Anda di halaman 1dari 15

Sumbang Saran

“Peningkatan Pelayanan Kesehatan Dengan


Optimalisasi Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak”

Oleh

Annisa Shilaturrohima
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari
indikator Angka Kematian Ibu (AKI). AKI adalah jumlah kematian ibu
selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan,
persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab
lain seperti kecelakaan, terjatuh, dll di setiap 100.000 kelahiran hidup.
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2015), peningkatan kesehatan ibu,
bayi, Balita dan Keluarga Berencana (KB) yang merupakan salah satu dari
delapan fokus prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia tahun 2010-2014
perlu didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan
kesehatan, sistem informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
melalui penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan untuk
menjamin ketersediaan data dan informasi kesehatan melalui pengaturan
sistem informasi yang komprehensif dan pengembangan jaringan. Oleh karena
itu pemerintah perlu melakukan upaya terfokus berdasarkan perencanaan dan
penganggaran yang berbasis data (evidanced based) melalui proses yang
sistematis dan partisipatif, dan ini berarti keberadaan data dan informasi
memegang peranan yang sangat penting karena data akan memengaruhi
perilaku pengambilan keputusan dalam suatu organisasi.
Dalam rangka meningkatkan status kesehatan ibu maupun bayi,
puskesmas dan jaringannya serta rumah sakit rujukan menyelenggarakan
berbagai upaya kesehatan, baik yang bersifat promotif, preventif, maupun
kuratif dan rehabilitatif. Beberapa strategi pembangunan nasional di bidang
kesehatan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) adalah peningkatan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) yakni pelayanan antenatal care (ANC). Antenatal care bertujuan untuk
memonitor kesehatan ibu hamil dan bayinya sehingga apabila terdapat
permasalahan dapat diketahui secepatnya dan diatasi sedini mungkin serta
dipersiapkan rujukan yang sudah terencana (Kemenkes, 2015), Serta
kompetensi bidan di Indonesia bahwa asuhan kebidanan merupakan penerapan
fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan
pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam
bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir
serta keluarga berencana (Kemenkes, 2015).
Bidan berperan dalam melakukan pelayanan antenatal, intranatal,
Postnatal, pelayanan kontrasepsi, pemberian imunisasi dan pemeriksaan fisik
bayi baru lahir secara komprehensif, terpadu dan berkualitas agar adanya
masalah dapat dideteksi dan ditangani secara dini. Melalui pelayanan
antenatal, intranatal, Postnatal, pelayanan kontrasepsi, pemberian imunisasi
dan pemeriksaan fisik bayi baru lahir yang terpadu, ibu hamil akan
mendapatkan pelayanan yang lebih menyeluruh dan terpadu sehingga hak
reproduksi dapat terpenuhi dan kegagalan identifikasi dapat dihindari serta
pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan secara lebih efektif dan efisien.
Dan dengan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan postterm dapat
memberikan kontribusi besar dalam upaya menurunkan angka kematian bayi.

Berdasarkan data tersebut untuk mendukung pembangunan kesehatan dan


peningkatan pelayanan di RS Wonolongan, penulis tertarik untuk menulis
“Peningkatan Pelayanan Kesehatan dengan Optimalisasi Poli Kesehatan Ibu dan
Anak”
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan Kehamilan (ANC)

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak
hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan
ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta
dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan
reproduksi dan asuhan anak.

Pemeriksaan Kehamilan di Rumah sakit sering kali hanya mengenai upaya kuratif.
Padahal, masih ada upaya promotif dan preventif yang dapat dioptimalkan. Salah
satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengadakan “ Kelas Ibu Hamil”.
Optimalisasi pelayanan kesehatan ibu dan anak, salah satunya dengan
meningkatkan pengetahuan Ibu hamil tentang proses kehamilan yang dilaluinya.
Pemberian edukasi pada Ibu hamil diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
Ibu tentang kehamilannya.

Salah satu upaya dalam peningkatan kesehatan Ibu Hamil yaitu dengan senam
hamil. Pelaksanaan senam hamil di masyarakat termasuk rendah. Tujuan senam
hamil :

1. Memperkuat dan mempertahankan elsatisitas otot-otot dinding perut, otot-otot


dasar panggul, ligamen dan jaringan serta fasia yang berperan dalam
mekanisme persalinan
2. Melonggarkan persendian-persendian yang berhubungan dengan proses
persalinan
3. Membentuk sikap tubh yang prima, sehingga dapat membantu mengatasi
keluhan-keluhan letak janin dan mengurangi sesak nafas
4. Menguasai teknik-teknik pernafasan dalam persalinan
5. Dapat mengatur diri kepada ketenangan
Syarat mengikuti senam hamil:

1. Telah dilakukan pemeriksaaan kesehatan oleh dokter atau bidan


2. Latihan dilakukan setelah kehamilan mencapai 22 minggu
3. Latihan dilakukan secara teratur dan disiplin dalam batas kemampuan fisik
ibu
4. Sebaiknya latihan dilakukan di rumah sakit atau klinik bersalina dibawah
pimpinaninstruktur senam hamil

2.2 Pemeriksaan Nifas

Pada masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan, masa nifas
dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, dan untuk
mencegah mendeteksi dan menangani masalah–masalah yang terjadi
1. Kunjungan pertama, dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan.
Kunjungan ini dilakukan dengan tujuan :
1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila
perdarahan berlanjut
3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
4. Pemberian ASI awal.
5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi
Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan
bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu
dan bayi dalam keadaan stabil.
2. Kunjungan kedua, dilakukan pada 6 hari setelah persalinan.
Kunjungan ini dilakukan dengan tujuan :
1. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda–tanda demam infeksi atau perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat
4. Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda – tanda
penyult.
5. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari– hari.
3. Kunjungan ketiga dilakukan pada dua minggu setelah persalinan, kunjungan
ini tujuannya sama dengan kunjungan yang kedua.
4. Kunjungan keempat dilakukan 6 minggu setelah persalinan yang merupakan
kunjungan terakhir selama masa nifas.
Kunjungan ini bertujuan untuk :
1. Menanyakan ibu tentang penyakit – penyakit yang dialami
2. Memberikan konseling untuk KB secara dini

2.3 Pemriksaan Bayi Baru Lahir

Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin jika


terdapat kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24
jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat
dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama
Waktu pemeriksaan BBL:
• Setelah lahir saat bayi stabil (sebelum 6 jam)
• Pada usia 6-48 jam (kunjungan neonatal 1)
• Pada usia 3-7 hari (kunjungan neonatal 2)
• Pada usia 8-28 hari (kunjungan neonatal 3)

KIE untuk orang tua


1. Nutrisi
a. Berikan asi sesering keinginan bayi atau kebutuhan ibu (jika payudara ibu
penuh)
b. Frekuensi menyusui setiap 2-3 jam
c. Pastikan bayi mendapat cukup colostrum selama 24 jam. Colostrum
memberikan zat perlindungan terhadap infeksi dan membantu pengeluaran
mekonium.
d. Berikan ASI saja sampai umur 6 bulan
2. Perawatan tali pusat
Anjurkan ibu dan keluarga untuk mengganti kasa ada tali pusat setiap
kali sesudah mandi untuk mencegah infeksi.
Studi menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan menggunakan
antibiotik atau antiseptik pada perawatan tali pusat dibandingkan dengan
perawatan kering. Selain itu didapatkan bahwa rata-rata waktu pelepasan
tali pusat pada: perawatan kering adalah 9 hari, bubuk 7 hari, alkohol
11 hari sedangkan antibiotik 12 hari.
3. Memandikan bayi
a. Sebelum bayi dimandikan, pastikan ruangan mandinya hangat dan tidak ada
tiupan angin. Siapkan handuk bersih dan kering untuk mengeringkan tubuh
bayi dan siapkan beberapa lembar kain atau selimut bersih dan kering untuk
menyelimuti tubuh bayi setelah dimandikan.
b. Memandikan bayi secara cepat dengan air bersih dan hangat
c. Segera keringkan bayi dengan menggunakan handuk bersih dan kering
d. Pakaikan pakaian bayi dan usahakan untuk memberi topi pada bayi.
4. Mempertahankan kehangatan bayi
a. Suhu ruangan setidaknya 18 - 21ºC
b. Jika bayi kedinginan, harus didekap erat ke tubuh ibu
c. Jangan menggunakan alat penghangat buatan di tempat tidur (misalnya
botol berisi air panas)
5. Tanda bahaya BBL
Menurut Prawirohardjo, 2006 :
a. Pernapasan – sulit atau lebih dari 60 kali permenit
b. Kehangatan – terlalu panas (>38 atau terlalu dingin < 36 derajat
celcius).
c. Warna – kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru atau pucat,
memar.
d. Pemberian makan – hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak
muntah.
e. Tali pusat – merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk, berdarah.
f. Infeksi – suhu meningkat, merah, bengkak, keluar cairan (nanah), bau
busuk, pernapasan sulit.
g. Tinja/kemih – tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering, hijau
tua, ada lendir atau darah pada tinja.
h. Aktivitas – menggigil, atau tangis tidak biasa, sangat mudah
tersinggung, lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang, kejang halus,
tidak bisa tenang.

2.4 Konseling Menyusui

Pemberian KIE mengenai ASI, kepada ibu-ibu post partum dan ibu post SC
sangat penting karena tidak hanya memberi manfaat kepada Ibu tetapi juga bayi.
Pemberian edukasi sekaligus praktek cara menyusui yang benar diharapakan dapat
membantu ibu-ibu dalam menyusui. Memberikan konseling mengenai
permasalahan dalam menyusui seperti bingung puting, puting lecet, bendungan
ASI diharapkan dapat membantu Ibu-ibu mengatasi permasalahan menyusui.

2.5 Keeluarga Berencana


Keluarga berencana metode suntik bulanan
a.Penapisan
 Hamil atau diduga hamil
 Menyusui dibawah 6 bulan persalinan
 Perdarahan pervaginam yang belum diketahui jelas penyebabnya
 Hepatitis
 Usia>35 tahun yang merokok
 Riwayat penyakit jantung, stroke
 Keganasan payudara
b.Efektivitas
sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan)selama satu tahun
penggunaan.
c.Cara Kerja:
Kombinasi antara progesterone dan estrogen yang menghambat ovulasi.
Mekanisme lain yaitu perubahan endometrium, mucus serviks dan tuba fallopii
menghasilkan penghambatan penetrasi sperma ke dalam rahim dan mempersulit
terjadinya nidasi.
d.Kelebihan metode suntik bulanan Menurut Hartanto (2004) yaitu:
- Menimbulkan perdarahan teratur setiap bulan.
- Kurang menimbulkan perdarahan bercak atau perdarahan irregular
lainnya.
- Kurang menimbulkan amenorrhoe.
- Efek samping lebih cepat menghilang setelah suntikan dihentikan.
c.Kerugian metode suntik bulanan yaitu:
- Penyuntikan lebih sering.
- Biaya keseluruhan lebih tinggi.
- Kemungkinan efek samping karena estrogennya (Hartanto, 2003).
d.Efek samping metode suntik bulanan:
- Efek samping yang berhubungan dengan kontrasepsi oral kombinasi
seperti nausea, sakit kepala, sakit pada dada, peningkatan berat badan
3 kilogram selama tahun pertama dan bertambah secara progesif
selama tahun kedua.
- Perdarahan setelah penyuntikan pertama dapat terjadi kira-kira selama
30 hari. Lebih dari 60% wanita mendapatkan kembali siklus yang
normal setelah 1 tahun. Sejumlah wanita yang menggunakan cyclofem
mengalami perdarahan lebih awal atau lebih lambat dari biasanya, dan
sejumlah wanita yang lain mengalami amenorrhoe, spoting atau masa
perdarahan yang lebih lama dan lebih berat.
- Tidak ada atau sedikit efek yang berpengaruh pada kolesterol,
koagulasi, fibrinolisis, fungsi platelet, tekanan darah sistolik atau
diastolic, lemak atau apolipoprotein.
Kontra indikasi suntikan satu bulan sekali:
- Kehamilan atau dugaan hamil.
- Kanker payudara
- Kanker saluran genital.
- Menderita atau pernah mempunyai gangguan tromboembolik.
- Penyakit pembuluh darah otak atau pembuluh jantung.
- Perdarahan abnormal yang tidak diketahui penyebabnya.
- Focal migraine.
- Penyakit hati akut.
Kontrasepsi Implant
a. Penapisan
Indikasi 
Pemasangan implant menurut Saifuddin (2006) dapat dilakukan pada :
 Perempuan yang telah memiliki anak ataupun yang belum.
 Perempuan pada usia reproduksi (20 – 30 tahun).
 Perempuan yang menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektifitas
tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.
 Perempuan menyusui dan membutuhkan kontrasepsi.
 Perempuan pasca persalinan.
 Perempuan pasca keguguran.
 Perempuan yang tidak menginginkan anak lagi, menolak sterilisasi.
 Perempuan yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang
mengandung estrogen.
 Perempuan yang sering lupa menggunakan pil.
Kontraindikasi
Menurut Saifuddin (2006) menjelaskan bahwa kontra indikasi implant
adalah sebagai berikut :
 Perempuan hamil atau diduga hamil.
 Perempuan dengan perdarahan pervaginaan yang belum jelas
penyababnya.
 Perempuan yang tidak dapat menerima perubahan pola haid yang
terjadi.
 Perempuan dengan mioma uterus dan kanker payudara.
 Perempuan dengan benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker
payudara.
b.Jenis Implant 
Jenis-jenis implant menurut Saifuddin (2006) adalah sebagai berikut :
 Norplant terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang
3,4 cm dengan diameter 2,4 mm, yang berisi dengan 36 mg
levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun
 Implanon terdiri dari 1 batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40
mm, dan diameter 2 mm, yang berisi dengan 68 mg ketodesogestrel
dan lama kerjanya 3 tahun
 Jadena dan Indoplant terdiri dari 2 batang yang berisi dengan 75 mg
levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.
c.Cara Kerja
Lendir serviks menjadi kental sehingga mengganggu proses pembentukan
endometrium sehingga sulit terjadi implantasi. Menekan ovulasi serta mengurangi
transport gamet.
d.Efektifitas Implant
Menurut Hartanto (2002) efektifitas implant adalah :
 Angka kegagalan norplant kurang 1 per 100 wanita pertahun dalam
lima tahun pertama. Ini lebih rendah dibandingkan kontrasepsi oral,
IUD dan metode barier.
 Efektifitas norplant berkurang sedikit setelah 5 tahun dan pada tahun
ke 6 kira-kira 2,5-3 % akseptor menjadi hamil.
 Norplant -2 sama efektifnya seperti norplant juga akan efektif untuk 5
tahun, tetapi ternyata setelah pemakaian 3 tahun terjadi kehamilan
dalam jumlah besar yang tidak diduga sebelumnya, yaitu sebesar 5-6
%. Penyebabnya belum jelas, disangka terjadi penurunan dalam
pelepasan hormonnya.
f.Keuntungan 
Keuntungan dari implant menurut Saifuddin (2006) adalah
 Daya guna tinggi.
 Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun).
 Pengembalian tingkat kesuburan cepat setelah pencabutan.
 Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.
 Bebas dari pengaruh estrogen.
 Tidak mengganggu kegiatan senggama.
 Tidak mengganggu ASI.
 Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan.
 Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan
g.Kekurangan implant
Hartanto (2002) mengemukakan bahwa kerugian implant adalah:
 Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh tenaga terlatih.
 Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan
pengangkatan implant
 Biaya Lebih mahal.
 Sering timbul perubahan pola haid.
 Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.
 Beberapa wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena
kurang mengenalnya.
 Implant kadang-kadang dapat terlihat orang lain.
IUD non hormonal
a. Penapisan
Yang tidak bisa menggunakan AKDR
 Sedang hamil
 Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
 Sedang menderita infeksi genital
 Kelainan bawaan uterus
 Penyakit trifoblas ganas
 Menderita TBC Pelvik
 Kaker alat genital
 Ukuran rongg rahim kurang dari 5 cm (Saifuddin, 2003).
b.Efektivitas IUD
AKDR/IUD efektif mencegah kehamilan dari 98% hingga mencapai
hampir 100%, yang bergantung pada alatnya. AKDR terbaru, seperti T 380A,
memiliki angka kegagalan yang jauh lebih rendah pada semua tahap pemakaian
tanpa ada kehamilan setelah 8 tahun pemakaian (Everett, 2007).
c.Mekanisme kerja AKDR
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti, ada yang berpendapat bahwa
AKDR sebagai benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan
sebutan leukosit yang dapat melarutkan blastosis atau sperma. Mekanisme kerja
AKDR yang dililiti kawat tembaga mungkin berlainan. Tembaga dalam
konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus juga menghambat
hidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkanhormon juga
menebalkan lendir sehingga menghalangi pasasi sperma (Prawirohardjo, 2005).
Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan sexual terjadi)
AKDR mengubah transportasi tuba dalam rahim dan mempengaruhi sel elur dan
sperma sehingga pembuahan tidak terjadi. Sebagai kontrasepsi darurat (dipasang
setelah hubungan sexual terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki
mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan mencegah terjadinya implantasi
atau penyerangan sel telur yang telah dibuahi ke dalam dinding rahim
Menurut Saefuddin (2003), mekanisme kerja IUD adalah:
1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi
2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu walaupun
AKDR membuat sperma sulit ke dalam alat reproduksi perempuan dan
mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi
4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur ke dalam uterus.
d. Keuntungan IUD
Menurut Saifudin (2010), keuntungan IUD yaitu:
 Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi
Sangat efektif → 0,6 - 0,8 kehamilan / 100 perempuan dalam 1 tahun pertama
( 1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan).
 AKDR dapat efektik segera setelah pemasangan.
 Metode jangka panjang ( 10 tahun proteksi dari CuT – 380A dan tidak
perlu diganti)
 Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat –ingat
 Tidak mempengaruhi hubungan seksual
 Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
 Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR ( CuT -380A)
 Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
 Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeksi)
 Dapat digunakan sampai menopause ( 1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir)\
 Tidak ada interaksi dengan obat – obat
 Membantu mencegah kehamilan ektopik.
e.Kerugian IUD
Menurut Saifudin (2010), kerugian IUD adalah sebagai berikut:
a. Efek samping yang mungkin terjadi:
1) Perubahan siklus haid ( umum pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan)
2) Haid lebih lama dan banyak
3) Perdarahan ( spotting ) antar menstruasi
4) Saat haid lebih sakit
b. Komplikasi Lain yang mungkin terjadi setelah pemasangan IUD adalah sebagai
berikut :
1) Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan
2) Merasa sakit dan kejang selama 3 – 5 hari setelah pemasangan
3) Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang memungkinkan
penyebab anemia
4) Perforasi dinding uteru (sangat jarang apabila pemasangannya benar)
5) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
6) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang
sering berganti pasangan
7) Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai
AKDR. PRP dapat memicu infertilitas
8) Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik terganggu karena fungsi AKDR
untuk mencegah kehamilan normal
Diharapkan dengan optimalisasi poli kesehatan ibu dan anak dapat meberikan
manfaat kepada ibu hamil, ibu post partum, ibu post sc, dan para akseptor KB,
untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan di RS Wonolongan

Anda mungkin juga menyukai