Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penerapan Teknologi Informasi dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan
Pada Ibu bersalindannifas sangat diperlukan. Angka kematian ibu (AKI) dan
angka kematian bayi (AKB) saat ini masih menjadi perbincangan di lapisan
masyarakat. Masih tingginya AKI dan AKB dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, salah satunya yaitu kurang adekuat saat pelayanan bersalindannifas akibat
kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan, kurangnya informasi terkait
dengan kesehatan selama bersalin dan nifas.
Bertambahnya informasi dan pengetahuan pada saatbersalindannifas dan
masyarakat umumnya diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan dengan
perubahan perilaku untuk hidup sehat, sehingga dapat membantu pencapaian
Millenium Development Goals (MDGs) atau sekarang dikenal dengan Sustainable
Development Goals (SDGs).
Kualitas pelayanan saat ini telah diakui sebagai masalah yang diabaikan
dalam agenda kesehatan internasional, khususnya yang berkaitan dengan
kepedulian terhadap asuhan ibu bersalin dan nifas. Menurut Tamburlini,
Siupsinskas, Bacci (2011), berdasarkan kesepakatan pada konfrensi tingkat tinggi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000 ditetapkan 8 tujuan
pembangunan Millenium pada tahun 2015 ( Millenium Development Goals/
MDGs), dan diantara 8 tujuan tersebut yaitu mengurangi angka kematian bayi
(AKB) dan AKI yang terdapat pada MDGs 4 dan 5. Angka Kematian Bayi (AKB)
di Indonesia masih tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain di
kawasan ASEAN. Berdasarkan data Human Development Report 2010, AKB di
Indonesia mencapai 31 per 1.000 kelahiran.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan pada masa bersalindannifas di
Indonesia saat ini masih belum optimal karena kurangnya penyuluhan, fasilitas
kesehatan, tenaga medis serta infrastruktur yang kurang memadai dari pemerintah
daerah ataupun pusat. Keadaan seperti ini sangat tidak kita harapkan karena

1
2

masyarakat kita membutuhkan pelayanan dan edukasi kesehatan yang akhirnya


menjadikan sebuah gaya hidup sehat dan dapat didukung dengan adanya
perkembangan teknologi informasi yang berkembang saat ini..
Pendekatan dan sentuhan teknologi informasi menjadikan salah satu solusi
alternatif yang dilakukan untuk mengeliminir kesenjangan tersebut diatas, tanpa
mengganggu pola dan gaya hidup dari masyarakat tersebut (Cormick, et, al,
2012). Era globalisasi dan informasi yang akhir-akhir ini mulai masuk ke
Indonesia telah membuat tuntutan baru di segala sektor dalam negara kita. Tidak
terkecuali dalam sektor pelayanan kesehatan. Era globalisasi dan informasi seakan
telah membuat standar baru yang harus dipenuhi oleh seluruh pemain di sektor
ini. Hal tersebut telah membuat dunia kesehatan di Indonesia menjadi tertantang
untuk terus mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan yang berbasis
teknologi informasi.
Berdasarkan pola dan gaya hidup masyarakat inilah maka teknologi
informasi yang paling sesuai pada saat ini ada beberapa solusi alternative yang
dapat diterapkan dalam teknologi informasi dibidang kesehatan yaitu dengan cara
penggunaan alat bantu atau aplikasi maupun metode konseling edukasi. Informasi
dan edukasi kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil tanpa dibatasi ruang dan
waktu dan tanpa harus bertatap muka langsung dengan tenaga kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja teknologi tepat guna sistem penunjang ibu nifas ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui teknologi tepat guna sistem penunjang ibu nifas
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Teknologi Tepat Guna Sistem Penunjang Nifas


2.1.1 Jadwal Kunjungan Pada Masa Nifas
1. Definisi
Masa nifas (pueperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Kunjungan masa nifas paling sedikit
dilakukan sebanyak 4 kali kunjunga ulang yaitu untuk menilai keadaan ibu dan
bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-
masalah yang terjadi.
Semakin meningkatnya angka kematian ibu di Indonesia pada saat nifas
(sekitar 60%) mencetuskan pembuatan program dan kebijakan teknis yang lebih
baru mengenai jadwal kunjungan masa nifas. Paling sedikit 4 kali kunjungan
pada masa nifas, dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru tahir dan
untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
2. Frekuensi kunjungan pada masa nifas adalah:
Kunjungan I ( 6-8 jam setelah persalinan)
Tujuan:
a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan
berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ibu atau satah satu anggota keluarga,
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah terjadi hipotermi.
g. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu
dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu
dan bayi dalam keadaan stabil.
4

Kunjungan II ( 6 hari setelah persalinan)


Tujuan:
a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi dengan
baik, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal atau tidak
ada bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu cukup mendapatkan makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
Kunjungan III ( 2 minggu setelah persalinan)
Tujuan: sama dengan kunjungan II yaitu :
a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi dengan
baik, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal atau tidak
ada bau.
b. Menilai adanya tanda- tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu cukup mendapatkan makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
Kunjungan IV ( 6 minggu setelah persalinan)
Tujuan:
a. Menanyakanpadaibu, penyulit yang iaataubayialami.
b. Memberikankonseling KB secaradini.
Suatu kunjungan rumah akan mendapat lebih banyak kemajuan apabila
direncanakan dan diorganisasi dengan baik. Bidan perlu meninjau kembali
catatan kesehatan ibu, rencana pengajaran, dan catatan lain yang bias
5

digunakan sebagai dasar wawancara dan pemeriksaan serta pemberian


perawatan lanjutan yang diberikan.
Setelah kunjungan tersebut direncanakan, bidan harus mengumpulkan
semua peralatan yang diperlukan, materi instruksi, dan keterangan yang dapat
diberikan keluarga yang akan dikunjungi.
2.1.2 Program Senam Nifas
1. Pengertian
Senam nifas adalah senam yang di lakukan pada saat seorang ibu
menjalani masa nifas atau masa setelah melahirkan. (Idamaryanti,2009).
Senam nifas adalah latihan gerak yang dilakukan secepat mungkin setelah
melahirkan, supaya otot-otot yang mengalami peregangan selama kehamilan
dan persalinan dapat kembali kepada kondisi normal seperti semula. Senam
nifas dapat di mulai 6 jam setelah melahirkan dan dalam pelaksanaanya harus
dilakukan secara bertahap, sistematis dan kontinyu.
2. Tujuan Senam Nifas
Senam nifas dapat dilakukan oleh ibu-ibu pasca persalinan, dimana senam
nifas mempunyaitujuan untuk :
a. Memperlancar terjadinya proses involusi uteri (kembalinya rahim ke
bentuk semula).
b. Mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah melahirkan pada
kondisi semula.
c. Mencegah komplikasi yang mungkin timbul selama menjalani masa nifas.
d. Memelihara dan memperkuat kekuatan otot perut, otot dasar panggul, serta
otot pergerakan.
e. Memperbaiki sirkulasi darah, sikap tubuh setelah hamil dan melahirkan,
tonus otot pelvis, regangan otot tungkai bawah.
f. Menghindari pembengkakan pada pergelangan kaki dan mencegah
timbulnya varises.
g. Membantu mencegah pembentukan bekuan (thrombosis) pada pembuluh
tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit
menjadi sehat dan tidak bergantung.
6

3. Manfaat senam nifas


a. Membantu penyembuhan rahim, perut, dan otot pinggul yang mengalami
trauma serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut kebentuk
normal.
b. Membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar diakibatkan
kehamilan.
c. Menghasilkan manfaat psikologis menambah kemampuan menghadapi
stress dan bersantai sehingga mengurangi depresi pasca persalinan.
4. Syarat senam nifas
Senam nifas dapat di lakukan setelah persalinan, tetapi dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Untuk ibu melahirkan yang sehat dan tidak ada kelainan.
b. Senam ini dilakukan setelah 6 jam persalinan dan dilakukan di rumah sakit
atau rumah bersalin, dan diulang terus di rumah.
5. Sebelum melakukan senam nifas, ada hal-hal yang perlu dipersiapkan yaitu :
a. Sebaiknya mengenakan baju yang nyaman untuk berolahraga.
b. Persiapkan minum, sebaiknya air putih.
c. Bisa dilakukan di matras atau tempat tidur.
d. Ibu yang melakukan senam nifas di rumah sebaiknya mengecek denyut
nadinya dengan memegang pergelangan tangan dan merasakan adanya
denyut nadi, kemudian hitung selama 1 (satu) menit penuh. Frekuensi nadi
yang normal adalah 60-90 kali per menit.
e. Boleh diiringi dengan musik yang menyenangkan jika menginginkan.
f. Petunjuk untuk bidan / tenaga kesehatan yang mendampingi ibu untuk
melakukan senam nifas : perhatikan keadaan umum ibu dan keluhan-
keluhan yang dirasakan, pastikan tidak ada kontraindikasi dan periksa
tanda vital secara lengkap untuk memastikan pulihnnya kondisi ibu yaitu
tekanan darah, suhu, pernafasan, dan nadi. Hal tersebut dilakukan sebelum
dan sesudah senam nifas.Perhatikan pula kondisi ibu selama senam.Tidak
perlu memaksakan ibu jika tampak berat dan kelelahan.Anjurkan untuk
minum air putih jika diperlukan.
7

6. Kerugian Bila Tidak Melakukan senam nifas


a. Infeksi karena involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak
dapat dikeluarkan.
b. Perdarahan yang abnormal, kontraksi uterus baik sehingga resiko
perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan.
c. Trombosis vena (sumbatan vena oleh bekuan darah).
d. Timbul varises.
7. Kontra Indikasi senam nifas
a. Ibu dengan penyakit jantung
b. Ibu dengan kehamilan pre eklamsi
c. Ibu dengan perdarahan
Latihan pasca persalinan (masa nifas) gerakkan diarahkan lebih pada
perbaikan otot disekeliling perut perbaikan postur dan perbaikan otot-otot pinggul.
2.1.3 Desa Siaga
1. Pengertian
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya
dan kemampuan serta kemauan serta kemauan untuk untuk mencegah dan
mengatasi masalah kesehatan, bencana, dan kegawadaruratan, kesehatan
secara mandiri. Desa yang dimaksud di sini adalah kelurahan atau istilah lain
bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas – batas wilayah, yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang diakui dan
dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Tujuan Desa Siaga
a. Tujuan Umum
Tujuan umum desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat,
peduli, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.
b. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut :
1) Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang
pentingnya kesehatan.
8

2) Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap


risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
(bencana, wabah, kegawadaruratan dan sebagainya)
3) Peningkatan kesehatan lingkungan di desa. Meningkatnya kemampuan
dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang
kesehatan.
3. Ciri-Ciri Desa Siaga
a. Minimal Memiliki pos kesehatan desa yang berfungsi memberi pelayanan
dasar ( dengan sumberdaya minimal 1 tenaga kesehatan dan sarana fisik
bangunan, perlengkapan & peralatan alat komunikasi ke masyarakat & ke
puskesmas )
b. Memiliki sistem gawat darurat berbasis masyarakat
c. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan secara mandiri
d. Masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat
e. Sasaran Pengembangan
f. Sasaran pengembangan desa siaga adalah mempermudah strategi
intervensi, sasaran ini dibedakan menjadi tiga yaitu sebagai berikut :
1) Semua individu dan keluarga di desa yang diharapkan mampu
melaksanakan hidup sehat, peduli, dan tanggap terhadap permasalahan
kesehatan di wilayah desanya
2) Pihak- pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku
individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat termasuk tokoh
agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader serta petugas kesehatan
3) Pihak-pihak yang diharapkan memberi dukungan memberi dukungan
kebijakan, peraturan perundang –undangan, dana, tenaga, sasaran, dll,
seperti kepala desa, camat, pejabat terkait, LSM, swasta, donatur, dan
pemilik kepentingan lainnya.
4. Kriteria Pengembangan
Dalam pengembangan desa siaga akan meningkat dengan membagi menjadi
empat kriteria.
9

a. Tahap bina. Tahap ini forum masyarakat desa mungkin belum aktif,
tetapi telah ada forum atau lembaga masyaratak desa yang telah
berfungsi dalam bentuk apa saja misalnya kelompok rembuk desa,
kelompok pengajian, atau kelompok persekutuan do’a.
b. Tahap tambah. Pada tahap ini, forum masyarakat desa talah aktif dan
anggota forum mengembangkan UKBM sesuai kebutuhan masyarakat ,
selain posyandu. Demikian juga dengan polindes dan posyandu
sedikitnya sudah oada tahap madya.
c. Tahap kembang. Pada tahap ini, forum kesehatan masyarakat telah
berperan secara aktif,dan mampu mengembangkan UKBMsesuai
kebutuhan dengan biaya berbasis masyarakat.Jika selama ini pembiyaan
kesehatan oleh masyarakat sempat terhenti karena kurangnya
pemahaman terhadap sistem jaminan,masyarakat didorong lagi untuk
mengembangkan sistem serupa dimulai dari sistem yang sederhana dan
di butuhkan oleh masyarakat misalnya tabulin.
d. Tahap Paripurna,tahap ini,semua indikator dalam kriteria dengan siaga
sudah terpenuhi. Masyarakat sudah hidup dalam lingkungan seha tserta
berperilaku hidup bersih dan sehat.
5. Keberhasilan Program
Indikator keberhasilan pengembangan desa siaga dapat diukur dari 4
kelompok indikator, yaitu : indikator input, proses, output dan outcome
(Depkes, 2009).
a. Indikator Input
1) Jumlah kader desa siaga.
2) Jumlah tenaga kesehatan di poskesdes.
3) Tersedianya sarana (obat dan alat) sederhana.
4) Tersedianya tempat pelayanan seperti posyandu.
5) Tersedianya dana operasional desa siaga.
6) Tersedianya data/catatan jumlah KK dan keluarganya.
10

7) Tersedianya pemetaan keluarga lengkap dengan masalah kesehatan


yang dijumpai dalam warna yang sesuai.
8) Tersedianya data/catatan (jumlah bayi diimunisasi, jumlah penderita
gizi kurang, jumlah penderita TB, malaria dan lain-lain).
b. Indikator proses
1) Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa (bulanan, 2 bulanan dan
sebagainya).
2) Berfungsi/tidaknya kader desa siaga.
3) Berfungsi/tidaknya poskesdes.
4) Berfungsi/tidaknya UKBM/posyandu yang ada.
5) Berfungsi/tidaknya sistem penanggulangan penyakit/masalah
kesehatan berbasis masyarakat.
6) Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
7) Ada/tidaknya kegiatan rujukan penderita ke poskesdes dari
masyarakat.
c. Indikator Output
1) Jumlah persalinan dalam keluarga yang dilayani
2) Jumlah kunjungan neonates (KN2).
3) Jumlah BBLR yang dirujuk.
4) Jumlah bayi dan anak balita BB tidak naik ditangani
5) Jumlah balita gakin umur 6-24 bulan yang mendapat M P-AS I.
6) Jumlah balita yang mendapat imunisasi.
7) Jumlah pelayanan gawat darurat dan KLB dalam tempo 24 jam.
8) Jumlah keluarga yang punya jamban.
9) Jumlah keluarga yang dibina sadar gizi.
10) Jumlah keluarga menggunakan garam beryodium.
11) Adanya data kesehatan lingkungan.
12) Jumlah kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit menular tertentu
yang menjadi masalah setempat.
13) Adanya peningkatan kualitas UKBM yang dibina.
11

d. Indikator outcome
1) Meningkatnya jumlah penduduk yang sembuh/membaik dari sakitnya.
2) Bertambahnya jumlah penduduk yang melaksanakan PHBS.
3) Berkurangnya jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia.
4) Berkurangnya jumlah balita dengan gizi buruk.
2.1.4 Buku KIA
1. Pengertian
Buku KIA adalah instrumen pencatatan dan penyuluhan (edukasi) bagi ibu
dan keluarganya, juga alat komunikasi antar tenaga kesehatan dan keluarga.
Disebut alat edukasi karena buku KIA berisi informasi dan materi penyuluhan
tentang kesehatan Ibu dan Anak termasuk gizi, yang dapat membantu
keluarga khususnya ibu dalam memelihara kesehatan dirinya sejak ibu hamil
sampai anaknya berumur 5 tahun. Disebut alat komunikasi karena tenaga
kesehatan dapat memberikan catatan-catatan penting yang dapat dibaca
tenaga kesehatan lain dan Ibu serta keluarga, misal keluhan, hasil
pemeriksaan, catatan persalinan, pelayanan yang diberikan pada
ibu/bayi/anak balita, hasil pemeriksaan tambahan, dan rujukan.
Jadi Buku KIA merupakan:
a. Alat pencatatan dan pemantauan Kesehatan Ibu dan Anak
b. Alat komunikasi antara tenaga kesehatan dan antara tenaga kesehatan
dengan ibu dan keluarganya.
c. Alat penyuluhan (edukasi) Kesehatan Ibu dan Anak : Milik keluarga,
d. Dapat dipergunakan di semua fasilitas kesehatan
e. Gabungan kartu-kartu kesehatan yang pernah ada dan yang masih ada,
seperti: KMS ibu hamil, Kartu KB, KMS Balita, Kartu Perkembangan
Anak
2. Sasaran Buku KIA
Semua Ibu Hamil perlu memakai buku KIA dan buku KIA selanjutnya
digunakan oleh anak sejak anak lahir hingga berusia 5 tahun. Setiap kali anak
datang ke fasilitas kesehatan, baik itu ke Bidan, Puskesmas, Dokter praktek,
Klinik atau Rumah Sakit, untuk penimbangan, berobat, kontrol, atau
12

imunisasi, buku KIA harus dibawa agar semua keterangan tentang kesehatan
ibu atau anak yang tercatat pada buku KIA diketahui tenaga kesehatan dan
tenaga kesehatan dapat memberikan catatan tambahan penting lainnya pada
buku KIA, mengisi KMS, dll.
3. Maanfaat Buku KIA
Manfaat buku KIA yaitu :
a. Sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelayanan KIA yang terdiri
dari :
1) Standar pelayanan oleh petugas
2) Hak ibu dan anak menerima pelayanan sesuai standar
3) Kerjasama petugas dan masyarakat untuk mewujudkan pelayanan
KIA berkualitas.
b. Sebagai alat untuk meningkatkan surveilan, monitoring dan sistem
informasi:
1) Catatan kesehatan berguna dalam pelayanan KIA walaupun diberikan
oleh petugas kesehatan yang berbeda.
c. Buku KIA bermanfaat untuk :
1) Mengurangi keterlambatan pengendalian resiko tinggi
2) Mengurangi dampak infeksi
3) Kepatuhan terhadap standar pelayanan kebidanan
4) Mengurangi 3 keterlambatan dalam rujukan ke Rumah Sakit.
4. Isi Buku KIA
Secara umum isi Buku KIA sangat komprehensif bagi keluarga dan petugas
kesehatan. Outline isi Buku KIA terdiri dari:
a. Bagian ibu, terdiri dari:
1) Identitas keluarga
2) Ibu hamil: pemeriksaan kehamilan rutin, persiapan melahirkan,
perawatan sehari-hari, anjuran makan untuk ibu hamil, dan tanda-
tanda bahaya pada kehamilan.
3) Ibu bersalin: tanda-tanda bayi akan lahir dan proses melahirkan.
13

4) Ibu nifas: cara menyusui bayi, perawatan ibu nifas, tanda bahaya dan
penyakit pada saat nifas
5) Keluarga Berencana (KB)
6) Catatan pelayanan kesehatan ibu: catatan kesehatan ibu hamil,
bersalin, nifas dan keterangan lahir.
2. Bagian anak, terdiri dari :
1) Identitas anak
2) Bayi baru lahir dan anak: tanda bayi sehat, cara merawat bayi baru
lahir, imunisasi dan jadwal imunisasi
3) Balita: cara perawatan sehari-hari anak balita, perawatan anak sakit,
cara memberi makan anak, cara merangsang perkembangan anak, cara
membuat makanan tambahan pengganti ASI
4) Catatan pelayanan kesehatan anak:
5) Catatan pelayanan kesehatan anak: pemeriksaan neonatus, pemberian
imunisasi, pemberian Vitamin A, anjuran pemberian rangsangan
perkembangan dan nasihat pemberian makan
6) Catatan penyakit dan masalah perkembangan.
7) Di bagian belakang atau depan sampul (cover) Buku KIA
ditambahkan Stiker Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K). Stiker ini akan diisi dan ditempelkan di depan
rumah Ibu hamil oleh Petugas Kesehatan, sebagai tindakan berjaga-
jaga/antisipasi pada waktu Ibu akan bersalin.
14
15

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah mengenai tekhnologi tepat guna dalam pelayanan
bersalin dan nifas, maka kelompok dapat mengambil kesimpulan bahwa
perkembangan tekhnologi dalam sistem penunjang pelayanan bersalin dan nifas
saat ini sangat berguna untuk menurunkan AKI dan AKB, mempermudah
pengguna layanan (pasien) dan pemberi pelayanan (Bidan dan Dokter), jangkauan
pelayanan informasi menyeluruh bahkan hingga ke daerah terpencil.
3.2 Saran
Penerapan tekhnologi tepat guna dalam pelayanan masih harus tetap
dikembangkan lagi guna untuk membenahi pelayanan maupun fasilitas yang
sudah ada saat ini karena hingga tahun 2015 target MDG’S untuk indonesia masih
belum tercapai.

15
16

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati,Eny Retna. 2009.Asuhan Kebidanan Komunitas.Yogyakarta: Nuha


Medika AWHONN (2011).Health information technology for the perinatal
setting. JOGNN, 40 : 383-385.Doi: 10.1111/j.1552-69090.2011.01246.

Bazar, A, Theodorus, Aziz, Azhari (2012). Maternal mortality and contributing


risk factors. Indonesian Journal Obstetric Gynecology, Volume 36/1 : 8-13

Chen W, Fang Lz, Chen LY, & Dai HL (2008) Compariso of an SMS text
messaging and phone reminder to improve attendance at a health promotio
center a randomized controlled trial. J zhejiang Univ Sci B: 9 (1) : 34

Dra Suryana, 1996. Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK : EGC, Jakarta Dunia
Healt Assembeley XXI; "Nasional dan Global SURVEILENS Penyakit
menular", Geneva: WHO, 1968

Jurnal Sosioteknologi Edisi 13 tahun 7, April 2008

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia Teori & Apikasi dalam Praktik. Jakarta: Kedokteran EGC

http://www.slemankab.go.id/file/lakip/13Meningkatnya-derajat-kesehatan-
masy.pdf

http://sitisaripuspita.wordpress.com/2009/05/25/teknologi-tepat-guna-ttg-
kesehatan/

15

Anda mungkin juga menyukai