OLEH :
ULYN NUHAELLA
NIM.2082B0286
Malang, .......................
Mahasiswa
ULYN NUHAELLA
Mengetahui
Bd. Shanti Natalia, SST., M. Kes Bd. Endah Pujiati, SST., M. Kes
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan YME atas segala rahmat dan hidayah-Nya
yang di limpahkan, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Asuhan
Kebidanan di Puskesmas Kromengan.
Penyusunan laporan Asuhan Kebidanan ini merupakan tugas yang di
wajibkan bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Bidan IIK
STRADA INDONESIA KEDIRI yang akan menyelesaikan pendidikan akhir
program. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan Asuhan Kebidanan ini terutama :
1. Dr. dr. Sentot Imam Suprapto., M. M selaku Rektor IIK STRADA
Indonesia.
2. Yenny Puspitasari S.Kep,Ns, M.Kes selaku Ka Prodi Pendidikan Profesi
Bidan IIK STRADA Indonesia.
3. Bd. Miftakhur Rohmah, SST, M. Kes selaku Dosen Pembimbing
4. Endah Pujiati, SST., M. kes selaku Pembimbing Lahan di Puskesmas
Kromengan
5. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Askeb ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ada beberapa faktor pencetus terjadinya asfiksia neonatorum yaitu
faktor ibu (hipoksia, eklampsi, toksemia, hipotensi karena perdarahan,
diabetes melitus, kelainan jantung, atau penyakit ginjal), faktor plasenta
(gangguan pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta, misalnya solusio plasenta atau plasenta previa), faktor
fetus (janin terlilit tali pusat, tali pusat menumbung, dll), dan faktor
persalinan (partus lama, kelahiran sungsang, kembar, seksio sesarea, dan
proses persalinan abnormal lainnya) (Markum AH, 2002). Asfiksia
merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir
dan akan membawa berbagai dampak pada periode neonatal baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Di negara maju angka
kejadian asfiksia berkisar antara 1-1,5% dan berhubungan dengan masa
gestasi dan berat lahir. Di negara berkembang angka kejadian bayi
asfiksia lebih tinggi dibandingkan di negara maju karena pelayanan
antenatal yang masih kurang memadai. Sebagian besar bayi asfiksia
tersebut tidak memperoleh penanganan yang adekuat sehingga banyak
diantaranya meninggal (Vera MM, 2013).
Menurut WHO deperkirakan sekitar 900.000 kematian bayi baru lahir
setiap tahun diakibatkan oleh asfiksia neonatorum. Laporan dari
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun
2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai
penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria,
sepsis neonatorum dan kelahiran prematur (WHO, 2005). Menurut
National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2002, asfiksia
neonatorum mengakibatkan 14 kematian per 100.000 kelahiran hidup di
Amerika Serikat (Adhie NR, 2012). Di Indonesia mempunyai 200 juta
penduduk dengan angka kelahiran 2,5% tahun sehingga diperkirakan
terdapat 5 juta kelahiran per tahun. Jika angka kejadian asfiksia 3-5% dari
seluruh kelahiran, diperkirakan 250 ribu bayi asfiksia lahir pertahun.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, tiga penyebab utama
kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/ respiratory
disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%)
(Kemenkes RI, 2014). Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada
tahun 2000 didapatkan 6,3% bayi asfiksia dari seluruh kelahiran, 2,1%
diantaranya lahir dengan asfiksia berat (Vera MM , 2003). Di RS Dr
Kariadi Semarang selama tahun 2007, angka kelahiran bayi hidup
mencapai 1600 jiwa setahun dengan angka kejadian bayi lahir dengan
asfiksia berjumlah 187 kelahiran (Adhie NR, 2012).
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis termotivasi untuk
mengangkat kasus melalui laporan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan asfiksia yang di temukan di Ruang Perinatologi RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan melaksanakan asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
1.2.2 Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subyektif dan
obyektif pada bayi baru lahir dengan asfiksia
- Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa aktual, masalah,
diagnosis potensial, dan masalah potensial pada bayi baru lahir
dengan asfiksia
- Mahasiswa dapat menentukan masalah potensial yang mungkin
terjadi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
- Mahasiswa mampu menentukan kebutuhan segera bila ditemui
masalah pada bayi baru lahir dengan asfiksia
- Mahasiswa dapat menentukan rencana tindakan sesuai standar dan
kebutuhan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
- Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan yang telah direncanakan
pada bayi baru lahir dengan asfiksia
- Mahasiswa mampu mengevaluasi dari tindakan yang telah diberikan
pada bayi baru lahir dengan asfiksia
1.3 Manfaat
1. Bagi mahasiswa profesi kebidanan diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan tentang konsep dasar dan manajemen kebidanan
mengenai pelayanan bayi baru lahir dengan asfiksia.
2. Bagi tenaga kesehatan di Ruang Perinatologi RSUD Ngudi Waluyo
diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan bayi baru lahir
dengan asfiksia sesuai dengan prosedur dan manajemen yang tepat
serta mampu memberikan asuhan yang tepat mengenai pelayanan
bayi baru lahir dengan asfiksia.
1.4 Ruang Lingkup
Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan
asfiksia
1.5 Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan
Dalam bab ini meliputi uraian mengenai latar belakang, tujuan,
manfaat, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang uraian teori-teori yang berhubungan dengan
Bayi baru lahir normal, yang dapat mendukung dan membantu
dalam pembahasan kasus ini.
Bab 3 Kerangka Konsep Asuhan
Bab ini berisi pola pikir dalam melakukan asuhan kebidanan yang
sesuai dengan kasus dikorelasikan dengan tinjauan teori yang
sudah didapatkan.
3. Pencegahan infeksi
Bayi prematur sangat mudah terserang infeksi, terutama disebabkan oleh
infeksi nosokomial. Hal ini karena kadar immunoglobulin serum bayi
prematur masih rendah, aktivitas bakterisidal neotrofil dan efek sitotoksik
limfosit juga masih rendah serta fungsi imun yang belum berpengalaman.
Oleh karena itu bayi prematur tidak boleh kontak dengan penderita infeksi
dalam bentuk apapun.
4. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat
badan harus dilakukan dengan ketat.
5. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi prematur
dan BBLR akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang
diberikan sekitar 30%-35% dengan menggunakan head box, karena
konsentrasi O2 yang tinggi dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan
pada jaringan retina bayi dan dapat menimbulkan kebutaan.
6. Pengawasan jalan nafas
Terhambatnya jalan nafas dapat mengakibatkan asfiksia dan hipoksia yang
akan berakhir dengan kematian. Bayi prematur dapat berisiko mengalami
serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh
oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Oleh karena
itu, perlu pembersihan jalan nafas segera setelah bayi lahir
Nilai APGAR adalah metode obyektif untuk menilai kondisi bayi baru
lahir dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi
secara umum, serta responnya terhadap resusitasi. Intervensi resusitasi
adalah modifikasi dari nilai APGAR sehingga resusitasi yang dilakukan
pada saat nilai ditentukan harus dicatat. Nilai APGAR ditentukan pada
menit ke-1 dan menit ke-5 setelah lahir. Jika nilai APGAR pada menit ke-5
kurang dari 7 maka ada tambahan nilai setiap 5 menit sampai 20 menit
(Perinasia, 2012).
Nilai APGAR tidak digunakan untuk memulai tindakan resusitasi
ataupun menunda intervensi pada bayi dengan depresi sampai penilaian
menit ke-1. Akan tetapi resusitasi harus segera dimulai sebelum menit ke-
1 dihitung. Menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi atau tidak
dilihat dari:
1. Apakah bayi lahir cukup bulan
2. Apakah bayi bernapas/ menangis
3. Apakah tonus otot baik
Evaluasi gawat napas menurut (PONEK, 2008) dapat menggunakan Skor
Downe adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Evaluasi gawat napas dengan menggunakan Skor Downe
(Ponek, 2008)
Pemeriksaaan Skor
0 1 2
Frekuensi <60 dpm 60-80 dpm >80 dpm
naapas
Retraksi Tidak ada Retrkasi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis
dengan menetap
sianosis pemberian O2 walaupun diberi
O2
Suara napas Suara napas di Suara napas di Tidak ada suara
kedua paru baik kedua paru napas di kedua
menurun paru
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan tanpa alat bantu
stetoskop
Evaluasi Total Nilai:
<4 : Gawat napas ringan
4-7 : Gawat napas sedang
>7 : Gawat napas berat
3. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
Kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (Gomella, 2009 &
Toweil 1966)
Sebelum lahir, seluruh oksigen yang digunakan oleh janin berasal dari
difusi darah ibu ke darah janin melewati membran plasenta. Hanya
sebagian kecil darah janin yang mengalir ke paruparu janin. Paru janin
tidak berfungsi sebagai jalur transportasi O2 atau ekskresi CO2 ataupun
keseimbangan asam basa pada janin. Paru-paru janin mengemband
dalam uterus akan tetapi kantung-kantung udara yang akan menjadi
alveoli berisi cairan bukan udara. Selain itu pembuluh arteriol konstriksi
(mengkerut) karena tekanan parsial oksigen (PO2) pada janin rendah.
Sebelum lahir, sebagian besar darah dari sisi kanan jantung tidak dapat
memasuki paru karena resistensi yang lebih rendah yaitu melewati duktus
arteriosus menuju aorta.
Setelah lahir, bayi tidak lagi terhubung dengan plasenta dan akan
bergantung pada paru-paru sebagai sumber oksigen. Oleh sebab itu
dalam hitungan detik, cairan paru dalam alveoli harus diserap. Paru-paru
harus terisi udara yang mengandung oksigen dan pembuluh darah paru
harus membuka untuk meningkatkan aliran darah ke alveoli sehingga
oksigen dapat diabsorpsi dan dibawa ke sleuruh tubuh (Perinasia, 2012).
Perubahan Normal Setelah Kelahiran:
1. Cairan dalam alveoli diserap ke pembuluh limfe paru dan digantikan oleh
udara.
2. Arteri umbilikalis konstriksi, kemudian arteri dan vena umbilikalis menutup
ketika tali pusat dijepit.
3. Pembuluh darah paru relaksasi sehingga tekanan terhadap aliran darah
menurun karena mengembangnya alveoli oleh udara yang berisi oksigen
sehingga kadar oksigen dalam alveoli meningkat (Perinasia, 2012).
Pemeriksaan fisik
Bayi tidak bernafas atau menangis.
Denyut jantung kurang dari 100x/menit.
Tonus otot menurun.
Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa
mekonium pada tubuh bayi.
BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010).
2.2.7. Penatalaksanaan
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan
biasa, walaupun mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa
intervensi khusus. Bayi baru lahir dalam apnu sekunder tidak akan
bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi dengan
tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi
memulai pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan
memberikan stimulasi yang kurang efektif hanya akan memperlambat
pemberian oksigen dan meningkatkan resiko kerusakan otak. Sangat
penting untuk disadari bahwa pada bayi yang mengalami apnu sekunder,
semakin lama kita menunda upaya pernapasan buatan, semakin lama
bayi memulai pernapasan spontan. Penundaan dalam melakukan upaya
pernapasan buatan, walaupun singkat, dapat berakibat keterlambatan
pernapasan yang spontan dan teratur. Perhatikanlah bahwa semakin lama
bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan terjadinya
kerusakan otak.
Penyebab apa pun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera
sesudah tali pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu
melalui pernapasan spontan yang memadai akan mengalami hipoksia
yang semakin berat dan secara progresif menjadi asfiksia. Resusitasi
yang efektif dapat merangsang pernapasan awal dan mencegah asfiksia
progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan
oksigen kepada otak, jantung dan alat – alat vital lainnya (Saifuddin,2009).
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan
sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap
kelahiran harus ada setidaknya satu orang yang bertanggung jawab pada
bayi baru lahir. Orang tersebut harus mampu untuk memulai resusitasi,
termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Orang
ini atau orang lain yang datang harus memiliki kemampuan melakukan
resusitasi neonatus secara komplit, termasuk melakukan intubasi
endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila dengan
mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa
akan membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan
dan persiapan alat resusitasi. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu)
membutuhkan persiapan khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang
kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami kerusakan
karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh darah imatur
dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu, bayi prematur
memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik
dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga
mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila
diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya
sebelumnya dimintakan informed consent. Definisi informed consent
adalah persetujuan tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang
suatu tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan dari petugas
kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi dengan
depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat
darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah
kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu
melakukan informed consent. Lebih baik lagi apabila informed consent
dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan akan memerlukan tindakan
Oleh karena itu untuk menentukan butuh resusitasi atau tidak, semua
bayi perlu penilaian awal dan harus dipastikan bahwa setiap langkah
dilakukan dengan benar dan efektif sebelum ke langkah berikutnya.
Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti algoritma resusitasi
neonatal. Berikut ini akan ditampilkan diagram alur untuk menentukan
apakah terhadap bayi yang lahir diperlukan resusitasi atau tidak.
Alogaritma Resusitasi Neonatal
4. Intubasi Endotrakeal
Cara:
1) Langkah 1: Persiapan memasukkan laringoskopi
Stabilkan kepala bayi dalam posisi sedikit tengadah
Berikan O2 aliran bebas selama prosedur
2) Langkah 2: Memasukkan laringoskopi
Daun laringoskopi di sebelah kanan lidah
Geser lidah ke sebelah kiri mulut
Masukkan daun sampai batas pangkal lidah
3) Langkah 3: Angkat daun laringoskop
Angkat sedikit daun laringoskop
Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya
Lihat daerah farings
Jangan mengungkit daun
4) Langkah 4: Melihat tanda anatomis
Cari tanda pita suara, seperti garis vertical pada kedua sisi glottis
(huruf “V” terbalik)
Tekan krikoid agar glotis terlihat
Bila perlu, hisap lender untuk membantu visualisasi
5) Langkah 5: Memasukkan pipa
Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan lengkung pipa
pada arah horizontal
Jika pita suara tertutup, tunggu sampai terbuka
Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada di batas
pita suara
Batas waktu tindakan 20 detik (Jika 20 detik pita suara belum
terbuka, hentikan dan berikan VTP)
6) Langkah 6: mencabut laringoskop
Pegang pipa dengan kuat sambil menahan kea rah langitlangit mulut
bayi, cabut laringoskop dengan hati-hati.
Bila memakai stilet, tahan pipa saat mencabut stilet. (Prambudi,
2013).
Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah
satu kriteria tersebut diatas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan
CPAP. Pada penggunaan CPAP, pernapasan spontan dengan tekanan
positif dipertahankan selama siklus respirasi, hal ini yang disebut disebut
dengan continuous positive airway pressure. Pada mode ventilasi ini,
pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas
yang diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang
membuka bila tekanan udara di atas tekanan atmosfer. Keistimewaan
CPAP adalah dapat digunakan pada pasien-pasien yang tidak terintubasi.
Beberapa gangguan nafas atau respiratory distress yang dapat diatasi
dengan mempergunakan CPAP antara lain :
1. Bayi kurang bulan dengan Respiratory Distress Syndrom
2. Bayi dengan Transient Takipneu of the Newborn (TTN)
3. Bayi dengan sindroma aspirasi mekoneum
4. Bayi yang sering mengalami apneu dan bradikardia karena kelahiran
kurang bulan
5. Bayi yang sedang dalam proses dilepaskan dari ventilator mekanis
6. Bayi dengan penyakit jalan nafas seperti trakeo malasia, dan bronkitis
7. Bayi pasca operasi abdomen (Effendi 2014).
2.2.8. Pencegahan
Pencegahan secara Umum
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan
atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan
wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan,
persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat
kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena
penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak
faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat
istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak
pihak dan lintas sektoral yang saling terkait (Perinasia, 2012).
Pencegahan saat persalinan
Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah
penting, juga kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Yang harus diperhatikan:
Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit,
sertapemberian pituitarin dalam dosis tinggi.
Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan
oksigen dan darah segar.
Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan
menunggu lama pada kala II (Perinasia, 2012).
BAB III
KERANGKA KONSEP ASUHAN KEBIDANAN
A. Data Subjektif
Data Subjektif adalah data yang didapat berdasarkan persepsi
dan pendapat klien tentang masalah kesehatan mereka. Sumber data
pengkajian dapat berasal dari anamnesa klien, keluarga dan orang
terdekat, anggota tim perawatan kesehatan, catatan medis, dan
catatan lainnya.
1. Identitas Bayi, Ibu dan ayah
Data dasar dalam identifikasi pasien untuk menghindari terjadinya
kekeliruan dan sebagai salah 1 standar dalam patient safety (Widiastini,
2014). Identitas bayi dan identitas orang tua, meliputi nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, serta alamat tempat tinggal. Dengan
mengetahui identitas bayi dan orang tua dapat membantu dalam proses
pendekatan terapeutik sehingga dapat terjalin hubungan yang kooperatif
selama pemeriksaan.
2. Alasan masuk ke rumah sakit
Alasan bayi masuk ke rumah sakit perlu dicatat untuk mengetahui
latar belakang, proses dan tujuan bayi dirawat di rumah sakit.
3. Keluhan utama
Informasi berupa keluhan atau masalah kesehatan yang dirasakan oleh
klien secara subyektif yang digunakan untuk membuat keputusan klinik,
mengakkan diagnosa dan mengembangkan rencana asuhan sesuai
kondisi pasien (Indrayani & Djarmi, 2016).
4. Riwayat Natal
Riwayat natal meliputi jenis persalinan, penolong, tempat,
tanggal/jam lahir, keadaan saat lahir, keadaan ketuban, AS, BB lahir, PB
lahir dan patensi anus. Hal ini penting diketahui untuk menilai keterkaitan
antara kondisi kesehatan bayi saat ini dan prognosa kesehatan bayi baru
lahir. Tanda bayi asfiksia meliputi :DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang
dari 100x/menit tidak teratur, Mekonium dalam air ketuban pada janin
letak kepala, Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak,
otot, dan organ lain, Depresi pernafasan karena otak kekurangan
oksigen , Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan
oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak, Tekanan darah rendah
karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau
kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama
proses persalinan, Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan
absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak teratur/megap-megap,
Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah,
Penurunan terhadap spinkters (Depkes RI, 2007)
5. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan bayi untuk mengetahui penyakit yang diderita
saat ini atau pernah diderita bayi sebelum masuk rumah sakit serta untuk
mengetahui riwayat penyakit keluarga terdekat yang dapat
mempengaruhi kondisi bayi saat ini. Faktor predisposisi asfiksia antara
lain: .
Faktor ibu : Pre-eklampsi dan eklampsi , Pendarahan abnormal
(plasenta previa atau solusio plasenta), Kehamilan Lewat Waktu
(sesudah 42 minggu kehamilan), Partus lama (rigid serviks dan
atonia/ insersi uteri) ,Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus
yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta,
Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta (Gomella,
2009).
Faktor Tali Pusat : Lilitan tali pusat, Tali pusat pendek, Simpul tali
pusat, Prolapsus tali pusat(Gomella, 2009).
Faktor Bayi: Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan),
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), Kelainan bawaan (kongenital), Air
ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (Gomella, 2009 &
Toweil 1966)
6. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi diperlukan untuk mengetahui status imunisasi
apa saja yang telah didapat yang dapat mempengaruhi prognosa
kesehatan bayi.
7. Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial untuk mengetahui respon dan dukungan
keluarga terhadap kesehatan bayi serta untuk mengetahui adat istiadat
tertentu dalam lingkungan keluarga bayi yang dapat mempengaruhi
status kesehatannya.
8. Pola kehidupan sehari-hari
- Pola nutrisi
Pola nutrisi berkaitan dengan status gizi bayi, pola nutrisi meliputi
berapa kali minum dalam sehari dengan ASI/PASI, ada tidaknya
alergi makanan dan atau pantangan makan dalam keluarga bayi
- Pola Eliminisasi
Pola eliminasi untuk mengetahui apakah ada masalah pada BAK dan
BAB bayi, berapa kali dalam sehari, bentuk, dan konsistensi serta
masalah dalam eliminasinya.
B. Data Okjektif
1. Pemeriksaan keadaan umum merupakan penilaian objektif keadaan
sehat/sakit klien berdasarkan inspeksi umum (Damayanti, 2014).
Keadaan umum meliputi lemah, cukup, baik. Pada kasus asfiksia bayi
memiliki keadaan umum yang lemah karena kebutuhan oksigen tubuh
tidak tercukupi.
2. Tanda Vital
Nadi : 120 – 160 x/menit
Suhu : 36,5 – 37,5 ºC
RR : 40-60 x/menit
Pada kasus asfiksia, bayi memiliki respiration rate (RR) dibawah
normal, nadi lemah atau tidak teraba.
3. Antropometri
BB : < 2500 gram
PB : < 45 cm
LK : < 33 cm
LD : < 30cm
4. Pemeriksaan Fisik
a. Posisi : tangan, lengan, posisi kaki terhadap tangan, vertebrae
b. Gerak : simetris/tidak, tremor/tidak
c. Kulit : Kulit tipis dan transparan, lanugo (bulu halus) banyak
terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan.
d. Kepala : Bersih/tidak, wajah pucat/tidak, oedem/tidak, caput
succedaneum/tidak, dan cephal haematom/tidak
e. Mata : Conjuntiva anemis/tidak, sklera ikterus/ tidak,
simetrisitas mata, jarak kantus medial
f. Hidung : secret/tidak, bersih/tidak, pernapasan cuping
hidung/tidak, flat nasal bridge/tidak
g. Mulut : Bersih/tidak, epulis/tidak, stomatitis/tidak, mukosa bibir
lembab/tidak, labio-palato-labiopalato skisis/tidak
h. Telinga : Bersih/tidak, serumen/tidak, low set ears/tidak
i. Leher : Adakah pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe,
adakah bendungan vena jugularis, neck bull/tidak
j. Dada : Putting susu belum terbentuk sempurna, adakah
retraksi dan bunyi napas tambahan
k. Abdomen : Ada/tidak benjolan massa abnormal,perdarahan/
infeksi umbilicus ada/tidak,
l. Genetalia : lesi/tidak, edem/tidak, bentuk, maturitas, pada bayi
prematur Genetalia belum sempurna
m. Anus : patensi anus
n. Ekstrimitas : atas: oedem/tidak, varises/tidak, akral hangat/tidak.
Bawah: oedem/tidak, varises/tidak, akral hangat/tidak.
o. Reflek : pada bayi prematur Reflek menghisap dan menelan
belum sempurna
V. Intervensi
Intervensi dikembangkan berdasarkan intervensi atas diagnosa
saat ini dan antisipasi diagnosa potensial dan penanganan masalah.
Rencana tindakan harus disetujui oleh keluarga. Semua tindakan
yang diambil harus berdasarkan rasional dan diakui kebenarannya
serta harus dianalisa secara teoritis.
Tanggal Jam
Dx : neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan usia 1 jam
dengan asfiksia
Tujuan Setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir dan mencegah asfiksia
berulang
Kriteria hasil :
KU baik, gerak aktif, tangis kuat, tonus otot baik
RR : 40-60 x/menit
N : 120-160 x/menit
S : 36,5 – 37,5 °C
Intervensi :
1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien
R/ ibu mempunyai hak untuk mengetahui kondisi bayinya saat ini
2. Berikan terapi sesuai advice dokter
R/stabilisasi kondisi kesehatan bayi dan mencegah terjadinya morbiditas
pada bayi baru lahir
3. Jaga hygiene bayi dan thermoregulasi
R/mencegah infeksi dan hipotermi
4. Observasi vital sign, keadaan umum, cairan masuk dan cairan keluar
R/ mengetahui perubahan abnormal kondisi bayi baru lahir.
VI. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana tindakan secara
efisien dan menjamin rasa aman. Implementasi dapat dikerjakan
keseluruhan oleh bidan ataupun bekerja sama dengan tim kesehatan
lain. Bidan harus melakukan implementasi yang efisien karena akan
mengurangi waktu perawatan dan biaya serta meningkatkan kualitas
pelayanan kepada klien.
Melaksanakan rencana asuhan yang telah direncanakan secara
menyeluruh dengan efisien dan aman sesuai perencanaan.
VII. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah untuk mengetahui sejauh mana tingkat
keberhasilan asuhan yang diberikan. Selain terhadap permasalahan
klien, bidan juga harus mengenal apakah rencana yang telah
ditetapkan dapat dilakukan dengan baik atau mungkin timbul masalah
baru (Varney et al, 2007)
BAB IV
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS KURANG BULAN SESUAI
MASA KEHAMILAN USIA 0 JAM DENGAN ASFIKSIA
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD NGUDI WALUYO
V. INTERVENSI
Tanggal : 9 Maret 2022 Pukul: 22.05 WIB
Diagnosa : Neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan usia 0 jam
dengan asfiksia.
Tujuan : meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir dan mencegah
morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir
Kriteria hasil :
KU baik, tangis kuat, gerak aktif, tonus otot baik
RR 40-60x /menit
Nadi 120-160x /menit
Suhu 36,5-37,5C
Intervensi:
5. Lakukan pendekatan terapeutik pada keluarga klien.
R/ dengan pendekatan terapeutik akan terjalin kerjasama yang kooperatif
antara klien dan petugas kesehatan.
6. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien
R/ ibu mempunyai hak untuk mengetahui kondisi bayinya saat ini
7. Berikan terapi sesuai advice dokter
R/stabilisasi kondisi kesehatan bayi dan mencegah terjadinya morbiditas
pada bayi baru lahir
8. Jaga hygiene bayi dan thermoregulasi
R/mencegah infeksi dan hipotermi
9. Observasi vital sign, keadaan umum, cairan masuk dan cairan keluar
R/ mengetahui perubahan abnormal kondisi bayi baru lahir.
VI. IMPLEMENTASI
Tanggal : 9 Maret 2022 Pukul : 22.05 WIB
1. Melakukan supervisi resusitasi (VTP) bayi baru lahir dengan asfiksia
2. Melakukan pendekatan terapeutik pada keluarga klien. Keluarga
kooperatif dan telah memberikan persetuan tertulis bahwa bersedia
dilakukan tindakan medis guna keselamatan bayinya.
3. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada keluarga bahwa dari hasil
pemeriksaan fisik dan penunjang kondisi bayi sesak dan kemungkinan
terburuk bayi bisa menurun sampai dengan meninggal sewaktu-waktu
sehingga perlu perawatan dan observasi di ruang Neonatal Intensive
Care Unit (NICU).
4. Memberikan terapi sesuai advice dokter
- Observasi O2 NIPPV PEEP FrO2 80% 8 CaH2O
- Observasi pemberian infus D10% 81cc/hari
- Observasi retensi melalui OGT terbuka
- Injeksi ampicillin 2x100 mg
- Injeksi aminofilin 3x2 mg
- pemberian aminosteril infus 15 cc/hari
- Melakukan pemberian injeksi vit K, salep mata dan injeksi Hb0
5. Melakuka perawatan tali pusat
6. Menjaga suhu bayi tetap hangat dengan meletakkan bayi di dalam
inkubator dan mengatur suhu inkubator.
7. Menjaga hygiene bayi dengan menyeka bayi 1x per hari saat pagi,
mengganti popok bila basah/kotor
8. Mengobservasi vital sign, keadaan umum, tanda distres napas, kadar
gula darah bayi, cairan masuk dan cairan keluar
Tgl Jam HR SP02 T K.U. Cairan masuk Cairan
keluar
8/5/ 18.0 170 99% 36,6 Lemah Injeksi ampicillin 100 Ret (-)
19 0 mg dan aminofilin 2 mg
9/5/ 05.0 175 99% 36,7 Lemah Injeksi ampicillin 100
19 0 mg dan aminofilin 2 mg
Infus aminosteril 6% 15
cc
VII. EVALUASI
Tanggal : 8 Mei 2019 Pukul : 11.50 WIB
S : bayi mengalami henti nafas
O :
KU lemah, tidak menangis, gerak otot lemah
HR 110 x/menit
Terjadi penurunan SPO2
A : neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan usia 1 hari dengan
apneu periodik
P :
1. Melakukan supervisi resusitasi bayi baru lahir (VTP)
E/ HR 112x/menit, RR 48x/menit, down score 7, SPO2 90%
2. Menjelaskan kondisi bayi
E/ keluarga mengerti bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan
bahwa kondisi bayi mengalami penurunan kondisi dan memerlukan terapi
intensif, dan dengan kondisi bayi sekarang, bayi beresiko meninggal
dunia.
3. Melanjutkan intervensi sesuai advice dokter
E/
O2 NIPPV PEEP 7 70% 8 CaH2O
D10% 66cc/hari
Diit/OGT ASI 24 cc/24 jam
Injeksi ampicillin 2x100 mg
Injeksi aminofilin 3x2mg
Infus aminosteril 6% 15 cc/hari
Rawat tali pusat
Thermoregulasi
Observasi TTV, distres napas, periodik apneu
CATATAN PERKEMBANGAN 1
Tanggal : 9 Mei 2019 Pukul : 12.00 WIB
S : bayi mengalami henti nafas
O :
KU lemah, tidak menangis, gerak otot lemah
HR 80x/menit
SPO2 75%
A : neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan usia 1 hari dengan
apneu periodik
P :
1. Melakukan supervisi resusitasi bayi baru lahir (VTP)
E/ HR 85x/menit, RR (-), SPO 2 75%. VTP terus dilakukan berkala, pukul
12.30 WIB HR 60x/menit, RR (-), SPO2 50% VTP tetap dilanjutkan.
Pukul 12.45 WIB HR 40x/menit, SPO2 30% VTP dilanjutkan. Pukul
13.00 WIB HR negatif, SPO2 tidak terdeteksi, reflek pupil negatif VTP
dihentikan, bayi dinyatakan meninggal dunia oleh dokter.
2. Menjelaskan kondisi bayi kepada keluarga bayi bahwa bayi mengalami
henti nafas dan sudah dilakukan usaha bantuan nafas namun tidak
berhasil sehingga bayi dinyatakan meninggal dunia.
E/ keluarga memahami penjelasan bidan.
4. Melakukan perawatan jenazah dengan melepas semua alat infasive dan
plester, membungkus bayi dengan sewek dan melakukan timbang terima
pasien dengan petugas kamar jenazah
E/ bayi mendapat perawatan jenazah lebih lanjut di kamar jenazah pukul
13.15 WIB.
BAB V
PEMBAHASAN
6.2 Saran
1. Tempat pelayanan kesehatan
a. Diharapkan bidan dapat mempertahankan dan meningkatkan
kerjasama serta komunikasi sehingga dapat menjaga mutu pelayanan
kebidanan dan kandungan.