Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah program

Indonesia sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status

gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

(Profil Kesehatan Indonesia 2018).

Tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development

Goals-SDGs) mulai tahun 2016 sampai 2030 mengurangi angka kematian

ibu hingga dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup, menurunkan angka

kematian neonatal hingga 12 per 1000 kelahiran hidup dan kematian balita

25 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI,2015).

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2017 jumlah

kematian ibu maternal yang terlaporkan sebanyak 696 orang

(76.03/100.000 KH), jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan tahun

2016, kematian ibu sebanyak 799. Jumlah kematian ibu dengan proporsi

kematian pada ibu hamil 183 orang (19,9/100.000), pada ibu bersalin 224

orang (24,47/100.000 KH), dan pada ibu nifas, 289 orang (31,57/100.000

KH) (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2017).

Penyebab kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, partus

lama, infeksi, aborsi, dan preeklamsia/eklamsia (Kemenkes RI, 2018).

1
2

Termasuk penyebabnya adalah infeksi akibat ketuban pecah dini (Jurnal

Ilmu dan Budaya, 2018)

Menurut World Health Organization (WHO), kejadian ketuban

pecah dini (KPD) atau insiden PROM (prelobour rupture of membran)

berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran. Ketuban Pecah Dini preterm

terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus Ketuban Pecah Dini

terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus Ketuban Pecah Dini

merupakan penyebab kelahiran prematur (WHO, 2015). Angka kejadian

Ketuban Pecah Dini di indonesia berkisar antara 4,5% sampai 7,6% dari

seluruh kehamilan angka tersebut merupakan permasalahan yang masih

belum terselesaikan, terutama di negara berkembang (Depkes, 2011 dalam

Jurnal Ilmu dan Budaya,2018). Menurut BKKBN (2013), insiden ketuban

pecah dini di Jawa Barat berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan.

Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antar 6-19%. Sedangkan

pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan.

Ketuban pecah dini adalah kelainan kehamilan dimana ketuban

yang seharusnya pecah dan keluar karena kontraksi rahim menjelang

persalinan justru pecah sebelum saat persalinan tiba (Arantika & Fatimah,

2019). Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban

sebelum ada tanda-tanda persalinan (Ana, 2017). Ketuban Pecah Dini

(KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya

persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia

kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi (Mitayani,

2012).
3

Pengaruh ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo (2011)

Terhadap ibu. Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur,maka

partus akan menjadi lama,suhu tubuh naik, nadi cepat dan nampak gejala-

gejala infeksi. Hal-hal diatas bisa meninggikan angka kematian dan angka

morbiditas pada ibu. Dampak yang ditimbulkan pada ibu yaitu partus

lama, perdarahan post partum, atonia uteri, dan infeksi nifas. Terhadap

janin Dampak yang ditimbulkan pada janin meliputi, prematuritas, infeksi,

mal presentasi, prolaps tali pusat dan mortalitas perinatal.

Sectio Caesarea atau pelahiran sesarea adalah pelahiran janin

melalui insisi yang dibuat pada dinding abdomen dan uterus (Reeder,

2011). Sectio caesarea merupakan tindakan yang beresiko, dampak yang

ditimbulkan antara lain, berupa pendarahan, infeksi, anesthesia, emboli

paru-paru, kegagalan ginjal akibat hipotensi yang lama. Pasien yang

menjalani persalinan dengan metode SC biasanya merasakan berbagai

ketidaknyamanan seperti nyeri dari insisi abdominal dan efek samping dari

anestesi (Johnson, 2014).

Peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ibu.

Diantaranya yaitu, perawat sebagai pelaksana harus dapat memberikan

asuhan keperawatan yang meliputi kebutuhan seperti biologis, psikologis,

sosial, spritual dan memberikan rasa nyaman dan aman pada klien.

Berdasarkan uraian diatas dan fenomena-fenomena yang ada,

penulis tertarik dan mengambil judul “ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.X P.. A.. DENGAN POST SECTIO CAESAREA HARI


4

KE-0 ATAS INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUANG

RADEN DEWI SARTIKA RSUD SEKARWANGI KABUPATEN

SUKABUMI”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis

mengambil rumusan masalah yaitu “Asuhan Keperawatan Pada Ny. X P...

A... Dengan Post Sectio Caesarea hari ke-0 atas Indikasi Ketuban Pecah

Dini Di Ruang Raden Dewi Sartika RSUD Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi”.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan melaksanakan “Asuhan Keperawatan Pada

Ny.X P..A.. Dengan Post Sectio Caesarea hari ke-0 Atas Indikasi

Ketuban Pecah Dini Di Ruang Raden Dewi Sartika RSUD

Sekarwangi Kabupaten Sukabumi”.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan ini,yaitu diantaranya mampu:

1) Melaksanakan pengkajian keperawatan secara komprehensif

serta menganalisa data dan hasil pengkajian.

2) Menegakan diagnosa keperawatan serta menentukan prioritas

masalah.

3) Menyusun rencana keperawatan yang akan dilakukan pada

pasien post sc dengan indikasi ketuban pecah dini.


5

4) Melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan prioritas

masalah pada pasien post sc dengan indikasi ketuban pecah dini.

5) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada

pasien post sc dengan indikasi ketuban pecah dini.

6) Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan pada

pasien post sc dengan indikasi ketuban pecah dini.

7) Mengetahui kesenjangan antara teoritis dan praktik pada asuhan

keperawatan yang diberikan pada pasien post sc dengan indikasi

ketuban pecah dini.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

Hasil dari penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat

menjadi tambahan, masukan, dan saran dalam acuan keperawatan

maternitas khususnya tentang asuhan keperawatan pada klien dengan

Ketuban Pecah Dini.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1) Bagi Klien/Keluarga

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan dan

meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan khususnya dalam

tindakan kesehatan pada klien/keluarga.

2) Bagi Profesi Perawat

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang

ada dirumah sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


6

keperawatan post sectio caesarea khususnya pada kasus ketuban

pecah dini.

3) Bagi Institusi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan pada upaya promotif, preventif dan

kuratif oleh petugas kesehatan dirumah sakit dalam bidang

promosi kesehatan yang diperlukan dalam melaksanakan praktik

keperawatan khususnya pada maternitas.

4) Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi

perkembangan ilmu dan praktik keperawatan maternitas dalam

asuhan keperawatan post sectio caesarea pada hari ke-0 atas

indikasi ketuban pecah dini.

5) Bagi Penulis

Penulis dapat menambah pengetahuan informasi tentang

post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini secara teori

maupun praktik dan juga menambah kemampuan penulis dalam

melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien post sectio

caesarea pada hari ke-0 atas indikasi ketuban pecah dini.


BAB II

TINJAUAN TEORIS

2.1 Post Partum

2.1.1 Pengertian Post Partum

Post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu

kembali pada keadaan tidak hamil serta penyesuaian terhadap

hadirnya anggota keluarga baru (Mitayani, 2012). Masa nifas adalah

masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput

yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti

sebelum hamil (Desiyani, 2018). Post partum adalah suatu masa

antara pelahiran sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan

sebelum masa hamil (Reeder, 2011) .

Kesimpulan dari pengertian diatas post partum adalah sejak bayi

dilahirkan dan setelah plasenta lahir sampai dengan pulihnya organ –

organ kandungan kembali seperti sebelum hamil.

2.1.2 Periode Post Partum

Menurut Desiyani (2018) tahapan yang terjadi pada nifas adalah

sebagai berikut :

1. Periode Immediate Post partum

Masa segera setelah plasenta lahir 24 jam.

2. Periode Early Post partum (24 jam sampai 1 minggu)

Pada fase ini, terjadi perubahan (involusi) uteri kembali ke keadaan

normal.

3. Periode Late Post partum (1 minggu sampai 5 minggu)

7
8

Selama masa nifas, alat genetalia interna da eksterna akan

berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Perubahan-perubahan secara keseluruhan disebut involusi.

2.1.3 Perubahan Fisiologis Post partum

1. Perubahan Sistem Reproduksi

a) Uterus

Uterus adalah organ yang mengalami banyak perubahan

besar karena telah mengalami perubahan besar selama masa

kehamilan dan persalinan. Tinggi fundus uteri dan berat uterus

menurut masa involusi terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Tabel Tinggi Fundus Uteri dan Berat Uterus


No. Waktu Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
1. Bayi Lahir Setinggi Pusat 1000 gram
2. Uri/Plasenta lahir Dua jari bawah 750 gram
pusat
3. 1 minggu Pertengan pusat 500 gram
simfisis
4. 2 minggu Tidak teraba di atas 300 gram
simfisis

5. 6 minggu Bertambah kecil 60 gram

Sumber : (Eva et al. 2017)


b) Serviks

Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks

agak menganga seperti corong segera setelah bayi lahir. Bentuk

ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan

kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga

seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks

berbentuk semacam cincin (Sulistyawati,2009 dalam Desiyani,

2018).
9

c) Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama nifas

mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme

berkembang lebih cepat. Lochea mempunyai bau amis (anyir),

meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda pada

setiap wanita. Lochea juga mengalami perubahan karena proses

involusi. Perubahan lochea tersebut adalah :

(1) Lochea rubra (Cruenta)

Muncul pada hari pertama sampai hari kedua post

partum, warnanya merah mengandung darah dari luka pada

plasenta dan serabut dari decidua dan chorion.

(2) Lochea Sanguilenta

Berwarna merah kuning, berisi darah lendir, hari ke

3-7 paska persalinan.

(3) Lochea Serosa

Muncul pada hari ke 7-14, bewarna kecoklatan

mengandung lebih banyak serum, lebih sedikit darah juga

leukosit dan laserasi plasenta.

(4) Lochea Alba

Sejak 2-6 minggu setelah persalinan, warnanya

putih kekuningan mengandung leukosit, selaput lendir

serviks dan serabut jaringan yang mati.

d) Vagina dan Perineum


10

Pada awal masa nifas, vagina dan muara vagina

membentuk sesuatu lorong luas berdinding licin yang

berangsur-angsur mengecil ukurannya tapi jarang kembali ke

bentuk nulipara. Perineum paska melahirkan akan membusung.

Perineum mungkin robek saat melahirkan atau ibu mengalami

sayatan bedah (episiotomy) pada perineum. Meskipun sayatan

kecil, sayatan diarea ini dapat menyebabkan rasa sakit yang

amat sangat. Wasir kemungkinan terjadi selamakehamilan dan

saat melahirkan (Johnson, 2014).

2. Perubahan Sistem Pencernaan

Terjadinya perubahan pada sistem pencernaan

menyebabkan sering terjadinya konstipasi pada ibu setelah

melahirkan. Hal ini karena makanan kurang berserat selama

persalinan. Disamping itu, rasa takut buang air besar karena takut

jahitan pada perineum akan lepas.

3. Perubahan Sistem Perkemihan

Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu

pasca persalinan, tergantung pada keadaan sebelum

persalinan,lamanya partus kala dua dilalui, besarnya tekanan

kepala yang menekan pada saat persalinan (Rahmawati, 2009

dalam Desiyani, 2018).

4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi mencakup

hal-hal yang dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi


11

dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran uterus.

Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada minguu ke-6 sampai

ke-8setelah wanita melahirkan.

5. Perubahan Sistem Endokrin

a) Oksitosin

Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan

bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin

di dalam sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus

dan pada waktu yang sama membantu involusi uterus.

b) Prolaktin

Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan

oleh glandula pituitary anterior bereaksi terhadap alveoli dari

payudara sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang

menyusui kadar prolaktin tetap tinggi dan merupakan

permulaan stimulasi folikel di dalam ovarium ditekan.

6. Perubahan Tanda-Tanda Vital

a) Suhu

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat

celcius. Sesudah partus, suhu tubuh dapat naik kurang lebih

0,5 derajat Celcius dari keadaan normal. Namun, tidak akan

melebihi 8 derajat Celcius.


12

Sesudah dua jam pertama melahirkan, umumnya suhu badan

akan kembali normal. Apabila suhu lebih dari 38 derajat

Celcius, menandakan mungkin telah terjadi infeksi.

b) Nadi

Denyut nadi berkisar antara 60-80 per menit setelah partus

dan dapat terjadi Bradikardi. Bila terdapat takikardi dan suhu

tubuh tidak panas, mungkin ada pendarahan berlebihan atau

ada vitium kordis. Pada masa nifas, umumnya denyut nadi

labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan

akan sedikit meningkat setelah partus kemudian akan kembali

seperti keadaan semula.

c) Tekanan Darah

Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan

rendah setelah melahirkan karena ada pendarahan. Tekanan

darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya

preeklamsia postpartum.

d) Pernafasan

Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan

suhu tubuh dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,

pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada

gangguan khusus pada saluran pernafasan.

7. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


13

Cardiac output meningkat selama persalinan dan

peningkatan lebih lanjut setelah kala III, ketika besarnya volume

darah dari uterus terjepit di dalam sirkulasi. Penurunan setelah

hari pertama puerperium dan kembali normal pada akhir

minggu ketiga.

2.1.4 Fase Adaptasi Post Partum

Menurut Desiyani (2018) masa nifas dibagi dalam 3 periode, yaitu

periode taking in, periode taking hold, dan periode letting go.

1. Periode Taking In

Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru

pada umumnya pasif dan sangat bergantung pada orang-orang di

sekitarnya. Selain itu, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran

akan tubuhnya.

2. Peiode Taking Hold

Periode ini berlangsung pada hari 2-4 postpartum. Ibu

menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang

sukses dan meningkatkan tanggung jawabnya terhadap bayi. Pada

masa ini, ibu biasanya menjadi lebih sensitif.

3. Periode Letting Go

Periode ini sangat berpengaruh terhadap waktu dan

perhatian yang diberikan oleh keluarga. Ibu mengambil tanggung

jawab terhadap perawatan bayi dan depresi postpartum umumnya

terjadi pada periode ini.

2.2 Konsep Sectio Caesarea


14

2.2.1 Definisi Sectio Caesarea

Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Amru

Sofian, 2012 dalam Amin & Hardi, 2016). Sectio Caesarea atau

pelahiran sesarea adalah pelahiran janin melalui insisi yang dibuat

pada dinding abdomen dan uterus (Reeder, 2011). Kelahiran melalui

operasi caesar atau melalui bedah caesar adalah kelahiran janin

melalui insisi bedah pada abdomen dan dinding uterus (Jamille,

2017).

Dari beberapa tentang pengertian sectio Caesarea (SC) diatas dapat

diambil kesimpulannya yaitu,adalah suatu tindakan pembedahan

dimana untuk mengeluarkan janin melalui cara pembedahan atau

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan abdomen.

2.2.2 Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi persalinan sesarea yang dibenarkan dapat terjadi secara

tunggal atau secara kombinasi, merupakan suatu hal yang sifatnya

relatif daripada mutlak, dan dapat diklasifikasikan seperti yang

ditunjukkan dibawah ini menurut Reeder (2011) yaitu diantaranya :

1. Ibu dan Janin

Distosia (kemajuan persalinan yang abnormal) adalah

indikasi paling umum kedua (30%), yang pada umumnya

ditunjukkan sebagai suatu “kegagalan kemajuan” dalam

persalinan. Hal ini mungkin berhubungan dengan ketidaksesuaian

antara ukuran panggul dan ukuran kepala janin (disproporsi


15

sefalopelvik), kegagalan induksi, atau aksi kontraksi uterus yang

abnormal.

2. Ibu

Penyakit ibu yang berat, seperti penyakit jantung berat,

diabetes melitus, preeklamsia berat, atau eklamsia, kanker serviks,

atau infeksi berat (yaitu, virus herpes simplek tipe II atau herpes

genitalis dalam fase aktif atau dalam 2 minggu lesi aktif).

Penyakit tersebut membutuhkan persalinan seksio sesarea karena

beberapa alasan : untuk mempercepat pelahiran dalam suatu

kondisi yang kritis ; karena klien dan janinnya tidak mampu

menoleransi persalinan ;atau janin akan terpajan dengan risiko

bahaya yang meningkat saat melalui jalan lahir. Pembedahan

uterus sebelumya, termasuk miomektomi, pelahiran sesarea

sebelumnya dengan insisi klasik, atau rekonstruksi uterus.

Obstruksi jalan lahir karena adanya fibroid atau tumor ovarium.

3. Janin

Gawat janin, seperti janin dengan kasus prolaps tali pusat,

insufisiensi uteroplasenta berat, Malpresentasi, seperti letak

melintang, janin dengan presentasi dahi. Kehamilan ganda dengan

bagian terendah janin kembar adalah pada posisi melintang

bokong.

4. Plasenta

Plasenta previa, pemisahan plasenta sebelum waktunya

(solusio). Indikasi kontroversial meliputi tidak diketahuinya


16

jaringan parut sebelumnya, presentasi bokong, kehamilan lewat

bulan, dan makrosomia janin (dengan perkiraan berat badan janin

lebih dari 4.500 kg).

2.2.3 Klasifikasi Sectio Caesarea

Klasifikasi sectio saesarea menurut (Nugroho, 2015) yaitu :

1. Sectio caesarea transperitoneal profunda

2. Sectio caesarea corpural (klasik)

3. Sectio caesarea extra peritoneal

2.2.4 Jenis Anestesi

Anastesi adalah suatu tindakkan dengan menghilangkan kesadaran

dan hilangnya sakit yang bersifat sementara. Anastesi ada setiap

keaadaan akan menimbulkan beberapa masalah dengan kondisi klien,

hal ini karena obat – obat anastesi bersifat mendepresi kerja organ –

organ vital.

1. Anastesi Umum

Anestesi umum yaitu, anestesi yang dilakukan untuk

memblok pusat kesadaran otak. Pada saat itu klien akan

kehilangan kesadaran secara total, sehingga menimbulkan

relaksasi, dan hilangnya rasa nyeri, karena obat masuk kedalam

pembuluh darah kemudian menyebar ke jaringan. Biasanya

diberikan dengan cara intravena dan inhalasi, namun ada juga

yang memasukan dengan rectum.

Anestesi umum diberikan jika anestesi spinal tidak mungking

diberikan, baik karena alasan teknis maupun karena tidak aman.


17

Prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui

masker wajah selama tiga sampai empat menit sebelum obat

diberikan melalui penetesan intravena. Dalam waktu 20-30 detik,

maka ibu akan terlelap, saat ibu tidak sadar disisipkan sebuah

selang kedalam tenggorokan ibu untuk membantu ibu bernafas

dan mencegah terjadi muntah.

2. Anastesi Spinal

Merupakan anastesi yang dilakukan pada klien dalam

keadaan sadar untuk menghilangkan fungsi pada ujung atau

serabut saraf sensori dibagian tubuh tertentu, sehingga dapat

menyebabkan adanya hilang rasa pada daerah tubuh tersebut.

Anastesi spinal paling sering digunakan untuk operasi pada bagian

ekstremitas bawah. Pada anastesi spinal sebagian besar dilakukan

penusukan di daerah vertebra antara vertebra L 2-3, L 3-4,L 4-5.

3. Anastesi Lokal

Merupakan tindakan menghilangkan rasa di area tertentu yang

akan dilakukan tindakan pembedahan saja. Anastesi lokal bersifat

ringan dan digunakan untuk tindakan yang memerlukan waktu

singkat.

2.3 Ketuban Pecah Dini

2.3.1 Pengertian Ketuban Pecah Dini

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput

amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau


18

pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilan mencapai 37

minggu dengan atau tanpa kontraksi (Mitayani, 2012). Ketuban pecah

dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda

persalinan (Ana, 2017). Ketuban pecah dini adalah kelainan

kehamilan dimana ketuban yang seharusnya pecah dan keluar karena

kontraksi rahim menjelang persalinan justru pecah sebelum saat

persalinan tiba (Arantika & Fatimah, 2019).

Dari pengertian diatas mengenai ketuban pecah dini dapat

disimpulkan yaitu,ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput

ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dan terjadi

sebelum adanya tanda-tanda melahirkan atau persalinan.

2.3.2 Etiologi Ketuban Pecah Dini

Penyebab pasti dari KPD ini belum jelas, ada beberapa keadaan

yang berhubungan dengan terjadinya KPD ini, diantaranya adalah

sebagai berikut :

1. Trauma : amniosinstesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan

seksual.

2. Peningkatan tekanan intrauterus, kehamilan kembar, atau

polihidromnion.

3. Infeksi vagina, serviks atau korioamnionitis streptokokus, serta

bakteri vagina.
19

4. Selaput amnion yang mempunyai struktur yang lemah/selaput

terlalu tipis.

5. Keadaan abnormal dari fetus seperti malpresentasi.

6. Kelainan pada serviks atau alat genetalia seperti ukuran serviks

yang pendek (< 25 cm).

7. Multipara dan peningkatan usia ibu.

8. Defisiensi nutrisi (Mitayani, 2012).

2.3.3 Patofisologi Post Sectio Caesarea Atas Indikasi KPD

Ketuban pecah dini biasanya terjadi karena berkurangnya kekuatan

membran atau penambahan tekanan intrauteri ataupun oleh sebab

kedua-duanya.Kemungkinan tekanan intrauteri yang kuat adalah

penyebab independen dari ketuban pecah dini dan selaput ketuban

yang tidak kuat akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi akan

mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Dengan demikian

pada kasus ketuban pecah dini untuk proses persalinannya dilakukan

sectio caesarea.

Pada Sectio Caesarea akan ditemukan adanya luka yang

memungkinkan mikroorganisme masuk yang menyebabkan resiko

tinggi infeksi, kurangnya pengetahuan, tidak mengenal sumber-

sumber masalah keperawatan diri dan bayi, efek anestesi

menyebabkan perubahan tonus otot hingga terjadinya konstipasi.

(Babak, 2004 : 802, Doengoes, 2001 : 415-448 dalam Maria, 2017)

Bagan 2.1

Pathway Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini

Proses
pengeluaran
janin melalui
dinding uterus
20

Indikasi Sectio Ketuban pecah


Caesarea dini

Efek-efek anestesi Tindakan SC dan


dan analgesik penggunaan anestesia
Bayi lahir

Terganggunya Efek anestesi


Adanya keseimbangan asam
penamba basa
han Kerusakan
anggota kontinuitas Penurunan
baru Mual muntah jaringan tonus otot
dalam
keluarga

Pengeluaran isi Luka terbuka Intoleransi


lambung Kostipas aktivitas
Kurang i
pengetahuan
Intake makanan tidak Resiko tinggi
adekuat infeksi
Perubahan
Kurangnya eliminasi urin
informasi Perubahan nutrisi
tentang kurang dari kebutuhan Kurang
perawatan diri Pengeluaran mediator kimia perawatan diri
dan bayi yang (bradikinin,prostaglandin,
tepat serotonin)
(menyusui)

Rangsangan ke Gangguan
mediator kimia pola tidur
Ketidakefektifan
menyusui
Merangsang Stress
kehipotalamus kelelahan pada
post sc

nyeri Nyeri
Gangguan
dipersepsikan
ADL
Sumber : Babak, 2004 : 802, Doengoes, 2001 : 415-448 dalam

Maria, 2017.

2.3.4 Manifestasi Klinis Ketuban pecah Dini


21

1. Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau

kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak

2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi

3. Janin mudah diraba (Icemi, 2013).

2.3.5 Pengaruh Ketuban Pecah Dini

Pengaruh ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo (2011) :

1. Terhadap ibu

Karena jalan telah terbuka maka dapat terjadi infeksi

intrapartum,apa lagi terlalu sering diperiksa dalam, selain itu juga

dapat dijumpai infeksi peupuralis (nifas), peritonitis dan seftikamia

serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat

tidur,maka partus akan menjadi lama,suhu tubuh naik, nadi cepat

dan nampak gejala-gejala infeksi. Hal-hal diatas bisa meninggikan

angka kematian dan angka morbiditas pada ibu. Dampak yang

ditimbulkan pada ibu yaitu partus lama, perdarahan post partum,

atonia uteri, dan infeksi nifas.

2. Terhadap janin

Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi

tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi

intrauterin lebih dahulu terjadi (aminionitis, vaskulitis) sebelum

gejala pada ibu dirasakan akan meninggikan mortalitas dan

mobiditas perinatal. Dampak yang ditimbulkan pada janin


22

meliputi, prematuritas, infeksi, mal presentasi, prolaps tali pusat

dan mortalitas perinatal.

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini

1. Pemeriksaan Leukosit darah: >15.000/ul bila terjadi infeksi


2. Tes lakmus merah berubah menjadi biru
3. Amniosentesis
4. USG : menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion
berkurang. (Ana, 2017)
2.3.7 Komplikasi Ketuban Pecah Dini

1. Infeksi intrapartum (korioamnionitis)

2. Persalinan preterm,jika terjadi pada kehamilan usia preterm

3. Prolaps tali pusat

4. Oligohidramnion

5. Distosia (partus kering).(Erni & Lia, 2017)

2.3.8 Penatalaksanaan Medis Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan

atau tanpa komplikasi harus dirujuk kerumah sakit. Bila janin hidup

dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul

lebih tinggi dari badannya,bila mungkin dengan posisi bersujud. Bila

perlu kepala janin didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak

tertekan kepala janin. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi

infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan

antibiotik. Bila keluarga pasien menolak dirujuk, pasien disuruh

istirahat dalam posisi berbaring miring, berikan antibiotik. Pada

kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif,

yaitu tirah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 30x3 mg.


23

Berikan antibiotik selama 5 hari dan glukokortikosteroid, contoh

deksametason 3x5 mg selama 2 hari. Pada kehamilan 33-35 minggu,

lakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu induksi persalinan. Pada

kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his pimpin meneran dan

akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi

persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik

kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan skor pelvik lebih

5, sectio caesarea bila ketuban 5 jam dan skor pelvik kurang dari 5

(Icemi,2013 dalam Ana,2017).

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien

(Nursalam, 2011), pengkajian merupakan tahap paling menentukan

bagi tahap berikutnya.

1. Identitas atau biodata klien


Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, suku bangsa,

pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat,

diagnosa medis, nomor rekam medik, tanggal masuk.

2. Data Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan merupakan sumber data subjektif tentang


status kesehatan aktual maupun potensial dan merupakan
penuntun pengkajian fisik yang berkaitan dengan informasi
24

tentang kesehatan fisiologis dan psikologis, budaya dan


psikososial.
a) Keluhan Utama

Keluhan utama yang terdapat pada klien dengan post sectio

caesarea

b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Meliputi penjabaran dari keluhan utama dan perjalanan

penyakit secara singkat dengan menggunakan metode PQRST

yaitu, P (paliatif) adalah hal yang dapat memperberat dan

memperingan keluhan utama. Q (Quality) adalah kualitas

keluhan utama dan sejauh mana nyeri dirasakan oleh klien. R

(Region) adalah daerah dimana keluhan di rasakan oleh klien.

S (Skala) adalah kapan dan seberapa sering keluhan utama

(nyeri) dirasakan oleh klien dalam rentang (0-5). T (Time)

adalah kapan dan seberapa sering keluhan utama dirasakan.

c) Riwayat Kesehatan masa lalu

Pengkajian dalam tahap ini yaitu mengenai penyakit yang

pernah diderita oleh klien, pengobatan yang dijalani

sebelumnya, pernah dioperasi atau tidak.

d) Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji tentang kesehatan keluarga, apakah dalam keluarga ada

penyakit turunan atau menular

3. Riwayat Obstetric Ginekologi

a) Riwayat menstruasi
25

Meliputi Manarche (pertama kali menstruasi pada usia berapa

tahun), lama menstruasi, siklus menstruasi, karakteristik darah

(warna, konsistensi, dan bau).

b) Riwayat perkawinan

Meliputi usia klien waktu menikah, perkawinan ke berapa

bagi klien dengan suami, serta jarak antara pernikahan dengan

kehamilan sekarang, di tanyakan bila kehamilan yang pertama

bagi klien.

c) Keluarga Berencana

Meliputi alat kontrasepsi yang pernah digunakan klien, berapa

lama di gunakannya, alasan penggunaannya, anjuran siapa,

serta keluhan selama penggunaan alat kontrasepsi tersebut.

d) Riwayat Obstetri

(1) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Seorang ibu dengan Ketuban Pecah Dini akan

diperoleh riwayat kehamilan sebagai berikut. Riwayat

persalinan terdahulu, pemeriksaan dilakukan dimana,

berapa kali mendapat imunisasi TT, pernah meminum

tablet penambah darah atau tidak, keluhan selama

kehamilan anak pertama, persalinan meliputi jenis

persalinan, ditolong oleh siapa, tempat persalinan, faktor

penyulit, keadaan bayi, dan keluhan selama nifas.


26

(2) Riwayat kehamilan sekarang

Riwayat persalinan sekarang akan diperoleh data tentang

keluhan pada saat kehamilan, hari pertama haid terakhir

(HPHT), tafsiran persalinan, jenis persalinan, berat badan

bayi, panjang bayi, APGAR Score, bagaimana keadaan

bayi setelah dilahirkan. Untuk riwayat nifas sekarang data

yang harus dikaji yaitu, sehari setelah persalinan sampai

sebelum dilakukan pengkajian. Meliputi keadaan umum

klien, tinggi fundus uteri, jenis lochea yang keluar, bau

lochea, jumlah lochea yang keluar, pembalut yang

dihabiskan dalam sehari, keadaan payudara, ASI keluar

atau tidak, frekuensi BAK dan BAB.

4. Data Biologis

Data biologis dikaji sebelum melahirkan. Saat dikaji adanya

keluhan dan tingkat kemandirian. Pengkajiannya meliputi :

a. Pola Nutrisi

Meliputi jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi

sebelum dan saat dikaji sebelum dan setelah melahirkan,

jumlah makan dan minum yang dikonsumsi sebelum dan

setelah melahirkan serta adanya riwayat alergi makan dan

minuman bagi klien. Pada ibu dengan Post Sectio Caesarea

atas Indikasi Ketuban Pecah Dini biasanya nafsu makan

berkurang dan mual karena masih ada efek anestesi.


27

b. Pola Eliminasi

Meliputi kebiasaan BAB, frekuensi, warna, konsistensi,

keluhan, kebiasaan BAK, frekuensi, warna, konsistensi,

keluhan.

c. Pola Istirahat dan Tidur

Meliputi kebiasaan tidur siang dan malam. Pada klien dengan

post Sectio Caesarea atas Indikasi Ketuban Pecah Dini

biasanya mengalami sukar tidur karena masih terasa nyeri

sehingga pasien merasakan tidak nyaman.

d. Pola Aktivitas

Meliputi kegiatan yang dilakukan oleh klien. Pada klien

dengan post Sectio Caesarea aktifitas dan mobilisasi dibatasi

pada 24 jam pertama, biasanya klien hanya terbaring ditempat

tidur karena masih ada efek anestesi yang mengharuskan klien

untuk bedrest.

e. Personal Hygiene

Pola personal hygiene hal yang dikaji meliputi frekuensi

mandi, gosok gigi, cuci rambut dan gunting kuku. Pada ibu

dengan post Sectio Caesarea biasanya mengalami perubahan

karena keterbatasan aktivitas.

5. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan penulis yaitu secara head to toe

dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi, akan tetapi dalam penulisannya secara persistem yang


28

meliputi pemeriksaan fisik pada ibu dan bayi. Pemeriksaan fisik

pada ibu post sectio caesarea menurut (Bobak, 2012) meliputi :

a. Keadaan Umum

Penampilan umum dikaji mengenai keadaan umum klien

pada saat pertama kali perawat mengkaji klien. Pada klien post

Sectio Caesarea 24 jam pertama terbaring ditempat tidur,

hanya mobilisasi miring kanan dan miring kiri saja. Pada klien

post Sectio Caesarea dengan anestesi spinal harus bedrest

selama 24 jam.

b. Pemeriksaan Persistem

(1) Sistem Pernafasan

Pemeriksaan sistem pernafasan perlu dikaji, meliputi

frekuensi pernafasan permenit, jenis pernafasan atau paru

adanya penumpukan secret atau tidak.

(2) Sistem Kardiovaskuler

Meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, warna

konjungtiva, peningkatan JVP, bunyi jantung ,CRT,

homen sign.

(3) Sistem Reproduksi

Bentuk kesimetrisan payudara kanan dan kiri, payudara

teraba bengkak atau tidak, keadaan putting dan

kebersihan, hiperpigmentasi putting susu dan aerola

mamae, pengeluaran ASI, pada uteri dikaji tinggi fundus

uteri jika memungkinkan, kekutan kontraksi uterus, jenis


29

lochea, warna, bau, konsistensi, dan volume, serta

kebersihan vulva dan perineum. Pada Sectio Caesarea

atas Indikasi Ketuban Pecah Dini yaitu biasanya payudara

membesar nyeri dan keras pada hari ke 1 dan ke 2 karena

terjadi pembendungan ASI yang tidak diberikan kepada

bayi karena ibu masih harus bedrest, tinggi fundus uteri

setinggi pusat akan tetapi tidak dilakukan palpasi karena

ada luka operasi. Lochea pada hari ke 1-2 adalah lochea

rubra, hari ke 3-7 adalah lochea sanguilenta, hari ke 7-14

adalah lochea serosa, dan 2 minggu setelah persalinan

adalah lochea alba. Biasanya tidak ditemukan tanda-tanda

REEDDHA.

(4) Sistem Persyarafan

Tingkat kesadaran klien, Glasgow Coma Scale (GCS),

orientasi terhadap orang, tempat dan waktu, reflek pupil,

reflek patella, reflek bisep dan trisep , sensasi nyeri

kepala akibat efek dari anestesi, nyeri pada luka operasi,

dan akibat dari pembengkakan payudara yang memicu

terjadinya peningkatan oksitosin, dapat juga dirasakan

akibat stress.

(5) Sistem Perkemihan

Keadaan genetalia,karakteristik urin ( warna, bau dan

jumlah), biasanya pada klien post section caesarea setelah

anestesi akan mengalami perubahan pola miksi akibat


30

pemasangan douwer kateter dan efek anestesi biasanya

urin akan kembali normal dalam 48 jam setelah

pembedahan.

(6) Sistem Muskuloskeletal

Bentuk ekstremitas atas dan bawah, kelengkapan jari,

Range Of Motion (ROM), ada atau tidak edema, diastasis

muskulus rektus abdominalis, terdapat penurunan

kekuatan otot dan rentang gerak. Pada sectio caesarea atas

indikasi ketuban pecah dini yaitu kemampuan ROM dan

kekutan otot menurun karena masih adanya dampak

anestesi dan adanya luka yang menyebabkan nyeri.

(7) Sistem Integumen

Warna kulit, turgor kulit kembali < 3 detik atau tidak,

kebersihan rambut, warna rambut, keadaan kulit kepala

(kebersihan dan ada luka atau tidak), keadaan kuku

(kebersihan dan panjang atau tidak), suhu tubuh, ada atau

tidak kloasma gravidarum, terdapat linea alba atau tidak,

terdapat luka operasi pada daerah abdomen. Biasanya

yang sering terjadi pada klien adalah perubahan integritas

kulit berhubungan dengan adanya luka post sectio

caesarea dan adanya peningkatan suhu tubuh merupakan

reaksi dari kehilangan cairan tubuh selama pembedahan.

(8) Sistem Pencernaan


31

Bentuk bibir, warna, kelembaban, kebersihan mulut,

caries gigi, keadaan gusi, lidah, bising usus, kemampuan

dan keluhan saat BAB. Pada klien dengan post sectio

caesarea atas indikasi ketuban pecah dini pada 24 jam

pertama akan mengalami penurunan peristaltic usus, mual

yang diakibatkan dari efek anestesi, nafsu makan

berkurang, rasa haus dan kesulitan BAB.

(9) Sistem Endokrin

Ada peningkatan kelenjar getah bening dan kelenjar

thyroid atau tidak, fundus mengeras jika dilakukan

massage ringan hal ini berkaitan dengan pengeluaran

oksitosin. Pada klien dengan sectio caesarea atas indikasi

ketuban pecah dini yaitu tidak adanya pembesaran

kelenjar thyroid.

6. Data Psikososial

Meliputi fungsi psikologis dan sosial klien, keterampilan sosial,

hubungan interpersonal dan komunikasi. Pada klien post Sectio

Caesarea atas Indikasi Ketuban Pecah Dini ada tiga fase

penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orang tua.

a. Fase talking-in

Keterampilan dalam perawatan bayi masih tergantung pada

perawat. Ibu masih bersifat pasif dan masih berfokus pada

dirinya sendiri.

b. Fase talking-hold
32

Ibu mulai mau merawat bayinya, ibu sudah menjalankan

tugasnya sebagai seaorang ibu dan mulai belajar mengurus

bayinya dirumah

c. Fase letting-go

Ibu mungkin mengalami depresi karena pengalaman

melahirkan yang mengecewakan.

7. Data Spritual

Kegiatan ibadah, apa keyakinan terhadap kondisinya sekarang,

keyakinan terhadap pelayanan dan kesehatan lain saat ini,

keyakinan terhadap pantangan sesuatu hal pada saat nifas.

8. Data penunjang
Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan darah lengkap meliputi
pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (HTC), leukosit, dan
trombosit.
3. Pengumpulan Data Bayi

Dilakukan menggunakan pendekatan had to toe, yaitu :

a. Keadaan umum

Berat badan, panjang badan, tanda-tanda vital : nadi 120-

160x/menit, suhu 36,5-37,5C, respirasi 40-60x/menit, berat

badan normal 2.500-4000 gram, panjang badan normal 48-52

cm, penilaian APGAR Score meliputi :

Tabel 2.2 Klasifikasi APGAR Score

Klinis 0 1 2

A : Apperent (warna kulit) Pucat atau biru Tubuh merah, Seluruhnya merah
tangan dan kaki
33

biru

P : Pulse (denyut nadi) Tidak teraba Lambat dibawah Diatas 100x/menit


100x/menit

G : Grimace (reflek) Tidak ada Lambat Menangis, batuk


respon/reaksi atau bersin

A : Activity (tonus otot) Tangan dan Ada sedikit Pergerakan aktif .


kaki lumpuh pergerakan kaki dan tangan
(tidak ada bergerak
gerakan)

R : Respiration (pernafasan) Tidak ada Pernafasan Menangis kuat


pernafasan . perlahan/tidak
teratur

Sumber : Anik, 2010.

Keterangan :
1. Asfiksia berat (nilai 0-3) yaitu memerlukan resusitasi

segera setelah aktif dan pemberian oksigen

2. Asfiksia ringan sedang (nilai 4-6) yaitu memerlukan

resusitasi dan oksigen sampai bayi bernafas secara

normal.

3. Bayi normal (nilai 7-10)

b. Kepala

Raba sepanjang garis sutura dan fontanel apakah ukuran

dan tampilannya normal, kesimetrisan kepala, ukuran

lingkaran kepala, penyebaran rambut merata atau tidak.

c. Wajah

Meliputi kesimetrisan, sekitar alis dan dahi tampak rambut

halus, kaji refleks glabella.


34

d. Mata

Meliputi kesimetrisan pergerakan bola mata, konjugtiva dan

sclera kejernihan pupil mata, ada tidaknya secret, refleks pupil

dan blinking.

e. Hidung

Kaji bentuk hidung, periksa ada tidaknya secret, periksa

adanya pernafasan cuping hidung, refleks chassing.

f. Telinga

Periksa bentuk dan posisi telinga,kebersihan kesejajaran

puncak telinga.

g. Mulut

Meliputi kesimetrisan, kaji reflek rooting dan menghisap.

h. Leher

Periksa kesimetrisan leher lakukan pemeriksaan adanya trauma

leher dan lakukan perabaan untuk mengidentifikasi ada atau

tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan distensi vena jugularis.

i. Dada

Periksa kesimetrisan dada, putting susu sudah terbentuk, lihat

pergerakan dada saat bernafas.

j. Abdomen

Kaji keadaan perut dan tali pusat.

k. Punggung
35

Periksa spinal dengan cara ditelengkupkan bayi, cari tanda-

tanda abnormalitas seperti spina bifida, pembengkakan

l. Ekstremitas

(1) Ekstremitas atas

Bentuk kesimetrisan, kelengkapan jumlah jari, refleks

moro, reflek palmar grasping, keadaan kukunya.

(2) Ekstremitas bawah

Bentuk kesimetrisan, kelengkapan jumlah jari, refleks

babinski, keadaan kukunya.

m. Genetalia

Pada wanita genetalia bersih atau kotor, labia mayora

menutupi labia minora. Pada laki-laki genetalia bersih atau

kotor, testis belum turun ke dalam skrotum.

n. Anus dan Rektum

Kaji apakah ada keluran meconium dalam 48 jam setelah

kelahiran. Pada umumunya meconium keluar pada 24 jam

pertama.

9. Analisa Data

Analisa data adalah tahap akhir dari pengkajian untuk menentukan

diagnosa keperawatan. Proses analisa adalah menghubungkan

data yang diperoleh dengan konsep, teori prinsip asuhan

keperawatan yang relevan dengan kondisi klien.

2.4.2 Diagnosa Keperawatan


36

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis yang

mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun

potensial. Tujuan dari diagnosa keperawatan adalah untuk

mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, komunitas

terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).

Diagnosa yang mungkin muncul menurut Doengoes, 2012

1. Gangguan nyaman : nyeri akut berhubungan dengan trauma

pembedahan

2. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan reson fisiologis akibat pembedahan

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma

jaringan/ kulit rusak

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi

5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot

6. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat

pengetahuan

Diagnosa yang mungkin muncul pada bayi baru lahir menurut

Doengoes, 2012 yaitu :

1. Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan

dengan kehilangan panas Ke lingkungan

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan

lingkungkan dan ketidakadekuatan imunitas yang didapat.

2.4.3 Intervensi
37

Perencanaan keperawatan merupakan tugas lanjut dari perawatan

setelah mengumpulkan data yang bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan ibu sesuai dengan pengkajian yang telah dilakukan.

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi, atau mengoreksi masalah – masalah yang telah

diidentifikasi pada diagnosis keperawatan. Pada tahap ini ditetapkan

tujuan dan alternative tindakan yang akana dilakukan pada tahap

implementasi dalam upaya memecahkan masalah atau mengurangi

masalah ibu (Nursalam, 2009 dalam Maria, 2017).

I. Intervensi keperawatan pada ibu

1. Gangguan nyaman : nyeri akut berhubungan dengan trauma

pembedahan

a. Tujuan : ketidaknyamanan ; nyeri berkurang atau hilang

b. Kriteria hasil :

1) Mengungkapkan kekurangan rasa nyeri

2) Tampak rileks mampu tidur .

Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital 1. Pada banyak klien nyeri dapat
menyebabkan gelisah serta tekanan
darah dan nadi meningkat.
2. Kaji skala nyeri yang dirasakan 2 Skala nyeri dapat menunjukan kualitas
klien (0-10) secara bertahap nyeri yang dapat dirasakan klien.
seetiap 2 jam .
3. Tentukan karakteristik dan 3. klien mungkin tidak secara verbal
lokasiketidaknyamanan,perhatika melaporkan nyeri dan ketidaknyamanan
nn isyarat verbal dan non verbal secara langsung.membedakan
seperti meringis,kaku, gerakan karakteristik dari nyeri, membantu
melindungi atau terbatas membedakan nyeri pasca operasi dari
terjadi komplikasi.
4. Ajarkan klien untuk melakukan 4. Teknik relaksasi nafas dalam dapat
teknik relaksasi nafas dalam. menurunkan rasa nyeri dan
meningkatkan koping individu.
5. Ubah posisi klien, kurangi 5. Merileksasikan otot dan mengalihkan
38

ransangan berbahaya dan berikan perhatian dari sensasi nyeri.


massase punggung dan gunakan Meningkatkan kenyamanan dan
teknik pernafasan ,relaksasi dan menurukan distraksi tidak
distraksi. menyenangkan
6. Kolaborasi dengan tim medis 6. Pemberian analgetik dapat menurunkan
dalam pemberian therapy rasa nyeri,meningkatkan kenyamanan
analgetik yang memperbaiki status psikologis
dan meningkatkan mobilitas.

2. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan reson fisiologis akibat pembedahan.

a. Tujuan : Nutrsi terpenuhi sesuai kebutuhan

b. Kriteria hasil : Mengungkapkan bahwa porsi makan habis

setiap kali makan, menunjukan adanya pemenuhan nutrisi

yang adekuat seperti tidak mengalami kelemahan fisik, BB

yang sesuai dengan Indeks Masa Tubuh.

Intervensi Rasional

1. Kaji status nutrisi sesuai BB,TB, 1. Mengetahui status nutrisi klien dan
pola makan yang lalu dan melakukan intervensi yang tepat.
makanan yang disukai atau tidak.

2. beri makanan yang tidak 2. meningkatkan asupan makanan dan


merangsang saluran cerna dalam
meningkatkan keefektifan diet.
porsi kecil dan hangat.

3. tekankan pentingnya makanan 3. untuk mempercepat kesembuhan


untuk kebutuhan klien dalam klien.
proses penyembuhan.
4. Anjurkan klien makan sedikt tapi 4. porsi sedikit tapi sering untuk
sering untuk mencukupi mencukupi kebutuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi.
klien.
5. Anjurkan klien minum air hangat 5. dengan air hangat dapat menetralkan atau
sebelum klien makan mengurangi kelebihan NCL sehingga
rasa mual berkurang.
6. Berikan pendidikan kesehatan 6. Dapat meningkatkan kesadaran klien
tentang pentingnya nutrisi tinggi untuk memenuhi nutrisinya yang
kalori tinggi protein bagi ibu post adekuat.
sectio caesarea.
39

7. Kolaborasi pemberian antiemetik 7. Mengurangi rasa mual.


bila diperlukan.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma

jaringan/ kulit rusak

a. Tujuan : Infeksi tidak terjadi

b. Kriteria hasil :

1) Luka bekas dari drainase purulent dengan tanda awal

penyembuhan

2) Bebas dari infeksi, tidak demam, urin jernih kuning pucat.

Intervensi Rasional
1. Pantau ttv dengan rutin dan sesuai 1. Peningkatan nadi dan suhu 24 jam
indikasi; catat tanda-tanda pertama sangat menandakan infeksi,
menggigil,anoreksia, dan malaise peningkatan suhu sampai 38 c pada 2
hari dari 10 hari pertama pasca
melahirkan adalah bermakna.
2. Anjurkan dan gunakan teknik 2. Mencegah dan membatasi
mencuci tangan dengan cermat penyebaran infeksi.
dan benar setiap kontak dengan
klien
3. Bersihkan luka menggunakan 3. Melindungi klien dari sumber infeksi
prinsip aseptic dan antisptic sehingga akan terhindar dari terjadinya
dengan mengganti balutan 2 kali infeksi.
sehari.
4. Kaji daerah luka post operasi 4. Membantu menghilangkan media
terhadap adanya tanda-tanda pertumbuhan bakteri, meningkatkan
infeksi. hygiene.
5. Diskusikan dengan klien 5. Membantu mencegah penyebaran
pentingnya kontinuitas tindakan infeksi.
keperawatan yang baik dan benar
setelah pulang.
6. Berikan informasi tentang 6. protein membantu meningkatkan
makanan pilihan tinggi protein, penyembuhan dan regenerasi jaringan
vitamin C dan zat besi. baru, zat besi perlu untuk sintesis HB,
vitamin C memfasilitasi absorpsi besi
dan untuk sintesis dinding sel.
7. Kolaborasi pemberian antibiotik 7. Mencegah terjadinya infeksi.
sesuai dosis

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi


40

a. Tujuan : intoleransi aktivitas tidak terjadi

b. Kriteria hasil :

1) Klien dapat beraktivitas dengan mandiri secara bertahap

2) ADL mulai sendiri

3) Kekuatan otot

Intervensi Rasional

1. Kaji ulang tingkat kemampuan klien 1. Mungkin klien tidak mengalami


untuk beraktivitas. perubahan berarti,tetapi perdarahan
masif perlu diwaspadai untuk
mencegah kondisi klien lebih buruk.
2. Kaji ulang adanya faktor penyebab 2. Mengetahui yang menyebabkan klien
yang menyebabkan klien intoleransi. intoleransi terhadap aktivitas
3. Bantu klien untuk memenuhi 3. Memenuhi kebutuhan ADL klien
kebutuhan aktivitas sehari-hari.
4. Kaji kekuatan otot. 4. Mengetahui kekuatan otot klien
dalam beraktivtas

5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot

a. Tujuan : bising usus aktif dan keluarnya flatus, mendapatkan

kembali pola eliminasi biasanya/optimal dalam pasca partum

b. Kriteria hasil : pasien mampu BAB

Intervensi Rasional

1 . Auskultasi terhadap adanya bising usus 1. Mengevaluasi fungsi usus

2. Berikan informasi diet makanan 2.Makanan berserat (buah dan sayur)


berserat merangsang eliminer

3. Anjurkan peningkatan aktivitas 3.Membantu meningkatkan peristaltik


gastrointestina

4. Kolaborasi berikan laktasit, pelunak 4.Untuk meningkatkan kebiasaan defekasi


feses normal dan mencegah mengejan

6. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat

pengetahuan
41

a. Tujuan : klien mampu mendemontrasikan menyusui secara

efektif

b. Kriteria hasil : dapat mengungkapkan pemahamn tentang

proses atau situasi menyusui, mendemonstrasikan

teknikefektif dari menyusui, menunjukan kepuasan regimen

menyusui satu sama lain.

Intervensi Rasional

1. Kaji pengetahuan dan pengalaman 1. membantu dalam mengidentifikasi


kebutuhan saat ini dan
mengembangkan rencana keperawatan
2. Memberikan informasi verbal dan 2. Membantu menjamin suplai air susu
tertulis, mengenai fisiologi dan aekuat, mencegah puting pecah dan lika,
keuntungan menyusui, perawatan memberikan kenyamanan dan membuat
puting dan payudara, kebutuhan diet peran ibu menyusui.
khusus dan faktor-faktor yang
mempermudahkan atau mengganngu
keberhasilan menyusui.
3. Demonstrasikan dan tinjau ulang 3. Posisi yang tepat biasanya mencegah
teknik-teknik menyusui. Perhatikan luka puting, tanpa memperhatikan
posisi bayi selama menyusui dan lama lamanya menyusui.
menyusui.
4. Anjurkan klien untuk meringankan 4. Pemanjanan pada udara panas membantu
puting dengan udara selama 20-30 mengencangkan putting, sedangkan
menit setelah menyusui atau sabun dapat menyebabkan kering.
menggunakan lampu pemanasa Mempertahankan putting dalam
dengan lampu 40 watt ditempatkan 18 keadaan lembab meningkatkan
inci dari payudara selama 20 menit. pertumbuhan bakteri dan kerusakan
Instruksikan klien hindari penggunaan kulit.
sabun atau penggunaan bra berlapis
plastik dan mengganti pembalut bila
basah atau lembab.
5. Instruksikan klien untuk menghindari 5. Ini telah diketahui menambah kegagalan
penggunaan perlindungan putting laktasi. Perlindung mencegah mulut
kecuali secara khusus diindikasikan. bayi untuk kontak dengan putting ibu,
yang mana perlu untuk melanjutkan
perlepasan prolactin dan dapat
mengganggu atau mencegah tersedianya
suplai susu yang adekuat.
6. Berikan pelindung putting payudara 6.Pelindung payudara, latihan dan kompres
khusus untuk klien menyusui dengan
es membantu putting lebih ereksi ;
puting masuk atau datar. Anjurkan
penggunaan kompres es sebelum teknik hoffman melepaskan
menyusui dan latihan putting dengan
perlengketan yang menyebabkan
memutar ibu jari dan jari tengah
dengan menggunakan teknik hoffman. inverse putting.
42

II. Intervensi pada bayi

1. Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan

dengan kehilangan panas Ke lingkungan

a. Tujuan : Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan

kehilangan panas ke lingkungan.

b. Kriteria hasil : dapat mempertahankan suhu dalam batas

normal dan bebas dari tanda – tanda stress, dingin atau

hipotermia.

Intervensi Rasiomal
1. Pertahankan suhu lingkungan dalam 1. Dalam respon terhadap suhu
zona termoneral yang ditetapkan lingkungan yang rendah, bayi cukup
dengan mempertimbangkan berat bulan meningkat suhu tubuhnya
badan neonatus usia gestasi dan dengan menangis atau meningkatkan
pakaian yang biasa diberikan. akitifitas motoric. Karena
mengkonsumsi energi lebih banyak
(simpanan glukosa) dan meningkatkan
kebutuhan O2 mereka. Sebaliknya
kegagalan untuk mempertahankan
suhu lingkungan dalam batas diatas
dengan konsumsi O2 dehidrasi,
hipotensi, kejang dan hipotermi.
2. Pantau aksila bayi (abdomen) atau 2.Stabilisasi suhu mungkin tidak terjadi
suhu timpanik dan lingkungan sedikit sampai 8-12 jam setelah lahir,
setiap 35-60 menit selama periode kecepatan konsumsi O2 dan
stabilisasi, atau lebih sering. metabolisme minimal bila suhu kulit
dipertahankan diatas 36.5 C. Suhu
diukur diatas abdomen adalah indikator
awal dan lebih dapat dipercaya dari
stress karena dingin, karena suhumya
akan menurun sebagai respon terhadap
vasiokonetriksi perifer.
3. Kaji frekuensi pernafasan, perhatikan 3.Bayi menjadi takipnea dalam respon
takipne ( frekuensi lebih besar dari terhadap peningkatan kebutuhan O2
60 /menit yang dihubungkan dengan stress
dingin dan upaya mengeluarkan
kelebihan karbon dioksida untuk
menurunkan oksidosid respiratori.
4. Mandikan bayi dengan cepat untuk 4.Mengurangi kemungkinan kehilangan
menjaga supaya bayi tidak panas melalui evaporasi dan konveksi
kedinginan, hanya membuka bagian membantu menghemat energi
tubuh tertentu dan mengeringkannya
43

dengan segera, jamin lingkungan


bebas dingin
5. Perhatikan tanda-tanda dehidrasi 5.Suhu aksila lebih tinggi 37,5 C
(misalnya turgor kulit buruk, dipertimbangkan hipertermik dan dapat
perlambatan berkemih, membrane meningkatkan panasberlebihan padabayi,
mukosa kering, peningkatan suhu) dehidrasi dapat terjadi pada hubungannya
dengan peningkatan 3x kehilangan air.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan

lingkungkan dan ketidakadekuatan imunitas yang didapat.

a. Tujuan : tidak terjadi infeksi

b. Kriteria hasil : bebas dari tanda – tanda infeksi dan

menunjukkan pemulihan tepat waktu pada punting tali pusat

dan sisi sirkum sisi, bebas dari drainase atau eritema.

Intervensi Rasional

1. Anjurkan pada orang tua untuk 1. Mencuci tangan yang benar adalah
mencuci tangan sebelum memegang faktor penting dalam melindungi bayi
bayi. barulahir dari infeksi.
2. Kaji tali pusat dan area pada dasar tali 2.Meningkatkan pengeringan dan
pusat setiap hari dari adanya pemulihan, meningkatkan nekrosis dan
kemerahan, bau dan rabas. pengelupasan normal dan
menghilangkan medis lembab untuk
pertumbuhan bayi.
3. Inspeksi mulut bayi terhadap adanya 3.Bercak putih yang tidak dapat
plak putih pada mukosa oral, gusi dan dihilangkan cenderung berdarah dan
lidah. disebabkan oleh candida albicans.
4. Inspeksi kulit setiap hari terhadap 4.mencegah invasi patogen
ruam atau kerusakan integritas kulit
5. Pelihara peralatan individual dan 5.Membantu mencegah kontaminasi silang
bahan-bahan persediaan untuk setiap terhadap bayi melalui kontak langsung
bayi atau droplet.

2.4.4 Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah

direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan


44

mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan

kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan

lain.Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang

didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas

kesehatan lain (Mitayani, 2012).

2.4.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan menurut Kozier (2010) adalah fase kelima atau

terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi

struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu

menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Evaluasi

sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi

efektifitas pengambilan keputusan.


45
BAB III

METODE PENGELOLAAN KASUS

3.1 Rancangan Studi Kasus

Desain penelitian atau rancangan penelitian pada dasarnya adalah strategi

untuk memperoleh data yang dipergunakan untuk menguji hipotesa meliputi

penentuan pemilihan subjek, dari mana informasi atau diperoleh, teknik

yang digunakan untuk mengumpulkan data, prosedur yang ditempuh untuk

pengumpulan serta perlakuan yang akan diselenggarakan (khusus untuk

penelitian eksperimental). Desain penelitian ditetapkan dengan mengacu

pada hipotesa yang telah dibangun. Pemilihan desain yang tepat sangat

diperlukan untuk menjamin pembuktian hipotesa secara tepat pula.

3.2 Subyek Studi Kasus

Pada sub bab ini mendeskripsikan tentang karakteristik kasus yang akan

diteliti. Unit dalam keperawatan umumnya adalah klien dan atau

keluarganya. Subyek yang digunakan adalah klien dan atau keluarga dengan

masalah keperawatan dan diagnosis medis post sectio caesarea atas indikasi

ketuban pecah dini.

3.3 Fokus Studi

Asuhan keperawatan pada Ny. X P..A.. Dengan Post Sectio Caesarea Hari

Ke-0 Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini Di Ruang Raden Dewi Sartika

RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.

3.4 Definisi Operasional

Asuhan keperawatan pada Ny. X P..A.. Dengan Post Sectio Caesarea Hari

Ke-0 Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini. Sectio caesaria adalah suatu cara

46
47

melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui

dinding depan perut. (Amru Sofian, 2012 dalam Amin & Hardi, 2016).

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion

sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput

amnion sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa

kontraksi (Mitayani, 2012).

3.5 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

3.5.1 Lokasi Pengelolaan Kasus

Pengelolaan kasus akan dilaksanakan di Ruang Raden Dewi Sartika

RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.

3.5.2 Waktu Pengelolaan Kasus

Studi kasus ini dilakukan dirumah sakit lama waktu sejak klien

pertama kali masuk rumah sakit sampai pulang dan atau klien yang

dirawat minimal 3 hari. Jika sebelum 3 hari klien sudah

diperbolehkan pulang, maka penggantian klien lainnya yang sejenis.

Bila perlu dapat dilanjutkan dalam bentuk home care.

3.6 Metode Pengumpilan Data

Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya. Contoh variasi metode ialah :

wawancara, pengamatan atau observasi, dan dokumentasi.

3.6.1 Wawancara

Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, dahulu – keluarga dan lain- lain).

Sumber data dari klien, kelurga dan perawat.


48

3.6.2 Observasi

Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pendekatan inspeksi,

auskultasi dan perkusi

3.6.3 Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi mengenai kondisi pasien (hasil dari pemeriksaan

diagnostik dan data lain yang relevan).

3.7 Analisa Data dan Penyajian Data

Analisis data disebut juga dengan pengolahan dan penafsiran data. Analisis

data menurut Nasution adalah “proses menyusun data agar dapat ditafsirkan,

menyusun data berarti menggolongkannya dalam pola,tema atau kategori”.

Analisis data sebaiknya dilakukan sejak awal, sebagaimana ungkapan

Nasution yang dikutip Sugiyono “analisa telah mulai sejak merumuskan dan

menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan, dan berlangsung terus

sampai penulisan hasil penelitian.”

Analisis data merupakan proses kegiatan pengolahan hasil penelitian, yang

dimulai dari menyusun, mengelompokkan, menelaah, dan menafsirkan data

dalam pola serta dengan hubungan antar konsep dan merumuskannya dalam

hubungan antara unsur – unsur lain agar mudah dimengerti dan dipahami.

Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan :

3.7.1 Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,

dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian

disalin dalam bentuk transkip ( catatan terstruktur).


49

3.7.2 Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data pada tahap ini dilakukan pemilihan tentang relevan atau

tidaknya antara data dengan tujuan penelitian.

3.7.3 Penyajian Data (Data Display)

Display data untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau

bagian – bagian tertentu dari gambaran keseluruhan.

3.7.4 Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing and

Verification)

Penarikan kesimpulan dan verifikasi data, kegiatan ini

dimaksudkan untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan

mencari hubungan, persamaan atau perbedaan. Verifikasi

dimaksudkan agar penilaian tentang kesesuaian data dengan maksud

yang terkandung dalam konsep – konsep dasar dalam penelitian

tersebut lebih tepat dan obyektif.

3.8 Etik Studi Kasus

Dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus menurut

(Rahaju, 2012), terdiri dari :

3.8.1 Informed consent (Persetujuan menjadi klien)

Informed consent adalah bentuk persetujuan antara peneliti dengan

subjek penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi subyek penelitian.


50

3.8.2 Anonimity (Tanpa nama )

Salah satu cara untuk menjamin kerahasiaan subyek penelitian adalah

tidak mencantumkan nama subyek penelitian dalam penyajian hasil

penelitian.

3.8.3 Confudentiality (Kerahasiaan)

Bila penelitian menyangkut data pribadi, kesehatan, data lain yang

dianggap rahasia oleh subyek penelitian maka peneliti harus menjaga

kerahasian data tersebut.

3.8.4 Justice (Keadilan bagi seluruh subjek pengambilan kasus)

Kewajiban memperlakukan setiap manusia secara baik dan benar,

memberikan apa yang menjadi haknya, tidak membebani dengan apa

yang bukan menjadi kewajibannya dan memperlihatkan masalah

kerentanan (vulnerability).

3.8.5 Beneficience ( Etika berbuat baik )

Peneliti mampu melaksanakan pengambilan kasus dan sekaligus

mampu menjaga kesejahteraan subjek pengambilan kasus tanpa

menentang kesengajaan yang dapat merugikan subjek pengambil

kasus.
DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, A, Fatimah. (2019) Patologi Kehamilan Memahami Berbagai Penyakit &


Komplikasi Kehamilan. Yogyakarta : PUSTAKA BARU PRESS

Nani, D. (2018) Fisiologi Manusia Siklus Reproduksi Wanita. Jakarta :


PENEBAR Plus

Ratnawati, A. (2017) Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : PUSTAKA


BARU PRESS

Jamille, N. (2017) Kesehatan Ibu & Bayi Baru Lahir Pedoman Untuk Perawat
dan Bidan. Jakarta : Erlangga

Hernawati, Kamila . (2017) Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal


(Dengan Soal-soal Latihan Kasus Berbasis Uji Kompetensi Nasional). Jakarta :
CV. Trans Info Media

Kusuma, Hardhi. (2016) Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan


Diagnosa Nanda, NIC, NOC Dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta : Mediaction
Jogja

Hartati, Suryani. (2015) Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Sectio Caesarea.
Jakarta : CV. Trans Info Media

Johnson, J. (2014) Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Rapha Publising

Sukarni, I, Wahyu, P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta :


Nuha Medika

Bobak, at all. (2012) Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi IV. Jakarta :
EGC

Doengoes,at all. (2012) Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Jakarta : EGC

Doengoes, (2012) Dalam Asuhan Keperawatan Post Operasi.

Prawirohardjo, Sarwono. (2011) Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo, Jakarta

Mitayani. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas/Mitayani. Jakarta : Salemba


Medika

Reeder. (2011) Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga.


Jakarta : EGC
Nursalam. (2011) Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika

Sibagariang, E. et. al. (2010) Kesehatan Reproduksi Wanita . Jakarta : CV. Trans
Info Media

Kementrian Kesehatan RI. 2019 . Profil Kesehatan RI 2018. Kementrian


Kesehatan : Jakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Barat . Jawa Barat

Kemenkes RI. 2018

Betty Nir Susanti, Atik Kridawati, Tri Budi Wahyuni Raharjo. 2018. Aanlysis
Incidence Of Premature Rupture Of Membranes On Maternity Mother At
Pratama Melania Clinic, Pademangan, North Jakarta. Jurnal Formil (Forum
Ilmiah) KesMas Respati, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2018.

Andi Julia Rifiana, Hasanah. 2018. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan


Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin DiPuskesmas Tanggeung Cianjur. Jurnal
Ilmu dan Budaya, Vol. 41, No. 60, September 2018.

Ulfa Maria. (2017) Asuhan Keperawatan Pada Ny. S P1 A0 Post Sectio Caesarea
Hari Ke-0 Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini Di Ruang Mawar Merah Rsud. R.
Syamsudin, S.H Kota Sukabumi. KTI STIKES Sukabumi

STIKES Sukabumi. (2020) Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI).


Sukabumi

Anda mungkin juga menyukai