PENDAHULUAN
b. Intervensi Khusus
Intervensi khusus adalah melakukan khusus yang diberikan kepada ibu
hamil sesuai dengan faktor resiko dan kelainan yang ditemukan, meliputi:
1) Faktor resiko, meliputi:11
a) Umur/Usia
- Terlalu muda, yaitu di bawah 20 tahun
- Tepat usia yaitu 20 – 35 tahun
- Terlalu tua, yaitu diatas 35 tahun
b) Paritas21
- Paritas 0 (primi gravid, belum pernah melahirkan)
- Paritas 1 – 3
- Paritas >3
c) Interval
Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekurang-
kurangnya 2 tahun.
d) Tinggi badan kurang dari 145 cm
e) Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
2) Komplikasi Kehamilan
a) Komplikasi obstetric langsung
- Perdarahan
- Preeklamsia/eklamsia
- Kelainan letak lintang, sungsang pri,I gravid
- Anak besar, hidramnion, kelainan kembar
- Ketuban pecah dini dalam kehamilan
b) Komplikasi obstetric tidak langsung
- Penyakit jantung
- Hepatitis
- TBC
- Anemia
- Malaria
- Diabetes mellitus
c) Komplikasi yang berhubungan dengan obstetrik, komplikasi akibat
kecelakaan (kendaraan, keracunan, kebakaran).
- Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak
dapat dilihat langsung tetapi hanya dapat di tafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup.11
Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu
terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan
dalam sikap negative terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tertentu.12 Sikap merupakan penentu
penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada seseorang yang
memberikan gambaran corak tingkah laku seseorang. Berdasar pada
sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaiman respon atau
tindakan yang akan diambil tindakan oleh orang tersebut terhadap
suatu masalah atau keadaan yang dihadapinya. Jadi dalam kondisi
wajar-ideal gambaran kemungkinan tindakan atau tingkah laku yang
diambil sebagai respon terhadap suatu masalah atau keadaan yang
dihadapkan kepadanya dapat diketahui dari sikapnya.13 Suatu sikap
belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya
sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Misalnya
sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus
mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang
mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya.
Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan dari pihak
lain.11
1 Wahno 9.293
2 Vim 15.436
3 Wai Mhorock 10.676
JUMLAH 35.405
4.2. IKLIM
Variasi curah hujan 2.764 mm/th dengan suhu udara rata - rata 22° C -
33° C, musim hujan dan musim kemarau tidak teratur. Kelembaban udara
rata- rata bervariasi antara 79% - 81%, keadaan iklim seperti ini sangat
menunjang bidang pertanian dan peternakan.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Paritas 0 6 44,97
Jumlah 97 100
140
120
100
80
60 N
40
20
0
Paritas 0 Paritas 1-3 Paritas >3
Berdasarkan tabel dan bagan 5.1 terlihat bahwa ibu hamil yang melakukan
ANC yang paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu ibu hamil yang
memilik paritas 1-3sebanyak 122 orang atau 48,99%, sedangkan ibu hamil
yang memiliki paritas >3 sebanyak 15 orang atau 6,02%.
NO KELOMPOK USIA N %
JUMLAH 97 100
250
200
150
N
100
50
0
<20 tahun 20 - 35 tahun >35 tahun
Berdasarkan tabel dan bagan 5.2. terlihat bahwa ibu hamil yang melakukan
ANC yang paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu ibu hamil yang
berusia 20-35 tahun sebanyak 207 orang atau 83.13%,sedangkan ibu hamil
yang berusia <20 tahun paling sedikit yaitu sebanyak 14 orang atau 5.62%.
Tabel dan Bagan 5.3. Karakteristik ibu hamil yang melakukan ANC
bersarkan Pendidikan Terakhir pada Bulan Januari Sampai April 2018
No PENDIDIKAN TERAKHIR N %
JUMLAH 97 100
180
160
140
120
100
80 Jumlah
60
40
20
0
Tidak sekolah SD-SMP SMA-SMKDiploma, Sarjana dll
Berdasarkan tabel dan bagan 5.3 Terlihat bahwa ibu hamil yang paling
banyak melakukan ANC di PKM Kotaraja adalah yang memiliki tinggat
pendidikan menengah yaitu sebanyak 159 ibu atau 63,855 %, sedangkan
yang paling sedikit adalah yang tidak sekolah hanya 4 ibu hamil atau
1,6064%.
Tabel dan Bagan 5.3. Karakteristik ibu hamil yang melakukan ANC
berdasarkan Frekuensi Kunjungan K1-K4 ibu hamil pada Bulan Agustus
2017 Sampai April 2018
K1 41 42.27
K2 36 37.11
K3 12 12.37
K4 8 8.25
Jumlah 97 100
Berdasarkan tabel dan bagan 5.4 Terlihat bahwa ibu hamil melakukan
Kunjungan Kehamilan hanya sampai Trimester 1 (K1) sanat banyak yaitu
41 Ibu hamil atau 42.27%, sedangkan yang melakukan Kunjungan
Kehamilan sampai Trimester 3 (K4) sangan sedikit yaitu 8 Ibu hamil atau
8.25%
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian distribusi frekuensi ibu hamil yang
melakukan ANC di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja periode bulan
Januari hingga April tahun 2018, maka berikut akan dibahas variabel-
variabel yang diteliti, sebagai berikut :
5.1.1. Berdasarkan Paritas
Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan ANC paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu ibu
hamil yang memilik paritas 1-3 sebanyak 122 orang atau 48,99%,
dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki paritas 3 sebanyak
15 orang atau 6,02%.
Paritas adalah banyaknya jumlah kelahiran hidup yang
dialami oleh seorang wanita. Ibu dengan jumlah paritas yang tinggi
tidak terlalu khawatir dengan kehamilannya lagi sehingga
menurunkan angka kunjungannya, sedangkan ibu dengan
kehamilan pertama merasa ANC merupakan sesuatu yang baru
sehingga ibu memiliki motivasi yang lebih tinggi dalam
pelaksanaannya.
Ibu hamil primigravida lebih ingin kehamilannya selalu
dalam keadaan baik dan sehat karena belum mempunyai
pengalaman tentang kehamilan sehingga dalam perjalanan
kehamilan dan menuju persalinan selalu menjaga kehamilan
supaya aman dan nyaman. Ibu hamil dengan jumlah anak lebih
sedikit cenderung akan lebih baik dalam memeriksakan
kehamilannya daripada ibu hamil dengan jumlah anak lebih banyak
(Winkjoksastro. 2005).
Menurut Prawirohardjo menyatakan bahwa ibu hamil
terutama yang memiliki jumlah paritas banyak (>3) memandang
bahwa kehamilan adalah hal yang biasa sehingga tidak perlu repot
memeriksakan kehamilan. Hal ini didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ernawati pada tahun 2009, bahwa kebanyakkan ibu
yang memiliki paritas banyak tidak melakukan pemeriksaan
kehamilan.
5.1.2. Berdasarkan Usia
Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Wiknjosastro (2005), menyatakan bahwa dalam kurun
reproduksi sehat dikenal bahwa usia yang aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali
lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-
29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-
35 tahun.
Semakin cukup usia, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dengan
bertambahnya usia seseorang, maka kematangan dalam berpikir
semakin baik, sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan
kehamilan, juga mengetahui pentingnya Antenatal Care. Semakin
muda usianya, maka semakin tidak mengerti mengenai pentingnya
pemeriksaan kehamilan. Usia juga sangat menentukan kesehatan
ibu hamil. Ibu dikatakan beresiko tinggi apabila hamil atau
melahirkan pada usia dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Usia
berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan
tindakan yang dilakukan. Menurut penelitian Woro Tri Hardjanti
(2007) seorang wanita sebagai insan biologis sudah memasuki usia
produksi beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana
kehamilan dan persalinan dapat berlangsung aman, yaitu 20-35
tahun, setelah itu resiko ibu akan meningkat setiap tahun.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harahap & Siregar
mengenai “Pengaruh Karakteristik Ibu Dan Dukungan Suami
Terhadap Pemeriksaan Kehamilan Di Kecamatan Angkola Timur
Kabupaten Tapanuli Selatan” (2012), bahwa ibu yang berusia <20
tahun tidak melakukan pemeriksaan kehamilan disebabkan karena
merasa terlalu muda untuk hamil dibandingkan teman sebaya
mereka, sehingga menyebabkan mereka jarang keluar rumah. Ibu
yang berusia >35 tahun tidak melakukan pemeriksaan kehamilan
disebabkan mereka merasa malu untuk memeriksakan kehamilan.
Mereka menganggap bahwa usia diatas 35 tahun tidak pantas lagi
untuk hamil, apalagi bila diikuti dengan jumlah anak lebih dari 3
orang, semakin membuat mereka tidak mau memeriksakan
kehamilan. Beberapa orang di antaranya juga merasa kehamilan
merupakan hal yang alamiah sehingga tidak perlu periksa hamil.
Menurut Mathole et al (2004), bahwa perempuan yang berusia
kurang dari 35 tahun lebih sering melakukan kunjungan ke klinik
untuk meyakinkan bahwa bayi mereka bertumbuh, sedangkan
wanita yang lebih tua tidak merasa mengalami masalah, tidak
peduli, dan menganggap kehamilan merupakan hal biasa.
Teori-teori tersebut mendukung hasil penelitian yang dilakukan
oleh penulis, dimana berdasarkan tabel 5.2., dari 249 ibu hamil
yang melakukan ANC dari bulan Januari sampai April 2018 di
Puskesmas Kotaraja, didapatkan bahwa ibu hamil yang melakukan
ANC paling banyak yaitu ibu hamil yang berusia antara 20 sampai
35 tahun, yaitu sebanyak 207 orang atau 83.13%. Ibu hamil dengan
rentang usia lebih dari 35 tahun berjumlah 28 orang atau 11,24%.
Sedangkan ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun merupakan
kelompok usia yang paling sedikit melakukan ANC, yaitu
sebanyak 14 orang atau 5.62%.
5.1.3. Berdasarkan Pendidikan
Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan ANC paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu ibu
hamil yang memiliki pendidikan tingkat menengah sebanyak 159
orang atau 463,855%, dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
sekolah sebanyak 4 orang atau 1,6064%
Kunjungan ANC pada ibu hamil sangatlah penting untuk
menjaga kesehatan ibu dan janin yang dikandung. Namun, banyak
faktor yang mempengaruhi ketekunan atau pemahaman mengenai
pentingnya melakukan kunjungan ANC. Salah satu penyebab
rendahnya cakupan KI dan K4 adalah masih rendahnya pendidikan
ibu hamil sehingga mempengaruhi keteraturan ibu hamil
melakukan ANC.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan
yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap ibu terhadap nilai-nilai yang
baru diperkenalkan seperti pentingnya kunjungan ANC pada saat
hamil. Untuk menanggulanginya harus diadakan penyuluhan-
penyuluhan agar ibu lebih faham tentang pentingnya ANC pada
ibu hamil sehingga mau melakukan ANC secara teratur.
Dari data table di atas dapat diketahui bahwa yang tingkat
pendidikan menengah lebih banyak melakukan ANC ke puskesmas
Kotaraja dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak sekolah
ataupun yang hanya memiliki pendidikan dasar.
5.1.4. Berdasarkan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan
Dari hasil data yang ada terlihat bahwa ibu hamil
melakukan Kunjungan Kehamilan hanya sampai Trimester 1 (K1)
sanat banyak yaitu 41 Ibu hamil atau 42.27%, sedangkan yang
melakukan Kunjungan Kehamilan sampai Trimester 3 (K4) sangan
sedikit yaitu 8 Ibu hamil atau 8.25%.
Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan pada
ibu hamil secara berkala untuk menjaga kesehatan ibu dan
janinnya. Di dalam program KIA pun telah disepakati bahwa
kunjungan ibu hamil minimal dilakukan empat kali. Tetapi pada
kenyataannya masih banyak dijumpai kurangnya pemahaman
tentang pedoman kesehatan ibu dan anak (KIA) khususnya
kunjungan pemeriksaan kehamilan. Banyaknya faktor yang
menyebabkan rendahnya cakupan KI sampai K4 yaitu masih
rendahnya pendidikan ibu hamil sehingga mempengaruhi
keteraturan ibu hamil melakukan ANC, Umur dimana semakin
cukup umur seorang ibu, tingkat kematangan dalam berpikir
semakin baik sehingga termotivasi untuk memeriksakan
kehamilan, Paritas berkaitan dengan jumlah anak dimana ibu yang
baru pertama kali hamil mereka merasakan hal yang sangat baru
sehingga termotivasi dalam memeriksa kehamilan, factor sikap
merupakan penentu penting untuk melakukan kunjungan
pemeriksaan kehamilan, factor Jarak dimana keterjangkauan ibu
termasuk dalam jarak akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi
pemilihan pelayanan kesehatan, factor pendapatan atau ekonomi
dimana besar kecilnya pendapatan sangat berpengaruh pada
kemampuan seseorang membeli pelayanan kesehatan.
BAB VI
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
1. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan ANC di Puskesmas Kotaraja paling banyak berumur rata-
rata 20-35 tahun.
2. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan ANC di Puskesmas Kotaraja paling banyak pada ibu hamil
yang memiliki paritas 1-3.
3. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan ANC di Puskesmas Kotaraja paling banyak yang
pendidikan akhir, yaitu SMA-SMK.
4. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Kotaraja paling banyak
melakukan kunjungan ANC hanya sampai Trimester 1 (K1),
sedangkan yang rutin melakukan kunjungan hingga sampai Trimester
3 (K4) sangat sedikit.
6.2. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian atau pengamatan mengenai pengetahuan
sikap, perilaku dan persepsi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Kotaraja mengenai Antenatal care.
2. Perlu perhatian dan pendataan secara khusus terhadap ibu hamil yang
ada dalam wilayah kerja Puskesmas Kotaraja.
3. Angka Kematian Ibu dan Anak saat persalinan perlu menjadi
perhatian yang khusus sehingga diperlukan tindakan pencegahan
melalui sosialisasi kepada ibu hamil mengenai pentingnya melakukan
antenatal care secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid 1.EGC. Jakarta
2. Yanti, 2014. Gambaran Karakteristik Ibu Hamil yang Melaksanakan
Antenatal Care di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Sri Gundarti Palembang
Tahun 2013. Palembang. Diakses dari www.pskb.binahusada.ac.id pada 30
April 2018
3. Harahap & Siregar, 2014. Pengaruh Karakteristik Ibu dan Dukungan Suami
terhadap Pemeriksaan Kehamilan di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten
Tapanuli Selatan. Volume 8. Nomor 3. Medan. Diakses pada
www.pannmed.poltekkes-medan.ac.id pada 30 April 2014
4. Saifuddin, Abdul Bahri.2002.Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
5. Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Edisi 1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka.
6. Depkes RI,(1995),Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan
Dasar, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
7. Pusdiknakes. (2003). Asuhan Antenatal. Jakarta: Pusdiknakes.
8. Depkes. (2009). Profil Provinsi Jateng. Retrieved April 1, 2011, from
http://www.depkes.go.id/download/profil/prov jateng 2008.pdf .
9. Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
10. Soekidjo N. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta ; 2005.
11. Prawirohardjo. 2002. Ilmu kebidanan. Jakarta : FKUI.
12. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2001. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
13. Hariyadi, Sugeng. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang : UNNES.
14. Effendy, Nasrul.1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
Bandung : EGC
15. Kresno, S. (2000).Pengetahuan, Kepercayaan Ibu Balita tentang Pneumonia
dan Pencarian Pertolongan Pengobatan bagi Balita dengan Pneumonia.
Makara, No.4, Seri A: Jurnal Penelitian Universitas Indonesia.
16. Istiarti, Tinuk. 2000. Menanti Buah Hati. Yogyakarta: Media Persindo.
17. Joyomartono, Mulyono, 2011. Pengantar Antropologi Kesehatan.
Semarang: Unnes Press.
18. Depkes RI, 1987, Analisis Obat Tradisional, Jilid I,18-20, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
19. Nursalam. 2001. Metodologi Riset Keperawatan,133, Infomedika. Jakarta.
20. Wiknjosastro, H. (2005), Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Cetakan Ketujuh,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
21. Notoatmodjo, S. ,(2003),Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT
Rineka Cipta, Jakarta
22. Budioro, B. 2002. Pengantar administrasi Kesehatan Masyarakat, Badan
Penerbit Universitas Dipenogoro Semarang.
23. Suparlan (2006). Guru sebagai profesi, Yogtakarta: Hikayat Publishing
24. A.Crow, dan Crow, L.1998.Psikologi Belajar.Surabaya: Bina Ilmu