Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Antenatal care merupakan cara penting untuk memonitor dan
mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan
1
kehamilan normal. Setiap ibu hamil seharusnya mendapat perawatan
kehamilannya secara baik, dengan cara memeriksakan kehamilannya.
Tetapi pada kenyataanya masih banyak ibu hamil belum mengerti lebih
dalam mengenai pemeriksaan kehamilan (ANC). Menurut data rekam
medis yang menurut Depkes RI (2012), kondisi derajat kesehatan di
Indonesia ini masih memprihatinkan antara lain ditandai dengan tingginya
AKI (Angka Kematian Ibu) yaitu 146/100.000 kelahiran hidup dan mati
bayi baru lahir 78,01/1000. Beberapa faktor yang melatar-belakangi resiko
kematian adalah kurangnya partisipasi ibu yang disebabkan tingkat
pendidikan ibu rendah, kemampuan ekonomi keluarga rendah, kedudukan
sosial budaya yang tidak mendukung. 2
Sebagian besar kematian ini sebenarnya dapat dicegah dengan
memberikan pelayanan Antenatal Care yang bertujuan untuk menjaga agar
ibu hamil dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan nifas dengan baik
dan selamat serta menghasilkan bayi yang sehat, dan pada akhirnya dapat
menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Pelayanan antenatal dengan
standar pemeriksaan berulang (K1-K4) merupakan komponen pelayanan
kesehatan ibu hamil yang penting karena bila timbul gangguan kesehatan
ini mungkin dapat dikenali sehingga dilakukan perawatan yang cepat dan
tepat dengan standart “ 14 T “ pelayanan Antenatal care yang terdiri dari :
Ukur tinggi badan atau berat badan, Ukur tekanan darah, Ukur tinggi
fundus uteri, Pemberian imunisasi TT, Pemberian tablet zat besi (minimal
90 tablet selama kehamilan), Test terhadap penyakit menular
seksual/VDRL, Temu wicara/konseling, Test/pemeriksaan Hb,
Test/pemeriksaan urin protein, Test reduksi urin, Perawatan payudara
(tekan pijat payudara), Pemeliharaan tingkat kebugaran (senam hamil),
Terapi yodium kapsul (khusus daerah endemic gondok), dan Terapi obat
malaria.3
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana karaktersitik ibu hamil yang melaksanakan Antenatal
Care (ANC) di Puskesmas Kotaraja?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik ibu hamil yang melakukan Antenatal
Care (ANC) di Puskesmas Kotaraja berdasarkan Paritas, usia,
pendidikan dan Frekuensi Kunjungan ANC K1-K4.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui persentasi kunjungan ibu hamil melakukan
antenatal care di Puskesmas Kotaraja berdasarkan paritas.
2. Mengetahui persentasi kunjungan ibu hamil melakukan
antenatal care di Puskesmas Kotaraja berdasarkan usia.
3. Mengetahui persentasi kunjungan ibu hamil melakukan
antenatal care di Puskesmas Kotaraja berdasarkan
Pendidikan.
4. Mengetahui persentasi kunjungan ibu hamil melakukan
antenatal care di Puskesmas Kotaraja berdasarkan Frekuensi
Kunjungan K1-K4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Jayapura
Sebagai masukan atau bahan pertimbangan kepada pengelola
progam Kesehatan Masyarakat terutama pada pengelola program
kesehatan ibu dan anak (KIA).
1.4.2 Puskesmas Kotaraja
Menjadi bahan acuan bagi Puskesmas Kotaraja dalam
memberikan pelayanan terlebih khusus pelayanan Antenatal Care
(ANC).
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Untuk menambah literatur atau bahan bacaan di perpustakaan
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih.

1.4.4 Bagi Peneliti


Bagi peneliti merupakan penghargaan berharga dalam
memperluas wawasan serta menambah pengetahuan yang
diperoleh terutama di bidang kesehatan masyarakat.
1.4.5 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai pentingnya
melakukan Antenatal Care (ANC) secara rutin guna mencegah
resiko kematian ibu dan anak akibat masalah persalinan atau
kelahiran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Antenatal Care
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan
untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga
mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan
kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.1 Kunjungan Antenatal Care
(ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin
semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan
antenatal. Pelayanan antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi
obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini
mungkin serta ditangani secara memadai.4 Pemeriksaan kehamilan atau ANC
merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan
ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan
mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.5
Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan integrasi pelayanan antenatal
rutin dengan beberapa program lain yang sasarannya pada ibu hamil, sesuai
prioritas Departemen Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan
kualitas pelayanan antenatal. Program-program yang di integrasikan dalam
pelayanan antenatal terintegrasi meliputi : 2
1. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)
2. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)
3. Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK)
4. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia
5. Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
6. Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)
7. Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta
8. Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)
9. Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN).4
2.2 Tujuan Antenatal Care
Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara
teratur dan tertentu. Dengan usaha itu ternata angka mortalitas serta
morbiditas ibu dan bayi jelas menurun. Tujuan pengawasan wanita hamil
ialah menyiapkan ia sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan
ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan
mereka postpartum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga
4
mental. Ini berarti dalam antenatal care harus diusahakan agar :
a. Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus
sama sehatnya atau lebih sehat;
b. Adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dini dan
diobati,
c. Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat
pula fisik dan metal.3
2.3 Tujuan Asuhan Antenatal 4
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan Ibu dan
tumbuh kembang bayi;
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan
sosial ibu dan bayi,
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara
umum, kebidanan dan pembedahan,
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat,
Ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin,
e. Mempersiapkan peran Ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran
bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
2.4 Keuntungan Antenatal Care
Dapat mengetahui berbagai resiko dan komplikasi hamil sehingga ibu hamil
dapat diarahkan untuk melakukan rujukan kerumah sakit.1
2.5 Fungsi Antenatal Care 4
a. Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas
pendidikan
b. Melakukan screening, identifikasi dengan wanita dengan kehamilan
resiko tinggi dan merujuk bila perlu
c. Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan
d. menangani masalah yang terjadi.
2.6 Cara Pelayanan Antenatal Care
Cara pelayanan antenatal, disesuaikan dengan standar pelayanan antenatal
menurut Depkes RI yang terdiri dari : 4
a. Kunjungan Pertama
1. Catat identitas ibu hamil
2. Catat kehamilan sekarang
3. Catat riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
4. Catat penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan
5. Pemeriksaan fisik diagnostic dan laboratorium
6. Pemeriksaan obstetric
7. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT)
8. Pemberian obat rutin seperti tablet Fe, calsium, multivitamin, dan
mineral lainnya serta obat-obatan khusus atas indikasi.
9. Penyuluhan/konseling.
b. Jadwal Kunjungan Ibu Hamil
Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa
mengancam jiwanya. Oleh karena itu, wanita hamil memerlukan
sedikitnya empat kali kunjungan selama periode antenatal : 4
1. Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu).
2. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 – 28).
3. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 – 36)
dan sesudah minggu ke 36).
4. Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dilaksanakan ada gangguan
atau bila janin tidak bergerak lebih dari 12 jam.5
Pada setiap kunjungan antenatal, perlu didapatkan informasi yang sangat
penting. 4
a. Trimester pertama sebelum minggu ke 14
1) Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan
dan ibu hamil.
2) Mendeteksi masalah dan menanganinya
3) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum,
anemia kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang
merugikan
4) Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi
komplikasi
5) Mendorong perilaku yang shat (gizi, latihan dan kebersihan,
istirahat dan sebagainya
b. Trimester kedua sebelum minggu ke 28
Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai
preeklampsia (tanya ibu tentang gejala – gejala preeklamsia, pantau
tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk apakah ada kehamilan
gand.
c. Trimester ketiga antara minggu 28-36
Sama seperti diatas, dtambah palpasi abdominal untuk mengetahui
apakah ada kehamilan ganda.
d. Trimester ketiga setelah 36 minggu
Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak bayi yang tidak normal,
atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit.
2.7 Tinjauan Tentang Kunjungan Ibu Hamil
Kontak ibu hamil dan petugas yang memberikan pelayanan untuk
mendapatkan pemeriksaan kehamilan, istilah kunjungan tidak mengandung
arti bahwa selalu ibu hamil yang ke fasilitas tetapi dapat juga sebaliknya, yaitu
ibu hamil yang dikunjungi oleh petugas kesehatan.6
2.8 Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk “7 T” 4
a. (Timbang) berat badan
b. Ukur (Tekanan) darah
c. Ukur (Tinggi) fundus uteri
d. Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)
e. Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
f. Tes terhadap penyakit menular sexual
g. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
2.9 Kebijakan Pelayanan Antenatal
a. Kebijakan Program
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat
penurunan AKI dan AKB pada dasarnya mengacu kepada intervensi
strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu meliputi : Keluarga
Berencana, ANC, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan Obstetri
Essensial. 7
Pendekatan pelayanan obstetrik dan neonatal kepada setiap ibu
hamil ini sesuai dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS),
yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu : 7
1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2) Setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat.
3) Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan
penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganannya
komplikasi keguguran.
Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan
antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan
ketentuan sebagai berikut : 8
1) Minimal satu kali pada trimester pertama (K1).
2) Minimal satu kali pada trimester kedua (K2).
3) Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4).
b. Kebijakan Teknis
Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat di berikan oleh tenaga
kesehatan profesional dan tidak dapat di berikan oleh dukun bayi. Untuk
itu perlu kebijakan teknis untuk ibu hamil seara keseluruhan yang
bertujuan untuk mengurangi resiko dan komplikasi kehamilan secara dini.
Kebijakan teknis itu dapat meliputi komponen-komponen sebagai
berikut:8
1) Mengupayakan kehamilan yang sehat
2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal
serta rujukan bila diperlukan.
3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman
4) Perencanaan antisipstif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan
jika terjadi komplikasi.
Beberapa kebijakan teknis pelayanan antenatal rutin yang selama ini
dilaksanakan dalam rangka peningkatan cakupan pelayanan antara lain
meliputi :
1) Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan stiker dan buku
KIA, dengan melibatkan kader dan perangkar desa serta kegiatan
kelompok Kelas Ibu Hamil.
2) Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan
kemitraan Bidan dan Dukun.
3) Peningkatan akses ke pelayanan dengan kunjungan rumah.
4) Peningkatan akses pelayanan persalinan dengan rumah tunggu. 8
2.10 Intervensi Dalam Pelayanan Antenatal Care
Intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah perlakuan yang diberikan
9
kepada ibu hamil setelah dibuat diagnosa kehamilan. Adapun intervensi
dalam pelayanan antenatal care adalah : 9
a. Intervensi Dasar
- Pemberian Tetanus Toxoid
a) Tujuan pemberian TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus
neonatorum, pemberian TT baru menimbulkan efek perlindungan
bila diberikan sekurang-kurangnya 2 kali dengan interval minimal 4
minggu, kecuali bila sebelumnya ibu telah mendapatkan TT 2 kali
pada kehamilan yang lalu atau pada masa calon pengantin, maka TT
cukup diberikan satu kali (TT ulang). Untuk menjaga efektifitas
vaksin perlu diperhatikan cara penyimpanan serta dosis pemberian
yang tepat. 9
b) Dosis dan pemberian 0,5 cc pada lengan atas
c) Jadwal pemberian TT

Tabel : 2.1 Jadwal Pemberian TT

2) Pemberian Vitamin Zat Besi 6


a) Tujuan pemberian tablet Fe adalah untuk memenuhi kebutuhan Fe pada
ibu hamil dan nifas karena pada masa kehamilan dan nifas kebutuhan
meningkat.
b) Di mulai dengan memberikan satu sehari sesegera mungkin setelah rasa
mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 Mg (zat besi 60 Mg)
dan Asam Folat 500 Mg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi
sebaiknya tidak di minum bersama teh atau kopi, karena mengganggu
penyerapan.

b. Intervensi Khusus
Intervensi khusus adalah melakukan khusus yang diberikan kepada ibu
hamil sesuai dengan faktor resiko dan kelainan yang ditemukan, meliputi:
1) Faktor resiko, meliputi:11
a) Umur/Usia
- Terlalu muda, yaitu di bawah 20 tahun
- Tepat usia yaitu 20 – 35 tahun
- Terlalu tua, yaitu diatas 35 tahun
b) Paritas21
- Paritas 0 (primi gravid, belum pernah melahirkan)
- Paritas 1 – 3
- Paritas >3
c) Interval
Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekurang-
kurangnya 2 tahun.
d) Tinggi badan kurang dari 145 cm
e) Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
2) Komplikasi Kehamilan
a) Komplikasi obstetric langsung
- Perdarahan
- Preeklamsia/eklamsia
- Kelainan letak lintang, sungsang pri,I gravid
- Anak besar, hidramnion, kelainan kembar
- Ketuban pecah dini dalam kehamilan
b) Komplikasi obstetric tidak langsung
- Penyakit jantung
- Hepatitis
- TBC
- Anemia
- Malaria
- Diabetes mellitus
c) Komplikasi yang berhubungan dengan obstetrik, komplikasi akibat
kecelakaan (kendaraan, keracunan, kebakaran).

2.11 Pelaksana dan Tempat Pelayanan Antenatal


Pelayanan kegiatan pelayanan antenatal terdapat dari tenaga medis yaitu
dokter umum dan dokter spesialis dan tenaga paramedic yaitu bidan,
perawat yang sudah mendapat pelatihan. Pelayanan antenatal dapat
dilaksanakan di puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, Bidan Praktik
Swasta, polindes, rumah sakit bersalin dan rumah sakit umum.6

2.12 Peran Serta Ibu dalam Pelayanan Antenatal


Peran serta ibu dalam hal ini ibu-ibu hamil di dalam memanfaatkan
pelayanan antenatal dipengaruhi perilaku individu dalam penggunaan
pelayanan kesehatan, adanya pengetahuan tentang manfaat pelayanan
antenatal selama kehamilan akan menyebabkan sikap yang positif.
Selanjutnya sikap positif akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam
pemeriksaan kehamilan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah disebut
perilaku.5
Menurut Lewrence Green dengan modifikasi dalam Buku Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo) faktor yang mempengaruhi
perilaku antara lain:10
a. Faktor yang mempermudah (Predisposing factor)
Mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, moral sosial, dan unsur lain
yang terdapat dalam diri individu (masyarakat).
- Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior).8 Pengetahuan menurut HR Bloom adalah
hasil tahu yang dimiliki individu atau dengan memperjelas fenomena
sekitar. Sedangkan menurut Indra Jaya pengetahuan didefinisikan
sebagai berikut :11
a) Sesuatu yang ada atau dianggap adab. Sesuatu hasil persesuaian
subjek dan objek.
b) Hasil kodrat manusia.
c) Hasil persesuian antara induksi dengan deduksi.
Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan (reality). Salah
satu cara untuk mendapatkan dan memeriksa pengetahuan adalah dari
tradisi atau dari yang berwenang di masa lalu yang umumnya dikenal,
seperti aristoteles. Pengetahuan juga mungkin diperoleh berdasarkan
pengumuman sekuler atau kekuasaan agama, negara, atau gereja. Cara
lain untuk mendapat pengetahuan dengan pengamatan dan eksperimen
: metode ilmiah. Pengetahuan juga diturunkan dengan cara logika
secara tradisional, otoratif atau ilmiah atau kombinasi dari mereka, dan
dapat atau tidak dapat dibuktikan dengan pengamatan dan
pengetesan.Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Dari pengetahuan dan penelitian ternyata prilaku yang didasari
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan.12

- Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak
dapat dilihat langsung tetapi hanya dapat di tafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup.11
Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu
terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan
dalam sikap negative terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tertentu.12 Sikap merupakan penentu
penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada seseorang yang
memberikan gambaran corak tingkah laku seseorang. Berdasar pada
sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaiman respon atau
tindakan yang akan diambil tindakan oleh orang tersebut terhadap
suatu masalah atau keadaan yang dihadapinya. Jadi dalam kondisi
wajar-ideal gambaran kemungkinan tindakan atau tingkah laku yang
diambil sebagai respon terhadap suatu masalah atau keadaan yang
dihadapkan kepadanya dapat diketahui dari sikapnya.13 Suatu sikap
belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya
sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Misalnya
sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus
mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang
mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya.
Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan dari pihak
lain.11

b. Faktor pendukung (enabling factor)


- Keterjangkauan Fasilitas
Masalah kesehatan masyarakat terjadi tidak terlepas dari
faktor-faktor yang menjadi masa rantai terjadinya penyakit, yang
kesemuanya itu tidak terlepas dari faktor lingkungan dimana
masyarakat itu berada, perilaku masyarakat yang merugikan
kesehatan ataupun gaya hidup yang dapat merusak tatanan
masyarakat dalam bidang kesehatan, ketersediaan dan
keterjangkauan fasilitas kesehatan yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, disamping faktor-faktor
yang sudah dibawa sejak lahir sehingga menjadi masalah tersendiri
bila dilihat dari segi individu, keluarga, kelompok, maupun
masyarakat secara keseluruhan.14
- Jarak ANC
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002:456) Jarak
adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat
yaitu jarak antara rumah dengan tempat pelayanan ANC. Faktor
biaya dan jarak pelayanan kesehatan dengan rumah berpengaruh
terhadap perilaku penggunaan dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Menurut Koenger (1983) keterjangkauan masyarakat
termasuk jarak akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi
pemilihan pelayanan kesehatan. Demikian juga menurut
Andersen, et all(1975) dalam Greenlay (1980) yang mengatakan
bahwa jarak merupakan komponen kedua yang memungkinkan
seseorang untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan.15
c. Faktor pendorong (reinforcing factor)
Faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang di karenakan
adanya sikap dan perilaku yang lain seperti sikap suami, orang tua, tokoh
masyarakat, atau petugas kesehatan. Perilaku individu sangat besar
pengaruhnya terhadap kesehatan, perilaku yang positif akan menunjang
atau meningkatkan derajat kesehatan.15
- Perilaku Masyarakat
Pada hakikatnya bila sesuatu program pembangunan kesehtan
dilaksanakan berlangsung sutu proses interaksi antara provider dengan
recipient, yang masing-masing memiliki latar belakang sosial budaya
sendiri-sendiri. Provider memilki sistem kesehatan kedokteran,
recipient memilki system kesehatan yang berlaku di komunitasnya.
Program pembangunan kesehatan, termasuk di dalamnya upaya
peningkatan kedudukan gizi, dapat mencapai tujuan program apabila
16
dari kedua belah pihak saling berpartisipasi aktif. Pihaknya perlu
memahami latar belakang sosial budaya dan psikologi recipient.
Prinsip-prinsip pembangunan masyarakat pedesaan perlu diperhatikan
prinsip-prinsip itu antara lain:17
a) Untuk memperlancar pelaksanaan program masyarakat target yang
dapat menghambat, dan yang mendorong baik yang terdapat dalam
masyarakat target maupun staf birokrasi inovasi.
b) Berdasarkan pengalaman, suatu program pembangunan masyarakat
terlaksana dengan lancer keren melibatkan peran serta masyarakat
dalam kegiatan-kegiatan, karena sesuai dengan felt-need, yang
berdasarkan pertimbangan provider adalah need, menjadi feel-need
bagi masyarakat yang bersangkutan.
c) Dalam usaha memperbaiki kebiasaan makan anak balita dan ibu
menyusui, provider hendaknya memahami faktor-faktor kebiasaan
makan orang-orang dari masyarakat target. Ada konsep kebiasaaan
makan yang dapat dijadikan pedoman, antara lain teori channel dari
Kurt Lewin. Menurut teori ini pemilihan makanan didasari oleh
nilai intelektual dan emosional dan dipengaruhi oleh rasa, status
social, kesehatan dan harga. Nilai-nilai berinteraksi satu dengan
yang lain. Makanan apa yang dipilih tergantung pada skala nilai
yang diacu.
- Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah menumbuhkan dan meningkatkan
tanggungjawab individu, keluarga, terhadap kesehatan atau
kesejahteraan dirinya, keluarganya dan masyarakat. Partisipasi
masyarakat dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu:18
a) Tingkat partisipasi masyarakat karena perintahatau karena
paksaan.
b) Tingkat partisipasi masyarakat karena imbalan atau karena
insensitif.
c) Tingkat partisipasi masyarakat karena identifikasi karena ingin
meniru.
d) Tingkat partisipasi masyarakat karena kesadaran.
e) Tingkat partisipasi masyarakat karena tuntutan akan hak azasi dan
tanggungjawab.
Faktor penghambat dalam partisipasi masyarakat berasal dari
masyarakat dan pihak provider. Dari masyarakat dapat terjadi karena
kemiskinan, kesenjangan social, sistem pengambilan keputusan dari
atas ke bawah, adanya kepentingan tetap, pengalaman pahit
masyarakat tentang program sebelumnya, susunan masyarakat yang
sangat heterogen, persepsi masyarakat yang sangat berbede dengan
persepsi provider tentang masalah kesehatan yang dihadapi.
Sedangkan hambatan yang ada dalam pihak provider adalah terlalu
mengejar target, persepsi yang berbede antara provider dan
masyarakat, dan pelaporan yang tidak obyektif.18
Partisipasi masyarakat didorong oleh faktor yang berada dalam
masyarakat dan pihak provider yang akan mempengaruhi perubahan
perilaku yang merupakan factor penting dan besar pengaruhnya
terhadap derajat kesehatan.19

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANTENATAL


CARE
1. Umur/Usia
Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.20 Dengan bertambahnya
umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga
akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan, juga mengetahui akan
pentingnya Antenatal Care. Semakin muda umurnya semakin tidak
mengerti tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan. 21
Umur sangat menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan beresiko
tinggi apabila ibu hamil berusia dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun.
Usia berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan
tindakan yang dilakukan. Menurut penelitian Woro Tri Hardjanti (2007)
seorang wanita sebagai insan biologis sudah memasuki usia produksi
beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana kehamilan dan persalinan
dapat berlangsung aman, yaitu 20-35 tahun, setelah itu resiko ibu akan
meningkat setiap tahun. Wiknjosastro (2005), juga menyatakan bahwa
dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil
dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi
dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian
maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.21
2. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses ilmiah yang terjadi pada manusia.
Menurut Crow, pendidikan adalah suatu proses dimana pengalaman atau
informasi diperoleh sebagai hasil dari proses belajar. 22
Menurut Dictionary of Education, pendidikan dapat diartikan suatu
proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk
tingkah laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. 23
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik
pula tingkat pengetahuannya.21
Menurut Suparlan (2006) pendidikan dalam arti luas yaitu segala
kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala
situasi kegiatan kehidupan.20 Pendidikan dalam arti sempit yaitu seluruh
kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisasi,
dilaksanakan secara terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan
evaluasi berdasarkan pada tujuan yang telah ditentukan. Tingkat pendidikan
individu dan masyarakat dapat berpengaruh terhadap penerimaan
pendidikan kesehatan.23 Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya
budi pekerti (kekuatan, batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak.
Menurut dictionary of Education dalam buku Achmad Munib, dkk
(2004:33) pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan
kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam
masyarakat tempat ia hidup, proses yakni orang dihadapkan pada pengaruh
lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari
sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan
kemampuan social dan kemampuan individu yang optimal.24
Proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan
hidup dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap
tingkah laku yang berpendidikan tinggi akan berbeda tinggi akan berbeda
tingkah lakunya dengan orang yang hanya berpendidikan dasar.22 Wanita
yang berpendidikan akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan perubahan
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang proposional karena manfaat
pelayanan kesehatan akan mereka sadari sepenuhnya. Jenjang pendidikan
adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan
yang dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang
pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A dan SLTP/MTs/Paket
B), pendidikan menengah (SMU, SMK), dan pendidikan tinggi yang
mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan
spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.24
3. Paritas
Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari
satu orang. Sueheilif Paritas adalah status seorang wanita sehubungan
dengan jumlah anak yang pernah dilahirkannya. Ibu yang baru pertama kali
hamil merupakan hal yang sangabaru sehingga termotivasi dalam
memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya ibu yang
sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang mempunyai anggapan bahwa
ia sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk memeriksakan
kehamilannya.5
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram
atau lebih, yang pernah dilahirkan, hidup atau mati. Bila berat badan tidak
diketahui maka dipakai batas umur kehamilannya 24 minggu. Berdasarkan
pengertian tersebut maka paritas mempengaruhi kunjungan kehamilan.
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian
maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal.
Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik,
sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan
keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak
direncanakan.5
4. Jarak
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002:456) Jarak adalah
ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak
antara rumah dengan tempat pelayanan ANC. Menurut Koenger (1983)
keterjangkauan masyarakat termasuk jarak akan fasilitas kesehatan akan
mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Demikian juga menurut
Andersen, et all (1975) dalam Greenlay (1980) yang mengatakan bahwa
jarak merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk
memanfaatkan pelayanan pengobatan. 6
Indonesia merupakan negara yang luas sayangnya luas wilayah ini
belum diimbangi dengan kecukupan, ketersediaan sarana-sarana layanan
public termasuk dibidang kesehatan. Di beberapa desa masih kesulitan
mendapatkan akses pelayanan kesehatan, tidak semua desa mempunyai
puskesmas dan tenaga medis seperti : dokter, bidan, perawat. Secara
geografis masih banyak masyarakat yang tinggal jauh dari sarana
kesehatan.9
Menurut penelitian Elfi Rahmawati (2008) bahwa jarak tempat tinggal
ketempat layanan kesehatan di ukur dengan kilometer dikelompokkan
dalam jarak.10
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. JENIS PENELITIAN


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
retrospektif yaitu menggambarkan karakteristik Ibu hamil yang melakukan
antenatal care menurut Paritas, usia, dan pendidikan di Puskesmas
Kotaraja.
3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Kotaraja Distrik Abepura,
Kota Jayapura.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 23 April s.d 28 April 2018.
3.3. POPULASI DAN SAMPEL
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang
teregistrasi di Puskesmas Kotaraja dari bulan Agustus 2017
hingga April 2018 sebanyak ±358 ibu hamil.
3.1.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Ibu hamil yang melakukan
ANC di Puskesmas Kotaraja dari bulan Januari hingga April 2018
berdasarkan Paritas, Usia, Pendidikan yaitu sebanyak 249 ibu
hamil dan dari bulan Agustus 2017 hingga April 2018 berdasarkan
Frekuensi Kunjungan dari K1-k4 yaitu sebanyak 97 ibu hamil..
3.4. VARIABEL PENELITIAN
Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran karakteristik pada ibu
hamil yang melakukan ANC berdasarkan :
1. Paritas
2. Usia
3. Pendidikan
4. Frekuensi Kunjungan berdasarkan K1-K4
3.5. DEFINISI OPERASIONAL
 Paritas adalah kondisi seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari
satu orang. Sueheilif Paritas adalah status seorang wanita sehubungan
dengan jumlah anak yang pernah dilahirkannya dalam hal ini
dikategorikan dalam :
1. Paritas 0 atau Primi Gravidarum (belum pernah melahirkan)
2. Paritas 1-3
3. Paritas >3 (mempunyai anak lebih dari 3 anak)
 Usia adalah usia individu terhitung saat dilahirkan pada tanggal, bulan
dan tahun tertentu sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berpikir dan bekerja. Dengan bertambahnya umur seseorang maka
kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi
dalam memeriksakan kehamilan. Dalam hal ini, usia ibu hamil yang
melakukan ANC dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua)
kelompok usia, yaitu :
1. Kelompok usia <20 tahun “Terlalu muda”
2. Kelompok 20-35 tahun
3. Kelompok usia >35 tahun “Terlalu Tua”
 Pendidikan adalah suatu proses dimana pengalaman atau informasi
diperoleh sebagai hasil dari proses belajar.22 Dalam hal ini di
kategorikan dalam :
1. Tidak Sekolah
2. SD – SMP
3. SMA dan SMK
4. Pendidikan Tinggi (Diploma, Sarjana, dll)
 Kunjungan ANC adalah Frekuensi atau jumlah kunjungan ibu hamil
dalam memeriksakan kehamilannya berdasarkan trimester. Kebijakan
program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan
antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan
ketentuan sebagai berikut :
- Minimal satu kali pada trimester pertama (K1).
- Minimal satu kali pada trimester kedua (K2).
- Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4).
-
3.6. CARA PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder ibu
hamil yang melakuka ANC di Puskesmas Kotaraja, diperoleh dari kartu
status bagian registrasi dan buku KIA dari Puskesmas Kotaraja Distrik
Abepura, Kota Jayapura bulan Agustus 2017 sampai April 2018,
kemudian data tersebut dicatat sesuai dengan variabel yang diteliti.

3.7. ANALISIS DATA


Data yang terkumpul diolah dan dianalisa secara deskriptif, dan data
untuk variabel disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. DATA GEOGRAFIS/DATA WILAYAH


- Sejarah Berdirinya Puskesmas
Puskesmas Kotaraja berlokasi di Jalan Raya Abepura – Kotaraja, RT 001 /
RW 001 Kelurahan Wahno Distrik Abepura Kota Jayapura Provinsi
Papua. Pada awal berdirinya, Puskesmas Kotaraja terletak di Cigombong
Kotaraja kemudian pada tanggal 20 Mei 1997 berpindah ke lokasi
Kotaraja Luar samping SPBU Pom Bensin.

- Puskesmas Kotaraja memiliki 3 kelurahan yaitu kelurahan Vim, kelurahan


Wahno, Kelurahan Wai Mhorock. Adapun batas-batas dan letak wilayah
kerja Puskesmas Kotaraja saat ini Yaitu :
- Sebelah Utara berbatasan : Kelurahan Entrop Distrik
Japsel
- Sebelah Timur berbatasan : Teluk Youtefa
- Sebelah Selatan berbatasan : Kelurahan Kota baru - Yobe
- Sebelah Barat berbatasan : Kelurahan Yabansai Distrik
Heram
Luas wilayah Puskesmas Kotaraja adalah± 382 km2. Merupakan salah
satu Puskesmas yang ada di wilayah kerja Distrik Abepura, Puskesmas ini
terletak di Kelurahan Wahno.
JUMLAH PENDUDUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTARAJA
TAHUN 2017
NO KELURAHAN Jumlah

1 Wahno 9.293
2 Vim 15.436
3 Wai Mhorock 10.676

JUMLAH 35.405

Sumber : Pusdatin 2017

4.2. IKLIM
Variasi curah hujan 2.764 mm/th dengan suhu udara rata - rata 22° C -
33° C, musim hujan dan musim kemarau tidak teratur. Kelembaban udara
rata- rata bervariasi antara 79% - 81%, keadaan iklim seperti ini sangat
menunjang bidang pertanian dan peternakan.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL PENELITIAN


Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Puskesmas Kotaraja,
khususnya mengenai karakteristik ibu hamil yang melakukan ANCpada
bulanJanuari2018 sampai April 2018. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
retrospektif, yaitu menggambarkan karakteristik ibu hamil yang
melakukan ANC di wilayah kerja puskesmas Kotaraja Distrik Abepura
Kota Jayapura pada bulan Januari 2018 sampai April 2018 dengan jumlah
ibu hamil sebanyak 249 ibu hamil. Berikut ini adalah gambaran sampel
yang diteliti:

Tabel dan Bagan 5.1.Distribusi Karakteristik Ibu Hamil yang


melakukan ANC di Puskesmas Kotaraja Berdasarkan Paritas pada
Bulan Januari 2018 sampai April2018 menurut Prawirohardjo, 2002
No PARITAS N %

1 Paritas 0 6 44,97

2 Paritas 1-3 10 48,99

3 Paritas >3 1 6.02

Jumlah 97 100

140
120
100
80
60 N

40
20
0
Paritas 0 Paritas 1-3 Paritas >3
Berdasarkan tabel dan bagan 5.1 terlihat bahwa ibu hamil yang melakukan
ANC yang paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu ibu hamil yang
memilik paritas 1-3sebanyak 122 orang atau 48,99%, sedangkan ibu hamil
yang memiliki paritas >3 sebanyak 15 orang atau 6,02%.

Tabel dan bagan 5.2. Distribusi Karakteristik Ibu hamil yang


melakukan ANC diPuskesmas Kotaraja Berdasarkan Usia pada
Bulan Januari 2018 Sampai April 2018 menurut BKKBN

NO KELOMPOK USIA N %

1 < 20 tahun “Terlalu Muda” 0 5.62

2 20 -35 tahun 16 83,13

3 >35 tahun “Terlalu Tua” 1 11,24

JUMLAH 97 100

250

200

150
N
100

50

0
<20 tahun 20 - 35 tahun >35 tahun

Berdasarkan tabel dan bagan 5.2. terlihat bahwa ibu hamil yang melakukan
ANC yang paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu ibu hamil yang
berusia 20-35 tahun sebanyak 207 orang atau 83.13%,sedangkan ibu hamil
yang berusia <20 tahun paling sedikit yaitu sebanyak 14 orang atau 5.62%.
Tabel dan Bagan 5.3. Karakteristik ibu hamil yang melakukan ANC
bersarkan Pendidikan Terakhir pada Bulan Januari Sampai April 2018

No PENDIDIKAN TERAKHIR N %

1 Tidak sekolah 0 1,6064

2 Dasar (SD-SMP) 3 14,056

3 Menengah (SMA-SMK) 11 63,855

4 Tinggi (Diploma, Sarjana) 3 20,481

JUMLAH 97 100

180
160
140
120
100
80 Jumlah
60
40
20
0
Tidak sekolah SD-SMP SMA-SMKDiploma, Sarjana dll

Berdasarkan tabel dan bagan 5.3 Terlihat bahwa ibu hamil yang paling
banyak melakukan ANC di PKM Kotaraja adalah yang memiliki tinggat
pendidikan menengah yaitu sebanyak 159 ibu atau 63,855 %, sedangkan
yang paling sedikit adalah yang tidak sekolah hanya 4 ibu hamil atau
1,6064%.
Tabel dan Bagan 5.3. Karakteristik ibu hamil yang melakukan ANC
berdasarkan Frekuensi Kunjungan K1-K4 ibu hamil pada Bulan Agustus
2017 Sampai April 2018

ANC Ibu hamil (N) %

K1 41 42.27

K2 36 37.11

K3 12 12.37

K4 8 8.25

Jumlah 97 100

Berdasarkan tabel dan bagan 5.4 Terlihat bahwa ibu hamil melakukan
Kunjungan Kehamilan hanya sampai Trimester 1 (K1) sanat banyak yaitu
41 Ibu hamil atau 42.27%, sedangkan yang melakukan Kunjungan
Kehamilan sampai Trimester 3 (K4) sangan sedikit yaitu 8 Ibu hamil atau
8.25%

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian distribusi frekuensi ibu hamil yang
melakukan ANC di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja periode bulan
Januari hingga April tahun 2018, maka berikut akan dibahas variabel-
variabel yang diteliti, sebagai berikut :
5.1.1. Berdasarkan Paritas
Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan ANC paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu ibu
hamil yang memilik paritas 1-3 sebanyak 122 orang atau 48,99%,
dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki paritas 3 sebanyak
15 orang atau 6,02%.
Paritas adalah banyaknya jumlah kelahiran hidup yang
dialami oleh seorang wanita. Ibu dengan jumlah paritas yang tinggi
tidak terlalu khawatir dengan kehamilannya lagi sehingga
menurunkan angka kunjungannya, sedangkan ibu dengan
kehamilan pertama merasa ANC merupakan sesuatu yang baru
sehingga ibu memiliki motivasi yang lebih tinggi dalam
pelaksanaannya.
Ibu hamil primigravida lebih ingin kehamilannya selalu
dalam keadaan baik dan sehat karena belum mempunyai
pengalaman tentang kehamilan sehingga dalam perjalanan
kehamilan dan menuju persalinan selalu menjaga kehamilan
supaya aman dan nyaman. Ibu hamil dengan jumlah anak lebih
sedikit cenderung akan lebih baik dalam memeriksakan
kehamilannya daripada ibu hamil dengan jumlah anak lebih banyak
(Winkjoksastro. 2005).
Menurut Prawirohardjo menyatakan bahwa ibu hamil
terutama yang memiliki jumlah paritas banyak (>3) memandang
bahwa kehamilan adalah hal yang biasa sehingga tidak perlu repot
memeriksakan kehamilan. Hal ini didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ernawati pada tahun 2009, bahwa kebanyakkan ibu
yang memiliki paritas banyak tidak melakukan pemeriksaan
kehamilan.
5.1.2. Berdasarkan Usia
Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Wiknjosastro (2005), menyatakan bahwa dalam kurun
reproduksi sehat dikenal bahwa usia yang aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali
lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-
29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-
35 tahun.
Semakin cukup usia, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dengan
bertambahnya usia seseorang, maka kematangan dalam berpikir
semakin baik, sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan
kehamilan, juga mengetahui pentingnya Antenatal Care. Semakin
muda usianya, maka semakin tidak mengerti mengenai pentingnya
pemeriksaan kehamilan. Usia juga sangat menentukan kesehatan
ibu hamil. Ibu dikatakan beresiko tinggi apabila hamil atau
melahirkan pada usia dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Usia
berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan
tindakan yang dilakukan. Menurut penelitian Woro Tri Hardjanti
(2007) seorang wanita sebagai insan biologis sudah memasuki usia
produksi beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana
kehamilan dan persalinan dapat berlangsung aman, yaitu 20-35
tahun, setelah itu resiko ibu akan meningkat setiap tahun.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harahap & Siregar
mengenai “Pengaruh Karakteristik Ibu Dan Dukungan Suami
Terhadap Pemeriksaan Kehamilan Di Kecamatan Angkola Timur
Kabupaten Tapanuli Selatan” (2012), bahwa ibu yang berusia <20
tahun tidak melakukan pemeriksaan kehamilan disebabkan karena
merasa terlalu muda untuk hamil dibandingkan teman sebaya
mereka, sehingga menyebabkan mereka jarang keluar rumah. Ibu
yang berusia >35 tahun tidak melakukan pemeriksaan kehamilan
disebabkan mereka merasa malu untuk memeriksakan kehamilan.
Mereka menganggap bahwa usia diatas 35 tahun tidak pantas lagi
untuk hamil, apalagi bila diikuti dengan jumlah anak lebih dari 3
orang, semakin membuat mereka tidak mau memeriksakan
kehamilan. Beberapa orang di antaranya juga merasa kehamilan
merupakan hal yang alamiah sehingga tidak perlu periksa hamil.
Menurut Mathole et al (2004), bahwa perempuan yang berusia
kurang dari 35 tahun lebih sering melakukan kunjungan ke klinik
untuk meyakinkan bahwa bayi mereka bertumbuh, sedangkan
wanita yang lebih tua tidak merasa mengalami masalah, tidak
peduli, dan menganggap kehamilan merupakan hal biasa.
Teori-teori tersebut mendukung hasil penelitian yang dilakukan
oleh penulis, dimana berdasarkan tabel 5.2., dari 249 ibu hamil
yang melakukan ANC dari bulan Januari sampai April 2018 di
Puskesmas Kotaraja, didapatkan bahwa ibu hamil yang melakukan
ANC paling banyak yaitu ibu hamil yang berusia antara 20 sampai
35 tahun, yaitu sebanyak 207 orang atau 83.13%. Ibu hamil dengan
rentang usia lebih dari 35 tahun berjumlah 28 orang atau 11,24%.
Sedangkan ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun merupakan
kelompok usia yang paling sedikit melakukan ANC, yaitu
sebanyak 14 orang atau 5.62%.
5.1.3. Berdasarkan Pendidikan
Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan ANC paling banyak di Puskesmas Kotaraja yaitu ibu
hamil yang memiliki pendidikan tingkat menengah sebanyak 159
orang atau 463,855%, dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
sekolah sebanyak 4 orang atau 1,6064%
Kunjungan ANC pada ibu hamil sangatlah penting untuk
menjaga kesehatan ibu dan janin yang dikandung. Namun, banyak
faktor yang mempengaruhi ketekunan atau pemahaman mengenai
pentingnya melakukan kunjungan ANC. Salah satu penyebab
rendahnya cakupan KI dan K4 adalah masih rendahnya pendidikan
ibu hamil sehingga mempengaruhi keteraturan ibu hamil
melakukan ANC.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan
yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap ibu terhadap nilai-nilai yang
baru diperkenalkan seperti pentingnya kunjungan ANC pada saat
hamil. Untuk menanggulanginya harus diadakan penyuluhan-
penyuluhan agar ibu lebih faham tentang pentingnya ANC pada
ibu hamil sehingga mau melakukan ANC secara teratur.
Dari data table di atas dapat diketahui bahwa yang tingkat
pendidikan menengah lebih banyak melakukan ANC ke puskesmas
Kotaraja dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak sekolah
ataupun yang hanya memiliki pendidikan dasar.
5.1.4. Berdasarkan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan
Dari hasil data yang ada terlihat bahwa ibu hamil
melakukan Kunjungan Kehamilan hanya sampai Trimester 1 (K1)
sanat banyak yaitu 41 Ibu hamil atau 42.27%, sedangkan yang
melakukan Kunjungan Kehamilan sampai Trimester 3 (K4) sangan
sedikit yaitu 8 Ibu hamil atau 8.25%.
Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan pada
ibu hamil secara berkala untuk menjaga kesehatan ibu dan
janinnya. Di dalam program KIA pun telah disepakati bahwa
kunjungan ibu hamil minimal dilakukan empat kali. Tetapi pada
kenyataannya masih banyak dijumpai kurangnya pemahaman
tentang pedoman kesehatan ibu dan anak (KIA) khususnya
kunjungan pemeriksaan kehamilan. Banyaknya faktor yang
menyebabkan rendahnya cakupan KI sampai K4 yaitu masih
rendahnya pendidikan ibu hamil sehingga mempengaruhi
keteraturan ibu hamil melakukan ANC, Umur dimana semakin
cukup umur seorang ibu, tingkat kematangan dalam berpikir
semakin baik sehingga termotivasi untuk memeriksakan
kehamilan, Paritas berkaitan dengan jumlah anak dimana ibu yang
baru pertama kali hamil mereka merasakan hal yang sangat baru
sehingga termotivasi dalam memeriksa kehamilan, factor sikap
merupakan penentu penting untuk melakukan kunjungan
pemeriksaan kehamilan, factor Jarak dimana keterjangkauan ibu
termasuk dalam jarak akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi
pemilihan pelayanan kesehatan, factor pendapatan atau ekonomi
dimana besar kecilnya pendapatan sangat berpengaruh pada
kemampuan seseorang membeli pelayanan kesehatan.

BAB VI
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
1. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan ANC di Puskesmas Kotaraja paling banyak berumur rata-
rata 20-35 tahun.
2. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan ANC di Puskesmas Kotaraja paling banyak pada ibu hamil
yang memiliki paritas 1-3.
3. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan ANC di Puskesmas Kotaraja paling banyak yang
pendidikan akhir, yaitu SMA-SMK.
4. Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa ibu hamil yang
melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Kotaraja paling banyak
melakukan kunjungan ANC hanya sampai Trimester 1 (K1),
sedangkan yang rutin melakukan kunjungan hingga sampai Trimester
3 (K4) sangat sedikit.
6.2. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian atau pengamatan mengenai pengetahuan
sikap, perilaku dan persepsi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Kotaraja mengenai Antenatal care.
2. Perlu perhatian dan pendataan secara khusus terhadap ibu hamil yang
ada dalam wilayah kerja Puskesmas Kotaraja.
3. Angka Kematian Ibu dan Anak saat persalinan perlu menjadi
perhatian yang khusus sehingga diperlukan tindakan pencegahan
melalui sosialisasi kepada ibu hamil mengenai pentingnya melakukan
antenatal care secara rutin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid 1.EGC. Jakarta
2. Yanti, 2014. Gambaran Karakteristik Ibu Hamil yang Melaksanakan
Antenatal Care di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Sri Gundarti Palembang
Tahun 2013. Palembang. Diakses dari www.pskb.binahusada.ac.id pada 30
April 2018
3. Harahap & Siregar, 2014. Pengaruh Karakteristik Ibu dan Dukungan Suami
terhadap Pemeriksaan Kehamilan di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten
Tapanuli Selatan. Volume 8. Nomor 3. Medan. Diakses pada
www.pannmed.poltekkes-medan.ac.id pada 30 April 2014
4. Saifuddin, Abdul Bahri.2002.Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
5. Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Edisi 1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka.
6. Depkes RI,(1995),Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan
Dasar, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
7. Pusdiknakes. (2003). Asuhan Antenatal. Jakarta: Pusdiknakes.
8. Depkes. (2009). Profil Provinsi Jateng. Retrieved April 1, 2011, from
http://www.depkes.go.id/download/profil/prov jateng 2008.pdf .
9. Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
10. Soekidjo N. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta ; 2005.
11. Prawirohardjo. 2002. Ilmu kebidanan. Jakarta : FKUI.
12. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2001. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
13. Hariyadi, Sugeng. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang : UNNES.
14. Effendy, Nasrul.1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
Bandung : EGC
15. Kresno, S. (2000).Pengetahuan, Kepercayaan Ibu Balita tentang Pneumonia
dan Pencarian Pertolongan Pengobatan bagi Balita dengan Pneumonia.
Makara, No.4, Seri A: Jurnal Penelitian Universitas Indonesia.
16. Istiarti, Tinuk. 2000. Menanti Buah Hati. Yogyakarta: Media Persindo.
17. Joyomartono, Mulyono, 2011. Pengantar Antropologi Kesehatan.
Semarang: Unnes Press.
18. Depkes RI, 1987, Analisis Obat Tradisional, Jilid I,18-20, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
19. Nursalam. 2001. Metodologi Riset Keperawatan,133, Infomedika. Jakarta.
20. Wiknjosastro, H. (2005), Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Cetakan Ketujuh,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
21. Notoatmodjo, S. ,(2003),Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT
Rineka Cipta, Jakarta
22. Budioro, B. 2002. Pengantar administrasi Kesehatan Masyarakat, Badan
Penerbit Universitas Dipenogoro Semarang.
23. Suparlan (2006). Guru sebagai profesi, Yogtakarta: Hikayat Publishing
24. A.Crow, dan Crow, L.1998.Psikologi Belajar.Surabaya: Bina Ilmu

Anda mungkin juga menyukai