Anda di halaman 1dari 52

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Untuk menilai derajat kesehatan suatu bangsa WHO dan
berbagai lembaga Internasional lainnya menetapkan beberapa alat ukur atau
indikator, seperti morbiditas penyakit, mortalitas kelompok rawan seperti
bayi, balita dan ibu saat melahirkan. Alat ukur yang paling banyak
dipakai oleh negara-negara didunia adalah , usia harapan hidup (life
expectancy), Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) .
Angka-angka ini pula yang menjadi bagian penting dalam membentuk
indekspembangunan manusia atau Human Development Index (HDI), yang
menggambarkan tingkat kemjuan suatu bangsa. (Depkes, 2006 dalam
Helmizar, 2014).
World Health Organization (WHO) memperkirakan 10,7 juta
perempuan telah meninggal karena melahirkan. Pada tahun 2015, sebanyak
303.000 kematian ibu terjadi di seluruh dunia. Kematian wanita usia subur di
negara miskin diperkirakan sekitar 25-50% penyebabnya adalah masalah
kesehatan, persalinan, dan nifas. AKI masih merupakan masalah kesehatan
yang serius di negara berkembang. Pada tahun 2014 beberapa negara
memiliki AKI cukup tinggi seperti Afrika Sub-Saharan 179.000 jiwa, Asia
Selatan 69.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di
negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 190 per 100.000 kelahiran
hidup, Vietnam 49 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 2 26 per 100.000
kelahiran hidup, Brunei 27 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 29 per
100.000 kelahiran hidup (KH) (WHO, 2015).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2015 AKI di
Indonesia mengalami penurunan sebanyak 305/100.000 KH, angka tersebut
mengalami penurunan dari tahun 2012 yaitu 359/100.000 KH 9 (Kemenkes
RI, 2018). Pada tahun 2017 data Profil Kesehatan Kalimantan Timur
menyatakan bahwa AKI sebanyak 110 kasus/100.000 KH, angka tersebut
mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 95 kasus/100.000 KH (DKK
2

KalTim, 2018). Dan, data yang didapakatkan AKI di Balikpapan pada tahun
2018 sebayak 9 kasus dengan jumlah KH sebanyak 12.570, maka dapat
diartikan di kota Balikpapan terdapat 72/100.000 KH, angka tersebut masih
dibawah target nasional yaitu 112/100.000 KH (DKK Balikpanan, 2019).

Kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, tekanan darah yang tinggi


saat hamil (eklamsia), infeksi, komplikasi anemia, persalinan macet dan
komplikasi keguguran, Sedangkan penyebab langsung kematian bayi adalah
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), kekurangan oksigen (asfiksia) dan infeksi.
(Kementrian Kesehatan RI, 2011).
Faktor risiko Perdarahan pada ibu bersalin dapat ada saat sebelum
kehamilan, saat kehamilan, dan saat persalinan. Faktor risiko sebelum
kehamilan meliputi usia, indeks massa tubuh, dan riwayat perdarahan
postpartum, jarak kehamilan < 2 tahun. Faktor risiko selama kehamilan
meliputi usia, indeks massa tubuh, riwayat perdarahan postpartum,
kehamilan ganda, plasenta previa, preeklampsia, dan penggunaan antibiotik.
Sedangkan untuk faktor risiko saat persalinan meliputi plasenta previa
anterior, plasenta previa mayor, peningkatan suhu tubuh >37,
korioamnionitis, dan retensio plasenta (Briley et al., 2014).
Pemeriksaan kehamilan sangat penting dilakukan oleh semua ibu
hamil untuk mengetahui pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Hampir
seluruh ibu hamil di Indonesia (95,4%) sudah melakukan pemeriksaan
kehamilan (K1) dan frekuensi kehamilan minimal 4 kali selama masa
kehamilannya adalah 83,5 persen. Adapun untuk cakupan pemeriksaan
kehamilan pertama pada trimester pertama adalah 81,6 persen dan frekuensi
ANC 1-1-2 atau K4 (minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali
pada trimester kedua dan minimal 2 kali pada trimester3) sebesar 70,4 persen.
Tenaga yang paling banyak memberikan pelayanan ANC adalah bidan (88%)
dan tempat pelayanan ANC paling banyak diberikan di praktek bidan (52,5%)
(RISKESDAS, 2013).
Berdasarkan tingginya AKI dan AKB maka perlu dilakukan
pemantauan ibu hamil secara Terintegrasi. Pelayanan Asuhan Antenatal
3

Terintegrasi adalah integrasi asuhan antenatal dengan pelayanan program


Gizi, Imunisasi, IMS-HIV-AIDS, ESK dan Frambusia, TB dan Kusta,
Malaria, Kecacingan, dan Intelegensia dengan pendekatan yang responsif
gender untuk menghilangkan missed opportunity yang ada. Selanjutnya akan
menuju pada pemenuhan hak reproduksi bagi setiap orang khususnya ibu
hamil. Untuk itu perlu adanya perbaikan standar pelayanan asuhan antenatal
yang terpadu, yang mengakomodasi kebijakan, strategi, kegiatan dari
program terkait. Dalam pelaksanaannya perlu dibentuk tim pelayanan Asuhan
Antenatal Terintegrasi, yang dapat memfasilitasi kemitraan antara dokter
spesialis, dokter umum, bidan dengan sistem rujukan yang jelas, dilengkapi
fasilitas pendukung dari masing-masing program guna mewujudkan Making
Pregnancy Safer.
Asuhan Kebidanan Komprehensif merupakan asuhan kebidanan
menyeluruh yang terintegrasi. Pada tanggal 05 November 2019 dilakukan
pengkajian dan pemeriksaan pada Ny. R usia 17 tahun GIIP1001 hamil 6
minggu 1 hari dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan usia terlalu muda
setelah dilakukan perhitungan skor Puji Roechjati didapatkan hasil skor 8
yang merupakan masuk kedalam kehamilan resiko tinggi.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik memilih Ny.R
sebagai subjek Laporan Komprehensif ANC Terintegrasi karena dari hasil
pengkajian dan pemeriksaan Ny.R GIIP1001 Hamil 6 minggu 1 hari
mengalami kehamilan dengan faktor resiko tinggi (sesuai skor Puji Roechjati)
maka perlu dilakukan asuhan kebidanan Terintegrasi untuk mencegah
komplikasi selama hamil, bersalin, dan masa nifas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas yang menjadi rumusan
masalah adalah “Bagaimana pelayanan asuhan kebidanan secara Terintegrasi
pada Ny. R G2P1001 di wilayah kerja Puskesmas Kariangau Balikpapan 2019?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara terintegrasi pada
Ny.R dengan masalah jarak kehamilan < 2 tahun dan usia ibu terlalu
4

muda sesuai dengan standar pelayanan ANC Terintegrasi dan


mendokumentasikan dalam bentuk laporan Komprehensif ANC
Terintegrasi.
2. Tujuan Khusus
Penulisan laporan tugas akhir ini bertujuan membantu penulis agar
mampu :
a. Mendeteksi secara dini masalah gizi pada ibu hamil .
b. Mendeteksi secara dini adanya penyakit menular seksual pada ibu
hamil.
c. Mendeteksi secara dini kemungkinan kejadian anemia defisiensi
besi pada ibu hamil.
d. Mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya masalah kesehtan
gigi dan mulut pada ibu hamil.
e. Mendeteksi secara dini kemungkinan komplikasi maternal pada
ibu hamil.
D. Manfaat
1. Bagi penulis

Memberikan pengalaman bagi penulis untuk dapat melakukan asuhan

kebidanan terintegrasi pada ibu hamil dengan masalah Jarak

Kehamilan < 2 tahun dan Usia Ibu Terlalu Muda

2. Bagi institusi

Memberikan pendidikan dan pengalaman bagi mahasiswanya dalam

melakukan asuhan kebidanan kebidanan terintegrasi pada ibu hamil

dengan masalah Jarak Kehamilan < 2 tahun dan Usia Ibu Terlalu

Muda

3. Bagi klien

Klien mendapatkan pelayanan secara terintegrasi sesuai standar

pelayanan kebidanan.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori


1. Definisi Standar Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi (Fitryana,
2013 dalam Damopolli dkk, 2015).
Standar Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi adalah
seperangkat rekomendasi tentang penyelenggaraan pelayanan asuhan
antenatal pada fasilitas kesehatan, mulai dari tingkat unit pelayanan
antenatal dan jaringannya. Fasilitas kesehatan pada level yang lebih
tinggi juga memerlukan standar pelayanan minimal, selain standar
pelayanan spesialistik dan obstetrik.
Standar Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi ini akan dapat
memberikan pedoman bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan status
kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan.
Pelayanan antenatal care terintegrasi adalah pelayanan antenatal
care yang diintegrasikan dengan pelayanan program lain yaitu gizi,
imunisasi, IMS, HIV, TB, Kusta, Malaria dengan pendekatan yang
responsive gender dan untuk menghindari kemungkinan kehilangan
kesempatan (missed opportunity) yang ada. Selanjutnya untuk itu perlu
adanya perbaikan standar pelayanan antenatal care yang terpadu, yang
mengakomodasi kebijakan, strategi, kegiatan dari program terkait. Dalam
pelaksanaannya perlu dibentuk tim pelayanan, pelayanan antenatal care
terintegrasi, bidan dengan sistem rujukan yang jelas, dilengkapi fasilitas
pendukung dari masing-masing program guna mewujudkan making
pregnancy safer.
2. Tujuan
Ada beberapa tujuan dari antenatal care terintegrasi, yaitu (Dapkes
RI, 2007 dalam Kundre, 2015) :
a. Deteksi dan antisipasi dini kelainan/ penyakit/ gangguan yang mungkin
terjadi dalam kehamilan.
6

b. Intervensi dan pencegahan kelainan/ penyakit/ gangguan yang mungkin


dapat mebngancam ibu dan atau janin.
c. Standarisasi kegiatan pelayanan asuhan antenatal terintegrasi, meliputi :
tujuan, persyaratan, implementasi serta pemantauan dan penilaian.
d. Mengintegrasikan asuhan antenatal rutin dengan pelayanan tambahan
dalam praktik asuhan antenatal.
3. Program-Program Yang di Integrasikan dalam Pelayanan Antenatal
Terintegrasi (Dapkes RI, 2009 dalam Kundre, 2015)
a. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)
1) Standar : Semua wanita yang melahirkan dan bayi yang dilahirkannya
harus terlindung dari Tetanus.
2) Tujuan : Mencegah Tetanus Maternal dan Neonatal (MNT)
3) Persyaratan :
a) Terdapat perencanaan, strategi, kebijakan dan pedoman nasional
maupun local terkait Maternal Neonatal Tetanus Elimination
(MNTE) pada tempat pelayanan asuhan antenatal.
b) Di daerah yang tergolong risiko tinggi MNT, perlu perencanaan
dan strategi implementasi dengan “pendekatan risiko tinggi”,
termasuk imunisasi pada Wanita Usia Subur (WUS).
c) Tersedia Standard Operating Procedure (SOP) penilaian mutu
vaksin, jadwal imunisasi dan pemberian imunisasi.
d) Semua anggota tim antenatal ditempat pelayanan asuhan antenatal
telah dilatih untuk melakukan penapisan status imunisasi,
memberikan imunisasi Tetanus dan mengelola pelayanan imunisasi
TT.
e) Ditempat pelayanan asuhan antenatal, tersedia vaksin dan logistic
(refrigerator, Auto Disable Syringe (ADS), dll) yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan imunisasi Tetanus.
f) Tempat pelayanan asuhan antenatal yang dapat melayani imunisasi
Tetanus mudah dikases oleh ibu hamil.
7

g) Terdapat system monitoring dan evaluasi imunisasi Tetanus yang


efektif, termasuk register imunisasi, kartu imunisasi pribadi dan
buku KIA.
h) MNT dimasukkan dalam sistem surveilans nasional.
i) Tersedia informasi tentang sistem pelayanan rujukan dan tempat
pelayanan yang menjadi rujukan pada kasus MNT.
4) Pelaksanaan : Tim asuhan antenatal di tempat pelayanan asuhan
antenatal, secara khusus, harus :
a) Sebelum pemberian vaksin, periksa tanggal kadaluwarsa dan VVM
(vial-vaccine-monitoring).
b) Vaksin yang sebelumnya telah membeku tidak boleh diberikan.
c) Pada pelayanan antenatal periksalah status imunisasi ibu hamil
melalui penapisan (dengan anamnesis atau memeriksa kartu),
sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Cara Penapisan Imunisasi TT pada WUS dan Ibu Hamil
Pemberian Kapan diberikan (Selang Waktu Lama Proteksi yang
Imunisasi Pemberian Minimal) Diharapkan
T1 -
T2 Minimal 4 minggu setelah T1 1 – 3 Tahun
T3 Minimal 6 bulan setelah T2 Minimal 5 tahun
T4 Minimal 1 tahun setelah T3 Minimal 10 tahun
T5 Minimal 1 tahun setelah T4 Minimal 25 tahun
Sumber: (Dapkes RI, 2009 dalam Kundre, 2015)

Tabel 2.2 Pedoman Imunisasi TT bagi ibu hamil


Imunisasi Imunisasi yang dianjurkan
Usia saat sebelumnya
vaksinasi (berdasarkan rekaman Pada kunjungan Kemudian
terakhir tertulis) ini/ pada (dengan interval
kehamilan minimal
setahun)
Bayi 3 DPT 2 dosi TT/Td (min. 1 dosis TT/ Td
interval 4 mgg
antar kedua dosis)
Anak Usia 1 DT + 2 TT/ Td 3 dosis TT/ Td
Sekolah
Sumber: (Dapkes RI, 2009 dalam Kundre, 2015)
8

d) Rekam/ catat dosis yang telah diberikan pada register standar imunisasi
TT, akrtu imunisasi pribadi, dan buku KIA. Kartu imunisasi pribadi dan
buku KIA harus disimpan oleh yang bersangkutan.
e) Bila teridnetifikasi suatu kasus Tetanus Neonatal (TN), berikan ibu satu
dosis TT secepatnya dan rawat bayinya sesuai pedoman nasional. Dosis
selanjutnyadiberikan sesuai dengan waktu pemberian minimal.
f) Rekam/ catat semua kasus MNT dan laporkan pada yang berwenang.
Semua kasus MNT yang berasal dari daerah berisiko rendah harus
diselidiki lebih lanjut.
g) Rekam/ catat dan laporkan semua kasus Tetanus dari kelompok umur
lain secara terpisah.
h) Penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat
tentang perlunya dilaksanakan imunisasi Tetanus.
b. Antisipasi Defisiensi Gizi Dalam Kehamilan (ANDIKA)
1) Standar : Semua ibu hamil mendapatkan pelayanan dan konseling gizi
pada setiap kunjungan antenatal.
2) Tujuan : Mencegah dan menangani masalah gangguan gizi selama
masa kehamilan agar menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan
bayi yang optimal, serta ibu yang sehat.
3) Persyaratan :
a) Terdapat perencanaan, strategi dan kebijakan nasional maupun
local dalam penanganan masalah gizi pada ibu hamil.
b) Ketersediaan pedoman tentang penanggulangan masalah gizi
(KEK, Anemia, KVA) dan konseling, alat peraga penyuluhan/
konseling gizi (seperti food-model, kit konsleing menyusui),
pemeriksaan laboratorium (Hb), pita LILA, suplementasi tablet
besi.
c) Ketersediaan pemberi pelayanan gizi yang berkompeten.
d) Ketersediaan informasi tentang system dan tempat rujukan
pelayanan gizi oleh ahli gizi (tenaga gizi).
9

4) Pelaksanaan :
a) Semua ibu hamil mendapatkan penyuluhan/ konseling gizi,
termasuk konseling menyusui.
b) Semua ibu hamil mendapatkan suplementasi tablet besi 1 tablet
perhari selama hamil sampai dengan masa nifas (minimal untuk 90
hari), termasuk konsumsi tablet besi mandiri. Pemberian dilakukan
pada waktu pertama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya
(K1).
c) Semua ibu hamil diperiksa status gizi dengan pita LILA pada
kunjungan pertama antenatal. Ibu hamil dengan KEK dirujuk ke
fasilitas pelayanan gizi (petugas gizi).
d) Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama
antenatal. Ibu hamil dengan anemia dirujuk ke fasilitas pelayanan
gizi (petugas gizi).
e) Semua ibu hamil dengan anemia dan KEK verat dirujuk ke
pelayanan kesehatan rujukan.
c. Pencegahan dan Pengobatan IMS/ ISK Dalam Kehamilan (PIDK)
1) Standar :
Semua ibu hamil pada setiap kunjungan antenatal mendapatkan
informasi dan penapisan Infeksi Menular Seksual (IMS)/ Infeksi
Saluran Reproduksi (ISR), serta diberi pengobatan dan rujukan
yang tepat dan efektif bagi biu hamil dan pasangannya.
2) Tujuan :
Menurunkan morbiditas, mortalitas maternal dan infertilitas yang
disebabkan oleh IMS dan ISR, serta menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada bayi/ anak.
3) Persyaratan :
a) Terdapat perencanaan, strategi dan kebijakan nasional maupun
local tentang pedoman pencegahan dan pengelolaan IMS/ ISR
tersedia.
10

b) Tersedia pemberi pelayanan asuhan antenatal yang kompeten


untuk memberikan informasi tentang IMS dan ISR, serta
mampu mendiagnosis dan mengobati infeksi tersebut.
c) Seluruh perlengkapan, suplai dan obat-obatan yang dibutuhkan
guan mendiagnosis, mengelola serta (konseling) tentang IMS/
ISR tersedia di semua tempat pelayanan asuhan antenatal.
d) Pelayanan kesehatan IMS/ ISR haruslah terjangkau (accessible
and affordable) bagi semua ibu hamil dan pasangannya.
e) Terdapat mekanisme pencatatan hasil pemeriksaan dan
pengobatan IMS/ ISR.
f) Tersedia informasi tentang system dan tempat rujukan kasus
IMS/ ISR.
4) Pelaksanaan :
Tim Asuhan Antenatal Terintegrasi haruslah :
a) Semua ibu hamil yang datang memeriksakan diri selama masa
kehamilan, persalian dan nifas harus diberikan informasi yang
tepat mengenai identifkasi dan pengendalian IMS/ ISR.
b) Dengan cara simpatik menanyakan kepada semua ibu hamil
pada setiap kunjungan, menjelang persalinan dan kunjungan
pasca persalinan, adanya keluhan yang mengindikasikan
adanya suatu IMS/ ISR.
c) Bilamana ibu mempunyai keluhan yang menandakan IMS/
ISR (misalnya adanya duh tubuh vagina abdominal, ulkus,
nyeri perut bagian bawah, dll) periksalah untuk menemukan
gejala dan tanda ISR, termasuk pemeriksaan vagina dengan
menggunakan speculum.
d) Berikan pengobatan bagi ibu, pasangannya, dan bayinya sesuai
hasil temuan kasus IMS/ ISR, hasil tes sifilis on site dan
pemeriksaan bayi, dan rujuklah bila fasilitas yang dibutuhkan
tidak tersedia di tingkat pelayanan asuhan antenatal.
e) Diskusikan dengan ibu pentingnya pengobatan itu baginya,
bagi pasangannya, dan bayi mereka, jelaskan konsekuensinya
11

yang timbul bila tidak segera mendapat pengobatan, dan


pentingnya penggunaan kondom selama pengobatan.
f) Berikan informasi tentang pencegahan primer IMS,
penggunaan kondom, gejala dan tanda IMS, konsekuensi bagi
ibu dan bayinta bila tidak mendapat pengobatan, saran untuk
pencegahan terhadap HIV serta saran untuk melakukan VCT.
g) Menyiapkan perawatan lanjutan atau rujukan bagi ibu, bayi
dan pasangannya, bila timbul komplikasi atau kegagalan
pengobatan.
h) Rekam diagnosis dan pengobatan yang diberikan dalam buku
kohort atau buku KIA ibu.
i) Pelaksanaan kegiatan pendidikan/ penyuluhan kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pencegahan dan
pengelolaan IMS dan ISR.
d. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia
1) Standar :
Semua ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal harus
mendapatkan layanan penapisan sifilis dan atau penapisan
frambusia serta diberi pengobatan dan rujukan yang tepat dan
efektif bagi ibu hamil dan pasangannya.
2) Tujuan : Menurunkan mortalitas dan morbiditas ibu dan atau bayi
akibat sifilis dan frambusia.
3) Persayaratan :
a) Tersedia perencanaan, strategi, kebijakan dan pedoman
nasional dan local tentang pencegahan, penapisan dan
pengelolaan ibu hamil dengan sifilis dan atau frambusia.
b) Tersedia informasi tentang manfaat penapisan sifilis dan risiko
sifilis jika tidak diobati pada ibu hamil.
c) Tersedia fasilitas untuk penapisan sifilis, atau fasilitas untuk
pengambilan dan pengiriman specimen untum penapisan sifilis
pada tempat pelayanan asuhan antenatal dengan fasilitas
terbatas.
12

d) Semua wanita hamil mempunyai akses untuk melakukan/


dilakukan penapisan terhadap sifilis.
e) Tersedia tenaga pemberi pelayanan kesehatan yang kompeten
didalam pencegahan sifilis, penapisan selama kehamilan,
tindakan pada wanita yang positif sifilis dengan pasangannya,
perlindungan dan perawatan pada bayi baru lahir, konseling
pencegahan sifilis, dan bagaimana mencegah reinfeksi selama
kehamilan dengan mempromosikan kondom.
f) Tersedianya metode dan logistic penapisan dengan RPR,
VDRL, atau Rapid Test di Pelayanan Antenatal.
g) Logistic untuk tes tersedia baik ditempat pelayanan asuhan
antenatal maupun ditingkat laboratorium.
h) Pusat laboratorium dan fasilitas kesehatan menjamin kualistas
uji laboratorium.
i) Benzatine Penicilin tersedia di tempat pelayanan asuhan
antenatal, pelayanan maternal dan klinik pasca persalinan.
j) Tersedia system monitoring layanan sifilis yang efektif.
k) Tersedia materi pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran individu, keluarga dan komunitas tentang
pentingnya mendatangi klinik antenatal lebih awal untuk
pencegahan sifilis dan perawatannya.
l) Tersedianya buku saku atau leaflet yang berisi foto klinis
penderita frambusia.
m) Tersedianya informasi tentang system rujukan dan tempat
pelayanan yang menajdi rujukan kasus sifilis dan atau
frambusia.
4) Pelaksanaan :
a) Penapisan semua ibu hamil dengan sifilis on site dengan
metode uji cepat (rapid test) pada kunjungan antenatal yang
pertama. Penapisan harus dikerjakan sedini mungkin (lebih
baik sebelum 16 minggu dari kehamilan) untuk mencegah
infeksi congenital. Pada kunjungan ulang, ibu yang dengan
13

beberapa alas an tidak dapat menunjukkan hasil tes sifilis


harus di tes kembali.
b) Apabila hasil rapid test pertama positif, dilakukan pengobatan
dan diberi informasi tentang perlunya pemeriksaan terhadap
infeksi HIV. Satu minggu kemudian pasien dirujuk untuk
pemantauan dan penatalaksanaan lebih lanjut. Apabila hasil
rapid test pertama negative, maka akan dilakukan pemeriksaan
ulang pada trimester ketiga.
c) Review hasil uji sifilis pada saat kunjungan dan saat
persalinan. Jika ibu belum dites pada saat kehamilan, tes sifilis
seharusnya ditawarkan setelah persalinan.
d) Semua ibu hamil yang seropositif diberikan Benzathine
benylpenicilin, dosis 2,4 juta unit intramuskuler sebagai dosis
tunggal, kecuali alergi penicillin. Pada kasus alergi penisilin,
ibu hamil harus dirujuk pada pelayanan lebih tinggi.
e) Pada ibu yang positif, dilakukan konseling bahwa
pasangannya juga harus di tes dan diberi tindakan dengan
regimen yang sama, segera setelah kelahiran.
f) Semua ibu hamil dengan riwayat kehamilan yang buruk,
seperti abortus, lahir mati, bayi terinfeksi sifilis harus dites dan
diberikan perawatan yang sesuai.
g) Semua ibu hamil yang memiliki gejala klinis atau riwayat
terpapar dengan orang yang terkena sifilis harus mendapatkan
perawatan.
h) Semua ibu hamil yang terinfeksi sifilis dilakukan penapisan
untuk IMS lainnya serta konseling dan perawatan yang sesuai.
i) Semua ibu hamil yang positif sifilis dianjurkan untuk
konseling VCT.
j) Buat perencanaan untuk perawatan bayi sejak saat kelahiran.
k) Rekam hasil tes dan perawatan di buku KIA.
l) Lakukan pemeriksaan inspeksi kulit pasien untuk mencari
kemungkinan adanya frambusia pada semua ibu hamil di
14

daerah endemis (dan pada daerah non-endemis jika hasil tes


serologi sifilis positif).
m) Dilakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran individu, keluarga dan komunitas tentang pentingya
mendatangi klinik antenatal lebih awal untuk pencegahan
sifilis dan perawatannya
e. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
1) Standar : Semua ibu hamil mendapatkan informasi tentang HIV/
AIDS, akses untuk mendapatkan layanan VCT (Voluntery
Counseling and Test), profilaksis ART, dan layanan rujukan.
2) Tujuan : Mencegah penularan HIV dari ibu dengan HIV ke bayi
dan mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi.
3) Persyaratan :
a) Tersedia kebijakan nasional maupun local tentang HIV- AIDS
dan PMTCT, termasuk buku pedoman (manual) pelayanan
HIV pada ibu hamil.
b) Adanya kebijakan dan dukungan dari pemerintah daerah dan
institusi pelayanan kesehatan untuk mendukung dan
memberikan pelayanan HIV pada ibu hamil.
c) Terdapat pemberi pelayanan kesehatan yang kompeten serta
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk memberikan
dorongan pada ibu hamil dan suaminya untuk mengetahui
status HIV dengan dating ke klinik VCT terdekat, pengelolaan
umum ibu hamil dengan HIV, pengawasan efek samping obat
ARV, kerahasiaan status HIV pasien, kemmapuan melakukan
rujukan (khususnya ibu hamil dengan hasil tes HIV +),
memberikan dukungan ibu hamil dengan tes HIV + dan
mampu melakukan pencatatan dan pelaporan.
d) Semua ibu hamil dengan faktor risiko HIV mempunyai akses
untuk mendapatkan layanan VCT.
e) Adanya informasi fasilitas klinik VCT dan rumah sakit
rujukan HIV terdekat dari tempat pelayanan asuhan antenatal.
15

f) Terdapat informasi tentang system dan tempat rujukan ibu


hamil dengan HIV.
4) Pelaksanaan :
a) Semua ibu hamil mendapatkan informasi serta faktor risiko
HIV, cara pemeriksaan/ tes HIV, risiko penularan ke bayi pada
ibu hamil dengan HIV.
b) Pada daerah prevalensi HIV dan tinggi pada populasi
beperilaku risiko tinggi dilakukan full-coverage untuk VCT.
c) Pada kunjungan antenatal pertama (K1) pemberi pelayanan
melakukan penapisan/ penapisan tanda dan gejala HIV serta
penapisan apakah ibu hamil termasuk dalam kelompok
berisiko tinggi HIV. Jika ya maka dorong dan beri dukungan
agar ibu hamil dan juga suaminya mau melakukan konsultasi
dan tes HIV di klinik VCT terdekat, melakukan aktivias
seksual yang sehat (termasuk penggunaan kondom) dan
konsultasikan ke klinik TBC jika ditemukan batuk lama yang
tidak sembuh.
d) VCT dilakukan dengan prinsip 3C ; Counselling, Confidential
dan Consent.
e) Ibu hamil dengan staus HIV negatif, beri dukungan untuk
tetap negative dan melakukan aktivitas seksual yang sehat.
f) Ibu hamil dengan HIV mengetahui upaya yang dilakukan
untuk menurunkan risiko penularan ke bayi dan mempunyai
akses untuk profilaksis ART, pilihan persalinan (melalui
konseling) dan PASI (pengganti Air Susu Ibu) (melalui
penyuluhan atau konseling).
g) Ibu hamil dengan status HIV positif, diberikan profilaksis
ARV (untuk mencegah penularan dari ibu ke bayi) dan
kemudian dilakukan pemeriksaan CD4 nya untuk mennetukan
indikasi pemberian ARV.
h) Ibu hamil dengan HIV +, mempunyai pilihan untuk
menentukan cara persalinan (melalui konseling) apakah
16

memilih melahirkan melalui partus normal atau SC dan


berharap ibu dengan HIV tidak memberikan ASI kepada
bayinya.
i) Ibu dnegan HIV +, setelah melahirkan mendapatkan ARV
dengan indikasi (karena pemberian ARV adalah untuk seumur
hidup).
j) Bayi yanh lahir dari ibu dengan HIV, mendapatkan profilkasis
ARV dan dilakukan pemeriksaan status HIVnya pada umur 18
bulan.
f. Pencegahan Malaria dalam Kehamilan
1) Standar : Semua ibu hamil di daerah endemis malaria
mendapatkan penapisan malariam kelambu berinsektisida (LLIN/
Long Lasting Insectiside Nets (Kelambu berinsektisida tahan
lama)) pada kunjungan antenatal pertama kali, dan bila hasil
pemeriksaan positif untuk malaria, maka ibu hamil diberi
pengobatan sesuai usia kehamilan.
2) Tujuan : Menurunkan insiden penyakit malaria dan berbagai
komplikasi/ dampak negative terhadap ibu hamil yang disebabkan
oleh penyakit malaria.
3) Persyaratan :
a) Tersedia pedoman teknis dan kebijakan nasional maupun lokal
dalam pencegahan, penegakan diagnosis dan pengobatan
penyakit malaria.
b) Tersedianya pemberi pelayanan di unit pelayanan antenatal
yang sudah terlatih dan kompeten dalam pengelolaan kasus
malaria selama kehamilan antara lain : penegakan diagnose
baik secara mikroskopis maupun RDT, pemberian obat untuk
kasus positif malaria, dan penyuluhan untuk penggunaan
kelambu berinsektisida.
c) Ibu hamil mau dan mampu mengakses ke tempat pelayanan
asuhan antenatal.
17

d) Ada jaminan ketersediaan mikroskop atau RDT, obat dan


kelambu.
e) Penyuluhan dan pendidikan untuk meningkatkan kepedulian
masyarakat tentang bahaya malaria bagi ibu hamil telah
dilaksanakan secara efektif.
f) Adanya informasi sistem dan tempat rujukan untuk kasus
malaria.
4) Pelaksanaan :
Tim antenatal di daerah endemis harus mampu :
a) Melakukan pemeriksaan sediaan darah dengan mikroskopik
atau RDT pada kunjungan pertama ibu hamil ataupun
kunjungan berikutnya bila disertai dengan keluhan demam.
Apabila serologis positif dilakukan pengobatan berdasarkan
umur kehamilan.
1) Trimester I : Kina (dosis 10 mg/kg BB/ kali diberikan 3
kali sehari selama 7 hari).
2) Trimester II, III : ACT (Artemisinin Combination
Therapy) (Artesunat 10 mg/kg BB, Amodiakuin 10 mg/kb
BB selama 3 hari).
b) Setiap ibu hamil diberikan kelambu berinsektisida disetiap
kunjungan pertama, atau kunjungan berikutnya apabila belum
mendapatkan kelambu pada kunjungan pertama/ sebelumnya.
c) Dilakukan pemberian motivasi secara sungguh-sungguh agar
semua ibu hamil bersedia tidur memakai kelambu sesegera
mungkin selama umur kehamilan mereka bahkan dilanjutkan
setelah pasca persalinan.
Tim antenatal di daerah non- endemis harus mampu :
a) Mewaspadai jika dijumpai ibu hamil yang memiliki gejala
anemia dan atau demam jika sebelumnya mempunyai riwayat
pernah menderita dan atau berkunjung di daerah endemis
malaria. Selanjtnya diberikan pengobatan sesua dengan
18

standar teknis pengobatan malaria yang berlaku secara


rasional.
b) Sebagai bentuk upaya pencegahan dan dapat memberikan
nasehar agar semua ibu hamil lebih waspada apabila akan
tinggal atau berpergian ke wilayah endemis malaria dan dapat
melakukan tindakan pencegahan terhadap gigitan nyamuk
misal dengan memakai pakain tertutupm lotion anti nyamuk,
dll.
c) Dibuatkan catatan riwayat pengobatan malaria secara lengkap
di kartu antenatal dari semua ibu hamil.
g. Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta
1) Standar : Semua wanita yang dijumpai pada periode kehamilan
harus diberikan informasi yang tepat mengenai pencegahan dan
pengenalan penyakit TB Paru dan Kusta. Mereka harus diperiksa
gejala dan tanda TB Paru dan Kusta, dan bila perlu diberikan
pengobatan yang tepat dan efektif bagi mereka.
2) Tujuan : Menurunkan angka kesakitan atau angka kematian TB
Paru dan Kusta dengan cara memutuskan rantai penularan,
kekambuhan dan Multi Drug Resistant (MDR) (khusus pada TB
Paru) dapat dicegah sehingga penyakit TB Paru dan Kusta tidak
lagi merupakan masalah kesehatan bagi ibu hamil di Indoensia.
3) Persyaratan :
a) Adanya suatu kebijakan nasional dan adaptasi local pedoman
pencegahan dan pengelolaan TB Paru dan Kusta pada semua
ibu hamil.
b) Tersedia pemberi pelayanan asuhan antenatal yang kompeten
dalam mengenali dan memberikan informasi kepada para ibu
tentang gejala, tanda dan pencegahan TB Paru dan Kusta.
c) Terdapat tenaga wasor Kusta Kabupaten, minimal 2 orang per
kabupaten, dibantu dengan dokter/ petugas Kusta terlatih di
Puskesmas.
19

d) Seluruh perlengkapan, suplai dan pengobatan yang diperlukan


untuk penatalaksanaan, konseling dan pencegahan TB Paru
dan Kusta tersedia di berbagai level tempat pelayanan asuhan
antenatal.
e) Jasa pelayanan kesehatan untuk TB Paru dan Kusta mudah
didapat dan terjangkau bagi ibu hamil.
f) Terdapat mekanisme untuk merekam hasil pemeriksaan dan
pengobatan TB Paru.
g) Kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan untuk
meninggikan kesadaran masyarakat tentang pencegahan dan
penatalaksanaan TB Paru dan Kusta pada kelompok ibu hamil.
4) Pelaksanaan :
a) Paradigma Sehat
b) Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini
mungkin, serta meningkatkan cakupan program.
c) Promosi kesehatan dalam rangka meingkatkan perilaku hidup
sehat.
d) Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi pada kondisi
tertentu.
e) Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse),
sesuai rekomendasi WHO, terdiri dari 5 komponen yaitu :
f) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk
dana.
g) Diagnose TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
yang terjamin mutunya.
h) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB
dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
i) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
j) System pencatatan dan pelaporan secara baku untuk
memudahkan pemantauan dan evaluasi program penaggulangan
TB.
20

k) Prinsip pengobatan bagi ibu hamil yang menderita TB Paru


adalah tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya :
1) Kategori 1 : 2HRZE/ 4H3R3 (6 bulan) : Phase Intensif 2
bulan setiap hari, Phase lanjutan 4 bulan 3 kali seminggu.
Kategori 1 untuk pasien baru BTA (+), pasien baru BTA (-)
dengan rontgen (+)
2) Kategori 2 : 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3 (8 bulan) : Phase
intensif 3 bualn setiap hari, Phase lanjutan 5 bulan 3 kali
seminggu. Kategori 2 untuk pasien kambuh, pengobatan
setelah putus berobat (default), gagal (failure).
l) Hampir semua obat OAT aman untuk kehamilan kecuali
streptomisin.
m) Ibu hamil dapat diberikan pengobatan TB kecuali streptomisin.
Sebaiknya bila ibu hamil memerlukan pengobatan kategori 2
maka pengobatan sebaiknay ditunda setelah melahirkan.
Apabila pengobatan tidak bisa dtunda maka sebaiknya dirujuk
untuk pengobatannya.
n) Bidan di desa membantu penemuan kasus TB and Kusta pada
ibu hamil melalui pengirimian dahak ke Unit Pelayanana
Antenatal pada TB, dan melaporkan tersangka/ kasus Kusta pad
petugas/ wasor kusta di Puskesmas. Kabupaten.
o) Pengembangan program dilaksanakan secara bertahap ke
seluruh UPK.
p) Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan
advokasi, diseminasi informasi dengan memperhatikan peran
masing-masing.
q) Kabupaten/ Kota sebagai titik berat manajemen program,
meliputi : perencanaan,pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi
serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana, dan
prasarana).
r) Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan
melibatkan semua unsur terkait.
21

s) Memperhatikan komitmen internasional.


t) Pada setiap ibu hamil harus dilakukan inspeksi kulit untuk
mencari tanda/ gejala kusta, dilakukan minimal sekali selama
kehamilan. Bila ditemukan kelainan kulit/ bercak disertai
gangguan saraf berupa mati rasa/ baal, nyeri saraf, tangan/ kaki
bengkok, kaki simper atau mata tidak dapat menutup, rujuk ke
layanan yang lebih tinggi (petugas/ wasor kusta atau dokter
terlatih).
u) Tersedia informasi system rujukan dan tempat rujukan kasus TB
Paru atau Kusta.
h. Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)
1) Standar : Semua wanita hamil harus terlindung dari kecacingan
dan akibat yang ditimbulkannya, baik terhadap ibu maupun bayi
yang dilahirkan. Bila dijumpai anemia yang berat tanpa tanda-
tanda lain, perlu adanya penapisan khusus tentang kecacingan.
2) Tujuan : Mencegah kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya
(anemia) pada waktu ibu hamil maupun bayi yang dilahirkan.
3) Persyaratan :
a) Adanya kebijakan dan strategi nasional pencegahan
kecacingan pada wanita hamil dan diimplementasikan dengan
baik.
b) Ketersediaan pemberi pelayanan antenatal yang kompeten
untuk memberikan penyuluhan/ informasi tentang pencegahan,
akibat dan pengendalian kecacingan dalam kehamilan.
c) Terdapat fasilitas yang dibutuhkan untuk penapisan dan
intervensi anemia dan kecacingan pada ibu hamil.
d) Terdapat informasi tentang sitem rujukan dan tempat yang
menjadi rujukan pelayanan kecacingan dalam kehamilan.
i. Manajemen Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi
1) Standar : Ibu hamil melakukan kunjungan antenatal minimal 4 kali
dengan mendapatkan pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi
sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan kemampuan local.
22

2) Tujuan : Membantu ibu hamil agar dapat tetap sehat selama


kehamilan dan dapat mempersiapkan persalinan dengan optimal
sehingga didapatkan keluaran ibu dan bayi yang sehat.
Menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal neonatal yang
diakibatkan masalah kesehatan terkait kehamilan.
3) Persyaratan :
a) Cakupan pelayanan Asuhan Antenatal Dasar (K1 dan K4) telah
memenuhi target cakupan.
b) Merupakan wilayah yang berpotensi endemis atau berisiko
tinggi terjadinya masalah kesehatan terkait kehamilan.
c) Tersedia perencanaan, strategi, pedoman, dan kebijakan
nasional maupun local terkait program pelayana Asuhan
Antenatal Terintegrasi yang akan dijalankan.
d) Tersedia fasilitas pendukung layanan Asuhan Antenatal
Terintegrasi sesuai dengan program yang akan dijalankan.
e) Ibu hamil mau dan mampu mengakses tempat pelayanan
asuhan antenatal.
f) Tenaga asuhan antenatal telah mendapatkan pelatihan dan
berkompeten menyelenggarakan layanan Asuhan Antenatal
Terintegrasi sesuai dengan program yang akan dijalankan.
g) Tersedia informasi system dan tempat rujukan untuk masing-
masing kasus dalam program Asuhan Antenatal Terintegrasi
yang akan dijalankan.
h) Tersedia pedoman tentang standar pencegahan infeksi oada
fasilitas asuhan antenatal.
i) Persyaratan khusus mengacu pada masing-masing program
Asuhan.
j) Tersedia catatan medic dan buku register yang disimpan
ditempat pelayanan asuhan antenatal dan buku pemeriksaan
kehamilan (buku KIA) yang dibawa oleh ibu hamil.
k) System pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi mampu
mendorong terciptanya komunikasi 2 arah antara petugas
23

dengan ibu hamil dan suami, serta keduanya mampu


merencanakan/ menentukan rujukan dan tempat rujukan jika
menghadapi komplikasi/ kegawatan kehamilan dan persalinan
(Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi/
P4K).
4) Pelaksanaan :
a) Setiap ibu hamil melakukan minimal 4 kali kunjunhan ke
fasilitas asuhan antenatal dengan jadwal yang dianjurkan sesuai
pedoman nasional.
b) Dalam 4 kali kunjungan, minimal disertai/ diantar oleh suami 1
kali kunjungan.
c) Pada setiap kunjungan ibu hamil minimal mendapatkan
pelayanan “7T” sebagai berikut : timbang berat badan dan ukur
tinggi badan, ukuran tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri,
penapisan status imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan pemberian
bila perlu, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama
kehamilan, Tes laboratorium sesuai indikasi (Hb, IMS/ISR,
Sifilis, HIV/AIDS, TB, Malaria), Temu wicara/ konseling
meliputi perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi
(terkait dengan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi/ P4K), perencanaan KB pasca
persalinan, gizi, dan asuhan bayi baru lahir.
d) Pada setiap kunjungan, semua pemeriksaan dan tindakan yang
diberikan harus memenuhi standar pencegahan infeksi
(universal precautions).
e) Pada setiap kehamilan diinformasikan tentang pengawasan
kehamilan yang dapat dilakukan oleh ibu hamil dan tanda
kegawatan dimana ibu hamil harus segera dating untuk
memeriksakan diri.
f) Apabila ditemukan ketidak normalan pada kunjungan antenatal,
petugas menyampaikan rencana tindak lanjut, kemungkinan
untuk melakukan rujukan (pemeriksaan penunjnag;
24

laboratorium atau USG, konsultasi, perawatan) atau jarak


kunjungan berikutnya yang lebih pendek. Misalkan, jika
ditemukan ibu hamil dengan anemia maka jadwal kunjungan
berikutnya adalah 2 minggu, jika ditemukan hipertensi pada
kehamilan 8 bulan atau lebih maka kunjungan berikutnya
adalah 1 minggu. Kunjungan lebih pendek dari jadwal juga
dilakukan pada ibu hamil dengan malaria dan HIV positif.
g) Pada kunjungan terakhir diinformasikan tentang tanda-tanda
persalinan dan saran untuk dating tidak lebih dari 2 minggu
debelum waktu tanggal taksiran persalinan.
h) Pelaksanaan disesuaikan dengan petunjuk pelaksanaan tiap
program dalam asuhan
B. Konsep Dasar Kehamilan
1. Pengertian Kehamilan
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilitas atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila
dihitung dari saat fertilisasi sampai lahir bayinya. Kehamilan normal akan
berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut
kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana
trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15
minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu
(minggu ke-28 hingga minggu ke-40). (Saifuddin, 2010).
2. Pengertian Kehamilan Trimester pertama
Kehamilan trimester pertama adalah pembentukan yang dimulai dari
konsepsi (pembuahan) sel telur dengan sel sperma (Fauziah, 2012).
Sedangkan menurut Rahmasari (2012) Kehamilan adalah suatu proses
pembuahan yang terjadi dengan sempurna dengan mencakup usia
kehamilan minggu 1 hingga minggu 12 masa kehamilan.
3. Tanda – tanda Kehamilan Kehamilan
Tanda – tanda Kehamilan Kehamilan dapat dilihat dari beberapa tanda
kehamilan yaitu:
25

a. Berhenti Menstruasi merupakan berhentinya menstruasi dapat dilihat


sebagai salah satu tanda kehamilan. Apabila saat tidak hamil,
sebelumnya menstruasi datang secara teratur. Dimana, setiap bulan
ovarium mengeluarkan sel telur yang matang. Jika tidak dibuahi, sel
telur akan mengalami proses peluruhan yang dibarengi oleh
pendarahan. Yang. mengakibatkan oleh pembuluh darah di dinding
rahim yang terkikis. Jika terjadi pembuahan anatar sel telur yang
matang dengan sperma.
b. Mual, muntah atau Morning Sickness merupakan tanda awal
kehamilan yang biasa ditemukan pada ibu hamil. Tanda awal
ditemukan pada awal kehamilan pada minggu kedua atau kedelapan
setelah pembuahan. Rasa mual dan muntah yang dikarenakan aliran
darah menerima peningkatan hormon yang tiba-tiba. Yang dapat
dirasakan pagi hari hari atau malam hari, atau malah sepanjang hari.
c. Flek Pink akan dapat hilang setelah berhenti menstruasi, ibu mungkin
akan mengalami sedikit perdarahan atau flek pink di awal kehamila.
Biasanya terjadi saat implantasi, yaitu sel telur yang sudah dibuahi
menempel di dinding rahim yang terjadi sekitar seminggu hingga
sepuluh hari setelah pembuahan terjadi.
d. Perubahan pada Payudara yang di alami oleh ibu hamil terdapat di
daerah berwarna hitam di sekitar puting (areola) akan berubah
menjadi lebih gelap. Payudarah akan membesar karena adanya
peningkatan hormon progesteron dan estrogen yang dapat
berpengaruh pada siklus menstruasi dan kehamilan.
e. Sembelit sering mengalami sembelit yang diakibatkan oleh hormon
progesteron yang menyebabkan kendurnya otot-otot rahim dan dapat
juga mengendurkan otot-otot usus, sehingga daya dorongnya terhadap
sisa makanan menjadi berkurang.
f. Sering berkemih disebabkan oleh tertekannya kandung kemih. Letak
rahim dan kandung kemih yang bersebelahan membuat kandung
kemih tertekan oleh rahim yang membesar pada trimester pertama.
26

g. Sakit Punggung saat hamil bisa terjadi karena adanya perubahan otot
punggung. Rahim menjadi semakin besar akibat pertambahan berat
janin dan cairan ketuban.
h. Mudah letih disebabkan oleh keadaan tubuh yang menyesuaikan diri
dengan adanya janin, biasa ditandai oleh adanya rasa pening.
i. Rasa lelah akan muncul pada awal kehamilan, terjadi karena tubuh ibu
sedang berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan hormonal yang
terjadi daam tubuh ibu. k. Hasil Tes Pack Positif untuk mendapatkan
kepastian hamil atau tidak, dapat dilakukan dengan menggunakan alat
tes kehamilan. Tes dilakukan dengan menggunakan urin yang
dilakukan jika kehamilan sudah memasuki usia 10-14 hari
(Rahmasari, 2012).
4. Perubahan Fisiologis ibu hamil pada Trimester I
a. Perubahan fisiologis pada sistem reproduksi Setelah konsepsi, uterus
akan berkembang untuk menyediakan nutrisi dan perlindungan bagi
janin yang akan berkembang dan tumbuh di dalamnya. Secara
fisiologis perubahan yang dapat digambarkan pada masa konsepsi.
b. Perubahan pada sistem kardiovaskuler Perubahan sistem
kardiovaskuler terjadi selama masa kehamilan dan sangat perlu
dipahami bahwa perhatian pada wanita hamil normal sangatlah
pentingnya dengan perhatian kepada wanita dengan kelainan
kardiovaskuler saat hamil.
c. Perubahan pada sistem respirasi Kehamilan sangat sedikit
mempengaruhi sistem respirasi dibandingkan dengan sistem
kardiovaskuler. Tetapi perubahan tang terjadi menyebabkan
ketidaknyamanan dan keadaan yang tidak menyenangkan pada
kehamian dan penyakit sistem respirasi bis menjadi lebih parah karena
kehamilan.
d. Perubahan pada sistem urinaria Pada trimester kedua aliran darah
ginjal meningkat dan tetap terjadi sampai kehamilan 30 minggu.
Setelah itu menurun secara perlahan. Walaupun masih diatas level
wanita tidak hamil sebagai hasilnya, ginjal mengalami pembesaran
27

dan fitrasi glomelural, yang dapat dilihat dengan uji klirens kreatinin
meningkat 45% pada kehamilan 8 minggu.
e. Perubahan pada sistem gastrointestinal Gusi menjadi bengkak, lunak
dan berlubang pada saat hamil, kemungkinan karena efek estrogen
yang bisa mengarah pada perdarahan karena trauma atau karena sakit
gigi. Tidak ada bukti yang otentik bahwa kehamilan mengakibatkan
pembusukan gigi, masalah dental ( gigi ) biasanya terjadi karena
gingivitis.
f. Perubahan pada metabolisme Dengan terjadinya perubahan
peningkatan pola makan terhitung + 200 – 300 kkal/hari. Membuat
system gastrointestinal berubah selama masa kehamilan disertai juga
perubahan pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Perubahan yang terjadi karena human placental lactogen (HPL) ini,
menjadikan glukosa siap diserap oleh tubuh dan digunakan untuk
perkembangan otak fetus, juga melindungi ibu dari defisiensi nutrisi.
g. Perubahan muskuloskeletal Estrogen dan relaksasi memberi efek
maksimal pada relaksasi otot dan ligamen pelvik pada akhir
kehamilan. Relaksasi ini digunakan oleh pelvis untuk meningkatkan
kemampuannya menguatkan posisi janin pada akhir kehamilan dan
pada saat kelahiran.
h. Perubahan kulit Dari akhir bulan kedua sampai dengan aterm, terjadi
peningkatan pituitary melanin stimulating hormone yang
menyebabkan bermacam – macam tingkat pigmentasi. Hal ini dapat
dijumpai hampir pada seluruh wanita hamil, walaupun pigmentasinya
bervariasi menurut warna kulit dan ras, kulit terasa seperti terbakar
selama kehamilan akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan
yang lain.
i. Perubahan payudara Karena adanya peningkatan supali darah bawah
pengaruh aktivitas hormon, jaringan glandular dari payudara
membesar dan puting menjadi lebih efektif walaupun perubahan
payudara dalam bentuk yang membesar terjadi pada waktu menjelang
persalinan. Estrogen menyebabkan penyimpanan lemak. Progesteron
28

menyebabkan tumbuhnya lobus, alveoli lebih turvarkularisasi dan


mampu bersekresi.
j. Perubahan pada sistem endokrin Sekresi hormon plasenta dan HCG
dari plasenta janin mengubah organ endokrin secara langsung.
Peningkatan kadar estrogen menyebabkan produksi globulin
meningkat dan menekan produksi tiroksin, kortikosteoid dan steroid,
dan akibatnya plasma yang mngandung hormon –hormon ini akan
meningkat jumlahnya, tetapi kadar hormon bebas tdak mengalami
peningkatan yang berat.
5. Pada Kehamilan trimester pertama perubahan psikologis juga terjadi pada
wanita hamil. Hal ini bisa disebabkan karena adanya rasa kecemasan,
kegusaran, ketakutan, dan perasaan panik.
6. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan trimester pertama normal
adalah 1 – 2,5 kg (Rahmasari, 2012).
7. Asuhan Antenatal standar 10 T (Sulistyawati, 2009):
a. Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan
b. Pemeriksaan tekanan darah
c. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
d. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
f. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) bila diperlukan.
g. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
h. Test laboratorium (rutin dan khusus)
i. Tatalaksana kasus
j. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB paska persalinan.
C. Konsep Dasar Deteksi Dini Kehamilan Resiko Tinggi
1. Kehamilan resiko tinggi
Kehamilan resiko tinggi adalah keadaan yang dapat mempengaruhi
keadaan ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi (Manuaba,dkk
2012).
29

2. Faktor resiko pada ibu hamil (Depkes RI, 2010) :


a. Primigravida < 20 tahun atau > 35 tahun
b. Jumlah anak sebelumnya > 4
c. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang < 2 tahun
d. KEK dengan lingkar lengan atas < 23,5 cm atau penambahan berat
badan < 9 kg selama masa kehamilan
e. Anemia dengan haemoglobin < 11 g/dl
f. Tinggi badan < 145 cm atau dengan kelainan bentuk panggul dan
tulang belakang
g. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum
kehamilan ini
h. Sedang atau pernah menderita penyakit kronis antara lain :
tuberkulosis, kelainan jantung, ginjal, hati, psikosis, kelainan
endokrin (diabetes militus, sistemik lupus, eritematosus, dll), tumor
dan kegananasan
i. Riwayat kehamilan buruk seperti keguguran berulang, kehamilan
ektopik terganggu, mola hidatidosa, ketuban pecah dini, partus
prematur dan bayi dengan cacat kongenital
j. Kelainan jumlah janin seperti kehamilan ganda dan janin dempet
k. Kelainan besar janin seperti pertumbuhan janin terhambat, janin besar
3. Pencegahan Kehamilan Risiko Tinggi :Skrining yang dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yaitu skrining faktor resiko dengan skor poji
rochyati:
a. Cara Pemberian SKOR:
i. Skor 2: Kehamilan Risiko Rendah (KRR)
Untuk umur dan paritas pada semua ibu hamil sebagai skor awal
ii. Skor 4: Kehamilan Risiko Tinggi (KRT)
Untuk tiap faktor risiko
iii. Skor 8: Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST)
Untuk bekas operasi sesar, letak sungsang, letak lintang,
perdarahan antepartum dan pre-eklamsia berat / eklamsia (Poedji
Rochjati, 2003). (Poedji Rochjati, 2003).
30

(1) Jumlah skor :


(a) Jumlah skor 2 : KRR
(b) Jumlah skor 6-10 : KRT
(c) Jumlah skor >12 : KRST
4. Tabel skor puji rohyati
Tabel 2.3 Skor Poji Rochyati
I II III IV
Triwulan
Masalah / Faktor Resiko SKOR
KEL I II III.1 III.2
NO.
F.R
Skor Awal Ibu Hamil
2 2 2 2 2
I 1 Terlalu muda hamil I ≤20 Tahun 4
2 Terlalu tua hamil I ≥35 Tahun 4
Terlalu lambat hamil I kawin ≥4 Tahun 4
3 Terlalu lama hamil lagi ≥10 Tahun 4
4 Terlalu cepat hamil lagi ≤ 2 Tahun 4
5 Terlalu banyak anak, 4 atau lebih 4
6 Terlalu tua umur ≥ 35 Tahun 4
7 Terlalu pendek ≥145 cm 4
8 Pernah gagal kehamilan 4
Pernah melahirkan dengan
4
a.terikan tang/vakum
9 b. uri dirogoh
4

c. diberi infus/transfuse 4
10 Pernah operasi sesar 8
II Penyakit pada ibu hamil
4
a. Kurang Darah b. Malaria,
11 c. TBC Paru d. Payah Jantung 4
e. Kencing Manis (Diabetes) 4
f. Penyakit Menular Seksual 4
Bengkak pada muka / tungkai
12 4
dan tekanan darah tinggi.
13 Hamil kembar 4
14 Hydramnion 4
15 Bayi mati dalam kandungan 4
16 Kehamilan lebih bulan 4
17 Letak sungsang 8
18 Letak Lintang 8
III 19 Perdarahan dalam kehamilan ini 8
20 Preeklampsia/kejang-kejang 8
JUMLAH SKOR

Sumber : Buku KIA


31

D. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ny. R GIIP1001 Dengan Masalah


Jarak Kehamilan < 2 Tahun dan Usia terlalu Muda Di wilayah Kerja
Puskesmas Kariangau Kota Balikpapan (Prihandin, 2016)
1. Jarak Kehamilan < 2 tahun
a. Pengertian
Jarak kehamilan adalah suatu pertimbangan untuk menentukan
kehamilan yang pertama dengan kehamilan berikutnya.
b. Resiko jarak kehamilan yang terlalu dekat
Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai
waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali
ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat
beresiko terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi
ibu hamil belum pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang
dikandungnya.
Resiko untuk menderita anemia berat dengan ibu hamil dengan
jarak kurang dari 24 bulan dan 24 – 35 bulan sebesar 1,5 kali
dibandingkan ibu hamil dengan jarak kehamilan lebih dari 36 bulan.
Hal ini dikarenakan terlalu dekat jarak kehamilan sangat berpengaruh
terhadap kesiapan organ reproduksi ibu.
Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia
pada saat kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan
menguras cadangan zat besi ibu. Pengetahuan jarak kehamilan yang
baik minimal 2 tahun menjadi penting untuk diperhatikan sehingga
badan ibu siap untuk menerima janin kembali. Wanita yang
melahirkan dengan jarak yang sangat berdekatan (dibawah 2 tahun)
akan mengalami peningkatan resiko perdarahan pada trimester ke-3,
placenta previa, anemia, ketuban pecah dini, endometriosis masa
nifas, dan kematian saat melahirkan serta pada bayi BBLR (Bayi berat
lahir rendah) dan kecatatan hingga kematian.
32

c. Peran Bidan dalam memberi asuhan dengan jarak kehamilan < 2


tahun (Manuaba dkk, 2012)
1) Memberikan KIE tentang Resiko jarak kehamilan yang terlalu
dekat
2) Memberi KIE tentang dampak jarak kehamilan yang terlalu dekat
terhadap anak
Jarak kehamilan atau kelahiran yang berdekatan juga dapat
memicu pengabaian pada anak pertama secara fisik maupun
psikis, yang dapat menimbulkan rasa cemburu akibat
ketidaksiapan berbagi kasih sayang dari orang tuanya
3) Bidan menjelaskan kepada ibu berbagai macam metode KB
jangka panjang yang sesuai dengan kebutuhan ibu. Dengan
penggunaan KB tersebut dapat dicapai penjarangan kehamilan dan
mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi lain yang dapat
terjadi baik selam masa kehamilan, persalinan, dan nifas
(Manuaba dkk, 2012)
2. Usia ibu terlalu Muda(Prihandin, 2016)
a. Pengertian
1) Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang
diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik,
individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan
anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari, 1998 dalam Prihandin,
2016).
2) Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau
diadakan). Sedangkan usia ibu hamil adalah usia ibu yang
diperoleh melalui pengisian kuesioner/wawancara
Penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi
diantaranya adalah maternal age /usia ibu. Dalam kurun reproduksi
sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-30 tahun.
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari
33

pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun.


Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35
tahun (Sarwono, 2008 dalam Prihandin, 2016). Usia seorang wanita
pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidakterlalu tua.
Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko
tinggi untuk melahirkan. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil
harus siap fisik, emosi
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun
Remaja adalah individu antara umur 10-19 tahun. Penyebab
utama kematian pada perempuan berumur 15-19 tahun adalah
komplikasi kehamilan, persalinan, dan komplikasi keguguran.
Kehamilan dini mungkin akan menyebabkan para remaja muda
yang sudah menikah merupakan keharusan sosial (karena
mereka diharapkan untuk membuktikan kesuburan mereka),
tetapi remaja tetap menghadapi risiko-risiko kesehatan
sehubungan dengan kehamilan dini dengan tidak memandang
status perkawinan mereka.
Kehamilan yang terjadi pada sebelum remaja berkembang
secara penuh, juga dapat memberikan risiko bermakna pada
bayi termasuk cedera pada saat persalinan, berat badan lahir
rendah, dan kemungkinan bertahan hidup yang lebih rendah
untuk bayi tersebut. Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat
merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan
janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil.
Penyulit pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih tinggi
dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun.
Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan
tekanan (stress) psikologi, sosial, ekonomi, sehingga
memudahkan terjadinya keguguran (Manuaba, 1998).
Manuaba (2007), menambahkan bahwa kehamilan remaja
dengan usia dibawah 20 tahun mempunyai risiko:
1) Sering mengalami anemia.
34

2) Gangguan tumbuh kembang janin.


3) Keguguran, prematuritas, atau BBLR.
4) Gangguan persalinan.
5) Preeklampsi.
6) Perdarahan antepartum.
Para remaja yang hamil di negara-negara
berkembang seringkali mencari cara untuk melakukan aborsi.
Di negara-negara di mana aborsi adalah ilegal atau dibatasi
oleh ketentuan usia, para remaja ini mungkin akan mencari
penolong illegal yang mungkin tidak terampil atau berpraktik
di bawah kondisi-kondisi yang tidak bersih. Aborsi yang
tidak aman menempati proporsi tinggi dalam kematian ibu
di antara para remaja
3. Komplikasi yang akan terjadi pada ibu hamil dengan jarak kehamilan terlalu
dekat dan usia terlalu muda
a. Abortus
b. Faktor Penyebab Abortus
1) Faktor janin
Faktor janin merupakan penyebab yang sering terjadi pada abortus
spontan. Kelainan yang menyebabkan abortus spontan tersebut yaitu
kelainan telur (blighted ovum), kerusakan embrio dengan adanya
kelainan kromosom, dan abnormalitas pembentukan plasenta
(hipoplasi trofoblas) (Rahmani, 2014).
2) Faktor ibu
Faktor yang menyebabkan abortus terbagi menjadi faktor internal dan
faktor eksternal, yaitu :
a) Faktor Internal
i. Usia
Berdasarkan teori Prawirohardjo (2008) pada kehamilan usia
muda keadaan ibu masih labil dan belum siap mental untuk
menerima kehamilannya. Akibatnya, selain tidak ada persiapan,
kehamilannya tidak dipelihara dengan baik. Kondisi ini
35

menyebabkan ibu menjadi stress. Akan meningkatkan resiko


terjadinya abortus. Kejadian abortus berdasarkan usia 42,9%
terjadi pada kelompok usia di atas 35 tahun, kemudian diikuti
usia 30 sampai dengan 34 tahun dan antara 25 sampai dengan
29 tahun. Hal ini disebabkan usia diatas 35 tahun secara medik
merupakan usia yang rawan untuk kehamilan. selain itu, ibu
cenderung memberi perhatian yang kurang terhadap
kehamilannya dikarenakan sudah mengalami kehamilan lebih
dari sekali dan tidak bermasalah pada kehamilan sebelumnya.
Menurut Kenneth J. Leveno et al (2009) dalam Prawirohardjo
(2008) pada usia 35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah
menurun. Akibatnya, ibu hamil pada usia itu mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak prematur,
persalinan lama, perdarahan, dan abortus. Abortus spontan
yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita
usia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada wanita berusia
lebih dari 40 tahun.
ii. Paritas Pada kehamilan, rahim ibu teregang oleh adanya janin.
Bila terlalu sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila
ibu telah melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu diwaspadai
adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas.
Risiko abortus spontan meningkat seiring dengan paritas ibu.
iii. Jarak kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2
tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik.
Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada
kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, mengalami
persalinan yang lama, atau perdarahan (abortus). Insidensi
abortus pada wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah
melahirkan aterm.
36

iv. Riwayat abortus sebelumnya


Menurut Prawirohardjo (2009) riwayat abortus pada penderita
abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang.
Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi
menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya
risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila
pernah 2 kali maka risikonya akan meningkat 25%. Beberapa
studi menyatakan risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan
adalah 30-45%.
v. Faktor genetic
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan
kariotip embrio yang merupakan kelainan sitogenik berupa
aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis dari
fertilitas abnormal. Sebagian dari kejadian abortus pada
trimester pertama berupa trisomy autosom yang timbul selama
gametogenesis pada pasien dengan kariotip normal. Insiden
trisomi ini dapat meningkat dengan bertambahnya usia dimana
risiko ibu terkena aneuploidi diatas 35 tahun. Selain dari
struktur kromosom atau gen abnormal, gangguan jaringan
konektif lainnya misalnya Sindroma Marfan dan ibu dengan
sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami abortus
(Prawirohardjo, 2008).
b) Faktor Eksternal
(1) Faktor lingkungan
(2) Faktor sosial budaya
(3) Pendidikan
(4) Status ekonomi (pendapatan)
(5) Pekerjaan
(6) Alkohol
(7) Merokok
37

c. Pencegahan Abortus saat kehamilan


i. Vitamin
Vitamin diduga mengonsumsi vitamin seusai saran dokter
sebelum atau selama awal kehamilan dapat mengurangi risiko
keguguran,.
ii. Antenatal care
ANC disebut juga prenatalcare merupakan intervensi lengkap
padawanita hamil yang bertujuan untuk mencegahatau mengidentifikasi
dan mengobati kondisiyang mengancam kesehatan fetus/bayi barulahir
dan/atau ibu, dan membantu wanitadalam menghadapi kehamilan dan
kelahiran sebagai pengalaman yang menyenangkan. Penelitian
observasional menunjukkan bahwa ANC mencegah masalah kesehatan
pada ibudan bayi karena dalam kegiatan ANC ibu bias mendapat
pemeriksaan kehamilan menyeluruh dan konseling yang berkaitan dengan
untuk mencegah abrtus yaitu, Menyarankan ibu untuk selalu menjaga
kandungannya, Menyarankan ibu agar mengurangi aktifitas di rumah dan
di luar rumah, Untuk mengatur pola istirahat nya yaitu tidur minimal 8
jam/hari, Menyarankan ibu untuk tidak terlalu stress saat hamil.
38

BAB III
TINJAUAN KASUS
Asuhan Kebidanan Antenatal Care
Tanggal Pengkajian : 05 November 2019
Waktu Pengkajian : 08.30 WITA
Tempat Pengkajian : Puskesmas Perawatan Kariangau Balikpapan
Nama Pengkaji : Umi Nur sa’diyah
A. Subjek (S):
1. Identitas Klien.
Nama Klien : Ny. R Nama Suami : Tn. N
Umur : 17 Tahun Umur : 23 tahun
Suku : Bugis Suku : Bugis
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : RT.08 Kecamatan Balikpapan Barat
2. Alasan Datang Periksa/Keluhan Utama.
a. Alasan datang : Ingin periksa kehamilannya
b. Keluhan utama : Mual seperti biasa tidak ada muntah (tidak
mengganggu aktifitas)
3. Riwayat Obstetri dan Ginekologi
HPHT : 25 September 2019
TP : 30 Juni 2020
Usia Kehamilan : 6 minggu 1 hari
Ibu mengatakan pertama kali menstruasi pada usia 15 tahun, siklus
mentruasi ibu ± 28-30 hari, lama menstruasi setiap bulan adalah ± 5-6 hari,
setiap kali mentruasi ibu mengganti pembalut sebanyak 3-4 x/hari, warna
darah merah kadang kecoklatan, cair, tidak menggumpal setiap kali
menstruasi ibu kadang-kadang ibu merasakan sakit di bagian perut dan
payudara tapi tidak mengganggu aktifitas. Ibu kadang-kadang mengalami
39

keputihan sebelum dan sesudah mentruasi, tetapi keputihan yang dialami


tidak berbau, tidak menggumpal, dan tidak berwarna.
Ibu melakukan test kehamilan menggunakan test pack (test
kehamilan). Pada tanggal 04 November 2019 pada jam 07.00 WITA, ibu
mengatakan hasilnya positif.
Ibu mengatakan imunisasi TT nya sudah lengkap, pada bayi, sekolah
dasar, sebelum menikah dan pada kehamilan pertama.
4. Riwayat Kesehatan Klien.
Ibu mengatakan memiliki tidak ada riwayat penyakit apapun dan di
dalam keluarga tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi.
5. Riwayat Persalinan yang Lalu.
Ibu mengatakan ini adalah hamil kedua, anak pertama lahir pada tanun
2018 (usia anak terakhir 1 tahun 5 bulan), tempat lahir di Rumah Sakit
dengan Sectio Caesarea karena gagal Induksi, lahir lewat tafsiran persalinan
4 hari (cukup bulan), penyulit kontraksi lemah . Jenis kelamin anak pertama
adalah laki-laki, dengan berat badan 3.700 gram, panjang badan 48 cm,
keadaa sekarang hidup.
6. Riwayat Menyusui
Ibu mengatakan pada usia 0 hari-6 bulan ibu mengatakan ASI
eksklusif tanpa tambahan apapun, pada usia anak pertama 1 tahun ibu
kadang-kadang memberikan susu formula.
7. Riwayat KB.
Ibu mengatakan pernah mengikuti KB, pada awalnya ibu
menggunakan kontrasepsi pil, namun ibu sering lupa meminum pil KB nya
sesuai jadwal.
40

8. Kebiasaan Sehari-hari.
Tabel 3.1 Kebiasaan Sehari-hari Ny. “R”
Pola Keterangan
Sebelum Hamil Saat ini
Nutrisi Makan 3 kali/ hari dengan porsi Makan 3 kali/ hari dengan porsi
makan nasi sepiring, sayur dan makan nasi sepiring, lauk pauk,
lauk pauk, air putih 6-7 gelas/ Cemilan ringan dan sayur, air
hari. Tidak ada keluhan dalam putih 6-8 gelas/ hari. Tidak ada
pemenuhan nutrisi. Nafsu keluhan dalam pemenuhan
makan baik. nutrisi. Nafsu makan baik.
Eliminasi BAK : 3-4 kali/ hari, berwarna BAK : 4-5 kali/ hari, berwarna
kuning jernih, konsistensi cair, kuning jernih, konsistensi cair,
tidak ada keluhan. tidak ada keluhan.
BAB : 1 kali/ hari, berwarna BAB : 1 kali/ hari, berwarna
coklat, konsistensi padat lunak, coklat, konsistensi padat lunak,
tidak ada keluhan. tidak ada keluhan.
Istirahat Tidur siang : 30 menit Tidur siang : 1 jam/ hari
Tidur malam : ± 7 jam/ hari Tidur malam : ± 5-7jam/ hari
Tidak ada gangguan pola tidur. Tidak ada gangguan pola tidur.
Aktivitas Kegiatan ibu sehari-hari Kegiatan ibu sehari-hari dirumah
dirumah adalah istirahat, adalah istirahat, melakukan
melakukan pekerjaan rumah pekerjaan rumah tangga dari
tangga dari memasak, mencuci memasak, mencuci hingga bersih,
hingga bersih, dan mengurus dan mengurus suami.
suami.
Personal Mandi 2 kali/ hari Selama kehamilan ibu mandi 2
Hygiene Menyinkat kgigi 2-3 kali sehari kali sehari. Ibu ganti baju 2 kali/
Ganti baju 2 kali/ hari hari, mengganti celana dalam 2
Ganti celana dalam 2 kali/ hari kali/ hari dan menyikat gigi 2-3
kali/ hari
Kebiasaan ibu tidak memiliki kebiasaan Ibu tidak memiliki kebiasaan
buruk seperti merokok, minum- buruk seperti merokok,
minuman beralkohol
memelihara hewan peliharaan
Seksualitas 1-2 kali/ minggu Belum pernah berhubungan
suami istri selama hamil ini

9. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a. Psikologi : kehamilan ini tidak direncanakan oleh ibu, tetapi suami dan
keluarga menerima kehamilan ini dengan senang hati.
b. Sosial : ini merupakan pernikahan pertama, usia saat menikah 15
tahun, lama menikah 2 tahun , status pernikahan sah. Ibu mengaku merasa
senang atas kehamilan ini.
c. Kultural : tidak ada kebudayaan maupun kebiasaan khusus yang dapat
mempengaruhi kesehatan kehamilan ibu.
41

d. Spiritual : tidak ada kegiatan keagamaan maupun khusus yang dapat


mempengaruhi kehamilan ibu.
B. Objektik (O)
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : Baik.
b. Kesadaran : Composmetis
Tanda-tanda vital
a. Tanda darah : 100/79 mmHg
b. Nadi : 79 x/m
c. Suhu : 36,00C
d. Pernafasan : 20x/m
Antropometri
BB sebelum hamil : 55 kg
BB saat ini : 58,7kg
IMT : 24,44 (Normal)
Tinggi badan : 150 cm
LILA : 32 cm
2. Pemeriksaan Fisik
Tabel 3.2 Pemeriksaan Fisik Ny “R”
Pemeriksaan Keterangan
Kepala Warna rambut hitam, tidak ada lesi, distribusi rambut merata,
tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak teraba benjolan abnormal.
Wajah Simetris, bentuk wajah oval, tidak pucat, tidak terdapat cloasma
gravidarum, tidar teraba oedema.
Mata Simetris, konjunctiva merah muda, sclera berwarna putih, tidak
terdapat pengeluaran kotoran, tidak ada oedema palpebra.
Hidung Simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, kebersihan hidung
cukup, tidak ada polip, tidak ada kelainan bentuk.
Mulut Bibir lembab, tidak pucat, tidak ada stomatitis, tidak terdapat
caries dentis, lidah tremor, tidak terdapat pembengkakan pada
tonsil, tidak ada tanda peradangan.
Telinga Simetris, tidak terdapat pengeluaran cairan atau serumen
berlebihan.
Leher Terdapat hiperpigmentasi pada leher ibu, tidak terdapat
pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada bendungan vena jugularis.
Dada Simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada saat ibu bernafas,
suara nafas terdengar vesikuler, tidak terdengar suara nafas
tambahan, bunyi jantung normal.
Payudara Simetris, bersih, putting susu kedua payudara menonjol dan
terdapat hiperpigmentasi pada areolla mammae, tidak teraba
42

benjolan abnormal pada payudara, tidak teraba pembesaran


kelenjar limfe, tidak terdapat pengeluaran ASI.
Abdomen Terdapat linea nigra, pembesaran uterus sesuai usia kehamilan,
terdapat stretch mark, tampak luka operasi. Belum teraba
abdomen.
Genitalia Dari data subjektif ibu tentang genetalia didapatkan bahwa ibu
tidak ada pengeluaran pervaginam yang berbau, berwarna
kuning hingga hijau, dan tidak ada gatal.
Anus Tidak dilakukan pemeriksaan.
Ekstremitas Atas : Simetris, tidak oedema, CRT kembali < 2 detik, reflek
bisep (+), reflek trisep (+).
Bawah : Simetris, tidak oedema, tidak ada varises, homan sign
(-), CRT kembali < 2detik, reflek patella (+).

3. Pemeriksaan Penunjanga
Pemeriksaan USG : Ibu belum melakukan USG pada kehamilan ke-dua ini
C. Assesment (A)
Diagnosa : GIIPI00I usia kehamilan 6 minggu
Masalah : Jarak kehamilan < 2 tahun dan Usia terlalu muda.
Diagnosa Potensial : Abortus
Dasar : Resiko abortus sebesar 15 % pada usia di bawah 35
tahun, 20 – 35% pada usia 35 – 45 tahun, dan resiko
lebih dari 50 % pada pada usia lebih dari 45 tahun.
Sumber lain mengatakan bahawa 10% resiko abortus
terjadi pada wanita yang berusia kurang dari 20
tahun, 20 % terjadi pada usia 35 – 39 tahun , dan
50% pada usia 40 – 45 dan jarak kehamilan yang
terlalu dekat (Heffner, 2004 dalam Prihandini, 2016).

Antisipasi :

1. Menyarankan ibu untuk selalu menjaga


kandungannya.
2. Menyarankan ibu agar mengurangi aktifitas di
rumah dan di luar rumah.
3. Untuk tidur minimal 8 jam/hari.
43

4. Menyarankan ibu untuk menghindari hal – hal


yang akan menyebabkan ibu stress dalam
kehamilan ini.
D. Planning (P).
Tabel 3.4 Planning pada Ny. “R”
Tanggal Paraf
No Pelaksanaan
Waktu Pelaksana
Membina hubungan baik dengan ibu.
Menjelaskan kepada ibu maksud dan tujuan
05 November 2019 bahwa ibu akan dilakukan asuhan kebidanan
1
09.00 WITA pada kehamilan secara terintegrasi; Ibu
mengerti maksud dan tujuan dari asuhan
kebidanan pada kehamilan secara terintegrasi. Mahasiswa
- Menjelaskan hasil pemeriksaan
kepada ibu bahwa hasil pemeriksaan
Keadaan Umum ibu yaitu TD : 100/79
mmHg, N: 79x/I, RR : 20x/i, T: 36 oC;
ibu mengerti mengenai penjelasan
yang diberikan tentang kondisinya dan
janin yang dikandungnya.
Melakukan ANC terintegrasi berupa :
- Membawa ibu ke laboratoium untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium
berkolaborasi dengan analis kesehatan
: ibu bersedia di periksa darah
- Menjelaskan pada ibu bahwa hasil
pemeriksaan laboratorium baik yaitu
2 09.10 WITA Hb : 12 gr/dL , HbSAg : Non Reaktif,
HIV AIDS : Nonreaktif, dan sifilis
not reaktif : ibu telah mengetahui
keadaan ya saat ini
- Melakukan pemeriksaan odontogram
yaitu bidan berkolaborasi dengan
dokter gigi di PKM Kariangau. Hasil
pemeriksaan ditulis Pemeriksaan
Odontogram : pemeriksaan telah
dilakukan dan didapatkan hasil,
Terdapat gigi berlubang di bagian atas
sebelah kanan, ibu tidak merasa nyeri
dengan keadaan gigi nya saat ini.
- Menjelaskan hasil pemeriksaan
abdomen : janin belum teraba Mahasiswa
- Menyarankan kepada ibu untuk selalu
menjaga kandungannya karena ibu
sangat beresiko abortus; Ibu berjanji
akan menjaga kandungannya
- Menyarankan ibu agar mengurangi
7 09.20 ITA
aktifitas di rumah dan di luar rumah
serta meminta bantuan suami atau
keluarga dalam mengerjakan
pekerjaan rumah dan mengurus anak :
Ibu dan suami bersedia bekerjasama Mahasiswa
44

mengerjakan pekerjaan rumah dan


mengurus anak
- Menasehati ibu untuk tetap cukup
istirahat yaitu tidur minimal 8
jam/hari selama hamil; ibu bersedia
mengatur pola istirahat nya dan
menyempatkan istirahat dan tidur
minimal 8 jam perhari
- Menganjurkan ibu mengatur kenaikan
berat badannya setiap bulan dan mulai
makan makanan yang bergizi untuk
ibu hamil dan pertumbuhan janin
dalam kandungan serta mengindari
makanan yang mengandung lemak
dan cemilan ringan yang kurang sehat
agar tidak memicu kenaikan berat
badan yang tidak terkontrol : ibu
bersdia mengurangi makanan
berlemak dan mulai makan makanan
yang bergizi seperti ikan, sayuran,
susu, buah-buhan, daging, telur, dll.
- Menganjurkan ibu merencanakan
persalinan di Rumah sakit utuk
mencegah komplikasi saat persalinan
mengingat ibu hamil dengan resiko
tinggi dan untuk melakukan
pemasangan alat kontrasepsi IUD Post
plasenta untuk mencegah kehamilan
yang tidak diinginkan; ibu bersedia
bersalin di rumah sakit dan mulai
10 09.45 WITA menyiapkan diri untuk menggunakan
IUD sebagai alat kontrasepsi pilihan
ibu untuk mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan
- Menganjurkan ibu untuk melakukan
kunjungan ulang 1 bulan lagi atau jika
terjadi keluhan; Ibu mengerti dan
berjanji akan melakukan kunjungan
ulang 1 bulan lagi atau jika ibu
merasakan keluhan Mahasiswa
45

BAB IV
PEMBAHASAN

Asuhan Kebidanan Antenatalcare Terintegrasi yang telah dilakukan pada hari


Selasa, 05 November 2019 di dapatkanya ibu hamil pada kunjungan pertama yaitu
Ny.R usia 17 tahun GIIPI00I. Hari pertama haid terakhir yaitu 25 September 2019 dan
tafsiran persalinan 30 Juni 2020 dengan usia kehamilan sekarang 6 minggu 1 hari.
Pembahasan mengenai asuhan kebidanan Antenatalcare Terintergtasi kepada Ny.R
usia 17 tahun sebagai berikut:
1. Pelayanan pemeriksaan kehamilan ini terdiri dari 10T yaitu pengukuran tinggi
badan dan penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah (tensi),
pengukuran lingkar lengan atas (LILA), pengukuran tinggi rahim, penentuan
letak janin (presentasi janin) dan perhitungan denyut jantung janin, penentuan
status imunisasi Tetanus difteri (Td), pemberian tablet Fe, tes laboratorium,
konseling atau penjelasan, tata laksana atau mendapatkan pengobatan (Kemenkes
RI, 2015). Pada saat melakukan asuhan antenatal care terhadap Ny. R, mahasiswa
telah melakukan asuhan standar minimal 10T tersebut. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa Ny. R telah mendapatkan pelayanan pemeriksaan sebanyak 10T,
Namun pada standar pemeriksan letak janin (TFU) dan denyut jantung janin tidak
dilakukan karena dilihat dari usia kehamilan ibu, janin belum teraba. Selanjutnya
suntik Td tidak dilakukan oleh penulis karena Ny.R sudah diberikan imunisasi,.
Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek. Pengkajian kehamilan di
trimester I ini pada tanggal 05 November 2019 pukul 10.00 WITA dengan usia
kehamilan 6 minggu 1 hari. Dilakukan pemeriksaan kehamilan head to toe pada
Ny. R didapatkan berat badan Ibu meningkat dari 55 kg (sebelum hamil) naik
menjadi 58,7 kg. Terjadi penambahan berat badan sebesar 3,7 kg. Penambahan
berat badan ibu hamil yaitu berdasar IMT dimana metode ini untuk menentukan
penambahan berat badan yang optimal selama kehamilan. Pada kasus Ny. A,
IMT pra hamil yaitu 20,8 (BB sebelum hamil: 55 kg dan tinggi 150 cm) dan
termasuk kategori gizi normal sehingga penambahan berat badan ibu menurut
status gizinya adalah dari 11,5-16,0 kg dan akan bertambah lagi seiring dengan
tuanya kehamilan (Rukiah, 2010). Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
46

praktek. Pemeriksaan umum yang meliputi kesadaran compos mentis, tanda vital
yang terdiri dari tekanan darah yaitu 110/70 mmHg atau < 140/90 mmHg, nadi
yaitu 60-100 x/menit suhu tubuh yaitu 36,5-37,50C, pernafasan yaitu 16-20
x/menit (Varney, 2009). Pada pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah
109/69 mmHg, nadi 79 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,00C. Tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan praktek.
2. Pada kehamilan ini merupakan kunjungan pertama Ny.R di puskesmas dan Ny.R
baru mendapatkan buku KIA. Kebijakan program pelayanan antenatal care
menetapkan frekuensi kunjungan pemeriksaan kehamilan untuk pemantauan dan
pengawasan kesejahteraan ibu dan janin minimal 4 kali selama kehamilan yaitu
pada kehamilan trimester satu 1 kali kunjungan, kehamilan trimester dua 1 kali,
dan kehamilan trimester tiga sebanyak 2 kali kunjungan (Wiknjosastro, 2010).
Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik.
3. Pemeriksaan data subjektif dan objektif yang telah dilakukan tanggal 05
November 2019 didapatkan hasil bahwa ibu dalam keadaan hamil di usia 17
tahun ( terlalu muda ) dan jarak kehamilan saat ini dengan kehamilan yang lalau
terlalu dekat, kedua hal tersebut merupakan termasuk dalam faktor resiko saat
kehamilan sesuai dengan skor puji rochjati. Kehamilan dengan faktor resiko
dapat mempengaruhi kehamilan dan dapat menyebabkan bayi lahir premature,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, makan makanan
yang bergizi, menghindari bahaya asap rokok dan tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol dan menghindari stress, merencanakan persalinan di rumah sakit serta
merencanakan kehamilan kehamilan yang akan datang dengan menggunakan
kontrasepsi yang efektif untuk menegah kehamilan demngan resiko jarak
kehamilan terlalu dekat. Asuhan tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Koniyo MA, dkk tahun 2013 tentang langkah – langkah pencegahan ibu
hamil lahir premature sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
praktik.
4. Asuhan kebidanan terintegrasi
Asuhan kebidanan terintegrasi adalah pelayanan Antenatal Care yang di
integrasikan dengan pelayanan program lain yaitu Antisipasi Defisiensi GIZI
Dalam Kehamilan ( ANDIKA), Pencegahan dan pengobatan IMS/ISK dalam
47

Kehamilan (PIDK), Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia,


Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke Bayi (PMTCT), Pencegahan Malaria
dalam Kehamilan, Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta
Standar (Depkes RI, 2009). Pada Asuhan Terintegrasi yang dilakukan oleh
peneliti terhadap Ny. R yang telah dilakukan yaitu program MNTE (Maternal
Neonatal Tetanus Elimination) hal ini dibuktikan dengan dari data subjektif, ibu
mengatakan saat bayi telah diberikan imunisasi lengkap, saat sebelum menikah
ibu mengatakan telah melakukan suntik catin, saat hamil anak pertama ibu
mengatakan sudah pernah di suntik pada lengan, hal terebut membuktikan ibu
telah dilakukan pencegahan MNTE, sehingga tidak ditemukan kesenjangan
antara teori dan praktik.
Asuhan kebidanan Terintegrasi lainnya yang telahi lakukan yaitu
pencegahan IMS/ISR dengan melakukan anamnesa kepada ibu tentang keluhan
yang dirasakan yang berkaitan dengan IMS/ ISR seperti apakah ada pengeluaran
pervagianam yang abnormal ( gatal, berbau, berwarna kuning hingga hijau ) dan
dilakukan pemeriksaan Hbsag oleh analis kesehatan di laboratorium. Tindakan
yang dilakukan oleh bidan sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Depkes
Ri tahun 2009 tentang pelayanan pencegahan IMS/ISR sehingga tidak ditemukan
kesenjangan anatara teori dan peraktik
Asuhan kebidanan terintegrasi lainnya yang telah dilakukan yaitu
Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dengan melakukan penepisan sifilis pada ibu
hamil yang bekerja sama dengan analis kesehehatan dan dilakukan di
laboratorium Puskesmas Kariangau, didapatkan hasil non reaktif sehingga ibu
dinyatakan bebas dari penyakit sifilis sehingga tidak perlu dilakukan penapisan
lebih lanjut, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Depkes Ri tahun
2009 tentang pelayanan Eliminasi Sifilis Kongenital sehingga tidak ditemukan
kesenjangan anatara teori dan peraktik.
Asuhan kebidanan teritegrasi lainnya yang dilakukan yaitu Pencegahan
Hiv (PMTCT) dengan melakukan penepisan HIV pada ibu hamil yang bekerja
sama dengan analis kesehehatan dan dilakukan di laboratorium Puskesmas
Kariangau, didapatkan hasil non reaktif sehingga ibu dinyatakan bebas dari
penyakit HIV sehingga tidak perlu dilakukan penapisan/tibdakan lebih lanjut, hal
48

ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Depkes Ri tahun 2009 tentang
pelayanan Pencegahan HIV (PMTCT) sehingga tidak ditemukan kesenjangan
anatara teori dan peraktik.
Asuhan kebidanan teritegrasi lainnya yang dilakukan yaitu masalah Gigi
dan mulut pada ibu hamil dengan melakukan pemeriksaan gigi pada ibu hamil
yang bekolaborasi dengan dokter gigi dan dilakukan pemeriksaan odontogram
secara menyeluruh, didapatkan hasil ibu secara keseluruhan gigi dan mulut ibu
dalam keadaan baik namun ditemukan gigi berlubang pada bagian atas sebelah
kanan sehingga perlu dilakukan konseling tentang perawatan gigi dan mulut
selama kehamilan untuk mencegah msalah yang timbul sat kehamilan yang
disebabkan karena gigi dan mulut. hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Kemenkes RI tahun 2012 tentang pelayanan ANC terpadu pada ibu hamil
sehingga tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan peraktik.
Asuhan kebidanan teritegrasi lainnya yang dilakukan yaitu Antisipasi
Defisiensi Gizi Dalam Kehamilan ( ANDIKA) dengan melakukan pemeriksaan
HB oleh ibu hamil di labortorium pada ibu hamil yang bekerja sama dengan
analis kesehehatan dan dilakukan di laboratorium Puskesmas Kariangau serta
yang telah dilakukan oleh bidan dengan melakukan pemeriksaan KEK dengan
pengukuran LILA, didapatkan hasil ibu tidak anemia dan tidak KEK sehingga
ibu tidak perlu dilakukan tindakan khusus, dan pencegahan anemia defisiensi besi
yang dilakukan dengan memberikan tablet tambah darah pada ibu hamil, hal ini
sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Depkes Ri tahun 2009 tentang
pelayanan Pencegahan defisiensi besi saat kehamilan sehingga tidak ditemukan
kesenjangan anatara teori dan peraktik. Tetapi pada kasus ini ibu tidak dilakukan
peneliaian status gizi pada ibu hamil oleh ahli gizi (pelayanan gizi yang
berkompeten) dikarenakan situasi dan kondisi saat dilakukan pemeriksaan
sehingga pemeriksaan gizi ibu hamil belum dapat dilakukan secara maksimal
sehingga didapatkan kesenjangan antara teori dan praktik
Asuhan teritegrasi yang tidak dilakukan pada kasus ini adalah
penatalaksanaan pencegahan malaria pada kehamilan dan malaria yang
dibuktikan dengan ibu tidak tinggal atau berpergian dari wilayah endemis malaria
dan tidak ada keluhan batuk tidak berdahak yang berlangung lebih dari 3 hari sat
49

kehamilan ini sehingga ibu hanya diberikan konseling tentang TB pada


kehamlan, sehingga tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan praktik.
50

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengkajian asuhan kebidanan komprehensif pada

Ny. R di wilayah kerja Puskesmas prapatan, dapat diambil kesimpulan bahwa

penulis:

Mampu melakukan asuhan kebidanan secara terintegrasi pada ibu

hamil dengan masalah kehamilan dengan faktor resiko tinggi yaitu jarak

kehamilan yang terlalu dekat dan usia ibu terlalu muda. Diberikan asuhan

untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, makan makanan yang

bergizi, menghindari bahaya asap rokok dan tidak mengkonsumsi minuman

beralkohol dan menghindari stress, merencanakan persalinan di rumah sakit

serta merencanakan kehamilan kehamilan yang akan datang dengan

menggunakan kontrasepsi yang efektif untuk menegah kehamilan dengan

resiko jarak kehamilan terlalu dekat sehingga mencegah komplikasi saat

kehamilan, persalinan, dan nifas.

Mampu melakukan asuhan kebidanan ANC terintegrasi meskipun saat

ini masih terdapat asuhan terintegrasui yang kurang maksimal yang

dibuktikan dengan ibu hamil belum mendapat pemeriksaan gizi oleh tenaga

ahli gizi namun telah dilakuakn pemeriksaan KEK oleh bidan dengan

melakukan pengkuran LILA untuk meniai status gizi ibu hamil sesuaidengan

standar 10 T.

B. Saran

1. Bagi Prodi Sarjana Terapan Kebidanan Balikpapan

Kepada Prodi Sarjana Terapan Kebidanan Balikpapan diharapkan


laporan ANC Terintegrasi ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan bidan
51

khususnya dalam pemberian asuhan kebidanan antenatacare terntegrasi dan


lebih mengajarkan kepada mahasiswa untuk menganalisis kasus - kasus yang
terjadi dalam laporan yang dilakukan.
2. Bagi Tenaga Kesehatan / Bidan
a. Diupayakan bimbingan dan asuhan yang diberikan lebih sesuai dengan
standar asuhan kebidanan yang telah diberikan untuk menghasilkan
asuhan kebidanan yang tepat, bermutu dan memuaskan klien.
b. Bidan diupayakan mampu menjalin komunikasi yang baik dengan pasien
agar tercipta suasana yang terbuka dan harmonis, sehingga dapat
meningkatkan pelayanan kebidanan khususnya dalam memberikan
pelayanan kebidanan pada masa kehamilan.
c. Bidan diupayakan melakukan penyuluhan tentang kehamilan dengan
faktor resiko sehingga dapat mencegh terjadinyakehamilan dengan faktor
resiko.
3. Bagi Klien
Saran bagi klien adalah:
a. Lebih memerhatikan tentang dampak yang terjadi pada kehamilan
dengan masalah jarak kehamilan terlalu dekat dan usia ibu terlalu
muda.
b. Dan menyarankan untuk bersalin di Rumah Sakit dengan fasilitas
yang lebih baik.
4. Bagi Penulis
Mengembangkan pola pikir ilmiah dan melaksanakan asuhan
kebidanan anc terintegrasi melalui pendidikan dan penatalaksanaan serta
mendapat pengalaman secara nyata di lapangan agar dapat memberikan
pelayanan kebidanan yang lebih efektif dan lebih meningkatkan mutu
pelayanan kebidanan yang diselenggarakan.
52

Anda mungkin juga menyukai