Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan serta persalinan merupakan suatu peristiwa alamiah dan hal yang
sangat dinanti setiap ibu yang sedang menunggu proses kelahiran bayinya. Meskipun
persalinan merupakan peristiwa fisiologis namun setiap proses persalinan yang terjadi
beresiko mengalami komplikasi selama persalinan. Hal tersebut dapat memperburuk
kondisi baik ibu maupun bayi selama persalinan berlangsung sehingga berdampak
terjadinya kematian pada ibu dan bayi (Winancy, 2019).
Menurut World Health Organizaton (WHO), salah astu penyebab mordibitas
dan mortalitas ibu dan janin adalah preeklamsia berat (PEB), angka kejadiannya
berkisar antara 0,51 – 38,4 %. Di negara maju angka kejadian preeklamsia berat
berkisar 6 – 7 % dan eklampsia 0,2 – 0,7 %. Sedangkan angka kematian ibu yang
diakibatkan preeklampsia berat dan eklampsia di negara berkembang masih tinggi.
(Mureza, 2012)
Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi persalinan didefinisikan sebagai
suatu kumpulan gejala pada ibu hamil ditandai dengan peningkatan tekanan darah
sistolik ≥ 140/90 MmHg dan tingginya kadar protein pada urine (proteinuria) yang
sering muncul pada usia kehamilan ≥ 20 minggu. Kedua kriteria ini masih menjadi
definisi klasik preeklampsia, sedangkan untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria
diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal
(POGI, 2016).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara–
negara tetangga di Kawasan ASEAN (Profil Kesehatan Indonesia, 2014).
Menurut Andriyani, (2012) dalam penelitiannya menyampaikan kejadian
preeklampsi di negara Amerika Serikat dilaporkan 23,6 kasus per 1000 kelahiran.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia dalam buku Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran menyampaikan untuk kejadian preeklampsi di Indonesia
sebanyak 128.273/tahun atau sekitar 5,3% (POGI, 2016).
Angka kematian ibu melahirkan di Sumatera Selatan masih tinggi pada tahun
2010 berjumlah 131 orang dan pada tahun 2011 tidak ada peningkatan masih 131
orang sedangkan pada tahun 2013 jumlah kematian ibu meningkat menjadi 148 per
100.000 kelahiran hidup (Depkes, 2012).
Dikota Palembang angka kematian ibu (AKI) tergolong cukup tinggi
berdasarkan laporan pada tahun 2011 tidak ada kematian ibu yang disebabkan oleh
preeklampsia. Sedangkan pada tahun 2013 angka kejadian preeklampsia berjumlah
581 orang per 31.930 kelahiran hidup (Dinkes Palembang, 2012 ).
Penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi pre
eklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama
( nullipara ). Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu
pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun
( Nurarif, 2015 ).
Masalah preeklampsia bukan hanya berdampak pada ibu saat hamil dan
melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi
endotel di berbagai organ. Dampak jangka panjang pada bayi yang dilahirkan ibu
dengan preeklampsia antara lain bayi akan lahir prematur sehingga mengganggu
semua organ pertumbuhan bayi. Sampai dengan saat ini penyebab preeklampsi belum
diketahui secara pasti, beberapa faktor resiko yang menjadi dasar perkembangan kasus
preeklampsi diantaranya adalah usia, primigravida, multigravida, jarak antar
kehamilan, janin besar dan kehamilan dengan janin lebih dari satu (POGI, 2016).
Pentingnya dilakukan serangkaian pemeriksaan serta bagaimanan proses
penanganan persalinan berlangsung sangat berpengaruh terhadap kondisi ibu pasca
persalinan, oleh karena itu penatalaksanaan awal pada masalah preeklampsi perlu
dilakukan dengan mengidentifikasi faktor resiko untuk setiap ibu hamil melalui asuhan
antenatal care sebab masalah preeklamsi pada awalnya tidak memberikan gejala dan
tanda, namun dapat memperburuk kondisi ibu dan bayi dengan cepat. Tujuan utama
penatalaksanaan preeklampsia adalah kondisi ibu yang aman dan persalinan bayi yang
sehat. (POGI, 2016).
Setelah mengidentifikasi faktor resiko pada masa kehamilan, penatalaksanaan
preeklampsia selanjutnya adalah tergantung dari usia gestasi ibu. Penatalaksanaan
terapi definitif pada pasien preeklampsia dengan segera melakukan persalinan atau
terminasi kehamilan atas indikasi mengancam nyawa ibu dan bayi baik dengan
tindakan operatif Sectio Caesarian ataupun dengan persalinan normal (Khairani, 2020).
Perubahan kondisi pasca persalinan pada setiap ibu dengan preeklampsia
tidak sama, hal ini dipengaruhi proses adaptasi ibu selama mengalami perubahan
tersebut. Kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan selama masa nifas
mempengaruhi kebutuhan ibu baik secara fisiologis maupun psikologisnya. Dengan
memberikan asuhan pada masa nifas diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tersebut
sehingga ibu dapat melakukan dan meningkatkan kemampuan secara mandiri terhadap
perubahan yang terjadi pasca melahirkan (Rusniati, 2017).
Salah satu model asuhan keperawatan yang menekankan pada konsep
perubahan adaptasi secara keseluruhan yaitu model keperawatan adaptasi Callista Roy
atau “Holistic Adaptif Sytem” . Model asuhan keperawatan yang diberikan
menggunakan pendekatan perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran,
dan hubugan interdependensi selama sehat dan sakit. Derajat adaptasi dibentuk oleh
dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimuli, kontesktual stimuli dan residual
stimuli. Roy juga mengadaptasi nilai “Humanisme” dalam model konseptualnya A.H.
Maslow. Menurut Roy humanisme dalam keperawatan yaitu keyakinan terhadap
kemampuan koping manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan (Rakhman, 2014).
Peran perawat dengan memberikan asuhan keperawatan pada pasien
preeklampsia bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi selama masa nifas serta
mencegah terjadinya komplikasi pasca persalinan. Oleh sebab itu asuhan keperawata
pasien dengan preeklamsi dilakukan untuk meningkatkan penyesuaian diri pasien
dalam menghadapi permasalahan yang berhubungan dengan kondisinya pasca
melahirkan serta memfasilitasi potensi pasien untuk beradaptasi dalam menghadapi
perubahan kebutuhan dasarnya.

1.3 Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan penulisan laporan seminar ini, penulis mampu
menerapkan asuhan keperawatan maternitas pada pasien dengan Preeklamsia
Berat di Ruang Rawat Inap Lantai 4 Paviliun RSUD Siti Fatimah Azzahra
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2022 secara komprehensif.
B. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. A dengan Preeklamsia Berat di
Ruang Rawat Inap Lantai 4 Paviliun RSUD Siti Fatimah Azzahra Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2022.
2. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada Ny. A dengan Preeklamsia
Berat di Ruang Rawat Inap Lantai 4 Paviliun RSUD Siti Fatimah Azzahra
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2022.
3. Mampu merumuskan Intervensi keperawatan pada Ny. A dengan
Preeklamsia Berat di Ruang Rawat Inap Lantai 4 Paviliun RSUD Siti Fatimah
Azzahra Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2022.
4. Mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan pada Ny. A dengan
Preeklamsia Berat di Ruang Rawat Inap Lantai 4 Paviliun RSUD Siti Fatimah
Azzahra Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2022.
5. Melakukan evaluasi Asuhan keperawatan pada Ny. A dengan Preeklamsia
Berat di Ruang Rawat Inap Lantai 4 Paviliun RSUD Siti Fatimah Azzahra
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2022.

1.4 Manfaat Penulisan


A. Manfaat Teoritis

Manfaat yang ingin dicapai penulis ialah agar laporan ini dapat berkontribusi di
dalam dunia keperawatan dan berguna sebagai salah satu sumber data bagi
mahasiswa di dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya di dalam bidang
Keperawatan Maternitas.

B. Manfaat Praktis
1. Bagi Perkembangan Ilmu Teknologi Keperawatan

Manfaat yang ingin dicapai dalam perkembangan iptek Keperawatan adalah


untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada
pasien post sectio caesarea pada pasien preeklamsia berat dengan nyeri akut.

2. Bagi Penulis
Manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah untuk menambah pengetahuan dan
informasi tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien preeklamsia berat
dengan post operasi sectio caesarea. Selain daripada itu diharapkan dapat menjadi
salah satu cara dalam mengaplikasikan ilmu keperawatan khususnya keperawatan
maternitas yang diperoleh di Institusi Pendidikan.

1.5 Ruang Lingkup

Penulisan laporan seminar asuhan keperawatan ini berada dalam lingkup keperawatan
maternitas, khususnya pada sistem reproduksi di Ruang Rawat Inap Lantai 4 Paviliun Cendana
RSUD Siti Fatimah Azzahra Provinsi Sumsel. Pengkajian pada pasien Ny. A dilakukan pada
tanggal 27 November pukul 16.00 WIB. Laporan Asuhan Keperawatan ini terdiri dari
tindakan melakukan pengkajian pada pasien, menentukan diagnosa yang bisa atau mungkin
muncul, menyusun rencana tindakan dan mengimplementasikan rencana tersebut serta
mengevaluasi hasilnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kehamilan


A. Pengertian
Kehamilan adalah pertemuan antara sel telur dengan sel spermatozoa
(konsepsi) yang diikuti dengan perubahan fisiologis dan psikologis (Mitayani,
2013).
Kehamilan adalah suatu kondisi krisis dari proses kematangan yang
menghendaki perubahan-perubahan dalam penampilan, peran tanggung jawab, dan
kehidupan sehari-hari semua anggota keluarga. (Bobak, 2000).
Kehamilan adalah proses fisilogis yang memberikan perubahan pada ibu
maupun lingkungannya. Dengan adanya kehamilan maka seluruh sistem genitalia
wanita mengalami perubahan yang mendasar untuk mendukung perkembangan
dan pertumbuhan janin dalam rahim selama proses kehamilan berlangsung. (Serri
Hutahaean, 2013).
B. Anatomi Fisiologi
1. Sistem Reproduksi Internal
Gambar 2.1
Sistem Reproduksi Wanita
a. Uterus
Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi.
Uterus terdiri dari fundus, uteri korpus dan serviks uteri. Fundus uteri
adalah bagian proksimal dari uterus, kedua tuba fallopi masuk ke uterus.
Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar, pada kehamilan bagian
ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga
yang terdapat di korpus uteri di sebut kavum uteri. Serviks uteri terdiri
atas pars vagina servisis uteri dan pars supravaginalis servisis uteri.
Saluran yang terdapat pada serviks di sebut kanalis servikalis. (Wibowo,
2002).
b. Serviks Uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri atas pars vaginalis (berbatasan /
menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri atas 3
komponen utama : otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan
glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio
cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri exsternum (luar, arah
vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri
internuum (dalam, arah cavum), sebelum melahirkan (nillipara /
primigravida) lubang ostium externum bulat kecil, setelah pernah /
riwayat melahirkan (primipara / multigravida) berbentuk garis melintang.
Posisi serviks mengarah ke kaudal-pos-terior, setinggi spina ischiadica.
Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang
mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai
garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks di
pengaruhi sirkus haid. (Prawiharjo, 2005)
c. Corpus Uteri
Corpus uteri terdiri dari paling luar lapisan serosa/peritoneum
yang melekat pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah
lapisan muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke
dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dari sirkular), serta dalam
lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan
runtuh sesuai sirkulasi haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium.
Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus
uteri berada di atas vesica urinaria. Proporsi ukuran corpus terhadap
isthmus dan serviks uterus bervariasi selama pertumbuhan dan
perkembangan wanita (Prawiharjo, 2005).
d. Tuba Falopi / Salping
Menurut Muaba (2004) tuba fallopi berasal dari duktus Mulleri,
panjangnya sekitar 11-14cm. Tuba fallopi terdiri dari:
1. Pars interstisialis : 3-5cm dalam dinding uterus.
2. Pars istmika, bagian tersempit dengan diameter 2-3mm.
3. Pars ampula, bagian terlebar dengan diameter 4-10mm.
4. Pars infundibulum tubae, fimbriae dapat melakukan ovum pick up
mechanism.
5. Otot tuba identik dengan otot polos, yaitu longitudinal dan sirkular,
yang kedua otot ini dipengaruhi otot perbandingan antara estrogen
dan progesteron.
6. Mukosa brlipat-lipat, terutama dibagian ampula.
7. Epitel kubik sampai silindris dengan sebagian mempunyai villi.
8. Mempunyai kelenjar yang dapat mengeluarkan cairan, villi berfungsi
untuk mengalirkan cairan ke arah uterus, gerak villi di pengaruhi
oleh perbandingan estrogen dan progesteron. Estrogen mengaktifkan
gerak villi, sedangkan progesteron menghambat gerak villi.
e. Ovarium
Ovarium terletak di bagian belakang fossa ovarika. Ovarium
berkaitan dengan uterus melalui ligamentum ovarii properium dibagian
belakang ligamentum latum, sistem pembuluh darah berasal dari ramus
ovarika – art ovarika dan ramus ovarika – art uterina asenden.
Mesovarium adalah bagian dari ligamentum latum yang menghubungkan
ovarium dengan ligamentum latum. Bagian ovarium yang mengarah ke
peritenium, tertutup oleh lapisan epitel kubik atau silindris disebut
Eputhelium germinatium. Ukuran ovarium 1,5 x 3 x 2,5 cm dengan berat
4-6 gram, pada korteks ovarii terdapat folikel dengan berbagaai
kematngan yang setiap bulan siap untuk ovulasi. Jumlah folikel sekitar
ribuan, namun yang mampu dalam siklus primordial sampai graaf folikel,
hanya sekitar 600 buah, jika wanita tersebut tidak kawin (Manuaba,
2004).

2. Sistem Reproduksi Eksternal

Gambar 2.2
Sistem Reproduksi Eksternal

Alat Reproduksi wanita bagian eksternal, meliputi (Mansyur, 2000) :


a. Vulva
Vulva tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi
perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris,
hymen, vestibulum, orofisium urethrea externum, kelenjar-kelenjar pada
dinding vagina.
b. Mons Pubis/Mons Veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis, pada masa
pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambuat pubis.
c. Labia Mayora
Lapisan lemak lanjutan mons ubis ke arah bawah dan belakang,
banyak mengandung pleksus vena. Homolog embriologik dengan
skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas atas
labia mayora, di bagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada
commisura posterior).
d. Labia Minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai
folikel rambut banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung
serabut saraf.

e. Clitoris
Clitoris terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian
superior vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding
anterior vagina. Homolog embriologik dengan penis pada pria, terdapat
juga reseptor androgen pada clitoris, banyak pembuluh darah dan ujung
serabut saraf, sangat sensitif.
f. Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang /
orificium, yaitu orificium urethae externum, introitus vaginae, ductus
glandulae bartholini kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri, antara
fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.
g. Introitus / orificium vagina
Orificium vagina terletak di bagian bawah vestibulum, saat gadis
tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara/hymen, utuh tanpa
robekan. Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah
menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum
atau fimbriae, akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan
bentuk lobang menjadi tidak beratutan dengan robekan (misalnya bentuk
fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous. Corrunculae
myrtiformis adalah sisa-sisa selaput darah pada wanita pernah
melahirkan/para. Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak
berlubang (hymen imperforata) menutup total lubang vagina, dapat
menyebabkan darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna.
h. Vagina
Vagina adalah sebuah tabung berlapis otot yang membujur ke atas
dan condong kebelakang, sejak dari vestibulum hingga ke rahim, selain
berlapis otot juga dikelilingi jaringan pembuluh darah yang akan penuh
ketika ada rangsangan seksual, dalam keadaan biasa tabung menyempit
karena dinding-dinding saling melekat. Vagina adalah saluran
penghubung antara vestibulum pudendi dan servik uteri. Panjang dinding
depan 9 cm dan dinding belakang 14 cm, epitelnya gepeng berlapis yang
mengandung banyak glikogen (Bobak, 2005).
C. Proses Kehamilan
Menurut Purwaningsih 2012, proses kehamilan adalah sebagai berikut:

Bagan 2.1
Proses Kehamilan

Setiap bulan wanita melepas satu sel telur dari idung telur yang dikenal dengan
ovulasi

Ditangkap fimbrae masuk saluran telur (tuba falopii) menunggu sperma

Setelah koitus berjuta-juta sperma masuk ke saluran telur

Sperma bertemu sel telur (ovum) sehingga terjadi pembuhan sel telur
(konsepsi=fertilisasi)

Ovum yang telah dibuahi membelah diri sambil bergerak menuju rongga rahim dan
kemudian melekat pada mukosa rahim dan menetap (nidasi=implantasi)
Dari pembuahan sampai implantasi dibutuhkan 6-7 hari untuk mensuplai makanan
dan darah hasil pembuahan (janin) dipersiapkan plasenta

Jadi proses kehamilan dari setiap wanita itu dengan melepas sel telur dan
ditangkap oleh fimbrae kemudian masuk kesaluran telur untuk bertemu dengan
sperma, lalu terjadilah pembuahan.

D. Tanda-Tanda Kehamilan
Menurut Wahyu Purwaningsih 2012, tanda-tanda kehamilan terbagi
menjadi dua yaitu :
1. Tanda mungkin kehamilan
a. Mual muntah
Enek terjadi biasanya pada bulan-bulan pertama kehamilan disertai
kadang-kadang emesis. Sering terjadi pada pagi hari.
b. Amenorea
Gejala ini sangat penting umumnya orang hamil tidak mengalami haid
lagi.
c. Mengidam
Mengidam sering terjadi pada bulan-bulan pertama tetapi akan
menghilang pada kehamilan yang makin tua umur kehamilannya.
d. Pingsan
Sering di jumpai pada tempat ramai sesudah umur kehamilan 16 minggu.
e. Mamae menjadi besar dan tegang
Keadaan ini disebabkan karena pengaruh estrogen testosterone yang
merangsang duktuli dan alveoli di mammae glandula montgomery
tampak lebih jelas.
f. Anoreksia
Terjadi pada bulan-bulan pertama tetapi setelah itu nafsu makan kembali
lagi.
g. Sering kencing
Terjadi karena kandung kemih tertekan oleh uterus yang mulai
membesar.
h. Obstipasi
Terjadi karena tonus otot turun yang terjadi akibat pengaruh hormon
steroid.
i. Pigmentasi kulit
Terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi, hidung, dahi
kadang-kadang tampak deposit pigmen berlebihan dan di kenal dengan
kloasma gravidarum.
j. Varises
Sering dijumpai pada triwulan terakhir, didapat pada daerah genitalia,
fosa poplia, kaki, betis.
k. Tanda hegar
Ismus uteri menjadi lunak
l. Tanda cadwik
Vulva dan vagina terlihat kebiruan.
m. Tanda piscasek
Uterus membelah ke salah satu jurusan hingga menonjol jelas kejurusan
pembesaran tersebut.
n. Tanda braxtonhigs
Bila uerus dirangsang mudah berkontraksi.
o. Suhu basal
Suhu basal setelah ovulasi tetap tinggi terus antara 37,2 sampai 37,8.
p. HCG meningkat
Hal ini bisa dites dengan urine pertama pagi dengan alat tes kehamilan.
2. Tanda Pasti Hamil
a. Terdengar denyut jantung janin
Dengan stetoscope laenec denyut jantung janin dapat didengar pada umur
kehamilan 18-20 minggu.
b. Terasa gerakan janin
Gerakan janin dapat dirasakan pada kehamilan 18 minggu untuk
primigravida sedangkan untuk multigravida dapat dirasakan pada
kehamilan 16 minggu.
c. Teraba bagian-bagian janin
Janin dapat diraba dengan pemeriksaan leopoid pada umur kehamilan 20
minggu.
d. Pemeriksaan rontgen terlihat kerangka janin
Dengan rontgen rangka janin dapat terlihat pada umur kehamilan 20
minggu.
e. Ultrasonografi tampak pada gambaran janin
Dengan USG gambaran janin dapat dilihat pada umur kehamilan 16
minggu.

E. Pemerikasaan Umum
Menurut Serri, 2002 Pada ibu hamil yang datang pertama kali, perlu
dilakukan penilaian keadaan umum, status gizi, dan tanda vital. Pada mata dinilai
ada tidaknya konjungtiva pucat, sklera ikterik, edema kelopak mata, dan kloasma
gravidarum. Periksa gigi untuk melihat adanya infeksi. Periksa pula jantung, paru,
mammae, abdomen, dan anggota gerak secara lengkap. Catat seluruh data yang
didapati.
1. Pemeriksaan berat badan
Pemeriksaan berat badan dilakukan setiap kali ibu hamil memeriksa
kandunganya, hal ini dilakukan untuk mengetahui pertambahan berat badan,
serta apakah pertambahan berat yang dialami termasuk normal atau tidak.

2. Pemeriksaan tinggi badan


Pemeriksaan tinggi badan juga dilakukan saat pertama kali ibu
melakukan pemeriksaan. Tinggi badan ibu hamil sangat penting diketahui
untuk menaksir ukuran panggul.
3. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine dilakukan untuk memastikan kehamilan melalui
hormon yang dihasilkan plasenta yaitu human chorionic gonadotropin (HCG)
yang terdapat didalam urine ibu hamil.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada kunjungan pertama di periksa kadar hemoglobin darah,
hematokrit, dan hitung leukosit. Dari urine diperiksa beta-HCG, protein, dan
glukosa. Bila perlu, lakukan pemeriksaan golongan darah, faktor resus, reaksi
wasseman, serologi, berat jenis urine, sitologi vagina, dan lain-lain.

2.2 Konsep Dasar Pre-Eklamsia


A. Pengertian
Preeklamsia atau biasa disebut Kehamilan Incduced Hypertension (PIH)
kehamilan atau toksemia kehamilan, ditandai dengan Tekanan darah meningkat,
oedema, bahkan adanya proteinuria. Biasanya preeklamsia terjadi pada ibu yang
usia kehamilannya 20 minggu keatas atau tiap triwulan dari kehamilan, pada
kehamilan 37 minggu tersebut umumnya preeklamsia biasa terjadi hingga minggu
pertama setelah persalinan (Lalenoh, 2018).
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria yang muncul
pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan
(Muzalfah et al, 2018).

B. Faktor Risiko Pre-Eklamsia


Preeklamsia adalah penyakit spesifik selama kehamilan tanpa etiologi
yang jelas Wang. et al (2020), Menurut Norma & Mustika (2013) terdapat
beberapa faktor resiko terjadinya preeklamsia :
1. Primigravida atau kehamilan pertama
Ibu yang pertama kali hamil sering mengalami stress dalam
menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi pada primigravida
menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-releasing hormone (CRH)
oleh hipothalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan kortisol (Nur &
Arifuddin, 2017).
Berdasarkan teori immunologik, preeklamsia pada primigravida
terjadi. karena di primigravida pembentukan blocking antibody terjadi
mengenai antigen yang belum sempurna, primigravida juga mengalami
pembentukan Human Leucoyte Antigen (HLA-G) memainkan peran dalam
memodulasi respons imun sehingga hasil konsepsi ditolak pada klien atau
intoleransi ibu terhadap plasenta yang dapat menyebabkan preeklamsia.
2. Morbid obesitas atau biasa disebut kegemukan,
Penyakit ini menyertai kehamilan seperti diabetes mellitus, Obesitas
dapat mengakibatkan kolesterol meningkat, bahkan mengakibatkan jantung
lebih cepat dan bekerja berat. Klien dengan obesitas dalam tubuhnya semakin
banyak jumlah darah yang terkandung yang berarti semakin parah jantung
dalam memompa darah sehingga dapat menyebabkan preeklamsia.
Preeklamsia lebih menjurus terjadi pada klien yang memiliki Riwayat
Diabetes mellitus dikarenakan saat klien kebutuhan janin yaitu plasenta lebih
berperan aktif dalam memenuhi semua kebutuhannya.
3. Usia Kehamilan
Preeklamsia muncul setelah klien dengan usia kehamilan 20 minggu
dengan Gejala kenaikan tekanan darah. Jika terjadi preeklamsia di bawah 20
minggu, masih dikategorikan hipertensi kronik. Sebagian besar preeklamsia
terjadi pada minggu >37 minggu dan semakin tua kehamilan maka semakin
berisiko untuk terjadinya preeklamsia.
4. Riwayat Hipertensi,
Orang dengan hipertensi sebelum kehamilan (hipertensi kronis)
memiliki risiko 4-5 kali terjadi preeklamsia pada kehamilannya. Angka
kejadian hipertensi kronis pada kehamilan yang disertai preeklamsia sebesar
25%. Sedangkan bila tanpa hipertensi kronis angka kejadian preeklamsia
hanya 5% (Malha et al., 2018).
5. Usia
Klien pada usia >35 tahun rentan mengalami masalah kesehatan salah
satunya adalah preeklamsia. Karena adanya perubahan jaringan rahim dan
saluran lahir yang tidak fleksibel seperti halnya pembuluh darah, disebabkan
oleh peningkatan tekanan darah. Seiring bertambahnya umur semakin mudah
terjadinya vasokonstriksi pada pembuluh darah ibu, proteinuria dan edema.
Sebenarnya pada umur 35 tahun belum dianggap rentan, tetapi kapasitas
reproduksi semakin menurun sehingga dianggap sebagai fase untuk berhenti
hamil.

C. Klasifikasi
Menurut (Lalenoh, 2018) klasifikasi preeklamsia atau hipertensi dalam
kehamilan terbagi 3, yaitu :
1. Preeklamsia Ringan
a. Kenaikan TD 140/90mmHg
b. Adanya pembengkakan kaki, muka, jari tangan serta berat badan naik 1kg
lebih tiap minggunya
c. Adanya Proteinuria
d. Tidak ada nyeri kepala
2. Preeklamsia Sedang
Tekanan darah Sistolik 150-159 mmHg, tekanan diastolic 100-109 mmHg
3. Preeklamsia Berat
a. Tekanan darah senilai >160/100 mmHg
b. Adanya proteinuria >5 gram/L
c. Jumlah urine kurang (Oliguria) dari 500 cc/24Jam
d. Serebral terganggu, visus terganggu dan timbul nyeri pada epigastrium
e. Terjadi pembengkakan/edema paru atau sianosis
f. Ada kejang (Eklampsia)
g. Timbul keluhan subjektif, seperti : nyeri, gangguan penglihatan, sakit
kepala, gangguan kesadaran ataupun odema paru

D. Manifestasi Klinis
Menurut Bothamley & Boyle (2013) ada beberapa manifestasi
preeklamsia, yaitu :
1. Bertambahnya Berat Badan, terjadi kenaikan berat badan yaitu ±1 kg
beberapa kali seminggu
2. Timbul pembengkakan akibat BB meningkat, pembekakan pada kaki, muka
dan pergelangan pada tangan
3. Hipertensi / tekanan darah tinggi (yang di ukur selama 30 menit setelah pasien
beristirahat) dengan tekanan darah >160/100 mmHg
4. Proteinuria
a. adanya protein dalam urine sebesar 0,3 gram/L/hari atau pemeriksaan
kualitatif senilai +1/+2
b. kadar proteinuria 1 g/I yang dikeluarkan melalui kateter yang di ambil
sebanyak 2 kali setiap 6 jam.
5. Tanda dan gejala lainnya yaitu : gangguan penglihatan, nyeri epigastric, sakit
kepala, mual dan muntah, penurunan Gerakan janin dan ukuran janin lebih
kecil tidak sesuai dengan usia kehamilan ibu.

E. Patofisiologi
Pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.
Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat
dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami
spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan
perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Dan pada wanita hamil juga
mengalami peningkatan sensitifitas vaskuler terhadap angiotensin II. Peningkatan
ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi
vasospasme. Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah ke semua organ,
fungsi-fungsi organ seperti plasenta, ginjal, hati dan otak menurun sekitar 40-60 %
(Hutabarat, Suparman, & Wagey, 2016).
Gangguan plasenta menimbulkan degenerasi pada plasenta dan
kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensitivitas
Gambar 2.3
Patofisiologi Preeklamsia

Patofisiologi preeklampsia berawal dari kegagalan remodelling pada arteri


spiralis yang menyebabkan iskemia plasenta. Selanjutnya, iskemia meningkatkan
produksi protein antiangiogenik dan faktor proinflamasi yang turut berkontribusi
pada disfungsi endotel organ target.
Abnormalitas Proses Plasentasi
Dalam kehamilan fisiologis, terjadi proses pseudovaskularisasi di mana
sel-sel trofoblas invasif (invasive cytotrophoblast) menginvasi tunika media arteri
spiralis maternal dan berdiferensiasi untuk menggantikan endotel arteri spiralis.
Proses tersebut menjadikan arteri spiralis berkapasitas lebih besar dengan
resistensi yang lebih rendah, sehingga bisa mencukupi nutrisi fetus. Proses
remodelling tersebut terjadi pada trimester pertama kehamilan dan diperkirakan
selesai pada minggu ke-18 sampai ke-20.
Salah satu ciri khas pada kehamilan normal adalah polarisasi T helper 2
(Th2), di mana jumlah sel T helper 2 lebih mendominasi daripada T helper 1
(Th1). Fenotip Th1 yang mendominasi pada preeklampsia diperkirakan turut
berkontribusi pada abnormalitas invasi trofoblas. Kelainan pada diferensiasi T
helper yang terjadi pada preeklampsia disebabkan oleh penurunan sekresi
interleukin (IL)-10. Pada preeklampsia, terdapat ketidakseimbangan proporsi IL-
10 dan sitokin proinflamasi
Kehamilan yang normal, arteri spiral uteri invasiv ke dalam trofoblas,
menyebabkan peningkatan aliran darah dengan lancar untuk kebutuhan oksigen
dan nutrisi janin. Pada preeklamsia, terjadi gangguan sehingga aliran darah tidak
15 lancar dan terjadi gangguan pada plasenta. Peningkatan sFlt1 menyebabkan
plasenta memproduksi free vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
penurunan placental growth factor (PlGF). Selanjutnya menyebabkan disfungsi
endotel pada pembuluh ibu mengakibatkan penyakit multi-organ: hypertension,
glomerular dysfunction, proteinuria, brain edema, liver edema, coagulation
abnormalities
Menurut Lalenoh (2018) patofisiologi terjadinya hipertensi dalam
kehamilan atau preeklamsia terdapat beberapa teori teori yang berkaitan dengan
Preeklamsia dan edema diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Cabang-cabang Arteri uterus dan arteri ovarioum memberikan aliran
darah menuju rahim dan plasenta. kemudian keduanya akan masuk
meometrium dalam bentuk arteri aquaria sehingga dapat memberikan cabang
arteri radial. arteri radial tersebut akan masuk ke endometrium sehingga
menjadi anggota dari arteri basal dari cabang arteri spiral. Dengan kehamilan
yang normal, biasa terdapat trofoblas yang masuk kedalam lapisan otot arteri
spiral. Trofoblas juga masuk kedalam bagian arteri spiral, sehingga jaringan
matriks menjadi longgar serta lumen spiral menjadi lebih lebar. Lumen arteri
spiral terjadi vasodilatasi dan distensi sehingga berdampak terjadinya
hipotensi, resistensi pembuluh darah juga menurun, bahkan dapat membuat
aliran darah ke daerah plasenta utero itu meningkat.
Tekanan darah yang tinggi pada masa kehamilan membuat tidak
terdapat invasi yang cukup lengkap di dalam sel trofoblas yang di lapisi tot
arteri spiral untuk tetap kaku dan keras maka tidak mungkin terjadi distensi
dan vasodilatasi akibat lumen arteri spiral itu sendiri. Maka mengakibatkan
arteri spiral mengalami pengecilan lumen pembuluh darah sehingga alirah
darah uteroplasenta itu menjadi berkurang, berakibat tidak adanya oksigen
yang cukup dalam jaringan untuk mempertahankan fungsi tubuh, dan iskemia
pada plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
Iskemia yang dialami plasenta serta tidak adanya oksigen yang cukup
dalam jaringan untuk mempertahankan fungsi tubuh itu akan menimulkan
radikal bebas atau senyawa oksidan. Radikal bebas merupakan senyawa yang
mendapatkan elektron atom atau molekul yang memiliki elektron tetapi tidak
memiliki pasangan. Iskemik pada plasenta dapat menghasilkan sebuah
oksidan penting yaitu radikal hidroksi yang toksik, terutama membran
endotel didalam pembuluh darah untuk perlindungan dalam tubuh yang
normal yaitu produksi oksidan.
Hadirnya radikal hidroksil ini didalam pembuluh darah dianggap
sebagai racun mengalir dalam aliran darah, sehingga hipertensi dalam
kehamilan tersebut biasa disebut dengan "Toksemia". Radikal hidroksil
tersebut dapat menghancurkan membrane yang menyimpan asam lemak tidak
jenuh membuat lemak perioksida. Lemak peroksida dapat menghancurkan
protein sel endotel dan juga nucleus.
Preeklamsia teruji kadar oksidan yang lebih khusus meningkatnya
lemak peroksida, sedangkan antioksidan mis. fat-soluble sebagai vitamin
dalams preeklamsia mengalami penurunan, yang mengakibatkan dominasi
kadar lemak oksidatif peroksida yang tinggi. Lemak perioksidan seperti
oksidan sangat toksik bersirkulasi aliran darah ke seluruh tubuh tetapi
menghancurkan membrane sel sendotel itu sendiri. Selaput sel endotel sangat
rentan terhadap kerusakan akibat peroksida lemak yang relatif gemuk. Secara
langsung berkaitan dengan peraliran darah dan yang menampung begitu
banyak asam lemak takjenuh.
Lemak peroksida yang terkena sel endotel, sel endeotel mengalami
kerusakan, membrane sel endotel itu sendiri yang mulai mengalami
kerusakan. Kerusakan tersebut mengakibatkan gangguan fungsi endotel, dan
bahkan kerusakan pada struktur sel endotel secara menyeluruh.
3. Teori pembenaran imunologik ibu dan janin
Ibu dengan kehamilan yang normal, respon imunnya tidak lagi tolak
keberadaan konsepsi. Terdapat Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-
G), yang sangat memiliki berperan penting terkait modulasi respon imun
seseorang, sehingga untuk menolak hasil konsepsi (plasenta) ibu tidak bisa.
Dengan adanya kehadiran HLA-G maka penyerbuan sel trofoblas menuju
kedalam jaringan desidua ibu bisa terjasi. Ibu yang mengalami preeklamsia
maka plasenta mengalami penurunan pada HLA-G.
Penurunan tersebut pada daerah desidua plasenta, maka terlambat
invasi trovoblas menuju desidua. Jadi, pentingnya invasi trofoblas ini
sehingga menjadikan jaringan desidua yang lunak, juga rapuh mudah dilatasi
arteri spiral. Produksi sitikon yang dirangsang oleh HLA-G untuk
mempermudah terjadinya reaksi inflamasi.
4. Teori penyesuaian kardiovaskuler
Klien normal, pembuluh darahnya refrakter. Refrakter adalah suatu
pembuluh darah yang tidak peka dengan adanya impuls bahan vasepresor,
untuk menimbulkan respon vasokontrinksi maka dibutuhkan kadar vasopresor
yang tinggi. Klien normal, sintesis prostaglandin dalam sel endotel
melindungi pembuluh darah refrakter pada vasopressor. Tetapi pada
preeklamsia, kekuatan refrakter menghilang terhadap bahan vasokonstriktor,
pada kenyataannya sensitivitas meningkat terhadap vasopresor. kekuatan
refraktori pembuluh darah menghilangnya bahan vasopressor sehingga
membuat pembuluh darah jadi sensitif akan bahan vasopresor.
5. Teori stimulus inflamasi
Teori yang didasarkan pada fakta adanya proses inflamasi ketika
pelepasan puing-puing trofoblas dalam peredarah darah merupakan stimulus
utama. Klien yang normal, memiliki jumlah puing trofoblas yang masih batas
wajar, sehingga reaksi inflasi dalam batas normal dan plasenta lepaskan
puing-puing trofoblas sebagai nekrotik trofoblas dan sisa proses apoptosis
karena reaksi stres oksidatif. Bahan asing tersebut yang memicu munculnya
proses inflamasi. Berbeda dengan adanya proses apoptisis atau kematian sel
pada ibu hami yang terkena preeklamsia membuat produksi debris apoptosis
dan trofoblas nekrotik mengalami peningkatan maka terjadi peningkatan
stress oksidatif.

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Saifuddin (2016), Pemeriksaan Laboratorium Preeklamsia adalah
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan darah lengkap, hemoglobin menurun kadar normal Hb pada ibu
yang sedang hamil adalah 12-14 gram%, peningkatan hemaktrosit (dengan
nilai 37-43 vol%), dan trombosit mengalami penurunan (dengan nilai
150.000-450.000/mm3)
2. Tes urin, yang ditemukan proteinuria
3. Tes fungsi hati, Bilirubin mengalami peningkatan (yang Normalnya <1 mg /
dl), serum Glutamat Pirufat trasaminase (SGPT) mengalami peningkatan dari
nilai normal (N = 15-45 u / ml), Aspartat aminomtrasferase (AST) >60 ul,
SGOT juga mengalami peningkatan (N = <31 u/l), maka total protein serum
menurun (N = 6,7-8,7 g/dl)
4. Tes asam urat, peningkatan asam urat (N = 2,4-2,7 mg/dl)
5. Radiologi
a. Ultrasonografi, adanya perlambatan pertumbuhan janin intrauterin,
respirasi intrauterin melambat, aktivitas pada janin melambat, dan cairan
ketuban dengan volume sedikit.
b. Kardiografi, ditemukan denyut jantung janin (DJJ) dapat diketahui bahwa
mengalami kelemahan.

G. Penatalaksanaan Preeklamsia
Menurut Adriani & Wirjatmadi (2016), Penatalaksanaan Preeklamsia
memiliki beberapa prinsip dan beberapa penatalaksanaan sesuai dengan tingkat
klasifikasinya, yaitu :
1. Prinsip penatalaksanaan Preeklamsia
a. Melindungi klien dari penyebab tekanan darah meningkat
b. Mencegah progresovitas penyakit menjadi eklampsia
c. Menurunkan atau mengatasi risiko janin (pertumbuhan janin yang
terlambat, solusio plasenta, hipoksia sampai terjadi kematian pada janin)
d. Melahirkan dengan cara yang aman dan cepat sesegera mungkin setelah
matur, atau imatur jika diketahui adanya resiko pada janin dan klien juga
lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

2. Penatalaksanaan preeklamsia ringan:


a. Dapat dikatakan tidak mempunyai resiko bagi ibu maupun janin
b. Lakukan istirahat yang cukup
c. Bila klien tidak bisa tidur berikan luminal 1-2 x 30 mg/hari
d. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 80 mg/hari
e. Jika tekanan darah tidak menurun, anjurkan beri obat antihipertensi
f. Diet rendah garam dan diuretik
g. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap satu
kali dalam seminggu
h. Indikasi rawat: jika terjadi perburukan, tekanan darah tidak menurun
setelah dua minggu rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi
1kg/minggunya dua kali secara berurutan, atau jika klien menunjukkan
tanda-tanda preeklamsia berat. Silahkan berikan obat antihipertensi.
i. Jika selama perawatan tidak ada perubahan, tata laksana sebagai
preeklamsia berat. Jika ada perubahan maka lanjutkan rawat jalan.
j. Pengakhiran kehamilan: ditunggu sampai usia kehamilan 40 minggu,
kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio
plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia 38
minggu, janin sudah dinyatakan matur.
k. Persalinan pada preeklamsia ringan dapat dilakukan spontan atau dengan
bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.
3. Penatalaksanaan preeklamsia berat, dapat ditangani secara aktif atau
konservatif :
a. Aktif berarti kehamilan diakhiri/diterminasi bersama dengan
pengobatan medisinal
b. Konsevatif berarti kehamilan dipertahankan Bersama dengan
pengobatan medisinal
c. Prinsip tetap pemantauan janin dengan klinis, USG, kardiografi.

H. Pencegahan Preeklamsia
Klien yang sudah memiliki Pengalaman ibu pribadi sebelumnya sudah
mendapatkan informasi bagaimana cara melakukan pencegahan
preeklamsia/eklamsia sehingga saat ini sudah bisa melakukan pencegahan lebih
awal kebudayaan akan memberikan pengalaman pada seorang untuk berhati-hati
dalam melakukan suatu tindakan. Tindakan pencegahan yang biasa didapatkan
dalam kelas klien yang telah memberikan materi dalam melakukan pencegahan
preeklamsia/eklamsia, materi yang sering didapatkan merupakan pendidikan
sebagai suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap yang
nantinya akan berdampak pada perilaku klien.
Timbulnya preeklamsia tidak bisa dicegah sepenuhnya, tetapi bisa
diberikan pengetahuan dan pengawasan yang baik untuk ibu yang sedang hamil,
diantaranya :
1. Pemeriksaan Kehamilan
Kunjungan kehamilan / ANC (Antenatal Care) merupakan salah satu
upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan awal dari preeklamsia (Nur
& Arifuddin, 2017). Rajinlah memeriksakan kehamilan di Pelayanan
Kesehatan, Jika timbul perubahan perasaan ibu dan gerak janin dalam Rahim.
Pemeriksaan kehamilan yang bermutu dan teratur serta teliti dapat
menemukan tanda-tanda dini terjadinya preeklamsia, agar penyakit tidak
menjadi lebih berat maka diberikan pengobatan yang cukup dan pemberian
terapi yang tepat untuk ibu dan janinnya harus dilakukan dalam waktu
penanganan semestinya. Tujuan utama dari penanganan ini adalah mencegah
terjadinya preeklamsia berat, yang akan mengarah pada eklampsia maupun
komplikasi (Anasitu, 2015).
2. Diet Makan
Makanlah makanan yang memiliki protein tinggi, karbohidrat tinggi,
vitamin cukup, lemak rendah, rendah garam dan yang lebih penting yaitu
dianjurkan untuk hindari penambahan berat badan (Marmi, 2011).
3. Istirahat yang cukup
Dalam bertambahnya usia istirahat yang cukup disesuaikan
kemampuan dan kebutuhan, dianjurkan agar klien lebih sering duduk atau
baring mengarah belakang janin agar aliran darah menuju ke plasenta tidak
terganggu (Marmi, 2011).
Strategi ini biasanya melibatkan manipulasi diet dan upaya
farmakologis untuk mengubah mekanisme patofisiologi yang diduga berperan
dalam perkembangan preeklamsia. Terapi farmakologis mencakup
penggunaan antioksidan.
I. Komplikasi
Menurut (Lyall & Belfort, 2007) bila preeklamsia tidak cepat ditangani
dapat menimbulkan komplikasi yang akan menyebabkan kematian pada ibu dan
janinnya, yaitu :
1. Kurangnya aliran darah menuju ke plasenta
Preeklamsia dapat mempengaruhi arteri yang membawa darah menuju
plasenta. Jika sampai di plasenta namun darah yang sampai tidak cukup, maka
terjadi kekurangan oksigen dan pertumbuhan pada melambat atau lahir
dengan barat bayi yang lebih rendah akibat kekurangan nutrisi.
2. Terlepasnya Plasenta
Resiko terlepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum ibu
melahirkan salah satunya yaitu akibat dari Preeklamsia yang meningkatkan
terjadinya resiko yang mengakibatkan pendarahan sehingga dapat mengancam
ibu dan bayinya.
3. Sindrom HELLP
Hemolyssi (enzim sel darah merah) atau yang biasa disingkat dengan
(HELLP), adalah tingginya enzim hati dan rendahnya trombosit. Gejala, yang
timbul biasanya pusing, muntah, sakit kepala dan sakit perut pada bagian atas.
4. Eklampsia
Preeklamsia jika tidak dikontrol, maka akan terjadi eklampsia.
Eklampsia menyebabkan terjadinya kerusakan yang permanen pada organ
klien, seperti hati, dan ginjal. Eklampsia yang parah menimbulkan ibu
mengalami koma, kerusakan pada otak dan menyebabkan kematian.

J. Pathway
PATHWAYS SECTIO CAESAREA INDIKASI PRE-EKLAMSIA
2.3 Konsep Dasar Sectio Caesarea
A. Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan guna melahirkan anak
melalui insisi dinding perut abdomen dan uterus (Oxorn, 2010). Sedangkan
menurut Prawirohardjo (2013), sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan
dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.

B. Tipe-Tipe Sectio Caesarea


Menurut Oxorn (2010), tipe – tipe Sectio Caesarea yaitu :
1. Segmen bawah : insisi melintang
Tipe Sectio Caesarea ini memungkinkan abdomen dibuka dan uterus
disingkapkan. Lipatan vesicouterina (bladder flap) yang terletak dengan
sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat melintang,
lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama kandung kemih
di dorong ke bawah serta ditarik agar tidak menutupi lapang pandang.
Keunungan tipe ini adalah otot tidak dipotong tetatpi dipisah kesamping
sehingga dapat mengurangi perdarahan, kepala janin biasanya dibawah insisi
sehingga mudah diektraksi. Kerugiannya adalah apabila segmen bawah belum
terbentuk dengan baik, pembedahan melintang sukar dilakukan.
2. Segmen bawah : insisi membujur
Insisi membujur dibuat dengan skalpel den dilebarkan dengan gunting
tumpul untuk menghindari cedera pada bayi. Keuntungan tipe ini yaitu dapat
memperlebar insisi keatas apabila bayinya besar, pembentukan segmen bawah
jelek, ada malposisi janin seperti letak lintang atau adanya anomali janin
seperti kehamilan kembar yang menyatu. Kerugiannya adalah perdarahan dari
tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya otot.
3. Sectio Caesarea secara klasik
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel ke dalam
dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting
berujung tumpul. Indikasi pada tindakan ini bila bayi tercekam pada letak
lintang, kasus placenta previa anterior serta malformasi uterus tertentu.
Kerugiannya perdarahan lebih banyak karena myometrium harus dipotong,
bayi sering diekstraksi bokong dahulu sehingga kemungkinan aspirasi cairan
ketuban lebih besar serta insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih
tinggi.
4. Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi
pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis
generalisata yang sering bersifat fatal. Tehnik pada prosedur ini relatif sulit,
sering tanpa sengaja masuk kedalam cavum peritoneal dan insidensi cedera
vesica urinaria meningkat.
5. Histerectomi Sectio Caesarea
Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus. Indikasinya adalah perdarahan akibat atonia uteri setelah
terapi konservatif gagal, perdarahan akibat placenta previa dan abruption
placenta, ruptur uteri yang tidak dapat diperbaiki serta kasus kanker servik
dan ovarium.

C. Indikasi Sectio Caesarea


Tindakan Sectio Caesarea dilakukan apabila tidak memungkinkan
dilakukan persalinan pervaginam disebabkan adanya resiko terhadap ibu atau janin
dengan pertimbangan proses persalinan normal yang lama atau keagagalan dalam
proses persalinan normal. Menurut Feryanto, 2011, indikasi persalinan Sectio
Caesarea dibagi menjadi :
1. Persalinan atas indikasi gawat ibu :
a. Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam proses
persalinan.
b. Kondisi panggul sempit.
c. Plasenta menutupi jalan lahir.
d. Komplikasi preeklamsia.
e. Ketuban Pecah Dini.
f. Bayi besar.
g. Kelainan letak
2. Persalinan atas indikasi gawat janin :
a. Tali pusat menumbung.
b. Infeksi intra partum.
c. Kehamilan kembar.
d. Kehamilan dengan kelainan kongenital.
e. Anomaly janin mislanya hidrosefalus.

D. Komplikasi
Komplikasi Sectio Caesarea menurut Oxorn (2010), yaitu sebagai berikut:
1. Perdarahan yang terjadi karena adanya atonia uteri, pelebaran insisi uterus
kesulitan mengeluarkan plasenta dan hematoma ligamentum latum.
2. Infeksi Sectio Caesarea bukan hanya terjadi di daerah insisi saja, tetapi dapat
terjadi di daerah lain seperti traktus genitalia, traktus urinaria, paru-paru dan
traktus respiratori atas.
3. Berkurangnya vaskuler bagian atas uterus sehingga dapat menyebabkan
rupture uterus.
4. Ileus dan peritonitis.

2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Anamnesa: Identitas klien, meliputi: Inisial nama, TTL / Usia, Pendidikan
terakhir, suku, pekerjaan, agama, dan alamat tempat tinggal.
2. Data Riwayat Kesehatan ibu :
a. Riwayat Kesehatan yang sekarang: ibu mengalami sakit kepala didaerah
frontal, terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrium, penglihatan kabur,
mual muntah, anoreksia.
b. Riwayat Kesehatan yang lalu: ibu yang sudah pernah mengalami
penyakit hipertensi sebelumnya saat kehamilan, ibu yang memiliki
riwayat preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan terdahulu, sehingga
sangat mudah terjadi pada ibu yang obesitas dan Diabetes Mellitus.
c. Riwayat Kesehatan genetic : preeklamsia pada kehamilan sangat sering
terjadi pada klien primigravida / kehamilan pertama, kehamilan ganda,
serta semakin tuanya usia kehamilan.
d. Psikososial spiritual : preeklamsia juga membuat klien emosi yang tidak
stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan
moral untuk menghadapi resikonya.

3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: pada ibu yang menderita preeklamsia biasanya
mengalami kelelahan
b. Tekanan Darah : Klien ditemukan dengan darah sistol >140 mmHg dan
diastol >90 mmHg.
c. Nadi : Klien preeklamsia mengalami nadi yang meningkat
d. Nafas : Klien preeklamsia mengalami nafas pendek, terdengar nafas
berisik dan ngorok
e. Suhu : Klien preeklamsia biasanya suhu normal
f. BB : terjadi peningkatan berat badan lebih dari 1 kg/minggu atau
sebanyak 3 kg/bulan.
g. Kepala : Kepala terlihat kurang bersih dan berketombe serta ibu yang
mengalami preeklamsia mengeluh sakit kepala
h. Wajah : klien yang preeklamsia wajahnya tampak bengkak / edema
i. Mata : klien yang preeklamsia mata dengan penglihatan yang
kabur
dan konjungtiva anemis
j. Mulut : Klien yang preeklamsia mukosa bibirnya lembab dan mulut
terjadi pembengkakan vaskuler pada gusi sehingga bisa
mengalami pembengkakan dan pendarahan.
k. Thorax
a) Paru – paru : klien yang preeklamsia terjadi peningkatan respirasi,
nafas pendek dan edema paru.
b) Jantung : klien yang preeklamsia mengalami dekompensasi jantung
c) Payudara : payudara membesar, lebih keras dan padat, areola
menghitam dan putting menonjol
l. Abdomen : Terdapat jahitan sectio caesarea, involusi uterus pada
persalinan dengan SC lembih lambat dari pada persalinan normal (Marmi,
2015).
m. Pemeriksaan janin : klien yang preeklamsia Gerakan janin melemah dan
tidak teraturnya bunyi jantung
n. Ektremitas : oedema jari tangan dan tungkai merupakan gejala dari PEB
(Manuaba, 2013)
o. Genitourinaria : jumlah produksi urine ≤ 500 cc/24 jam merupakan tanda
PEB (Manuaba, 2013)
4. Data Penunjang
a. Urine : protein urine pada PEB bersifat (+), kadarprotein urine >5 gr/jam
atau +2 pada pemeriksaan kualitatif. Oliguria (≤500cc/24jam) merupakan
tanda PEB (Manuaba, 2013)
b. Darah : trombositopeni berat : <100.000 sel/mm merupakan tanda
sindroma HELLP. Terjadi peningkatan hematokrit.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada buku SDKI (2017), beberapa masalah keperawatan
yang muncul pada kasus preeklamsia pada ibu bersalin yaitu:
1. Nyeri akut
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambar dan
berintraksi ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
Penyebab :
a. Agen pencedera fisiologis ( mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
b. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
Mengeluh Nyeri
Objektif
a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
Gejala dan tanda Minor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola napas berubah
c. Nafsu makan berubah
d. Proses berfikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaphoresis
Kondisi klinis terkait
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom korener akut
e. Glaucoma

2. Pola nafas tidak efektif


Definisi
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab
a. Depresi pusat pernapasan
b. Hambatan upaya nafas (misalnya nyeri saat bernnafas,
kelemahan otot pernapasan
c. Deformitas dinding dada
d. Deformitas tulang dada
e. Gangguan neuromuscular
f. Gangguan neurologis (misalnya elektroensefalogram (EEG) Positif,
cedera kepala, gangguan kejang)
g. Imaturitas neurologis
h. Penurunan energi
i. Obesitas
j. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k. Syndrome hypoventilasi
l. Kerusakan inervasi diafragma
m. Cedera pada medulla spinalis
n. Efek agen farmakologis
o. Kecemasan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Dispnea
Objektif
a. Penggunaan otot bantu pernapasan
b. Fase ekspirasi memanjang
c. Pola nafas abnormal (misalnya takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kusmaul, cheyne-stokes)
Gejala dan tanda minor
Subjektif
Ortopnea
Objektif
a. Pernapasan pursed-lip
b. Pernapasan cuping hidung
c. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
d. Ventilasi semenit menurun
e. Kapasitas vital menurun
f. Tekanan ekspirasi menurun
g. Ekskursi dada berubah
Kondisi klinis terkait
a. depresi sistem saraf pusat
b. cedera kepala
c. trauma thoraks
d. gullian barre syndrome
e. multiple sclerosis
f. myasthenia gravis
g. stroke
h. kuadripelgia
i. intoksikasi alkohol

3. Gangguan mobilitas fisik


Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih eksremitas secara
mandiri.
Penyebab
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Keterlambatan perkembangan
g. Kekakuan sendi
h. Kontraktur
i. Malnutrisi
j. Gangguan muskuloskletal
k. Gangguan neuromuscular
l. Indeks massa tubuh diatas persentil ke 75 sesuai usia
m. Efek agen farmakologis
n. Program pembatasan gerak
o. Nyeri
p. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
q. Kecemasan
r. Gangguan kognitif
s. Keengganan melakukan pergerakan
t. Gangguan sensori persepsi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Mengeluh sulit menggerakkan eksremitas
Objektif
a. Kekuatan otot menurun
b. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
a. Nyeri saat bergerak
b. Enggan melakukan pergerakan
c. Merasa cemas saat bergerak
Objektif
a. Sendi kaku
b. Gerakan tidak terkoordinasi
c. Gerakan terbatas
d. Fisik lemah
Kondisi klinis terkait
a. Stroke
b. Cedera medulla spinalis
c. Trauma
d. Fraktur
e. Osteoarthiriti
f. Ostemalasia

4. Risiko infeksi
Definisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Faktor resiko :
a. Penyakit kronis
b. Efek prosedur invasive
c. Malnutrisi
d. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
e. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
f. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
Kondisi klinis terkait : AIDS, luka bakar, PPOK, diabetes mellitus,
Tindakan invasive, kondisi penggunaan terapi steroid, penyalahgunaan obat,
KPSW, kanker, gagal ginjal, immunosupresi, lymphedema, leukositopenia,
gangguan fungsi hati.

C. Intervensi Keperawatan
Tabel 3.1
Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Luaran / Outcome Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelahdilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan keperawatan ,maka Tingkat
agen pencedera fisik Nyeri Menurun dengan Obsevasi:
kriteria hasil: - Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
- Kemampuan menuntaskan intensitas nyeri
aktivitas meningkat - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi respons nyeri non
- Meringis menurun verbal
- Sikap protektif menurun - Identifikasi faktor yang
- Gelisah menurun memperberat dan
- Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
- Menarik diri menurun - Identifikasi pengetahuan dan
- Berfokus pada diri sendiri keyakinan tentang nyeri
- Perasaan takut mengalami - Identifikasi pengaruh budaya
- cedera berulang menurun terhadap respon nyeri
- Anoreksia menurun - Identifikasi pengaruh nyeri pada
- Perineum terasa tertekan kualitas hidup
Menurun
- Ketegangan otot menurun - Monitor keberhasilan terapi
- Muntah menurun komplementer yang sudah
- Mual menurun diberikan
- Frekuensi nadi membaik - Monitor efek samping
- Pola napas membaik penggunaan analgetik.
- Tekanan darah membaik
- Proses berpikir membaik Terapeutik:
- Fokus membaik - Berikan teknik nonfar
- Fungsi berkemih membaik makologis untuk mengurangi
- Perilaku membaik rasa nyeri (mis. TENS,
- Nafsu makan membaik hipnosis, akupresur, terapi
- Pola tidur membaik musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas (I.
berhubungan dengan intervensi keperawatan maka, 01011)
proses infeksi Pola Napas Membaik dengan
kriteria hasil: Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi,
- Ventilasi semenit kedalaman, usaha napas)
meningkat - Monitor bunyi napas
- Kapasitas vital meningkat tambahan (gurgling, mengi,
- Diameter thoraks wheezing, ronkhi kering)
anterior- posterior - Monitor sputum (jumlah,
meningkat warna, aroma)
- Tekanan ekspirasi
meningkat Terapeutik
- Tekanan inspirasi - Pertahankan kepatenan jalan
meningkat napas (head tilt chinlift/
- Dispnea menurun jawtrust, jika curiga trauma
servikal)
- Penggunaan otot
bantu napas menurun - Posisikan semi fowler/ fowler
- Pemanjangan fase - Berikan minum hangat
ekspirasi menurun - Lakukan fisioterapi dada, jika
- Ortopnea menurun perlu
- Pernapasan pursed- - Lakukan penghisapan lendir
lip menurun kurang dari 15 detik
- Pernapasan cuping - Lakukan hiperoksigenasi
hidung menurun sebelum penghisapan
- Frekuensi napas membaik endotrakeal
- Kedalaman napas - Keluarkan sumbatan benda
membaik padat dengan forsep McGill
- Ekskursi dada membaik - Berikan oksigen , jika perlu

Edukasi
- Berikan asupan cairan 2000
ml/ hari (jika tidak ada
kontraindikasi)
- Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik (jika perlu)
3. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi (1.05173)
fisik keperawatan maka Mobilitas
Fisik meningkat dengan Observasi
kriteria hasil:
- Identifikasi adanya nyeri atau
- Pergerakan ekstremitas keluhan fisik lainnya
meningkat - Identifikasi toleransi fisik
- Kekuatan otot meningkat melakukan pergerakan
- Rentang gerak (ROM) - Monitor frekuensi jantung dan
meningkat tekanan darah sebelum
- Nyeri menurun memulai mobilisasi
- Kecemasan menurun - Monitor kondisi umum selama
- Kaku sendi menurun melakukan mobilisasi
- Gerakan tidak
terkoordinasi menurun Terapeutik
- Gerakan terbatas menurun
- Kelemahan fisik menurun - Fasilitasi aktivitas mobilisasi
- dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan
pergerakan , jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
- Anjurkan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
Duduk ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
-

4 Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi (I. 01011)


berhubungan dengan keperawatan, maka Tingkat
Observasi
efek prosedur invasif Infeksi Menurun
- Monitor tanda dan gejala
dengan kriteria hasil :
infeksi lokal dan sistemik
- Kebersihan Terapeutik
tanganmeningkat
- Kebersihan badan - Batasi jumlah pengunjung
meningkat - Berikan perawatan kulit pada
- Demam menurun area edema
- Kemerahan menurun - Cuci tangan sebelum dan
- Nyeri menurun sesudah kontak dengan pasien
- Bengkak menurun dan lingkungan pasien
- Vesikel menurun - Pertahankan teknik aseptic
- Cairan berbau pada pasien berisiko tinggi
busukmenurun
- Sputum berwarna hijau Edukasi
menurun
- Drainase purulen - Jelaskan tanda dan gejala
menurun infeksi
- Periode malaise - Ajarkan cara mencuci tangan
menurun dengan benar
- Periode menggigil - Ajarkan etika batuk
menurun - Ajarkan cara memeriksa
- Letargi menurun kondisi luka atau luka operasi
- Gangguan kognitif - Anjurkan meningkatkan
menurun asupan nutrisi
- Kadar sel darah putih - Anjurkan meningkatkan
membaik asupan cairan
- Kultur darah membaik
- Kultur urine membaik Kolaborasi
- Kultur sputum
membaik
- Kultur area luka
membaik - Kolaborasi pemberian
- Kultur feses membaik imunisasi, jika perlu
- Nafsu makan membaik

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Potter, P., & Perry, 2014).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi
perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus
mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah
dilaksanakan, memantau dan mencatat respons klien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya.
Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana
perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012).
Komponen tahap implementasi :
1.Tindakan keperawatan mandiri.
2.Tindakan keperawatan edukatif.
3.Tindakan keperawatan kolaboratif.
4.Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan
tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. Terdapa dua jenis evaluasi:
1. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif
ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP :
a. S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia.
b. O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh
perawat.
c. A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis
atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
d. P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan
tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
2. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas
proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai
dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada 3
kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan
(Setiadi, 2012), yaitu:
a. Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih
dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Identitas pasien
Nama (Inisial) : Ny “A”
Umur Ibu : 34 tahun
Status Perkawinan : kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Tamggal MRS : 21-12-2022
Tanggal pengkajian : 22-12-2022 pkl 08.00 wib
Ruang rawat : Paviliun Cemara kamar 417
P3 A0 post sc +tubektomi: hari ke 1
Penanggung Jawab
Nama Suami : Tn “E”
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Mayor Ruslan Lorong teknik No.83 Rt 31Rw 016
B. Riwayat Kesehatan
Riwayat Persalinan saat ini
Lama persalinan : 45 menit
Posisi Fetus : Normal presentasi kepala
Jenis kelamin bayi : perempuan
BB/PB : 3200 gram/50 cm
Jenis Persalinan : Sectio Cesaria
Perdarahan : 400 ml
Penggunaan Analgesik dan anestesi : Morphin 10 mg dan anestesi spinal
Masalah selama Persalinan : Riwayat darah tinggi selama kehamilan
Keluhan Utama : Nyeri Luka operasi
Riwayat penyakit sekarang : Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 22-12-
2022 pasien post sectio secarea 4 jam pkl 08.00 wib
yang lalu dengan keluham nyeri luka pada post
operasi, nyeri hilang timbul seperti disayat-sayat
pada saat melakukan aktivitas dengan skala nyeri 6.
Pasien mengatakan kakinya terasa berat dan
sakit saat diangkat sehingga semua aktivitas
dibantu
oleh keluarga dan perawat. Pasien juga mengatakan
kepalanya terasa pusing, nyeri tengkuk dan kakinya
masih bengkak semenjak hamil. Bayi rawat gabung
ibu dengan berat lahir 3200 gram jenis kelamin
perempuan. Bayi diberi ASI tetapi ASI yang
dihasilkan baru sedikit.
Riwayat Penyakit yang lalu : Pasien mengatakan tidak pernah dirawat dengan
penyakit hipertensi sebelumnya
Riwayat penyakit Keluarga : Pasien mengatakan dari keluarga ada yang
menderita penyakit hipertensi
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Tinggal serumah

Riwayat ginekologi : Pasien mengatakan menarch di usia 14


tahun
dengan siklus haid 28 hari. Lama haid
biasanya 5 sampai 6 hari, dan selalu
merasakan nyeri haid di hari pertama. Pasien
mengatakan selalu mengganti pembalutnya
3
kali dalam sehari
Riwayat ANC : Ny. A berkata pada saat hamil, pernah sekali
memeriksakan kehamilannya di puskesmas
dan Tekanan darah mencapai 170/100
mmHg
Kemudian sejak saat itu klien selalu
Mengontrol kandungannya ke Bidan N dan
Dokter spesialis kandungan. Pada riwayat
ANC didapati BB 68 kg, TB158 cm, DJJ
130x/menit. HPHT tanggal 05-03-2022 dan
tafsiran persalinan tanggal 12-12-2022
dengan hamil anak ke-3.
Riwayat persalinan yang lalu : Pasien melahirkan anak pertama 14 tahun
lalu
dengan jenis kelamin laki-laki, berat lahir
3800 gram, persalinan spontan dan ditolong
oleh bidan. 9 tahun lalu klien melahirkan
anak keduanya, dengan persalinan juga
spontan jenis kelamin perempuan dengan
berat 3500 gram dengan ditolong oleh bidan.
C. Pemeriksaan Fisik Ibu
1. BB : 66 kg
2. TB : 158 cm
3. Kesadaran : compos mentis
4. Tanda-tanda vital :
a. Suhu : 36 C
b. Nadi : 108 x/menit
c. Pernafasan: 20 x/menit
d. Tekanan darah : 155/70 mmHg

5. Data Postnatal
a. Kepala
1) Rambut
Kepala normochepal, rambut klien panjang berwarna hitam tampak
sedikit berminyak, tidak ada teraba adanya benjolan, lesi dan luka.
2) Mata
Mata tampak simetris kiri dan kanan sklera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis, tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan, mata
bersih, klien tampak tidak memakai alat bantu penglihatan dan
ukuran pupil 2mm/2mm.
3) Telinga
Telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ditemukan
peradangan, fungsi pendengaran baik.
4) Hidung
Hidung tampak simetris, tidak tampak adanya secret, tidak ada sinus
dan polip, fungsi penciuman baik dan tidak terpasang oksigen.
5) Mulut dan Gigi
Bibir dan mukosa mulut tampak kering, tidak ada peradangan pada
mulut, klien tidak memakai gigi palsu, gigi utuh tidak ada yang
berlobang, gigi klien tampak kurang bersih dan berbau, tidak ada
stomatitis, tidak ada caries gigi, dan fungsi pengecapan normal.
b. Leher
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar thyroid,
fungsi menelan baik.
c. Thorax
1) Payudara
Bentuk payudara simetris kiri dan kanan, belahan payudara tampak
memerah dan mengelupas, warna sekitar areola hitam kecoklatan
(Hiperpegmentasi), putting susu tampak menonjol, payudara terasa
lembek, produksi ASI yang dihasilkan sedikit, dan saat di tekan ada
keluar colostrum.

2) Paru-Paru
I : Simetris kiri-kanan, pengembangan/pergerakan dinding dada
simetris, tidak tampak adanya pembengkakan, tidak tampak
adanya perlukaan
P : Tidak teraba adanya pembengkakan, tidak ada nyeri tekan,
pergerakan dinding dada teraba, taktil vemitus teraba sama kuat
pada lapang paru kiri dan kanan.
P : Sonor di kedua lapang paru.
A : Suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas tambahan
3) Jantung
I : Simetris kiri dan kanan, pergerakan jantung normal, dinding
dada
tidak ada benjolan.
P : Tidak ada nyeri tekan
P : Suara jantung redup
A : Bunyi jantung normal lup- dup
4) Abdomen
I : Bentuk abdomen simetris, warna kulit disekitar pusat berwarna
coklat, terdapat stirae gradivarum, terdapat luka operasi SC
dengan jenis memanjang atau horizontal tertutup perban dengan
ukuran panjang sekitar 10 cm, lebar 1-2 cm.
P : Involusi uterus baik tidak tampak adanya peningkatan aliran
pengeluaran lochea, TFU: 2 jari dibawah pusat dan konsistensi
uteri baik dan keras. saat dilakukan pemeriksaan diastasis rectie
di
dapatkan pelebaran otot perut normal dengan panjang 5 cm dan
lebar 1 cm.
P : Tympani
A : Bising usus Normal 12 kali / menit
d. Eksremitas
1) Atas : Terpasang IVFD RL 500 cc + Drip MGSO4 40% 25 ml 20
tetes/menit dibagian tangan sebelah kanan dan terpasang IVFD RL
500 cc + Drip oksitosin 20 tetes / menit di bagian tangan sebelah kiri.
2) Bawah : Kaki simetris kiri dan kanan, kedua kaki tampak oedema,
tidak ada lecet, bekas luka dan tidak ada fraktur, pemeriksaan human
sign negative dan tidak ada varises.
e. Genetalia
Klien terpasang kateter dengan jumlah urine 500 cc dan klien memakai
pembalut.
1) Jenis lochea : Rubra
Jumlah : 60 cc
Warna : Merah kehitaman
Bau : Amis
Konsistensi : padat seperti gumpalan kecil(berisi darah segar dan
sisa-sisa selaput ketuban).
2) Perineum : Utuh tidak ada jahitan, tidak ada robekan, keadaan baik.
Tidak ada tanda-tanda REEDA, haemoroid tidak ada.
f. Integumen
Keadaann turgor kulit baik, tidak ada lesi, kulit tampak berkeringat, tidak
ada nyeri tekan, warna kulit sawo matang.
g. Data Biologis
1) Nutrisi
Sebelum sakit : pasien mengatakan makan 3x1 sehari dan minum 8
gelas sehari, I porsi habis tiap makan
Saat di RS : pasien mengatakan makan 3x1 sehari dan minum 8
gelas sehari, porsi yang diberikan habis
2) Eliminasi
Sebelum sakit : pasien mengatakan BAB 1-2x/hari dan BAK 5-
6x/hari
Saat di RS : pasien mangatakan belum BAB setelah melahirkan
dan BAK terpasang cateter urine dan protein urine
(++)
3) Istirahat dan tidur
Sebelum sakit : pasien mengatakan tidur 8 jam sehari dengan posisi
sulit terlentang dan hanya miring kiri dan kanan
Saat di RS : pasien mengatkan sulit tidur karena sering terbangun
oleh nyeri dan hanya tidur 5-6 jam sehari
4) Personal Hygiene
Sebelum sakit : pasien mengatakan mandi 2x/hari, gosok gigi
2x/hari
dan potong kuku 1x/minggu
Saat sakit : pasien mengatakan badannya hanya di lap
h. Data Psikologis
Pasien dan keluarga merasa senang dan bangga atas kelahiran anak
ketiganya serta merasa senang karena bayi rawat gabung ibu dengan berat
badan lahir 3200 gram sehingga pasien dapat menyusui bayinya secara
langsung.
i. Data Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, penghasilan keluarga
pasien hanya di dapat dari suaminya yang bekerja sebagai pedagang
(wiraswasta) dengan penghasilan ± Rp. 3.000.000,- / bulan, dan pasien
sudah merasa tercukupi dengan penghasilan keluarganya.
j. Data Spritual
Pasien mengatakan beragama islam dan rajin beribadah. Pasien tidak
melaksanakan sholat seperti biasa karena keadaannya saat sekarang ini.
Pasien tampak tenang setelah melakukan proses persalinan secara SC
k. Pengetahuan Ibu
1) Perawatan bayi
Pasien mengatakan bahwa ini adalah kelahiran anak ketiganya dan
pasien tau cara merawat bayi baru lahir seperti cara memandikan,
membedong bayi, menggendong bayi.
2) Asi ekslusif
Pasien mengatakan mengetahui tentang Asi ekslusif, pasien juga
mengatakan mengetahui tentang pemberian makan dan waktu
yang baik untuk bayi.
3) Perawatan payudara
Pasien mengatakan kurang mengetahui cara perawatan payudara
yang baik dan cara mengaplikasikan nya dengan benar seperti
mengompres puting susu dan pemijatan payudara.

4) Teknik menyusui
Klien mengatakan tau tentang teknik pemberian ASI yang benar
seperti posisi tangan saat memberikan ASI.
l. Status masa nifas :

PP hari ASI TFU Lochea Luka Perineum


ke…

1 sedikit 2 jari di bawah Warna merah Tidak ada luka


pusat kehitaman, konsistensi
padat seperti gumpalan
kecil, bau amis khas
darah, termasuk lokia
rubra.

2 lancar 3 jari di bawah Lochea rubra berwarna Tidak ada luka


pusat merah kehitaman

3 lancar 3 jari di bawah Lochea rubra berwarna Tidak ada luka


pusat merah kehitaman

D. Terapi obat yang diberikan

Tanggal Nama obat Rute Dosis Indikasi terapi


terapi

22/12/2022 MgSo4 40% iv drip 10 cc Mengurangi terjadinya kejang pada


pasien preeklampsia

22/12/2022 Omeprazole iv 40 mg Menghambat produksi asam lambung


22/12/2022 cefazolin iv 1 gr Antibiotikuntuk menangani infeksi
bakteri

22/12/2022 tramadol iv 100 Analgetik untuk mengurang nyeri


mg

22/12/2022 pronalges suppos 100mg Obat untuk mengurangi nyeri ringan


sampai sedang

22/12/2022 Asam iv 500 Membantu menghentikan perdarahan


tranexamat mg

22/12/2022 Oksitosin iv drip 20 mg Memicu dan memperkuat kontraksi


rahim

22/12/2022 nifedipine P.o 10 mg Obat untuk mengatasi hipertensi

E. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal pemeriksaan labor 22-12-2022

No Nama Pemeriksaan Hasil Nilai normal


1 Darah rutin
Hemoglobin 12.5 g/dl 12.3-15.3
Eritrosit 4.5 10 ^6/µL 3.9-5.0
Leukosit 9.98 10^3/µL 5.00-10.00
Trombosit 475 10^3/µL 150-450
Hematokrit 36.8 % 35.0-47.0
Gol darah A
Rhesus Positif
Hemostasis
Waktu perdarahan 2.00 menit 1.00-3.00
Waktu pembekuan 10.00 menit 9.00-15.00
Kimia klinik
Glukosa sewaktu 93 mg/dl 80-120
Urinalisa
Urin lengkap
Makroskopis
Warna Kuning tua kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Kimia urin
Berat jenis 1.025 1.003-1.030
pH 6.5 4.5-8.0
Protein ++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah (urin) Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
SARS-COV-2- Negatif Negatif
ANTIGEN

F. Pengjkajian Fisik Bayi


- Kesadaran : Baik
- Tanda – tanda vital
a. Suhu : 36 0C
b. Nadi : 146 kali / menit
c. Pernafasan : 44 kali / menit
- Jenis kelamin : perempuan
- Berat badan : 3200 Gram
- Panjang badan : 50 cm
- Keadaan umum : Sedang
- Lingkar kepala : 34 cm
- Lingkar dada : 34,5 cm
- Lingkar lengan atas : 11.5 cm
- Nilai APGAR : 8/9 (pada menit pertama/pada menit ke 5
- Refleks
No Jenis Refleks kuat Lemah Tidak ada
1. Mengedip +
2 Rooting +
3 Menghisap +
4 Extrusion +
5 Tonick neck +
6 Palmar grasp +
7 Plantar grasp +
8 babinski +

- Tonus/Aktivitas
a. keaktifan otot : aktif
b. Tipe menangis : keras
c. kepala/leher : fontaneal anterior lunak, sutura sagitalis tepat, gambaran
wajah simetris
d. mata : bersih
e. Telinga/hidung : normal
f. abdomen : datar
g. Thoraks : simetris
h. Paru-paru : bunyi nafas terdengar di semua lapang paru dan suara nafas
bersih, pernafasan spontan
i. jantung : bunyi normal
j. ekstremitas : gerakan bebas, normal atas dan bawah
k. tali pusat : normal
l. genitalia : perempuan normal
m. Anus : paten
n. warna kulit : pink
ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Subyektif Obyektif
1. - Pasien mengatakan - pasien tampak Post SC Nyeri akut
nyeri pada luka post meringis menahan nyeri
sc diabdomennya -P : nyeri Saat bergerak Luka insisi Post SC
- Nyeri bertambah Q : Seperti ditusuk
jika bergerak R : Abdomen Terputusnya kontuinitas
S:6 jaringan
T : Hilang timbul
- Frekuensi nadi Nyeri akut
108x/mnt
- Pasien sulit tidur
- Tekanan darah
meningkat

2. -Pasien mengatakan - Pasien tampak susah Post SC Gangguan


segala aktifitas dibantu mengangkat mobilitas fisik
keluarga dan ekstremitasnya
perawat - Pasien terpasang infus Luka Post SC
-Pasien mengatakan - Pasien terpasang kateter
kakinya terasa sulit saat - Aktifitas pasien masih Nyeri
diangkat dibantu keluarga dan
perawat Gerakan terbatas
- skala nyeri 6
- TD : 150/87 Gangguan mobilitas
-N : 108x/menit fisik
- RR : 20x/menit
-Temp : 36,7 C
- Pasien tampak lemah

3.- Pasien mengatakan


-Kaki pasien tampak
Sering merasa
oedema
pusing dan tengkuk
-TD : 155/90 mmHg Nyeri ekstremitas Resiko perfusi
sakit
- N : 108x/menit\ cerebral tidak
- Pasien mengatakan
- RR : 20x/menit Peningkatan tekanan efektif
kakinya bengkak
- Protein urin ++ darah

Resiko perfusi serebral


tidak efektif
Pasien Bayi
Bayi dalam perawatan tali
1. DS :-
pusat (tali pusat masih
basah) Sistem imun Risiko infeksi

Belum bisa membatasi

organisme yang masuk

Risiko infeksi
3.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

22/12/2022 Nyeri akut berhubungan Tujuan: Observasi :


dengan agen pencidera fisik Setelah dlakukan tindakan keperawatan 1.1 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
ditandai dengan adanya luka selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri kualitas intensitas nyeri
post op sc, tampak meringis, berkurang dengan kriteria hasil : 1.2 Identifikasi skala nyeri
1.3 Identfikasi respon nyeri non verbal
sulit tidur,gelisah, frekuensi
- Pasien mengatakan nyeri 1.4 Identfikasi faktor yang memperberat dan
nadi yang meningkat berkurang memperingan nyeri
- Pasien tampak rileks 1.5 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
- meringis berkurang sudah diberikan
- frekuensi nadi membaik 1.6 Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Gelisah menurun Terapeutik :
1.7 Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (misal : terapi musik, terapi pijat,
aromaterapi, kompres hangat/dingin)
1.8 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(misal. Suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan)
1.9 Fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi :
1.10 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
1.11 Jelaskan strategi meredakan nyeri
1.12 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
1.13 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
1.14 Kolaborasi pemberian analgetik
Observasi
22/12/2022 Gangguan mobilitas fisik Tujuan: 2.1 Idetifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
berhubungan dengan nyeri Setelah dlakukan tindakan keperawatan 2.2 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
ditandai dengan nyeri saat selama 3x24 jam diharapkan kemampuan 2.3 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
bergerak, kaki terasa berat saat dalam gerakan fisik meningkat dengan sebelum memulai ambulasi
digerakkan. kriteria hasil : 2.4 Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

- Pergerakan ekstremitas meningkat Terapeutik


- Kekuatan otot meningkat 2.5 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
- Rentang gerak meningkat (misal: tongkat, kruk)
2.6 Faslitasi melakukan mobilisasi tisik, jika perlu
2.7 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi

Edukasi
2.8 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2.9 Anjurkan melakukan ambulasi dini
2.10 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
(misal : berjalan dari tempat tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi

22/12/2022 Risiko perfusi serebral tidak Tujuan : Observasi


efektif berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 3x 24 jam 3.1 Monitor tekanan darah
hipertensi ditandai dengan sakit diharapkan masalah keperawatan risiko 3.2 Monitor nadi (frekuensi, kekuatan dan irama)
kepala, kaki yang oedema dan perfusi serebral tidak efektif tidak terjadi 3.3 Monitor peningkatan TD Terapeutik
tekanan darah yang meningkat dengan kriteria hasil : 3.4 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien

- nilai tekanan darah mencapai normal


- sakit kepala menghilang Edukasi
3.5 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

Kolaborasi
3.6 Kolaborasi pemberian antihipertensi
Pasien Bayi Risiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
dengan ketidakadekuatan 3x24 jam diharapkan risiko infeksi tidak 1.1 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
22/12/2022 pertahanan tubuh primer terjadi dengan kriteria hasil :
- kemampuan mengidentifikasi faktor
risiko Terapeutik
- kemampuan pasien menghindari faktor 1.2 Batasi jumlah pengunjung
risiko 1.3 Berikan perawatan kulit pada area edema
1.4 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
1.5 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi

Edukasi
1.6 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
1.7 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
1.8 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
1.9 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
1.10 Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi
1.11 Kolaborasi pemberian imuniasi, jika perlu
3.3 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tgl No. DP WAKTU Pelaksanaan Keperawatan Evaluasi


22/12/2022 1 09.00 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Pkl 11.00 wib
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri S:
Hasil : pasien mengatakan nyeri saat bergerak di - Pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan
luka operasi, kadang-kadang post SC
2. Mengidentifikasi skala nyeri - Pasien mengatakan takut bergerak karena
Hasil : skala nyeri 6 masih nyeri
- Pasien mengatakan kadang terbangun
3. Memberikan teknik non farmakologis untuk ketika tidur karena nyeri pada luka post SC
mengurangi rasa nyeri dengan tekhnik relaksasi O:
nafas dalam - Klien tampak meringis kesakitan
Hasil : pasien tampak nyaman setelah melakukan P : Nyeri akut
relaksasi nafas dalam Q : Seperti disayat
4. Memfasilitasi istirahat dan tidur R : Abdomen bawah
Hasil : pasien sudah beristirahat S:6
T : Hilang timbul
5. Menjelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri - TD 155/70 mmHg
Hasil : pasien tampak mengerti apa penyebab, N: 108x/menit
periode dan pemicu nyeri
A : Masalah belum teratasi
6. Berkolaborasi pemberian analgetik tramadol dan P :
pronalges suppose - Intervensi dilanjutkan
Hasil : pasien tampak meringis sesekali setelah
- Berikan teknik non farmakologis untuk
diberikan obat
mengurangi rasa nyeri (nafas dalam)
- Memberikan analgetik tramadol 100mg
dan pronalges suppos
2 11.00 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya Pkl 13.00
Hasil : pasien mengatakan nyeri untuk S:
beraktivitas - Pasien mengatakan aktifitas masih dibantu
2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan keluarga dan perawat
ambulasi - Pasien mengatakan buang air kecil masih
Hasil : pasien tampak dibantu dalam beraktivitas melalui kateter yang terpasang
O:
3. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus - Aktifitas pasien masih ada yang dibantu
dilakukan seperti duduk di tempat tidur perawat dan keluarga
Hasil : pasien mengatakan masih sulit untuk
- Pasien terpasang dower cateter 500 cc
mobilisasi
- Pasien terpasang infus RL
A : Masalah belum teratasi
P :
- Intervensi dilanjutkan
- Libatkan keluarga dalam melakukan
ambulasi
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan seperti duduk di tempat tidur
3 12.00 1. Memonitor tekanan darah
Hasil : 160/88 mmHg
Pkl. 14.00 wib
2. Memonitor peningkatan TD S:
Hasil : ada peningkatan dari TD sebelumnya - Pasien mengatakan tengkuk leher sakit
150/77 mmHg - Pasien mengatakan kepala sakit setiap
3. Berkolaborasi pemberian antihipertensi bangun tidur
nifedipine O:
Hasil :pasien mengatakan masih nyeri tengkuk - TD : 160/88 mmHg
dan sakit kepala - N : 100x/mnt
- Pasien tampak tidak nyaman
- kaki tampak oedema
A : Masalah belum teratasi
P :
- Intervensi diteruskan
- Monitor Tekanan darah
- Monitor peningkatan TD
- Kolaborasi pemberian antihipertensi
Pasien 1 12.30 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan nifedipine
bayi sistemik
22/12/2022 Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi
Pkl 14.30 wib
2. Membatasi jumlah pengunjung S:-
Hasil : tidak terlihat adanya pengumjung yang O:
ramai - Tali pusat masih basah
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak A : Risiko infeksi tidak terjadi
dengan pasien P :
Hasil : keluarga, bidan dan ibu pasien tampak - Intervensi dipertahankan
mencuci tangan sebelum kontak dengan - monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
pasien dan local
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko - jelaskan tanda dan gejala infeksi
tinggi
23/12/2022 1 08.00
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
Hasil : pasien mengatakan nyeri pada luka Pkl . 10.00 wib
operasi saat bergerak berkurang S:
- Pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan
2. Mengidentifikasi skala nyeri
post SC
Hasil : skala nyeri 4
- Pasien mengatakan takut bergerak karena
3. Memberikan teknik non farmakologis untuk masih nyeri
mengurangi rasa nyeri relaksasi nafas dalam O:
Hasil : pasien terlihat masih meringis sesekali - Klien tampak meringis kesakitan
setelah relaksasi nafas dalam P : Nyeri akut
4. Memfasilitasi istirahat dan tidur Q : Seperti disayat
Hasil : pasien mengatakan sudah beristirahat R : Abdomen bawah
S:4
5. Berkolaborasi pemberian analgetik tramadol iv T : Hilang timbul
pronalges suppos - TD 155/70 mmHg
Hasil : pasien terlihat agak tenang N: 100x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P:
- Intervensi dilanjutkan :
2 10.00 - Memberikan analgetik (tramadol dan
1. Melibatkan keluarga dalam meningkatkan pronalges suppos)
ambulasi
Hasil : keluarga tampak membantu pasien untuk
duduk Pkl 12.00 wib
S:
2. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus - Pasien mengatakan sudah bisa aktifitas
dilakukan jalan di sekitar tempat tidur mandiri
Hasil : pasien tampak berjalan ke kamar mandi O:
mandiri - pasien tampak berjalan ke kamar mandi
sendiri
- Cateter sudah dilepas
- Pasien terpasang infus RL
3 11.30
A : Masalah teratasi
1. Memonitor tekanan darah
P : Intervensi dihentikan
Hasil : TD ; 150/78 mmHg
2. Berkolaborasi pemberian antihipertensi
nipedipine Pukul : 13.30 wib
Hasil : pasien mengatakan nyeri kepala dan S : Pasien mengatakan sakit kepala dan tengkuk
tengkuk berkurang berkurang
O:
- TD : 150/78 mmHg
- N : 100x/mnt
- Pasien tampak mulai nyaman
- oedema kaki berkurang
A : Masalah teratasi sebagian
P :
- Intervensi diteruskan :
Pasien - Monitor Tekanan darah
1 12.30
bayi 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan - Kolaborasi pemberian antihipertensi
23/12/2022 sistemik nipedipine
Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi
2. Membatasi jumlah pengunjung
Hasil : tidak terlihat adanya pengumjung yang Pkl 14.30 wib
ramai S:-
O:
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak - Ibu paham tanda dan gejala infeksi pada
dengan pasien
bayi baru lahir
Hasil : keluarga, bidan dan ibu pasien tampak - Ibu mengetahui cara melakukan perawatan
mencuci tangan sebelum kontak dengan tali pusat
pasien
A : Risiko infeksi tidak terjadi
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko
tinggi P:
- Intervensi dipertahankan
24/12/2022 1 08.30 - monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
1. Mengidentifikasi skala nyeri dan lokal
Hasil : skala nyeri 2
2. Menganjurkan untuk memonitor nyeri secara
mandiri
Hasil : pasien tampak sudah mengerti Pkl 10/00 wib
3. Berkolaborasi pemberian obat analgetik S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
pronalges suppose O:
Hasil : pasien tampak tenang setelah diberi obat - Klien tampak nyaman
injeksi - TD 130/70 mmHg
- Skala nyeri 2
- N: 100x/menit
A : Masalah nyeri teratasi sebagian
3 10.00 P:
1. Memonitor tekanan darah - Intervensi dilanjutkan
Hasil : TD 120/77 mmHg - Memberikan analgetik (pronalges suppos)
2. Berkolaborasi pemberian anti hipertensi
nipedipine
Hasil : pasien mengatakan sakit kepala dan
Pkl. 12.00 wib
tengkuk sudah hilang
S : Pasien mengatakan sakit kepala dan tengkuk
sudah tidak ada
O:
- TD : 120/77 mmHg
- N : 84x/mnt
1 11.00 - Pasien tampak mulai nyaman
Pasien 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
bayi A : Risiko perfusi serebral tidak efektif teratasi
sistemik
24/12/2022 P : Intervensi dihentikan pasien boleh pulang
Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi
2. Membatasi jumlah pengunjung
Hasil : tidak terlihat adanya pengumjung yang Pkl 13.30 wib
ramai S:-
O:
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak - Tidak terdapat tanda infeksi pada tali pusat
dengan pasien bayi, luka tali pusat membaik
Hasil : keluarga, bidan dan ibu pasien tampak - Ibu paham tanda dan gejala infeksi pada
mencuci tangan sebelum kontak dengan
bayi baru lahir
pasien
- Ibu mengetahui cara melakukan perawatan
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tali pusat
tinggi
A : Risiko infeksi tidak terjadi
P : Intervensi dihentikan pasien boleh pulang
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan “Asuhan keperawatan pada Ny. A dengan Pre-eklamsia Berat di


Ruang Rawat Inap Lantai 4 Paviliun Cemara RSUD Siti Fatimah Azzahra Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2022 ”, maka didapatkan hasil pembahasan sebagai berikut :

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, oleh karena itu di
perlukan ketepatan dan ketelitian dalam mengenali masalah-masalah yang muncul pada
klien sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan dengan tepat (Muttaqin. 2008).
Dari hasil pengkajian ditemukan data pra-operasi adanya riwayat darah tinggi
selama kehamilan, tapi tidak ada riwayat hipertensi sebelum kehamilan. Sedangkan pada
saat dilakukan pengkajian pada tanggal 22 Desember 2022 pukul 08.00 wib, pasien post
sectio caesar dengan keluhan nyeri luka pada post operasi, nyeri hilang timbul seperti
disayat-sayat pada saat melakukan aktivitas dengan skala nyeri 6. Pasien mengatakan
kakinya terasa berat dan sakit saat diangkat sehingga semua aktivitas dibantu oleh keluarga
dan perawat. Pasien juga mengatakan kepalanya terasa pusing, nyeri tengkuk dan kakinya
masih bengkak semenjak hamil. Bayi rawat gabung ibu dengan berat lahir 3200 gram jenis
kelamin perempuan. Bayi diberi ASI tetapi ASI yang dihasilkan baru sedikit.

B. Diagnosa Keperawatan

Dalam kasus ini diagnosa keperawatan yang diangkat ada 4 diagnosa keperawatan,
yang terdiri dari 3 diagnosa keperawatan yang ditemukan pada ibu dan 1 diagnosa
keperawatan pada bayi, yaitu :
Diagnosa keperawatan pada ibu, sebagai berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik ditandai dengan adanya luka
post op SC, tampak meringis, sulit tidur, gelisah, frekuensi nadi yang meningkat
intraoperatif : Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan ditandai
dengan luka insisi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan nyeri saat
bergerak, kaki terasa berat saat digerakkan.
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi ditandai dengan
sakit kepala, kaki yang oedema dan tekanan darah yang meningkat.
Diagnosa keperawatan pada bayi, yaitu :
1. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer pada
bayi.

C. Perencanaan
Perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul.
Penyelesaian masalah disesuaikan dengan prioritas masalah. Rencana tindakan yang
disusun mencakup 4 aspek ; nursing treatment, observasi, education, kolaborasi. Adapun
pembahasan perencanaan keperawatan untuk pra, intra dan pasca operasi adalah sebagai
berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik ditandai dengan adanya luka
post op sc, tampak meringis, sulit tidur,gelisah, frekuensi nadi yang
meningkatIntraoperatif : Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan ditandai dengan luka insisi. Pada diagnosa nyeri postoperatif, penulis
merencanakan intervensi manajemen nyeri dengan identifikasi nyeri, skala nyeri dan
karakteristik nyeri. Kemudian, anjurkan pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam,
kontrol lingkungan dan kolaborasi dalam pemberian analgetik, jika perlu.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan nyeri saat
bergerak, kaki terasa berat saat digerakkan. Pada diagnosa keperawatan ini penulis
membuat perencanaan dengan idetifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya,
monitor frekuensi jantung dan tekanan darah serta keadaan umum pasien sebelum
memulai ambulasi, fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu dan libatkan
keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi, serta ajarrkan
ambulasi sederhana yang harus dilakukan sesuai toleransi.
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi ditandai dengan
sakit kepala, kaki yang oedema dan tekanan darah yang meningkat. Pada diagnosa
keperawatan ini penulis membuat perencanaan dengan monitor tekanan darah, nadi
(frekuensi, kekuatan dan irama), peningkatan TD dan atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien. Serta, jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan dan k olaborasi
pemberian anti-hipertensi.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer pada
bayi. (Diagnosa Keperawatan pada Bayi). Pada diagnosa keperawatan ini, merupakan
diagnosa yang ditemukan pada bayi yang telah dilahirkan oleh ibu Ny. A, terutama
pada perawatan tali pusat bayi. Pada diagnosa ini, penulis membuat perencanaan
dengan monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik, batasi jumlah
pengunjung, berikan perawatan kulit pada area edema, cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien, pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi, dan beri edukasi tentang tanda dan gejala infeksi, ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar, ajarkan cara memeriksa kondisi luka, anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi dengan meningkatkan asupanm serta kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu.

D. Implementasi
Tahap ini merupakan pelaksanaan dini rencana tindakan yang telah ditetapkan
dengan maksud kebutuhan klien dapat terpenuhi dengan optimal. Dalam tahap
implementasi keperawatan ini penulis mengacu pada rencana tindakan yang telah disusun
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien sehingga implementasi juga sesuai dengan
kebutuhan klien pada kasus Ny. A, hampir semua rencana tindakan bisa dilaksanakan
diruang rawat inap. Dalam pelaksanaan tindakan kepada pasien, penulis juga melibatkan
keluarga pasien dan tim kesehatan lainnya.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan rencana keperawatan dalam
melakukan tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien. Ada 2 macam
evaluasi yaitu evaluasi proses yang dibuat untuk mengetahui keberhasilan dari tindakan
yang telah dilakukan, sedangkan evaluasi hasil merupakan keadaan klien sebagai respon
terhadap tindakan yang telah dilakukan dalam kasus ini. Adapun evaluasi untuk masing-
masing diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik ditandai dengan adanya luka
post op sc, tampak meringis, sulit tidur,gelisah, frekuensi nadi yang
meningkatIntraoperatif : Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan ditandai dengan luka insisi. Kriteria dan tujuan diagnosa ini tercapai
sebagian karena setelah dilakukan implementasi keperawatan manajemen nyeri
selama 3x24 jam, pada evaluasi hari ketiga didapatkan data bahwa pasien
mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri : 2, intervensi dilanjutkan dengan
pemberian analgetik (pronalges suppository).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan nyeri saat
bergerak, kaki terasa berat saat digerakkan. Kriteria dan tujuan diagnosa ini tercapai
pada hari kedua yakni 2x24 jam setelah dilakukan implementasi keperawatan. Pada
evaluasi hari kedua didapatkan data bahwa pasien mengatakansudah bisa aktifitas
mandiri, masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi ditandai dengan
sakit kepala, kaki yang oedema dan tekanan darah yang meningkat. Kriteria dan
tujuan diagnosa ini tercapai semua setelah dilakukan implementasi keperawatan
selama 3x24 jam, pada evaluasi hari ketiga didapatkan data bahwa pasien
mengatakan sakit kepala dan tengkuk sudah tidak ada, TTV normal TD : 120/77
mmHg dan Nadi : 84 x/menit, masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer pada
bayi. (Diagnosa Keperawatan pada Bayi). Kriteria dan tujuan diagnosa ini tercapai
semua setelah dilakukan implementasi keperawatan selama 3x24 jam, pada evaluasi
hari ketiga didapatkan data bahwa tidak terdapat tanda infeksi pada tali pusat bayi,
luka tali pusat membaik. Serta, ibu memahami dan mengetahui cara melakukan
perawatan tali pusat, dan tanda-tanda bila terjadi infeksi pada tali pusat. Masalah
keperawatan teratasi, intervensi dihentikan.

F. Dokumentasi
Dokumentasi yang penulis gunakan adalah berorientasi pada masalah keperawatan
secara ilmiah dan sistematis sesuai dengan langkah-langkah proses keperawatan, dan
ditulis secara lengkap mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
pelaksanaan dan pelaksanaan evaluasi.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengkajian sangat penting pada klien post operasi sectio caesarea dengan
indikasi preeklampsia yang perlu diperhatikan saat pengkajian adalah nyeri
pada luka bekas operasi, tingkat pengetahuan klien tentang penurunan
mobilitas fisik karena luka post operasi sectio caesarea dan risiko perfusi
serebral tidak efektif. Pada pengkajian pemeriksaan fisik klien post operasi
sectio caesarea dengan indikasi preeklampsia mengalami perubahan fisik
diantaranya nyeri akut, gangguan mobilitas fisik dan risiko perfusi serebral
tidak efektif. Pada bayi ditemukan data tali pusat masih basah.
2. Pada klien Post Operasi Sectio Caesarea akan mengalami beberapa masalah
keperawatan yang ditemukan pada tinjauan kasus adalah nyeri akut,
gangguan mobilitas fisik dan risiko perfusi serebral tidak efektif. Ketiga
diagnosa tersebut muncul karena didapat data-data dari keadaan klien itu
sendiri.
3. Intervensi diagnosa keperawatan yang dilakukan sesuai dengan SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia).
4. Implementasi keperawatan dilakukan secara terkoordinasi dan terintergasi
untuk pelaksanaan diagnosa pada kasus tidak semua sama pada tinjauan
pustaka.
5. Evaluasi dilakukan penulis dengan harapan penulis dapat mengetahui
perkembangan yang terjadi pada pasien setiap saat. Pada akhir evaluasi
semua tujuan di capai karena adanya kerja sama yang baik antar klien,
keluarga dan tim kesehatan.

B. SARAN
1. Bagi ibu hamil dan masyarakat
Perlu ditingkatkan lagi untuk masalah pemahaman masyarakat khususnya
ibu hamil tentang kesehatan saat kehamilan khususnya preeklampsia dan
selau memeriksakan kehamilannya agar preeklampsia dapat mendeteksi dan
mencegah terjadinya preeklampsia.

2. Bagi Tenaga Rumah Sakit Tenaga kesehatan


Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan bagi ibu hami
tentang preeklampsia, melakukan deteksi dini melalui pemeriksaan USG
dan bisa mensosialisasikan tentang apa saja faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya preeklampsia, dampak bagi janin dan ibu. Agar
sehingga ibu hamil dapat mengetahui cara pencegahan dan dapat
memperoleh penanganan lebih dini jika ibu menderita preeklapsia.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapakan bisa memperluas tentang apa aja faktor- faktor yang bisa
menyebabkan preeklampsia.

Anda mungkin juga menyukai