Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Masa nifas merupakan masa yang dimulai setelah kelahiran plasentadan


berakhir ketika kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2012, sebanyak 99 %


kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara
berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang
tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika
dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara
persemakmuran. Menurut WHO, 81% angka kematian ibu (AKI) akibat
komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa post partum.

Kebijakan Pemerintah saat ini, ibu nifas dianjurkan untuk melakukan tiga kali
kunjungan nifas dengan penjadwalan kunjungan pertama 6 jam – 3 hari,
kunjungan kedua 4 – 28 hari, dan kunjungan ketiga 29 – 42 hari. (Profil
Kesehatan RI, 2015)

Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab utama kematian ibu yaitu
perdarahan yang disebabkan oleh faktor perdarahan, hipertensi dalam kehamilan
(HDK), dan infeksi. Pada tahun 2013, kematian maternal yang diakibatkan oleh
perdarahan mencapai 30,3 %, naik dari tahun sebelumnya. (Ditjen Bina Gizi dan
KIA, Kemenkes RI, 2014 )
Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
menyebutkan bahwa AKI pada tahun 2012 sebesar 359/100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ini meningkat dibanding pada tahun 2010 yaitu 220/100.000
kelahiran hidup. ( SDKI,2012). Angka tersebut masih jauh dari target Sustanaible
Development Goals, yaitu pada 2030 mengurangi angka kematian ibu hingga di
bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup. (SDGs, 2016)
Angka kematian bayi dan anak mencerminkan tingkat pembangunan
kesehatan dari suatu Negara serta kualitas hidup dari masyarakatnya. Angka ini
digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi program serta kebijakan
kependudukan dan kesehatan. Program kesehatan Indonesia telah difokuskan
untuk menurunkan tingkat kematian ibu dan anak yang cukup tinggi. Penurunan
kematian bayi dan ibu telah menjadi tujuan utama untuk mencapai tujuan 4 dan 5
dari Millennium Development Goals (MDGs).

Peran bidan sebagai tenaga kesehatan diharapkan menjadi tenaga kesehatan


yang profesional yang dapat memberikan pelayanan yang optimal dan adekuat
dalam memberikan asuhan kebidanan.

1.2. TUJUAN

Tujuan Umum

Secara umum, laporan ini dibuat untuk menganalisa kesesuaian antara teori
dengan praktik asuhan kebidanan pada kasus nifas normal.

Tujuan Khusus

1) Dapat melakukan pengkajian pada ibu nifas.


2) Dapat menganalisa masalah, diagnosa kebidanan pada ibu nifas.
3) Dapat menarik diagnosa kebidanan potensial pada ibu nifas.
4) Dapat melakukan tindakan segera pada ibu nifas.
5) Dapat merencanakan tindakan pada ibu nifas.
6) Dapat melaksanakan rencana pada ibu nifas.
7) Dapat melaksanakan evaluasi pada ibu nifas.
8) Dapat melakukan pendokumentasian dengan metode SOAP.
1.3. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup yang kami gunakan dalam pengambilan kasus ini bertempat di
Klinik dan Rumah Bersalin Rusun Marunda dari tanggal 15 Mei – 10 Juni 2017.
BAB II

TINJAUAN TEORI

a) Pengertian Masa Nifas

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Masa nifas merupakan masa
pemulihan kembali mulai dari persalinan selesai hingga fungsi organ tubuh dan
reproduksi kembali seperti semula, kira – kira lamanya 6 minggu. Dimana selama
masa pemulihan berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan baik secara
fisik maupun psikologis yang sebenarnya. Namun, jika tidak dilakukan
pendampingan melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan
terjadi keadaan patologis. (Bahiyatun, 2009)1

Menurut kebijakan nasional dari Kementerian Kesehatan RI 2015 terbaru,


pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai
standar yang dilakukan sekurang – kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang
dianjurkan. Jadwal tersebut yaitu, 6 jam – 3 hari pasca persalinan, 4 – 28 hari
pasca persalinan, dan 29 – 42 hari pasca persalinan.2 Kunjungan ini memiliki
makna untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir juga untuk mencegah deteksi
serta menangani masalah – masalah yang mungkin akan muncul saat masa nifas
ini, misalnya masalah nyeri, infeksi, rasa cemas, masalah perawatan perineum,
payudara, ASI eksklusif, KB, gizi, tanda bahaya, senam nifas, dan masalah posisi
menyusui.

Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk
selalu melakukan pemantauan, karena jika pemantauan itu yang kurang maksimal
dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah. Adanya permasalahan pada
ibu akan berdampak juga pada kesejahteraan bayi yang dilahirkannya karena bayi

1
Bahiyatun, S.Pd. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC
2
Jurnal “Penerapan hypnobreastfeeding dan hypnoparenting pada ibu 2 jam post partum” NM
Risma Sumawatii
tersebut tidak akan mendapatkan perawatan yang maksimal dari ibunya.
(Sulistiyawati, 2009)

Lamanya masa nifas ini bisa berkisar antara 6 – 8 minggu. Nifas dibagi dalam
tiga periode, yaitu :

1. Puerperium dini  kepulihan ketika ibu diperbolehkan untuk berdiri dan


berjalan.
2. Puerperium intermedial  kepulihan secara menyeluruh pada bagian alat
– alat genital
3. Remote puerperium  waktu pemulihan yang cukup lama agar kondisi
sehat sempurna, kira – kira mungkin beberapa minggu, bulan, atau tahun
lagi.

Selama masa nifas ini tenaga kesehatan khususnya bidan dapat menerapkan
konsep dengan hypnosis untuk membantu pemulihan kondisi ibu serta mencegah
dan menanggulangi masalah – masalah yang mungkin terjadi. Bidan memiliki
peranan penting dalam masa nifas ini melalui pendidikan kesehatan, monitoring,
dan deteksi dini bahaya nifas.

Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari :3

a) Pemeriksaan tanda – tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan, dan


suhu)
b) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
c) Pemeriksaan lochia dan cairan per vaginam
d) Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif
e) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai kesehatan
ibu nifas, bayi baru lahir, dan juga keluarga berencana
f) Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan

3
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 (www.depkes.go.id)
b) Faktor yang Mempengaruhi Masa Nifas

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi masa nifas adalah fakor masa lalu,
faktor lingkungan pasca salin, faktor internal ibu, petugas kesehatan, dan
pendidikan kesehatan. Faktor masa lalu maksudnya adalah ibu yang baru pertama
kali melahirkan (primipara) tentu berbeda persiapan saat menghadapi persalinan
dan masa nifasnya dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah melahirkan
sebelumnya (grandemultipara). Faktor lingkungan pasca salin berkaitan dengan
penyesuaian diri dengan lingkungan. Jika seorang ibu tersebut baru pertama kali
berada dilingkungan yang baru, maka akan terjadi proses penyesuaian diri terlebih
dahulu. Dan hal ini juga akan berpengaruh pada ibu selama melakukan perawatan
diri. Sedangkan dari faktor internalnya, misalnya usia, pendidikan, karakter,
keadaan kesehatan, lingkungan dan sosial budaya ibu sendiri. Sehingga sangat
perlu dilakukan pendidikan kesehatan yang dapat mempengaruhi pengetahuan ibu
dan keluarga tentang perawatan diri pada masa nifas. (Maritalia, 2012) 4

c) Asuhan Masa Nifas

Asuhan kebidanan masa nifas merupakan asuhan yang diberikan kepada ibu
nifas pasca persalinan. Menurut Kemenkes (2015) kunjungan masa nifas
dilakukan minmal tiga kali seperti yang sudah dijelaskan diatas. Beberapa asuhan
nifas yang perlu ibu nifas perhatikan bisa dibaca di buku KIA pada halaman 13.
Namun, untuk para tenaga kesehatan yang akan memberikan konseling dan
pendidikan kesehatan, asuhan masa nifas yang diberikan berbeda – beda,
tergantung dari sudah berapa hari masa nifas tersebut. Kebersihan diri berguna
untuk mengurangi infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman.

Menurut Saworno (2014) pada masa nifas ini, seorang ibu memerlukan : 5

 Informasi dan konseling tentang :

4
Jurnal ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS FISIOLOGIS 2 JAM POST PARTUM DI BPM NY. YUNI
WIDARYANTI, Amd. Keb. DESA SUMBER MULYO KECAMATAN JOGOROTO KABUPATEN JOMBANG
oleh Farra Dibba Mutiarasari dan Monika Sawitri
5
Prawirohardjo, Saworno. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
- Perawatan bayi dan pemberian ASI
- Apa yang terjadi termasuk gejala adanya masalah yang mungkin
timbul
- Kesehatan pribadi, hygiene, dan masa penyembuhan
- Kehidupan seksual
- Kontrasepsi
- Nutrisi
 Dukungan dari petugas kesehatan kondisi emosional dan psikologis suami
dan keluarga terhadap kelahiran sang bayi
 Pelayanan kesehatan untuk kecurigaan dan munculnya tanda terjadinya
komplikasi

Berikut ini ada beberapa hal yang dianjurkan bagi ibu nifas untuk dalam
menjaga personal hygine nya.6

a. Mandi teratur dengan frekuensi minimal 2x dalam sehari


b. Sering membersihkan bagian genetalia dari depan ke belakang (ke arah
anus)
c. Sering mengganti pembalut dan pakaian dalam jika terasa sudah penuh
dan lembap
d. Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah menyentuh
daerah genetalia
e. Melakukan perawatan perineum dengan cara membersihkan secara
perlahan dengan air

d) Pelayanan Kontrasepsi

Pelayanan kontrasepsi di Indonesia sudah diatur dalam Peraturan


Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2014 tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga berencana, dan sistem
informasi keluarga menyebutkan bahwa program keluarga berencana (KB) adalah

6
Indriyani, Diyan. 2013. Aplikasi Konsep dan Teori Keperawatan Maternitas Postpartum dengan
kematian janin. Ar-ruzz Media. Jogjakarta
upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

KB merupakan salah satu program dengan strategi untuk mengurangi


kematian ibu, khususnya ibu yang kondisinya 4 T (terlalu muda melahirkan,
terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua
melahirkan). Pelayanan KB ini menyediakan informasi, pendidikan, dan cara –
cara bagi laki – laki dan perempuan untuk dapat merencakan kapan akan
mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta
kapan akan berhenti mempunyai anak.

Melalui tahapan konseling pelayanan KB, diharapkan Pasangan Usia Subur


(PUS) yang berada pada kisaran usia 15 – 49 tahun yang menjadi sasaran dari
program ini dapat menentukan pilihan kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhannya berdasarkan informasi yang didapat mulai dari keuntungan,
kerugian, dan resiko penggunaan metode kontrasepsi tersebut.
BAB III

KASUS

DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN NIFAS

PADA NY. D.S P6A0 POST PARTUM 6 JAM

DI PUSKESMAS KELURAHAN RAWA BADAK UTARA I

JAKARTA UTARA

No. Register : 18/173

Tanggal/Jam Masuk : 9 Maret 2018 / pk. 04.40 WIB

Tempat : RB Puskesmas Kelurahan Rawa Badak Utara I

SUBJEKTIF

1) Identitas
Nama Ibu : Ny. D.S Nama Suami : Tn. B

Umur : 38 tahun Umur : 45 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMP Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh

Alamat : Jl. Tanah Merah Atas Alamat : Jl. Tanah Merah Atas
009/008 RBS 009/008 RBS

2) Anamnesa
a. Keluhan saat Ini
Tidak ada keluhan saat ini
b. Jumlah anak yang dilahirkan
- Jumlah anak yang hidup : 6 orang
- Abortus :-
c. Riwayat Persalinan
Anak
Tgl/Tahun Tempat Jenis Penyulit
No ASI Penolong
Persalinan Persalian Persalinan Persainan JK BB PB Keadaan

1. 1997 BPM + Normal Bidan - P 4000 gr Sehat

2. 1999 BPM + Normal Bidan - P 3500 gr Sehat

3. 2000 BPM + Normal Bidan - P 3800 gr Sehat

4. 2005 PKM + Normal Bidan - P 3400 gr Sehat

5. 2009 BPM + Normal Bidan - P 3500 gr Sehat

6. 2018 PKM + Normal Bidan - L 3200 gr 48 Sehat

d. Riwayat Persalinan Ini


- Tempat persalinan : RB Puskesmas Kelurahan Rawa Badak
Utara I
- Ditolong oleh : bidan
- Tanggal/Jam persalinan : 9 Maret 2018/ 13.45 WIB
- Ibu
 Jenis persalinan : normal spontan pervaginam
 Komplikasi : tidak ada
 Plasenta lahir : spontan, lengkap
 Perdarahan : ±150cc
 Perineum : rupture grade 1
 Tindakan lain : Tidak
 Lamanya persalinan : Kala I (9jam) Kala III (5menit)
Kala II (10menit) Kala IV (2jam)
- Bayi
 Lahir : spontan Pukul 13.45 WIB
 BB / PB : 3200 gram/ 48cm
 LK / LD : 33cm/ 32cm
 Komplikasi : tidak ada
 Air ketuban : pecah spontan mekonium
 Cacat bawaan : tidak ada

e. Riwayat post partum


- Bounding attachment : sudah dilakukan IMD
- Pola nutrisi : sudah makan 1 piring nasi dengan lauk ayam dan sayur
- Pola eliminasi : sudah BAK 2x dan BAB (-)
- Mobilisasi dini : sudah dapat berjalan, duduk, miring kanan kiri
- Personal hygine : belum mandi, ganti pembalut 2x
- Keluhan saat post partum : tidak ada

f. Riwayat KB yang terakhir


- Jenis kontrasepsi : suntik 3 bulan
- Lamanya : 7 tahun

g. Riwayat Penyakit
Tidak ada riwayat penyakit, seperti hipertensi, jantung, stroke, anemia,
diabetes melitus, dan hepatitis.
h. Riwayat Psikososial
- Adat istiadat : Tidak menganut adat istiadat tertentu

- Respon ibu dan : senang akan kehadiran sang bayi


keluarga
OBJEKTIF

1) Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : compos mentis
c. Keadaan Emosional : stabil
d. TTV
TD : 110/70 mmHg S : 36,4 ̊ C
N : 65 x/menit RR : 18 x/menit

2) Pemeriksaan Fisik
a. Wajah : konjungtiva tidak pucat

b. Dada dan Payudara : puting menonjol, areola dan puting kotor,


sudah terlihat ada pengeluaran ASI

c. Abdomen

- TFU : 2 jari dibawah pusat

- Kontraksi uterus : Baik

- Kandung kemih : Kosong

d. Ekstremitas : tidak oedema, tidak ada varises

e. Anogenital

- Anus : Tidak ada hemoroid

- Vulva vagina : Tidak ada kelainan

- Perineum : jahitan masih basah

- Lochea : Rubra

3) Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
ANALISIS

a. Diagnosa : P6 A0 post partum 6 jam

b. Masalah : Resiko tinggi (usia >35 tahun dan anak >3orang)

c. Kebutuhan : Penkes menggunakan kontasepsi jangka panjang.


Ibu telah memasang IUD Post Plasenta

PENATALAKSANAAN

1. Menginformasikan kepada ibu hasil pemeriksaan. Ibu mengetahui kondisinya


yang saat ini baik.
2. Membertitahu ibu mengenai tanda bahaya nifas seperti perdarahan terus-
menerus, penglihatan kabur, sakit kepala, bengkak pada wajah dan
ekstremitas, demam tinggi, dan uterus teraba tidak keras, segera memanggil
petugas kesehatan. Ibu mengerti
3. Menganjurkan ibu untuk menyusi bayinya sesering mungkin minimal 2 jam
sekali. Bila bayi sedang tidur, perlu dibangunkan untuk menyusu. Ibu
mengerti
4. Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar mulai dari posisi badan bayi
miring, mulut bayi menutupi aerola dan puting ibu. Ibu mengerti
5. Mengajarkan ibu untuk melakukan perawatan payudara. Cara membersihkan
sekitar puting dan aerola dengan menggunakan kassa dan air DTT.
Dibersihkan searah. Ibu mengerti
6. Menganjurkan ibu untuk menyusui dengan payudara kanan dan kiri. Ibu
mengerti
7. Mengajarkan ibu merawat tali pusat dengan kassa steril tanpa harus diberikan
alkohol agar cepat mengering. Ibu mengerti
8. Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan baik agar
produksi ASI juga lancar. Ibu mengerti
9. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene demi kenyamanan ibu
terutama pada daerah genetalia. Ibu mengerti
10. Menganjurkan ibu untuk tidak menahan BAK dan BAB agar proses
involusi uterus ibu tidak terganggu. Ibu mengerti
11. Memberitahu ibu untuk istirahat cukup pascasalin untuk memulihkan
tenaga ibu. Ibu mengerti
12. Dokumentasi
BAB IV

PEMBAHASAN

Asuhan kebidanan nifas adalah asuhan yang diberikan tenaga kesehatan


kepada ibu yang sedang memasuki masa nifasnya (setelah melahirkan). Berbagai
macam asuhan nifas yang dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan seorang ibu
itu sendiri, seperti yang sudah dijelaskan diatas pada bab II. Dalam kasus ini, kami
mengambil nifas 6 jam sebagai materi yang akan kami bahas.

Ny. D.S usia 38 tahun sudah melahirkan 6 anak. Hal ini berarti Ny. D.S
adalah salah satu ibu yang grandemultipara dan usia yang terlalu tua untuk
bersalin. Menurut Prawirohardjo (2009), grandemultipara adalah wanita yang
telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali. Banyak hal yang bisa menjadi
dampak dari wanita grandemultipara, misalnya plasenta previa yang bisa
menyebabkan banyaknya perdarahan, penurunan fungsi reproduksi, dan adanya
kemungkinan gangguan psikologis ibu. Kasus Ny. D.S ini tidak hanya melihat
grandemultiparanya saja, tetapi juga dilihat dari faktor umur ibu sehingga dapat
dikatakan bahwa Ny. D.S memiliki resiko tinggi terhadap kesehatannya. Dengan
demikian, kami memberikan beberapa asuhan kebidanan nifas yang akan kami
bahas pada bab ini.

Dilihat dari hasil pemeriksaan diatas, kondisi Ny. D.S baik, stabil, dan tidak
ada kelainan. Padahal secara teori, bagi ibu yang grandemultipara dan usia yang >
35 tahun ada kemungkinan terjadinya tanda bahaya nifas, seperti perdarahan,
PEB, eklamsia, dan beberapa penelitian mengatakan bisa terjadi post partum
blues. Namun, pada kenyataan, Ny. D.S tidak mengalami masa bahaya nifas
tersebut.

Ny. D.S melahirkan secara normal spontan pervaginam pada tanggal 9 Maret
2018 pk. 13.45 WIB di RB Puskesmas Kelurahan Rawa Badak Utara I. Saat 2 jam
setelah melahirkan, ibu sudah dipindahkan ke ruang nifas setelah dipastikan
kondisinya stabil. Kami lakukan pemeriksaan sebagai kunjungan nifas yang
pertama. Hasil pemeriksaan umum secara keseluruhan post partum 6 jam baik dan
normal. Namun, pada saat melakukan pemeriksaan fisik dibagian payudara,
disekitar puting dan aerola ibu terlihat kotor kehitaman. Pada saat ditanyakan
apakah ibu sudah mengetahui cara perawatan payudara, Ny. D.S belum
mengetahui bagaimana caranya. Dan ternyata memang setelah kita periksa
bayinya, terdapat sel kulit mati yang ada pada payudara ibu menempel di mulut
bayi. Untuk itu, kami memberikan asuhan nifas mengenai cara menjaga personal
hygiene salah satunya dengan melakukan perawatan payudara. Kami mengajarkan
Ny. D.S untuk melakukan perawatan payudara sesuai dengan teori, yaitu
membersihkan bagian sekitar puting dan aerola dengan cara mengompres atau
mengusap searah jarum jam menggunakan kassa atau tisu kering yang dibasahi
oleh air DTT (air biasa). Dan sebagai evaluasi dari asuhan nifas ini, ibu dapat
memahami dan mempraktikkan dengan baik cara membersihkan payudara dengan
kassa atau tisu dan air DTT. Kami menganjurkan ibu untuk selalu
membersihkannya sebelum dan sesudah menyusui ataupun jika ada waktu
senggang saat bayi sedang tidur. Tetapi tidak dibersihkan dengan tisu basah yang
mengandung alkohol, sabun, ataupun obat merah karena bisa berdampak pada
bayinya saat menyusui. Dan memberitahukan kepada ibu untuk tidak takut dalam
membersihkan daerah kemaluan jika sehabis BAK dan BAB dikarenakan cara
membersihkannya dengan benar yaitu membasuh dari arah depan vagina ke anus
dan tidak membiarkan pembalut sampai penuh, jika ibu sudah merasa penuh dan
basah atau terasa lembab maka harus segara diganti.

Asuhan yang kedua setelah melakukan pemeriksaan, memberikan pendidikan


kesehatan dengan memberitahu ibu untuk menggunakan metode kontrasepsi
jangka panjang . Ibu sudah berdiskusi dengan suami dan memilih untuk
menggunakan kontrasepsi mantap yaitu steril. Dan akan melakukannya setelah
masa nifas selesai. Sebelum menggunakan kontrasespsi steril ibu menggunakan
IUD Post Plasenta. Steril Menurut (Prawirohardjo 2011) kontrasepsi mantap atau
sterilisasi pada perempuan adalah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba
fallopii yang mengakibatkan ibu tidak bisa hamil atau tidak menyebabkan
kehamilan lagi. Streilisasi memiliki keuntungan yaitu diantaranya efektifitas
hampir 100%, kontrasepsi mantap dilakukan hanya sekali dan tidak berulang,
tidak mempengaruhi libido seksualis, dan tidak adanya kegagalan dari pihak
pasien yaitu terjadinya kehamilan.

Asuhan yang ketiga ialah menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya hingga
6 bulan (ASI Eksklusif) sesering mungkin agar bayi mendapatkan nutrisi dengan
baik setelah kelahirannya. Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan
kematian anak, UNICEF dan WHO merekomendasikan sebaiknya anak hanya
diberi air susu ibu (ASI) selama paling sedikit enam bulan. Makanan padat
seharusnya diberikan sesudah anak berumur 6 bulan, dan pemberian ASI
dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun (WHO, 2005). Selain itu kami
mengajarkan posisi menyusui yang benar agar puting susu ibu tidak lecet. Posisi
menyusui yang baik dan benar. Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan
keberhasilan pemberian ASI dan mencegah lecet puting susu. Pastikan ibu
memeluk bayinya dengan benar. Berikan bantuan dan dukungan jika ibu
memerlukan. Posisi ibu yang benar saat menyusui akan memberikan rasa nyaman
selama ibu menyusui bayinya dan juga akan membantu bayi melakukan isapan
yang efektif.7

Posisi menyusui yang benar adalah:

1. Jika ibu menyusui bayi dengan posisi duduk santai, punggung bersandar
dan kaki tidak menggantung
2. Jika ibu menyusui sambil berbaring, maka harus dijaga agar hidung bayi
tidak tertutup
3. Seluruh badan bayi tersangga dengan baik jangan hanya leher dan bahunya
saja
4. Kepala dan tubuh bayi lurus
5. Badan bayi menghadap ke dada ibunya
6. Badan bayi dekat ke ibunya.

7
Kemenkes RI. 2012. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
Memang seharusnya, ibu multipara sudah terbiasa akan hal ini, namun tidak
menutup kemungkinan bahwa ibu tersebut lupa bagaimana posisi menyusui yang
benar sehingga kami kembali mengajarkan kepada ibu. Dan memberitahu ibu cara
meningkatkan produksi ASI yaitu ASI akan keluar lebih banyak jika payudara
mendapatkan rangsang yang lebih lama dan lebih sering.

1. Cara untuk meningkatkan produksi ASI dengan menyusui bayinya seserin


mungkin
2. Menyusui lebih sering akan lebih baik karena merupakan kebutuhan bayi
3. Menyusui pada payudara kiri dan kanan secara bergantian
4. Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong sebelum pindah ke
payudara lainnya
5. Jika bayi telah tidur lebih dari 2 jam bangunkan dan langsung disusui.

Asuhan keempat yang kami berikan adalah memberitahu ibu beberapa


kemungkinan alasan bayi menangis. Pertama, bayi menangis karena lapar. Kedua,
karena tidak nyaman dengan posisinya (saat menyusui maupun saat sedang tidur).
Ketiga, ketika BAK/BAB karena tidak nyaman dengan popoknya yang basah dan
kotor. Keempat, adanya masalah pada bayi misalnya panas suhu normal bayi
sekitar 36,5 ̊c - 37,5 ̊c dan infeksi pada tali pusat (berbau, adanya kemerahan
disekitar tali pusat, keluarnya nanah di sekitar tali pusat)

Asuhan kelima yang kami berikan adalah memberikan penjelasan mengenai


tanda-tanda bahaya nifas. Tanda bahaya masa nifas adalah suatu tanda yang
abnormal yang mengindikasikan adanya bahaya/komplikasi yang dapat terjadi
selama masa nifas, apabila tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa
menyebabkan kematian ibu (Pusdiknakes, 2011).

Berikut ini akan dijelaskan macam – macam dari tanda bahaya nifas, sebagai
berikut.

1. Pendarahan post partum


 Tanda dan Gejala
Pendarahan post partum adalah pendarahan lebih dari 500-600 ml
dalam masa 24 jam setelah anak lahir (Prawirohardjo, 2010).
Menurut waktu terjadinya dibagi atas 2 bagian :
 Pendarahan Post Partum Primer (Early Post Partum
Hemorrage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
Penyebab utama adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam
pertama.
 Pendarahan Post Partum Sekunder (Late Post Partum
Hemorrage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya terjadi
antara hari ke 5-15 post partum. Penyebab utama adalah
robekan jalan lahir dan sisa plasenta (Prawirohardjo, 2010).
Menurut Manuaba (2008), pendarahan post partum merupakan
penyebab penting kematian maternal khususnya di Negara
berkembang.

 Faktor Penyebab
 Grandemultipara
 Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun
 Persalinan yang dilakukan dengan tindakan
 Penanganan
Perdarahan yang perlahan dan berlanjut atau perdarahan tiba-tiba
merupakan suatu kegawatdaruratan, segeralah bawa ibu ke fasilitas
kesehatan.
2. Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina)
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam
masa nifas sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran
lender waktu menstruasi dan berbau anyir (Cairan ini berasal dari bekas
melekatnya plasenta). Dibagi menjadi beberapa jenis (Rustam Muchtar,
2008), yaitu :
o Lochea Rubra (cruenta)  Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan
mekonium,selama dua hari pasca persalinan.
o Lochea Sanguinolenta  Berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir hari ke 3-7 pasca persalinan.
o Lochea Serosa  Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi,
pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
o Lochea Alba  Cairan putih, setelah 2 minggu.

 Tanda dan Gejala


1) Keluarnya cairan dari vagina
2) Adanya bau yang menyengat dari vagina
3) Disertai dengan demam > 38oC
 Penanganan
Jagalah selalu kebersihan vagina anda, jika terjadi hal – hal yang
tidak diinginkan segeralah periksakan diri anda ke fasilitas
kesehatan.

3. Bengkak di wajah, tangan, dan kaki atau sakit kepala dan kejang
Edema atau pembengkakan ialah penimbunan cairan secara umum dan
berlebihan dalam jaringan dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan
berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Edema
paling umum terjadi pada feet (tungkai-tungkai) dan legs (kaki-kaki).
Pembengkakan adalah akibat dari akumulasi cairan yang berlebihan
dibawah kulit dalam ruang-ruang didalam jaringan-jaringan.

4. Demam lebih dari 2 hari


Peningkatan suhu tubuh pada ibu selama 2 hari kemungkinan terjadi
infeksi nifas.
 Tanda dan Gejala
Biasanya terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan dengan suhu > 38
o
C.
 Penanganan
1) Istirahat baring
2) Kompres dengan air hangat
3) Perbanyak minum
4) Jika ada syok, segera bawa ibu ke fasilitas kesehatan

5. Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit


Untuk dapat melancarkan ASI, dilakukan persiapan sejak awal
kehamilan dengan melakukan masase, menghilangkan kerak pada puting
susu sehingga duktusnya tidak tersumbat. Untuk menghindari puting susu
terbenam sebaiknya sejak hamil, ibu dapat menarik-narik puting susu dan
ibu harus tetap menyusui agar puting selalu sering tertarik. Sedangkan
untuk menghindari puting lecet yaitu dengan melakukan teknik menyusui
yang benar, puting harus kering saat menyusui. Puting lecet dapat
disebabkan karena cara menyusui dan perawatan payudara yang tidak
benar, bila lecetnya luat menyusui 24-48 jam dan ASI dikeluarkan dengan
tangan atau pompa (Manuaba, 2008). Beberapa keadaan abnormal pada
masa menyusui yang mungkin terjadi, yaitu :

 Bendungan ASI
Penyebab : penyempitan duktus laktiferus, kelenjar yang tidak
dikosongkan dengan sempurna, kelainan pada puting susu.
Gejala : timbul pada hari ke 3-5, payudara bengkak, keras, tegang,
panas dan nyeri, suhu tubuh meningkat.
Penanganan :
a) Susukan payudara sesering mungkin
b) Kedua payudara disusukan
c) Kompres hangat payudara sebelum disusukan
d) Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui,
sanggah payudara.
e) Kompret dingin pada payudara diantara menyusui
f) Bila diperlukan berikan paracetamol 500 mg peroral setiap 4
jam

 Mastitis
Adalah suatu peradangan pada payudara biasaya terjadi pada 3
minggu setelah melahirkan. Penyebabnya salah satunya kuman
yang menyebar melalui luka pada puting susu/peredaran darah
(Manuaba, 2008)
 Tanda dan gejala
- Payudara membesar dan keras
- Payudara nyeri, memerah dan membisul
- Suhu tubuh meningkat dan menggigil
 Penanganan
- Sanggah payudara
- Kompres dingin
- Susukan bayi sesering mungkin
- Banyak minum dan istirahat yang cukup

 Abses Payudara
Adalah terdapat masa padat mengeras dibawah kulit yang
kemerahan terjadi karena mastitis yang tidak segera diobati. Gejala
sama dengan mastitis terdapat bisul yang pecah dan mengeluarkan
pus (nanah) (Manuaba, 2008).
6. Post Partum Blues

Perubahan emosi selama masa nifas memiliki berbagai bentuk dan


variasi. Kondisi ini akan berangsur-angsur normal sampai pada minggu ke
12 setelah melahirkan. Pada 0 – 3 hari setelah melahirkan, ibu nifas berada
pada puncak kegelisahan setelah melahirkan karena rasa sakit pada saat
melahirkan sangat terasa yang berakibat ibu sulit beristirahat, sehingga ibu
mengalami kekurangan istirahat pada siang hari dan sulit tidur dimalam
hari. Dan ibu merasa tidak mampu merawat bayinya. Pada 3 -10 hari
setelah melahirkan, Postnatal blues muncul biasanya disebut dengan 3th
day blues. Tapi pada kenyataanya berdasarkan riset yang dilakukan paling
banyak muncul pada hari ke lima. Postnatal blues adalah suatu kondisi
dimana ibu memiliki perasaan khawatir yang berlebihan terhadap
kondisinya dan kondisi bayinya sehingga ibu mudah panik dengan sedikit
saja perubahan pada kondisi dirinya atau bayinya.

Pada 1 – 12 minggu setelah melahirkan, kondisi ibu mulai membaik


dan menuju pada tahap normal. Pengembalian kondisi ibu ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, misalnya perhatian dari anggota
keluarga terdekat. Semakin baik perhatian yang diberikan maka semakin
cepat emosi ibu kembali pada keadaan normal.

Riset menunjukan 10% ibu mengalami depresi setelah melahirkan dan


10%-nya saja yang tidak mengalami perubahan emosi. Keadaan ini
berlangsung antara 3-6 bulan bahkan pada beberapa kasus terjadi selama 1
tahun pertama kehidupan bayi. Penyebab depresi terjadi karena reaksi
terhadap rasa sakit yang muncul saat melahirkan dan karena sebab-sebab
yang kompleks lainnya. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan
menunjukan faktor-faktor penyebab depresi adalah terhambatnya karir ibu
karena harus melahirkan, kurangnya perhatian orang orang terdekat
terutama suami dan perubahan struktur keluarga karena hadirnya bayi,
terutama pada ibu primipara.

Apabila tanda bahaya tersebut semakin parah maka segera cari


pertolongan medis ke puskesmas, bidan praktek, dokter praktek, rumah
bersalin dan rumah sakit jika ibu mengalami salah satu tanda bahaya
tersebut untuk mendapatkan penanganan yang lebih intensif.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang telah kami dapatkan dalam pembuatan asuhan
kebidanan pada Ny. D. S umur 38 tahun P6A0 dalam masa nifas normal 6
jam post partum yaitu pada tahap pengkajian data yang telah didapatkan
dalam pengkajian digunakan sebagai dasar identifikasi diagnosa atau
masalah yang telah dirasakan oleh ibu. Pasien tidak mengalami keadaan
yang gawat darurat sehingga untuk penulisan identifikasi kebutuhan segera
tidak perlu dalam penulisan asuhan kebidanan.
Evaluasi yang telah didapat berdasarkan asuhan kebidanan yang telah
diberikan, ibu post partum mengalami kemajuan keadaan kesehatannya.
5.2 Saran
a. Bagi petugas kesehatan
Dalam memberikan asuhan kebidanan diharapkan tetap
mempertahankan untuk mejaga komunikasi dalam upaya menjalin
kerja sama antara petugas dengan klien untuk keberhasilan asuhan
yang diberikan. Memberi waktu pada klien dan keluarga untuk
bertanya serta memberikan informasi yang jelas dan tepat.
b. Bagi keluarga
Keluarga diharapkan selalu bekerja sama dengan petugas
kesehatan dalam proses pelayanan kesehatan sehingga asuhan
dapat berjalan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai