Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASPHYXIA
Mata Kuliah Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu : Ns. Inong Sri Rahayu, M.Kep

Disusun oleh :

KELOMPOK IV

{SEMESTER : IV / D}

1. Niken Apdiningsih ( 1707201119 )

2. Zahara Marfuzah ( 1707201132 )

3. Aulia Saputri ( 1707201103 )

4. Sri Wahyuni ( 1707201128 )

5. Pani Ayuni ( 1707201123 )

6. M. Wahyu Noviar ( 1707201132 )

PRODI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

LHOKSEUMAWE

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat illahi Rabbi Allahu Subhanahu Wata’ala
karena dengan ridho dan petunjukNya-lah makalah yang berjudul “ASPHYXIA”
dapat terselesaikan. Makalah ini di susun dengan tujuan untuk memenuhi tugas
pada Mata Kuliah Keperawatan Anak I.
Dalam penyusunan makalah ini tidaklah luput dari kehilafan sebagai manusia.
Tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi dalam penyusunan makalah ini.
Lebih daripada itu kami menyadari bahwa makalah ini tidak mungkin terwujud
tanpa bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak yang memberikan masukan
maupun kritik yang membangun.
Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang ikut
berpartisipasi terhadap penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat tidak hanya untuk pribadi namun bagi seluruh pihak yang
membutuhkan. Amin

Lhokseumawe, 11 April 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................1
C. Tujuan ................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Asphyxia...............................................................................................2
B. Etiologi Asphyxia...............................................................................................2
C. Patofisiologi Asphyxia .......................................................................................4
D. Manifestasi Klinik ..............................................................................................5
E. Pengkajian Klinis ...............................................................................................5
F. Diagnosis ............................................................................................................6
G. Penatalaksanaan .................................................................................................7
H. Komplikasi .........................................................................................................9
I. Diagnosa Yang Muncul......................................................................................9
J. Intervensi ..........................................................................................................10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ......................................................................................................11
3.2 Saran .................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data DHS 2012, angka kematian neonatal di Indonesia tidak
banyak mengalami perbaiakan dalam periode 5 tahun karena dari 34 per 1000
kelahiran hidup ( SDKI 2007) hanya menjadi 30 per 1000 kelahiran hidup.
Kondisi ini sama dengan angka kematian ibu yang meningkat dari 228 per
100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007) menjadi 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Dari hasil studi tentang kematian ibu dan neonatal. Kematian tersebut
terkait dengan kualitas dan kelengkapan pelayanan bagi ibu hamil dan
bersalin. Jika dihubungkan dengan factor kinerja petugas kesehatan, hal itu
terkait dengan pelayanan oleh tenaga terlatih atau kompeten. Saat persalinan
dan nifas. Prevalensi kematian neonatus , banyak disebabkan oleh
prematuritas( yang kemudian mengalami gangguan pernafasan ), lahir mati
akibat penyakit sistemik ibu, nutrisi ibu, dan komplikasi selama persalianan (
JNPK-KR, 2017) (legawati, 2018).
Upaya-upaya yang aman dan efektif untuk mencegah penyebab utama
kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan
persalianan normal dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga professional
yang kompeten. untuk menurunkan kematian BBL karena asfiksia, persalinan
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan untuk
manajemen asfiksia pada BBL. Kemampuan dan keterampilan ini akan
digunakan setiap kali menolong persalinan. (legawati, 2018).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Asphyxia ?
2. Sebutkan Etiologi Asphyxia ?
3. Bagaimana Patofisiologi Asphyxia ?
4. Apa saja Manifestasi Klinik ?
5. Bagaimana Pengkajian Klinis ?
6. Apa saja Diagnosis nya ?
7. Sebutkan Penatalaksanaan Asphyxia ?

1
8. Sebutkan Komplikasi Asphyxia ?
9. Apa saja Diagnosa Yang Muncul
10. Sebutkan Intervensi pada Asphyxia ?

C. Tujuan
1. Untuk memahami dan mengetahui Apa Definisi Asphyxia
2. Untuk memahami dan mengetahui Etiologi Asphyxia
3. Untuk memahami dan mengetahui Patofisiologi Asphyxia
4. Untuk memahami dan mengetahui Manifestasi Klinik
5. Untuk memahami dan mengetahui Pengkajian Klinis
6. Untuk memahami dan mengetahui Penatalaksanaan Asphyxia
7. Untuk memahami dan mengetahui Komplikasi Asphyxia
8. Untuk memahami dan mengetahui Diagnosa Yang Muncul
9. Untuk memahami dan mengetahui Intervensi pada Asphyxia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Asphyxia
Asphyxia/Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan
teratur, segera setelah lahir ( JNPK-KR,2017) (legawati, 2018).
Asfiksia pada BBL menurut IDAI ( Ikatan dokter Anak Indonesia ) adalah
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir ( Pramudi, 2013 ) (legawati, 2018).
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya
02 pada udara respirasi, yang ditandai dengan :
a) Asidosis ( ph <7,0) pada darah arteri umbilikalis
b) Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetap 0-3
c) Menifestasi neuroligis ( kejang, hipotoni, atau hipoksikiskemia enshefalopati)
d) Gangguan multi oragan system( prambudi, 2013 ) (legawati, 2018).
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan
asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir (BBL) terhadap
kehidupan uterin (Grabiel Duc, 1970) ) (legawati, 2018).

B. Etiologi Asphyxia
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
a. Faktor Ibu
1. Preeklampsia dan eklampsia
2. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3. Partus lama atau partus macet
4. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
(legawati, 2018).
b. Faktor Tali Pusat
1. Lilitan tali pusat
2. Tali pusat pendek

3
3. Simpul tali pusat
4. Prolapsus tali pusat. (legawati, 2018).

c. Faktor Bayi
1. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3. Kelainan bawaan (kongenital)
4. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (DepKes RI, 2009).

Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada


bayi yang terdiri dari :
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetika atau anestesia dalam. Gangguan aliran darah uterus.
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering
ditemukan pada keadaan :
a) gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni atau tetani uterus akibat
penyakit atau obat,
b) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c) hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain- lain. (legawati, 2018).

2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.

(legawati, 2018).
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan

4
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir dan lain-lain. (legawati, 2018).

4. Faktor Neonatus
Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal,
yaitu :
a) pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin,
b) trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial,
kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika, atresia/stenosis
saluran pernapasan, hypoplasia paru dan lain-lain (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FK UI, 1985) (legawati, 2018).

C. Patofisiologi Asphyxia
Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi pada
saat antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali pusat dipotong. Hal
ini diikuti oleh serangkaian kejadian yang dapat diperkirakan ketika
asfiksia bertambah berat. (Legawati. 2018)
a) Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk
mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan
lahir atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini
akan diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut apnea primer. (Legawati.
2018)
b) Setelah waktu singkat-lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis karena
dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai –usaha bernafas otomatis dimulai.
Hal ini hanya akan membantu dalam waktu singkat, kemudian jika paru tidak
mengembang, secara bertahap terjadi penurunan kekuatan dan frekuensi
pernafasan. Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea terminal. Kecuali
jika dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal ini tidak
akan terjadi. (Legawati. 2018)

5
c) Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di bawah
100 kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat bayi
bernafas terengah-engah tetapi bersama dengan menurun dan hentinya nafas
terengah-engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan asam-basa
semakin memburuk, metabolisme selular gagal, jantungpun berhenti.
Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama. (Legawati. 2018)
d) Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan
pelepasan ketokolamin dan zat kimia stress lainnya. Walupun demikian,
tekanan darah yang terkait erat dengan frekuensi jantung, mengalami
penurunan tajam selama apnea terminal. (Legawati. 2018)
e) Terjadi penurunan pH yang hamper linier sejak awitan asfiksia. Apnea primer
dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada umumnya
bradikardi berat dan kondisi syok memburuk apnea terminal. (Legawati. 2018)

D. Manifestasi Klinik

Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-


tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini :
a) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur b.
Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
b) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ
lain.
c) Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
d) Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak.
e) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan.
f) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur/megap-megap.
g) Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.
h) Penurunan terhadap spinkters
i) Pucat (Depkes RI, 2007) (legawati, 2018).

6
E. Pengkajian Klinis
Menurut Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
(2009) pengkajian pada asfiksia neonatorum untuk melakukan resusitasi semata-
mata ditentukan oleh tiga hal penting, yaitu :
a) Pernafasan
Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat.
Lakukan auskultasi bila perlu lalu kaji pola pernafasan abnormal, seperti
pergerakan dada asimetris, nafas tersengal, atau mendengkur. Tentukan
apakah pernafasannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat
(lambat dan tidak teratur), atau tidak sama sekali.
b. Denyut jantung
Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi denyut apeks atau merasakan
denyutan umbilicus. Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali per menit.
Angka ini merupakan titik batas yang mengindikasikan ada atau tidaknya
hipoksia yang signifikan.
c. Warna
Kaji bibir dan lidah yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis
perifer (akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama
bahkan hari. Bayi pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat.
Tentukan apakah bayi berwarna merah muda, biru, atau pucat. (legawati,
2018).

Ketiga observasi tersebut dikenal dengan komponen skor apgar. Dua


komponen lainnya adalah tonus dan respons terhadap rangsangan menggambarkan
depresi SSP pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia kecuali jika ditemukan
kelainan neuromuscular yang tidak berhubungan. (legawati, 2018).

F. Diagnosis
Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
1. Denyut jantung janin.
Frekeunsi denyut jantung janin normal antara 120 – 160 kali per menit; selama
his frekeunsi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada

7
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekeunsi turun sampai di bawah 100 per
menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya. Di beberapa klinik elektrokardiograf janin digunakan untuk terus-
menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2. Mekonium di dalam air ketuban.
Mekonium pada presentasi-sunsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi – kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
presentasi-kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila
hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin.
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servik dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh
beberapa penulis. Diagnosis gawat-jaanin sangat penting untuk daapaat
menyelamatkaan dan dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas
perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat
janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan
persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut (Aminullah, 2002). (legawati,
2018).

G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan asfiksia :
1. Pengaturan suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan
seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakkan telanjang dibawah
alat/ lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh ibunya, bayi dan ibu hendaknya
diselimutu dengan baik, namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi
pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi (Triana, Ani, Dkk. 2015)
2. Lakukan tindakan A-B-C-D ( Airway / membersihkan jalan nafas, Breathing

8
/ mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, circulation / memperbaiki
sirkulasi tubuh, drug / membersihkan obat ). (Triana, Ani, Dkk. 2015)
A: Memastikan Saluran Nafas Terbuka
 Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi,bahu diganjal
 Menghisap mulut,hidung dan trachea
 Bila perlu,masukkan pipi ET untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka (Triana, Ani, Dkk. 2015)
B : Memulai pernafasan
 Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan
 Memakai VTP bila perlu,seperti sungkup dan balon,pipa ET dan
balon,mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)
C : Mempertahan Sirkulasi Darah
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
 Kompresi dada
 Pengobatan
D : Pemberian Obat-Obatan
 Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap dibawah 80 x/mnt
walapun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan
oksigen 100% dan kompresi dada atau frekuensi jantung dosis 0,1-0,3
ml/kg untuk larutan 1:10000.cara pemberian dapat melalui
intravena(IV)atau melalui pipa endotrakheal. Efek : untuk
meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung
 Volume eksponder (darah/whole blood,cairan albumin-salin 5%
NacI,RL) indikasi : digunakan dalam risusitasi apabila terdapat
kejadian atau diduga adanya kehilangan darah akut dengan tanda tanda
hipovolemi dosis 10MI/kg. Cairan pemberian IV dengan kecepatan
pemberian selama waktu 5-10 menit. Efek : meningkat volume
vaskuler,meningkatan asidosis metabolic.
 Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak
memberikan respon terhadap terapi lain.diberikan apabla VTP sudah

9
dilakukan. Efek : memperbaiki asidosis metabolic dengan
meningkatkan ph darah apabila ventilasi adekuat,menimbulkan
penembahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
 Nalakson Hidroklorid/Narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian
narkotik pada ibu dalam 4 jam seba;um persalinan. Efek : antagonis
narkotik. (Triana, Ani, Dkk. 2015)

H. Komplikasi

Kemungkinan komplikasi yang muncul : (Triana, Ani, Dkk. 2015)

1. Edema otak & pendarahan otak


Pada penderita asfiksia dengan penggunaan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatyan neonatus, sehingga aliran darah otakpun
akan menurun. Keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak hal ini dapat menimbulkan pendarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal dengan istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya,
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curang jantung
akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
4. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport 02 sehingga penderita kekurangan persediaan 02 dan
kesulitan pengularan c02 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut
karena perfusi jaringan tidak efektif
5. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

10
I. Diagnosa Yang Muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mucus yang banyak
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hipertventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakkeseimbangan perfusi ventilasi
4. Risiko cedera berhubungan dengan anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya suplai O2 dalam darah
6. Proses keluarga terhenti berhubungan dengan pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga. (Triana, Ani, Dkk. 2015)

J. Intervensi Keperawatan
NOC NIC
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN & KRITERIA HASIL RENCANA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan Tujuan : setelah dilakukan tindakan Suction Jalan Nafas
dengan produksi mucus yang banyak keperawatan selama proses keperawatan di Intervensi :
harapkan jalan nafas lancer.
1. tentukan kebutuhan oral
NOC : status pernapasan : kepatenan jalan /subtion tracheal
nafas 2. aulkultasi suara nafas
kriteria hasil : sebelum dan sesudag subtion
1. Tidak menunjukkan demam 3. beri tau keluarga tentang
2. Tidak menunjukkan cemas subtion
3. Rata-rata respirasi dalam batas normal 4. bersihkan daerah bagian

11
4. Pengeluaran sputum melalui jalan napas tracheal setelah subtion
5. Tidak ada suara nafas tambahan selesai dilakukan
5. monitor status oksigen pasien
,status hemodinamik segera
NOC II : status pernapasan : pertukaran gas
sebelum ,selama dan sesudah
Kriteria hasil : subtion
1. Mudah dalam bernapas
2. Tidak menunjukkan kegelisahan
3. Tidak adanya sianosis
4. PaCO2 dalam batas normal
5. paO2 dalam batas normal
6. keseimbangan perfusi ventilasasi
keterangan skala :
1. selalu menunjukkan
2. sering menunjukkan
3. kadang menunjukkan
4. jarang menunjukkan
5. tidak menunjukan

12
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama Monitor Pernafasan
proses keperawatan diharapkan pola nafas 1. Monitor kecepatan
hipoventilasi atau hipertventilasi
menjadi efektif ,irama,kedalamaan dan
kesulitan bernafas
NOC : status respirasi : fentilasi
2. Monitor suara ,nafas
kriteria hasil : tambahan seperti ngorok atau
1. pasien menunjukkan pola nafas yang efektif mengi
2. ekpansi dada simetris 3. Monitor pola nafas (misalnya
3. tidak ada bunyi nafas tanbahan bradipneu,takipneu,hipervent
4. kecepatan dan irama respirasi dalam batas alasi ,pernafasan
normal kusmaul,pernafasan 1:1
apneustik,respirasi biot,dan
5. keterangan skala :
pola ataxic)
1. selalu menunjukkan
4. Monitor saturasi oksigen
2. sering menunjukkan pada pasien yang
3. kadang menunjukkan tersedasi(seperti
4. jarang menunjukkan ,SaO2,SvO2,SpO2)sesuai
dengan protocol yang ada
5. Auskultasi suara nafas
,catatat area dimana terjadi
penurunan atau tidak adanya
ventalasi dan keberadaan
suara nafas tambahan
6. Auskultasi suara nafas setelah
tindakan,untuk dicatat.
3. Kerusakan Pertukaran Gas Berhubungan Tujuan : setelah di lakukan tindakan Manajemen Asam Basa
Dengan Ketidak Keseimbangan Perfusi keperawatan selama proses keperawatan di Intervensi :

13
Fentilasi harapakan pertukaran gas teratasi : 1. kaji bunyi paru,prekuensi
NOC : status respiratoris : pertukaran gas nafas,kedalaman nafas dan
produksi sputum.
Kriteria hasil :
2. pantau satu rasi O2 dengan
1. tidak sesak nafas
oksimetris
2. fungsi paru dalam batas normal
3. pantau hasil analisa gas darah
Keterangan skala :
1. selalu menunjukkan
2. sering menunjukkan
3. kadang menunjukkan
4. jarang menunjukkan
5. tidak menunjukkan
4. Risiko cedera berhubungan dengan anomali Tujuan : setelah dilakukan tindakan Control Infeksi
kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi keperawatan selama proses keperwatan Intervensi:
pemajanan pada agen-agen infeksius diharapakan resiko cedera dapat di cegah
1. cuci tangan setiap sebelum
NOC : pengetahuan : keamanan anak dan sesudah merawat bayi
Criteria hasil : 2. pakai sarung tangan steril
1. Bebas dari cedera /komplikasi
2. mendeskripsikan aktifitas yang tepat dari
level perkembangan anak
3. mendeskripsikan teknik pertolongan
pertama

14
Keterangan skala :
1. tidak sama sekali
2. sedikit
3. agak
4. kadang
5. selalu
5 Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d Tujuan : setelah dilakukan tindakan Perawatan Hipotermi
kurang nya suplai O2 dalam darah keperawatan selama proses keperawatan Intervensi :
diharapkan suhu tubuh normal.
1. Hindarkan pasien dari
NOC 1: termoregulasi: neonatus kedinginan dan tepatkan pada
Kriteria hasil: lingkungan yang hangat
2. Monitor gejala yang
1. temperature badan dalam batas normal.
berhubungan dengan
2. Tidak terjadi distress pernapasan
hipotermi, missal fatigue,
3. Tidak gelisah
apatis, perubahan warna kulit
4. Perubahan warna kulit
dan lain-lain
5. Bilirubin dalam batas normal.
3. Monitor temperature dan
Keterangan skala : warna kulit
1. selalu menunjukkan 4. Monitor ttv
2. sering menunjukkan 5. Monitor adanya bradikardi
3. kadang menunjukkan 6. Monitor status pernapasan
4. jarang menunjukkan

15
5. tidak menunjukkan
Temperature Ragulasi
Intervensi:
1. Monitor temperature BBL
setiap 2 jam sampai suhu
stabil
2. Jaga temperature suhu tubuh
bayi agar tetap hangat
3. Tepat kan BBL pada
incubator bila perlu
(Triana, Ani, Dkk. 2015)

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asphyxia/Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan
teratur, segera setelah lahir ( JNPK-KR,2017) (legawati, 2018). Asfiksia pada
BBL menurut IDAI ( Ikatan dokter Anak Indonesia ) adalah kegagalan nafas
secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (
Pramudi, 2013 ) (legawati, 2018). Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan
yang disebabkan oleh kurangnya 02 pada udara respirasi, yang ditandai dengan :
a) Asidosis ( ph <7,0) pada darah arteri umbilikalis
b) Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetap 0-3
c) Menifestasi neuroligis ( kejang, hipotoni, atau hipoksikiskemia enshefalopati)
d) Gangguan multi oragan system( prambudi, 2013 ) (legawati, 2018).
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan
asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir (BBL) terhadap
kehidupan uterin (Grabiel Duc, 1970) ) (legawati, 2018).

B. Saran
Diharapkan makalah bisa dijadikan acuan dalam pembelajaran mahasiswa dan
menerapkan nya di asuhan keperawatan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Legawati. 2018. Asuhan Persalian Dan Bayi Baru Lahir. Malang : Wineka Media

Triana, Ani, Dkk. 2015. Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal. Yogyakarta :


Dee Publish

18
19

Anda mungkin juga menyukai