Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL

PEMBERIAN DIIT ASI/SUSU MELALUI OGT UNTUK PEMBERIAN NUTRISI


PADA BAYI DENGAN BBLRS ASFIKSIA NEONATUS
DI RUANG NICU RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Oleh:
MEINIA PRETI ANJELINA
P1337420921190

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Asfiksia adalah keadaan neonatus yang gagal bernapas secara sepontan dan teratur saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir sehingga mengakibatkan kurangnya oksigen atau perfusi
jaringan ditandai dengan hipoksia, hiperkarbi, dan asidosis (Sarosa et al., 2011). Keadaan asfiksia
mengakibatkan kerusakan pada beberapa jaringan dan organ dalam tubuh, yaitu : ginjal (50%),
sistem saraf pusat (28%), sistem kardiovaskuler (25%) dan paru-paru (23%) (Radityo et al.,
2007).Kerusakan pada sistem saraf pusat pada bayi dengan riwayat asfiksi sedang sampai berat
dapat mengakibatkan perlambatan perkembangan bayi (Hutahean, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkannya diantaranya adanya
penyakit pada ibu sewaktu ibu. Dapat juga karena faktor plasenta atau juga faktor janin itu sendiri
kemudian faktor persalinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di Rsud Fauziah Bireuen.
Berdasarkan penelitian didapati angka kejadian kematian bayi mencapai angka 1 juta
bayi mati karena komplikasi asfiksia neonatorum (Radityo et al., 2011). Masalah perkembangan
pada bayi juga terjadi di negara berkembang seperti keterlambatan motorik, berbahasa, perilaku,
dan dalam beberapa tahun terakhir semakin meningkat angka kejadian di Amerika Serikat
berkisar 12- 16%, Thailand 24%, Argentina 22% dan di Indonesia sendiri 13%-18%
(Dhamayanti, 2006). Negara Amerika Serikat menurut National Center for Health Statistics
(NCHS) asfiksia neonatorum mengakibatkan 14 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Pada
negara berkembang lainnya kurang lebih 4 juta bayi baru lahir menderita asfiksia sedang atau
berat dan 20% diantaranya meninggal dunia. Kasus asfiksia di Indonesia kurang lebih 40 per
1.000 kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000 neonatus meninggal setiap tahunnya karena
asfiksia (Dewi, 2005). Salah satu dampak jangka panjang yang mungkin disebabkan oleh asfiksia
adalah gangguan tumbuh kembang yang disebabkan karena adanya kerusakan pada otak
(Mulidah et al., 2006). Kondisi ini dapat mengakibatkan perlambatan tumbuh kembang bayi atau
bahkan dapat menderita kecacatan seumur hidup (Hutahean, 2007).
Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator pertama dalam menentukan
derajat kesehatan anak. Selain itu, angka kematian bayi juga merupakan cerminan dari
status kesehatan masyarakat. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita adalah
masalah yang terjadi pada bayi yang baru lahir/neonatal (usia 0-28 hari). Prematuritas
merupakan penyebab kematian terbesar kematian neonatus. Sebanyak 33% penyebab
kematian neonatal dini adalah prematuritas (Tarigan et al., 2017).
Bayi yang lahir dalam kondisi prematur memiliki kemampuan yang kurang dalam
koordinasi menghisap dan menelan yang dibutuhkan untuk menyusu ke ibu atau minum
melalui botol. Bayi prematur masih memiliki sistem gastrointestinal yang belum matur
termasuk pengosongan lambung.
Proses pengosongan lambung masih bersifat imatur
meskipun pada bayi yang lahir cukup bulan, sehingga pada bayi prematur pengosongan
lambung akan lebih lambat (Moore, Pickler, 2017). Patofisiologi dari intoleransi
pemberian minum menunjukkan bahwa usus bayi prematur dan BBLRS lebih pendek,
fungsi absorbsi dan motilitas usus belum sempurna dibandingkan bayi aterm (Cresi et
al.,2019).Tanda objektif lain dari intoleransi minum yaitu meningkatnya residu lambung,
emesis dan distensi abdomen (Wertheimer et al., 2019). Tanda-tanda tersebut juga
merupakan prekursor terjadinya nekrotizing enterocolitis (NEC) yang menjadi salah
satu penyebab mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur (Abiramalatha et al.,
2018). Bayi prematur yang mengalami NEC dan atau intoleransi pemberian minum
dapat menimbulkan masalah seperti perkembangan saluran pencernaan terhambat dan
kekurangan kalori yang dapat menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi.
Intervensi pemberian minum enteral pada bayi prematur sangat penting untuk
menstimulasi sistem gastrointestinal dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi
tersebut (Moore, Pickler, 2017). Pemberian nutrisi secara tepat diperlukan untuk proses
maturasi dan perkembangan saluran pencernaan, penyerapan, dan fungsi motorik
(Padila, Agustien, 2019). Nutrisi dapat diberikan menggunakan orogastric tube (OGT)
atau nasogastric tube (NGT) dengan teknik gravitasi. Pemberian minum enteral secara
gravitasi dapat mencegah peningkatan tekanan dalam perut bayi sehingga menurunkan
risiko regurgitasi. Spuit yang digunakan dalam pemberian makan merupakan salah satu
yang berpengaruh terhadap kecepatan dan volume yang diberikan.
B. TUJUAN
Tujuan dari penatalaksanaan pemberian diit asi/susu melalui OGT untuk pemberian
nutrisi pada bayi Asfiksia Neonatus BBLRS
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan PaO2),
hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat
badanlahir 1000-1500 gram pada saat lahir. Prematuritas murni Bayi lahir dengan masa
gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
gestasinya
B. Etiologi
Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan,
persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989)
adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
1. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2
b. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
c. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasi darah ke uri
d. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
e. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
f. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
g. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
h. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
i. Paralisis pusat pernafasan
j. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
k. Trauma dari dalam : akibat obat bius
Menurut Betz et al. (2001), terdapat empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
asfiksia, yaitu :
1) Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi
dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan
kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada
penyakit eklamsi.
2) Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksis
janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3) Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi
tali pusat antara jalan lahir dan janin.
4) Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu
pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan
misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat kehamilan hingga kelahiran bayi
yang berupa :
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik, kejang,
nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada mata yang terdiri dari tremor kecil yang
cepat ke satu arah dan yang lebih besar, lebih lambat, berulang-ulang ke arah yang
berlawanan) dan menangis kurang baik/tidak baik.
D. Patofisiologi
Janin yang kekurangan O2 sedangkan kadar CO2-nya bertambah, akan
menyebabkan muncul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung
janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak
dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan
pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli
tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas kembali secara teratur maka
bayi mengalami asfiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu glikolisis
glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan
metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan
darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin
lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini,
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan.
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/ persalinan ini
akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian
jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian O2 tidak dimulai segera.
Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan
lamanya asfiksia. Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas
tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak
lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
Pemeriksaan apgar untuk bayi :

NILAI APGAR SCORE


TANDA
0 1 2
Frekuensi Jantung Tidak ada Lambat, < 100 x/mnt > 100 x/mnt
Usaha Napas Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat
Tonus Otot Lunglai Beberapa fleksi ekstremitas Gerakan aktif
Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
napas dibersihkan
Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah muda, Merah muda seluruhnya
ekstremitas biru

Keterangan :
Nilai 0-3   : Asfiksia berat
Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
 Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir
dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30
detik setelah lahir bila bayi tidak menangis.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa
asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005), yaitu:
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala
dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2,
hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan
tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu
diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya
perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan
cara penilaian menurut APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr
dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-
antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
F. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk
telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,mengusap atau
mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
a) Tindakan umum
- Pengawasan suhu
- Pembersihan jalan nafas
- Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
b) Tindakan khusus
- Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi
paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan
intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat
hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4
mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua
obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi
obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung.
Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3
kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau
frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi
80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3
yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks,
jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau
gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
- Asfiksia sedang
Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam waktu 30-60 detik
tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi
sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan
dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan
frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti
gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit,
sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera
dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke
mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut,
sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan
frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang
mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan
berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot,
intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
A. Pengertian BBLRS
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 1500
gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam
setelah lahir. BBLSR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup
bulan (intrauterine growth restriction/IUGR) (IDAI, 2010).
Bayi berat lahir sangat rendah adalah bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat
badan antara 1000 gram sampai 1500 gram (Alimul, 2005). Dari ketiga definisi diatas
maka dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir sangat rendah (BBSLR) adalah bayi baru lahir
yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir memiliki berat badan antara 1000 gram sampai 1500
gram tanpa memandang usia gestasi.
B. Etiologi
Pada umumnya BBLSR disebabkan persalinan kurang bulan (umur kehamilan antara 28-
36 minggu) atau bayi lahir kecil masa kehamilan (KMK) karena adanya hambatan pertumbuhan
saat dalam kandungan (janin tumbuh lambat/intra uterine growth retardation) atau kombinasi
keduanya. Kematangan fungsi organ tergantung pada usia kehamilan walaupun berat lahirnya
kecil. Semakin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh semakin kurang sempurna dan
prognosisnya semakin kurang baik (Gomella TL, 2009).
Penyebab lahirnya bayi kurang bulan antara lain berat ibu yang rendah, usia ibu remaja,
kehamilan ganda, riwayat kelahiran prematur, perdarahan antepartum, penyakit sistemik akut.
Penyebab kelahiran bayi kecil masa kehamilan antara lain ibu kurang gizi, hipertensi, toksemia,
anemia, kehamilan ganda, penyakit kronik, dan merokok. Retardasi pertumbuhan intrauterin dan
efek mereka terhadap janin bervariasi tergantung dari cara dan lama terpapar serta tahap
pertumbuhan janin saat gangguan tersebut terjadi (Kiess N, 2009).
C. Patofisiologi
Terjadinya BBLR/ BBLSR dapat di pengaruhi faktor ibu, faktor janin, faktor plasenta,
dan faktor lingkungan. Sehingga dapat menyebabkan sindrom aspirasi mekonium yaitu bayi bisa
mengalami asfiksi intra uterin, janin gasping dalam uterus, cairan amnion bercampur dengan
mekonium masuk dan lengket di paru janin. Maka janin dapat beresiko gangguan pertukaran gas
dan resiko tidak efektifnya jalan nafas. Dapat terjadi juga imaturitas hepar gangguan
transportasi albumin dan defesiensi albumin gangguan pengambilan bilirubin.
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini
dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.
D. Manifestasi klinis
1. Sebelum bayi baru lahir
a. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, dan lahir mati.
b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan
c. Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat dan tidak sesuia menurut yang
seharusnya.Sering dijumpai kehamilan dengan olgradramnion gravidarum atau
pendarahan anterpartum.
2. Setelah bayi lahir
a. Bayi dengan retardasi pertumbuhan intra uterin
b. Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
c. Bayi small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterine
d. Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya (Nanda,
2013)
E. Komplikasi
a. Hipotermi
Tanda terjadinya hipotermi pada BBLSR adalah :
1. Suhu tubuh bayi kurang dari 36,50C
2. Kurang aktif dan tangis lemah
3. Malas minum
4. Bayi teraba dingin
5. Frekuensi jantung < 100 x/menit
6. Nafas pelan dan dalam
b. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan :
1. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl
2. Kejang, tremor, letargi/kurang aktif
3. Timbul saat lahir sampai dengan hari ke 3
4. Riwayat ibu dengan diabetes
5. Keringat dingin
6. Hipotermia, sianosis, apneu intermitten
c. Ikterus/hiperbilirubin
Hiperbilirubin pada BBLSR terjadi karena belum maturnya fungsi hepar pada bayi
prematur, bila tidak segera diatasi dapat menyebabkan kern ikterus yang akan menimbulkan
gejala sisa yang permanen. Hiperbilirubin di tandai dengan :
1. Sclera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstermitas berwama
kuning
2. Konjungtiva berwama kuning pucat
3. Kejang
4. Kemampuan menghisap menurun
5. Letargi
6. Kadar bilirubin pada bayi premature lebih dari l0 mg/dl
d. Masalah pemberian minum. Hal ini ditandai dengan:
1. Kenaikan berat badan bayi < 20 g/hr selama 3 hari
2. Ibu tidak dapat/tidak berhasil menyusui
e. Infeksi/sepsis
Infeksi pada BBLSR dapat terjadi bila ada riwayat ibu demam sebelum dan selama
persalinan, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan, terjadinya asfiksia saat lahir, dll.
Tanda terjadinya infeksi pada BBSLR antara lain :
1. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat lekositosis atau lekositopenia dan
trombositopenia
2. Bayi malas minum
3. Suhu tubuh bayi hipertermi ataupun hipotermi
4. Terdapat gangguan nafas
5. Letargi
6. Kulit ikterus, sklerema
7. Kejang
f. Gangguan permafasan :
1. Deflsiensi surfaktan paru yang mengarah ke sindrom gawat nafas/RDS
2. Resiko aspirasi akibat belum terkoordiansinya reflek batuk,reflek menghisap
dan reflek menelan
3. Thoraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah
4. Pemafasan tidak teratur
F. Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinan yang dapat
terjadi pada bayi prematuritas, maka perawatan dan pengawasan bayi prematuritas
ditujukan pada pengaturan panas badan, pemberian makanan bayi, dan menghindari
infeksi.
1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/BBLSR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,
karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya
rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus
dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila
belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat dilakukan Kangaroo Mother Care
(KMC) dengan ibunya.
2. Makanan bayi prematur/BBLSR
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5gr/kgBB dan
kalori 110 kal/kgBB badan, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian
minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan mengisap cairan
lambung. Reflek mengisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya
sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.
ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI-lah yang paling dahulu
diberikan. Bila faktor mengisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan
dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung.
Permulaan cairan yang diberikan sekitar 50 sampai 60 cc/kgBB/hari dan terus
dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kgBB/hari.
3. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih
lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi belum
sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan
antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLSR). Dengan demikian
perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan
baik.
4. Penimbangan ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya
dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan
dengan ketat.
BAB III

METODOLOGI

A. Topik
Penatalaksanaan pemberian diit asi/susu melalui OGT untuk pemberian nutrisi pada bayi
BBLRS
B. Sub topik
Pemberian nutrisi diit asi/susu melalui OGT pada bayi BBLRS
C. Kelompok
Bayi dengan berat bayi rendah dan menggunakan OGT untuk pemberian nutrisi
D. Tujuan
Menganalisis penatalaksanaan pemberian diit asi/susu melalui OGT untuk pemberian
nutrisi pada bayi BBLRS
E. WAKTU
i. Tanggal : 29 agustus 2022
ii. Jam : 16.00 wib
F. Tempat
Ruang NICU RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya
G. Setting
Bayi sudah siap untuk diberikan susu dengan ruangan yang tenang, dalam pemberian diit
susu 25 ml dilakukan menggunakan sonde 10 cc. saat pemberian susu bayi tampak
tenang dan tidak menangis
H. Prosedur operasional pemberian diit asi/susu
Judul SOP : pemberian diit asi/susu untuk pemberian nutrisi pada bayi BBLRS
Pengertian : Pemenuhan kebutuhan nutrisi kepada bayi / neonatus karena
ketidakmampuan secara oral , baik secara refleks primitif belum memadai ataupun karena
pernafasan cepat serta anomali pada pencernaan bagian atas
Tujuan :
1. Memenuhi kebutuhan nutrisi secara adekuat
2. Mencegah terjadinya aspirasi
Prosedur :
1. Persiapan alat :
- Makanan cair / susu hangat jumlah sesuai pesanan medik
- Air putih hangat
- Gelas ukur / botol susu
- Spuit 5 – 10 cc
2. Persiapan klien dan keluarga :
- jelaskan tujuan pemberian makanan melalui selang OGT
- atur posisi tidur bayi
3. Pelaksanaan :
- mencuci tangan
- menyiapkan spuit
- menghangatkan susu sampai sesuai suhu ruangan
- memberi posisi supine / miring ke kanan dengan kepala dan dada lebih tinggi
- gunakan lipatan popok / selimut, tempatkan dibawah kepala dan bahu
- k/p memasang empeng pada bayi selama pemberian susu
- mengkaji kepatenan posisi OGT :
 aspirasi isi residu, bila jumlahnya lebih dari ¼ jumlah cairan sebelumnya
masukkan kembali dan tunda ½ - 1 jam
 kaji karakteristik cairan yang keluar
 masukkan 1-2 cc udara kedalam OGT dan aukultasi suara di regio epigastrik,
kemudian aspirasi kembali
- melepaskan plunger dari spuit
- mengklem selang OGT dan menghubungkan selang OGT dengan spuit 5 cc atau 10
cc
- k/p pada awal aliran, memberikan tekanan sedikit dengan plunger
- mengatur kecepatan aliran
- bayi : 5cc tiap 5 – 10 menit
- membilas dengan air putih 1-2 cc
- mengklem selang OGT dan melepaskan spuit dari selang, kemudian menutup
dengan segera selang OGT
- merendam spuit dalam gelas berisi air hangat
- k/p menepuk – nepuk punggung bayi sampai bayi sendawa
- memberikan posisi miring ke kanan selama 1 jam
- membereskan dan mengembalikan alat – alat
- mencuci tangan
4. evaluasi :
respon bayi selama pemberian nutrisi tenang tidak menangis
5. dokumentasi :
- catat jumlah, jenis dan waktu pemberian makanan / susu
BAB IV

LAPORAN KEGIATAN

A. PELAKSANAAN KEGIATAN
Hasil Kegiatan dilakukan di ruang NICU 29 agustus 2022. Penelitian ini menggunakan
desain personal face to face. Responden terdiri dari 1 orang klien dengan menggunakan
OGT untuk pemberian susu berusia 6 hari, jenis kelamin perempuan , dan sedang dalam
perawatan di incubator.
a. Tahap Awal Memilih pasien untuk dijadikan responden berdasarkan kriteria inklusi
yaitu pasien dengan pemakaian OGT untuk pemberian susu
b. Di ruangan ditemukan klien bayi Ny. I dengan masalah BBLRS dan terpasang OGT
c. Tahap Pelaksanaan
1) Pra Intervensi
- susu hangat jumlah sesuai pesanan medic
- Air putih hangat
- Gelas ukur / botol susu
- Spuit 10 cc
2) Tahap Intervensi
- Atur posisi bayi senyaman mungkin
- Memberikan intervensi selama 5x7 jam
3) Post Intervensi
- Membersihkan alat
- Memeriksa keadaan klien setelah pemberian diit susu
B. FAKTOR PENDUKUNG
Faktor pendukung dari kegiatan ini adalah sebagai berikut :
1. Tersedianya jurnal, media serta sarana dan prasarana dari rumah sakit dan ruangan
untuk melakukan implementasi pemberian diit asi/susu melalui OGT pada bayi
dengan BBLRS
2. Klien tampak tenang selama pemberian diit
C. FAKTOR PENGHAMBAT
Faktor penghambat dalam berjalannya desain inovatif Evidence Based Practice adalah
susu mengalir lambat
D. EVALUASI KEGIATAN
Hasil penatalaksanaan pemberian diit asi/susu melalui OGT pada bayi dengan BBLRS di
ruang NICU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. sampel yang digunakan dalam
studi kasus ini sebanyak 1 pasien. Selanjutnya ibu klien diberikan edukasi agar lebih
sering memberikan asi eksklusif agar reflek menghisap bayi meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Abiramalatha, T., Thanigainathan, S., & Ninan, B. (2018). Routine Monitoring of


Gastric Residual for Prevention of Necrotising Enterocolitis in Preterm Infants.
Cochrane Database of Systematic Reviews, 1, 1–10.
https://doi.org/https://doi.org/10.1002/14651858.CD012937\

Ameri, G., Rostami, S., Baniasadi, H., Aboli, B., & Ghorbani, F. (2018). The Effect of
Prone Position on Gastric Residuals in Preterm Infants. Journal of
Pharmaceutical Research International, 22(2), 1–6.
https://doi.org/10.9734/jpri/2018/40433

Best, C. (2019). Selection and Management of Commonly Used Enteral Feeding Tubes.
Nursing Times, 115(3), 43–47
Committee, N. C. E. (2017). Enteral Feeding And Medication Administration. The
Royal Children’s Hospital

Padila, P., & Agustien, I. (2019). Suhu Tubuh Bayi Prematur di Inkubator Dinding
Tunggal dengan Inkubator Dinding Tunggal Disertai Sungkup. Jurnal
Keperawatan Silampari, 2(2), 113–122. https://doi.org/10.31539/jks.v2i2.651
Padila, P., Amin, M., & Rizki, R. (2018). Pengalaman Ibu dalam Merawat Bayi Preterm
yang Pernah dirawat di Ruang Neonatus Intensive Care Unit Kota Bengkulu.
Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2), 1–16. https://doi.org/10.31539/jks.v1i2.82

Anda mungkin juga menyukai