Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan

perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan perinatal. Dikemukakan

bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan suatu negara

untuk memberikan pelayanan kesehatan. Kesehatan perinatal dan posnatal menjadi

sangat penting karena pada masa ini dianggap sebagai masa yang rawan dan

terjadi gangguan atau kecacatan seperti berat bayi lahir rendal, kematian neonatal,

kelainan kogenital, dan asfiksia pada bayi. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi

baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur. Ibu dengan riwayat

abortus sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat lahirkan.

Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali

pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah

persalinan (Manggiasih, 2016).

Asfiksia bayi baru lahir terjadi ketika bayi tidak cukup menerima oksigen

sebelum, selama atau setelah kelahiran. Faktor yang menyebabkan asfiksia antara

lain faktor keadaan ibu, faktor keadaan bayi, faktor plasenta dan faktor persalinan.

Faktor keadaan ibu meliputi hipertensi pada kehamilan (preeklamsi dan eklamsi)

(24%), perdahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta) (28%), anemia dan

Kekurangan Energi Kronis (KEK) berkisar kurang dari 10%, infeksi berat (11%)

1
2

dan kehamilan postdate. Faktor keadaan bayi meliputi prematuritas (15%), Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) (20%), kelainan kogenital (1-3%), ketuban

bercampur mekonium. Faktor plasenta meliputi, lilitan talipusat, tali pusat pendek,

simpul tali pusat, prolapsus tali pusat. Faktor neonatus meliputi depresi pernapasan

karena obat-obatan anestesi atau analgetik yang diberikan pada ibu, dan trauma

persalinan, misalnya pendarahan intrakranial (2-7%). Faktor persalinan meliputi

partus lama atau macet (2,8-4,9%), persalian dengan penyulit (letak sungsang,

kembar, distosia bahu, vakum ektraksi, vorsep) (3-4%) dan ketuban pecah dini

(KPD) (10-12%).

Menurut World Health Organization (WHO), 2012 dalam Pradani, 2016)

Data terkait dengan asfiksia di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih

tinggi yaitu 34/1.000 Kelahiran Hidup, sekitar 56% kematian terjadi pada periode

sangat dini yaitu di masa neonatal. Target SDG’s tahun 2020 adalah menurunkan

AKB menjadi 23/1.000 Kelahiran Hidup.

Redistribusi sirkulasi yang ditemukan pada pasien hipoksia dan iskemia akut

telah memberikan gambaran dampak Asfiksia yang jelas mengapa terjadi disfungsi

berbagai organ tubuh pada bayi asfiksia. Gangguan fungsi berbagai organ pada

bayi asfiksia tergantung pada lamanya asfiksia terjadi dan kecepatan penanganan,

gangguan disfungsi berbagai organ tubuh seperti sistem kardio terjadi gagal

jantung seperti, takipnu, takikardia, pembesaran hati dan irama derap, dampak

pada sistem pencernaan adalah Bayi asfiksia mempunyai risiko terjadinya iskemia
3

saluran cerna dan Enterokolitis Nekrotikan (EKN), dan dampak pada paru

hipertensi pulmonal persisten, mekanisme terjadinya adalah vasokonstriksi paru

akibat hipoksia dan asidosis, pembentukan otot arteriol paru pada masa pranatal,

pelepasan zat aktif seperti leukotrin dan pembentukan mikrotrombus, perdarahan

paru, edem paru karena gagal jantung, Acute Respiratory Distress Syndrome,

HMD sekunder akibat gangguan produksi surfaktan karena asfiksia, dan aspirasi

meconium (Manoe, 2013).

Mengingat banyaknya dampak yang terjadi akibat Asfiksia yang dapat

mengancam keselamatan, maka dari itu perawat bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan profesional sesuai kebutuhan bayi sehingga dapat

beradaptasi terhadap kondisinya. Strategi intervensi spesifik yang dilakukan oleh

perawat adalah memberikan asuhan keperawatan yang profesional.

Data profil kesehatan Provinsi Bengkulu (2018) mayoritas penderita asfiksia

selama bulan Januari sampai Desember 2017 diperkirakan 625 penderita,

peningkatan tersebut terjadi pada asfiksia sedang, hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor diantaranya antara lain faktor keadaan ibu, faktor keadaan bayi, faktor

plasenta dan faktor persalinan (Dinkes, 2018). Data di Rumah Sakit Bhayangkara

tingkat III Provinsi Bengkulu. Pada tahun 2017 jumlah bayi dengan Asfiksia

sedang yang dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara berjumlah 42 orang, tahun 2018

berjumlah 51 orang, tahun 2019 berjumlah 66 orang


4

Berdasarkan uraian diatas maka penting nya dilakukan asuhan keperwatan

pada bayi dengan Asfiksia. Peneliti tertarik dan berkeinginan untuk melihat

secara nyata dalam melaksanakan Asuhan perawatan pada bayi dengan Asfiksia.

di RS Bhayangkara Provinsi Bengkulu tahun 2020.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikan masalah keperawatan

Asfiksia mulai dari pengkajian, riwayat kesehatan, pola fungsional, pemeriksaan

fisik dan pemerikasaan lainnya yang berguna untuk menunjang dalam pemberian

asuhan keperawatan. Adapun pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan adalah

“ Bagaimanakah efektivitas penerapan asuhan keperawatan pada kasus Asfiksia

selama pasien dirawat di RS Bhayangkara Provinsi Bengkulu tahun 2020?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan dan mendokumentasikan hasil

asuhan keperawatan yang terjadi pada bayi dengan Asfiksia di RS

Bhayangkara Bengkulu Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian keperawatan pada bayi dengan

Asfiksia di RS Bhayangkara Bengkulu Tahun 2020.

b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada bayi dengan Asfiksia di

RS Bhayangkara Bengkulu Tahun 2020.


5

c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada bayi dengan

Asfiksia di RS Bhayangkara Bengkulu Tahun 2020.

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada bayi dengan Asfiksia

di RS Bhayangkara Bengkulu Tahun 2020.

e. Mampu melaksanakan evaluasi akhir pada bayi dengan Asfiksia di RS

Bhayangkara Bengkulu Tahun 2020.

f. Mampu membandingkan dan menganalisa kesenjangan antara teori dan

kasus pada bayi dengan Asfiksia di RS Bhayangkara Bengkulu Tahun

2020.

g. Mampu melaksanakan dokumentasi pada bayi dengan Asfiksia di RS

Bhayangkara Bengkulu Tahun 2020.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Masyarakat

Membudayakan pengelolahan bayi dengan Asfiksia dalam pertolongan pertama

dan pemenuhan kebutuhan oksigen.

2. Bagi pengembangan Ilmu dan Tehnologi keperawatan

Menambah wawasan pengembangan ilmu dan tehnologi bidang keperawatan

terutama mengenai pertolongan dan pemebuhan oksigenisasi pada bayi dengan

Asfiksia
6

3. Bagi Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,

khususnya studi kasusu tentang pelaksanaan pemenuhan kebutuhan

oksigenisasi pada bayi dengan Asfiksia

E. Implikasi Penulisan Studi Kasus Terhadap Ilmu Pengetahuan

Penerapan proses Keperawatan mempunyai implikasi atau dampak terhadap:

1. Perawat sebagai Edukator/pendidik

Membantu Keluarga klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan,

gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan untuk bayi dengan Asfiksia,

sehingga terjadi perubahan perilaku dari keluarga bayi setelah dilakukan

pendidikan kesehatan.

2. Perawat sebagai advocat

Membantu Keluarga klien dalam melindungi klien dan memberikan informasi

tentang kondisi klien dan tindakan-tindakan keperawatan dan tindakan medis

lain nya yang akan dilaksanakan. Pelaksanaan tindakan peran advokasi meliputi

memberi informasi, menjadi mediator dan melindungi pasien.

3. Perawat sebagai care provider

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan

dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan

dengan menggunakan proses keperawatan.


7

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Proses Asuhan Keperawatan Pada Bayi dengan Asfiksia

A) Konsep dasar Bayi baru lahir

1. Pengertian

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang

kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37

minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram,

nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan (Fitriani, 2016). Bayi baru lahir

normal adalah bayi lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan

berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram.

2. Ciri- ciri bayi baru lahir normal

1. Lahir aterm antara 37-42 minggu

2. Berat badan 2500-4000 gram dan panjang badan 48-52 cm

3. Lingkar dada 30-38 cm dan lingkar kepala 33-35 cm

4. Frekuensi denyut jantung 120-160 dan pernafasan 40-60 x/menit

5. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup

6. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya tampak

sempurna.

7
8

7. Genetalia :Labia mayora sudah menutupi labia minora (pada

perempuan), testis sudah turun (pada anak laki-laki).

8. Refleks sucking (menghisap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik.

9. Refleks moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan

gerakan seperti memeluk

10. Grabs refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda ketelapak

tangan, bayi akan menggenggam/ adanya gerakan refleks.

11. Eliminasi baik, urine dan mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama

dan berwarna hitam kehijauan dan lengket (Fitriani, 2016).

3. Adaptasi fisiologi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus

1. Adaptasi Pernapasan

a. Pernapasan awal dipicu oleh faktor fisik, sensorik, dan kimia.

1) Faktor-faktor fisik, meliputi usaha yang diperlukan untuk

mengembangkan paru-paru dan mengisi alveolus yang kolaps

(misalnya, perubahan dalam gradien tekanan).

2) Faktor-faktor sensorik, meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara, dan

penurunan suhu.

3) Faktor-faktor kimia, meliputi perubahan dalam darah (misalnya,

penurunan kadar oksigen, peningkatan kadar karbon dioksida, dan

penurunan pH) sebagai akibat asfiksia sementara selama kelahiran.

b. Frekuensi pernapasan bayi baru lahir berkisar 30-60 kali per menit
9

c. Sekresi lendir mulut dapat menyebabkan bayi batuk dan muntah,

terutama selama 12-18 jam pertama.

d. Pernapasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi dalam waktu

30 detik pertama sesudah lahir. Pernapasan ini timbul sebagai akibat

aktivitas normal sistem saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh

beberapa rangsangan lainnya. Semua ini menyebabkan perangsangan

pusat pernapasan dalam otak yang melanjutkan rangsangan tersebut

untuk menggerakan diagfragma, serta otot-oto pernapasan lainnya.

Tekanan rongga dada bayi pada saat melalui jalan lahir per vaginam

mengakibatkan paru-paru kehilangan 1/3 dari cairan yang terdapat di

dalamnya, sehingga tersisa 80-100 mL. Setelah bayi lahir, cairan yang

hilang tersebut akan diganti dengan udara (Sondakh, 2013).

2. Adaptasi Neurologis

a. Sistem neurologis bayi secara anatomik atau fisiologis belum

berkembang sempurna.

b. Bayi baru lahir menunjukkan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi,

pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah terkejut,

dan tremor pada ekstremitas.

c. Perkembangan neonatus terjadi cepat. Saat bayi tumbuh, perilaku yang

lebih kompleks (misalnya: kontrol kepala, tersenyum, dan meraih

tangan dengan tujuan) akan berkembang (Sondakh, 2013).


10

3. Adaptasi Ginjal

a. Laju filtrasi glomerulus relatif rendah pada saat lahir disebabkan oleh

tidak adekuatnya area permukaan kapiler glomerulus.

b. Meskipun keterbatasan ini tidak mengancam bayi baru lahir yang

normal, tetapi menghambat kapasitas bayi untuk berespons terhadap

stresor.

c. Sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama setelah

lahir dan 2-6 kali sehari pada 1-2 hari pertama; setelah itu, mereka

berkemih 5-20 kali dalam 24 jam (Sondakh, 2013).

4. Adaptasi Hati

a. Selama kehidupan janin dan sampai tingkat tertentu setelah lahir, hati

terus membantu pembentukan darah.

b. Selama periode neonatus, hati memproduksi zat yang esensial untuk

pembekuan darah.

c. Penyimpanan zat besi ibu cukup memadai bagi bayi sampai 5 bulan

kehidupan ekstrauterin; pada saat ini bayi baru lahir menjadi rentan

terhadap defisiensi zat besi.

d. Hati juga mengontrol jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang

bersirkulasi, pigmen bersal dari hemoglobin dan dilepaskan bersamaan

dengan pemecahan sel-sel darah merah. Bilirubin tak terkonjugasi

dapat meninggalkan sistem vaskular dan menembus jaringan


11

ekstravaskular lainnya (misalnya: kulit, sklera, dan membran mukosa

oral) mengakibatkan warna kuning yang disebut ikterus

5. Adaptasi Imun

a. Bayi baru lahir tidak dapat membatasi organisme penyerang di pintu

masuk.

b. Imaturitas jumlah sistem pelindung secara signifikan meningkatkan

risiko infeksi pada periode bayi baru lahir:

1) Respons inflamasi berkurang, baik secara kualitatif maupun

kuantitatif

2) Fagositosis lambat

3) Keasaman lambung dan produksi pepsin dan dan tripsin belum

berkembang sempurna sampai usia 3-4 minggu

c. Infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas selama

periode neonatus.

6. Perubahan Termoregulasi dan Metabolik

a. Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat karena lingkungan

eksternal lebih dingin daripada lingkungan pada uterus.

b. Suplai lemak subkutan yang terbatas dan area permukaan kulit yang

besar dibandingkan dengan berat badan menyebabkan bayi mudah

menghantarkan panas pada lingkungan.


12

c. Trauma dingin (hipotermi) pada bayi baru lahir dalam hubungannya

dengan asidosis metabolik dapat bersifat mematikan, bahkan pada bayi

cukup bulan yang sehat.

d. Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin terjadi

melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi.

B) Konsep Dasar Asfeksia

1. Pengertian Asfiksia

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang

mengalami kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah ia

lahir. Biasanya keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan

berakhir dengan asidosis(Hariati Suni, 2018).

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas

secara spontan dan teratur. Ibu dengan riwayat aburtus sebelum lahir,

umumnya akan mengalami asfiksia pada saat lahirkan. Masalah ini erat

hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau

masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah

persalinan (Manggiasih, 2016). Asfiksia adalah suatu keadaan pada bayi

baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera

setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukan oksigen dan tidak dapat

mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Vivian, 2014).


13

Asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini

biasanya disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis.

Asfiksia Neonatorum merupakan salah satu kegawatan bayi baru lahir, yang

berupa depresi pernapasan berkelanjutan sehingga menimbulkan berbagai

komplikasi. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ

pernafasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan

paru-paru (Fitriani, 2016). Asfiksia sedang adalah kegagalan bayi baru lahir

untuk bernafas secara spontan dan terartur sehingga meninmbulkan

gangguan metaboliisme pada bubuhnya, yang memiliki apgar 4-6 dengan

frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit (Sondakh, 2013).

2. Etiologi Asfiksia

Menurut Harianti Suni, (2019) penyebab asfiksia adalah sebagai berikut :

a. Faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi yang diinduksi

oleh kehamilan, obat-obatan infeksi.

b. Faktor uterus meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.

c. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.

d. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital dan

kesulitan kelahiran.

Menurut Sondakh, (2013) Aliran darah dari ibu ke janin dapat

dipengaruhi oleh keadaan ibu. Jika aliran oksigen ke janin berkurang, akan
14

mengakibatkan gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia pada bayi

baru lahir. Akan tetapi, bayi juga dapat mengalami asfiksia tanpa didahului

tanda gawat janin. Gawat janin, banyak hal yang dapat menyebabkan bayi

tidak bernapas saat lahir. Sering kali hal ini terjadi ketika bayi sebelumnya

mengalami gawat janin. Akibat gawat janin, bayi tidak menerima oksigen

yang cukup. Gawat janin adalah reaksi janin pada kondisi di mana terjadi

ketidak cukupan oksigen.

Gawat janin dapat diketahui dengan hal-hal berikut :

a. Frekuensi bunyi jantung janin kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali

per menit.

b. Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 kali per

hari).

c. Adanya air ketuban yang bercampur dengan mekonium atau berwarna

kehijauan.

Faktor Yang Dapat Menyebabkan Gawat Janin :

1. Keadaan Ibu :

a. Pre-eklamsia dan eklamsia

b. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

c. Partus lama atau partus macet

d. Demam selama persalinan

e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)


15

f. Kehamilan postmatur (sesudah 42 minggun kehamilan).

2. Keadaan Tali Pusat

a. Lilitan tali pusat

b. Tali pusat pendek

c. Simpul tali pusat

d. Prolapsus tali pusat.

3. Keadaan Bayi

a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi

vakum, forcep).

c. Kelainan bawaan

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (Sondakh, 2013).

3. Faktor Resiko Asfiksia

Menurut Towel, asfeksia bisa disebabkan oleh beberapa faktor resiko

yaitu sebagai berikut :

a. Ibu

Apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga akan mengalami

hipoksia yang dapat berkelanjutan menjadi asfiksia dan komplikasi lain.

b. Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi

plasenta, misalnya solusio plasenta, pendarahan plasenta, dan lain-lain.


16

c. Fetus

Kompresi umbilikus akan dapat mengakibatkan terganggunya aliran

darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat paertukaran gas

antara ibu dan janin.

d. Neonatus

Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena

beberapa hal berikut :

a) Pemakaiana anastesi yang berlebihan pada ibu

b) Trauma yang terjadi pada persalinan

c) Kelainan kognital pada bayi

4. Insiden Asfiksia

Menurut World Health Organization (WHO, 2012 dalam Pradani, 2016)

Data terkait dengan asfiksia di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB)

masih tinggi yaitu 34/1.000 Kelahiran Hidup (SDKI 2007), sekitar 56%

kematian terjadi pada periode sangat dini yaitu di masa neonatal. Target

MDG’s tahun 2015 adalah menurunkan AKB menjadi 23/1.000 Kelahiran

Hidup. Penyebab utama kematian bayi baru lahir atau neonatal di dunia

antara lain bayilahir prematur 29%, sepsis dan pneumonia 25% dan 23%

merupakan bayi lahir dengan Asfiksia dan trauma. Asfiksia lahir menempati

penyebab kematian bayi ke 3 di dunia dalam periode awal kehidupan

(Pradani, 2016).
17

Data profil kesehatan Provinsi Bengkulu (2018) mayoritas penderita

asfiksia selama bulan Januari sampai Desember 2017 diperkirakan 625

penderita, peningkatan tersebut terjadi pada asfiksia sedang, hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya antara lain faktor keadaan ibu,

faktor keadaan bayi, faktor plasenta dan faktor persalinan (Dinkes, 2018).

Data di Rumah Sakit Bhayangkara tingkat III Provinsi Bengkulu. Pada tahun

2017 jumlah bayi dengan Asfiksia sedang yang dirawat di Rumah Sakit

Bhayangkara berjumlah 42 orang, tahun 2018 berjumlah 51 orang, tahun

2019 berjumlah 66 orang

5. Anatomi dan Fisiologi Asfiksia

a. Ventilasi

Ventilasi merupakan suatu pertukaran udara dan saluran pernapasan

ke udara luar, pertukaran udara ini ditentukan oleh:

a) Volume udara (kuantitas)

b) Jenis gas yang mengalami pertukaran (kualitas)

Kuantitas ini pada prinsipnya bersifat konstan, yakni jumlah udara

yang dihisap sama dengan jumlah udara yang dikeluarkan, akan tetapi

dalam kualitas terdapat perbedaan komposisi, yakni udara yang dihisap

lebih banyak mengandung O2 dan udara yang dikeluarkan lebih banyak

mengandung CO2.
18

b. Transpor Oksigen

Oksigen dipasok ke sel dan karbon dioksida dibuang dari sel melalui

sirkulasi darah. Sel- sel berhubungan dekat dengan kapiler, yang

berdinding tipis sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran atau

lewatnya oksigen dan karbon dioksida dengan mudah. Oksigen berdifusi

dari kapiler, menembus dinding kapiler ke cairan interstisial dan

kemudian memberan sel ke jaringan, ditempat dimana oksigen dapat

digunakan oleh miokondria untuk pernafasan selular. Gerakan karbon

dioksida juga terjadi melalui difusi dan berlanjut dengan arah yang

berlawanan dari sel ke dalam darah.

c. Transportasi Gas

Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru- paru ke jaringan

dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuk

oksigen ke dalam sel darah yang bergabung dengang hemoglobin yang

kemudian membentuk pksihemoglobin sebanyak 97% dan sisanya 3%

ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel. Agar oksigen dapat

disuplai ke sel- sel tubuh secara optimal diperlukan hemoglobin dalam

jumlah dan fungsi yang optimal untuk mengangkut dari sirkulasi yang

efektif ke jaringan tubuh. Jumlah oksigen yang dikirim setiap menitnya

sama dengan curah jantung perliter dalam satu menit dikali dengan

jumlah mililiter oksigen yang terkandung dalam 1 liter darah arteri.


19

Dalam keadaan istirahat sekitar 5 X 200 atau 1000 ml oksigen/menit,

sekitar ¼ digunakan jaringan dan ¾ sisanya bercampur kembali dengan

darah vena. Selama melakukan latihan fisik, jumlah oksigen dalam arteri

tetap, tetapi curah jantung akan meningkat. Dengan curah jantung sebesar

24 liter/menit (Muttaqin, 2009).

d. Difusi

Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi

ke arah konsentrasi rendah. Oksigen terus menerus berdifusi dari udara

dalam alveoli kedalam aliran darah dan karbondioksida terus berdifusi

dari darah ke dalam dalam alveoli. Difusi udara respirasi terjadi antara

alveolus dengan memberan kapiler. Perbedaan tekanan pada area

memberan respirasi akan dipengaruhi proses difusi, misalnya pada

tekanan parsial O2 di alveoli sekitar 100mmHg sedangkan tekanan parsial

pada kapiler pulmunal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk

dalam darah. berbeda halnya dengan CO2 dengan PO2 dalam kapiler 45

mmhg sedangkan alveoli 40 mmhg maka CO2 akan berdifusi keluar

alveoli
20

6. Patofisiologi Asfiksia

Menurut (Sondakh, 2013) Kondisi patofisiologis yang menyebabkan

asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi sel, retensi karbondioksida

berlebihan, dan asidosis metabolik. Kombinasi ketiga peristiwa tersebut

menyebabkan kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak cocok

dengan kehidupan. Tujuan resusitasi adalah intervensi tepat waktu yang

membalikkan efek-efek biokimia asfiksia, sehingga mencegah kerusakan

otak dan organ yang irevesibel, yang akibatnya akan ditanggung sepanjang

hidup. Pada awalnya, frekuensi jantung dan tekanan darah akan meningkat

dan bayi melakukan upaya megap-megap (gasping). Bayi kemudian masuk

ke periode apnea primer. Bayi yang menerima stimulasi adekuat selama

apnea primer akan mulai melakukan usaha napas lagi. Stimulasi terdiri atas

stimulasi taktil (mengeringkan bayi) dan stimulasi termal (oleh suhu

persalinan yang lebih dingin).

Bayi-bayi yang mengalami proses asfiksia lebih jauh berada dalam

tahap apnea sekunder. Apnea sekunder dapat dengan cepat menyebabkan

kematian jika bayi tidak benar-benar didukung oleh pernapasan buatan, dan

bila diperlukan, dilakukan kompresi jantung. Warna bayi, berubah dari biru

ke putih karena bayi baru lahir menutup sirkulasi perifer sebagai upaya

memaksimalkan aliran darah ke organ-organ seperti jantung, ginjal, dan

adrenal. Efek hipoksia terhadap otak sangat terlihat pada hipoksia awal,
21

aliran darah ke otak meningkat, sebagai bagian mekanisme kompensasi.

Kondisi tersebut hanya dapat memberikan penyesuaian sebagian. Jika

hipoksia berlanjut, maka tidak akan terjadi penyesuaian akibat hipoksia pada

sel-sel otak.

Dalam praktik menentukan tingkat asfiksia bayi dilakukan dengan

penilaian skor APGAR. Biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap

dan 5 menit setelah bayi lahir. Patokan klinis dimulai dengan:

a. Menghitung frekuensi jantung dan melihat usaha bernapas

b. Melihat tonus otot dan menilai refleks rangsangan


c. Melihat warna kulit.
22

PATHWAY
Bagan 2.1 Pathway

Resiko Ketidak Persalinan lama, lilitan Faktor lain seperti obat-


Seimbangan Suhu tali pusat, presentasi obatan narkotik
Tubuh janin abnormal

Suplai O2 dalam darah ASFIKSIA Paralis Pusat Pernafasan


menurun

Janin kekurangan O2 Bersih jalan nafas Paru-paru terisi cairan


kadar CO2 meningkat tidak efektif
Gangguan metabolisme &
Nafas cepat Suplai O2 keparu perubahan asam basa
menurun
Apneu Asidosis resfiratorik
Kerusakan otak
Gangguan perfisi
ventilasi
Resiko cedera Kematian bayi
Napas cuping hidung,
sianosis, hipoksia
DJJ & TD menurun
Gangguan pertukaran
Ketidak efektifan Janin bereaksi terhadap gas
pola nafas rangsangan

(Nurarif, 2015)
23

7. Manifestasi klinis asfiksia

Menurut Sondakh, (2013) Beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul

pada asfiksia neonatorum adalah:

a. Tidak ada pernapasan (apnea) atau pernafasan lambat (kurang dari 30 kali

per menit). Apnea terdiri atas dua yaitu :

a) Apnea primer : pernapasan cepat, denyut nadi menurun, dan tonus otot

neuromuskular menurun.

b) Apnea sekunder : apabila asfiksia berlanjut, bayi menunjukan

pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun,

terlihat lemah (pasif), dan pernapasan makin lama makin lemah.

b. Pernapasan tidak teratur, dengkuran, atau retraksi (perlekukan dada)

c. Tangisan lemah

d. Warna kulit pucat dan biru

e. Tonus otot lemas dan terkulai

f. Denyut jantung tidak ada atau perlahan (kurang dari 100 kali per menit).

Menurut vivian, 2014 tanda dan gejala yang dapat muncul pada asfiksia

sedang yaitu sebagai berikut :

1. Nilai APGAR 4-6

2. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit

3. Usaha nafas lambat

4. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik


24

5. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan

6. Bayi tanpak sianosis

7. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses

persalinan.

8. Klasifikasi Asfiksia

Menurut Sondarkh, 2013 Klasifikasi Asfiksia berdasarkan nilai APGAR

adalah sebagai berikut :

a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

b. Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6

c. Asfiksia ringan atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Tabel 2.1 Nilai APGAR

Skore 0 1 2
A : Appearance Biru , pucat Badan merah Seluruhnya
(warna kulit) muda, merah muda
ekstremitas biru
P: Pulse (denyut Tidak ada Lambat Diatas 100
nadi) (dibawah kali/menit
100x/menit)
G: Grimace
(refleks)
1. Respon Tidak ada Menyeringai Batuk atau
terhadap kateter respons bersin
diadalam lubang
hidun (dicoba
setelah
orofaring
25

dibersihkan)
2. Tangensial foot Tidak ada Menyeringai Menangis
siap respons dan menarik
kaki
A: Activity Pincang Beberapa Fleksi
(tonus otot) ekstremitas dengan baik
pincang
R: Respiration Tidak ada Tangisan lemah Tangisan
(usaha hipoventilasi kuat
bernapas)

Menurut Mangiasih, 2016 klasifikasi Asfiksia adalah sebagai berikut:

1. Bayi normal atau tidak asfiksia

Bayi normal tidak memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara

terkendali.

2. Asfiksia ringan

Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa tidak

memerlukan pemberian oksigen dan tindakan resisutasi.

3. Asfiksia Sedang

Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari

100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas

tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi serta pemberian oksigen

sampai bayi dapat bernafas normal.

4. Asfiksia Berat

Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen


terkendali, karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus
26

dikalbonas 7,5% dengan dosisi 2,4 ml/kg berat badan, dan cairan glukosa
40% 1-2 ml/kg berat bedan, diberikan via vena umbilika. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit,
tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada.
9. Test Diasnostik

a. PH tali pusat : Tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukan status parasidosis

tingkat rendah menunjukan asfiksia yang bermakna

b. Hemaglobin atau Hematokrit (Hb/Ht) : Kadar HB 15-20 gr dan Ht 43%-

61%.

c. Tes Combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya

kompleks tigen- antibody pada memberan sel darah merah menunjukan

kondisi hematolik.
27

10. Penanganan

Menurut Sondakh, 2013 penanganan asfiksia sedang pada bayi adalah

sebagai berikut :

1) Prinsip

Menurut Sondakh, (2013). Prinsip penatalaksanaan asfiksia adalah

sebagai berikut :

a. Pengaturan Suhu

Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya

dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, kemudian bayi

diletakkan telanjang dibawah alat/lampu pemanas radiasi atau pada

tubuh ibunya. Bayi dan ibu sebaiknya diselimuti dengan baik, namun

harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan

pada tubuh bayi.

b. Tindakan A-B-C-D (Airway atau membersihkan jalan napas, Breathing

atau mengusahakan timbulnya pernapasan atau ventilasi, Circulation

atau memperbaiki sirkulasi tubuh, Drug atau memberikan obat).

a) Memastikan Saluran Napas Terbuka

1. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.

2. Menghisap mulut dan hidung


28

b) Memulai Pernapasan

1. Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernapasan

2. Memakai VTP (Ventilasi Tekanan Positif) bila perlu, seperti

sungkup dan balon, pipa ET dan balon, mulut ke mulut (dengan

menghindari paparan infeksi).

c) Mempertahankan sirkulasi darah rangsangan dan mempertahankan

sirkulasi darah dengan cara kompresi dada dan pengobatan.

2) Resusitasi

Prinsip Dasar Resusitasi

a. Memberikan lingkungan yang baik dan mengusahakan saluran

pernapasan

b. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif.

c. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.

d. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.

e. Perlengkapan dan Peralatan Resusitasi

1. Perlengkapan penghisap

a) Suction karet

b) Suction dan selang mekanis

c) Kateter suction dan Aspirator meconium

2. Peralatan kantong dan masker


29

a) Bag resusitasi neonatus dengan katup pelepasan-tekanan atau

manometer tekanan; bag tersebut harus mampu mengalirkan 90-

100% oksigen.

b) Masker wajah, dengan ukuran bayi baru lahir.

c) Oksigen dengan pengukuran aliran (kecepatan aliran sampai 10

L/menit).

3. Lain-lain

a) Sarung tangan dan pelindung diri yang dibutuhkan

b) Lampu penghangat

c) Permukaan resusitasi yang padat, berbantalan

d) Jam

e) Linen yang dihangatkan

f) Stetoskop

g) Plester ½ atau ¾ inci

3) Langkah- langkah resusitasi


Tahap 1 : Langkah Awal

Langkah awal ini perlu diselesaikan secara tepat dan cepat (dalam waktu

30 detik). Bagi sebagian besar bayi baru lahir, 6 langkah dibawah ini

cukup untuk merangsang bayi bernapas spontan dan teratur.


30

1. Menjaga bayi tetap hangat

a. Letakan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu

b. Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka,

potong tali pusat.

c. Pindahkan bayi ke atas kain di tempat resusitasi yang datar, rata, keras,

bersih, kering, dan hangat.

2. Mengatur posisi bayi

a. Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.

b. Posisikan kepala bayi dengan menempatkan pengganjal bahu sehingga

kepala sedikit ekstensi.

3. Mengisap lendir

Gunakan alat penghisap lendir Dee Lee dengan cara sebagai berikut :

a. Isap lendir dari mulut dulu, kemudian hisap lendir dari hidung.

b. Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada saat

memasukkan.

c. Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm ke

dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung) karena dapat

menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau bayi tiba-tiba

berhenti bernapas. Apabila pengisapan dilakukan dengan balon karet

lakukan dengan cara sebagai berikut :


31

1. Tekan bola di luar mulut

2. Masukkan ujung pengisap di rongga mulut dan lepaskan (lendir

akan terisap)

3. Untuk hidung, masukkan ke lubang hidung.

4. Mengeringkan dan merangsang bayi

a. Keringkan bayi mulai dari wajah, kepala dan bagian tubuh lainnya

dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu BBL

memulai pernafasan atau bernafas lebih baik.

b. Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini :

1. Menepuk atau menyentil telapak kaki.

2. Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak

tangan.

5. Mengatur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi

a. Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru.

b. Selimut bayi dengan kain tersebut, jangan menutupi bagian muka dan

dada agar pemantauan pernafasan bayi.

c. Atur kembali posisi kepala bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.

6. Melakukan penilaian bayi.

Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, megapmegap atau tidak

bernafas.

a. Bila bayi bernapas normal : lakukan asuhan pasca resusitasi


32

b. Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas: segera lakukan tindakan

ventilasi bayi.

Tahap 2 : Ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah

volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli

paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur. Langkah-langkah ventilasi

adalah sebagai berikut :

1. Pasang sungkup

Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.

2. Ventilasi 2 kali

a. Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air.

Tiupan awal tabung-sungkup atau pemompaan awal balon-sungkup ini

sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai

bernafas dan sekaligus menguji apakah jalan nafas terbuka.

b. Lihat apakah dada bayi mengembang Saat melakukan tiupan atau

pemompaan, perhatikan apakah dada bayi mengembang dan bila tidak

mengembang :

1. Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak ada udara yang

bocor.

2. Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar.


33

3. Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau cairan

lakukan pengisapan ulang.

4. Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan), bila

dada mengembang, lakukan tahap berikutnya.

3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik

a. Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan dengan

balon dan sungkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20

cm air, sampai bayi mulai menangis dan bernapas spontan.

b. Pastikan dada mengembang saat dilakukan peniupan atau pemompaan

setelah 30 detik, lakukan penilaian ulang napas. Jika bayi mulai

bernapas spontan atau menangis, hentikan ventilasi secara bertahap.

1. Lihat dada, apakah ada retraksi dinding dada bawah

2. Hitung frekuensi napas per menit, dengan cara : jika bernapas >40

kali permenit dan tidak ada retraksi berat (jangan ventilasi lagi,

letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit pada dada ibu dan

lanjutkan asuhan BBL. Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan

dan kehangatan, katakan kepada ibu bahwa bayinya kemungkinan

besar akan membaik, lanjutkan asuhan pasca resusitasi). Jika bayi

megapmegap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi.

4. Ventilasi setiap 30 detik, hentikan dan lakukan penilaian ulang napas

a. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air).


34

b. Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian apakah bayi

bernapas, tidak bernapas atau megapmegap. (Jika bayi megap-megap

atau tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik

kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik).

5. Menyiapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit

resusitasi

a. Jelaskan pada ibu apa yang terjadi, apa yang anda lakukan dan

mengapa.

b. Mintalah keluarga untuk menyiapkan rujukan

c. Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan

d. Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medis persalinan.

6. Melanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi. Bila

dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar dan pulsasi tali pusat tidak

teraba, lanjutkan ventilasi selama 10 menit. Hentikan resusitasi, jika

denyut jantung tetap tidak terdengar dan pulsasi tali pusat tidak teraba.

Jelaskan pada ibu dan berilah dukungan kepadanya, serta lakukan

pencatatan. Bayi yang mengalami asistole (tidak ada denyut jantung)

selama 10 menit, kemungkinan besar mengalami kerusakan otak

permanen.
35

11. Pencegahan Asfiksia

a. Pencegahan secara umum

Pencegahan asfiksia pada bayi adalah dengan menghilangkan atau

meminimalkan faktor resiko penyebab asfiksia. Drajat kesehatan wanita,

trutama pada ibu hamil baik, komplikasi saat kehamilan, persalinan dan

melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan kesehatan ini tidak bisa

dilakuakan dengan satu intervensi saja karena rendahnya derajat

kesehatan wanita adalah adanya banyak faktor seperti kemiskinan,

pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan kepercayaan

lainnya. Untuk itu perlu kerja sama banyak pihak sektoral yang saling

terkait. (Kemenkes RI, 2014)

Adanya kebutuhan dan tantanganuntuk meningkatkan kerja sama antar

tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk

penanganan untuk situasi yang tidak diduga dan tidak biasa yang dapat

terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat

mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalah

pahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi

dengan prematuritas, perlu diberikan kortikostiroit untuk meningkatkan

maturitas paru janin.

b. Antisipasi dini perlunya dilakukan resisutasi pada bayi yang dicurigai

mengalami depresi pernafasan untuk mencegah mordibitas dan mortilitas


36

lebih lanjut. Pada setiap kelahiran, tenaga medis harus siap untuk

melakukan resisutasi pada bayi baru lahir karena akan kebutuhan

resusitasi neonatus, sebagai penanggung jawab perawatan pada bayi baru

lahir. Tenaga tambahan akan diperlukan pada kasus- kasus yang

memerlukan resusitasi yang lebih kompleks. Dengan pertimbangan yang

baik terhadap resiko, lebih dari separuh bayi baru lahir yang memerlukan

resusitasi dapat diidentifikasi sebelum lahir, tenaga medis dapat

mengidentipikasi dengan memangil tenaga terlatih tambahan dan

menyiapkan peralatan resusitasi yang diperlukan.

12. Program pemerintah terkait asfeksia

Kebijakan Depkes dalam penyediaan puskesmas mampu PONED adalah

bahwa setiap kabupaten atau kota harus mempunyai minimal 4 puskesmas

mampu PONED. Untuk keperluan tersebut Depkes RI telah menerbitkan

pedoman khusus yang dapat menjadi acuan pengembangan puskesmas

mampu PONED Pelayanan medis yang dapat dilakukan di puskesmas

mampu PONED meliputi pelayanan obstetri yang terdiri dari pelayanan

neonatal meliputi:

a. Pencegahan dan penanganan asfiksia

b. Pencegahan dan penanganan hipotermi

c. Pencegahan dan penaganan BBLR dan gangguan minum

d. Pencegahan dan penanganan kejang atau ikterus


37

C) Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengertian Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses atau kegiatan keperawatan

yang diberikan secara langsung kepada klien atau pasien di berbagai tatanan

pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah- kaidah keperawatan

sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat

humasnitic dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi

masalah yang dihadapi.

2. Tujuan dan manfaat asuhan keperawatan

Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain :

a. Membantu individu untuk mandiri

b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidangkesehatan

c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memeliharakesehatan

secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalammemelihara

kesehatannya

d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal

3. Tahapan asuhan keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, social maupun


38

spiritual dapat ditentukan. Tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu

pengumpulan data, analisa data, dan penentuan masalah kesehatan serta

keperawatan

b. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari

individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dan

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan

menurunkan, membatasi.

c. Intervensi keperawatan

Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana

perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat

mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan

keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi konyinuitas

asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil,

semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang

berkualitas tinggi dan konsisten.

d. Implementasi keperawatan

Pelaksanaan adalah langkah keempat dalam tahap proses keperawatan

dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan

keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan


39

keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui beberapa hal

diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tenik

komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang

hak-hal dari pasien serta dalam memahami tngkat perkembangan pasien

e. Evaluasi keperawatan

Menurut Hidayat (2009) Evaluasi merupakan langkah terakhir dari

proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana

tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Pada tahap evaluasi

ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan

mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari

respons klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi

dengan target tujuan yang di harapkan disebut sebagai evaluasi hasil.

B. Konsep dasar Asuhan keperawatan pada bayi dengan Asfiksia

Menurut Sondakh, (2013) Asuhan keperawatan pada bayi dengan Asfiksia terdiri

dari :

1) Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis

untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang

dihadapi pasien baik fisik, mental, social maupun spiritual dapat ditentukan.

Tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, analisa data, dan

penentuan masalah kesehatan serta keperawatan


40

a) Data biografi.

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, asal

suku bangsa, agama, pekerjaan, nama penanggung jawab.

b) Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan yang telah

berlalu. Kajian berfokus pada menifestasi klinis keluhan utama, kejadian

yang membuat kondisi sejarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat

kesehatan keluarga dan riwayat psikososial , keluhan yang sering muncul

antara lain sebagai berikut :

1. Keluhan utama

Bayi tidak bisa bernafas dengan spontan, warna kulit kebiruan, kejang,

penurunan kesadaran, merintih, pernafasan cuping hidung, ada retraksi

otot dada, ronki (+).

2. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya orang tua mengatakan anaknya tidak menangis saat lahir,

bayinya hanya merintih, keluarga mengatakan mencemas kan bayinya.

3. Riwayat kehamilan dan kelahiran

a. Kehamilan.

Saat hamil ibu tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan dan merokok,

kebiasaan ibu : menjelang trisemester III, ibu mulai berolahraga dipagi

hari (jalan pagi). Biasanya pada Asfiksia ibu mempunyai gangguan


41

HIS, adanya pendarahan pada plasenta previa, pada ibu dengan

preeklamsia dan eklamsia.

4. Riwayat kelahiran

Biasanya asfiksia paling banyak terjadi pada ibu dengan Seksio,

kehamilan premature (Terutama yang BB antara 1.000-1500 gram), dan

antara kehamilan 28-37 minggu, seta terjadi lilitan tali pusat, persalinan

yang sulit dan lama dan air ketuban bercampur mekonium.

5. Riwayat perkembangan anak

Perkembangan anak sesuai dengan pertumbuhan usia

6. Imunisasi lengkap

Pada pengkajian imunisasi biasanya bayi dengan Asfiksia belum

mendapatkan imunisasi lengkap seperti imunisasi BCG, DPT, Polio,

Campak Dan Hepatitis, biasa hanya diberikan injeksi Vit. K dan salap

mata saja.

4. Pola nutrisi dan metabolik


Biasanya klien diberikan dien ASI/PASI dengan ketentuan diet dengan

menggunakan NGT

5. Pola eliminasi

Pada Asfiksia pola BAK dan BAB tidak terjadi gangguan

6. Pola aktifitas

Semua aktifitas dibantu orang tua


42

7. Pola sensori dan kognitif

Sensori meliputi daya penciuman, daya rasa, daya raba, daya lihat dan daya

pendengaran normal.

8. Pola reproduki seksual

Tidak ada masalah

9. Pola penanggulangan stres

Anak tampak tidak menangis dan rewel

c) Pemeriksaa Head to toe

1. Pemeriksaan fisik

Kesadaran : Biasanya terjadi penurunan kesadaran dengan tiba-tiba biasanya

tingkat kesadaran nya, apatis, somnolen bahkan koma

Tanda tanda vital :

Suhu : ≤36oC

Respirasi : ≤30 X/m

Nadi : ≤80X/m

Berat badan : ≤2500gram

2. Kepala

Tidak ada tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun tidak

membesar atau cembung.

3. Mata

Bentuk semetris kanan dan kiri, konjungtiva an anemis, sklera an ikterik.


43

4. Telingga

Bentuk semetris kanan dan kiri, pendengaran baik, tidak ada serumen.

5. Hidung

Kemungkinan ada ganggun jalan nafas yang di buktikan dengan peningkatan

frekuensi pernafasan ≤30x/ menit dengan menggunakan pernapasan cuping

hidung

6. Mulut

Gigi belum ada, mukosa bibir tanpak kering, tongsil tidak hiperemi, reflek

hisap biasanya terganggu.

7. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar firgio, kelenjar limfe dan tidak ada distensi

vena jugularis

8. Torak

Cor bising kurang pulmo : gerakan dada simetris, suara pernafasan vesikuler,

adanya kesuliatan pernafasan, ronci (+), whezzeng (-), taktil fremitus teraba,

terdapat retraksi dinding dada, mengunakan otot pernapasan

9. Abdomen

Terjadi penonjolan abdomen saat ekspirasi akibat dari retraksi, tidak ada

asietas, bising usus terdengar.

10. Ekstremitas
44

Terdapat sianosis pada ektremitas yang pengisian kapiler tertunda lebih dari

3-4 detik

11. Kulit

Akral teraba dingin, tanpak lembab

2) Analisa data

Tabel 2.2 analisa data

No Data Etiologi Problem


1. DS : Gangguan Gangguan
- Orang tua metabolisme pertukaran gas
mengatakan anaknya
sesak Asidosis resfiratorik
- Orang tua
mengatakan anaknya Gangguan oerfisi
tidak menangis ventilasi
- Orang tua
mengatakan anak Nafas cuping
nya pucat hidung, hipoksia,
DO : sianosis
- Pernafasan
menggunakan cuping Gangguan
hidung pertukaran gas
- RR : ≥30X/m
- Ekspansi paru
kurang mengembang
- Penurunan fremitus
taktil
- Retraksi dindang
dada
- Tampak sianosis
2. DS : Bayi kekurangan Ketidakefektifan
- Orang tua mengatakan oksigen pola nafas
anak nya sesak
- Orang tua mengatakan
anaknya dispnea Nafas Cepat
DO :
45

- Anak tanpak sesak Apneu


- Pernafasan
menggunakan cuping DJJ dan TD
hidung menurun
- Tampak bernafas
menggunakan otot Ketidakefektifan
bantu nafas pola nafas
- Frekuensi napas lebih
dari 60x/menit
- Ekspansi paru
meningkat
3. DS : Penurunan Ketidakefektifan
- Orang tua anak pengembangan paru bersih jalan
mengatakan anaknya nafas
tampak sesak Peningkatan
- Orang tua mengatakan produksi sekret
tampak sekret dimulut
anaknya Ketidakefektifan
- Klien mengatakan bersih jalan nafas
anaknya sesak
DO :
- Suhu : ≤36oC
- RR : ≤30 X/m
- Nadi : ≤80X/m
- Anak tanpak rewel
- Terdengar suara
ronchi
- Tampak terdapat
sekret pada mulut bayi
4. DS : suplai oksigen ke Resiko cidera
- Orang tua mengatakan paru menurun
mencemaskan
anaknya
- Orang tua mengatakan kerusakan otak
anaknya sesak
DO : kematian bayi
- Suhu : ≤36oC
- RR : ≤60 X/m Resiko cidera
- Nadi : ≤80X/m
- Bayi tampak diam
46

3) Diagnosa keperawatan

Berdasarkan perjalanan patofisiologis penyakit dan manefistasi klinik yang

muncul maka diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan

Asfiksia adalah :

a. Ketidakefektifan bersih jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi

jalan nafas, peningkatan sekret pulmunal.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke

alveoli

c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pertukaran gas tidak

adekuat, peningkatan sekresi

d. Resiko cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan.


4) Intervensi.

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan Menurut (Nurarif, 2015)

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Dx.1 NOC : NIC :
Ketidakefektipan 1. Respiratory status : ventilation Airway suction
bersihan jalan napas 2. Respiratory status : airway 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
berhubungan dengan patency 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
: Kriteria hasil : suctioning
1. Spasme jalan 1. Mendemontrasikan batuk 3. Informasiakan kepada klien tentang suctioning
nafas efektif dan suara nafas yang 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
bersih, tidak ada sianosis dan dilakukan
dyspneu. 5. Gunakan alat steril untuk setiap tindakan
2. Menunjukan jalan nafas yang 6. Monitor status oksigen pasien
paten 7. Ajarkan keluarga bagaimana melakukan
3. Mampu mengidentifikasi dan suction
mencegah faktor yang dapat Airway management
menghambat jalan nafas 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan
ventilasi
2. Identifikasi klien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
3. Lakukan fisiotrafi bila perlu
4. Keluarkan batuk dengan batuk atau suction
5. Auskultasi dan catatat adanya suara nafas
tambahan
6. Monitor respirasi dan status oksigen
48

2. Dx.2 NOC NIC


Gangguan 1. Respiratory status : gas Airway management
pertukaran gas exchage 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chinlif atau
berhubungan dengan 2. Respiratory status : ventilation jauw thrust bila perlu
: 3. Vital sign status 2. Identifikasi klien perlunya pemasangan alat
1. Perubahan Kreteria Hasil : jalan nafas buatan
memberan a. Mendemontrasikan 3. Posisikan klien untuk memaksimalkan
alveolar- kapiler peningkatan ventilasi dan ventilasi
2. Ventilasi perfusi oksigenisasi yang adekuat 4. Lakukan fisiotrafi bila perlu
b. Memelihara kebersihan paru- 5. Keluarkan batuk dengan batuk atau suction
paru dan bebas dari tanda 6. Auskultasi dan catatat adanya suara nafas
tanda disttress pernafasan tambahan
c. Mendemontrasikan batuk 7. Monitor respirasi dan status oksigen
efektif dan suara nafas yang Respiratory Monitoring
bersih, tidak ada sianosis dan 1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha
dysneu respiratory
d. Tanda tanda vital dalam 2. Catat pergerakan dada, amati kesemetrisan,
rentang normal penggunaan otot tambahan
3. Monitor suara nafas seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipnea,
kussmul, hiperventilasi, cheyne stokes,dan biot
5. Monitor kelelahan otot diakpragma
6. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/
tidak ada ventilasi dan suara nafas tambahan
7. Tentukan kebutuhan suctiun dengan cara
auskultasi dengan mendengarkan suara
tambahan.
8. Auskultasi suara paru setelah melakukan
tindakan untuk mengetahui hasil.
49

3. Dx.3 NOC : NIC :


Ketidakefektifan 1. Respiratory status : ventilation Airway manajement
pola nafas 2. Respiratory statu s: airway 1. Buka jalan nafas gunakan teknik chin lift atau
berhubungan dengan patency jaw thrus bila perlua
: 3. Vital sign stastu 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
1. Ventilasi Kriteria hasil : ventilasi
terganggu a. Mendemontrasikan batuk 3. Identivikasi perlunya pemasangan alat bantu
2. Despnea efektif dan suara nafas yang nafas
bersih tidak ada sianosis dan 4. Pasang mayo bila perlu
dyspneu 5. Lakuakan pisiotrapi dada bila perlu
b. Menunjukan jalan nafas yang 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
paten 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
c. Tanda-tanda vital dalam tambahan
rentang normal. 8. Berikan pelembab udara kassa basah NACL
lembab
Oxygen therapy
1. Bersihakan mulut, hidung dan skreat trakea
2. Pertahan kan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenisasi
4. Monitor aliran oksigen
Vital sign monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
2. Catatat adanya fluktasi tekanan darah
3. Monitor suara paru
4. Monitor suhu, warna dan kelembapan kulit
5. Identifikasi penyebab perubahan vital sign
4. Dx.4 NOC : NIC :
Resiko Cidera 1. Risk kontrol Environment management
berhubungan dengan Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk klien
50

: a. Klien terbebas dari cedera 2. Identifikasi kebutuhan keamanan klien, sesuai


1. Hipoksia jaringan kondisi fisik klien
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
4. Menjaga kehangatan inkubator
5. Menyediakan tempat tidur yang aman dan
nyaman serta bersih
6. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
7. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
5) Implementasi

Pelaksanaan adalah langkah keempat dalam tahap proses keperawatan

dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)

yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini

perawat harus mengetahui beberapa hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan

perlindungan pada klien, tekhnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur

tindakan, pemahaman tentang hal-hal dari pasien serta dalam memahami tngkat

perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis

tindakan, yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. Sebagai profesi,

perawat mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan

asuhan keperawatan Hidayat (2010).

6) Evaluasi

Menurut Hidayat (2010) Evaluasi merukapakan langkah terakhir dari

proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari

rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melelakukan evaluasi perawat

seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons

terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan

tentang tujuan yang di capai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan

keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan

yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses perawatan

berlangsung atau menilai dari respons klien disebut evaluasi proses, dan
52

kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang di harapkan disebut

sebagai evaluasi hasil.

7) Discharger Planning

a) Ajarkan pada orang tua mengenal tanda-tanda kekambuhan dan laporkan

dokter atau perawat

b) Mengajarkan ibu teknik menyusui

c) Mengajarkan itu untuk selalu menjaga kehangatan pada bayinya

d) Instruksikan untuk memberikan pengobatan sesuai dengan dosis dan waktu

e) Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuh dan intervensi

f) Intruksikan untuk kontrol ulang dan Jelaskan faktor penyebab Asfiksia dan

menghindari factor pencetus

8) Follow Up Care

Kolaborasi dengan dokter tentang rencana keperawatan pada bayi dengan

Asfiksia untuk terapi lebih lanjut.


53

BAB III

KERANGKA STUDI KASUS

A. Kerangka Konseptual

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik

keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai

tantanan pelayanan kesehatan. Dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan

sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat

humanistik dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi

masalah yang dihadapi klien (Muttaqin, 2012). Proses tersebut terdiri dari 5

langkah keperawatan yaitu :

Bagan 3.1 Kerangka Konseptual

(Muttaqin, 2012)

Pengkajian Analisis Data Diagnosa

Intervensi

Implementasi

Tidak Berhasil
Evaluasi
Berhasil

53
54

B. Kerangka Kerja

Kerangka kerja dalam penelitian ini dapat digambarkan pada skema dibawah

ini :

Bagan 3.2 Kerangka Kerja

Pengajuan Pengambilan Penyusunan Studi Kasus


Judul Data Awal Proposal

Pengkajian

Analisa Data

Ujian Hasil Diagnosa


Keperawatan

Evaluasi Implementasi Intervensi


Keperawatan Keperawatan
55

BAB IV

METODE STUDI KASUS

A. Desain Asuhan Keperawatan

Dalam penulisan Proposal karya tulis ilmiah (KTI) ini penulis menggunakan

metode studi kasus yaitu melakukan Asuhan Keperawatan bayi dengan Asfiksia

B. Subyek Studi Kasus

Subyek dalam penelitian ini adalah pasien bayi baru lahir dengan Asfiksia yang

diambil secara purposive sampling yang ditentukan dengan kriteria inklusi dan

Eksklusi yaitu :

Kriteria inklusi :

1. Pasien adalah bayi baru lahir

2. Pasien tidak cepat menangis atau menangis secara spontan

3. Keluarga Pasien bersedia menjadi sampel

Kriteria Ekslusi :

1. Pasien yang mengalami komplikasi ringan atau sedang

C. Fokus Studi
Fokus Studi adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik acuan
studi kasus. Fokus studi adalah asuhan keperawatan pada klien dengan Asfiksia

55
56

D. Definisi Operational Fokus Studi

Tabel 3.1 Definisi Operational Fokus Studi

Variabel Definisi

Asuhan Keperawatan Asuhan Keperawatan merupakan proses atau


rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan secara langsung kepada klien atau pasien di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan

Asfiksia Asfiksia adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir


yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat
asam arang dari tubuhnya (Vivian, 2014).
Insiden Data di Rumah Sakit Bhayangkara tingkat III Provinsi
Bengkulu. Pada tahun 2017 jumlah bayi dengan
Asfiksia sedang yang dirawat di Ruang ICU/NICU
berjumlah 42 orang, tahun 2018 berjumlah 51 orang,
tahun 2019 berjumlah 66 orang

E. Instrumen Studi Kasus

Jenis Instrumen Studi Kasus yang digunakan pada asuhan keperawatan pada

klien dengan Asfiksia adalah mengunakan Format pengkajian keperawatan Anak

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan cara mengumpulkan

data melalui proses pengkajian yang terdiri dari data biografi, riwayat kesehatan,

kebiasaan sehari-hari, pemeriksaan fisik, data psikologis, data spiritual, data

penunjang dan pengobatan.


57

G. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

1. Lokasi studi kasus

Lokasi Studi Kasus akan dilakukan diruang ICU/NICU RS Bhayangkara

Tingkat 3 Bengkulu

2. Waktu studi kasus

Waktu melakukan asuhan keperawatan akan dilaksanakan pada Bulan Mei-Juni

2020

H. Analisis data dan penyajian data

Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya

berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan,

pengalaman, dan pengertian keperawatan. Dalam melakukan analisis data,

diperlukan kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut

dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam

menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pada klien. Bentuk penyajian

data berupa teks naratif.

I. Etika Studi Kasus

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengajukan

permohonan kepada pimpinan rumah sakit RS Bhayangkara Tingkat 3

Bengkulu untuk melakukan studi pendahuluan dan mendapat data untuk

menyusun proposal. Kemudian dengan pengantar dari instuitusi pendidikan

peneliti kembali ke rumah sakit tersebut dan memberikan kepada responden


58

yang akan diteliti dengan menekankan pada masalah etika penelitian yang

meliputi :

1. Lembar persetujuan

Lembar persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta dampak

yang mungkin terjadi sebelum dan sesudah penelitian. Jika bersedia menjadi

responden, maka subjek harus menanda tangani lembar persetujuan, jika

mereka menolak untuk dijadikan responden, maka peneliti tidak akan memaksa

dan tetap menghormati hak-haknya.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden peneliti tidak mencantumkan

namanya pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup member kode pada

masing-masing lembar tersebut.

3. Confidentiality (Kerahasian)

Kerahasiaan informasi responden akan dijamin oleh peneliti, hanya

sekelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil

penelitian.

Anda mungkin juga menyukai