Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Penilaian Praktik Asuhan Kebidanan


Fisiologis Nifas dan Menyusui yang Berpusat pada Perempuan (Stase 5)

Disusun oleh:

Nuraeni
P20624822101

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat membuat dan
menyelesaikan Laporan Pendahuluan Stase 5.
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik Asuhan
Kebidanan Fisiologis Nifas dan Menyusui yang Berpusat pada Perempuan. Laporan
Pendahuluan ini bisa diselesaikan tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah
memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada yang terhormat :
1. Hj. Ani Radiati R, S.Pd., M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya
2. Nunung Mulyani, APP., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST., M.Keb selaku Ketua Program Studi Profesi Bidan.
4. Hj.Entin Jubaedah, SST.,M.Keb, selaku dosen dari Tim Penanggung Jawab
Praktek Kebidanan Fisiologi Persalinan dan Bayi Baru Lahir Stase 5.
5. Neny Agustiani, S.ST selaku Bidan Koordinator Puskesmas PONED Sitopeng
Kota Cirebon
6. Fitriyanti, S.Tr.Keb selaku Bidan Pembimbing Lahan Praktek Puskesmas
PONED Sitopeng Kota Cirebon
7. Serta semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat masih kurangnya pengetahuan dan
pengalaman. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Terimakasih.

Cirebon, Januari 2023


Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Nifas merupakan masa pembersihan rahim, seperti masa haid. Periode


masa nifas (pureperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah
persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan
sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologis
dan psikologis setelah proses persalinan. Ibu perlu mendapatkan asuhan
kebidanan dan tetap menjaga kondisi kesehatannya, karena angka kejadian
kasus patolgis di masa nifas masih menyumbang angka mortalitas dan
morbiditas yang cukup tinggi (Senorita, 2017).
Menurut World Health Organization (2013), setiap tahun terdapat
13.778 kematian ibu, atau setiap 2 jam terdapat 2 ibu hamil atau ibu nifas
yang meninggal karena berbagai faktor. Penyebab langsung yang berkaitan
dengan kematian ibu adalah perdarahan, infeksi dan komplikasi yang tidak
tertangani dengan baik dan tepat waktu. Bahkan sebelum munculnya tanda
bahaya, biasanya hal tersebut terjadi karena ketidakmampuan wanita dalam
memenuhi kebutuhan dasar selama masa nifas seperti; istirahat, personal
hygiene, mobilisasi, hingga manajemen pengeluaran ASI (Senorita, 2017).
Menurut Widiana (2020) mengutip hasil penelitian dari Institut
Pertanian Bogor pada bulan April hingga Juni 2012 dan menemukan
beberapa masalah yang umum terjadi pada ibu nifas terutama dalam proses
laktasi diantaranya adalah sebanyak 22,5% mengalami puting susu lecet, 42%
ibu mengalami bendungan ASI, 18% ibu mengalami air susu tersumbat, 11%
mengalami mastitis dan 6,5% ibu mengalami abses payudara yang
disebabkan oleh kesalahan ibu dalam menyusui bayinya.
Survei di Indonesia melaporkan bahwa 38% ibu berhenti memberikan
ASI karena kurangnya produksi ASI. Air susu ibu yang tidak lancar
menjadikan ibu merasa cemas dan menghindar untuk menyusui dan
berdampak pada kurangnya isapan bayi, hal tersebut mempengaruhi
penurunan produksi dan kinerja hormon oksitosin dan prolaktin sehingga
produksi ASI semakin menurun, bahkan menyebabkan pembendungan dan
statis ASI, sehingga ibu mengambil langkah berhenti menyusui dan
mengganti dengan susu formula (Doko, Aristiati and Hadisaputro, 2019).
Menurut Purnama.R, (2013) dalam Widiana (2020) menjelaskan bahwa
menyusui merupakan proses alamiah. Menyusui adalah keterampilan yang
dipelajari, karena keduanya membutuhkan kesabaran serta waktu guna
pemenuhan nutrisi pada bayi selama enam bulan. Kurangnya rangsangan
hormon prolaktin dan oksitosin dapat menurunkan produksi ASI pada hari-
hari pertama setelah melahirkan. Karena hormon tersebut sangat berperan
dalam kelancaran ASI.
Berdasarkan penelitian (Cahyani, 2013), dalam jurnal Faridah (2016)
pada sebagian besar ibu yang menyusui menyatakan bayinya tidak mau
menyusu dikarenakan bayi sudah mau mengkonsumsi makanan selain ASI.
Hal tersebut dapat mempengaruhi proses pemberian ASI. Faktor produksi
dan pengeluaran ASI dalam tubuh dipengaruhi oleh dua hormon, yaitu
prolaktin dan oksitosin. Untuk mengatasi masalah pengeluaran ASI yang
disebabkan oleh menurunnya stimulasi hormon oksitosin yaitu dengan
menyusui dini di jam-jam pertama karena semakin puting sering dihisap oleh
mulut bayi, hormon yang dihasilkan semakin banyak, sehingga susu yang
keluarpun banyak. Selain itu bisa juga dilakukan pijat oksitosin (Darmasari,
Putri and Rahmadaniah, 2019).
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi mengatasi ketidaklancaran
produksi ASI yang dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau
refrelks let down. Pemijatan ini akan membuat ibu merasa rileks, sehingga
hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar. Pijat oksitosin merupakan
cara yang tepat untuk mempercepat dan memperlancar produksi dan
pengeluaran ASI (Widiana, 2020).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang
pemberian ASI eksklusif pasal 6 berbunyi setiap ibu yang melahirkan harus
memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya. UU Nomor
36/2009 pasal 128 ayat 2 dan 3 disebutkan bahwa selama pemberian ASI, pihak
keluarga, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu secara penuh.
Oleh karena itu, ibu membutuhkan dukungan keluarga dalam pelaksanaan pijat
oksitosin khususnya keluarga yang paling dekat dengan ibu yaitu suami.
Kurangnya dukungan yang diberikan pada ibu dan kesulitan untuk menyusui dini
dapat menyebabkan produksi ASI terhambat dan jumlah ASI yang keluar tidak
cukup (Doko, Aristiati and Hadisaputro, 2019).
Berdasarkan penjabaran di atas, maka pada pembahasan ini penulis
tertarik membuat laporan pendahuluan mengenai Asuhan Kebidanan Fisiologi
Nifas dan Menyusui melalui asuhan komplementer pemijatan oksitosin pada Pada
Ny. E 23 tahun P1A0 dengan 22 hari post partum di UPT Puskesmas PONED
Sitopeng.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis dapat membuat
rumusan masalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Fisiologi Nifas dan Menyusui
Pada Ny. E 23 tahun P1A0 dengan 22 hari post partum normal di UPT Puskesmas
PONED Sitopeng 2023?”

B. Tujuan

1) Tujuan Umum

Memberikan Asuhan Kebidanan Fisiologi Nifas dan Menyusui Pada


Ny. E 23 tahun P1A0 dengan 22 hari post partum normal di UPT
Puskesmas PONED Sitopeng 2023.

2) Tujuan Khusus
b. Mampu melakukan pengkajian data subjektif secara terfokus pada
Asuhan Kebidanan Fisiologi Nifas dan Menyusui Pada Ny. E 23
tahun P1A0 dengan 22 hari post partum normal di UPT
Puskesmas PONED Sitopeng 2023.

c. Mampu melakukan pengkajian data objektif secara terfokus pada


Asuhan Kebidanan Fisiologi Nifas dan Menyusui Pada Ny. E 23
tahun P1A0 dengan 22 hari post partum normal di UPT
Puskesmas PONED Sitopeng 2023.

d. Mampu melakukan analisis yang tepat pada Asuhan Kebidanan


Fisiologi Nifas dan Menyusui Pada Ny. E 23 tahun P1A0 dengan
22 hari post partum normal di UPT Puskesmas PONED Sitopeng
2023.

e. Mampu melakukan penatalaksanaan yang tepat sesuai kebutuhan


pada Asuhan Kebidanan Fisiologi Nifas dan Menyusui Pada Ny. E
23 tahun P1A0 dengan 22 hari post partum normal di UPT
Puskesmas PONED Sitopeng 2023.

f. Mampu menganalisis kesenjangan antara teori dan praktik di


lapangan

g. Memberdayakan klien atau masyarakat selama masa nifas


berdasarkan studi literatur dan evidence based.

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Seacara teoritis laporan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi


bagi ilmu pengetahuan dalam mengembangkan ilmu kebidanan.
Selain itu diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penulis
selanjutnya yang ingin mengambil kasus yang sama serta
menambah informasi bagi pembaca.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan


masukan dalam halm mengembangkan asuhan kebidanan fisiologi
nifas dan menyusui serta membantu mengurangi segala bentuk
ketidaknyamanan yang muncul pada saat masa nifas.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui

1. Definisi Nifas

Menurut Saleha dalam (Siwi, 2017) masa nifas (puerperium),


berasal dari bahasa Latin, yaitu puer yang artinya bayi dan parous
yang artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan.
Adapun pendapat lain pengatakan bahwa, masa nifas
(puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Masa nifas kira-
kira berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari (Prawirohardjo,
2011)
a) Tahapan Masa Nifas

Adapun tahapan masa nifas (postpartum puerperium) menurut


(Suherni, 2011) adalah:
1) Puerperium Dini (Masa kepulihan), yakni saat ibu
diperbolehkanberdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium Intermedial (Masa kepulihan), menyeluruh dari
organ- organ genetal kira-kira 6-8 minggu.
3) Remot Puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama
hamil atau persalinan mempunyai komplikasi atau penyulit.
2. Perubahan Fisiologi Masa Nifas

a) Uterus

Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan,


setinggi umbilicus, setelah 4 minggu masuk panggul, setelah 2
minggu kembali pada ukuran sebelum hamil) (Suherni, 2011).
Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi fundus
uteri, kontraksi dan pengeluaran lokia. Involusi uterusmelibatkan
reorganisasi dan 5 penanggalan desidua dan pengelupasan kulit pada
situs plasenta sebagai tanda penurunan ukuran, berat, perubahan
warna dan jumlah lochea(Siwi, 2017)
Tabel 1
Perubahan Uterus Masa Post Partum
Involusi Tinggi fundus uteri Berat uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gram
1 minggu Pertenghan pusat simpisis 500 gram
2 minggu Tak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

b) Lochea

Lochea adalah istilah untuk pengeluaran cairan dari uterus


yang keluar melalui vagina selama nifas. Ada beberapa jenis
lochea, yakni (Khasanah and Sulistyawati, 2017) yaitu :
1) Lochea Rubra (Cruenta), lochea ini berisi darah segar dan
sisa- sisa selaput ketuban, sel-sel darah desidua (Desidua
yakni selaput tenar 20eona dalam keadaan hamil), venix
caseosa (yakni palit bayi, zat seperti salep terdiri atas palit
atau semacam noda dan sel-sel epitel yang mnyelimuti kulit
janin), lanugo (yakni bulu halus pada anak yang baru lahir),
dan mekonium.
2) Lochea Sanguinolenta, warnanya merah kuning berisi darah.
Ini terjadipada hari ke 3-7 pasca persalinan.
3) Lochea Serosa, berwarna kuning dan cairan ini tidak
berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
4) Lochea Alba, cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2
minggu.

5) Lochea Purulenta, ini terjadi karena infeksi, keluarnya cairan


seperti nanah berbau busuk.
6) Locheohosis Lochea yang tidak lancar keluarnya.

c) Vagina

Vagina pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul


rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali.Perlukaan
vagina perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan
perineum tidak sering dijumpai.Mungkin ditemukan setelah
persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi akibat ekstrasi
dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar,
robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaan speculum(Khasanah and Sulistyawati, 2017)
d) Sistem Pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah melahirkan anak.


Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat
pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon
menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada
waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, luka laserasi jalan
lahir. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan
diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian
cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2
atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau
gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang lain (Khasanah
and Sulistyawati, 2017)
e) Sistem Perkemihan

Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8


minggu, tergantung pada 1) keadaan/status sebelum persalinan
2) Lamanya partus kala II yang dilalui 3) Besarnya tekanan
kepala yang menekan pada saat persalinan (Kadek, Rilyani and
Lidya, 2021)

3. Perubahan Psikis Masa Nifas

Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus


dijalani. Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang
baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya
merupakan dukungan positif untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi
setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase- fase sebagai berikut
(Sandra, 2018), yaitu :
1) Fase taking in, yaitu periode ketergantungan. Periode ini
berlangsung dari hari pertama sampai kedua setelah melahirkan.
Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri.
Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang
dialaminya dari awal sampai akhir.
2) Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa kawatir akan
ketidakmampuan dan tanggung jawab dalam merawat bayi. Ibu
mempunyai perasaan sangat mudah tersinggung dan gampang
marah.
3) Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan
peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayinya.

4. Kebutuhan Dasar Masa Nifas

a) Gizi

1) Makan dengan diit berimbang, cukup karbohidrat,


protein, lemak,vitamin dan mineral.
2) Mengkomsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari
pada 6 bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500kalori/hari dan
tahun kedua 400 kalori. Jadi jumlah kalori tersebut adalah
tambahan dari kalori per harinya.
3) Mengkomsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A
dalam bentuk suplemen dapat meningkatkan kualitas ASI,
meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan
kelangsungan hidup anak. (Suherni, 2011).
b) Ambulasi

Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada


kontraindikasi. Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan
mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja
kandung kemih, sehingga mencegah distensi abdominal dan
konstipasi. Bidan harus menjelaskan tentang tujuan dan manfaat
ambulasi dini yang dilakukan secara bertahap sesuai kekuatan
ibu (Amelia, 2018).
c) Kebersihan Diri

Sering membersihkan area perineum akan meningkatkan


kenyamanan dan mencegah terjadinya infeksi. Tindakan ini
paling sering menggunakan air bersih yang dialirkan ke atas
vulva perineum setelah berkemih atau defekasi, lalu cebok dan
bilas dari arah depan ke belakang(Amelia, 2018)
d) Istirahat dan Tidur

1) Istirahat yang cukup untuk mengurangi kelelahan.

2) Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.

3) Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan.


Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan
waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7- 8
jam. Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat:
1) Mengurangi jumlah ASI.

2) Memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan


perdarahan. dan depresi (Kristianti and Pratamaningtyas,
2017)
e) Eliminasi (BAB dan BAK)

1) Buang air kecil (BAK)

a. Dalam 6 jam ibu sudah harus bisa BAK spontan,


kebanyakan ibu dapat berkemih spontan dalam waktu 8
jam.
b. Urin dalam jumlah yang banyak akan diproduksi dalam
waktu 12-36 jam setelah melahirkan.
c. Ureter yang berdilatasi akan kembali dalam waktu 6 minggu.
2) Buang air besar (BAB)

Masalah yang umum terjadi pada ibu post partum adalah


masalah konstipasi atau susah buang air besar.Faktor
penyebab yang mempengaruhi antara lain kurangnya gerak
setelah melahirkan (mobilisasi dini), asupan nutrisi kurang
baik, asupan cairan yang rendah, obat pereda sakit yang
mengandung narkotik meninggalkan
tonus dan spasme periodic usus halus. Berikut adalah asuhan
yangdapat dilakukan (Laili, 2019).

5. Proses Menyusui atau Laktasi

Laktasi atau menyusui adalah keseluruhan proses dari ASI di


produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. (Sari,
2015). Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan pemberian
ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak umur 2
tahun secara baik dan benar serta anak mendapatkan kekebalan
tubuh secara alami.
a. Cara Pemberian ASI yang benar:

a) Menyusui bayinya setelah lahir minimal 30 menit

b) Ajarkan cara menyusui yang benar.

a) Posisi Menyusui

Posisi menyusui yang baik yakni memastikan posisi


badan anak menghadap dan menempel pada dada ibu.
b) Perlekatan pada Payudara

Perlekatan yang tidak baik dapat menjadi awal


timbulnya masalah selama menyusui. Beberapa tanda
perlekatan sudah baikdiantaranya:
- Mulut terbuka lebar, lidah di dasar mulut, meyauk
payudara mengisi mulut dengan penuh
- Dagu melekukan payudara ke dalam

- Bibir bawah menjulur keluar dan bibir atas dalam posisi


netral

- Pipi penuh

- Terdengar suara menelan

- Terlihat susu pada sudut-sudut mulut

- Areola terlihat banyak di atas bibir dibandingkan


di bawah bibir.

Gambar 1.1 Posisi dan Perlekatan


Menyusu Sumber :
https://mykirakara.blogspot.com

c) Memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain.

d) Menyusui tanpa dijadwal, sesuka bayi.

e) Diluar menyusui jangan memberikan dot/kempeng pada


bayi, tapiberikan ASI dengan sendok.

- Penyimpanan ASI
- Di udara terbuka (6-8 jam)

- Di lemari es 4oC (24 jam)

- Di prndingin -18oC ( 6 bulan)

b. Jenis dan Kandungan dari ASI Eksklusif diantaranya


adalah sebagaiberikut:
1) Kolostrum

Kolostrum merupakan ASI yang pertama kali


dikeluarkan oleh kelenjar payudara ibu ketika hari pertama
hingga hari keempat. Kolostrum memiliki sifat kental, serta
warnanya tidak putih seperti ASI pada umumnya, melainkan
berwarna kekuningan karena cairan ini mengandung beta
karoten. Kolostrum sangat dibutuhkan oleh bayi karena
memiliki banyak manfaat. Kolostrum berwarna kuning
keemasan karena mengandung tinggi lemak dan sel-sel
hidup. Kolostrum adalah cairan yang dapat membersihkan
usus bayi, sehingga saluran pencernaan siap untuk
menerima makanan. Membersihkan mekonium sehingga
mukosa usus bayi baru lahir dapat segera bersih, sehingga
bayi dapat segera mendapatkan ASI. Kandungan yang paling
tinggi dalam kolostrum yaitu immunoglobulin. Dimana
kandungan ini dapat menjadi tameng untuk bayi pada saat
kondisi bayi masih lemah. Protein yang terkandung di dalam
kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan protein yang
terkandung dalam susu matur. Meskipun hanya mendapatkan
sedikit kolostrum bayi akan lebih lama merasa kenyang.
(Siwi, 2017).
2) ASI Transisi

ASI transisi atau transitional milk dalam waktu empat


hari menggantikan kolostrum setelah proses persalinan. ASI
transisi ini mengandung lemak tinggi, vitamin, laktosa, serta
lebih banyak kalori dibandingkan dengan kolostrum
sehingga warnanya putih kental. ASI transisi ini berlangsung
selama sekitar 2 minggu. Dalam masa ASI transisi payudara
ibu menyusui akan terasa lebih kencang, lebih besar dan
terasa sakit serta membuat tidak nyaman. Untuk meredakan
rasa sakit pada payudara, ibu menyusui dapat dengan rutin
menyusui bayinya (Siwi, 2017).
3) ASI Matur

ASI matur teksturnya lebih cair, dibandingkan dengan


ASI transisi, ASI matur lebih banyak mengandung air. Di
dalam ASI matur terkandung air sekitar 90 % dan 10 %
karbohidrat, lemak, protein yang dibutuhkan oleh bayi untuk
pertumbuhannya, serta untuk pasokan anergi. ASI matur
terbagi menjadi dua tipe, yakni foremilk dan hindmilk.
Foremilk itu sendiri terjadi ketika awal menyusui yang
mengandung air, protein dan mineral. Sedangkan hindmilk
terjadi saat akhir menyusui yang mengandung kadar lemak
lebih tinggi. Foremilk dan hindmilk keduanya sama-sama
penting untuk bayi. Bayi harus mendapatkan kedua jenis ASI
tersebut dengan seimbang. Karena seperti itu sebaiknya
sebelum payudara ibu tidak mengubah posisi menyusui atau
memindahkan bayi untuk menyusu ke payudara yang
lainnya. Ketika menyusui sebaiknya susui bayi hingga bayi
merasa puas dan melepaskan sendiri. (Siwi, 2017).
6. Kunjungan Masa Nifas

Asuhan kunjungan masa nifas normal menurut (Laili, 2019)

1) Kunjungan I : Asuhan 6-8 jam setelah melahirkan

a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

b) Bounding Attachment dan ASI eksklusif

2) Kunjungan II : Asuhan 6 hari setelah melahirkan

a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus


berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, dan tidak ada tanda –
tanda perdarahan abnormal.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan
abnormal.

c) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.

d) Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.

7. Kunjungan III : Asuhan 2 minggu setelah persalinan

a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus


berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, dan tidak ada
tanda-tanda perdarahan abnormal.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan
abnormal.

c) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.

d) Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.

3) Kunjungan IV : Asuhan 6 minggu setelah persalinan

a) Menanyakan kepada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia alami

b) Memberi konseling untuk KB secara dini, imunisasi, senam


nifas, dantanda-tanda bahaya yang dialami ibu dan bayi.
Adapun kunjungan pelayanan kesehatan masa nifas
menurut(Kemenkes, 2017) dalam Buku KIA terdiri dari :
a. Kunjungan 1 (6 jam- 3 hari)

b. Kunjungan 2 ( 4- 28 hari )

c. Kunjungan 3 (29-42 hari)

8. Tanda Bahaya Masa Nifas


Tanda bahaya nifas adalah suatu keadaan gawat darurat setelah
proses persalinan yang membutuhkan penanganan oleh tenaga
kesehatan, karena jika tidak dilakukan tindakan segera akan
mengakibatkan kerusakan pada jaringan, sistem tubuh bahkan
kematian. Berikut ini adalah beberapa tanda bahaya nifas,
diantaranya:
a) Perdarahan lewat jalan lahir : Keluar banyak darah

b) Keluar cairan berbau busuk dan berwarna hijau dari jalan lahir

c) Ibu mengalami demam tinggi, suhudapat mencapai >38oC

d) Adanya bengkak pada wajah, tangan atau kaki

e) Payudara menjadi bengkak, berwarna kemerahan, dan ibu


merasakansakit ketika di tekan bahkan menimbulkan nanah
f) Puting susu menjadi lecet

g) Nyeri ketika buang air kecil


h) Ibu mengalami depresi (menangis, gelisah, kekhawatiran
berlebih, marah tanpa sebab atau tidak peduli kepada bayinya
(Siwi, 2017).
9. Penanganan Tanda Bahaya Nifas

Menurut (Siwi, 2017), berikut ini adalah beberapa cara yang


dapat dilakukan untuk megatasi masalah pada masa nifas
diantaranya adalah sebagaiberikut.
a) Menjaga kebersihan seluruh tubuh (personal hygine) mandi
teratur, dan merawat luka tetap kering dan bersih
b) Menjaga kebersihan diri, tidak membubuhi apapun di daerah luka

c) Konsumsi maknan yang bergizi seimbang: Karbohidrat,


vitamin, dan mineral
d) Konsumsi tablet tambah darah sesuai dengan anjuran tenaga
kesehatan

e) Meyusui bayi sesering mungkin, kosongkan payudara kanan dan kiri

f) Melakukan senam nifas

g) Istirahat teratur dan cukup

h) Melakukan kontrol diri di tenaga kesehatan untuk mengetahui


kondisi ibudan bayi sesuai jadwal
i) Melakukan rujukan (bagi petugas kesehatan)

B. PIJAT OKSITOSIN

1) Definisi Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi


ketidak cukupnya ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang
tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima- keenam dan
merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin
setelah melahirkan(Hanum, Sri Mukhodim Faridah Purwanti and
Khumairoh, 2019)

2) Manfaat dan Tujuan Pijat Oksitosin

Manfaat pijat oksitosin bagi ibu nifas dan ibu menyusui anatara
lainsebagai berikut:
a. Mempercepat penyembuhan luka bekas implantasi plasenta.

b. Mencegah terjadinya perdarahan post partum.

c. Dapat mempercepat terjadinya proses involusi uterus.

d. Meningkatkan produksi ASI.

e. Meningkatkan rasa nyaman pada ibu menyusui.

f. Meningkatkan hubungan psikologis antar ibu dan keluarga

3) Mekanisme Pijat Oksitosin


Pengeluaran ASI dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu produksi
dan pengeluaran. Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin
sedangkan pengeluaran dipengaruhi oleh hormone oksitosin. Oksitosin
diproduksi oleh hipofise posterior yang akan lepas kedalam pembulu
darah jika mendapatkan rangsangan yang tepat. Efek fisiologis dari
oksitosin yaitu akan meningkatkan pengeluaran ASI dari kelenjar
mamae (let down reflex) (Delima, Arni andErnalinda Rosya, 2016)
Rangsangan berupa hisapan ditimbulkan akan diantar sampai
bagian belakang kelenjar hipofise (hipofise posterior) yang akan
melepaskan hormon oksitosi masuk kedalam darah. Oksitosin akan
memacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan ductus
latiferus berkontraksi. Oksitosin yang sampai dalam alveoli akan
mempengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel tersebut akan
memeras ASI yang telah terproduksi dan kemudian keluar dari
alveoli masuk kedalam sistem duktus yang kemudian mengalir
melalui duktus laktiferus masuk kemulut bayi (Kadek, Rilyani and
Lidya, 2021)

Konsepnya rangsangan berupa pijatan pada tulang belakang,


melalui neurotransmitter akan merangsang medulla oblongata
langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise posterior
untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah dada
mengeluarkan air susunya. Pijat oksitosin bisa dilakukan kapanpun
ibu mau dengan durasi 3-5 menit, lebih disarankan dilakukan
sebelum menyusui atau memerah ASI(Delima, Arni and Ernalinda
Rosya, 2016)
4) Cara Melakukan Pijat Oksitosin

Langkah-langkah dalam pijat oksitosin menurut (Purnamasari,


2020) antara lain:
a) Buka pakaian atas ibu, dan anjurkan ibu duduk bersandar ke
depan dengan lengan di atas meja yang ada dihadapannya atau
di sandaran kursi,dengan kepala di letakkan di atas lengan.
b) Suami atau tenaga kesehatan membantu memijat punggung ibu
dimulai dengan mencari tulang belakang leher, yaitu tulang
yang paling menonjol namanya processus spinosus / cervical
vertebrae 7.
c) Titik tulang yang paling menonjol tersebut, maka turun sedikit
ke bawahnya (yaitu jaraknya sekitar lebih 1-2 jari). Lalu geser
kembali ke kanan dan kiri kurang lebih 1-2 jari.
d) Setelah suami atau tenaga kesehatan melakukan pemijatan di
sepanjang kedua sisi tulang belakang Ibu. Pijat dengan
memakai ibu jari (bisa juga memijat dengan menggunakan
kepalan tangan, tinggal pilih yang paling nyaman).
e) Memulai melakukan pemijatan dengan gerakan yang memutar,
lakukan secara perlahan-lahan ke arah bawah hingga mencapai
batas garis bra. Jika menginginkan bisa dilanjutkan hingga
pinggang,
f) Lalu tekan agak kuat (jangan terlalu kuat / kencang menekan)
yang membentuk gerakan melingkar kecil menggunakan kedua
ibu jari. Lakukan pemijatan mulai dari leher, lalu turun ke
bawah hingga ke arah tulang belikat. Umumnya pemijatan
hanya dilakukan selama 3 menit saja
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Y. (2017) ‘Pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi asi pada ibu
nifas’,
Jurnal Keperawatan, XIII(2), pp. 209–214.

Darmasari, S., Putri, E. and Rahmadaniah, I. (2019) ‘Effectiveness of


the combination of marmet technique and oxytocin massage
against the breast milk production of mother postpartum’, Jurnal
Kedokteran Kesehatan : Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, 6(3), pp. 110– 114. doi:
10.32539/jkk.v6i3.9435.

Delima, M., Arni, gina zulfia and Ernalinda Rosya (2016) ‘Pengaruh
Pijat Oksitosin Terhadap Peningkatan Produksi Asi Ibu Menyusui
Di Puskesmas Plus Mandiangin’, Jurnal Ipteks Terapan, 9(4), pp.
282–293.
Doko, T. M., Aristiati, K. and Hadisaputro, S. (2019) ‘Pengaruh Pijat
Oksitosin oleh Suami terhadap Peningkatan Produksi Asi pada Ibu
Nifas’, Jurnal Keperawatan Silampari, 2(2), pp. 66–86. doi:
10.31539/jks.v2i2.529.
Eko, Mardiyaningsi Setyowati Sabri, L. (2011) ‘Efektifitas Kombinasi
Teknik Marmet Dan Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi Ibu
Post Seksio Di Rumah Sakit Wilayah Jawa Tengah’, Jurnal
Keperwatan Soedirman, 6(1), pp. 112–118.
Hanum, Sri Mukhodim Faridah Purwanti, Y. and Khumairoh, I. R.
(2019) ‘Efektivitas Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi’, Jurnal
Borneo Cendekia,3(2), pp. 223–227. doi: 10.54411/jbc.v3i2.217.
Kadek Edy Atana., Rilyani, L. ariyanti (2021) ‘Hubungan
Pengetahuan, StatusGizi, Pola Makan, Pantangan’, JKM (Jurnal
Kebidanan Malahayati), 7(3),pp.441–452. Available at : https : //
www.academia.edu/download/ 60042371/ 2902-5255-1-
PB20190717- 21340-1viwwd3.pdf.

Purnamasari, K. D. (2020) ‘Gambaran Penerapan Terapi Pijat


Oksitosin Pada IbuPost Partum’, Journal of Midwifery and Public
Health, 2(1).

Senorita, D. (2017) ‘Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang


Kebutuhan Dasar Selama Masa Nifas Di Rumah Bersalin Srikaban
Binjai Tahun 2016’, JURNAL kimia kohesi, 1 no 1, p. 12.
Siwi, E. W. (2017) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Baru.

Widiana, N. W. (2020) Penerapan Pijat Oksitosin Dan Tehnik Marmet


Untuk Meningkatkan Produksi Asi Pada Ibu Post Partum Di
Wilayah Banyuanyar, Kekuatan Hukum Lembaga Jaminan Fidusia
Sebagai Hak Kebendaan. Aisyiyah Surakarta. Available at:
http://eprints.aiska-university.ac.id/890/.

Anda mungkin juga menyukai