Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS HOLISTIK

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Kebidanan Fisiologis Holistik Nifas dan Menyusui
Program Studi Profesi Bidan

Disusun Oleh :

1. FERI SUHERMININGSIH (P27224021298)


2. RONY SUNARSIH (P27224021315)
3. WINDARTI (P27224021339)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lama
masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu. Pada masa nifas ini terjadi perubahan-
perubahan fisik maupun psikis berupa perubahan organ reproduksi, terjadinya
proses laktasi, terbentuknya hubungan antara orang tua dan bayi dengan
memberi dukungan. Atas dasar tersebut perlu dilakukan suatu pendekatan
antara ibu dan keluarga dalam manajemen kebidanan (Rahayu, 2012). Dalam
masa nifas terdapat berbagai komplikasi seperti masalah dalam produksi ASI
yang tidak lancar, puting lecet, payudara bengkak, abses payudara, puting
susu datar atau terbenam, sindrom ASI kurang, ibu bekerja, ibu melahirkan
dengan sectio caesar dan ibu dengan kondisi sakit (Jannah, 2011).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis bagi ibu maupun bayinya. Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi
ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari
kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan,
diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi pada masa nifas
(Purwoastuti, 2015).
Kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah secara umum terjadi
penurunan kematian ibu selama periode 2015-2019 dari 111,16 menjadi 76,9
per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2016 jumlah kematian
ibu terjadi penurunan kembali walaupun sedikit yaitu 602 kasus (AKI sebesar
109, 65 per 100.000 kelahiran hidup) (DKK Provinsi Jawa Tengah, 2015).
AKI di Indonesia dan Jawa Tengah yang masih tinggi menunjukkan
bahwa kesehatan ibu dan anak perlu mendapatkan perhatian, karena
menggambarkan pelayanan kesehatan di masyarakat. Pada tahun 2015 Angka
Kematian Ibu di Kabupaten Wonogiri sebesar 129,44 per 100.000 kelahiran
hidup, atau 15 kematian dari 11.588 kelahiran hidup. Angka ini mengalami
kenaikan dibandingkan tahun 2014 sebesar 83 per 100.000 kelahiran hidup,
atau 10 kematian dari 12.095 kelahiran hidup.
Pada tahun 2013, kematian ibu di Kabupaten Wonogiri sebesar 105,04
per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2012 sebesar 101,5 per 100.000 kelahiran
hidup dan pada tahun 2011 sebesar 75,25 per 100.000 kelahiran hidup.
Kematian ibu terbesar berada di wilayah kerja UPT Puskesmas Kismantoro (5
kematian) dan Puskesmas Karangtengah (3 Kematian) (Profil Kesehatan
Kab.Wonogiri, 2015).
Berdasarkan waktu terjadinya, kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2019
sebesar 64,18% kematian maternal di Provinsi Jawa Tengah terjadi pada
waktu nifas, sebesar 25,72% pada waktu hamil, dan sebesar 10,10% terjadi
pada waktu persalinan. Sementara berdasarkan kelompok umur, kejadian
kematian maternal terbanyak adalah pada usia 20-34 tahun sebesar 64,66%,
kemudian pada kelompok umur >35 tahun sebesar 31,97% dan pada
kelompok umur < 20 tahun sebesar 3,37% (Profil Kesehatan Kab.Wonogiri,
2015).
Angka kematian ibu dan bayi dapat dikurangi salah satunya dengan proses
menyusui. Proses menyusui dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas
karena proses menyusui akan merangsang kontraksi uterus sehingga
mengurangi perdarahan pasca melahirkan (postpartum). Menyusui merupakan
hak setiap ibu setelah melahirkan /nifas, tidak terkecuali pada ibu yang
bekerja maka agar terlaksananya pemberian ASI dibutuhkan informasi yang
lengkap mengenai menyusui serta bagaimana teknik menyusui yang benar.
Pada dasarnya, kebutuhan bayi terhadap ASI dan produksi ASI sangat
bervariasi. Sehingga ibu perlu memperhatikan tanda-tanda kelaparan atau
kepuasan yang ditunjukkan oleh bayi, serta pertambahan berat badan bayi
terhadap ASI (Sunar, 2009). Produksi ASI di pengaruhi oleh faktor fisik dan
psikologis ibu menyusui. Bila ke dua faktor tersebut tidak terpenuhi maka
produksi ASI tidak lancar. Faktor fisik terutama mengenai asupan gizi
ibu yang mencukupi, seimbang dan sehat, serta faktor kesehatan ibu.
Faktor psikologis terdiri dari rasa nyaman, tenang dan berfikiran positif.
Serta dukungan dari orang terdekat seperti suami dan keluarga
(Soetjiningsih, 2012).
Sikap ibu dalam keberhasilan pemberian ASI dipengaruhi oleh
pengalaman pribadi, pengetahuan dan pengaruh budaya ibu serta pengaruh
orang lain yang dianggap penting (Wawan, 2011). Sikap yang banyak
mempengaruhi terjadi pada ibu primi para saat menyusui mulai dari ASI tidak
keluar dengan lancar, puting payudara luka, hingga bayi rewel karena belum
bisa menyusu dengan benar. Hal ini juga dapat terjadi pada ibu multi para
yang sudah lama tidak menyusui bayinya yang merasa kawatir bahwa ASI-
nya tidak cukup untuk bayinya, padahal tidak ada masalah sama sekali
dengan ASI-nya (Bahiyatun, 2009).
WHO dan UNICEF (2013) menyatakan bahwa menyusui merupakan
penyelamat hidup anak yang paling murah dan efektif dalam sejarah
kesehatan manusia. Yang diharapkan adalah minimal enam bulan ibu
menyusui anaknya, mendapat mungkin secara asi eksklusif (enam bulan
tanpa ada pemberian cairan/asupan lain selain ASI).
Pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan selama periode ini. Karena
pelayanan asuhan kebidanan yang bersifat berkelanjutan (continuity of care)
saat ini memang sangat penting untuk ibu agar asuhan yang dilakukan dapat
memberikan hasil yang maksimal, disinilah peran penting bidan sebagai
garda terdepan pemberi Asuhan kepada Ibu dan Keluarga melalui pendekatan
asuhan kebidanan fisiologi holistik yang berbasis Evidence Based Medicine
yang sesuai literatur review dan dapat di implikasikan dalam pemberian
asuhan kebidanan.
Diharapkan dengan pengkajian asuhan kebidanan ini dapat
mempertajam pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan masa
nifas terkait perubahan- perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada ibu
sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi dan meningkatkan kesiapan
ibu dalam merawat bayinya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang dan kenyataan yang ada
penulis dapat merumuskan masalah yaitu:
1. Bagaimana penatalaksanaan asuhan kebidanan yang diberikan pada ibu
nifas dan rasionalisasinya?
2. Bagaimana proses laktasi dan menyusui?
3. Bagaimana analisis jurnal yang sesuai dengan kasus dan asuhan yang
diberikan?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
asuhan kebidanan pada ibu nifas normal dengan menerapkan asuhan
kebidanan SOAP serta memberikan dukungan kepada ibu nifas dalam
pemberian ASI Ekslusif.
2. Tujuan Khusus
Penulis diharapkan mampu :
a. Melaksanaan pengkajian data subjektif yang berhubungan dengan
masalah dari sudut pandang klien. Ekspresi klien mengenai
kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung
atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnose
b. Melakukan pengkajian data objektif yang merupakan
pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan fisik
klien, hasil pemeriksaan laboratorium. Catatan medik dan informasi
dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif
ini sebagai data penunjang
c. Menginterprestasikan data serta merumuskan pendokumentasian hasil
analisis data dan intrepretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan
objektif. Karena keadaan klien yang setiap saat bisa mengalami
perubahan, dan akan ditemukan informasi baru dalam data
d. Melakukan penatalaksanaan adalah mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis dalam
memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui.
2. Bagi Institusi
Hasil laporan pengelolaan kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber
referensi khususnya tentang asuhan kebidanan pada ibu nifas normal
dengan telaah jurnal yang sesuai dengan asuhan yang diberikan.
3. Bagi Pelayanan Kesehatan
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan studi banding dalam
melaksanakan pelayanan khususnya pada ibu nifas.
4. Bagi Profesi Bidan
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikasi bagi profesi bidan dalam
memberikan asuhan pada ibu nifas.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Literatur Review
1. Perubahan Fisik pada Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama 6
minggu. Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan
mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis
sebenarnya sebagian besar bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan
pendampingan melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup
kemungkinan akan terjadi keadaan patologis (Sulistyawati, 2009).
Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Periode immediate postpartum : Masa segera setelah plasenta lahir
sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah,
misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan
teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
lochea, tekanan darah, dan suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu): Pada fase ini bidan
memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
c. Periode late postpartum (1 minggu-5 minggu): Pada periode ini bidan
tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB (Saleha, 2009).
Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami
perubahan setelah melahirkan antara lain (Anggraeni, 2010) :
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Uterus
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah
kira-kira 2cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar
pada promotorium sakralis. Besar uterus kirakira sama dengan
sewaktu hamil 16 minggu dengan berat 1000 gram (Ambarwati
dan Wulandari, 2010). Tinggi fundus uterus dan berat uterus
menurut masa involusi(Suherni, dkk, 2009) yaitu :
Involusi Tinggi Fundus Uterus Uterus
Bayi Lahir Setinggi Pusat 1000 g
Uri lahir 3 jari di bawah pusat 750 g
1 Minggu Pertengahan pusat simfisi 500 g
2 Minggu Tak teraba di atas simfisi 350 g
6 Minggu Bertambah Kecil 50 g
8 Minggu Sebesar Normal 30 g
2) Lochea
Adalah eksresi cairan selama masa nifas. Lokhea terbagi menjadi 4
(Soleha, 2009) yaitu:
a) Lochea rubra
Lochea ini muncul hari 1 sampai hari 4 masa post partum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo
dan mekonium.
b) Lochea sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir.
Berlansung dari hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum.
c) Lochea serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung
serum, leukosit dan laserasi plasenta. Muncul hari ke 7 sampai
hari ke 14 postpartum.
d) Lochea alba
Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati. Lockea ini bisa berlangsung 2 sampai 6
minggu post partum.
3) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama- sama dengan uterus.
Warna serviks sendiri merah kehitam- hitaman karena penuh
pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang- kadang terdapat
laserasi/ perlukaan kecil karena robekan kecil terjadi selama
dilatasi, serviks tidak pernah kembali dalam keadaan sebelum
hamil.Muara serviks dilatasi 10 cm pada waktu persalinan,
menutup secara bertahap/ setelah bayi lahir, tangan masih bisa
masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki2-3 jari, pada 6
minggu postpartum serviks menutup (Ambarwati dan Wulandari,
2010).

b. Perubahan Sistem Perkemihan


Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu,
tergantung pada :
1) Keadaan/status sebelum persalinan
2) Lamanya partus kala II yang dilalui
3) Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan
(Suherni, dkk, 2009).

c. Perubahan Tanda-Tanda Vital


1) Suhu badan
Pada 24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37°-
38°C)sebagianakibat kerja kerassewaktu melahirkan, kehilangan
cairan,dan kelelahan apabila keadaan normal suhu badanakan biasa
lagi.
2) Nadi
Denyut nadi normal dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis
melahirkan biasanya jenyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut
nadi melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin
disebabkan oleh infeksi atau pendarahan postpartum yang tertunda.
3) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan
rendah setelah melahirkan karena ada pendarahan. Tekanan darah
tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsi
post partum
4) Pernafasan
Kedaaan penafasan selalu berhubungan dengan keadaaan
suhu dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal
pernapasan juga akan mengikutinya kecuali ada gangguan khusus
pada saluran nafas.
d. Perubahan Kardiovaskuler
Terdapat suatu penurunan besar kurang lebih 1.500 ml dalam
jumlah darah keseluruhan selama kelahiran dan masa nifas. Dalam
persalinan kira – kira 200 - 500 ml darah yang hilang sedangkan
selama postpartum 500 – 800 ml darah yang hilang dan terakhir 500
ml selama sisa masa nifas (Soleha, 2009).

2. Perubahan Psikologi pada Masa Nifas


Periode masa nifas diekspresikan oleh reva rubin yang terjadi ada 3
yaitu (Soleha, 2009) yaitu:
a. Taking In Period
Terjadi pada hari 1-2 persalianan, ibu masih pasif dan sangat
bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya ibu
lebih mengigatkan pengalaman melahirkan dan persalinan yang
dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat.
b. Taking Hold Period
Terjadi pada hari3-4 hari post partum, ibu lebih berkonsentrasi pada
kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya
terhadap perawatan bayi. Pada masa ini menjadi sangat sensitif,
sehingga membutuhkan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan
yang dialami ibu.
c. Letting Go Period
Dialami setelah ibu dan bayi tiba dirumah. Ibu mulai secara penuh
menerima tanggung jawab sebagai ibu dan menyadari atau merasa
kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.

3. Kunjungan Masa Nifas


Menurut Soleha (2009) kunjungan masa nifas dibagi menjadi ada 4
kali, yaitu :
a. KF 1 : 6-48 jam setelah persalinan
b. KF 2 : 3-7 hari setelah persalinan
c. KF 3 : 8-28 hari setelah persalinan
d. KF 4 : 28-42 hari setelah persalinan
Menurut (Manuaba, 2009) masalah kesehatan yang terjadi pada
masa nifas, yaitu:
a. Perdarahan pasca partum
b. Infeksi puerperium
c. Preeklampsi/ eklampsi
d. Penyakit tromboemboli
e. Infeksi mamae
f. Komplikasi perkemihan
Menurut Suherni (2009), tujuan dilakukannya asuhan masa nifas
adalah :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi.
b. Melaksanakan skrining yang komperhensif, mendeteksi masalah,
mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi sehat.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana

4. Proses Laktasi dan Menyusui


Menurut Saleha (2009), pengeluaran ASI merupakan suatu
interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan
bermacam-macam hormon. Pengaturan hormon terhadap pengeluaran ASI
dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : Produksi air susu ibu
(prolaktin), pengeluaran air susu ibu (oksitosin) dan pemeliharaan air susu
ibu.
Dalam fisiologi laktasi, prolaktin merupakan suatu hormon yang
disekresi oleh glandula pituitari. Hormon ini memiliki peranan penting
untuk memproduksi ASI, kadar hormon ini dihambat oleh hormon
plasenta. Dengan lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses
persalinan, maka kadar estrogen dan progesteron berangsur-angsur
menurun sampai tingkat dapat dilepaskan dan diaktifkannya prolaktin.
Peningkatan kadar prolaktin akan menghambat ovulasi, dan dengan
demikian juga mempunyai fungsi kontrasepsi. Namun, ibu perlu
memberikan air susu 2 sampai 3 kali setiap jam agar pengaruhnya benar-
benar efektif. Kadar prolaktin paling tinggi adalah pada malam hari.Hal ini
cukup efektif digunakan sebagai metode kontrasepsi yang lebih reliabel
untuk diterapkan apabila ingin menghindari kehamilan.
Menurut Saleha (2009), pada seorang ibu yang hamil dikenal dua
refleks yang masing-masing berperan dalam pembentukan dan
pengeluaran air susu, yaitu : refleks prolaktin dan refleks let down.
a. Refleks Prolaktin
Seperti telah dijelaskan bahwa menjelang akhir kehamilan hormon
prolaktin memegang peran penting dalam proses pembuatan
kolostrumnya masih terbatas, karena aktivitas prolaktin dihambat oleh
estrogen dan progesteron yang kadarnya memang tinggi. Hormon ini
merangsang sel-sel alveoli yang fungsinya untuk membuat air susu.
Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan normal kembali tiga
bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak. Setelah anak selesai
disapih, maka tidak akan ada peningkatan prolaktin. Walaupun ada
isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu
yang menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan-keadaan
seperti : Strees atau pengaruh psikis, anastesi, operasi, rangsangan
puting susu dan obat-obatan trangulizer hipotalamus seperti
klorampromazim, dan fenotiazid
b. Refleks Let Down
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofisis,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan
neurohipofisis yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Oksitosin yang
sampai pada alveoli akan mempengaruhi sel mioepitelim. Kontraksi
dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli
dan masuk kesistem duktus yang untuk selanjutnya mengalir melalui
duktus laktiferus masuk kemulut bayi.
Menurut Saleha (2009), faktor-faktor yang meningkatkan refleks
let down adalah : Melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium
bayi dan memikirkan untuk menyusui bayi. Proses produksi, sekresi,
dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi. Ketika bayi menghisap
payudara, hormon yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir dari
dalam alveoli, melalui saluran susu (ducts/milk canals) menuju
reservoir susu yang berlokasi di belakang areola, lalu kedalam mulut
bayi (Saleha, 2009). Hormon yang berhubungan dengan laktasi atau
menyusui disebut laktogen. Laktogen berfungsi untuk merangsang
kelenjar susu memproduksi air susu pada ibu sesudah melahirkan.
Menurut Saleha (2009) proses pembentukan laktogen melalui tahapan-
tahapan berikut ini:
1) Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki
fase laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum,
yaitu berupa cairan kental kekuningan.Pada saat itu, tingkat
progesteron yang tinggi mencegah produksi ASI yang
sebenarnya.Namun, hal ini bukan merupakan masalah
medis.Apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum
sebelum bayi lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau
banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti.
2) Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya
tingkat hormon progesteron, estrogen, dan HPL secara tiba-tiba,
namun hormon prolaktin tetap tinggi.Hal ini menyebabkan
produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase
laktogenesis II. Apabila payudara dirangsang, jumlah prolaktin
dalam darah akan meningkat dan mencapai puncaknya dalam
periode 45 menit, kemudian kembali ke level sebelum rangsangan
tiga jam kemudian.
Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel didalam
alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar
dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa jumlah
prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih
banyak, yaitu sekitar pukul 02.00 dini hari hingga 06.00 pagi,
sedangkan jumlah prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.
3) Laktogenesis III
Sistem hormon endokrin mengatur produksi ASI selama
kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan.Ketika
produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol otokrin dimulai.Fase ini
dinamakan laktogenesis III. Pada tahap ini, apabila ASI
banyakdikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan
banyak pula. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi
oleh seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, juga
seberapa sering payudara dikosongkan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan kepada pasien, yaitu : Menyusui bayinya setelah
lahir minimal 30 menit bayi telah disusukan, ajarkan cara
menyusui yang benar, memberikan ASI secara penuh 6 bulan
tanpa makanan lain, menyusui tanpa dijadwal, sesuka bayi (on
demand), diluar menyusui jangan memberikan dot/kompeng pada
bayi, tapi berikan ASI dengan sendok dan penyapihan bertahap
meningkatkan frekuensi makanan dan menurunkan frekuensi
pemberian ASI (Suherni,2009).

5. Kebutuhan Fisiologis Masa Nifas


a. Gizi
Ibu nifas dianjurkan untuk mencukupi kebutuhan gizinya, yaitu :
1) Makan dengan diet berimbang, cukup karbohidrat, protein,
lemak,vitamin dan mineral.
2) Mengkomsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari pada 6
bulan pertama,6 bulan selanjutnya 500 kalori/hari dan tahun kedua
400 kalori. Jadi jumlah kalori tersebut adalah tambahan dari kalori
per harinya.
3) Mengkomsumsi vitamin A 200.000 IU. Pemberian vitamin A
dalam bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI,
meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kelangsungan
hidup anak (Suherni,dkk,2009).
b. Ambulasi
Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada
kontraindikasi. Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan
mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja peristaltic
dan kandung kemih, sehingga mencegah distensi abdominal dan
konstipasi. Bidan harus menjelaskan kepada ibu tentang tujuan dan
manfaat ambulasi dini. Ambulasi ini dilakukan secara bertahap sesuai
kekuatan ibu. Terkadang ibu nifas enggan untuk banyak bergerak
karena merasa letih dan sakit. Jika keadaan tersebut tidak segera
diatasi, ibu akan terancam mengalami trombosis vena. Untuk
mencegah terjadinya trombosis vena, perlu dilakukan ambulasi dini
oleh ibu nifas.
Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu
diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain,
yaitu pada 1 atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu
harus diminta untuk melakukan latihan menarik napas dalam serta
latihan tungkai yang sederhana Dan harus duduk serta mengayunkan
tungkainya di tepi tempat tidur.
Sebaiknya, ibu nifas turun dan tempat tidur sediri mungkin
setelah persalinan. Ambulasi dini dapat mengurangi kejadian
komplikasi kandung kemih, konstipasi, trombosis vena puerperalis,
dan emboli perinorthi. Di samping itu, ibu merasa lebih sehat dan kuat
serta dapat segera merawat bayinya. Ibu harus didorong untuk berjalan
dan tidak hanya duduk di tempat tidur. Pada ambulasi pertama,
sebaiknya ibu dibantu karena pada saat ini biasanya ibu merasa pusing
ketika pertama kali bangun setelah melahirkan (Bahiyatun, 2009).
c. Personal Higyne Ibu
Sering membersihkan area perineum akan meningkatkan
kenyamanan dan mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering
menggunakan air hangat yang dialirkan (dapat ditambah larutan
antiseptik) ke atas vulva perineum setelah berkemih atau defekasi,
hindari penyemprotan langsung. Ajarkan ibu untuk membersihkan
sendiri.
Pasien yang harus istirahat di tempat tidur (mis : hipertensi,
post-seksiosesaria) harus dibantu mandi setiap hari dan mencuci
daerah perineum dua kali sehari dan setiap selesai eliminasi. Setelah
ibu mampu mandi sendiri (dua kali sehari), biasanya daerah perineum
dicuci sendiri. Penggantian pembalut hendaknya sering dilakukan,
setidaknya setelah membersihkan perineum atau setelah berkemih atau
defekasi.
Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura, atau laserasi
merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih
dan kering. Tindakan membersihkan vulva dapat memberi kesempatan
untuk melakukan inspeksi secara seksama daerah perineum.
Payudara juga harus diperhatikan kebersihannya. Jika puting
terbenam, lakukan masase payudara secara perlahan dan tarik keluar
secara hati-hati. Pada masa postpartum, seorang ibu akan rentan
terhadap infeksi. Untuk itu, menjaga kebersihan sangat penting untuk
mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan tubuh,
pakaian, tempat tidur dan lingkungannya.
d. Istirahat dan Tidur
Untuk mencukupi kebutuhan istirahat ibu maka anjurkan ibu untuk
istirahat yang cukup untuk mengurangi kelelahan, tidur siang atau
istirahat selagi bayi tidur, kembali ke kegiatan rumah tangga secara
perlahan-lahan. Ibu juga harus mampu untuk mengatur kegiatan
rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu untuk istirahat pada
siang hari kira-kira 2 jam dan malam 7-8 jam. Menurut Suherni
(2009), kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat:
1) Mengurangi jumlah ASI.
2) Memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan
perdarahan.
3) Depresi
e. Senam Nifas
Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami
perubahan fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya
liang senggama dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan
kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima,
senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Ibu
tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi
secara dini dapat membantu rahim untuk kembali ke bentuk semula.
Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama
melahirkan setiap hari sampai hari yang kesepuluh, terdiri dari
sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat
pemulihan ibu (Suherni,2009)
f. Seksualitas Masa Nifas
Kebutuhan seksual sering menjadi perhatian ibu dan keluarga.
Diskusikan hal ini sejak mulai hamil dan diulang pada postpartum
berdasarkan budaya dan kepercayaan ibu dan keluarga. Seksualitas
ibu dipengaruhi oleh derajat ruptur perineum dan penurunan hormone
steroid setelah persalinan. Keinginan seksual ibu menurun karena
kadar hormon rendah, adaptasi peran baru, keletihan (kurang istirahat
dan tidur). Penggunaan kontrasepsi (ovulasi terjadi pada kurang lebih
6 minggu) diperlukan karena kembalinya masa subur yang tidak dapat
diprediksi. Menstruasi ibu terjadi pada kurang lebih 9 minggu pada
ibu tidak menyusui dan kurang Iebih 30 - 36 minggu atau 4 - 18 bulan
pada ibu yang menyusui.
g. Keluarga Berencana
Keluarga berencana adalah salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan jalan memberi nasihat perkawinan, pengobatan
kemandulan dan penjarangan kehamilan. KB merupakan salah satu
usaha membantu keluarga /individu merencanakan kehidupan
berkeluarganya dengan baik, sehingga dapat mencapai keluarga
berkualitas.
h. Eliminasi
1) Buang Air Kecil (BAK)
Dalam 6 jam ibu sudah harus bisa BAK spontan,
kebanyakan ibu dapat berkemih spontan dalam waktu 8 jam.
Urin dalam jumlah yang banyak akan diproduksi dalam waktu
12-36 jam setelah melahirkan. Ureter yang berdilatasi akan
kembali dalam waktu 6 minggu.
2) Buang Air Besar (BAB)
BAB biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena enema
persalinan, diet cairan, obat-obatan analgetik, dan perineum yang
sangat sakit. Bila lebih dari 3 hari belum BAB bisa diberikan
obat laksantia. Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu
dalam regulasi BAB. Asupan cairan yang adekuat dan diet tinggi
serat sangat dianjurkan. (Suherni, 2009)
i. Pemberian ASI/Laktasi
Menurut Suhermi (2009), hal-hal yang perlu diperhatikan kepada
pasien saat menyusui adalah :
1) Menyusui bayinya setelah lahir minimal 30menit bayi telah disusukan.
2) Ajarkan cara menyusui yang benar.
3) Memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain.
4) Menyusui tanpa dijadwal, sesuka bayi
5) Diluar menyusui jangan memberikan dot/kempeng pada bayi, tapi
berikan ASI dengan sendok.
6) Penyapihan bertahap meningkatkan frekuensi makanan dan
menurunkan frekuensi pemberian ASI (Suherni,2009)
j. Kunjungan Nifas
Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat kali.
Kunjungan ini bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir juga
untuk mencegah, mendeteksi, serta menangani masalah-masalah yang
terjadi.

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam - Mencegah perdarahan masa nifas karena
setelah atonia uteri.
persalinan - Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut.
- Memberikan konseling pada ibu atau salah
satu anggota keluarga bagaimana mencegah
perdarahan maa nifas karena atonia uteri.
- Pemberian ASI awal.
- Melakukan hubungan antara ibu dan bayi
baru lahir.
- Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermi.
- Jika petugas kesehatan menolong persalinan,
ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir
untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau
sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
2 6 hari setelah - Memastikan involusi uterus berjalan normal
persalinan uterus berkontraksi, fundus dibawah
umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal,
tidak ada bau.
- Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi
atau perdarahan abnormal.
- Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
- Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari
3 2 minggu Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan).
setelah
persalinan
4 6 minggu - Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang
setelah ia atau bayi alami.
persalinan - Memberikan konseling untuk KB secara dini.
6. Kebutuhan Psikologis Masa Nifas
a. Pelajari diri sendiri
Pelajari dan mencari informasi mengenai postpartum, sehingga ibu
sadar terhadap beberapa kondisi yang mungkin terjadi.
b. Hindari Perubahan Hidup Sebelum atau Sesudah Melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti
membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan.
Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stress.
c. Beritahukan Perasaan Ibu
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang
ibu inginkan dan butuhkan demi kenyamanan ibu sendiri. Jika
memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera
beritahukan pada pasangan atau orang terdekat ibu.
d. Dukungan Keluarga dan Orang Lain
Dukungan dari suami dan keluarga yang ibu cintai selama
melahirkan sangat diperlukan. Ceritakan kepada suami dan keluarga
atau siapapun yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan
diri ibu, bahwa mereka akan selalu berada di sisi ibu.
Dukungan sosial penting untuk kesehatan ibu, baik fisik maupun
psikologis setelah ibu melahirkan terutama saat ibu memiliki peran
baru sebagai ibu (Hung, 2004). Pierce (dalam Kail dan Cavanaug,
2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional,
informasional atau pendampingan dari orang-orang di sekitar individu
yang sedang menghadapi masalah dan dalam kondisi krisis.
e. Persiapkan diri sendiri dengan Baik
Persiapan sebelum melahirkan sangatlah diperlukan. Ikutlah kelas
senam hamil yang sangat membantu serta buku atau artikel lainnya
yang ibu perlukan. Kelas ibu hamil akan sangat membantu ibu dalam
mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya ibu
tidak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika ibu tahu apa
yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat
dihindari.
Seorang ibu membutuhkan kesiapan yang matang untuk
mengantisipasi ciri-ciri dari munculnya kondisi tegang yang bisa
berakibat pada tingkat stress. Kemampuan ibu untuk mengatasi
stressor ini disebut dengan coping stress. Istilah coping menurut
Sunberg, Winebager, dan Taplin (2007) biasa dikaitkan dengan
mekanisme pertahanan diri baik yang bersifat positif maupun negatif.
f. Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga akan
membantu ibu dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan
kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan ibu,
sehingga ibu akan merasa lebih baik setelahnya.

B. Implikasi Untuk Praktik dan Strategi Pengajaran


Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara
berkembang, terutama disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan,
eklamsia,sepsis dan komplikasi keguguran.Dalam upaya menurunkan
kesakitan dan kematian ibu, perlu diantisipasiadanya keterbatasan kemampuan
untuk penatalaksanaan komplikasi pada jenjang pelayanan tertentu.
Kompetensi petugas, pengenalan jenis komplikasi,dan ketersediaan sarana
pertolongan menjadi penentu bagi keberhasilan penatalaksanaan komplikasi
yang umumnya akan selalu berbeda menurutderajat, keadaan dan tempat
terjadinya.
Evidence based health care merupakan penerapan berfikir kritis
berdasarkan metode ilmiah yang digunakan dalam pengambilan keputusan
bidang kesehatan. Salah satu tujuan penerapan evidence based health care
adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Dalam
pelaksanaannya keputusan akhir dalam memberikan pelayanan kesehatan juga
menggabungkan dengan tingkat pengetahuan/pendidikan, pengalaman klinis
dan kebijakan yang berlaku.Perawatan kesehatan berbasis bukti (evidence
based health care), meliputi evidence based clinical practice / evidence based
practice dan evidence based medicine. Evidence based practice (praktek klinis
berbasis bukti) adalah sebuah pendekatan yang digunakan dalam pengambilan
keputusan di mana tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan) menggunakan
bukti terbaik yang tersedia, dengan persetujuan klien/pasien, untuk
memutuskan pilihan yang sesuai dan terbaik bagi klien/ pasien.
Evidence based medicine (pengobatan berbasis bukti) adalah penggunaan
metode pengobatan yang teliti, tegas dan bijaksana berdasarkan bukti terbaik
saat ini, yang dilakukan dalam membuat keputusan tentang perawatan pasien
secara individual.
Pada proses asuhan masa nifas ada beberapa hal yang dahulunya bahkan
sampai sekarang kita lakukan dan ternyata setelah dilakukan penelitian
ternyata tidak bermanfaat dan bahkan merugikan pasien.
Tindakan
NO yang Sebelum EBM Sesudah EBM
dilakukan
1 Pemakaian Tampon Tampon dapat
Tampon menyerap menyebabkan
Vagina pendarahan tapi infeksi.
tidak
mengehentikan
pendarahan.
2 Perawatan Bayi benar-benar
Untuk
Terpisah (ibu siaga selama 2mempererat
dan bayi) jam pertama. bounding
attachment.
3 Pemakaian Gurita untuk Gurita
Gurita atau memperbaiki mempersulit
sejenisnya bentuk tubuh ibu pemantauan
involusio rahim
dan dapat
menyebabkan
infeksi.
Dari tindakan diatas telah dilakukan penelitian sehingga dapat
dikategorikan aman untuk asuhan pada ibu nifas dan bayi baru lahir hasil
penelitiannya :
a. Penggunaan Tampon Vagina
Tampon vagina menyerap darah tetapi tidak menhentikan pendarahan,
bahkan pendarahan tetap terjadi dan dapat menyebabkan infeksi.
b. Bounding Attacment
Bounding Attacment adalah sentuhan awal atau kontak kulit antara ibu
dan bayi pada menit-menit pertama sampai beberapa jam setelah kelahiran
bayi. Menurut Klaus, Kennel (1982), ada beberapa keuntungan fisiologis
yang dapat diperoleh dari kontak dini : Kadar oksitosin meningkat, refleks
menghisap dilakukan dini, pembentukkan kekebalan aktif dimulai,
mempercepat proses ikatan antara orangtua dan anak
c. Pemakaian Gurita dan Sejenisnya
Wanita yang setelah melahirkan pasti ingin tubuhnya kembali seperti
semula/ langsing. Maka darti itu kebanyakan orang inigin memakai
gurita/stagen. Pada dasarnya, dunia kesehatan tidak menganjurkan setiap
pasien bersalin untuk memakai stagen atau gurita. Stagen atau gurita tidak
memberikan efek positif dalam mengecilkan atau mengencangkan perut
karena sifatnya yang pasif. Pada saat memakai stagen atau gurita perut
memang terasa kencang, namun setelah dilepas perut akan kendur seperti
semula.

C. Implikasi Hasil Penelitian


Penerapan evidence based medicine-practice dalam pelayanan kebidanan
(evidence based midwifery) khususnya dalam asuhan kebidanan masa nifas,
diantaranya sebagai pertimbangan dalam : Memberikan dukungan secara
berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk
mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas, mendeteksi
komplikasi dan perlunya rujukan, memberikan informasi dan konseling untuk
ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-
tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang
aman, dan melakukan manajemen asuhan kebidanan dengan cara
mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta
melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah
komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
a. Oxytocin Massage
Salah satu upaya yang dapat dilakukan ibu dan keluarga, untuk
meningkatkan produksi ASI diperlukan hormon oksitosin (Bobak, 2005),
pada ibu setelah melahirkan dapat melakukan pijat oksitosin.Pijat oksitosin
merupakan pemijatan sepanjang tulang belakang (tulang vertebrae sampai
tulang coste kelima-enam).Pijat oksitosin dilakukan pada ibu postpartum
dengan durasi 3 menit dan frekuensi pemberian pijatan 2 kali sehari.
Pijat ini tidak harus dilakukan oleh petugas kesehatan tetapi dapat
dilakukan oleh suami atau keluarga yang lain. Mekanisme kerja dalam
pelaksanaan pijat oksitosin merangsang saraf dikirim keotak sehingga
hormon oksitosin dapat dikeluarkan dan mengalir kedalam darah
kemudian masuk ke payudara dan menyebabkan otot-otot sekitar alveoli
berkontraksi dan membuat ASI mengalir.
Menurut Maryunani (2012) pemijatan tengkuk dan punggung
memberikan kontribusi yang besar bagi ibu nifas yang sedang menyusui.
Rasa nyaman yang ibu rasakan akan membantu dalam pengeluaran ASI
sehingga ibu tidak akan merasakan nyeri baik dari hisapan bayi pada
payudara maupun kontraksi uterus karena pada pemijatan tengkuk
danpunggung mampu mengeluarkan endorfin merupakan senyawa yang
menenangkan. Dalam keadaan tenang seperti inilah ibu nifas yang sedang
menyusui mampu mempertahankan produksi ASI yang mencukupi bagi
bayinya. Hal ini seperti teori Sloane (2003).
Peranan hipofisis adalah mengeluarkan endorfin (endegenous
opiates) yang berasal dari dalam tubuh dan efeknya menyerupai heroin dan
morfin. Zat ini berkaitan dengan penghilang nyeri alamiah (analgesik).
Peranan selanjutnya mengeluarkan prolaktin yang akan memicu dan
mempertahankan sekresi air susu dari kelenjar mammae. Sedangkan
peranan hipotalamus akan mengeluarkan oksitosin yang berguna
untukmenstimulus sel-sel otot polos uterus dan menyebabkan keluarnya
air susu dari kelenjar mammae pada ibu menyusui dengan menstimulasi
sel-sel mioepitel (kontraktil) di sekitar alveoli kelenjar mammae.
Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa pijat oksitosin dapat
meningkatkan kadar hormon oksitosin. Jika kadar hormon oksitosin
meningkat juga akan mempengaruhi produksi ASI. Pijat oksitosin ini
dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks let down. Pijat
oksitosion ini dilakukan dengan cara memijat pada daerah punggung
sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga diharapkan dengan
dilakukan pemijatan ini, ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah
melahirkan akan hilang. Jika ibu rileks dan tidak kelelahan setelah
melahirkan dapat membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin
(Depkes RI, 2007).
b. Senam Nifas
Pada saat hamil beberapa otot mengalami penguluran, terutama
otot rahim dan perut. Setelah melahirkan, rahim tidak secara cepat kembali
ke seperti semula, tetapi melewati proses untuk mengembalikan ke kondisi
semula diperlukan suatu senam, yang dikenal dengan senam nifas (Huliana
dalam Sukaryati dan Maryunani, 2011). Senam nifas merupakan
serangkaian gerakan tubuh yang dilakukan oleh ibu setelah melahirkan
yang bertujuan untuk memulihkan dan mempertahankan kekuatan otot
yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan.
Latihan pada otot dasar panggul akan merangsang serat-serat saraf
pada otot uterus yaitu serat saraf simpatis dan parasimpatis yang menuju
ganglion cervicale dari frankenhauser yang terletak di pangkal ligamentum
sacro uterinum. Rangsangan yang terjadi pada ganglion ini akan
menambah kekuatan kontraksi uterus. Dengan adanya kontraksi dan
retraksi dari uterus yang kuat dan terus menerus dari latihan otot-otot
tersebut maka akan menambah kekuatan uterus dalam proses involusi
sehingga penurunan tinggi fundus uteri berlangsung lebih cepat dari pada
yang tidak senam.
Selain itu latihan otot perut akan menyebabkan ligamen dan fasia
yang menyokong uterus akan mengencang. Ligamentum rotundum yang
kendor akan kembali sehingga letak uterus yang sebelumnya retrofleksi
akan kembali pada posisi normal yaitu menjadi antefleksi (Polden, 2007).
Hal ini didukung oleh penelitian Kuswati (2014) yaitu dengan adanya
kontraksi uterus yang kuat dan terus menerus, akan lebih membantu kerja
uterus dalam mengompresi pembuluh darah dan proses hemostatis. Proses
ini akan membantu menurunkan tinggi fundus uteri.
PATHWAY

Proses keluarnya Hasil Konsepsi


Melalui Jalan Lahir

Kala IV (2 Jam Post Partum)

Setelah Kala IV

Adaptasi fisiologis Adaptasi Psikologis

Penurunan hormon Episiotomi Komplikasi Sensitifitas otot


Taking In Taking Hold
Estrogen &progesteron Terputusnya
Perdarahan Motilitas
kontinuitas Kelahiran Anak I
dan tonus Letting Go
Stimulasi Hipofisis
Jaringan otot
Volume Cairan Perubahan Proses
Belum Pengalaman
Menurun Keluarga
Sekresi Sekresi
Jalan masuk Konstipasi
prolaktin Oksitosin
kuman Kurang Informasi
Perubahan
Laktasi Resti infeksi Eliminasi
BAB Kurang Pengetahuan tentang
Pengeluaran ASI tidak lancar Perawatan Diri Pasca Partum
dan Perawatan Payudara
Sumber : (Hacker, 2001)
Pembengkakan Payudara

Nyeri
D. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian Asuhan Masa Nifas
Asuhan masa nifas adalah asuhan yang diberikan pada ibu segera
setelah kelahiran, sampai 6 minggu setelah kelahiran (PPKC, 2004)
2. Tujuan
Memberikan asuhan yang adekuat dan terstandart pada ibu segera
setelah melahirkan dengan memperhatikan riwayat selama kehamilan
dalam persalinan dan keadaan segera setelah melahirkan (PPKC, 2004).
3. Metode Asuhan Kebidanan SOAP
Dalam memberikan Asuhan Kebidanan pada klien, bidan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang disebut manajement
kebidanan atau pendokumentasian. Pendokumentasian adalah suatu
pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap keadaan yang dilihat dalam
pelaksanaan asuhan kebidanan.
Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat
diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data
subjektif, O adalah data objektif, A adalah analis/assessment dan P adalah
planning. SOAP merupakan catatan yang sederhana, jelas, logis dan
singkat.
a. Langkah I : Pengumpulan Data Subyektif
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan ibu.
1) Biodata
a) Nama
Nama klien ibu dan ayah perlu ditanyakan agar tidak keliru
bila ada kesamaan nama dengan klien lain.
b) Umur
Berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan
dan tindakan yang dilakukan (Depkes RI, 2010)
c) Agama
Perlu dicatat untuk mempermudah hubungan bila dalam
keadaan mendesak dan dapat memberi petunjuk keadaan
lingkungan tempat tinggal pasien (Depkes RI, 2010)
d) Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan sangat besar pengaruhnya didalam
tindakan Asuhan Kebidanan, selain itu anak akan lebih
terjamin pada orang tua pasien (anak) yang tingkat
pendidikannya tinggi.
e) Pekerjaan orang tua
Jenis pekerjaan dapat menunjukkan tingkat keadaan ekonomi
keluarga juga dapat mempengaruhi kesehatan (Depkes RI, 10).
f) Alamat
Dicatat untuk mempermudah hubungan bila dalam keadaan
mendesak dan dapat memberi petunjuk keadaan lingkungan
tempat tinggal pasien (Depkes RI, 10)
g) Kebangsaan
Untuk mengadakan statistik tentang kelahiran mungkin juga
untuk menentukan prognosa persalinan dengan melihat
keadaan panggul.
h) Perkawinan
Untuk membantu menentukan bagaimana keadaan alat
kelamin dalam ibu itu.
i) Keluhan utama
Ibu dengan nifas fisiologis didapatkan keluhan perut terasa
mules dan nyeri pada luka jahitan.
j) Riwayat keluarga berencana
Perlu dikaji pada klien yang telah mengikuti keluarga
berencana antara lain jenis kontrasepsinya yang digunakan,
efek samping, alasan pemberhentian kontrasepsi dan lamanya
menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini dipakai untuk
memotivasi klien setelah melahirkan, disesuaikan dengan
kondisinya.
k) Riwayat penyakit ibu
Ditanyakan untuk mengetahui penyakit apa yang diderita ibu
dan apakah mempengaruhi masa nifas atau tidak.
l) Riwayat psikososial dan spiritual
Keadaan psikologis ibu, sosial ibu dan spiritual ibu apakah ada
pengaruhnya dengan masa nifas.
b. Langkah II : Pengumpulan Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum
Yaitu pemeriksaan yang dilakukan sesuai kebutuhan dan
tanda-tanda vital meliputi : Mengukur tekanan darah, apakah ada
hypertensi atau tidak sehingga kita dapat menentukan status
kesehatan ibu nifas, nadi (60-90x/menit), suhu (36-370C) dan
respirasi (18-20x/menit)
2) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Periksa pandang, dengan memandang atau melihat apakah
pasien tersebut dalam keadaan normal atau tidak.
b) Palpasi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan rabaan apakah ada
massa atau kelainan lain.
c) Auskultasi
Periksa dengar, dengan auskultasi kita bisa menyimpulkan
keadaan ibu apakah ada kelainan atau tidak.
d) Perkusi
Pemeriksaan ketukan ini tidak begitu berarti bila tidak ada
indikasi. Reflek patella positif baik menandakan keadaan
kalsium dan vitamin B yang cukup
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala : Kebersihan rambut, adanya benjolan.
b) Muka : Apakah pucat ataut tidak, ekspresi wajah.
c) Mata : Conjungtiva papebra pucat atau tidak,
conjungtiva bulbi pucat atau tidak, sklera ikterus atau tidak,
kelopak mata bengkak atau tidak.
d) Mulut : Bibir pucat atau tidak, jika pucat
kemungkinan anemia atau timbulnya rasa nyeri hebat.
e) Leher : Pembesaran kelenjar thyroid kemungkinan
ibu mengalami kekurangan yodium.
f) Dada : Apakah ASI sudah keluar kanan atau kiri,
apakah ada mastitis. (Modul 2, Depkes RI, 2002)
g) Abdomen : Inspeksi : Tidak ada luka bekas operasi,
striae lividae ada atau tidak.
Palpasi : TFU setinggi pusat pada 2 jam PP, TFU
pertengahan pusat-symphisis, TFU tidak teraba diatas
symphisis pada 6 minggu post partum(Mochtar Rustam, 199
h) Genetalia
Pengeluaran pervaginam : Lochea
c. Langkah III : Interpretasikan Hasil Analisa dari DS dan DO
Melakukan pendokumentasian hasil analisis dan intrepretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Karena keadaan klien
yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan
informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka
proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis.
Menganalisis diagnosa menuntut bidan untuk sering melakukan
analisis data yang dinamis tersebut dalam rangka mengikuti
perkembangan klien. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti
perkembangan data klien akan menjamin cepat diketahuinya
perubahan pada klien, dapat terus diikuti dan diambil
keputusan/tindakan yang tepat.
Analisis data adalah melakukan intrepretasi data yang telah
dikumpulkan, mencakup : Diagnosis/diagnosis dan masalah
kebidanan/diagnosis, masalah kebidanan dan kebutuhan. Dan
Mengidentifikasi diagnosa/masalah potensial yang mungkin akan
terjadi berdasarkan masalah/diagnosa yang sudah diidentifikasi dan
merencanakan antisipasi tindakan.
d. Langkah IV : Membuat Perencanaan Asuhan
Merencanakan asuhan menyeluruh yang rasional sesuai dengan
temuan dari langkah sebelumnya. Penatalaksanaan adalah mencatat
seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan
seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara
komprehensif; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up
dan rujukan. Tujuan penatalaksanaan untuk mengusahakan
tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraanya.
Contoh :
S : - Ibu mengatakan mengerti dengan semua penjelasan yang
diberikan oleh petugas kesehatan. Ibu dapat mengulang secara
sederhana penjelasan yang telah diberikan
O : - Keadaan umum ibu baik, ASI sudah keluar, Tinggi fundus
uteri 2 jari dibawah pusat dan Konsistensi uterus keras. Perdarahan ±.
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg,
Nadi 88x/menit, Suhu 369 0C, Pernafasan : 20x/menit
A : P1A0 nifas hari pertama

P :
• Anjurkan pada ibu untuk sering melakukan massase pada
perutnya
• Anjurkan pada ibu untuk sering melakukan aktivitas ringan
seperti duduk, berjalan-jalan.
• Anjurkan pada ibu untuk membersihkan payudaranya dengan
kapas air matang sebelum diteteki.
• Anjurkan pada ibu untuk meneteki sesering mungkin.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK IBU NIFAS


PADA NY. F USIA 26 TAHUN P1A0 POST PARTUM HARI KE-1
DI PMB RONY SUNARSIH

PENGKAJIAN
Tanggal : 14 Mei 2022
Jam : 09.20 WIB
Tempat : Ruang Perawatan PMB Rony S

IDENTITAS PASIEN
Ibu Suami
Nama : Ny.F Nama : Tn.H
Umur : 26 tahun Umur : 26 tahun
Suku/Bangsa : Jawa Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Guru Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jajar ¾, Talesan Alamat : Jajar ¾, Talesan

A. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Ibu mengatakan masih nyeri pada jahitan perineum dan ASI belum lancar
2. Riwayat Perkawinan
a. Kawin : 1 kali
b. Pernikahan ke- :1
c. Umur saat menikah : 25 tahun
d. Lamanya pernikahan : 1 tahun
3. Riwayat Menstruasi
a. Menarche usia : 13 tahun
b. Siklus : Teratur (30 hari)
c. Lama : 5 hari
d. Sifat darah : Encer
e. Bau : Khas darah menstruasi
f. Flour albous : Kadang muncul di hari menjelang menstruasi
g. Disminorhe : Tidak ada
h. Banyaknya : 3-4 kali ganti pembalut/hari

4. Riwayat Nifas dan menyusui, Persalinan dan Nifas yang Lalu


P1A0
Persalinan Nifas
Hamil
Ke Tgl UK Jenis Komplikasi Jenis BB
Penolong Laktasi Komplikasi
Lahir (minggu) Persalinan Kelamin Lahir
Ibu Bayi
40 Laki - ASI
I 13-5-22 Normal Bidan t.a.k t.a.k 3100 t.a.k
minggu laki Eksklusif

5. Riwayat Kontrasepsi yang Digunakan


Ibu mengatakan belum pernah menggunakan kontrasepsi apapun
6. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit sistemik, menurun, menular yang pernah/sedang diderita
(jantung, asma, TBC, ginjal, DM, malaria, HIV/AIDS) :
Ibu mengatakan sebelum menikah dan sebelum hamil tidak
pernah/tidak sedang menderita penyakit sistemik yaitu gejala yang
mempengaruhi tubuh secara umum seperti lupus, penyakit menular
seperti TBC (dengan gejala batuk > 2 minggu disertai darah atau
kronis, berkeringat dimalam hari, penurunan berat badan, dan demam),
PMS (dengan gejala rasa sakit, benjolan, luka, serta keluarnya cairan
nanah di kemaluan dll), penyakit menahun seperti jantung (dengan
gejala nyeri dada, keringat dingin dan mual, sesak napas dan pusing),
penyakit keturunan seperti DM (kadar gula darah tinggi), hipertensi
(tekanan darah >130/90), asma (dengan gejala sesak atau sulit
bernapas, tersengal-sengal, serta nafas terasa berat).
b. Penyakit yang pernah/ sedang diderita keluarga :
Ibu mengatakan keluarganya tidak ada yang pernah/sedang menderita
penyakit sistemik yaitu gejala yang mempengaruhi tubuh secara umum
seperti lupus, penyakit menular seperti TBC (dengan gejala batuk > 2
minggu disertai darah atau kronis, berkeringat dimalam hari,
penurunan berat badan, dan demam), PMS (dengan gejala rasa sakit,
benjolan, luka, serta keluarnya cairan nanah di kemaluan dll), penyakit
menahun seperti jantung (dengan gejala nyeri dada, keringat dingin
dan mual, sesak napas dan pusing), penyakit keturunan seperti DM
(kadar gula darah tinggi), hipertensi (tekanan darah >130/90), asma
(dengan gejala sesak atau sulit bernapas, tersengal-sengal, serta nafas
terasa berat).
c. Riwayat operasi
Ibu mengatakan tidak pernah mengalami operasi apapun sebelumnya.
d. Riwayat kembar, cacat
Ibu mengatakan tidak memiliki keturunan anggota keluarga yang
kembar, dan tidak memiliki keturunan cacat genetik pada keluarga.
7. Riwayat Persalinan Terakhir
a. Keadaan Ibu
1) Masa nifas 1 hari
2) Tempat persalinan di Praktik Mandiri Bidan
3) Jenis persalinan : Normal spontan belakang kepala tanpa penyulit
4) Komplikasi : Ibu tidak mengalami komplikasi saat persalinan
5) Proses Persalinan
Kala Lama Pengeluaran Tindakan
Kejadian/Indikasi Ket.
Persalinan (Jam) Pervaginam (cc) (Oleh)
1 8 jam 9 cc - -
2 10 menit 30 cc - -
3 5 menit 60 cc - -
Heacting oleh
4 2 jam 30 cc Ruptur Perineum
Bidan

b. Keadaan Bayi
1) Tanggal lahir 13 Mei 2022, pukul 07.00 WIB
2) Antopometri BBL : 3100 gram, PB 48 cm, LK 33 cm, LD 33 cm.
3) Keadaan secara umum baik
4) Rawat gabung dengan ibu
8. Kebutuhan Fisik
a. Pola Nutrisi
Porsi : 1 piring/1 gelas
Makanan/minuman : Nasi, lauk, sayur, air putih dan teh
Pantangan : Tidak ada pantangan
Keluhan : Tidak ada keluhan
b. Eliminasi
BAK BAB
Sifat : Cair Sifat : Ibu belum BAB
Jumlah : Normal Jumlah :-
Warna : Kuning jernih Warna :-
Bau : Khas Bau :-
Keluhan : Tidak ada Keluhan :-
c. Istirahat (tidur)
Tidur malam : Ibu mengatakan tidur malamnya ±5 jam
Tidur siang : Ibu mengatakan tidur siangnya biasanya ±2 jam
d. Personal hygiene
Mandi : 2x/hari Ganti pakaian : 2x/hari
Gosok gigi : 2x/hari Keramas : 2x/minggu
Ganti pembalut terakhir : Pukul 07.00 WIB
e. Ambulasi/Aktivitas
Ibu sudah dapat mandi dan BAK ke kamar mandi.

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
b. Tanda – Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Suhu : 36,6º C
Respirasi : 26x/menit
Nadi : 97x/menit
c. Berat Badan : 60 kg
d. Tinggi badan : 150 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
(Rambut, muka (odema, pucat), mata (kelopak mata, sklera,
konjungtiva), hidung, bibir, mulut, gigi, lidah, gusi, telinga)
Rambut hitam, tidak mudah rontok, tidak ada ketombe, Muka tidak
ada odema dan cloasma, Sklera mata putih, konjungtiva tidak pucat.
Hidung bersih, tidak ada pengeluaran sekret abnormal, ataupun
sinusitis. Mulut bersih, lidah tidak kotor, gusi sehat, tidak ada caries
gigi. Telinga bersih, tidak ada pengeluaran serumen.
b. Leher
(Kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, vena jugularis eksterna)
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan vena
jugularis eksterna
c. Dada (payudara)
(Bentuk, areola, putting susu, pengeluaran air susu, massa/ benjolan)
Bentuk payudara simetris, aerola hitam, putting susu menonjol, ASI
sudah keluar (ASI Colostrum), tidak ada massa/ benjolan, tidak ada
pembengkakan.
d. Abdomen
(Dinding abdomen, bekas luka, TFU, kontraksi, konsistensi, kandung
kemih)
1) Inspeksi
Bentuk abdomen bulat, tidak ada bekas luka, terdapat striae
gravidarum.
2) Palpasi
TFU : 3 jari di bawah pusat
Kontraksi : Baik, keras
Kandung kemih : Tidak penuh
3) Auskultasi
Perut tidak kembung
e. Genetalia Eksterna
(Kebersihan, oedem, varises, perineum (tanpa jahitan/utuh, jahitan
rupture/laserasi, jahitan episiotomy), jahitan (jenis simpul dan benang
yang digunakan), pengeluaran lochia (jenis, warna, jumlah,
konsistensi, bau))
Vulva : Bersih tidak ada oedem, lochea rubra , warna merah, darah
keluar ±10 cc
Perineum : Tampak ada luka jahitan laserasi utuh dan masih basah,
tidak ada tanda-tanda infeksi
f. Anus
Tidak ada hemoroid
g. Ekstrimitas (Atas dan Bawah)
(odema, kelainan, varices, warna kuku, reflex Patella)
1) Atas : Tidak ada odema, tidak ada varices, warna kuku
putih bersih, pergerakan normal.
2) Bawah : Tidak ada odema, tidak ada varices, warna kuku
putih bersih, pergerakan normal, reflek patella (+/+), tanda hodman
(-) negative.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

C. ANALISIS DATA
1. Diagnosa Kebidanan
Ny.F usia 26 tahun P1A0 nifas 1 hari normal
2. Masalah
Ibu mengatakan masih terasa nyeri pada luka jahitan dan ASI belum lancar
3. Kebutuhan
Memberikan edukasi tentang nyeri pada luka jahitan dan memberikan pijat
oksitosin untuk melancarkan ASI

D. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 14 Mei 2022 Jam : 09.30 WIB
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan asuhan yang akan
diberikan.
Rasionalisasi : Pasien nifas 1 hari masih berada pada fase taking in yaitu
periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari pertama
sampai kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus
terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan
proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. (Suherni, dkk,
2009)
Hasil : Hasil pemeriksaan sudah diinformasikan kepada ibu dan ibu sudah
mengetahui hasil pemeriksaan serta asuhan yang akan diberikan.
2. Memberikan edukasi kepada ibu bahwa rasa nyeri pada luka jahitan adalah
hal yang wajar akibat adanya peregangan dan robekan dalam proses
persalinan, dan memberitahukan kepada ibu bahwa rasa nyeri itu akan
hilang dengan sendirinya.
Rasionalisasi : Patofisiologi nyeri perineum yang dialami oleh ibu nifas
diakibatkan oleh proses persalinan, saat persalinan terjadi dilatasi serviks
dan distensi korpus uteri yang meregangkan segmen bawah uterus dan
serviks kemudian nyeri dilanjutkan ke dermaton yang disuplai oleh
segmen medulla spinalis yang sama dengan segmen yang menerima input
nosiseptif dari uterus dan serviks (Mander, 2003). Regangan dan robekan
jaringan pada saat persalinan terjadi pada perineum dan tekanan pada
otot skelet perineum, nyeri diakibatkan oleh rangsangan struktur somatik
superficial 4 dan digambarkan sebagai nyeri yang tajam dan terlokalisasi,
terutama pada daerah yang disuplai oleh saraf pudendus.
Hasil : Ibu telah mengerti edukasi yang telah disampaikan
3. Memberikan edukasi kepada ibu dan keluarga tentang cara perawatan luka
jahitan perineum.
Rasionalisasi : Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura,
atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga
agar tetap bersih dan kering. Tindakan membersihkan vulva dapat
memberi kesempatan untuk melakukan inspeksi secara seksama pada
daerah perineum.
Hasil : Ibu sudah mengerti dan dapat menjelaskan kembali tentang cara
perawatan luka jahitan yaitu dengan membersihkan bagian vagina dari
bagian depan ke belakang dan keadaan vagina dikeringkan setelah cebok.
Tidak memberikan obat/rempahan pada luka jahitan.
4. Memberikan edukasi kepada ibu untuk memberikan ASI kepada bayi
minimal 2 jam sekali atau sesering mungkin (on demand) dan
mengajarkan pijat oksitosin kepada ibu agar ASI makin lancar
Rasionalisasi : Pada akhir kehamilan, sekitar kehamilan 5 bulan atau
lebih, kadang dari ujung puting susu keluar cairan kolostrum. Cairan
kolostrum tersebut keluar karena pengaruh hormon laktogen dari plasenta
dan hormon prolaktin dari hipofise (Maryunani, 2009). Pijat oksitosin
dilakukan untuk merangsang reflek oksitosin atau reflek letdown. Selain
untuk merangsang letdown manfaat pijat oksitosin adalah untuk
memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgemen),
mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin,
mempertahankan produksi ASI, ketika ibu dan bayi sakit (Purnama, 2013).
Hasil : Ibu bersedia menyusui bayinya minimal 2 jam sekali atau sesering
mungkin (on demand) dan suami bersedia memberikan pijatan kepada ibu
5. Menginformasikan ibu untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya yaitu
dengan makan makanan yan mengandung protein dan serat guna untuk
pemulihan serta mempercepat proses penyembuhan luka serta mencegah
agar tidak sembelit
Rasionalisasi : Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari. Makan diet
berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup.
Minum sedikitnya 3 liter setiaphari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali
menyusui) (Kemenkes, 2013)
Hasil : Ibu telah mengerti dan bersedia mengonsumsi makanan yang
bergizi cukup bagi ibu nifas dan mencukupi kebutuhan seratnya
6. Menganjurkan agar ibu mencukupi kebutuhan istirahatnya pada malam
hari 8 jam dan pada siang hari minimal 2 jam
Rasionalisasi : Kebutuhan tidur ibu nifas minimal 8 jam sehari, dapat
dipenuhi melalui istirahat malam dan siang (Sulistyawati, 2009). Kurang
istirahat/tidur pada ibu postpartum akan mengakibatkan kurangnya suplai
ASI, memperlambat proses involusi uterus, menyebabkan ketidakmampuan
merawat bayi serta depresi (Suhana, 2010). Selain itu, kurang
istirahat/tidur pada ibu postpartum bisa berkembang menjadi insomnia
kronis, mengakibatkan rasa kantuk di siang hari, mengalami penurunan
kognitif, kelelahan, cepat marah serta mempunyai masalah dengan tidur
merupakan salah satu gejala postpartum blues (Dorheim, Bondevik,
Eberhard-Gran, & Bjorvatn, 2009).
Hasil : Ibu telah mengerti penjelasan yang diberikan dan ibu bersedia
mencukupi kebutuhan istirahatnya
7. Mendokumentasikan asuhan yang telah dilakukan
Rasionalisasi : Dokumentasi kebidanan memiliki implikasi dalam hukum.
Hal ini berarti apabila dokumen catatan asuhan kebidanan yang
diberikan kepada pasien diakui secara hukum maka dapat dijadikan buku
dalam persoalan hukum dalam persidangan. Informasi dalam dokumen
tersebut dapat memberikan catatan tentang asuhan yang diberikan
(Hidayat, 2008).
Hasil : Semua tindakan yang dilakukan telah didokumentasikan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Data subjektif yang didapatkan saat kunjungan nifas yang pertama


dilakukan di Ruang Perawatan PMB Rony S yaitu ibu mengatakan telah
melahirkan bayinya pada tanggal 13 Mei 2022 pukul 07.00 WIB secara normal
spontan. Selain itu dari anamnesa yang dilakukan menghasilkan data bahwa ibu
memiliki keluhan masih terasa nyeri pada luka jahitan pada perineum dan ASI nya
belum keluar dengan lancar. Nyeri yang terjadi pada perineum disebabkan karena
putusnya kontinuitas jaringan sehingga tubuh mengeluarkan zat kimia (bradikin)
untuk merangsang reseptor nyeri dihipotalamus, yang diteruskan ke syaraf perifer
yang akhirnya menimbulkan nyeri pada perineum (Prawirohardjo, 2014).
Pada data obyektif yang didapatkan dari hasil pemeriksan fisik yang
dilakukan oleh bidan pada kunjungan ini menghasilkan data yaitu keadaan umum
ibu baik, TTV dalam batas normal. Pada pemeriksaan head to toe pada ibu secara
keseluruhan ibu dalam keadaan baik dan tidak ada kelainan. Pemeriksaan palpasi
abdomen ditemukan hasil TFU 2 jari bawah pusat dan kontraksinya baik keras.
Menurut teori Nurun dan Wiwit (2017) pada 1 minggu postpartum TFU berada
diatara pusat dan symphisis dengan berat uterus 500 gram dan diameter uterus 7,5
cm. Selain itu, dilakukan pemeriksaan pengeluaran pervaginam dengan hasil
pengeluaran pervaginam berupa lochea rubra yang berwarna merah.
Analisis data berdasarkan diagnosa kebidanan pada Ny.F yaitu Ny.F umur
26 tahun P1A0 nifas 1 hari normal. Tidak ditemukan masalah pada masa nifas 1
hari ibu. Kebutuhan yang perlu diberikan kepada ibu adalah memberikan
penjelasan tentang rasa nyeri yang terjadi pada perineum dan melakukan pijat
oksitosin pada ibu untuk melancarkan ASI.
Penatalaksanaan asuhan kebidanan yang diberikan kepada Ny.F yaitu
memberikan informasi kepada ibu tentang hasil pemeriksaan yang dilakukan
bahwa kondisinya saat ini dalam batas yang normal; memberikan edukasi kepada
ibu bahwa rasa nyeri pada luka jahitan perineum adalah hal yang wajar akibat
adanya robekan dan peregangan dalam proses persalinan. Hal ini sesuai dengan
teori menurut Prawirohardjo (2006) yang menjelaskan bahwa rasa nyeri perineum
merupakan rasa nyeri yang diakibatkan oleh robekan yang terjadi pada perineum,
vagina, serviks, atau uterus yang dapat terjadi secara spontan maupun akibat
tindakan manipulatif pada pertolongan persalinan. Nyeri perineum sebagai
manifestasi dari luka bekas penjahitan yang dirasakan pasien akibat ruptur
perineum pada kala pengeluaran. Asuhan kebidanan yang dilakukan selanjutnya
adalah mengajarkan kepada ibu tentang perawatan luka pada perineum agar luka
pada perineum tidak mengalami infeksi dan segera pulih. Hal ini sesuai dengan
teori yang dijelaskan oleh Kumalasari (2015) bahwa tujuan dari dilakukannya
perawatan pada perineum adalah untuk menjaga kebersihan daerah kemaluan,
mengurangi nyeri dan meningkatkan rasa nyaman pada ibu dan mencegah infeksi
dari masuknya mikroorganisme.
Penatalaksanaan yang dilakukan selanjutnya adalah memberikan edukasi
kepada ibu untuk memberikan ASI nya secara on demand kepada bayi dan
mengajarkan pijat oksitosin kepada ibu agar ASI ibu semakin lancar. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Husanah (2019) dengan hasil
penelitian yaitu terjadi peningkatan produksi ASI yang mana terlihat pada saat
pelaksaanaan pijat dan pada saat bayi di susui langsung setelah pelaksanaan pijat.
Pijat dilakukan lebih kurang 5 menit dengan 5 kali tindakan atau pijatan pada
punggung Ibu. Rata rata produksi ASI ibu post partum yang telah dilakukan
pijatan naik 40-50%, setelah dipompa. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh
Umbarsari (2017) memberikan hasil yaitu bahwa dalam penelitian ini bahwa pada
kelompok perlakuan rerata waktu pengeluaran ASI 5.15 jam lebih singkat dari
rerata kelompok kontrol 8.30 jam. Hal tersebut menunjukkan kesesuaian dengan
teori, dengan melakukan pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae)
sampai tulang costae kelima-keenam akan merangsang keluarnya ASI. Hal ini
sudah sesuai dengan asuhan masa nifas pada 1 hari postpartum yaitu memastikan
involusi uterus berjalan lancar, memastikan ibu bisa menyusui bayinya secara
baik, menilai tanda – tanda demam atau infeksi pada ibu.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny.F umur 26 tahun P1A0
postpartum 1 hari di PMB Rony S . Maka penulis mengambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam melakukan asuhan pada Ny. F umur 26 tahun P1A0
postpartum 1 hari di PMB Rony S, penulis telah melaksanakan
pengkajian yang berupa data Subjektif dan Objektif.
2. Penulis dapat melakukan analisa data (Assesmet) yang terdiri dari
merumuskan diagnosa, mengkaji masalah dan kebutuhan.
a. Diagnosa dalam kasus ini yaitu Ny.F umur 26 tahun P1A0
postpartum 1 hari fisiologis
b. Masalah : Nyeri luka jahitan dan ASI belum lancar
c. Kebutuhan : Mobilisasi dini dan pijat oksitosin
3. Dalam melakukan asuhan kebidanan pada Ny. F umur 26 tahun P1A0
postpartum 1 hari, penulis telah memberikan penatalaksanaan sesuai
dengan masa postpartum 1 hari

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti mengenai penatalaksanan pada
ibu nifas hari pertama normal dan mahasiswa mampu menganalisa
keadaan pasien dan mengerti tindakan segera yang harus dilakukan.
2. Bagi Lahan Praktek
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan peraktek dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanan
Asuhan kebidanan pada ibu nifas sesuai dengan standar pelayanan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat dan bisa dijadikan sebagai sumber
referensi,bahan baca dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan
dengan asuhan kebidanan pada ibu nifas 1 hari
4. Bagi Pasien dan Keluarga
Diharapkan kepada pasien dan keluarga dapat mengetahui tentang
perubahan fisiologis masa nifas baik secara biologis dan psikologis,
masalah yang mungkin timbul dan asuhan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati,Diah. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha. Medika.

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas Normal. Jakarta :
EGC

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2015.

Jannah, Nurul. 2011. Konsep Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Ar’ruz


Media.

Pieter, H.Z. 2012. Pengantar Komunikasi dan Konseling dalam Praktik


Kebidanan. Suatu Kajian Psikologi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group

Purwoastuti dan Walyani. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas & Menyusui.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Rahayu. 2012. Tingkat Pengetahuan Ibu Immediate Purperium Tentang


Mobilisasi Dini.[Diakses tanggal 4 April 2020] teresedia dari URL:
https://digilib.stikeskusumahusada.ac.id

Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba medika.

Suherni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Nifas. Yogyakarta : Fitramaya.

Sulistyawati, A. 2009.Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta:


Andi Offset
JURNAL REFLEKSI KRITIS
PEMBELAJARAN PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK
IBU NIFAS

Nama Mahasiswa :
Tempat Praktek : PMB Rony S
Periode : 21 Maret – 30 Juni 2022
Pembimbing Prodi :

A. Harapan akan Proses Pembelajaran Klinik

Kenapa saya mempelajari materi ini?


Untuk mempersiapkan kemampuan saya yang lebih kompeten dan
professional sebagai pemberi asuhan kebidanan yang dapat bekerja secara
mandiri, mampu mengembangkan diri dan beretika agar memiliki hard dan
soft skill serta ilmu pengetahuan yang lebih tinggi serta dapat bertindak sesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya
Apa yang saya siapkan dalam mempelajari topik ini?
Mempersiapkan skill dan mental, mengetahui tujuan dari pembelajaran klinik,
menyiapkan perlengkapan yang akan digunakan dalam pembelajaran klinik,
mempersiapkan materi yang akan dipelajari.
Apa yang saya harapkan dalam mempelajari topik ini?
Agar saya mampu menerapkan teori, konsep dan prinsip kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan kehamilan, mampu memberikan asuhan
kebidanan sesuai dengan kewenangan dan kompetensi, mampu menjadi
pemberi asuhan yang professional dan kompeten, mampu melakukan
pendokumentasian asuhan kebidanan dengan pendekatan holistik
Apa yang perlu saya perhatikan dalam mempelajari topik ini?
Bagaimana perencanaannya?
Yang perlu saya perhatikan dalam mempelajari topik ini yaitu saya harus
mempersiapkan materi dalam pemberian asuhan kebidanan secara holistic,
mempersiapkan tentang bagaimana pendokumentasian secara SOAP dalam
pemberian asuhan, serta tentang pengimplementasian teori dalam pemberian
asuhan kebidanan

B. Refleksi Kritis dari Materi yang Dipelajari


Sebutkan capaian pembelajaran yang tertera pada panduan :
Melakukan pengkajian pada asuhan kehamilan yang diberikan dengan
pendekatan holistic, melakukan analisa data dengan berpikir kritis dengan
pendekatan holistic, melakukan perencanaan pada asuhan kebidanan dengan
pendekatan holistic, melakukan implementasi asuhan secara holistic
berdasarkan evidence based, melakukan evaluasi asuhan kebidanan dengan
pendekatan holistic, dan melakukan pendokumentasian asuhan dengan
pendekatan holistic
Bagi saya, satu hal yang paling penting dalam capaian pembelajaran
tersebut adalah :
Yang paling penting dalam capaian pembelajaran tersebut bagi saya adalah
agar saya dapat melakukan pengimplementasian asuhan kebidanan kehamilan
dengan pendekatan holistic berdasarkan evidence based.
Saya mengidentifikasi sumber informasi menarik dalam topik
pembelajaran ini adalah :
Sumber informasi menarik dalam topic pembelajaran ini adalah berdasarkan
dari jurnal – jurnal dan buku buku yang berisikan tentang asuhan kebidanan
yang digunakan dalam pemberian implementasi asuhan kebidanan kehamilan
pada ibu hamil
Capaian pembelajaran yang paling saya butuhkan untuk terus saya
kerjakan adalah :
Dapat melakukan analisa dengan berpikir kritis dalam memberikan asuhan
kebidanan sehingga dapat melakukan perencanaan dan pengimplementasian
asuhan kebidanan. Selain itu juga dapat melakukan evaluasi dalam pemberian
asuhan sehingga dapat terus melakukan perbaikan dalam pemberian asuhan
kebidanan kehamilan
Selama pembelajaran klinik, masalah-masalah yang menghalangi proses
pembelajaran saya adalah :
Tidak terdapat permasalahan yang dapat menghalangi proses pembelajaran,
beberapa penyulit sudah dapat dipecahkan sehingga tidak menjadikan
permasalahan dalam proses pembelajaran
Masalah-masalah yang saya temui selama proses pembelajaran klinik
pada topik ini adalah, dan Saya berencana untuk membahasnya
melalui:
Tidak ada permasalahan dalam proses pembelajaran klinik pada topik ini,
yang saya perlukan adalah evaluasi tindakan agar dapat terus dilakukan
perbaikan

C. Refleksi Kritis pada Pembelajaran melalui Literatur dengan menggunakan


Lembar Kerja EBM (Evidence Based Medicine) Terapi
1. Apakah hasil penelitian valid?
Apakah pasien pada penelitian Tidak.
dirandomisasi? “Populasi dalam penelitian ini adalah
Ibu post partum 3 jam yang diberikan
perlakuan yaitu pijat oksitosin.
Sedangkan populasi kontrol dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu
postpartum yang tidak diberi perlakuan
pijat oksitosin. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara Non Probability
Sampling-Purpossive Sampling Type
dengan 12 responden kelompok
perlakuan dan 12 responden kelompok
kontrol.”
Apakah cara melakukan Tidak. Dalam pengambilan sampel
randomisasi dirahasiakan? dijelaskan kriterianya yaitu
“Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara Non Probability Sampling-
Purpossive Sampling Type dengan 12
responden kelompok perlakuan dan 12
responden kelompok kontrol..”
Apakah follow-up kepada pasien Tidak. Dalam jurnal hanya dijelaskan
cukup panjang dan lengkap? bahwa peneliti melakukan pijat
oksitosin pada responden yang
diberikan perlakuan 3 jam setelah
melahirkan kemudian dilakukan
pemijatan selama 20 menit
menggunakan baby oil pada bagian
leher dan bahu guna merilekskan tubuh
lalu dilanjutkan dari bagian pinggang
belakang menyusuri tulang belakang
sampai dengan scapula membentuk
huruf “V”, kemudian diukur waktu
pengeluaran ASI menggunakan jam.
Apakah pasien dianalisis di dalam Ya.
grup di mana mereka
dirandomisasi? ”Rerata waktu pengeluaran kolostrum
pada ibu post partum kelompok
perlakuan pijat oksitosin adalah 5.15
jam. Rerata waktu pengeluaran
kolostrum pada ibu post partum
kelompok kontrol 8.30 jam.Pijat
oksitosin berpengaruh terhadap rerata
pengeluaran kolostrum pada ibu post
partum (p-value=0.006).”
Apakah pasien, klinisi, dan peneliti Tidak.
blind terhadap terapi?
Peneliti, klinisi dan pasien mengetahui
dalam kelompok mana mereka
mengikuti penelitian.

Apakah grup pasien diperlakukan Ya.


sama, selain dari terapi yang
diberikan?
Apakah karakteristik grup pasien Ya.
sama pada awal penelitian, selain
dari terapi yang diberikan?

2. Apakah hasil penelitian penting?


Seberapa penting hasil penelitian Penting.
ini?
Dari hasil penelitian yang dilakukan
memberikan hasil bahwa Dalam
penelitian ini kelompok perlakuan
rerata waktu pengeluaran ASI 5.15
jam lebih singkat dari rerata
kelompok kontrol 8.30 jam. Hal
tersebut menunjukkan kesesuaian
dengan teori, dengan melakukan
pemijatan pada sepanjang tulang
belakang (vertebrae) sampai tulang
costae kelima-keenam akan
merangsang hormon prolaktin yang
dikeluarkan oleh hipofise anterior
dan hormon oksitosin yang
dikeluarkan oleh hipofise posterior,
sehingga ASI keluar yang terjadi
karena sel otot halus di sekitar
kelenjar payudara mengerut.
Penyebab otot-otot itu mengerut
adalah hormon oksitosin (Kodrat,
2010).
Seberapa tepat estimasi dari efek 70%.
terapi? Berdasarkan dari hasil penelitian
yang dilakukan memberikan hasil
bahwa dalam penelitian ini
kelompok perlakuan rerata waktu
pengeluaran ASI 5.15 jam lebih
singkat dari rerata kelompok kontrol
8.30 jam. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dari terapi pijat
oksitosin dapat membantu
memperlancar pengeluaran ASI.

3. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable (dapat
diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita?
Ya.
Hasil dari penelitian yang dilakukan hasilnya adalah bahwa setelah
diberikan terapi pijat oksitosin pada kelompok perlakuan menghasilkan
rerata waktu pengeluaran ASI 5.15 jam lebih singkat dari rerata kelompok
kontrol 8.30 jam.
Apakah karakteristik pasien kita Hasil dapat diterapkan pada pasien
sangat berbeda dibandingkan pasien
pada penelitian sehingga hasilnya
tidak dapat diterapkan?
Apakah hasilnya mungkin Ya.
dikerjakan di tempat kerja kita?
Apa kemungkinan benefit dan harm dari terapi tersebut?
Metode I: f Risiko terhadap pasien kita, relatif
terhadap pasien pada penelitian

Diekspresikan dalam bentuk


desimal :

NNT/f = 1/0,5 = 2

(NNT bagi pasien kita)


Metode II: 1/ (PEERxRRR) PEER (patient’s expected event
rate) adalah event rate dari pasien
kita bila mereka menerima kontrol
pada penelitian tersebut

1/ (PEERxRRR) = 1/_____ = _____

(NNT bagi pasien kita)


Apakah value dan preferensi pasien dipenuhi dengan terapi ini?
Apakah kita dan pasien kita Ya
mempunyai penilaian yang jelas dan
tepat akan value dan preferensi
pasien kita?
Apakah value dan preferensi pasien Ya
kita dipenuhi dengan terapi yang
akan kita berikan?

D. Evaluasi Pembelajaran
Topik: Pembelajaran Praktik Kebidanan Fisiologis Holistik Kehamilan
Tanggal : 16 Juni 2022
Jenis pemeriksaan, dan lingkup tindakan/ asuhan :
Melakukan pengkajian, analisa data, perncanaan asuhan, implementasi
asuhan, evaluasi dan pendokumentasian dengan pendekatan holistic
Informasi/ keterampilan yang baru bagi saya :
Saya mendapatkan beberapa informasi baru dari berbagai sumber referensi
yang saya dapatkan dari pembelajaran klinis ini yang dapat diterapkan dalam
pemberian asuhan kebidanan. Seperti dalam membantu mengatasi mual dan
muntah pada ibu hamil dapat diberikan jahe hangat
Bagaimana hal ini bisa berguna?
Dalam topic pembelajaran ini diharapkan agar mampu menerapkan teori dan
prinsip kebidanan dalam memberikan asuhan, mampu melakukan pengkajian
dan pelaksanaan tindakan kebidanan berdasarkan pada teori yang sudah
diteliti sehingga mmemiliki dasar yang kuat agar dapat meningkatkan
kualitas asuhan kebidanan
Sesi pembelajaran ini membuat saya berfikir tentang :
Sesi pembelajaran ini membuat saya berfikir tentang menjadi seorang
pemberi asuhan kebidanan yang professional, kompeten dan mampu
menerapkan asuhan berdasarkan dari teori dan konsep kebidanan
Kontribusi saya dalam pembelajaran ini adalah :
Melakukan asuhan kebidanan fisiologis holistic kepada ibu hamil
berdasarkan dari teori dan konsep kebidanan serta sesuai dengan evidence
based
Pertanyaan yang diajukan selama sesi diskusi?
Format dalam pendokumentasian SOAP

Tindak lanjut yang akan saya lakukan adalah:


Meningkatkan kualitas asuhan kebidanan yang diberikan kepada pasien
berdasarkan konsep dan teori kebidanan, melakukan implementasi tindakan
yang kompeten dan profesional
LEMBAR BIMBINGAN MAHASISWA

Nama : FERI SUHERMININGSIH (P27224021298)


RONY SUNARSIH (P27224021315)
WINDARTI (P27224021339)
Kelas : Alih Jenjang IBI Wonogiri

Hari,
Hasil Bimbingan TTD Pembimbing
tanggal
JI-KES: Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 1, No. 1, Agustus 2017: Page 11-17
ISSN: 2579-7913

EFEKTIFITAS PIJAT OKSITOSIN TERHADAP PENGELUARAN ASI


DI RSIA ANNISA TAHUN 2017

Dewi Umbarsari

Akademi Kebidanan Jakarta Mitra Sejahtera Jambi


email: umbarsari_d@yahoo.com

Abstrak
Pemberian ASI Ekslusif di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 hanya
mencapai angka 30,2%, sementara itu target pemberian ASI ekslusif di Indonesia harus mencapai
80%. Penyebab rendahnya pemberian ASI Ekslusif adalah penurunan produksi ASI yang disebabkan
oleh kurangnya rangsangan hormone oksitosin dan prolactin. Pijat Oksitosin sangat membantu
dalam proses pengeluaran ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pijat oksitosin
terhadap pengeluaran ASI di RSIA Annisa tahun 2017.Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasy
Experiment dengan rancangan yang digunakan post test only design with control group. Penelitian
dilaksanakan selama 25 hari pada tanggal 4-28 April 2017 di RSIA Annisa Jambi. Populasi
penelitian adalah ibu post partum 3 jam. Teknik Pengambilan sampel dengan non probability
sampling dengan 12 responden kelompok perlakuan dan 12 responden kelompok kontrol. Hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa rerata waktu pengeluaran ASI kelompok perlakuan 5.15 jam
sedangkan rerata waktu pengeluaran ASI kelompok kontrol 8.30 jam. Hasil uji T-Test Independent
nilai p-value=0.006 yang berarti p<0.05 menyatakan ada pengaruh pijat oksitosin terhadap rerata
waktu pengeluaran ASI.Setiap petugas kesehatan khususnya Bidan hendaknya dapat mengaplikasikan
pijat oksitosin kepada ibu postpartum agar ibu dapat tetap memberikan ASI pada bayi segera setelah
lahir.

Kata kunci : pijat oksitosin, pengeluaran ASI

Abstract
According to the data of Health Researchin 2013 only 30,2%, while the target of exclusive
breastfeeding in Indonesia have to reach 80%. The low breastfeeding because decrease mother’s milk
production less by the luck of stimulation of the oxytocin and prolactin hormone. Massage oxytocin
very helpful in processing to get the milk.The purpose of research to determine the effect of oxytocin
massage to Breastfeeding in RSIA Annisa 2017. This type of research is quasy experiment with design
post test only control group design. The research was conducted 25 days on 4-28 April 2017 in RSIA
Annisa Jambi. The Population in this research was postpartum 3 hours. The sampling tecnik with non
probability sampling with 12 respondent group of treatment and 12 respondent group of the
control.The results of research can be concluded that treatment group meanbreastfeeding time 5:15
hours, while the control group mean breastfeeding time 8:30 hours. The test results independent T-
test p-value=0,006 which means p<0,05, the oxytocin messege effect on the everage time
breastfeeding.Midwife or public health have to apply massage oxytocin to the mother postpartum to
give breast milk on her baby after birth.

Keywords : oksitosin massage, breastfeeding

1. PENDAHULUAN menegaskan pentingnya pemberian ASI saja


kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 (enam)
World Health Organization (WHO)
bulan. Setelah itu, bayi baru boleh diberikan
tahun 2006 dalam Roesli 2010, mengeluarkan
makanan pendamping ASI sambil tetap diberi
Standar Pertumbuhan Anak yang kemudian
ASI hingga usianya mencapai 2 tahun. Dengan
diterapkan di seluruh dunia, isinya

-11-
Dewi Umbarsari, Efektifitas Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran ASI
Di RSIA ANNISA Tahun 2017

adanya peraturan yang ditetapkan WHO belakang, ibu akan merasa tenang, rileks,
tersebut, di Indonesia juga menerapkan meningkatkan ambang rasa nyeri dan
peraturan terkait pentingnya ASI Ekslusif mencintai bayinya, sehingga dengan begitu
dengan cara mengeluarkan Peraturan hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat
Pemerintah (PP) no 33/2012 tentang keluar (Endah, 2011).
Pemberian ASI Ekslusif. Peraturan ini Melalui pijatan atau rangsangan pada
menyatakan kewajiban ibu untuk menyusui tulang belakang, neurotransmitter akan
bayinya sejak lahir sampai bayi berusia 6 merangsang medulla oblongata langsung
bulan (AIMI, 2014). mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise
Selain itu pentingnya ASI juga terlihat posterior untuk mengeluarkan oksitosin
pada acara dunia yaitu Pekan ASI sedunia sehingga menyebabkan payudara
Agustus 2008, The World Alliance For Breast mengeluarkan air susu. Dengan pijatan
Feeding Action (WABA) memilih tema didaerah tulang belakang ini juga akan
Mother Support: Going For the Gold. Makna merileksasi ketegangan dan menghilangkan
tema tersebut adalah suatu gerakan untuk stress dan dengan begitu hormon oksitosoin
mengajak semua orang meningkatkan keluar sehingga akan membantu pengeluaran
dukungan kepada ibu untuk memberikan bayi- ASI, dibantu dengan isapan bayi pada puting
bayi mereka makanan yang berstandar emas susu pada saat segera setelah bayi lahir dengan
yaitu ASI yang diberikan eksklusif selama 6 keadaan bayi normal (Perinasia, 2007).
bulan pertama dan melanjutkan ASI bersama Pijat oksitosin dilakukan pada ibu
makanan pendamping ASI lainnya yang sesuai setelah melahirkan untuk membantu kerja
sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih. hormon oksitosin dalam pengeluaran ASI,
ASI Eksklusif merupakan makanan mempercepat syaraf parasimpatis
pertama, utama dan terbaik bagi bayi, yang menyampaikan sinyal ke otak bagian belakang
bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai untuk merangsang kerja oksitosin dalam
zat gizi yang dibutuhkan dalam proses mengalirkan ASI agar keluar. Tindakan
pertumbuhan dan perkembangan bayi (Kodrat, massage dapat mempengaruhi hormone
2010). Khasiat ASI begitu besar seperti ASI prolactin yang berfungsi sebagai stimulus
dapat menurunkan risiko bayi mengidap produksi ASI pada ibu selama menyusui.
berbagai penyakit. Apabila bayi sakit akan Tindakan ini juga dapat membuat rileks pada
lebih cepat sembuh bila mendapatkan ASI. ibu dan melancarkan aliran syaraf serta saluran
ASI juga membantu pertumbuhan dan ASI pada kedua payudara (Khasanah, 2010).
perkembangan kecerdasan anak. Studi pedahuluan dilakukan di RSIA
Tidak sedikit ibu yang kecewa karena Annisa Jambi dengan wawancara kepada
ternyata ASI yang keluar tidak selancar seperti petugas kesehatan di ruang perawatan lantai II
yang diharapkan, para ibu lebih memilih untuk dan III. Studi Pendahuluan ini dilakukan pada
memberikan anak nya susu formula. bulan Maret 2017, didapatkan hasil bahwa
Pengeluaran hormon oksitosin selain bayi – bayi denganlahir normal dilakukan
dipengaruh oleh isapan bayi juga dipengaruhi Inisiasi Menyusu Dini (IMD) lalu dibersihkan
oleh reseptor yang terletak pada sistem duktus, atau dimandikan kemudian diberikan lagi
bila duktus melebar atau menjadi lunak maka kepada ibu postpartum untuk kemudian
secara reflektoris dikeluarkan oksitosin oleh disusui. Ibu melahirkan dengan tindakan
hipofise yang berperan untuk memeras air susu Sectio Caesarea bayi diberikan ke ibunya
dari alveoli (Endah, 2011). setelah ibu pulih dan masuk ke ruang
Diperlukan adanya upaya perawatan.
mengeluarkan ASI untuk beberapa ibu Setelah beberapa jam bayi rawat
postpartum. Dalam upaya tersebut ada 2 hal gabung dengan ibunya diruang perawatan,
yang mempengaruhi yaitu produksi dan akhinya ibu postpartum mengembalikan
pengeluaran. Produksi ASI dipengaruhi oleh bayinya ke ruang perinatologi dengan alasan
hormon prolaktin sedangkan pengeluaran bahwa bayi menangis dan ASI belum keluar
dipengaruhi oleh hormon oksitosin . Hormon dan ibu postpartum ingin istirahat karena
oksitosin akan keluar melalui rangsangan ke merasa sakit pada luka perineum atau luka
puting susu melalui isapan mulut bayi atau bekas operasi Sectio Caesarea. Sebagian ibu
melalui pijatan pada tulang belakang ibu bayi, postpartum dan keluarga menganggap bahwa
dengan dilakukan pijatan pada tulang untuk memberikan ASI payudaranya harus

-12-
Dewi Umbarsari, Efektifitas Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran ASI
Di RSIA ANNISA Tahun 2017

ditunggu sampai penuh atau keras, agar Sampling Type dengan 12 responden
keluarnya kental dan banyak, sehingga banyak kelompok perlakuan dan 12 responden
ibu-ibu postpartum mengalami pembengkakan kelompok kontrol.Selanjutnya peneliti
pada payudara atau terjadi mastitis yang melakukan pijat oksitosin pada responden
diakibatkan terlambat memberikan ASI. Hal yang diberikan perlakuan 3 jam setelah
ini disebabkan oleh ketidaktahuan ibu melahirkan kemudian dilakukan pemijatan
postpartum atau keluarga tentang bagaimana selama 20 menit menggunakan baby oil pada
usaha-usaha untuk mengeluarkan ASI dan bagian leher dan bahu guna merilekskan tubuh
tidak adanya tenaga kesehatan yang memberi lalu dilanjutkan dari bagian pinggang belakang
bantuan pada ibu di saat ibu memerlukannya menyusuri tulang belakang sampai dengan
atau disebabkan layanan kesehatan dan sarana scapula membentuk huruf “V”, kemudian
yang ia terima dari petugas kesehatan tidak diukur waktu pengeluaran ASI menggunakan
mendukung proses menyusui. Jam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk Selanjutnya dilakukan observasi dan
mempelajari efektifitas pijat oksitosin terhadap pengukuran pada kedua kelompok yang
pengeluaranASI di RSIA Annisa Jambi. diberikan perlakuan serta yang tidak diberikan
perlakuan.Waktu pengeluaran ASI
2. METODE PENELITIAN dimasukkan kedalam lembar observasi.
Analisis data dengan univariat dan
Desain penelitian ini adalah quasi
bivariat untuk melihat efektifitas hubungan
eksperiment dengan rancangan One Group pre
antar variabel bebas (pijat oksitosin) dengan
and post test design yaitu observasi dilakukan
variabel terikat Pengeluaran ASI), uji
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada
statistikmenggunakan t-test dependent dengan
responden.
tingkat signifikan 0,05 (Notoadmojo, 2010).
Penelitian dilakukan di ruang
perawatan lantai II dan III RSIA Annisa Jambi
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
tanggal 4-28 April 2017. Populasi dalam
penelitian ini adalah Ibu post partum 3 jam Berdasarkan penelitian yang dilakukan
yang diberikan perlakuan yaitu pijat oksitosin. peneliti di RSIA Annisa Kota Jambi pada
Sedangkan populasi kontrol dalam penelitian tanggal 4-28 April 2017 didapatkan hasil
ini adalah seluruh ibu postpartum yang tidak sebagai berikut:
diberi perlakuan pijat oksitosin.
Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara Non Probability Sampling-Purpossive

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Rerata Waktu Pengeluaran ASI Pada Ibu Postpartum
Kelompok Perlakuan Mean (Jam) Varians N
Pengeluaran ASI dengan dilakukan pijat
5.15 0,341 12
Oksitosin
Pengeluaran ASI yang tidak dilakukan pijat
8.30 5,477 12
Oksitosin

Tabel 1 menunjukkan rerata waktu oksitosin (kontrol) rerata waktu pengeluaran


pengeluaran ASI pada ibu postpartum yang ASI yaitu 8.30 Jam.
dilakukan pijat oksitosin yaitu selama 5.15 Pengeluaran ASI dapat dipercepat
jam. Sedangkan rerata waktu pengeluaran ASI dengan tindakan non farmakologis yaitu
pada ibu postpartum yang tidak dilakukan melalui pijatan atau rangsangan pada tulang
pijat oksitosin yaitu selama 8.30 jam. belakang, neurotransmitter akan merangsang
Hasil penelitian ini menunjukkan pada medulla oblongata langsung mengirim pesan
kelompok perlakuan rerata waktu pengeluaran ke hypothalamus di hypofise posterior untuk
ASI 5.15 jam. Pijat oksitosin dilakukan mengeluarkan oksitosin yang menyebabkan
berdasarkan SOP yang diberikan pada ibu payudara mengeluarkan ASI. Dengan pijatan
postpartum. Sedangkan hasil yang diperoleh di daerah tulang belakang ini juga akan
pada kelompok yang tidak dilakukan pijat merelaksasi ketegangan dan menghilangkan
stress, dengan begitu hormone oksitosin keluar

-13-
Dewi Umbarsari, Efektifitas Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran ASI
Di RSIA ANNISA Tahun 2017

dan akan membantu pengeluaran ASI, dibantu postpartum, mengurangi bengkak


dengan isapan bayi pada puting susu sesaat (engorgement), mengurangi sumbatan ASI,
segera setelah bayi lahir, ASI yang menetes merangsang pelepasan hormon oksitosin,
atau keluar merupakan tanda aktifnya reflek mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan
oksitosin (Perinasia, 2007). bayi sakit. Adanya rasa nyaman yang
Hasil penelitian ini relevan dengan dirasakan ibu selama pemijatan merupakan
hasil penelitian Endah (2011), yang syarat keberhasilan pijat oksitosin (Roesli,
mendapatkan waktu pengeluaran kolostrum 2010).
kelompok perlakuan rata-rata 5.8 jam. ASI keluar dari hari pertama (<24 jam)
Salah satu teori persalinan adalah setelah melahirkan. Hal ini menunjukkan
adanya hormon estrogen dan progesteron turun kesesuaian hasil penelitian dengan teori. Jika
secara drastis sehingga digantikan oleh tidak dilakukan pijat oksitosin pengeluaran
hormon prolaktin dan hormon oksitosin. ASI terjadi keterlambatan dibanding dengan
Hormon prolaktin dan oksitosin memainkan ibu yang dilakukan pijat oksitosin. Ibu yang
peran dalam proses laktasi sehingga tidak dilakukan pijat oksitosin mengalami
pengeluaran ASI akan lancar. ASI yang tidak keterlambatan pengeluaran ASI, hal ini bisa
keluar bukan karena produksi ASI yang tidak terjadi karena puting susu ibu yang sangat
tercukupi, tetapi produksi ASI cukup namun kecil karena akan membuat produksi hormon
pengeluarannya terhambat akibat hambatan oksitosin dan hormon prolaktin akan terus
sekresi oksitosin (Guyton & Hall, 2007). menurun dan ASI akan terhenti. Selain itu
Hal ini menunjukkan kesesuaian produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor
dengan teori, bahwa pijat oksitosin yang kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan
dilakukan di sepanjang tulang belakang tertekan, sedih, kurang percaya diri dan
(vertebrae) sampai tulang costae kelima- berbagai bentuk ketegangan emosional akan
keenam akan merangsang hormon prolactin menurunkan volume ASI bahkan tidak akan
yang diproduksi oleh hypofise anterior dan terjadi produksi ASI. ASI dapat diproduksi
oksitosin yang diproduksi oleh hypofise dengan baik jika ibu dalam keadaan tenang
posterior sehingga ASI otomatis dapat lebih dan nyaman (Varney, 2008).
lancar. Selain memperlancar ASI, pijat
oksitosin memberikan kenyamanan pada ibu

Tabel 2. Normalitas Distribusi Kelompok Perlakuan Dan Kelompok Kontrol


Test Of Normality
Kelompok Shapiro-Wilk
Statistik Df Sig
Perlakuan 0.862 12 0.380
Kontrol 0.803 12 0.127
α=0.05

Berdasarkan hasil uji normalitas varians dengan tingkat kepercayaan 95% atau taraf
dengan menggunakan uji Shapiro Wilk, nilai signifikan α=0.05, apabila nilai p value <0.05
signifikan untuk kelompok perlakuan 0.380 berarti terdapat pengaruh yang signifikan
dan kelompok kontrol 0.127. Karena nilai antara variabel independen dan variabel
signifikan kedua kelompok lebih dari 0.05 dependen.
maka dapat dikatakan bahwa kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan berdistribusi
normal.
Analisis bivariat dilakukan dengan uji
T-Test Independent untuk membandingkan dua
kelompok mean dari dua sampel yang berbeda.
Prinsipnya ingin mengetahui apakah ada
perbedaan efektifitas mean antara dua sampel,

-14-
Dewi Umbarsari, Efektifitas Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran ASI
Di RSIA ANNISA Tahun 2017

Tabel 3. Perbedaan Rerata Waktu Pengeluaran ASI Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok
Kontrol
Kelompok Mean (Jam) p-value N
Perlakuan 5.15 12
0.006
Kontrol 8.30 12
α=0.05

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa 2011 menyatakan bahwa pengetahuan serta


pada kelompok perlakuan rerata waktu keterampilan ibu mempengaruhi kepercayaan
pengeluaran ASI 5.15 jam, sedangkan pada diri ibu dalam menyusui. Kurang lancarnya
kelompok kontrol 8.30 jam. Hasil uji statistik pengeluaran ASI setelah kelahiran perlu
didapatkan p-value = 0.006 (p<0.05) artinya ditanggapi karena hal ini akan mempengaruhi
ada pengaruh efektifitas pijat oksitosin pemberian ASI ekslusif oleh ibu.
terhadap rerata pengeluaran ASI. Penelitian oleh Ummah tahun 2014
Hasil perhitungan dengan analisa massage/pijat merupakan salah satu terapi
statistik T-Test Independent pada 12 responden pendukung yang efektif untuk mengurangi
kelompok perlakuan dan 12 responden ketidaknyamanan fisik serta memperbaiki
kelompok kontrol didapatkan nilai p=0.006 gangguan mood. Pengurangan
(<0.05) yang dapat disimpulkan bahwa ketidaknyamanan pada ibu menyusui akan
terdapat pengaruh rerata waktu pengeluaran membantu lancarnya pengeluaran ASI.
ASI antara kelompok perlakuan dan kelompok Terjadinya peningkatan produksi ASI pada
kontrol. Hasil tersebut menunjukkan terdapat kelompok perlakuan dapat memberikan efek
perbedaan waktu lama pengeluaran ASI antara rileks pada ibu yang secara tidak langsung
ibu postpartum yang dilakukan pijat oksitosin dapat menstimulasi hormone oksitosin yang
(perlakuan) dengan ibu yang tidak dilakukan dapat membantu proses kelancaran produksi
pijat oksitosin (kontrol). Pijat oksitosin yaitu ASI. Penelitian Gustriani tahun 2015
suatu cara untuk membantu mempercepat menyatakan bahwa pada kelompok bayi yang
pengeluaran ASI dengan cara memberikan hanya menerima ASI, maka ASI
rangsangan pijat pada kedua sisi tulang pertama/kolostrum akan keluar 23 jam pasca
belakang, mulai dari leher ke arah tulang melahirkan.
belikat dilanjutkan ke tulang costae ibu Stimulasi oksitosin membuat sel-sel
postpartum (Perinasia, 2007). mioepitel di sekitar alveoli di dalam kelenjar
Melalui rangsangan atau pijatan pada payudara berkontraksi. Kontraksi sel-sel
tulang belakang, neurotransmitter akan menyebabkan ASI keluar melalui duktus dan
merangsang medullaoblongata langsung masuk ke dalam sinus-sinus laktiferus. Refleks
mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise let-down dapat dirasakan sebagai sensasi
posterior untuk mengeluarkan oksitosin yang kesemutan atau dapat juga ibu tidak
menyebabkan payudara mengeluarkan ASI. merasakan sensasi apapun. Tanda-tanda lain
Dengan pijatan di daerah tulang belakang ini let-down adalah tetesan ASI dari payudara ibu
juga akan memberi rasa rileks, menghilangkan dan ASI menetes dari payudara lain yang tidak
stress dan dengan begitu hormon oksitosin sedang diisap oleh bayi (Kodrat, 2010).
keluar dan akan membantu pengeluaran ASI. Dalam penelitian ini kelompok
ASI yang menetes atau keluar merupakan perlakuan rerata waktu pengeluaran ASI 5.15
tanda aktifnya reflex oxytocin (Perinasia, jam lebih singkat dari rerata kelompok kontrol
2007). 8.30 jam. Hal tersebut menunjukkan
Pada kenyataannya menyusui bukanlah kesesuaian dengan teori, dengan melakukan
suatu aktivitas yang terjadi secara otomatis, pemijatan pada sepanjang tulang belakang
hal tersebut membutuhkan hal-hal yang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-
dapatmemotivasi dan merubah cara pandang keenam akan merangsang hormon prolaktin
ibu mengenai menyusui seperti beberapa yang dikeluarkan oleh hipofise anterior dan
penelitian yang dilakukan oleh Amin tahun hormon oksitosin yang dikeluarkan oleh

-15-
Dewi Umbarsari, Efektifitas Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran ASI
Di RSIA ANNISA Tahun 2017

hipofise posterior, sehingga ASI keluar yang 4. KESIMPULAN DAN SARAN


terjadi karena sel otot halus di sekitar kelenjar
Berdasarkan hasil analisis dan
payudara mengerut. Penyebab otot-otot itu
pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
mengerut adalah hormon oksitosin (Kodrat,
2010). 1. Rerata waktu pengeluaran kolostrum pada
Selain memperlancar ASI, pijat ibu post partum kelompok perlakuan pijat
oksitosin memberikan kenyamanan pada ibu oksitosin adalah 5.15 jam.
nifas, mengurangi bengkak (engorgement), 2. Rerata waktu pengeluaran kolostrum pada
mengurangi sumbatan ASI, merangsang ibu post partum kelompok kontrol 8.30
pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan jam.
produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit. 3. Pijat oksitosin berpengaruh terhadap rerata
Adanya rasa nyaman yang dirasakan oleh ibu pengeluaran kolostrum pada ibu post
selama proses pemijatan merupakan syarat partum (p-value=0.006).
keberhasilan pijat oksitosin (Roesli, 2010). Saran dari hasil penelitian ini yaitu
Faktor-faktor yang meningkatkan let setiap petugas kesehatan khususnya bidan
down reflex adalah: melihat bayi, yang menemukan kejadian bahwa ASI tidak
mendengarkan suara bayi, mencium bayi, keluar maka hendaknya bidan memberikan
memikirkan untuk menyusui bayi, memijat tindakan kepada klien untuk dilakukan pijat
tulang belakang (pijat oxytocin). Sedangkan oksitosin selain itu tenaga kesehatan juga
faktor-faktor yang menghambat let down
dapat memberikan pendidikan kesehatan
reflex adalah stress seperti: keadaan bingung kepada ibu dan keluarga untuk tetap
atau pikiran kacau, takut, dan cemas. memberikan ASI pada bayi di awal
Bila ada stress dari ibu yang menyusui kehidupannya.
maka akan terjadi suatu blockade dari let down
reflex, ini disebabkan oleh karena adanya 5. REFERENSI
pelepasan dari adrenalin epineprin yang
menyebabkan vasokonstriksi dari pembuluh AIMI. 2014. Profil Kesehatan Ibu dan Anak.
darah alveoli, sehingga oksitosin sedikit Jambi.
harapannya untuk dapat mencapai target organ Amin M, Rehana, Jaya H. 2011. Efektifitas
mioepithelium. Akibat dari tidak sempurnanya Massage Rolling (Punggung)
let down reflex maka akanterjadi penumpukan Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post
ASI di dalam alveoli yang secara klinis Sectio Caesarea di RS
tampak payudara membesar. Muhammadiyah Palembang. Jurnal
Payudara yang membesar akan Keperawatan. Vol.IX. No.VII. Hal:
berakibat abses, gagal untuk menyusui dan 13-20.
rasa sakit. Rasa sakit ini akan merupakan Endah, S.N.& Masdinarsah, I. 2011. Pengaruh
stress lagi bagi seorang ibu sehingga stress pijat oksitosin terhadap pengeluaran
akan bertambah. Karena let down reflex tidak kolostrum pada ibu post partum di
sempurna maka bayi yang haus jadi tidak ruang kebidanan Rumah Sakit
puas. Ketidakpuasan ini akan menyebabkan Muhammadiyah Bandung. Jurnal
tambahan stress bagi ibunya. Bayi yang haus Kesehatan Kartika. Vol. 02. No. XIX.
dan tidak puas ini akan berusaha untuk Hal: 90-99.
mendapatkan air susu yang cukup dengan cara Gustriani, N. 2015. Pengaruh Pijat Oksitosin
menambah kuat isapannya sehingga tidak terhadap Pengeluaran ASI pada Pasien
jarang dapat menimbulkan luka-luka pada Post Sectio Caesarea di Ruangan Nifas
puting susu, luka-luka ini akan dirasakan sakit Rumah Sakit Wilayah Makassar. Tesis
oleh ibunya yang juga akan menambah Program Pasca Sarjana Kebidanan.
stresnya tadi. Dengan demikian akan terbentuk Unhas.
satu lagi lingkaran setan yang tertutup Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi
(circulusvitiosus) dengan akibat kegagalan Kedokteran. Edisi II. Jakarta: EGC.
dalam menyusui. Khasanah, Nur. 2010. ASI atau Susu Formula.
Yogyakarta: Flashbook.
Kodrat, Laksono. 2010. Dahsyatnya ASI dan
Laktasi. Yogyakarta: Media Baca.

-16-
Dewi Umbarsari, Efektifitas Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran ASI
Di RSIA ANNISA Tahun 2017

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Sono Desa Ketanen Kecamatan


Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Panceng Gresik.Jurnal Surya. Vol.XI,
Perinasia, 2007.Manajemen Laktasi. Jakarta : No.70. Hal:49-56.
Gramedia. Varney, Helen., Kriebs, Jan M., Gegor C.L.
Roesli, U. 2010. Inisiasi Menyusu Dini Plus 2008. Buku Ajar Asuhan
ASI Ekslusif. Jakarta: Pustaka Bunda. Kebidanan.Edisi 4 Volume 2. Jakarta:
Ummah, Faizatul. 2014. Pijat Oksitosin untuk EGC.
Mempercepat Pengeluaran ASI pada
Ibu Pasca Salin Normal di Dusun

-17-

Anda mungkin juga menyukai