Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By.Ny.S DENGAN POLA NAFAS TIDAK


EFEKTIF DI RUANG PERINATOLOGI RS SULTAN SYARIFE ALKADRIE

Disusun oleh :
1. Cantika Geni Estri (RP23321051)
2. Cici Fira Sagita (RP23321052)
3. Desi Ashari (RP23321053)
4. Astutik ( RP23312054)
5. Dinda Nur Savila (RP23321055)
6. Diva Suherriyana (RP23321056
7. Fiki Andriani (RP23321057

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MUHAMMADIYAH

KALIMANTAN BARAT

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
lebih dari 20 juta bayi didunia lahir dengan berat badan lahir rendah pada
tahun 2018 sekitar 1 dari 7 kelahiran didunia. Lebih dari 80% dari 2,5 juta bayi baru
lahir didunia yang meninggal setiap memiliki berat badan lahir rendah karena
premature atau perkembangan tidak sesuai usia kandungan. BBLR adalah fenomena
klinis yang kompleks dan terdiri dari hambatan pertumbuhan saat dalam kandungan
dan kelahiran prematur (UNICEF, 2019).
Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan penyebab tidak langsung
kematian neonatal. BBLR berkonstribusi hingga 60% hingga 80% dari semua
kematian neonatal. Prevalensi BBLR global adalah 15,5% bayi yang mengalami
BBLR setiap tahunnya. Sekitar 20 juta bayi didunia lahir dengan berat badan lahir
rendah 98,5% diantaranya dinegara berkembang (WHO, 2018).
Survey demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2017, AKB sebesar
24 per 1.000 kelahiran hidup, dengan kematian neonatal 15/1000 kelahiran hidup.
Sementara, sesuai dengan target pembangunan berkelanjutan, AKN diharapkan dapat
mencapai 10 PER 1000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 16 per 1000 kelahiran
hidup ditahun 2024. Berdasarkan profil kesehatan indonesia tahun 2019 dari seluruh
kematian neonatus yang dilaporkan, 80% (16,156 kematian) terjadi pada periode 6
hari pertama kehidupan. Penyebab kematian neonatal terbanyak adalah kondisi berat
badan lahir rendah (BBLR) sebanyak 35,3% (7.150 kematian).
Dilihat dari profil kesehatan provinsi jawa barat tahun 2017 proporsi kematian
bayi pada tahun 2017 sebesar 3,4/1000 KH. Dari kematian bayi sebesar 3,4/1000 KH
terdapat angka kematian neonatal (0-28 hari) sebesar 3,1/1000 KH atau 84,63%
kematian bayi berasal dari bayi 0-28 hari. Penyebab kematian neonatal tersebut adalah
BBLR (44,8%), asfiksia (26,9%), sepsis (4,3%), pnemonia (4,9%), diare (2,24%),
kelainan saluran cerna (0,89%), kelainan saraf (0,34%) dan llain-lain (15,3%). Angka
kematian bayi untuk kabupaten cianjur sebesar 3,75/1000 kelahiran hidup pada tahun
2017. Sementara asfiksia, BBLR dan infeksi adalah penyebab kematian pada neonatal
terbanyak.
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. Bayi BBLR memiliki kesempatan kecil untuk bertahan
hidup ketika bertahan mereka mudah terserang penyakit, retardasi pertumbuhan dan
perkembangan. Adapun akibat lain dari adanya BBLR adalah terjadinya immaturitas
sistem neurologi dan ketidakoptimalan fungsi motorik dan autonom pada awal bulan
kehidupan bayi. BBLR juga merupakan penyebab utama dan morbiditas (kesakitan)
dan disabilitas (kecacatan) serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupan masa depan. Masalah jangka panjang yang dapat dialami oleh bayi yang
lahir BBLR adalah gangguan pertumbuhan , gangguan perkembangan, gangguan
pendengaran, gangguan pernafasan, kenaikan angka kesakitan dan sering masuk
rumah sakit serta kenaikan frekuensi kelainan bawaan (Proverawati, 2010).
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR antara
lain faktor ibu, faktor kehamilan, faktor janin, dan faktor yang masih belum diketahui.
Faktor ibu yang menyebabkan bayi BBLR diantaranya kurangnya gizi ibu saat hamil,
usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak kehamilan dan bersalin
yang terlalu dekat, penyakit menahun (hipertensi, jantung, gangguan pembuluh
darah/perokok) dan faktor pekerjaan yang terlalu berat. Faktor kehamilan seperti
hamil dengan hidramnion, kehamilan ganda, perdarahan antepartum, serta komplikasi
kehamilan. Sedangkan untuk faktor janin cacat bawaan dan infeksi dalam rahim.
Beberapa dampak dari BBLR yaitu susunan saraf pusat yang tidak maksimal
sehingga aktifitas refleks belum maksimal, komplikasi saluran pernapasan, pusat
themoregulator belum sempurna sehingga mudah hypotermi atau hypertermi.
Metabolisme produksi enzim glukomil tranferase ke sel hati belum sempurna mudah
ikterus neonaturum, imunoglobulin masih rendah sehingga mudah infeksi.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dilihat bahwa prevalensi
kejadian BBLR didunia, indonesia, jawa barat dan cianjur masih menjadi
penyumbang terbanyak kematian neonatus, sehingga perlu diberikan perhatian khusus
supaya dampak yang ditimbulkan dapat ditanggulagi, maka penulis tertarik untuk
menulis askep yang berjudul “asuhan keperawatan pada bayi usia 1 jam dengan berat
bayi lahir rendah (BBLR)”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada By.Ny S dengan masalah Pola nafas tidak
efektif di ruangan perinatologi Rs Sultan syarife Alkadrie ?
C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan asuhan keperawatan pada By.Ny
S dengan Masalah Pola Nafas tidak efektif di ruangan perinatologi Rs Sultan
syarife Alkadrie ?
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar tentang pola nafas tidak
efektif pada Bayi?
b) Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada
pasien pola nafas tidak efektif ?
c) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada By. Ny. S ?
d) Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi keperawatan
pada By. Ny. S?
e) Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada
By.Ny.S?
f) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan
pola nafas tidak efektif.
D. Manfaat Penulisian
1. Penulis
Hasil ini diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi penulis dalam
mengaplikasikan hasil asuhan keperawatan pada By. Ny. S dengan pola nafas
tidak efektif.
2. Tempat praktek
Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada rumah sakit selaku
pemberi pelayanan kesehatan mengenai masalah pola nafas tidak efektif
3. Bagi Perkembangan Ilmu Penelitian
Hasil ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya disiplin ilmu keperawatan mengenai asuhan keperawatan
pada By dengan masalah pola nafas tidak efektif
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Definisi
Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan dengan tidak
segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Pola nafas tidak
efektif dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan (Nurarif & Kusuma,
2015). Pola nafas tidak efektif adalah keadaan bayi yang tidak dapat
bernapas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O: dan semakin
meningkatnya CO, yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan yang
lebih lanjut (Ilyas, Mulyati & Nurlina, 2016). Pola nafas tidak efektif
merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan melanjutkan
pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis. Kondisi ini dapat
terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam
menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru-paru (Sudarti &
Fauziah, 2013).
Berdasarkan beberapa literatur diatas pola nafas tidak efektif yaitu
merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk melanjutkan secara spontan
dan teratur dengan segera disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia,
dan asidosis yang terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan
dalam mengembangkan paru- paru. Pola nafas tidak efektif akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna dan segera. Bila pola nafas tidak efektif tidak ditangani dengan
tepat maka akan mengakibatkan kerusakan otak dan berujung hingga
kematian.

2. Etiologi
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran
pengangkutan O: dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, dan persalinan
atau segera setelah lahir. Penyebab kegagalan pernapasan pada bayi
sebagai berikut (Cahyanti, 2018) :
1. Faktor Ibu
Terdapat gangguan pada aliran darah ke uterus sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran O ke plasenta dan janin. Sering
dijumpai pada gangguan kontraksi uterus misalnya pre-eklamsia dan
hipertensi eklamsi, perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio
plasenta), partus lama atau macet, demam selama persalinan, infeksi
berat, kehamilan postmatur, dan penyakit ibu.
2. Faktor Plasenta
Berkurangnya pasokan oksigen pada bayi sehingga dapat
menyebabkan sesak napas pada bayi baru lahir, antara lain tali pusat
terbungkus, tali pusat pendek, simpul tali pusat, dan prolaps tali pusat.
3. Faktor janin
Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbang,
tali pusat melilit leher, meconium kental, prematuritas, dan persalinan
ganda.

3. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi
dikarenakan oleh pemakaian obat seperti anestesi atau analgetika
yang berebihan pada ibu yang secara langsung dapat
menimbulkan depresi pada pusat pernapasan janin. Pola nafas
tidak efektif yang dapat terjadi tanpa didahului dengan tanda
gejala gawat janin antara lain bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,
distoria bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep/trauma dari luar),
kelainan kongenital, air ketuban bercampur mekonium (warna
kehijauan).
4. Klasifikasi
Klasifikasi klinis pola nafas tidak efektif dibagi dalam 2 bagian,
yaitu sebagai berikut (Ayuningtias, 2019):
1. Pola nafas tidak efektif Livida yaitu memiliki ciri meliputi
warna kulit kebiru biruan, tonus otot masih baik, reaksi
rangsangan masih positif, bunyi jantung regular, prognosis lebih
baik.
2. Pola nafas tidak efektif Pallida yaitu dengan ciri meliputi warna
kulit pucat, tonus otot kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi
jantung irregular, dan prognosis jelek.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Wulandari (2017) manifestasi klinis yaitu sebagai
berikut:
1. Pada Kehamilan
a. Jika DJJ normal dan mekonium: Janin mulai mengalami pola
nafas tidak efektif
b. Jika DJJ 160x/menit ke atas dan ada mekonium: Janin sedang
mengalami pola nafas tidak efektif
c. Jika DJJ 100x/menit ke bawah ada mekonium: Janin dalam
status gawat
2. Pada Bayi Setelah Lahir
a. Bayi pucat dan kebiru – biruan
b. Usaha bernapas minimal atau tidak ada
e. Hipoksia
d. Asidosis metabolik dan respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
6. Patofosiologi
Pada proses kelahiran selalu menimbulkan pola nafas tidak
efektif ringan yang bersifat sementara, proses ini perlu untuk
merangsang kemoreseptor pusat pernafasan primary gasping
yang kemudian berlanjut pernafasan teratur. Sifat ini tidak
berpengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat
mengatasinya Kegagalan pernafasan mengakibatkan
berkurangnya O, dan meningkatkannya CO, diikuti oleh asidosis
respiratorik. Apabila proses ini berlanjut maka metablisme sel
akan berlangsung yang berupa glikolisis glikogen sehingga
sumber utama glikogen pada jantung dan hati akan berkurang dan
akan menyebabkan asidosis metabolik (Wulandari, 2017).
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada pasien yang mengalami pola nafas tidak efektif
yaitu berupa pemeriksaan:
1. Analis Gas Darah (AGD)
2. Elektrolit Darah
3. Gula Darah
4. Baby gram (RO dada)
5. USG (Kepala)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa pola nafas tidak efektif pada bayi baru lahir menurut
Sudarti & Fauziah (2013), yaitu:
1. Denyut Jantung Janin, Frekuensi normal adalah antara 120-
160 x/ menit. Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar
his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan
kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya,
akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100
semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini
merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu
dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin Alat yang digunakan: amnioskop
yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya
pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang
telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai
dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan
persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat
asfiksia. tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan
resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara
penilaian menurut APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin hematokrit
(HB/Ht): kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%) dan serum
elektrolit.. Hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan
hasil asidosis pada darah tali pusat jika: PaO2<50 mm H2o.
PaCO2 > 55 mm H2. 5. Tes combs langsung pada daerah tali
pusat, menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada
membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

8. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada pola nafas tidak efektif antara
lain (Wulandari, 2017) :
1. Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita pola nafas tidak efektif dengan gangguan
fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan
neonates, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.
2.Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium
pada saat terjadinya yang disertai dengan perubahan sirkulasi.
Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah
yang seharusnya dialirkan ke ginjal menurun. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pengeluaran urine menjadi sedikit.
3.Koma
Apabila pada pasien pola nafas tidak efektif berat segera tidak
ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal
diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Surasmi (2013) adalah:
1. Memberikan jalan napas dengan penghisapan lendir dan kassa
steril.
2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik.
3. Apabila bayi tidak menangis, maka lakukan sebagai berikut:
a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk nepuk kaki,
mengelus - elus dada, perut dan punggung.
b. Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan
resusitasi mouth to mouth.
c. Pertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan
dengan cara: membungkus bayi dengan kain hangat, badan
bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi
dengan air dingin gunakan minyak atau baby oil untuk
membersihkan tubuh bayi, kepala bayi ditutup dengan baik
atau menggenakan topi.
d. Apabila nilai APGAR pada menit ke 5 sudah baik (7-10)
lakukan perawatan selanjutnya: bersihkan badan bayi,
perawatan tali pusat, pemberian ASI sedini mungkin dan
adekuat, melaksanakan antromentri dan pengkajian kesehatan,
memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda pengenal bayi.
10. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi pola nafas tidak efektif disebut
resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi (Nule,
2018) :
1. Memastikan saluran nafas terbuka:
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk
memastikan pernapasan terbuka.
2. Memulai pernapasan:
a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan
menyentil atau menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan
punggung bayi secara cepat mengusap atau mengelus
tubuh,tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif 3.
Mempertahankan sirkulasi darah:
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan.
10. Discharge Planning
Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan,
persalinan, dan beberapa saat setelah persalinan. Adapun
beberapa pencegahan berupa (Nurarif & Kusuma, 2015):
1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4x kunjungan.
2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih
lengkap pada kehamilan yang diduga beresiko bayinya lahir
dengan pola nafas tidak efektif.
3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan
pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu
4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin
dan deteksi dini terhadap tanda-tanda pola nafas tidak efektif fetal
selama persalinan dengan kardiografi.
5. Meningkatkan keterampilan tenaga obstetric dalam penanganan
6. Meningkatkan Kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
7. Melakukan perawatan neonatal esensial yang terdiri dari:
a. Persalinan yang bersih dan aman
b. Stabilisasi suhu
c. Inisiasi pernapasan spontan
d. Inisiasi menyusu dini
e. Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi
Setelah persalinan ajarkan pada pasien dan keluarga dalam:
1. Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif
2. Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan
suhu tubuh
3. Mencegah cidera atau komplikasi
4. Meningkatkan kedekatan orang tua dan bayi

5. Beri asupan cukup ASI sesering mungkin setelah keadaan


memungkinkan

11. Pathway

Anda mungkin juga menyukai