Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATUS

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak


Dibimbing oleh : Ns. Rifa’ul Fani M.Kep

Disusun Kelompok 18 :

FRICHEL TRI FEBRIANDI (201066)


ODI NAGA (201084)

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN


RS dr.SOEPRAOEN MALANG
2020/2021

4
5

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Asfiksia Neonatus ”.
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Keperawatan Anak Program Studi D3 Keperawatan. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, yang
telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan
makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Malang, 29 Maret 2022

Penulis
6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. .LATAR BELAKANG

Asfiksia neonaturium merupakan suatu keadaan bayi baru lahir

yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah

(Hutchinson,1967). Menurut (Price & Wilson, 2006), gagal napas terjadi

apabila paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran

gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida.

keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan

asidosis.Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan

fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir

terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,20111) .penilaian statistik

dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa

keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi

baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006) yang

mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia

berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi

Haupt(2001) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan

perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat

tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai

akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini

akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari

pertama setelah lahir(james,2009). Penyelidikan patologi anatomis yang


7

dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis

berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi Asfiksia ?

2. Apa etiologi Asfiksia ?

3. Apa manifestasi klinis Asfiksia ?

4. Apa patofisiologi asfiksia ?

5. Apa komplikasi Asfiksia ?

6. Bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia ?

7. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Asfiksia ?

1.4 Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :

1. Mengetahui definisi Asfiksia

2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis Asfiksia

3. Mengetahui komplikasi Asfiksia

4. Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia

5. Mengetahui tentang patofisiologi dari Asfiksia

6. Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia

1.3 Manfaat

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan


8

khususnya keperawatan anak serta digunakan sebagai data dasar untuk

penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat praktis

Dapat digunakan untuk mengembangkan mutu dan kualitas pelayanan

rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan serta dapat

meningkatkan pengetahuan dan peran serta ibu dalam merawat bayi

dengan asfiksia neonatorum.


9

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Asfiksia Neonatorum
2.1.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat
segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan
oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir
(Prawiro Hardjo, Sarwono, 2007).
Asfiksia neonatrum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidakdapat
bernapas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigendan
semakin meningkatkan kadar karbondioksida yang dapat menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak
bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,2004).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa
faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
Asfiksia dikatakan sebagai hipoksia yang progresif,
penimbunanCO2 dan asidosis. Apabila proses ini berlangsung lebih jauh
dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Pada bayi yang
mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat
dalamperiodeyang singka

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu faktor
antepartum meliputi paritas, usia ibu, hipertensi dalamkehamilan, kadar
haemoglobin, dan perdarahan antepartum. Faktor intrapartummeliputi
lama persalinan, KPD, dan jenis persalinan.
10

1) Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang
wanita (BKKBN, 2006).17 Menurut Manuaba (2008), paritas adalah
wanita yang pernah melahirkan bayi aterm. Paritasyang rendah (paritas
satu) menunjukkan ketidaksiapan ibu dalammenangani komplikasi
yang terjadi dalam kehamilan, persalinandan nifas
Klasifikasi paritas antara lain:
a)) Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seoranganak, yang
cukup mampu untuk hidup.
b)) Multipara
Multipara adalah wanita yang sudah melahirkan bayi atermsebanyak
lebih dari satu kali.
c)) Grandemultipara
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 oranganak
atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalamkehamilan dan
persalinan
2) Usia Ibu
Sistem reproduksi yang matang dan siap digunakan adalahpada usia
20-35 tahun, sedangkan usia reproduksi tidak sehat yaitu 35 tahun,
yang dapat menimbulkan akibat burukbagi kesehatan ibu dan bayi
yang akan dilahirkan. Pada usia ibukurang dari 20 tahun, alat
reproduksi belummatang sehinggadapat merugikan kesehatan ibu
maupun perkembangandanpertumbuhan janin. Hal ini disebabkan
karena ibu sedang dalammasa pertumbuhan ditambah faktor psikologis
ibu yang belummatang atau belum siap untuk menerima kehamilan
3) Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan tekanan darahyang terjadi
saat kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulanterakhir
kehamilan atau lebih seyelah 20 minggu usia kehamilanpada wanita
yang sebelumnya normotensif, tekaan darah mencapai nilai 140/90
11

mmHg atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik


15 mmHg diatas nilai normal
4) Kadar Haemoglobin
Kadar haemoglobin merupakan jumlah molekul di dalameritrosit (sel
darah merah) yang bertugas untuk mengangkut oksigen ke otak dan
seluruh tubuh. Apabila terjadi gangguanpengangkutan oksigen dari ibu
ke janin, maka dapat mengakibatkan asfiksia neonatorum yang
menyebabkan kematianpada bayi. Jika Hb berkurang, jaringan tubuh
kekuranganoksigen
5) KPD
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketubansebelum
waktunya melahirkan atau sebeluminpartu, padapembukaan kurang
dari 4 cm dalam fase laten
6) Prematuritas
Bayi baru lahir prematur digunakan untuk mengkategorikanjanin dan
kehamilan sebelum minggu ke 37. Bayi barulahir prematur berisiko
mengalami masalah pernapasan. Paru-parubelum sepenuhnya matur
hingga usia gestasi 35 minggu. Surfaktanmerupakan agen untuk
menguragi tegangan permukaan padaparu-paru, tidak adekuat pada
bayi prematur. Selain itu alveolusyang matur tidak terdapat pada paru
janin usia gestasi 34 hingga36 minggu.
.
2.1.3 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
12

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut


jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera

2.1.4 Patway

Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan faktor lain : anestesi,
resentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan


Dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat Pola nafas


tak efektif

Apneu suplai O2 suplai O2


ke otak dlm darah

Kerusakan otak
hipotermia Gg.meta
Bolisme &
perubahan
DJJ & TD Kematian bayi asam basa

Asidosis
Proses keluarga
terhenti
13

Resiko
respiratorik infeksi Gg.perfusi ventilasi
Janin tdk bereaksi
Terhadap rangsangan

Gangguan
Nafsu makan pemenuhan
kebutuhan
tidak adekuat oksigen

Gg. Kebutuhan nutrisi


Kurang dari kebutuhan tubuh

2.1.5 Gejala Klinik


Setelah dilahirkan, gejala asfiksia neonatorum atau pada bayi baru lahir
biasanya sebagai berikut. Kulit tampak pucat atau berwarna agak kebiruan. Susah
bernapas, hingga menyebabkan bayi bernapas dengan cepat atau terengah-engah,
dan menggunakan perut. Detak jantung agak melamba
2.1.6 Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia
atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan
bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatikan.
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit,
selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah
100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan
14

terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada


prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya
pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat
asfiksia yaitu :

Tabel 1.1. Penilaian pH Darah Janin

NO Hasil Apgar Score Derajat Asfiksia Nilai pH

1. 0–3 Berat < 7,2

2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2

3. 7 – 10 Ringan > 7,2


Sumber : Wiroatmodjo, 1994

4. Dengan Menilai Apgar Skor


Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu
dengan penilaian Apgar Skor. Apgar mengambil batas waktu 1 menit
karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai
Apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai Apgar lima menit
untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan
terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign)
yang dinilai oleh Apgar, yaitu :
Tabel 1.2 Apgar Skor

Tanda-tanda
Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
Vital
1. Appearance Seluruh tubuh bayi Warna kulit tubuh Warna kulit
(warna kulit) berwarna kebiru- normal, tetapi seluruh tubuh
15

biruan atau pucat tangan dan kaki normal


berwarna kebiruan
2. Pulse Tidak ada <100 x/ menit >100 x/ menit
(denyut
jantung)
3. Grimace Tidak ada Menyeringai/ Meringis, menarik,
(Respons meringis batuk, atau bersin
reflek) saat
stimulasiMeringis,
menarik, batuk,
atau bersin saat
stimulasi
4. Activity Lemah, tidak ada Lengan dan kaki Bergerak aktif dan
(tonus otot) gerakan dalam posisi fleksi spontan
dengan sedikit
gerakan

5. Respiratio Tidak bernapas Menangis lemah, Menangis kuat,


n terdengar seperti pernapasan baik
(usaha merintih, pernapasan dan teratur
bernafas) lambat dan tidak
teratur

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena
peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan
memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah
berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah
nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak
berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang
hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar Skor diatas yaitu :


1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan merintih, adanya retraksi sela iga, dengan
nafas takipnea ( >60x/menit), bayi tampak sianosis, adanya
pernafasan cupping hidung, bayi kurang aktifitas, pada
pemeriksaan auskultasi terdapat .ronchi, rales, dan wheezing.
16

2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.


Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung menurun
menjadi (60 – 80x/menit), usaha nafas lambat, tonus otot baik, bayi
masih bereaksi terhadap rangsangan, bayi sianosis, tidak terjadi
kekurangan O2 yang bermakna selama proses persalinan.

3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia berat


Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kecil (
<40x/menit),tidak ada usaha nafas, tonus otot lemah bahkan hampir
tidak ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan
rangsangan, bayi pucat, terjadi kekurangan O2 yang berlanjut
sebelum atau sesudah persalinan..

2.1.7 Pelaksanaan Resusitasi


Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal
secara cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau
tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir.
Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat
dan cepat (tidak terlambat).

1. Membuka Jalan Nafas


Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode :
a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi/
tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang
berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan
udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.
17

Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga


terangkat 2-3 cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di
farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.
b. Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari
mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari
trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik,
penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang
benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah
mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru
dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F
atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan
hidung.

2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas


Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode :
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant
warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi
preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk
dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban,
mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat
pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat
menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau
apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi
dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
18

3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)


Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan
tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60
kali/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
 Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
 Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
 Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat
turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
 Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan
balon yang mempunyai pengukur tekanan.
4. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa
sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti
menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti
menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang
berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
pneumotoraks.
5. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang
efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam
lambung.
6. Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara
nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar.
7. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan
mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin
19

disebabkan oleh salah satu sebab berikut yakni perlekatan sungkup kurang
sempurna, arus udara terhambat, atau tidak cukup tekanan.
8. Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per
menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%)
dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung
nol.

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :


a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat
badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan
sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap
diberikan, disertai pernafasan buatan.
b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg
berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam
perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena
umbilikus dalam waktu 5 menit.
c. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.
9. Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
a. Apgar skor menit I : 0-3
 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis
dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan
diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.
 Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator
to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration kemudian dibawa ke ICU.
 Ventilasi Biokemial
 Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi
dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan
Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB,
20

maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada


detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit,
ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4x pijat jantung disusul 1x
ventilasi.
b. Apgar skor menit I : 4-6
 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum
15-30 detik.
 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2
yang dihangatkan).
 Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit
lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.
c. Apgar skor menit I : 7-10
 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu
(karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah
atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai
fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung
mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena
untuk menghindari aspirasi paru.
 Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk
rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah
kepala.
 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:
a. Sembab Otak
b. Pendarahan Otak
c. Anuria atau Oliguria
d. Hyperbilirubinemia
e. Obstruksi usus yang fungsional
21

f. Kejang sampai koma


g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax
2.1.9 Prognosa
a. Asfiksia ringan / normal : Baik
b. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat
prognosa baik.
c. Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat
menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang
permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation.
Konsep Asuhan Keperawatan Asfiksia Neonatorum

Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis untuk


menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya,
melaksanakan rencana itu/menugaskan orang lain untuk melakukan dan
mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya
(Efendi. Nasrul, 1995 ; 3).

3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Dalam tahap
pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data,
pengelompokan data dan perumusan masalah. Ada beberapa pengkajian
yang harus dilakukan yaitu :
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
b. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45
mmHg (diastolik).
22

c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas


maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/
IV.
d. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44 - 45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)

5. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus
antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
23

b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,


warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps),
atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran
atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak
mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

3.2 Analisa Data


1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan.
Data subyektif terdiri dari
a. Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
b. Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku
atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan
alamat.
2. Riwayat kesehatan
1. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi
buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multipel, inkompetensia serviks, hidramnion,
kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
24

c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa


tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas
kesehatan.
d. Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
e. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
2. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu
dikaji :
a. Kala I :
ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan
antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta
previa.
b. Kala II :
persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu
kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi,
forcep ektraksi). Adanya trauma lahir yang dapat
mengganggu sistem pernafasan. Persalinan dengan
tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang
(narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.

3. Riwayat post natal


Yang perlu dikaji antara lain :
a. Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit
kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang,
AS (7-10) asfiksia ringan.
b. Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal
(2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu
aterm  2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih
dari normal (34-36 cm).
c. Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
25

3. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat
gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan
menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde
sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit,
cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis
metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.

Tabel kebutuhan nustrisi BBL


Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250 - < 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg
BB/hari
4. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
26

5. Latar belakang sosial budaya


Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia,
kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama
jenis psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan
ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
6. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat
gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna
sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta
dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain
halnya dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif

7. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu
pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang
diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)
a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan
hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan
gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran
neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan.
Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan
usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat
menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi
preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh <
36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37
C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C,
nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal
27

antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia


berat pernafasan belum teratur.
.
8. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya
dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita
dapat memberikan obat yang tepat pula.

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :


1) Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
 Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia
Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x
10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah
sehingga resiko tinggi.
 Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
 Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi
cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
 pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi
asidosis metabolik.
 PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post
asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
 PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post
asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
 HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
28

2) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
 Natrium (normal 134-150 mEq/L)
 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
3) Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

3.2.1 Analisa data dan Perumusan Masalah


Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data
dan menghubungkan data tersebut dalam konsep, teori dan
prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien
(Effendi Nasrul,1995 : 23).
Tabel 1.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah
Sign / Symptoms Kemungkinan Penyebab Masalah
1. Pernafasan tidak teratur, - Riwayat partus lama Gangguan
pernafasan cuping hidung, - Pendarahan peng-obatan. pemenuhan
cyanosis, ada lendir pada - Obstruksi pulmonary kebutuhan O2
hidung dan mulut, tarikan - Prematuritas
inter-costal, abnormalitas
gas darah arteri.
2. Akral dingin, cyanosis - lapisan lemak dalam kulit hipotermia
pada ekstremmitas, tipis
keadaan umum lemah,
suhu tubuh dibawah
normal
29

3. Keadaan umum lemah, - Reflek menghisap lemah gangguan


reflek menghisap lemah, pemenuhan
masih terdapat retensi kebutuhan nutrisi.
pada sonde
4. Suhu tubuh diatas normal, - Sistem Imunitas yang Resiko infeksi
tali pusat layu, ada tanda- belum sempurna
tanda infeksi, abnormal - Ketuban mekonial
kadar leukosit, kulit - Tindakan yang tidak
kuning, riwayat persalinan aseptik
dengan ketuban mekonial

3.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang
respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah-
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
potensial.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
asfiksia antara lain:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post
asfiksia berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan
reflek menghisap lemah.
3. hipotermia
4. Resiko infeksi
30
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

1 Gangguan pemenuhan Tujuan: 1. Letakkan bayi terlentang 1. Memberi rasa nyaman dan
kebutuhan O2 Kebutuhan O2 bayi terpenuhi dengan alas yang data, mengantisipasi flexi leher yang
sehubungan dengan post Kriteria: kepala lurus, dan leher dapat mengurangi kelancaran
asfiksia berat - Pernafasan normal 40-60 sedikit tengadah/ekstensi jalan nafas.
kali permenit. dengan meletakkan bantal
- Pernafasan teratur. atau selimut diatas bahu
- Tidak cyanosis. bayi sehingga bahu
- Wajah dan seluruh tubuh terangkat 2-3 cm
Berwarna kemerahan 2. Bersihkan jalan nafas, 2. Jalan nafas harus tetap
(pink variable). mulut, hidung bila perlu. dipertahankan bebas dari lendir
- Gas darah normal untuk menjamin pertukaran gas
PH = 7,35 – 7,45 yang sempurna.
PCO2 = 35 mm Hg
PO2 = 50 – 90 mmHg
3. Observasi gejala kardinal 3. Deteksi dini adanya kelainan.
dan tanda-tanda cyanosis
tiap 4 jam
31
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

4. Kolaborasi dengan tim 4. Menjamin oksigenasi jaringan


medis dalam pemberian yang adekuat terutama untuk
O2 dan pemeriksaan jantung dan otak. Dan
kadar gas darah arteri. peningkatan pada kadar PCO2
menunjukkan hypoventilasi
2. Resiko terjadinya Tujuan 1. Letakkan bayi terlentang 1. Mengurangi kehilangan panas
hipotermi sehubungan Tidak terjadi hipotermia diatas pemancar panas pada suhu lingkungan sehingga
dengan adanya roses Kriteria (infant warmer) meletakkan bayi menjadi hangat
persalinan yang lama Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C
dengan ditandai akral Akral hangat
dingin suhu tubuh Warna seluruh tubuh 2. Singkirkan kain yang 2. Mencegah kehilangan tubuh
dibawah 36° C kemerahan sudah dipakai untuk melalui konduksi.
mengeringkan tubuh,
letakkan bayi diatas
handuk / kain yang
kering dan hangat.
32
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Observasi suhu bayi tiap 3. Perubahan suhu tubuh bayi


6 jam. dapat menentukan tingkat
hipotermia
4. Kolaborasi dengan team 4. Mencegah terjadinya
medis untuk pemberian hipoglikemia
Infus Glukosa 5% bila
ASI tidak mungkin
diberikan.
3. Gangguan pemenuhan Tujuan 1. Lakukan observasi BAB 1. Deteksi adanya kelainan pada
kebutuhan nutrisi Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan BAK jumlah dan eliminasi bayi dan segera
sehubungan dengan Kriteria frekuensi serta mendapat tindakan / perawatan
reflek menghisap - Bayi dapat minum pespeen / konsistensi. yang tepat.
lemah. personde dengan baik.
- Berat badan tidak turun lebih 2. Monitor turgor dan 2. Menentukan derajat dehidrasi
dari 10%. mukosa mulut. dari turgor dan mukosa mulut.
- Retensi tidak ada.
33
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Monitor intake dan out 3. Mengetahui keseimbangan


put. cairan tubuh (balance)
4. Beri ASI sesuai 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
kebutuhan. secara adekuat.
5. Lakukan kontrol berat 5. Penambahan dan penurunan
badan setiap hari. berat badan dapat di monito
4. Resiko terjadinya Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik 1. Pada bayi baru lahir daya tahan
infeksi Selama perawatan tidak terjadi dan antiseptik dalam tubuhnya kurang / rendah.
komplikasi (infeksi) memberikan asuhan
Kriteria keperawatan
- Tidak ada tanda-tanda 2. Cuci tangan sebelum dan 2. Mencegah penyebaran infeksi
infeksi. sesudah melakukan nosokomial.
- Tidak ada gangguan fungsi tindakan.
tubuh.
34
Tabel 1.4 Perencanaan / Intervensi
No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Pakai baju khusus/ short 3. Mencegah masuknya bakteri


waktu masuk ruang dari baju petugas ke bayi
isolasi (kamar bayi)
4. Lakukan perawatan tali 4. Mencegah terjadinya infeksi
pusat dengan triple dye 2 dan memper-cepat pengeringan
kali sehari. tali pusat karena mengan-dung
anti biotik, anti jamur,
desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan, 5. Mengurangi media untuk
pakaian) dan lingkungan pertumbuhan kuman.
bayi.
6. Observasi tanda-tanda 6. Deteksi dini adanya kelainan
infeksi dan gejala
kardinal
35
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

7. Hindarkan bayi kontak 7. Mencegah terjadinya


dengan sakit. penularan infeksi.
8. Kolaborasi dengan tim 8. Mencegah infeksi dari
medis untuk pemberian pneumonia
antibiotik.
9. Siapkan pemeriksaan 9. Sebagai pemeriksaan
laboratorat sesuai advis penunjang.
dokter yaitu pemeriksaan
DL, CRP.
4. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan
keperawatan yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah
ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar
kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal

5. Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses
keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam
rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang
rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang
lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan
keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan
dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan
keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan
didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.

36
37

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1.1 Pengkajian
Pengkajian pada bayi Ny. E.N dengan diagnosa medis : asfiksia sedang,
di Ruangan NICU RSUD. Prof. Dr.W.Z Johannes Kupang dilakukan pada tanggal
9 Juli 2018, jam 09.00 WITA. Hasil pengkajian yang didapatkan adalah :
Identitas, Bayi Ny. E.N , jenis kelamin laki-laki, tanggal lahir 4 Juli 2018 jam
07:30 WITA (umur 6 hari), lahir dengan persalinan SC indikasi letak sungsang,
agama Protestan, alamat Labat Kupang
Keluhan utama :bayi tidak bernapas spontan saat lahir, APGAR score
5/7, usia gestasi 33 minggu, BB lahir 2200 gram, panjang badan 47 cm, lingkar
kepala 33 cm, lingkar dada 28 cm, dan lingkar perut 26 cm. Tandatanda vital:
heart rate : 130 kali per menit, suhu 36,5°c, pernapasan 60 kali per menit.
Riwayat ibu : umur 37 tahun, gravida kedua, partus kedua, abortus tidak
pernah, tidak ada komplikasi.
Keadaan umum bayi saat pengkajian : bayi tampak sakit sedang,
menangis kuat, tidak sesak napas, respirasi 60x/menit, tidak ada napas cuping
hidung dan retraksi dinding dada. Terpasang OGT (oro grastric tube) dan infus
dextrose 10%. Minum ASI 8x20cc/24 jam, ada mual dan muntah setiap kali diberi
minum. Refleks mengisap dan menelan kuat.
Pemeriksaan penunjang tanggal 10 Juli 2018 didapatkan : , RDW-SD
63,4 H mg/dl , RDW-CV 16,3 H mg/dl , dan Eosinofil 3,5 L mg/dl, dan neutrofil
47,8 H mg/dl.
Terapi : kebutuhan cairan infus glukosa 10% 330 cc/24 jam (14
tetes/menit), injeksi Ampicilin 2 x 110 mg ( IV), dan Gentamicin 1 x 11 mg (IV).
omeprazole 1 x 1 g/oral, ASI 8x20cc/24 jam.
3.1.2 Analisa data
Berdasarkan pengkajian dan pemeriksaan fisik maka dapat dilakukan
analisa data sebagai berikut :
38

Data subjektif : -, Data objektif : Bayi tampak mual muntah saat minum ASI per
oral, terpasang OGT, minum ASI 8x20cc/24 jam. Masalah : Risiko tinggi nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Penyebab : imaturitas sistim pencernaan
Data subjektif : -, Data objektif : Pasien terpasang OGT, dan terpasang infus.
Tampak bekas tusukan di lengan kiri dan kanan (warna kebiruan dan bengkak),
suhu 36,5°C. Masalah : risiko tinggi infeksi. Penyebab : prosedur invasif dan
sistim imunitas belum berkembang optimal.
3.1.3 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditegakan pada bayi Ny.E.N sebagai berikut:
1. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
imaturitas sistim pencernaan
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan sistim imunitas
belum berkembang optimal.
3.1.4 Perencanaan
Rencana keperawatan disusun berdasarkan diagnosa yang muncul pada bayi Ny.
E.N sebagai berikut :
Diagnosa pertama : risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan imaturitas sistim pencernaan Goal :Bayi akan mempertahankan kebutuhan
nutrisi selama dalam perawatan Objektif : Dalam jangka waktu 1 x 24 jam
kebutuhan nutrisi akan terpenuhi. Kriteria hasil : Bayi dapat minum ASI per oral
sesuai kebutuhan, bayi tidak muntah. Intervensi : 1. Kaji status nutrisi bayi. 2.
Pantau cairan infus yang terpasang, 3. Beri minum ASI per oral sedikit-sedikit. 4.
Kolaborasi pemberian omeprazol 1 x 11 g
Diagnosa kedua : risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan
sistim imunitas belum berkembang optimal, Goal : Bayi tidak menunjukkan
tanda-tanda infeksi selama dalam perawatan, Objektif : dalam jangka waktu 3 x
24 jam bayi diharapkan terhindar dari tanda dan gejala infeksi dengan kriteria
hasil : suhu tubuh dalam batas normal (36,5°c – 37 °c), tidak ada tanda-tanda
infeksi pada bekas tusukan (tidak merah, bengkak, tidak nyeri,tidak ada pus dan
tidak terjadi gangguan pada fungsi pergerakan).
Intervensi : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi, 2. Bersihkan alat-alat sebelum
digunakan pada pasien, 3. Monitor TTV 4. Lakukan prosedur keperawatan dengan
39

teknik septik dan aseptik. 5. Pertahankan lingkungan yang bersih selama


melakukan pemeriksaan, 6. Kolaborasi pemberian antibiotik.
3.1.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan pada bayi Ny.E.N dilakukan selama 4 hari yaitu dari
tanggal 09 Juli sampai 12 Juli 2018. Implementasi hari pertama 09 Juli 2018
diagnosa 1: risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
imaturitas sistim pencernaan Implementasi : Jam 09.00 memberikan ASI 20cc per
oral, 12.00 memberikan ASI 20cc per oral, 14.00 memberikan ASI 20cc per oral.
Mengobservasi mual dan muntah selama memberi minum dan memberi minum
obat Omeprazol 1 gr per oral. Diagnosa 2 : Risiko tinggi infeksi berhubungan
dengan prosedur invasif dan sistim imunitas belum berkembang optimal.
Implementasi : 09.30 : mengobservasi tanda dan gejala infeksi : tidak ditemukan
tanda-tanda infeksi, membersihkan termometer dan stetoskop dengan alkohol
sebelum melakukan pemeriksaan, melihat tanda-tanda infeksi pada tempat
pengambilan darah : tidak ada tanda-tanda infeksi,mengukur suhu tubuh : 36,5°C.
Jam 12.25: Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan,
mempertahankan lingkungan yang bersih selama melakukan tindakan
keperawatan, jam 15.00 menyuntik antibiotik gentamicin 11 mg (IV), dan
ampicilin 110 mg (IV) Implementasi hari kedua 10 Juli 2018
Diagnosa 1 Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan imaturitas sistim pencernaan.
Implementasi :Jam 09.00 memberikan ASI 25cc per oral, 12.00 memberikan ASI
25cc per oral, 14.00 memberikan ASI 25cc per oral dan mengobservasi, mual
muntah serta cairan infus.
Diagnosa 2 : Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan sistim
imunitas belum berkembang optimal. implementasi : Jam 09.30 : melihat tanda
dan gejala infeksi : tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, membersihkan
termometer dan stetoskop dengan alkohol sebelum melakukan pemeriksaan,
melihat tanda-tanda infeksi pada tempat pengambilan darah : tidak ada tanda-
tanda infeksi, mengukur suhu tubuh : 36,5°C. Jam 11.00 : mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan, 15.00 menyuntik antibiotik :
40

Gentamicin 11 mg (IV), dan Ampicilin 110 mg (IV). Implementasi hari ketiga 11


Juli 2018
Diagnosa 1 : Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan imaturitas sistim pencernaan Implementasi : 09.00 memberikan ASI 60cc
per oral, 12.00 memberikan ASI 60cc per oral, 15:00 memberikan ASI 60cc per
oral, mengobservasi mual muntah, 15:30 merawat cairan infus.
Diagnosa 2 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif sistim
imunitas belum berkembang optimal. implementasi : Jam 08.00 : mengobservasi
tanda dan gejala infeksi : tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, membersihkan
termometer dan stetoskop dengan alkohol sebelum melakukan pemeriksaan,
melihat tanda-tanda infeksi pada tempat pengambilan darah : tidak ada tanda-
tanda infeksi, mengukur suhu tubuh : 36,6°C. Jam 09.25: mencuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan, Jam 15.00 menyuntik antibiotik : Gentamicin
11 mg (IV), dan Ampicilin 110 mg (IV). Implementasi hari keempat 12 Juli 2018
Diagnosa 1 : Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan imaturitas sistim pencernaan. Implementasi : Jam 08.30 : Merawat infus
jam 09:00 memberikan ASI 60cc/oral jam 10:00 Obsevasi mual muntah, 12:00
Memberikan ASI 60cc/oral, 15:00 Memberikan ASI 60cc/oral.
Diagnosa 2 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif sistim
imunitas belum berkembang optimal. implementasi : Jam 08.00 : Mengobservasi
tanda dan gejala infeksi : tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, membersihkan
termometer dan stetoskop dengan alkohol sebelum melakukan pemeriksaan,
melihat tanda-tanda infeksi pada tempat pengambilan darah : tidak ada tanda-
tanda infeksi, mengukur suhu tubuh : 36,5°C. Jam 09.25 : mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan, mempertahankanlingkungan yang
bersih selama melakukan tindakan keperawatan. jam 15.00 : menyuntik antibiotik
gentamicin 11 mg (IV), dan ampicilin 110mg (IV).
3.1.6 Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan pada bayi Ny.E.N selama 4 hari yaitu mulai
tanggal 09 Juli sampai 12 Juli 2018
Evaluasi tanggal 09 Juli 2018
41

Diagnosa pertama : S : - , O :bayi mual muntah, terpasang cairan dextrose 10%


A : masalah belum teratasi P: intervensi 1, 2, 3, dan 4 dilanjutakan
Diagnosa Kedua : S : - , O : pasien terpasang OGT, terpasang infus . tampak
bekas tusukan di lengan kiri dan kanan (warna kebiruan dan bengkak). A :
masalah resiko infeksi belum teratasi P : intervens 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 dilanjutkan.
Evaluasi tanggal 10 Juli 2018
Catatan perkembangan (SOAPIE)
Diagnosa pertama : S : - ,O : Keadaan bayi tampak baik ,mual muntah, pernapasan
60 x/mnt, suhu 36,5’C, A : masalah belum Teratasi. P: Pertahankan intervensi. I
lakukan tindakan sesuai dengan intervensi . E : Mual dan muntah Diagnosa
kedua : S : - , O: Pasien terpasang infus, OGT, bekas tusukan sudah tidak
berwarna kebiruan dan bengkak, S : 36,5°C. A : masalah teratasi. P : pertahankan
intervensi
Evaluasi tanggal 11 Juli 2018
Diagnosa pertama : S : - ,O : Keadaan bayi tampak baik ,mual muntah, pernapasan
60 x/mnt, suhu 36,5’C, A : masalah belum Teratasi.
P : Pertahankan intervensi. I : melakukan tindakan sesuai dengan intervensi. E :
Bayi dapat minum ASI dengan baik.
Diagnosa kedua : S : - , O: Pasien terpasang infus, OGT dan O₂ nasal kanul sudah
dilepas, bekas tusukan sudah tidak berwarna kebiruan dan bengkak, S : 36,6°C.
A : masalah teratasi. P : pertahankan intervensi. I : melakukakan tindakan sesuai
dengan intervensi . E : tidak ada tanda-tanda infeksi.
Evaluasi tanggal 12 Juli 2018
Diagnosa pertama : S : - ,O Keadaan bayi tampak baik ,mual(-) muntah (-),
pernapasan 50 x/mnt, suhu 36,5’C, A : masalah belum Teratasi. P :Pertahankan
intervensi I : melakukan tindakan sesuai dengan intervensi E : bayi dapat minum
ASI dengan baik.
Diagnosa kedua : S : - , O: Pasien terpasang infus, OGT dan bekas tusukan sudah
tidak berwarna kebiruan dan bengkak, S : 36,5°C. A : masalah belum teratasi. P :
pertahankan intervensi . I : melakukan tindakan sesuai dengan intervensi . E :
tidak ada tanda-tanda infeksi.
42

BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori
dan kasus pada bayi, Ny. E.N dengan asfiksia sedang di Ruangan NICU
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang pada tanggal 09 sampai 12 Juli
2018. Pembahasan mencakup : pengkajian dan analisa data, merumuskan
diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan asuhan keperawatan,
melaksanakan tindakan asuhan keperawatan, dan evaluasi hasil asuhan
keperawatan serta dokumentasikan asuhan keperawatan.
4.1 Pengkajian
Pengkajian pada bayi lahir dengan asfiksia menurut Wong, 2008
adalah tanda dan gejala dari asfiksia : tidak bernapas atau megap-
megap, pernapasan cepat, adanya retraksi dinding dada, pernapasan
cuping hidung, warna kulit pucat atau biru, atau sianosis, denyut
jantung tidak ada atau lamabat (kurang dari 100 kali per menit). Kasus
bayi Ny E.N tidak ditemukan tanda sianosis pada mulut, kuku dan
seluruh badan, hal ini disebabkan karena bayi sudah mendapatkan
perawatan di ruangan NICU dan data yang menunjang tidak
ditemukan.
4.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada bayi baru lahir dengan
asfiksia menurut Wong, 2008 adalah : 1. Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan imaturitas paru dan neuromuskular, penurunan
energi, dan keletihan, 2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan
dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh
subkutan, 3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan
imunologi yang kurang. 4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh (resiko tinggi tinggi) berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna nutrisi karena imaturitas dan atau penyakit. 5. Risiko tinggi
kekurangan atau kelebihan volume cairan berhubungan dengan
karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm dan atau imaturitas
atau penyakit Namun pada kasus bayi Ny.E.N dengan asfiksia hanya
43

ditemukan diagnosa risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan imaturitas sistim pencernaan, dan risiko tinggi
infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan sistim imunitas
belum berkembang optimal, sesuai dengan batasan karakteristik yang
di dapatkan saat pengkajian. Sedangkan ketiga diagnosa yang tidak
diambil disebabkan karena tidak ada data yang mendukung untuk
menegakan ketiga diagnosa tersebut.
4.3 Perencanaan
Tinjauan teori perencanaan menurut Wong, 2008 pada diagnosa : (1).
Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
imaturitas sistim pencernaan. Kasus bayi Ny. E.N semua intervensi
pada diagnosa risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan imaturitas sistim pencernaan, pertahankan cairan
parenteral dan nutrisi parentral sesuai instruksi serta pantau adanya
tanda-tanda terhadap terhadap terapi parenteral total, terutama potein
dan glukosa. Kaji kesiapan bayi untuk menyusu pada payudara ibu
khusunya kemampuan untuk mengkoordinasikan menelan dan
bernapas, susukan bayi pada payudara ibu jika pengisapan kuat.
Intervensi pada diagnosa risiko tinggi infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif sistim imunitas belum berkembang optimal. Kasus
bayi Ny. E.N semua intervensi pada diagnosa risiko tinggi infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif sistim imunitas belum
berkembang optimal. Pastikan bahwa semua pemberi perawatan
mencuci tangan sebelum dan sesudah mengurus bayi serta pastikan
semua alat yang kontak dengan bayi sudah bersih dan steril, isolasi
bayi lain yang mengalami infeksi sesuai dengan kebijakan institutional
dan instruksikan semua pekerja perawat kesehatan dan orang tua dalam
prosedur kontrol infeksi dan beri antibiotik sesuai instruksi.
4.4 Implementasi
Sesuai tinjauan manajemen keperawatan bahwa melaksanakan rencana
tindakan harus efisiensi dan menjamin rasa aman bagi klien. Pada studi
kasus bayi Ny. E.N dengan asfiksia sedang semua tindakan yang telah
44

direncanakan sudah dilaksanakan seluruhnya dengan baik. Dalam


melakukan tindakan ini tidak ada kesenjangan antara teori dari praktek
karna teori dan praktek berjalan sesuai dengan ketentuan. Klien
mendapatkan terapi sesuai dengan perencanaan. Intervensi kesiapan
bayi menyusu pada payudara ibu tidak dilakukan karena bayi masih
terpasang OGT.
5.5 Evaluasi
Tinjauan manajemen asuhan keperawatan evaluasi merupakan
langkah akhir dari proses manajemen asuhan keperawatan.
Mengevaluasi pencapaian dengan kriteria yang diidentifikasikan,
memutuskan apakah tujuan telah tercapai atau belum tercapai.
Tinjauan pustaka evaluasi yang telah ditunjukan adalah observasi
mual dan muntah, refleks mengisap dan refleks menelan,
suhu,frekuensi denyut jantung warna kulit. Berdasarkan studi kasus
bayi Ny. E.N dengan asfiksia sedang, telah dilakukan asuhan yang
tepat maka tidak ditemukan hal-hal yang menyimpang. Hasil evaluasi
pada bayi Ny. E.N sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu
asfiksia sedang teratasi.
45

BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat
lahir rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa
50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan
pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir
sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan
cacat seumur hidup bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu
sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan
untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia
muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut
ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi
ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35
tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

2. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami
masalah asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua
46

DAFTAR PUSTAKA

Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai