Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 500.000

kematian ibu melahirkan diseluruh dunia setiap tahunnya. Angka kematian

ibu (AKI) di Indoneisa tahun 2018-2019 terdapat penurunan dari 4.226

menjadi 4.221 kematian per 100.000 kelahiran hidup ibu di Indonesia

berdasarkan laporan. Pada tahun 2019 penyebab kematian ibu terbanyak

adalah perdarahan (1.280 kasus), hipertensi dalam kehamilan (1.066 kasus),

dan infeksi yaitu sebanyak (207 kasus) (Profil Kesehatan Indonesia, 2019).

Angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Jambi tahun 2018-2019

berjumlah 46 kasus dengan jumlah kelahiran hidup 66.106 per 100.000

kelahiran hidup jumlah AKI mengalami kenaikan pada tahun 2019 yaitu 59

kasus dengan jumlah kelahiran hidup 65.762 penyebab kematian ibu di

Provinsi Jambi yaitu salah satunya perdarahan sebanyak 18 kasus (Profil

Kesehatan Indonesia, 2019).


World Health Organization (2017), secara global hanya 40% bayi di

bawah usia 6 bulan yang di susui secara ekslusif. United Children’s Fund

(UNICEF), hanya 42% bayi di Indonesia yang di berikan ASI ekslusif hingga

6 bulan (Awaliyah et al., 2019:1). Pada tahun 2019 pemberian ASI ekslusif di

Indonesia sebesar 67,74% (Kemenkes RI, 2019). Angka ASI ekslusif Provinsi

Jambi tahun 2019 hanya sebesar 56,01% (Dinkes Provinsi Jambi, 2019).

Laporan Kabid Kesga dan Gizi mengenai ASI ekslusif di Kota Jambi Tahun

2019, hanya 69,67% bayi yang mendapatkan ASI ekslusif ¿6 bulan dan hanya

56,64% bayi diberikan ASI ekslusif ≥ 6 bulan (Dinkes Kota Jambi, 2019).

Persalinan merupakan saat yang menegangkan dan menggugah emosi

ibu dan keluarganya, bahkan dapat pula menjadi saat yang menyakitkan dan

menakutkan bagi ibu. Persalinan terbagi menjadi 2 jenis yaitu persalinan

normal dan persalinan Sectio Caesarea (SC). Persalinan normal adalah proses

pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina

kedunia luar. Persalinan adalah proses yang dimulai dengan kontraksi uterus

yang menyebabkan dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi dan plasenta

(Maternity, 2016). Persalinan SC adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat

rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2012).
Menurut World Health Organitation (WHO), 2014 SC terus meningkat

di seluruh dunia, khususnya di negara-negara berpenghasilan menengah dan

tinggi, serta telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama dan

kontroversial. Negara tersebut diantaranya adalah Australia (32%), Brazil

(54%), dan Colombia (43%). Angka kejadian SC di Indonesia tahun 2006

sampai dengan 2012 rata-rata kejadian SC meningkat menjadi sebesar 12%.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan kelahiran

bedah sesar sebesar 9,8 % dengan roporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan

terendah di Sulawesi Tenggara (3,3%).

Masa nifas adalah masa dimulai 1 jam pertama sesudah lahirnya plasenta

sampai 6 minggu setelah melahirkan. masa nifas (puerperium) dimulai setelah

kelahiran plasenta dan berahir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil (Sarwono, 2012). Ambulasi dini atau mobilisasi dini

post SC merupakan hal yang penting dalam periode pasca pembedahan.

Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis

karena hal itu essensial untuk mempertahankan kemandirian. Ambulasi dini

post SC harus dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap mobilisasi dini pada

pasien post SC adalah pada 6 jam pertama setelah operasi, pasien harus tirah

baring dan hanya bisa menggerakan lengan, tangan, menggerakan ujung jari

kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot

betis serta menekuk dan menggeser kaki. (Kasdu, 2003).


Upaya pengeluaran ASI ada dua hal yang mempengaruhi yaitu produksi

dan pengeluaran. Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin sedangkan

pengeluaran dipengaruhi oleh hormon oksitosin. Hormon oksitosin akan

keluar melalui rangsangan ke puting susu melalui isapan mulut bayi atau

melalui pijatan pada tulang belakang ibu bayi, dengan dilakukan pijatan pada

tulang belakang ibu akan merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa

nyeri dan mencintai bayinya, sehingga dengan begitu hormon oksitosin

keluar dan ASI cepat keluar, pijat ini dinamakan pijat oksitosin

(Wulandari dkk, 2014).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardiyaningsih (2011) tentang

efektifitas kombinasi teknik marmet dan pijat oksitosin terhadap produksi

ASI menunjukkan bahwa kombinasi keduanya efektif dapat meningkatkan

produksi ASI. Sedangkan penelitian Astuti dan Suryani (2010), mengatakan

bahwa terdapat pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI ibu

postpartum.

Berdasarkan latar belakang dari uraian diatas penulis ingin mengetahui

lebih dalam tentang “Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Pada Ny. R P1A0 Hari

Pertama Dengan Post SC Di RSUD Raden Mattaher Tahun 2021”.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, rumusan masalah dalam

studi kasus ini adalah Bagaimana Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Pada Ny. R

P1A0 Hari Pertama Dengan Post SC Di RSUD Raden Mattaher Tahun 2021.

C. Tujuan

1. Mahasiswa mampu menerapkan dan melakukan Asuhan Kebidanan Ibu

Nifas Pada Ny. R P1A0 Hari Pertama Dengan Post SC Di RSUD Raden

Mattaher Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan Pengkajian Ibu Nifas Pada Ny. R P1A0 Hari Pertama

Dengan Post SC Di RSUD Raden Mattaher Tahun 2021.

b. Merumuskan Diagnosa Kebidanan Ibu Nifas Pada Ny. R P1A0 Hari

Pertama Dengan Post SC Di RSUD Raden Mattaher Tahun 2021.

c. Menyusun perencanaan Kebidanan Ibu Nifas Pada Ny. R P1A0 Hari

Pertama Dengan Post SC Di RSUD Raden Mattaher Tahun 2021.

d. Melaksanakan implementasi sesuai dengan masalah Kebidanan Ibu

Nifas Pada Ny. R P1A0 Hari Pertama Dengan Post SC Di RSUD

Raden Mattaher Tahun 2021.

e. Mengevaluasi Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Pada Ny. R P1A0 Hari

Pertama Dengan Post SC Di RSUD Raden Mattaher Tahun 2021.


D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam

mempersiapkan, mengumpulkan, dan menginformasikan data hasil Asuhan

Kebidanan Ibu Nifas Pada Ny. R P1A0 Hari Pertama Dengan Post SC Di

RSUD Raden Mattaher Tahun 2021.

2. Bagi Tempat Penulisan

Dapat dijadikan sebagai acuan dan dapat diterapkan dalam Melaksanakan

asuhan kebidanan serta meningkatkan kemampuan dalam merawat pasien

post operasi sectio caesaria.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Kebidanan

Menambah ilmu dan keterampilan dalam kegiatan proses belajar mengajar

khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien post sectio caesaria.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa nifas

1. Definisi Masa Nifas

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya

plasenta sampai dengan 6 minggu (42 Hari) setelah itu. Pelayanan pasca

persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu

dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan

komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan

pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu

(Prawirohardjo, 2016)

Post partum merupakan masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam

setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.

Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk

memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi

dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta

penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan,

imunisasi, dan nutrisi bagi ibu (Prawirohardjo, 2010).


1. Tahapan masa nifas

a. Masa nifas menurut (Sataloff et al., 2018) terbagi menjadi 4 periode :

Periode immediate postpartum masa segera setelah plasenta lahir sampai

dengan 24 jam. Pada masa ini merupakan fase kritis, sering terjadi insiden

perdarahan postpartum karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan perlu

melakukan pemantauan secara kontinyu, yang meliputi; kontraksi uterus,

pengeluaran lochea, kandung kemih, tekanan darah dan suhu.

b. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu) pada fase ini bidan

memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan,

lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan

dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.

c. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu) pada periode ini bidan tetap

melakukan asuhan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling perencanaan

KB.

d. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau komplikasi.
2. Perubahan anatomi fisiologi masa nifas

Perubahan anatomi fisiologi masa nifas menurut (Asih Yusari, 2016).

a. Sistem reproduksi

1) Involusi uteri

Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi

posisi fundus uteri berada kurang lebih di pertengahan antara umbilikus

dan simpisis pada 1 minggu post partum. Kemudian, 14 hari

postpartum TFU mengkerut, telah turun masuk ke dalam rongga

panggul dan tidak dapat lagi diraba dari luar. Pada 6 minggu post

partum uterus kembali normal.

2) Pengeluaran lochea

3) Vagina dan Perineum

Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami

penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua

organ kembali dalam keadaan sebelum hamil. Perubahan pada

perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami

robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan atau pun

dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu.

b. Sistem pencernaan

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama 2-3 hari setelah

melahirkan.

c. Sistem perkemihan

Perlvis, ginjal dan ureter yang meregang dan berdilatasi selama

kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan.


d. Menurut Varney (2008) bahwa distensi kandung kemih yang timbul segera

setelah persalinan bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik,

mempengaruhi letak uterus dan mengakibatkan perdarahan Sistem

muskuloskeletal

Selama hamil dinding abdomen meregang setelah bersalin dinding

abdomen akan lemebek (pemisahan muskulus rektus abdominus).

3. Adaptasi psikologi masa pada nifas

Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang

proses kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan

seorang wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu

setelah persalinan. Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk

bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu memerlukan

adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah, fase-fase yang akan dialami

oleh ibu pada masa nifas antara lain :

a. Fase Taking In

Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari

hari pertama sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada

dirinya sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.

Ketidaknyamanan yang dialami antara lain rasa mules, nyeri pada luka

jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini

adalah istirahat cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi.


b. Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa

khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan

bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang

periu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian

penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya.

Tugas bidan antara lain : Mengajarkan cara perawatan bayi, cara

menyusui yang benar, cara perawatan luka jahitan, senam nifas, pendidikan

kesehatan gizi, istirahat, kebersihan diri dan lain-lain.

c. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran

barunya, fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai

dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Terjadi

peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan

peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan

bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi.

Kebutuhan akan istirahat masih diperlukan ibu untuk menjaga kondisi

fisiknya (Asih Yusari, 2016).


4. Tujuan asuhan masa nifas

Menurut Yusri Asih, dkk (2016) tujuan asuhan masa nifas yaitu :

a. Memulihkan kesehatan klien

1) Menyediakan nutrisi sesuai kebutuhan

2) Mengatasi anemia

3) Mencegah infeksi dengan memperhatikan kebersihan dan Sterilisasi

4) Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot (senam

nifas) untuk memperlancar peredaran darah.

b. Mempertahankan kesehatan fisik dan psikologis

c. Mencegah infeksi dan komplikasi

d. Memperlancar pembentukan dan pemberian air susu ibu (ASI)

e. Mengajak ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas

selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang optimal

f. Memberikan pendidikan kesehatan dan memastikan pemahaman serta

kepentingan tentang perawatan kesehatan diri, nutirsi, KB, cara dan manfaat

menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehat pada ibu dan

keluarganya melalui KIE.

g. Memberikan pelayanan keluarga berencana

Tata laksana/prosedur asuhan ibu nifas meliputi :

1) Periksa 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)

2) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

3) Pemantauan keadaan umum ibu

4) Melakukan hubungan antara bayi dan ibu (bounding attachment)

5) ASI ekslusif
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermi

B. Sectio Caesarea

1. Pengertian

Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi

pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010). Menurut Amru Sofian

(2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin & Hardhi, 2013).

Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi pada dinding

abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi) (Rasjidi, 2009). Dari

beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang tujuannya untuk

mengeluarkan janin dengan cara melakukan sayatan pada dinding abdomen dan

dinding uterus.

2. Klasifikasi

a. Section cesaria klasik / corporal : insisi memanjang pada segmen atas


uterus
b. Section cesaria transperineals profunda: insisi pada bawah
rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang
c. Section cesaria extra peritonilis: Rongga peritoneum tak dibuka,
dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi : Setelah sectio cesaria dilakukan
hysteroktomy dengan indikasi: Atonia uteri, plasenta accrete,
myoma uteri, infeksi intra uterin berat
3. Etiologi

Menurut Amin & Hardi (2013) etiologi Sectio Caesarea ada dua

yaitu sebagai berikut:

a. Etiologi yang berasal dari ibu

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para


tua disertai kelainan letak ada, disporporsi sefalo pelvik

(disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan

persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, placenta

previa terutama pada primigravida, solutsio placenta tingkat I -

II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi-eklampsia, atas

permitaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM),

gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan

sebagainya).

b. Etiologi yang berasal dari janin

Fetal distress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi

kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil,

kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi.

4. Komplikasi

Menurut Wikjosastro (2007) komplikasi Sectio Caesarea sebagai

berikut:

a. Komplikasi pada ibu

a. Infeksi puerperal

Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama

beberapa hari dalam masa nifas; atau bersifat berat, seperti peritonitis,

sepsis dan sebagainya. Infeksipostoperatif terjadi apabila sebelum

pembedahan sudah ada gejala – gejala yang merupakan presdisposisi

terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,

tindakan vaginal sebelumnya).

2) Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika

cabang – cabang arteri uterina ikut terbuka, atau karena


atonia uteri.

3) Komplikasi – komplikasi lain seperti luka kandung kencing,

embolisme paru – paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.

4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang

kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan

berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa

ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

2. Komplikasi pada bayi

Nasib anak yang dilahirkan dengan Sectio Caesarea banyak

tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk

melakukan Sectio Caesarea.

C. Patofisiologi Serotinus

Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan

kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat

dibuktikan dengan penurunan estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi

plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko 3

kali. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup

memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga

pemasakan nutrisi dan O2 menurun menuju janin

di samping adanya spasme arteri spiralis menyebabkan janin resiko

asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurun sirkulasi darah menuju

sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat dan

penurunan berat disebut dismatur, sebagian janin bertambah besar sehingga

memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin,


jumlah air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan perubahan

abnormal jantung janin.

D. Patofisiologi Oligohydramnion

Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan

dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan

Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal

ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang

sedikit).

Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru

lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion

menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan

dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter).

Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh

menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru- paru

(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal

ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal

bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal

gagal berfungsi.
E. Pijat Oksitosin

1. Pengertian

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada

sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam

dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin

setelah melahirkan. Selain memberi kenyamanan pada ibu dan merangsang

refleks oksitosin, pijat oksitosin juga memiliki manfaat lain, yaitu

mengurangi pembengkakan payudara (engorgement), mengurangi

sumbatan ASI (plugged/milk,duct), dan membantu mempertahankan

produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Armini NW, Marhaeni GA, Sriasih

GK, 2020).

Pijat Oksitosin merupakan pemijatan tulang belakang pada costa ke 5-

6 sampai ke scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis

merangsang hipofise posterior. Pijat oksitosin dilakukan untuk merangsang

reflek oksitosin atau refleks let down. Pijat oksitosin ini dilakukan dengan

cara memijat pada daerah pungung sepanjang kedua sisi tulang belakang,

sehingga diharapkan dengan dilakukannya pemijatan tulang belakang ini,

ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan segera

hilang. Jika ibu rileks dan tidak kelelahan dapat membantu pengeluaran

hormon oksitosin.

Pijatan atau pada tulang belakang, neurotransmitter akan merangsang


medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise

posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah dada

mengeluarkan air .

Pijat oksitosin efektif dilakukan pada hari pertama dan kedua post

partum, karena pada kedua hari tersebut ASI belum terproduksi cukup

banyak. Pijat oksitosin bisa dilakukan kapanpun ibu mau dengan durasi ±

15 menit, lebih disarankan dilakukan sebelum menyusui atau memerah

ASI. Sehingga untuk mendapatkan jumlah ASI yang optimal dan baik,

sebaiknya pijat oksitosin dilakukan setiap hari dengan durasi ±15 menit

2. Hormon-hormon yang bekerja

1) Refleks Prolaktin

a) Refleks ini secara hormonal untuk memproduksiASI.

b) Waktu bayi menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan

neurohormonal pada puting susu dan aerolaibu.

c) Rangsangan ini diteruskan ke hipofise melalui nervus vagus, terus

ke lobus anterior.

d) Dari lobus ini akan mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke

peredaran darah sampai pada kelenjar-kelenjar pembuatASI.

e) Kelenjar ini akan terangsang untuk menghasilkanASI.

2) Refleksaliran(Let Down Refleks)

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,

rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise

posterior yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah,

hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi.


Kontaraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat keluar

dari alveoli dan masuk ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir

melalui masuk ke mulut bayi.

3. Manfaat Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin memberikan banyak manfaat dalam proses

menyusui, karena kinerjanya yang merangsang kinerja hormon oksitosin

seperti meningkatkan kenyaman pada ibu setelah melahirkan, mengurangi

stres pada ibu setelah melahirkan, mengurangi nyeri pada tulang belakang

sehabis melahirkan, mengurangi sumbatan ASI , merangsang pelepasan

hormon oksitosin dan memperlancar produksi ASI, dan mempercepat

proses involusi uterus sehingga mengurangi pendarahan pasca melahirkan.

4. Langkah - langkah Pemberian Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin dilakukan dengan cara memijat pada daerah

punggung sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga diharapkan

dengan dilakukan pemijatan ini, ibu akan merasa rileks dan kelelahan

setelah melahirkan akan hilang, jika ibu rileks dan tidak kelelahan setelah

melahirkan dapat membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin

(Depkes RI, 2018). Pijat oksitosin ini bisa dilakukan segera setelah ibu

melahirkan bayinya dengan durasi ±15 menit, frekuensi pemberian pijatan

1 - 2 kali sehari. Pijatan ini tidak harus dilakukan langsung oleh petugas

kesehatan dengan menggunakan protokol kesehatan tetapi dapat juga

dilakukan oleh suami atau anggota keluarga. Pemberian pijat oksitosin bisa

kapan saja diberikan bahkan saat ASI ibu sudah lancar karena selain

memperlancar ASI, pijatan bisa memberikan kenyamanan pada ibu.


Berikut merupakan langkah-langkah pijat oksitosin (Armini NW, Marhaeni

GA, Sriasih GK, 2020) :

a. Memberitahukan kepada ibu tentang tindakan yang akan dilakukan,

tujuan maupun cara kejanya untuk menyiapkan kondisi psikologis ibu.

Menyiapkan peralatan dan ibu dianjurkan membuka pakaian atas dan

memasang handuk, agar dapat melakukan tindakan lebih efisien.

b. Mengatur ibu dalam posisi duduk dengan kepala bersandarkan tangan

yang dilipat ke depan dan meletakan tangan yang dilipat di meja yang

ada didepannya, dengan posisi tersebut diharapkan bagian tulang

belakang menjadi lebih mudah dilakukan pemijatan .

c. Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil.

d. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan

menggunakan dua kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk kedepan

e. Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-

gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya.

f. Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang kearah

bawah dari leher kearah tulang belikat.

g. Mengulangi pemijataan hingga 3 kali.

h. Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin

secara bergantian.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PADA NY. M P1A0 POST PARTUM


DENGAN POST SC DI RSUD RADEN MATTAHER
PROVINSI JAMBI TAHUN 2021
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI PJ Ruangan : Neliwati, SST
Tanggal Masuk : 27 November 2021
PROFESI BIDAN Pukul Masuk : 12.30 WIB
POLTEKKES KEMENKES JAMBI Tanggal Pengkajian : 28 November 2021
Pukul Pengkajian : 12.30 WIB
I DATA SUBJEKTIF (ANAMNESA)
BIODATA
Nama : Ny. M Nama Suami : Tn. I
Umur : 26 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Lingkar Timur Alamat : Lingkar Timur
No hp :- No hp : 081273217000
Penanggung jawab
Suami
2 ALASAN KUNJUNGAN / KELUHAN
Ibu mengatakan ASI belum keluar setelah 1 hari melahirkan
3 Riwayat Menstruasi
Umur menarche :.12..th, lamanya haid:.5-6..hari, jumlah darah haid:..2-3x ganti pembalut.., siklus
haid..30...hari
Teratur/tidak teratur Konsistensi: Cair, HPHT: 21 Januari 2021 , TP: 28 Agustus 2021
UK : 43-44 Minggu
4 Riwayat Perkawinan
Pernikahan ke: 1 , lama nikah 1..... tahun dengan suami pertama
Usia saat kawin: 25 Tahun
Riwayat Kehamilan Persalinan dan Nifas yang Lalu
5 Tgl/ Tempat Umur Jenis Penolong
No Penyulit JK/BB/PB
Tahun Partus Hamil Persalinan Persalinan
28 Nov Oligohidramnion P/3700
1 RS Posterm Op SC Dokter gr/51cm
2021 dan PER

6 Riwayat Kehamilan saat ini : G1 P0 A0 H0


Pertama kali memeriksakan kehamilan pada UK : 9 minggu/bulan,
di Puskesmas Oleh : Bidan
Pemeriksaan saat ini yang ke 4
Masalah yang pernah dialami :
Hamil Muda : tidak ada
Hamil Tua : Ketuban Pecah dini
7 Riwayat penyakit / operasi yang lalu : Tidak ada
8 Riwayat penyakit keluarga (Ayah, ibu, adik, paman, bibi) yang pernah menderita sakit :
Tidak ada
Riwayat Keluarga Berencana : belum ada menggunakan KB
9 Pola Makan / Minum / Eliminasi / Istirahat
10  Makan : 3 kali/hari
 Minum : 8-10 gelas/hari
Jenis makanan / minuman yang sering dikonsumsi : Nasi, sayur, lauk pauk, buah, susu dan air
mineral.
Pola Eliminasi
 BAK : ± 5-6 kali/hari, lancar
 BAB : 1-2 kali/hari,lancar
 Tidak ada masalah/gangguan yag ditemukan pada pola eliminasi.
Pola Istirahat
 Tidur 7-8 jam/hari
 Tidur terakhir jam 05.00 WIB
 Tidak ada masalah/gangguan yang ditemukan pada pola istirahat.
Pola Seksualitas
 Frekuensi : 1-2 kali/minggu
 Terakhir berhubungan seksualitas 1 minggu yang lalu.
Psikososial
 Penerimaan klien terhadap kehamilan ini : diharapkan.
 Sosial support dari : suami, orang tua, mertua dan keluarga lain.
Perilaku Kesehatan
Ibu tidak atu bukan pengguna miras, zat adiktif dan merokok.
B DATA OBJEKTIF (PEMERIKSAAN)
1 Keadaan umum : Baik
Tanda-tanda vital : TD : 110/60 mmHg N : 80 x/mnt Rr : 20 x/mnt S : 36,5 0C
Mata ; Sklera : Tidak Ikterus
Konjungtiva : Tidak Pucat
Penglihatan : Jelas
Mulut : Tidak tampak kelainan
Gigi : tidak terdapat karies dan tidak terdapat gigi berlubang
Muka : Tidak tampak kelainan, tidak ada oedema dan tidak pucat
Leher : Kelenjar tiroid : tidak ada pembengkakan
Kelenjar getah bening : tidak ada pembengkakan
Vena jugularis : tidak ada pembengkakan
Payudara : simetris dan aerola bersih
Puting susu : menonjol
Colostrum : belum keluar
Turgor : Baik
Abdomen : Bekas luka operasi : Ada( dibalut perban ), Abses (-), Nyeri (+)
Kontraksi : baik (+)
Fundus uteri : 2 jari di bawah pusat
Anogenetalia :
Vulva : tidak ada varises dan oedema
Perineum : tidak terdapat luka episiotomi
Lokhea : rubra
Anus : tidak ada hemoroid
Ekstremitas : Tidak ada oedema dan tidak ada varises
Reflek Patella : +/+ (Kanan, Kiri) Akral : Hangat
Pemeriksaan penunjang; HB : 11,7gram % (Pre-OP)
10,8gram % (Post-OP)
Trombosit : 308 (Pre-OP)
262 (Post-OP)
Leukosit : 11,2 (Pre-OP)
19,2 (Post-OP)
Protein Urin: +1
EKG : dalam batas normal
Hasil USG :
 Usia telah melebihi cukup bulan (Posterm/Serotinus)
 Oligohodramnion
2 Keadaan Bayi
Kondisi bayi : Bayi Ikterik , tonus otot baik dan bayi menangis kuat.
TTV : N : 125x/menit , Rr : 33x/i, S : 36,7ºC
Saat ini ibu belum memberikan ASI di karenakan ASInya belum keluar, bayi tidak diberikan
makanan atau minuman lainnya.
C Assasment
P1A0H1 Post Op SC dengan Oligohidramnion

D Masalah :
ASI belum keluar semenjak setelah melahirkan
Kebutuhan : Pijat oksitosin

PERENCANAAN

TANGGAL/ NAMA &


DIAGNOSA PERENCANAAN
JAM PARAF
16-11-2021 P1A0H1 Post 1. Lakukan Informed consent
17.00 WIB Op SC 1 HAri 2. Jelaskan hasil pemeriksaan ttv,
tfu,kontraksi uterus, dan
pengeluaran lokhea
3. Jelaskan kepada ibu tentang
keluhan yang dirasakan
4. Anjurkan ibu untuk istirahat yang
cukup Mahasiswa
5. Anjurkan ibu mobilisasi dini secara
bertahap
6. Beri ibu konseling personal
hygiene
7. Lakukan pendokumentasian.

P1A0H1 Post 1. Lakukan informaed consent


Op SC 1 Hari 2. Lakukan pijat oksitosin
dengan ASI 3. Anjurkan ibu untuk menyusui
yang belum bayinya sesering mungkin
keluar setelah 4. Beri ibu konseling tentang gizi
melahirkan 5. Beritahu ibu jadwal kunjungan
ulang
6. Lakukan pendokumentasian.
PELAKSANAAN

TANGGAL/ NAMA &


DIAGNOSA PELAKSANAAN
JAM PARAF
16-11-2021 P1A0 Post Op 1. Melakukan informed consent
17.00 WIB SC 1 Hari 2. Menjelaskan hasil pemeriksaan observasi ttv,tfu,
konut, dan pengeluaran lokhea
TD : 100/87 mmHg
N : 89 x/mnt
Rr : 23 x/mnt
S : 36,6 0C
TFU : 2jari di bawah pusat
Kontraksi : baik
Lokhea : rubra
3. Keluhan rasa mules yang ibu rasakan saat ini
merupakan hal normal, karena Rahim sedang
berkontrajsu yang bertujuan untuk mencegah
terjadiny perdarahan dan membantu proses
involusi uteri
4. Menganjurkan ibu istirahat yang cukup tidur
yaitu pada siang +- I jam dan malam +- 7-8 jam
5. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini secara
bertahap dengan cara miring kanan & kiri,
latihan duduk, latihan berjalan, senam
pernafasan dan gerakan tumit.
6. Memberikan konseling tentang personal
hygiene,untuk rajin mengganti pembalut, saat
BAK cuci dengan bersih dan pastikan dalam
keadaan kering
7. Melakukan Pendokumentasian.

P1A0H1 Post 1. Melakukan informed consent


Op SC 1 Hari 2. Melakukan pijat oksitosin untuk melancarkan
dengan ASI pengeluaran ASI
yang belum 3. Menganjurkan ibu menyusui bayinya sesering
keluar setelah mungkin 2 jam sekali
melahirkan 4. Memberikan konseling tentang gizi pada
ibu,mengkonsumsi makanan seperti nasi,lauk
pauj,sayur,buah dan air mineral 2 liter/hari
tanpa ada pantangan
5. Memberitahu ibu jadwal kunjungan ulang, 6
hari,2 minggu, 6 minggu setelah persalinan
6. Melakukan pendokumentasian
EVALUASI

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal/ S O A P
Jam
17-11- Ibu Mammae : P1A0 Post Op 1. Jelaskan hasil pemeriksaan
2021 mengatakan lembek SC 2 Hari
ttv,tfu,kontraksi uterus, dan
17.00 ASI nya Putting susu :
tidak lancar menonjol pengeluaran lokhea
Pengeluaran :
2. Jelaskan kepada ibu tentang
belum ada
colostrum keluhan yang dirasakan
3. Anjurkan ibu untuk istirahat
yang cukup
4. Anjurkan ibu mobilisasi
dini secara bertahap
5. Lakukan pijat oksitosin
6. Anjurkan ibu untuk
menyusui bayinya sesering
mungkin
7. Beri ibu konseling tentang
gizi
8. Beri ibu konseling personal
hygiene

17-11- Ibu Mammae : P1A0 Post Op 1. Jelaskan hasil pemeriksaan


2021 mengatakan lembek SC 2 HAri
23.00 ASI nya Putting susu : ttv,tfu,kontraksi uterus, dan
tidak lancar menonjol pengeluaran lokhea
Pengeluaran :
hanya sedikit 2. Jelaskan kepada ibu tentang
colostrum
TFU : 2jari di keluhan yang dirasakan
bawah pusat 3. Anjurkan ibu untuk istirahat
Kontraksi : baik yang cukup
Lokhea : rubra 4. Anjurkan ibu mobilisasi
dini secara bertahap
5. Lakukan pijat oksitosin
6. Anjurkan ibu untuk
menyusui bayinya sesering
mungkin
7. Beri ibu konseling tentang
gizi
8. Beri ibu konseling personal
hygiene

18-11- Ibu Mammae : P1A0 Post Op


2021 mengatakan lembek SC 3 Hari 1. Beri ibu konseling mengenai
11.00 ASI nya Putting susu : KB
sudah ada menonjol
Pengeluaran : 2. Memberitahu ibu kunjungan
Kolostrum ulang
TFU : 2jari di
bawah pusat
Kontraksi : baik
Lokhea : rubra
BAB IV
PEMBAHASAN

Pemijatan Oxytocin ialah pemijatan yang dilakukan sepanjang tulang belakang


(vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk merangsang
hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan. Memberikan informasi dan edukasi cara
pemijatan oksitosin kepada keluarga atau kerabat Ny.M dapat mempermudah membantu
melakukan pemijatan oksitosin terhadap Ny.M dirumah.

Pijat oksitosin efektif dilakukan pada hari pertama dan kedua post partum, karena
pada kedua hari tersebut ASI belum terproduksi cukup banyak. Pijat oksitosin bisa dilakukan
kapanpun ibu mau dengan durasi ± 15 menit, lebih disarankan dilakukan sebelum menyusui
atau memerah ASI. Sehingga untuk mendapatkan jumlah ASI yang optimal dan baik,
sebaiknya pijat oksitosin dilakukan setiap hari dengan durasi ±15 menit.

Pijat oksitosin dan edukasi pijat oksitosin yang di lakukan pada Ny. M P1A0 pada 1
Hari setelah melahirkan yaitu pukul 12.30 berjalan dengan baik. Suami dan keluarga Ny. M
juga ikut dalam pemberian edukasi pijat oksitosin agar dapat dilakukan dirumah dengan
bantuan suami dan keluarga Ny. M. Setelah 1 Hari 4 jam setelah melahirkan yaitu pukul
16.30 WIB dilakukan observasi untuk catatan perkembangan yaitu dengan hasil tampak
sedikit kolostrum di payudara ibu dan ibu semakin bersemangat untuk menyusui bayinya.
Lalu dilakukan lagi observasi pulu 08.30 yaitu 2 hari setelah melahirkan. Tampak ASI yang
keluarr sangat lancar dan banyak, yang artinya pemberian pijat oksitosin 2x sehari dan
pemberian edukasi pijat oksitosin yang dilakukan berhasil.

Dari hasil penelitian Juwariah dkk Pengaruh pijat oksitosin terhadap peningkatan
produksi ASI ibu postpartum menunjukkan bahwa dari 13 responden pada kelompok
perlakuan rata - rata pengeluaran ASI setelah dilakukan pemijatan meningkat sebanyak 24,0
ml. Menurut asumsi penulis penerapan pijat oksitosin berpengaruh terhadap produksi ASI
pada ibu nifas selain meningkatkan poduksi ASI pijat oksitosin dapat meningkatkan rasa
nyaman pada ibu.

Sedangkan dari hasil penelitian kartini dkk Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap
Peningkatan Produksi Asi Pada Ibu Post Partum 2020 didapatkan nilai P= 0.000, ada
pengaruh signifikan pijat oksitosin dengan peningkatan BB bayi P= 0.000 Hasil penelitian
menunjukkan adanya pengaruh pijat oksitosin terhadap peningkatan produksi ASI. Hal ini
menunjukkan kesesuaian dengan teori, dengan melakukan pemijatan pada sepanjang tulang
belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam akan merangsang hormon
prolaktin dan oksitosin, sehingga ASI pun otomatis dapat lebih lancar.

Hasil analisis selanjutnya dengan Jenis Penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.
Pengambilan data dengan wawancara mendalam di dapatkan hasil antara lain gambaran
pengetahuan tentang pijat oksitosin masih sangat kurang, berfokus pada tujuannya untuk
pengeluaran ASI, gambaran sikap ibu tentang penerapan pijat oksitosin didapatkan gambaran
pengetahuan subyek masih sangat kurang. Definisi pijat oksitosin menurut subyek adalah
Pijat relaksasi yang dilakukan di belakang tengkuk sampai bawah untuk pengeluaran ASI
(Kurnia, 2020).

Dari hasil penelitian Yusari Asih 2017 berdasarkan analisis pengaruh pijat oksitosin
terhadap produksi ASI diketahui bahwa dari 16 responden yang melakukan pijat oksitosin
terdapat 15 orang mengalami produksi ASI yang cukup, sedangkan dari 16 responden yang
tidak melakukan pijat oksitosin terdapat 9 orang mengalami produksi ASI yang cukup. Hasil
Uji statistik menggunakan chi-square (x2) diperoleh p-value= 0,037 (p-value≤0,05) yang
berarti ada pengaruh signifikan antara pijat oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu post
partum di BPM Lia Maria Sukarame Bandar Lampung Tahun 2017.

Pijat oksitosin juga mudah dilakukan dengan gerakan yang tidak terlalu banyak
sehingga dapat diingat oleh keluarga untuk dilakukan dan tak membutuhkan waktu yang
lama. Dukungan dari suami dan keluarga juga berperan penting dalam menyusui. Salah satu
wujud dukungan tersebut dapat dilihat dari suami dan keluarga menyetujui untuk melakukan
pijat oksitosin sehingga ibu dapat termotivasi untuk menyusui bayinya.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran

produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang

(vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk

merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Armini NW,

Marhaeni GA, Sriasih GK, 2020).

B. Saran

1. Bagi Institusi pendidikan Poltekes Kemenkes Jambi Jurusan Kebidanan

Diharapkan untuk menambah sumber referensi buku di perpustakaan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi jurusan kebidanan sehingga memudahkan

mahasiswa dalam membuat laporan, makalah maupun laporan kasus.

2. Bagi RSUD Raden Mattaher Kota Jambi

Dapat digunakan sebagai acuan dan masukan dalam upaya meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan khususnya untuk asuhan kebidanan nifas fisiologis

serta promosi kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai