harus tersedia antidotumnya: kalsium
lukonas 10% ampul 10cc.
7. Infus detroksa 5 % dan ringer laktat Obat antihipertensif:
injeksi katapres 1 ampul IM dan selanjutnya diberikan
tablet katapres 3x½ tablet sehari
Prinsip penanganan preeklampsia:
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi atau menurunkan resiko janin (solusio
plasenta, pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai
kematian janin)
4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan
cepat sesegera mungkin setelah matur atau imatur jika
diketahui bahwa resiko janin atau ibu akan lebih berat
jika persalinan ditunda lebih lama.

c. Penatalaksanaan Eklampsia
Prinsip penataksanaan eklamsi sama dengan preeklamsi berat
dengan tujuan menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan
mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah
keadaan ibu mengizinkan
1. Penderita eklamsia harus di rawat inap di rumah sakit
2. Saat membawa ibu ke rumah sakit, berikan obat penenang
untuk mencegah kejang-kejang selama dalam perjalanan.
Dalam hal ini dapat diberikan pethidin 100 mg atau
luminal 200mg atau morfin 10mg.
a. Pencegahan Usaha pencegahan preklampsia dan
eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya
dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C.
Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten,
minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng),
magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis
rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah
terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya
upaya itu belum mewujudkan hasil yang
menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat
penggunaan antioksidan seperti N. Acetyl Cystein
yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12,
C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya,
upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-
eklampsia pada kasus (Rosdianah ddk 2019)
BAB III

PENUTUP

B. Kesimpulan
Pre-eklampsia adalah kelainan yang dapat terjadi setelah minggu
keduapuluh kehamilan, selama persalinan dan dapat terjadi hingga 48 jam
pascapersalinan.. Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan
yang ditandai dengan tingginya tekanan darah, tingginya kadar protein dalam
urine serta edema. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan
sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.

C. Saran
Demikianlah makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Rosdianah., Nahira. 2019 Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.


Makasar

Karrar, SA, & Hong, P. L. (2023) Preeclampsia. In StatPearls StatPearls


Publishing.

Fox, R., Kitt, J., Leeson, P., Aye, C. Y. L., & Lewandowski, A. J. (2019).
Preeclampsia: Risk Factors, Diagnosis, Management, and the
Cardiovascular Impact on the Offspring. Journal of clinical medicine,
8(10), 1625. https://doi.org/10.3390/jcm8101625

Leona., M. (2021). Asuhan Keperawatan perioperatif pada pasien kehamilan


G3P2A0 Aterm Inpartu Pre-eklamsia Berat Dengan Tindakan Operasi
Sectio Caesar Diruang Operairsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung (Doctotal dissertation, Poltekkes Tanjungkarang)

Na’im, Zahrotun (2021). Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Resiko Tinggi


Preeklamsia Berat (PEB) di Pukesmas Margadana Kota Tegal Tahun 2020
(Doctoral dissertation, DIII Kebidanan Politeknik Harapan Bersama).

Nafisa, DNA (2019). Hubungan antara preeklamsia berat dan preeklamsia ringan
dengan kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Wonogiri tahun 2018.

Lukman, S. (2022). 3.4 Manifestasi Klinis. Penyakit Akibat Kegawatdaruratan


Obstetri, 35.

Tangren, J. S., Wan Md Adnan, W. A. H., Powe, C. E., Ecker, J., Bramham, K.,
Hladunewich, M. A., Ankers, E., Karumanchi, S. A., & Thadhani, R.
(2018). Risk of Preeclampsia and Pregnancy Complications in Women
With a History of Acute Kidney Injury. Hypertension (Dallas, Tex. :
1979),72(2),451–459.
https://doi.org/10.1161/HYPERTENSIONAHA.118.11161
Suleman, D. M. R. (2021). Analisis Hubungan Preeklampsia-Eklampsia
Gravidarum dengan Kejadian Persalinan Prematur pada Ibu Bersalin di
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Periode Januari-September Tahun 2020
(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).

Umami, M., Ekasari, T., & Natalia, M. S. (2023). The Relationship Preeklamsia
With Gravida For Pregnant Women in The Delivery Room RSIA
Muhammadiayah Probolinggo Jurnal Ilmiah Obsgin : Jurnal Ilmiah Ilmu
Kebidanan & Kandungan P-ISSN: 1979-3340 e-ISSN: 2685-7987, 15(1),
448-457.

Anda mungkin juga menyukai