Anda di halaman 1dari 16

Kode/Nama Rumpun Ilmu : 371/Ilmu Keperawatan

PROPOSAL

PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT MASYARAKAT

Penyuluhan Penyakit Scabies Pada Anak-anak di Panti Asuhan Harapan


Bangsa Kota Bengkulu

Oleh :

Murwati, S.Kep (02-2109-8001) (Ketua)


Ns. Yudistira Afconneri, S.Kep (Anggota)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DEHASEN
BENGKULU
2013

i
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Pengabdian : Penyuluhan Penyakit Scabies Pada
Anak-anak di Panti Asuhan Harapan
Bangsa Kota Bengkulu
2. Bidang Kajian : Ilmu Keperawatan
3. Nama Mitra Program I : Panti Asuhan Harapan Bangsa Kota
Bengkulu
Nama Mitra Program II :-
4. Ketua Tim Pengusul :
a. Nama : Murwati, S.Kep
b. NIDN : 02-2109-8001
c. Jabatan/Golongan/Jurusan
/Fakultas/Program : Tenaga Pengajar
d. Studi : SI.Keperawatan
e. Bidang Keahlian : Keperawatan
f. Alamat : Jl. Merapi Raya No. 42 Kebun
Tebeng
g. Kantor/Telp./Faks./email : STIKES Dehasen Bengkulu
h. Alamat Rumah/HP/email : Jl.

5. Anggota Tim Pengusul :


a. Jumlah Anggota : 1 Orang
b. Nama AnggotaI/Bidang Keahlian : Ns. Yudistira Afconneri, S.Kep
c. Nama anggota II/Bidang Keahlian : -
d. Mahasiswa yang terlibat : 4 Orang
6. Lokasi Kegiatan /Mitra (1) :
a. Wilayah Mitra (Desa/Kecamatan) : Kecamatan Ratu Agung
b. Kabupaten/Kota : Bengkulu
c. Provinsi : Bengkulu
d. Jarak PT ke lokasi Mitra (KM) : ± 10 KM
7. Lokasi Kegiatan/Mitra (2) :-
a. Wilayah Mitra (Desa/Kecamatan) :-
b. Kabupaten/Kota :-
c. Provinsi :-
d. Jarak PT ke lokasi Mitra (KM) :-
8. Luaran yang dihasilkan : Sertifikat Pelatihan
9. Jangka Waktu Pelaksanaan : 2 Hari

ii
10. Biaya Total :
a. Bantuan STIKes Dehasen : Rp. 3.000.000,-
b. Sumber Lain :-

Bengkulu, 20 Desember 2015


Mengetahui, Ketua Pengabdian
Ketua STIKES Dehasen

Dra. Ice Rakizah Syafrie, M.Kes Murwati, S.Kep


() (02-2109-8001)
Menyetujui,
Ketua LP2M

Ns. Handi Rustandi, S.Kep


()

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

RINGKASAN EKSEKUTIF.......................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

a. Latar Belakang............................................................................. 1

b. Perumusan Masalah..................................................................... 5

c. Tujuan Kegiatan.......................................................................... 6

d. Manfaat Kegiatan........................................................................ 6

e. Khalayak Sasaran........................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 8

a. Konsep Dasar Penelitian.............................................................. 8

b. Bencana Alam............................................................................. 15

c. Manajemen Bencana................................................................... 19

BAB III METODE PENGABDIAN............................................................ 20

a. Keterkaitan Kegiatan................................................................... 20

b. Rancangan Evaluasi..................................................................... 20

c. Jadwal Pelaksanaan..................................................................... 21

d. Rancangan Anggaran Belanja..................................................... 22

Daftar Pustaka

iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang mencoba, untuk terus
berbenah diri guna menyambut persaingan pasar bebas. Namun, dalam usahanya
berbenah diri tersebut, Indonesia yang letak geografisnya diapit oleh dua benua
dan dua samudra ini, sering kali terhambat, bahkan kembali mengalami penurunan
akibat dampak langsung dari pasar bebas, ataupun bencana yang terjadi akibat
fenomena alami, maupun yang disebabkan oleh keteledoran perangkat
pemerintahan dan masyarakatnya sendiri.
Terdapat tiga fase dalam upaya penanggulangan bencana, yaitu: fase pra-
bencana, fase saat bencana terjadi, dan fase pasca-bencana. Hal yang sangat
disayangkan adalah Indonesia lebih memberikan perhatian terhadap fase ketiga,
dan terlihat sedikit meremehkan fase-fase penanggulangan yang lainnya. Sebagai
contoh adalah bencana tsunami yang menimpa Aceh, bantuan terkait dengan
bencana ini mulai muncul, setelah berjatuhan banyak korban dan menimbulkan
kerugian yang besar.
Provinsi Bengkulu dengan jumlah penduduk 1.874,9 Juta jiwa.
Penyalahgunaan Pelatihan tanggap bencana ini tampaknya telah menjadi suatu hal
yang dewasa ini makin sering terdengar. Diselenggarakan oleh instansi-instansi
pemerintahan, LSM, PMI, ataupun komunitas-komunitas pemerhati bangsa yang
lainnya. Namun demikian, pelatihan yang telah ada condong pada keahlian
dengan spesifikasi bidang tertentu saja. Memang hal ini sangatlah penting, namun
pada prakteknya dalam penanggulangan terhadap bencana yang dilakukan adalah
penggabungan dari multi disiplin ilmu yang komprehensif. Terkait dengan hal ini,
yang menjadi sorotan bersama adalah cara koordinasi para praktisi multi disiplin
ilmu, secara horizontal ataupun secara vertikal dengan pemerintah. Dan terlihat
terlalu mengutamakan kemampuan seseorang atau kelompok dalam upaya
memberikan bantuan ketika bencana terjadi, serta mengabaikan potensi penduduk
lokal tempat terjadinya bencana. Padahal dalam berbagai hal, penduduk lokal ini
lebih mampu untuk memprediksi daerah-daerah yang mengalami bencana dengan
tingkat kerusakan yang tinggi, serta akses membuka ruas jalan tercepat menuju ke
daerah tertimpa bencana.

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skabies merupakan penyakit kulit menular akibat infestasi tungau
Sarcoptes scabiei var hominis (S. scabiei) yang membentuk terowongan pada
lapisan stratum korneum dan stratum granulosum pejamu. S. scabiei termasuk
parasit obligat pada manusia. Skabies menjadi masalah yang umum di dunia,
mengenai hampir semua golongan usia, ras, dan kelompok sosial ekonomi.
Kelompok sosial ekonomi rendah lebih rentan terkena penyakit ini (Stone et
al., 2008 ).
Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terkena skabies.
Prevalensi cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan terutama di daerah
yang padat penduduk. Skabies mengenai semua kelas sosial ekonomi,
perempuan dan anak-anak mengalami prevalensi lebih tinggi. Prevalensi
meningkat di daerah perkotaan dan padat penduduk. Pada musim dingin
prevalensi juga cenderung lebih meningkat dibandingkan musim panas (Stone
et al., 2008). Di Brazil Amerika Selatan prevalensi skabies mencapai 18 %
(Strina et al., 2013), di Benin Afrika Barat 28,33 % (Salifou et al., 2013), di
kota Enugu Nigeria 13,55 % (Emodiet al., 2013), di Pulau Pinang Malaysia
31 % (Zayyid et al., 2013).
Di indonesia prevalensi skabies masih cukup tinggi. Menurut
Departemen Kesehatan RI 2008 prevalensi skabies di Indonesia sebesar 5,60-
12,95 % dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit.
Tiyakusuma dalam penelitiannya di Pondok Pesantren As-Salam Surakarta,
menemukan prevalensi skabies 56,67 % pada tahun 2010.
Skabies merupakan penyakit kulit yang bersifat global. Prevalensi
skabies meningkat dan memberat pada negara tropis, yaitu sekitar 10 % dan
hampir 50 % mengenai anak-anak. Skabies dapat muncul endemik pada anak
usia sekolah, dan kejadiannya sangat sering di daerah pedesaan terutama di
negara berkembang, pasien lanjut usia yang dirawat di rumah, pasien dengan
HIV/AIDS, dan pasien yang mengkonsumsi obat imunosupresan akan
mengalami faktor risiko yang lebih besar untuk mengalami skabies (Marks
and Miller, 2006).
Selain manifestasi klinik yang khas, skabies dapat menunjukkan
manifestasi klinis yang klasik atau dapat menyerupai penyakit lain seperti
pioderma, dermatitis atopik, dermatitis kontak, dan eksema dishidrotik.
Berbagai manifestasi klinis yang bervariasi sering menyebabkan kesalahan
dalam mendiagnosis penyakit ini. Hal ini dapat mengakibatkan
penatalaksanaan yang tidak adekuat sehingga terjadi peningkatan risiko

1
penularan bahkan menjadi wabah yang dapat mengganggu aktivitas dan
menambah biaya untuk pengobatan penyakit ini (Stone et al., 2008).
Penularan terjadi akibat kontak langsung dengan kulit pasien atau tidak
langsung dengan benda yang terkontaminasi tungau. Skabies dapat mewabah
pada daerah padat penduduk seperti daerah kumuh, penjara, panti asuhan,
panti jompo, dan sekolah asrama (Stone et al., 2008). Penyebab skabies
antara lain disebabkan oleh rendahnya faktor sosial ekonomi, kebersihan yang
buruk seperti mandi, pemakaian handuk, mengganti pakaian dan melakukan
hubungan seksual. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan di tempat seperti
di asrama, panti asuhan, penjara, pondok pesantren yang kurang terjaga
personal hygienenya. Terdapat banyak faktor yang menunjang perkembangan
penyakit skabies antara lain turunnya imunitas tubuh akibat HIV, sosial
ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
promiskuitas (Murtiastutik, 2009).
Higiene atau biasanya disebut juga dengan kebersihan adalah upaya
untuk memelihara hidup sehat yang meliputi personal hygiene, kehidupan
bermasyarakat dan kebersihan bekerja. Kebersihan merupakan suatu perilaku
yang diajarkan dalam kehidupan manusia untuk mencegah timbulnya
penyakit karena pengaruh lingkungan serta membuat kondisi lingkungan agar
terjaga kesehatannya. Personal hygiene atau kebersihan pribadi merupakan
perawatan diri sendri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik
secara fisik maupun psikologis. Personal hygiesne ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya budaya, nilai sosial individu atau keluarga,
pengetahuan dan persepsi mengenai personal hygiene (Alimul, 2009).
Penelitian Luthfiatun (2011) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
personal hygiene dengan kejadian skabies. Personal hygiene yang buruk
dapat meningkatkan kejadian skabies.
Berdasarkan survei yang dilakukan di Panti Asuhan Harapan Bangsa
Kota Bengkulu, bahwa hampir 60 % anak-anak pernah mengalami scabies,
hal ini terjadi karena masih kurangnya pengetahuan anak-anak tentang
scabies terutama cara penularannya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu diadakannya penyuluha
tentang Scabies untuk meningkatkan pengetahuan serta dapat mencegah
terjadinya scabies khususnya pada anak-anak di Panti Asuhan Harapan
Bangsa.
B. Perumusan Masalah
Masih tingginya kejadian scabies pada anak-anak di panti asuhan
Harapan Bangsa Kota Bengkulu

2
C. Tujuan Kegiatan
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan selama 20 menit, diharapkan anak-
anak di panti Asuhan Harapan Bangsa, dapat mengerti dan memahami
tentang:
1. Pengertian skabies.
2. Etiologi atau penyebab skabies.
3. Gejala klinis skabies.
4. Cara penularan skabies.
5. Klasifikasi skabies
6. Komplikasi skabies.
7. Penanganan atau Pengobatan skabies.
D. Manfaat Kegiatan
1. Manfaat secara teoritis, antara lain:
Memberikan sumbangan kajian berbagai disiplin ilmu dalam membantu
dalam menangani ataupun pencegahan penyakit scabies.

2. Manfaat secara praktis, antara lain:


a. Meningkatnya pengetahuan anak-anak tentang penyakit scabies,
sehingga mampu mengubah perilaku hidup bersih.
b. Para anak-anak dapat melakukan kebersihan diri agar terhindar dari
berbagai penyakit.
E. Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran yang strategis dalam kegiatan ini adalah bagi para anak-
anak Di Panti Asuhan Harapan Bangsa yang bersedia dan mempunyai waktu
dalam mengikuti penyuluhan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian skabies.
Penyakit ini disebut juga kudis, the itch, seven year itch, Noerwegian
itch, penyakit ampera, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes
scabiei varian hominis (sejenis kutu, tungau), ditandai dengan keluhan gatal,
terutama pada malam hari dan ditularkan melalui kontak langsung atau tidak
langsung.Pada tahun 1687, Benomo menemukan kutu skabies pada manusia
dan Von hebra pada abad XIX telah melukiskan tentang pengetahuan dasar
dari penyakit ini.
B. Etiologi atau penyebab skabies.
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian
hominis. Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih
kotor, dan tidak bermata.
Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak
fisik yang erat. Kutu dapat hidup di luar kulit hanya 2-3 hari dan pada suhu
kamar 21̊ C dengan kelembaban relatif 40-80%.
Kutu betina berukuran 0,4-0,3 mm. Kutu jantan membuahi kutu betina
dan kemudian mati. Kutu betina, setelah impregnasi, akan menggali lobang ke
dalam epidermis kemudian membentuk terowongan di dalam stratum korneum
dan lucidum. Kecepatan menggali terowongan 1-5 mm/hari. Dua hari setelah
fertilisasi, skabies betina mulai mengeluarkan yang berkulit telur yang
kemudian berkembang melalui stadium larva, nimpa, dan kemudian menjadi
kutu dewasa dalam 10-14 hari. Lama hidup kutu betina kira-kira 30 hari.
Kemudian kutu mati diujung terowongan. Terowongan lebih banyak terdapat
di daerah yang berkulit tipis dan tidak banyak mengandung folikel pilosebasea.
Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu singkat
telur tersebut menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes muda. Akibat
terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di
lapisan kulit itu penderita mengalami rasa gatal.
Masa inkubasi skabies bervariasi, ada yang beberapa minggu bahkan
berbulan-bulan tanpa menunjukkan gejala. Mellanby menunjukkan sensitisasi
dimulai 2-4 minggu setelah penyakit dimulai. Selama waktu itu kutu berada
diatas kulit atau sedang menggali terowongan tanpa menimbulkan gatal. Gejala
gatal timbul setelah penderita tersensitasi oleh ekskreta kutu.

4
C. Gejala klinis skabies.
Ada 4 tanda cardinal berikut :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriosi dan lain-lain). Tempat predileksi biasanya merupakan daerah
dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola
mammae (wanita) dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna
(pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak
tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan
orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.
4. Menemukan tungau, dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang
berwarna kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan agak dalam
hingga kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak
dalam dikulit. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut. Pada
pasien yang selalu menjaga higiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga
diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama,
dapat timbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulsis.
D. Cara penularan skabies.
1. Kontak langsung yaitu kontak kulit dengan kulit, misalnya berjabat tangan,
tidur bersama dan berhubungan seksual.
2. Kontak tak langsung yaitu melalui benda, misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan lain-lain. Penularannya biasanya oleh Sarcoptes Scabiei betina
yang sudah dibuahi atau kadang-kadang berbentuk larva. Dikenal pula
Sarcoptes scabiei var, animalis yang kadang-kadang dapat menulari
manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang
peliharaan misalnya anjing.
E. Klasifikasi skabies

5
1. Scabies pada orang bersih
Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup bisa
salah didiagnosis. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Kutu
biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
2. Scabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi
sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan.
Pada bayi, lesi terdapat di muka.
3. Scabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya
berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala.
Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama
terdapat pada tempat-tempat kontak. Dan akan sembuh sendiri bila
menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.
4. Scabies nodular
Nodul terjadi akibat reaksi hypersensitifitas. Tempat yang sering di kenai
adalah genitalia pria, lipat paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa
minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah
mendapat pengobatan anti skabies.
5. Skabies inkognito
Obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan
steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat.
Hal ini mungkin di sebabkan oleh karena penurunan respons imun seluler.
6. Scabies terbaring ditempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dan menderita skabies yang lesinya terbatas.
7. Scabies Norwegia atau scabies krustosa
Lesinya berupa gambaran eritrodermi, yang disertai skuama generalisata,
eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak sekali. Krusta ini
melindungi Sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular
karena populasi Sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol.
Bentuk ini sering salah didiagnasis, malahan kadang diagnosisnya baru
dapat di tegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang
banyak. Sering terdapat pada orang tua dan orang yang menderita radiasi
mental (Down’s syndrome) sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia
dan tabes doralis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan
diabetes), dan penderita imunosupresif (misalnya pada penderita AIDS atau
setelah pengobatan glukokortikoid atau sitotoksit jangka panjang).

6
F. Komplikasi skabies.
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat
timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima,
selulitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang
skabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal yaitu glomerulonefritis.
Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies yang
berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering.
Salep sulfur, dengan konsentrasi 15% dapat menyebabkan dermatitis bila
digunakan terus menerus selama beberapa hari pada kulit yang tipis.
Benzilbenzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari
selama beberapa hari, terutama di sekitar genetalia pria. Gamma benzena
heksaklorida sudah diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan
secara berlebihan.
G. Penanganan atau Pengobatan skabies.
Penanganan skabies yang terutama adalah menjaga kebersihan untuk
membasmi skabies seperti mandi dengan sabun, sering ganti pakaian, cuci
pakaian secara terpisah, menjemur alat-alat tidur, handuk tidak boleh dipakai
bersama.
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau,
tidak menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak
atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
Jenis obat topical :
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim.
Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat
aman dan efektif. Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari
3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur, berbau, mengotori
pakaian dan dapat menimbulkan iritasi.
2. Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi,
dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% dalam bentuk krim atau lotion,
termasuk obat pilihan arena efektif terhadap semua stadium, mudah
digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianurkan pada anak
dibawah umur 6 tahun dan wanta hamil karena toksi terhadap susunan saraf
pusat. Pemberiannya cup sekali dalam 8 jam. Jika masihada gejala, diulangi
seminggu kemudian.
4. Krokamiton 10% dalam krim atau losio mempunyai dua efek sebagai
antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
Krim( eurax) hanya efetif pada 50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam
berturut-turut dan dbersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir.

7
5. Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman karena
sangat mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah
pada manusia.
6. Pemberian antibiotika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya
bernanah di area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan.

8
BAB III
METODE PENGABDIAN
A. Keterkaitan Kegiatan
Penyuluhan scabies ini merupakan suatu program untuk meningkatkan
pengetahuan dan merubah perilaku hidup sehat yang nantinya hasilnya
diharapkan anak-anak mempu mengetahui tentang scabies dan dapat
meningkatkan kebersihan diri.
Penyuluhan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kemampuan
untuk menjaga kebersihan diri. Dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang
akan dilakukan para peserta penyuluhan scabies pada anak-anak di Panti
Asuhan Harapan Bangsa dipandang sangat penting sehingga para peserta
mampu menangani dan pencegahan penyakit scabies.
1. Persiapan Kegiatan (1 Hari)
a. Penjajakan lokasi
b. Identifikasi pengetahuan tentang scabies
c. Persiapan alat dan bahan juga kuesioner
2. Pelaksanaan (2 Hari)
a. Pelaksanaan Penyuluhan
b. Simulasi
3. Evaluasi Kegiatan (1 Hari)
a. Monitoring kegiatan para peserta
B. Rancangan Evaluasi
1. Teridentifikasi kegiatan perilaku hidup bersih.
C. Jadwal Pelaksanaan

No Kegiatan Tempat Waktu


1 Penyunan Proposal STIKES Dehasen Juli
2 Seminar Proposal STIKES Dehasen Agustus

3 Perbaikan proposal STIKES Dehasen Agustus

4 Penjajakan lokasi Kecamatan Gading September


Cempaka, Padang
Harapan Kota
Bengkulu
5 Pengurusan izin Linmas Kota September
Bengkulu
6 Identifikasi Khalayak sasaran Kecamatan Gading
a. Kepengurusan Panti Asuhan Cempaka, Padang Maret
b. Pengetahuan tentang Scabies Harapan Kota
Bengkulu

9
7 Pelaksanaan Kegiatan Kecamatan Gading
a. Menyusun Materi Penyuluhan Cempaka, Padang September,
b. Pelaksanaan pelatihan Harapan Kota Oktober,
Bengkulu November
8 Evaluasi kegiatan Kecamatan Gading Desember
Cempaka, Padang
Harapan Kota
Bengkulu
9 Penyusunan laporan STIKES Dehasen Desember

10 Publikasi STIKES Dehasen Januari

D. Rancangan Anggaran Belanja


Rencana anggaran kegiatan (RAB) pengabdian kepada masyarakat
Pada Anak-anak Di Panti Asuhan sebagai berikut:

No Rincian Biaya
1 Alat Tulis Kantor Rp. 500.000,-
2 Biaya cetak modul pelatihan Rp. 950.000,-
3 Foto Copy kuesioner Rp 350.000,-
4 Konsumsi Khalayak Sasaran Rp. 350.000,-
5 Konsumsi Rapat Persiapan Rp 350.000,-
6 Transport Kegiatan Rp 500.000,-
Jumlah Rp. 3.000.000,-

DAFTAR PUSTAKA

10
Stone, S.P., Goldfarb J.N., and Bacelieri R.E., 2008. Scabies, Other Mites, and
Pediculosis. In: Wolff K., Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S.,
and Leffell D.J. Ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th edition.
Zayyid, M.M. et al., 2013. Prevalence of scabies and head lice among children in
a welfare home in Pulau Pinang, Malaysia.
Murtiastutik D. 2008, ‘HIV & AIDS’ In : Buku Ajar Infeksi Menular Seksual.
Surabaya : Airlangga University
Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketiga. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan 1. Hipocrates : Jakarta.
http://www.askep-scabies.html
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan 1. Hipocrates : Jakarta.
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,
ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Harahap. M, 2000. Ilmu penyakit kulit. Hipokrates. Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai