Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

Periode postpartum atau masa nifas adalah periode setelah kelahiran konseptus ketika
perubahan fisiologis dan anatomis kembali menjadi status normal (tidak hamil). Periode
postpartum dimulai dari ekspulsi plasenta hingga kepulihan fisiologis total pada sistem organ.
Periode ini dibagi menjadi 3 tahapan yakni, fase akut (24 jam pertama setelah kelahiran), early
(1-7 hari), dan late (6 minggu hingga 6 bulan) (Mansyur, 2014).
Masa nifas merupakan periode kritis setelah proses persalinan. Tingginya angka kematian
ibu selama masa nifas masih menjadi masalah di Indonesia. Angka kematian ibu di Indonesia
masih tinggi yaitu sebanyak 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, kemudian
meningkat sebanyak 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada 2012 dan menurun
sebanyak 305 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Tingginya angka kematian ini
menyebabkan Indonesia menempati posisi ketiga tertinggi kematian ibu di Asia Tenggara dan
Asia Selatan (WHO, 2014).
Angka kematian ibu yang tinggi ini disebabkan karena telatnya penanganan komplikasi yang
terjadi selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Komplikasi seperti perdarahan post
partum dan infeksi masa nifas umum terjadi di Indonesia (MOH, 2014). Infeksi masa nifas sering
terjadi pada ibu nifas dengan persalinan operatif atau cesarean section. Persalinan SC sering
diikuti dengan berbagai komplikasi, terutama infeksi pada daerah operasi (wound infection).
Tingkat infeksi luka pada masa nifas berkisar antara 3-15% di seluruh dunia (Zuares et al.,
2017). 
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mendefinisikan infeksi luka muncul dalam
waktu 30 hari setelah prosedur operatif pada daerah insisi. Staphylococcus aureus merupakan
organisme paling sering menyebabkan terjadinya infeksi pada daerah insisi dengan insiden
kejadian sebanyak 15-20% kasus. Faktor resiko infeksi postpartum meningkat pada ibu nifas
dengan obesitas, diabetes, hipertensi, imunokompromis, IMS dan personal hygiene yang buruk
(Boushra et al., 2020). 
Terjadinya infeksi selama masa nifas akan menyebabkan adanya keluhan dan rasa
ketidaknyamanan pada ibu. Keluhan ini biasanya bersifat subjektif dan akan menyebabkan
komplikasi serta mortalitas pada ibu apabila tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu
diperlukan asuhan kebidanan dalam membantu ibu untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan
dan mencegah terjadinya masalah agar ibu dapat menjalani masa nifas dengan aman dan
nyaman dan kesehatan bayinya juga tetap terjaga.
1.1  Tujuan Penulisan

1.2.1  Tujuan Umum


Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif
dengan 7 langkah varney pada ibu post SC hari ke 6 dengan wound infection. 

1.2.2  Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengumpulan data subyektif dan obyektif pada ibu post SC hari ke 6
dengan wound infection. 
2. Mampu menginterpretasikan data dan menetukan masalah pada ibu post SC hari ke 6
dengan wound infection. 
3. Mampu menentukan diagnosa atau masalah potensial pada ib post SC hari ke 6 dengan
wound infection. 
4.  Mampu menentukan kebutuhan tindakan segera padaibu post SC hari ke 6 dengan wound
infection. 
5. Mampu menyusun rencana tindakan pada ibu post SC hari ke 6 dengan wound infection. 
6. Mampu melakukan implementasi dari rencana asuhan padaibu post SC hari ke 6 dengan
wound infection. 
7. Mampu mengevaluasi hasil tindakan atau asuhan yang diberikan padaibu post SC hari ke 6
dengan wound infection. 

1.2  Manfaat Penulisan


Sebagai aplikasi penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu post partum normal
berdasarkan pola pikir tujuh langkah varney. 

1.3  Ruang Lingkup

Memberikan asuhan kebidanan pada ibu post SC hari ke 6 dengan wound infection. 

1.4  Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang kasus berupa gambaran umum, epidemiologi kasus,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, ruang lingkup serta sistematika penulisan laporan
pendahuluan topik asuhan kebidanan pada ibu post SC hari ke 6 dengan wound infection. 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat berbagai teori mengenai masa nifas dan menyusui yang ditinjau dari berbagai
sumber kepustakaan sebagai landasan untuk melaksanakan asuhan kebidanan.
BAB III KERANGKA KONSEP ASUHAN

Kerangka konsep asuhan merupakan acuan secara teori yang digunakan untuk penatalaksanaan
asuhan kebidanan sesuai kasus. Pada bab ini, dituliskan alur pola berpikir bidan pada ibu post
partum normal yang dikorelasikan dengan tinjauan pustaka.

BAB IV TINJAUAN KASUS

Bab ini memuat berbagai data-data sesuai kasus serta manajemen asuhan kebidanan menggunakan
metode Varney yang meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnosa/masalah potensial, kebutuhan
segera, rencana tindakan, implementasi dan evaluasi.

BAB V PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil kasus yang mencakup semua aspek terkait dengan teori kasus, SOP,
evidence based practice. Pembahasan meliputi keterkaitan antara tinjauan teori dan kasus yang
ditemui di lahan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang menjawab dari tujuan penulisan.

DAFTAR PUSTAKA
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Masa Nifas

2.1.1 Definisi Masa Nifas

Masa nifas dimulai setelah 2 jam postpartum dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara
keseluruhan baik secara fisiologis maupun psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan. Jika secara
fisiologis sudah terjadi perubahan pada bentuk semula (sebelum hamil), tetapi secara psikologis
masih terganggu maka dikatakan masa nifas tersebut belum berjalan dengan normal atau sempurna.
Masa nifas (post partum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu kata “puer” yang artinya bayi
dan “parous” yang berarti melahirkan (Nurjanah and Maemunah, 2013).

Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai hingga
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu pasca
persalinan. Nifas dibagi dalam 3 periode yaitu puerperium dini, puerperium intermediet, dan
puerperium lanjut (Mochtar, 2012 dalam buku hlm. 87)

2.1.2 Tahapan Masa Nifas

Masa nifas dibagi dalam 3 tahap, yaitu puerperium dini (immediate puerperium),
puerperium intermedial (early puerperium), dan remote puerperium (later puerperium).

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1.    Puerperium dini (immediate puerperium) yaitu pemulihan di mana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam postpartum). Dalam agama Islam dianggap telah
bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2.    Puerperium intermedial (early puerperium) yaitu suatu masa di mana pemulihan dari organ-
organ reproduksi secara menyeluruh selama kurang lebih 6-8 minggu.

3.    Remote puerperium (later puerperium) yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
kembali dalam keadaan yang sempurna secara bertahap terutama jika selama masa
kehamilan dan persalinan ibu mengalami komplikasi, waktu untuk sehat bisa berminggu-
minggu, bulan bahkan tahun(Nugroho, 2014).
2.1.3 Kebutuhan dasar ibu nifas

Berikut ini merupakan kebutuhan dasar ibu nifas sebagai bentuk perawatan pasca persalinan
(Mochtar, 2012 dalam buku hlm. 88-89) :

a)    Mobilisasi, setelah melewati proses persalinan ibu membutuhkan istirahat yang cukup. Ibu
disarankan untuk telentang kurang lebih 8 jam kemudian diperbolehkan untuk miring kanan dan
kiri untu mencegah terjadinya thrombosis dan tromboemboli. Mobilisasi tersebut memiliki
variasi bergantung pada komplikasi persalinan dan nifas.
b)    Diet, makanan harus bergizi, bermutu, dan memiliki kalori yang cukup. Sebaiknya makanan yang
dikonsumsi berupa makanan yang mengandung protein, sayuran, buah-buahan, serta asupan
cairan yang tinggi.
c)    Miksi, diharapkan ibu dapat melakukan buang air kecil dengan sendiri secepatnya dikarnakan
pada umumnya ibu mengalami kesulitan berkemih karna sfingter uretra ditekan oleh kepala
janin dan spasme akibat iritasi otot sfingter selama persalinan.
d)    Defekasi, buang air besar diharapkan sudah dapat dilakukan ibu 3-4 hari pasca persalinan.
Apabila ibu masih sulit buang iar besar dan terjadi obstipasi maka dapat diberikan obat laksatif
per oral atau per rektal.
e)    Perawatan payudara, perawatan payudara dimulai sejak masa kehamilan agar kondisi putting
siap untuk menyusui bayi setelah proses persalinan. Apabila bayi meninggal, laktasi harus
dihentikan dengan cara pembalutan pada payudara dan pemberian obat estrogen untuk supresi
LH seperti tablet lynoral dan parlodel.
f) Laktasi, sebelum menghadapi proses persalinan payudara telah mengalami perubahan pada
kelenjar untuk persiapan ibu dalam menyusui bayinya. Perubahan yang terjadi ialah
berproliferasi jaringan pada kelenjar alveoli, bertambahnya jaringan lemak, pengeluaran
kolostrum, hipervaskularisasi pada permukaan payudara, dan dilatasi pembuluh darah vena.
g)    Pemeriksaan pasca salin, pemeriksaan postnatal yang dilakukan antara lain adalah pemeriksaan
umum, keadaan umum, payudara, dinding perut, perineum, secret yang keluar, dan lain
sebagainya
h)    Konseling, konseling yang dapat diberikan ialah konseling mengenai perawatan bayi,
perencanaan KB, imunisasi, laktasi/ ASI eksklusif, dan lain sebagainya (Mochtar, 2012 dalam
buku hlm. 88-89)

2.2 Wound Infection

2.2.1 Pengertian Wound Infection

Wound infection atau biasa disebut juga dengan Infeksi luka operasi (ILO) adalah infeksi
yang terjadi pada luka akibat tindakan bedah invasive. Infeksi luka operasi (ILO) merupakan salah
satu infeksi nosokomial yang paling sering terjadi dan sulit untuk diketahui penyebab pastinya.
Infeksi pada luka operasi merupakan infeksi nosokomial yang akan mengakibatkan kerugian
terutama bagi pasien maupun penyelenggara pelayanan kesehatan. Peningkatan jumlah hari rawat
inap dan biaya membebani pasien dan keluarga, pasien dapat pula mengalami trauma akibat proses
penyembuhan yang berlangsung lama (Latifah et al., 2020). Faktor paling dominan yang
mempengaruhi penyembuhan luka pasca operasi seksio sesarea adalah personal hygiene kemudian
disusul status gizi dan yang terakhir penyakit DM. Ada dua faktor yang memegang peranan penting
dalam mempengaruhi kejadian infeksi luka operasi yaitu:

1. Faktor Endogen merupakan faktor yang ada di dalam penderita seperti umur,jenis kelamin,
penyakit predisposisi ILO, dan operasi sebelumnya.

2. Faktor Eksogen merupakan faktor di luar penderita, seperti lama penderita dirawat di rumah sakit,
tingkat kebersihan luka, keteraturan penggunaan antibiotika, lama antibiotika pasca seksio sesarea,
lama operasi, dan jumlah personil di kamar operasi (Puspitasari, 2011).

2.2.2 Etiologi Wound Infection

Wound Infction atau Infeksi Luka Operasi (ILO) merupakan kejadian ketika mikroorganisme
mendapatkan akses ke area tubuh yang terkena atau yang dibedah, kemudian timbul berkali-kali
lipat dalam jaringan (Martin, 2012). Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC)
(2010), ILO diklasifikasikan sebagai luka insisi atau organ yang organ yang penyembuhannya harus
dalam 30 hari setelah operasi. Karakteristik ILO menurut CDC diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Luka pembedahan daerah permukaan kulit/luka insisi, luka infeksi terjadi dalam 30 (tiga puluh)
hari setelah pembedahan dan jaringan subkutaneus yang diinsisi disertai salah satu kriteria
berikut ini: adanya aliran cairan purulen atau basah pada luka, ditemukan organisme dari hasil
kultur cairan luka, adanya salah satu gejala atau tanda infeksi seperti: perlunakan atau nyeri,
pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan atau panas pada bagian permukaan insisi yang
sengaja dibuka oleh dokter bedah, dimana hasil kultur negatif, diagnosis infeksi yang dibuat
oleh dokter bedah atau dokter yang merawat.

b. Luka pembedahan dalam/deep incision, luka terjadi 30 hari-12 bulan setelah pembedahan (bila
ada implant dan terjadi infeksi akibat pembedahan). Infeksi disini melibatkan bagian fasia dan
otot serta terdapat salah satu kriteria berikut: adanya aliran purulen dari luka pembedahan
dalam, tetapi bukan dari komponen organ/space luka operasi, luka pembedahan dalam secara
spontan terbuka atau sengaja dibuka oleh dokter bedah ketika pada pasien ditemukan salah
satu berikut ini: tanda atau gejala panas (>38 ), nyeri terlokalisir atau perlunakan, dimana hasil
kultur dari luka negatif, terdapat abses atau bukti lain yang didapat dari hasil operasi ulangan,
hasil histophathology dan hasil radiologi, diagnosis yang dibuat oleh dokter bedah atau dokter
yang merawat.
   Luka pembedahan organ/space ILO, luka terjadi 30 hari-12 bulan setelah pembedahan (bila
ada implant dan terjadi infeksi akibat operasi) dan infeksi terjadi pada organ yang dibuka atau
dimanipulasi selama pembedahan serta ada salah satu berikut: aliran purulen dari drain, pada
tempat pembedahan, ditemukan organisme dari biakan kultur dari cairan luka operasi
organ/space, sebuah abses atau bukti lain infeksi luka organ/space yaitu ditemukan dari hasil
operasi ulangan, hasil histophathology dan hasil radiologi, diagnosis dari dokter bedah atau
dokter yang merawat. ILO merupakan masalah kesehatan pada pasien yang mengalami pasca
operasi baik di area sebelum antisepsis maupun sebelum pemberian antibiotik. ILO juga
dipengaruhi oleh teknik pembedahan maupun ruang operasi (Martin, 2012). Proses terjadinya
ILO dipengaruhi banyak faktor, baik faktor intrinsik maupun ekstrinsik.

2.2.3 Patofisiologi Wound Infection

Kerusakan jaringan pasca operasi sesar mengakibatkan terjadinya inflamasi. Fase inflamasi
dimulai segera setelah integritas jaringan terganggu oleh cedera, ini dimulainya koagulasi untuk
membatasi perdarahan. diawali dengan hemostasis melalui vasokonstriksi, thrombin Formasi
dengan aktivasi protein pelengkap dan agregasi platelet, komponen seluler pertama yang
teragregasi ke luka, dan sebagai akibat degranulasi (reaksi trombosit), mereka melepaskan beberapa
sitokin (atau factor petumbuhan parakrin). Sitokin-sitokin ini termasuk faktor pertumbuhan yang
diturunkan-platelet (PDGF), insulin-like growth factor-1 (IGF-1), factor pertumbuhan epidermal(EGF),
dan factor pertumbuhan fibroblast (FGF). Faktor ini menyebabkan kemotakan neutrofil, fibroblas
dan monosit ke arah lokasi luka, merangsang proliferasi dan Migrasi sel epitel seperti keratinocytes,
merangsang angiogenesis dan mempromosikan ekstraseluler matriks sintesis. Pergerakan seluler
yang besar ini ke situs cedera diinduksi oleh sitokin yang disekresikan oleh trombosit (chemotaxis)
dan oleh makrofag sendiri sekali di lokasi cedera. Ini termasuk mengubah faktor pertumbuhan alfa
(TGF-𝛼) dan mengubah faktor pertumbuhan beta(TGF-𝛽). Akibatnya, eksudat inflamasi yang
mengandung sel darah merah, neutrophil makrofag, dan protein plasma, termasuk protein kaskade
koagulasi dan untai fibrin, mengisi luka dalam hitungan jam. Makrofag tidak hanya mengais tetapi
juga merupakan pusat proses penyembuhan luka karena sekresi sitokinnya (Singhal H,2008).

2.2.4 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi luka oprasi antara lain demam nyeri di daerah
infeksi terdapat tanda kemerahan pada daera yang terinfeksi dan fungsi organ terganggu. Gambaran
kilis infeksi luka oprasi antara lain sebagai berikut:

a. Calor (panas), daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab
terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal
karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak
menimbulkan perubahan.

b. Dolor(rasa sakit), dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-
ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin
atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan
yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.

c. Rubor(Kemerahan), merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami


peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah
tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi
lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat
penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.
d. Tumor(pembengkakan), pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel
dari sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat.

e. Functio laesa, adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai
sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam
menjalankan fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2017).

2.2.5 Penyebab

a. Environment (Lingkungan)
 Lamanya waktu tunggu pre operasi di rumah sakit. Lamanya rawat inap sebelum
operasi akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi nosocomial, dimana perawatan
lebih dari 7 hari pre operasi akan meningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan
kejadian tertinggi didapat pada lama perawatan 7 - 13 hari. Hasil penelitian infection
rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar
setelah dirawat selama 3 minggu dibandingkan bila dirawat 1-3 hari sebelum
operasi. Lamanya operasi mempengaruhi resiko terkena infeksinosokomial, semakin
lama waktu operasi makin tinggi resiko terjadinya infeksi nosokomial.
 Teknik septik antiseptic, transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi
dengan menjaga higiene dari tangan. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat
dianjurkan saat akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan
penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah memakai sarung tangan
ketika melakukan tindakan dan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh,
atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah
terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.Baju
khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan
suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses
 Ventilasi ruang operasi , mencegah kontaminasi udara masuk ke dalam kamar
operasi, direkomendasikan ventilasi mekanik. System AC diatur 20-24 per jam.
Dengan desain yang benar dan kontrol yang baik dari pergerakan staff maka
kontaminasi udara dapat ditekan dibawah 100 cfu/m3 selama operasi jika
ditemukan kebersihan udara.
b. Pasien 
  Umur 
 Status Nutrisi 
 Penyakit 
 Obat-obat yang digunakan 
 Kebersihan Diri 
 Perawatan dirumah 
 Pola makan 
 Mobilisasi 
c. Faktor Luka
 Kontaminasi Luka, berdasarkan sifat kejadian, dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja
(luka terkena radiasi atau bedah) dan luka tidak disengaja (luka terkena trauma).
Luka tidak disengaja dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Luka tertutup: luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak (kesleo,
terkilir, patah tulang, dsb).
b. Luka terbuka: luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan terjadi
karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan (kecelakaan).
 Berdasarkan tingkat kontaminasi
1) Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika
diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka
sekitar 1% – 5%.
2)Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% – 11%.
3) Contamined Wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna. Pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
4) Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka
 Heomorage
Istilah "pendarahan" mengacu pada keluarnya darah dari pembuluh darah di suatu
bagian tubuh. Jika seseorang terluka dan mengalami pendarahan, harus segera
diusahakan untuk mengurangi darah yang hilang. Biasanya, Anda seharusnya bisa
mengendalikan pendarahan tanpa banyak kesulitan. Namun dalam kasus-kasus yang
lebih berat, pendarahan yang tidak terkendali atau parah dapat menyebabkan
shock, gangguan peredaran darah, atau dampak kesehatan yang lebih parah lagi
seperti kerusakan jaringan dan organ utama yang dapat menyebabkan kematian.
 Oedema
Banyak kondisi medis yang dapat menjadi penyebab edema, namun pada prinsipnya
edema dapat terjadi sebagai akibat dari empat hal berikut ini: peningkatan tekanan
hidrosatik : tekanan hidrostatik merupakan tekanan cairan yang mengalir di dalam
pembuluh darah.

a. Peningkatan tekanan hidrostatik seperti pada gagal jantung dan penyakit liver
akan menyebabkan adanya hambatan terhadap pada cairan yang mengalir di dalam
pembuluh darah, sehingga cairan cenderung untuk berpindah ke ruang interstitial.

b. Penurunan tekanan onkotik plasma: tekanan onkotik merupakan tekanan yang


mempertahankan cairan tetap dipembuluh darah, tekanan ini dipengaruhi oleh
albumin. Penurunan tekanan onkotik akibat gangguan pembentukan albumin seperti
pada penyakit liver atau kebocoran albumin seperti pada gagal ginjal akan
menyebabkan cairan cenderung untuk berpindah ke ruang interstitial.

c. Obstruksi limfatik: hambatan pada aliran cairan limfa seperti pada tumor ganas
stadium lanjut, juga dapat menyebabkan cairan cenderung berpindah ke ruang

d. Interstitial peradangan: pada peradangan baik akut maupun kronis dapat


menyebabkan pelebaran pada celah antar sel sehingga cairan akan lebih banyak
terkumpul di ruang interstitial. 

2.2.6 Faktor- faktor yang memengaruhi Infeksi Daerah Operasi Post Sectio Caesarea 

a. Usia
    Usia dapat menganggu tahap penyembuhan luka seperti: perubahan vaskuler menganggu
sirkulasi ke daerah luka, penurunan fungsi hati menganggu sintesis faktor pembekuan,
respons inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan limfosit menurun, jaringan kolagen
kurang lunak, jaringan parut kurang elastis. Usia reproduksi yang baik adalah usia yang aman
bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan, yaitu usia antara 20-35 tahun. Kulit pada
dewasa muda yang sehat merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan
juga infeksi, begitupun yang berlaku pada efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler dan
sistem respirasi yang memungkinkan penyembuhan luka lebih cepat. Sementara usia > 35
tahun fungsi-fungsi organ reproduksi mulai menurun, sehingga berisiko untuk menjalani
kehamilan,karena usia 35 tahun atau lebih merupakan kriteria kehamilan risiko tinggi (KRT).
Setiap kehamilan dengan faktor risiko tinggi akan menghadapi ancaman morbiditas atau
mortalitas ibu dan janin, baik dalam kehamilan, persalinan maupun nifas. Seiring dengan
bertambahnya usia, perubahan yang terjadi di kulit yaitu frekuensi penggunaan sel
epidermis, respon inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi
barier kulit. Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau
kematangan usia seseorang, namun selanjutnya proses penuaan dapat menurunkan sistem
perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
b. Status Gizi
Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi penyembuhan
luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral renik zink
dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari
protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat
mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk
pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen (tembaga). Terapi
nutrisi sangat penting untuk klien yang lemah akibat penyakit. Pasien yang menjalani operasi harus
diberikan nutrisi yang baik dan tepat,sedikitnya membutuhkan 1500 Kkal/hari.
Pemberian makan alternatif seperti melalui enteral(selang sonde) dan parenteral (infus) dilakukan
pada klien agar mampu mempertahankan asupan makanan secara normal. Malnutrisi berhubungan
dengan menurunnya fungsi otot, fungsi respirasi, fungsi imun, kualitas hidup, dan gangguan pada
proses penyembuhan luka. Hal ini menyebabkan meningkatnya lama rawat inap, meningkatnya
biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien, dan tingginya kejadian 50 atau risiko terjadinya komplikasi
selama di rumah sakityaitu komplikasi post operasi, meningkatnya morbiditas dan mortalitas.
     Outcome yang buruk juga ditemukan pada pasien laparatomi yang masuk ke rumah sakit
dengan status gizi kurang. Ditemukan hubungan yang signifikan antara status gizi dengan komplikasi
post operasi, morbiditas, dan mortalitas. Secara fisiologis pada pasien post operasi terjadi
peningkatan metabolik ekspenditur untuk energi dan perbaikan, meningkatnya kebutuhan nutrien
untuk homeostasis, pemulihan, kembali pada kesadaran penuh, dan rehabilitasi ke kondisi normal.
Prosedur operasi tidak hanya menyebabkan terjadinya katabolisme tetapi juga mempengaruhi
digestif, absorpsi, dan prosedur asimilasi di saat kebutuhan nutrisi juga meningkat.
Prevalensi malnutrisi pada pasien pre operasi bervariasi berdasarkan jenis operasi, yaitu dari
4% pada pasien yang menjalani bedah vaskuler minor, hingga penyakit. Protein mempunyai fungsi
sebagai bagian kunci semua pembentukan jaringan tubuh, yaitu dengan mensintesisnya dari
makanan. Pertumbuhan dan pertahanan hidup terjadi pada manusia bila protein cukup dikonsumsi.
Pembentukan berbagai macam jaringan vital tubuh seperti enzim, hormone, antibodi, juga
bergantung dengan tersedianya protein. Cairan tubuh pengatur keseimbangan juga memerlukan
protein. Prosedur operasi tidak hanya menyebabkan terjadinya katabolisme tetapi juga
mempengaruhi digestif, absorpsi, dan prosedur asimilasi di saat kebutuhan nutrisi juga meningkat.
Studi observasional yang menilai status gizi dan dampaknya pada pasien bedah menemukan semakin
baik IMT, semakin cepat penyembuhan luka operasi dan semakin tinggi albumin, semakin cepat
penyembuhan luka operasi. IMT < 17,0: 51 keadaan orang tersebut disebut kurus dengan
kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat, IMT 17,0 – 18,4:
keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK
ringan., IMT 18,5 – 25,0: keadaan orang tersebut termasuk kategori normal, IMT 25,1 – 27,0:
keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat ringan, IMT > 27,0:
keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat.
c. Obat-obatan
     Pemberian antibiotik profilaksis terbukti mengurangi kejadian infeksi luka operasi
dan dianjurkan untuk tindakan dengan resiko infeksi yang tinggi seperti pada infeksi kelas II
dan III. Antibiotik profilaksis juga diberikan jika diperkirakan akan terjadi infeksi dengan
resiko yang serius seperti pada pemasangan implan, penggantian sendi dan operasi yang
lama. Pemberian antibiotik profilaksis harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
alergi, resistensi bakteri, superinfeksi, interaksi obat, dan biaya.Hal yang perlu diperhatikan
selain hal diatas, pada saat operasi yaitu mengenai scrub suits, tindakan antisepsis pada
lengan tim bedah, gaun operasi dan draping. Pada tahap intra operatif, bahwa semakin lama
operasi berlangsung resiko infeksi semakin tinggi, tindakan yang mengakibatkan
terbentuknya jaringan nekrotik harus dihindarkan, kurangi dead space, pencucian luka
operasi harus dilakukan dengan baik dan bahan yang digunakan untuk jahitan harus sesuai
kebutuhan seperti bahan yang mudah diserap atau monofilament. Obat anti inflamasi
(seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan
luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi
luka. Steroid akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
Antikoagulan mengakibatkan perdarahan.
    Antibiotik efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akanefektif akibat koagulasi intravaskular Paska operasi, pada tahap ini yang perlu
diperhatikan adalah perawatan luka insisi dan edukasi pasien. Perawatan luka insisi berupa
penutupan secara primer dan dressing yang steril selama 24-48 jam paska operasi. Dressing
luka insisi tidak dianjurkan lebih dari 48 jam pada penutupan primer. Tangan harus dicuci
sebelum dan sesudah penggantian dressing. Jika luka dibiarkan terbuka pada kulit, maka
luka tersebut harus ditutup dengan kassa lembab dengan dressing yang steril.
    Tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang
secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh. Pengetahuan tentang
mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis
perlu diidentifikasi secara tuntas. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis
pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.
Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan operasi bersih terkontaminasi,
terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis
diakui sebagai prinsip bedah. Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi kotor,
profilaksis bukan satu-satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba di kamar operasi,
bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan. Pada pasien dengan
operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada
pada jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.
Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi dengan
menghambat mikroorganisme. CDC merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya
dimulai dalam 2 jam sebelum operasi untuk menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak
diberikan lebih dari 48 jam. Pada luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis
tambahan post operasi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik .Bernard
dan Cole, Polk Lopez-Mayor membuktikan keefektifan antibiotik profilaksis sebelum operasi dalam
pencegahan infeksi post operasi efektif bersih terkontaminasi dan antibiotik yang diberikan setelah
operasi tidak mempunyai efek profilaksis
d. Penyakit
    Penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara
tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau
struktur organ atau sistem tubuh. Meski sudah terhindar dari berbagai faktor penghambat
penyembuhan luka, namun luka tetap sulit disembuhkan. Contohnya bagi penderita
penyakit autoimun atau penyakit yang menyerang sistem imun tubuh lainnya. Pada pasien
dengan diabetes melitus terjadi hambatan terhadap sekresi insulin yang akan
mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal
tersebut maka akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh yang berakibatkan rentan
terhadap infeksi. Pasien dengan operasi, jika pasien tersebut memiliki penyakit lain seperti
TBC, DM , malnutrisi dan lain-lain maka penyakit tersebut tentu saja amat sangat
berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan
luka operasi. Faktor daya tahan tubuh yang menurun dapat menimbulkan resiko terkena
infeksi nosokomial. Pasien dengan gangguan penurunan daya tahan: immunologic baik usia
muda dan usia tua akan berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi.
Orang dengan kelainan darah misalnya hemofilia juga akan sulit sembuh dari luka karena
darah sulit membeku. Selain itu juga orang-orang dengan penyakit lupus,biasanya wanita lebih
sering mengalami penggumpalan di pembuluh darah sebagai komplikasi setelah operasi, terutama di
bagian kaki, setelah melahirkan secara caesar. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa adanya
hubungan operasi caesar dengan risiko peningkatan tromboemboli vena (VTE) atau pembekuan
darah dalam sirkulasi dipembuluh darah. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal CHEST,
menemukan bahwa C-section membawa risiko VTE lebih besar empat kali lipat dibanding persalinan
normal. C-section menjadi faktor adanya peningkatan troboemboli vena (VTE)setelah melahirkan
dan penggumpalan darah ini terjadi dari 1.000 operasi cesar (C-section). Wanita hamil lebih rentan
terhadap VTE karena berbagai faktor, termasuk stasis vena dan trauma terkait dengan persalinan.
   
Masa setelah melahirkan, wanita yang melahirkan dengan cara operasi caesar berisiko
menderita pembekuan darah (koagulasi) lebih besar dibandingkan proses persalinan normal.
Persalinan caesar membutuhkan waktu pemulihan lebih lama dibanding persalinan normal.Diabetes
melitus (kencing manis) merupakan penyakit dengan resiko komplikasi yang tinggi, dimana terdapat
luka yang lama, tidak menyembuh, permukaan luka cukup dalam, bengkak, dengan bau busuk yang
khas. Hal ini diakibatkan oleh diabetes yang tidak terkontrol pada diabetes tipe 1 maupun diabetes
tipe 2. Pada pasien diabetes, terjadi penyumbatan pembuluh darah dan kerusakan saraf akibat kadar
gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol.

e. Kebersihan Diri

Luka operasi merupakan luka bersih sehingga mudah untuk perawatannya, namun jika salah
dalam merawat, maka akan bisa berakibat fatal. Oleh karena itu dipastikan tidak salah dalam
merawat luka operasi. 

 Setiap satu minggu kasa harus dibuka, idealnya kasa yang dipakai diganti kasa baru
setiap satu minggu sekali. Tidak terlalu sering agar luka cepat kering, jika sering
dibuka luka bisa menempel pada kasa sehingga sulit untuk kering, maka mintalah
kepada keluarga untuk membukanya selama satu minggu sekali. 
 Bersihkan jika keluar darah dan langsung ganti kasa. Jika luka operasi keluar darah,
maka segeralah untuk mengganti kasanya agar tidak basah atau lembab oleh darah.
Kerena darah mengandung kuman yang bisa cepat menyebar ke seluruh bagian
luka. 
 Jaga luka agar tak lembab, semaksimal mungkin agar lukam. Definisi lainnya
menyebutkan seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding
perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi).
 Menjaga kebersihan. Agar luka operasi tidak terkena kotoran yang mengakibatkan
cepat berkembangnya kuman, maka kebersihan diri dan lingkungan sekitar
semaksimal mungkin harus dijaga. Jauhkan luka dari kotoran, untuk itu seprei dan
bantal harus selalu bersih dari debu. 
 Gunakan bahan plastik atau pembalut yang kedap air (Opset)Jika mau mandi atau
aktifitas yang mengharuskan bersentuhan dengan air, gunakan bahan plastik atau
pembalut yang kedap air (opset) untuk melindungi luka bekas operasi agar tidak
terkena air. Upayakan agar luka tidak sampai basah, karena bisa mempercepat
pertumbuhan kuman.

2.3. Sectio Caesarea

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram. Definisi lainnya menyebutkan seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada
dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi).

2.3.1 Etiologi 
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada
ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan sectio caesarea proses
persalinan normal lama/kegagalan proses persalinan normal.

2.3.2 Klasifikasi

a. Elektif : sectio caesarea ini direncanakan lebih dulu karena sudah diketahui bahwa
kehamilan harus diselesaikan dengan pembedahan. 
b. Tidak terencana : Sectio ini dilakukan dengan segera karena tidak bias dilahirkan pervaginam
atau karena terjadi kegawatan pada ibu dan janin tindakan ini hanya mengutamakan
keselamatan ibu dan bayi. 

2.3.3 Komplikasi 

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain: 

a. Infeksi puerperal (Nifas)


1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari 36
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik 

b. Perdarahan
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2) Perdarahan pada plasenta bed 

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi

2.4 Pathway

   
BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Pengkajian Data Dasar

Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang lengkap dan akurat dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Data diperoleh dengan cara
anamnesa. Anamnesa dibagi menjadi 2, yaitu auto-anamnesa (anamnesa yang dilakukan
secara langsung kepada klien) dan allo-anamnesa (anamnesa yang dilakukan kepada
keluarga klien atau melalui catatan rekam medik pasien) (Sulistyawati, 2015).

3.1.1 Data Subjektif

a)  Identitas Ibu dan Suami

 Nama klien dan suami

Nama klien dan suami diketahui agar dapat mengenal dan mempermudah dalam melakukan
bina hubungan saling percaya (BHSP) dan menerapkan komunikasi efektif dengan klien dan
keluarga. Identitas juga berfungsi untuk membedakan dengan klien yang lain (Varney, 2014).

 Nomor Registrasi

Nomor Rekam Medis/ Kesehatan pasien adalah nomor yang digunakan sebagai identitas
pasien selama berobat di RS tersebut, selain sebagai identitas juga berguna untuk
meretrieve (mengambil kembali) suatu rekam medis (yang menerapkan hanya satu nomor
rekam medis digunakan selama pasien berobat di RS tersebut) (Kemenkes RI, 2017)

 Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat
reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35
tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas (Ambarwati dan Wulandari,
2015).
 Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien
dalam berdoa (Ambarwati dan Wulandari, 2015).
 Suku/ bangsa
Berpengaruh terhadap adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari (Ambarwati dan Wulandari,
2015).
 Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya
(Ambarwati dan Wulandari, 2015).
 Pekerjaan
Guna untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya, karena ini juga
mempengaruhi dalam gizipasien tersebut (Wulandari, 2019).
 Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila perlu (Ambarwati dan Wulandari,
2010).

b)  Alasan datang

Alasan datang biasanya akan disampaikan klien dan bertujuan untuk mengetahui keinginan klien
sehingga klien datang ke fasilitas kesehatan (Mochtar, 2011).

c) Keluhan Utama
 Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien
merasa mulas (Ambarwati dan Wulandari, 2015). Menurut Miftakulja (2019), pada kasus infeksi luka
post sectio caesarea keluhan biasa muncul yaitu rasa panas pada tubuh, rasa sakit di daerah luka,
kemerahan pada luka jahitan, terjadi pembengkakan pada daerah luka dan terasa bengkak yang
disertai sakit.

d)  Pola Keseharian

 Nutrisi
Menurut (SL wood et, al., 2019), terdapatnya hubungan status gizi dengan kejadian
wound infection karena kekurangan protein selama masa pemulihan terutama pada ibu
nifas dapat mengakibat terjadi wound infection, dimana terjadinya kekurangan
kebutuhan protein dalam penyembuhan luka. 
 Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi
jumlah konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna,
jumlah(Ambarsari dan Wulandari, 2015). Pada kasus nifas post sectio caesarea BAK
melalui kateterisasi pada ibu masih berbaring ditempat tidur untuk beberapa hari,
sedangkan BAB menggunakan pispot.
 Istirahat 
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien tidur, kebiasaan
sebelum tidur misalnya membaca, mendengarkan musik, kebiasaan mengkonsumsi obat
tidur, kebiasaan tidur siang, penggunaan waktu luang. Istirahat sangat penting bagi ibu
nifas karena dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat penyembuhan(Ambarwati
dan Wulandari, 2015).
 Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada
daerah genetalia, karena pada masa nifas masih mengeluarkan lochea(Ambarwati &
Wulandari, 2015). Pada kasus nifas infeksi luka post sectio caesarea ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh dengan cara dilakukan sibin setiap 2 kali dalam sehari dan jika
pembalut luka basah diganti.
 Keadaan psikologis
Dikaji untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya (Ambarwati &
Wulandari, 2015). Menurut Manuaba (2017), untuk mengetahui respon ibu dan keluarga
terhadap bayinya, keadaan mental ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea adalah
cemas, sulit tidur, merasa bersalah, mudah tersinggung, pikiran negatif terhadap
bayinya.
 Penggunaan obat-obatan/ rokok. 
Dikaji apakah ibu perokok dan pemakai obat-obatan atau tidak selama hamil atau tidak.
 Kehidupan Sosial Budaya 
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat istiadat yang akan
menguntungkan atau merugikan pasien khususnya pada masa nifas misalnya pada
kebiasaan pantang makan (Ambarwati dan Wulandari, 2015).
 Data Psikososial 
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya. Wanita mengalami
banyak perubahan emosi/ psikologis selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri
menjadi seorang ibu. Cukup sering ibu menunjukkan depresi ringan beberapa hari
setelah kelahiran (Ambarwati dan Wulandari, 2015).
 Data Pengetahuan 
Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang perawatan setelah
melahirkan sehingga akan menguntungkan selama masa nifas (Ambarwati dan
Wulandari, 2015).
e) Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut,
kronis seperti: Jantung, DM, Hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada masa
nifas ini (Ambarwati dan Wulandari, 2015).
 Riwayat kesehatan sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita
pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya (Ambarwati dan
Wulandari, 2015).
 Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga
terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga
yang menyertainya (Ambarwati dan Wulandari, 2015).
 Riwayat Perkawinan
Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah syah atau tidak, karena bila
melahirkan tanpa status yang jelas akan berkaitan dengan psikologisnya sehingga akan
mempengaruhi proses nifas (Ambarwati dan Wulandari, 2015).
e) Riwayat Obstetrik
 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu,
penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu(Ambarwati dan Wulandari, 2015).
 Riwayat persalinan sekarang
Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak, keadaan bayi meliputi berat
badan, panjang badan, penolong persalinan. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui
apakah proses persalinan mengalami kelainan yang bisa berpengaruh pada masa nifas
saat ini(Ambarwati dan Wulandari, 2015).
f) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB (Keluarga Berencana) dengan kontrasepsi jenia
apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB (Keluarga
Berencana) setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa (Ambarwati dan Wulandari, 2015).

3.1.2 Data Obyektif


 
Dalam menghadapi masa nifas dari seorang klien, seorang bidan harus mengumpulkan data untuk
memastikan bahwa keadaan klien dalam keadaan stabil (Ambarwati & Wulandari, 2015).
a) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum
Untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang, buruk. Keadaan ibu setelah
dilakukan sectio caesarea adalah sedang.
 Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu apakah composmentis, apatis, somnolen atau
koma. Kesadaran ibu setelah dilakukan tindakan sectio caesarea adalah composmentis.
 Tanda Vital
1. Tekanan Darah
Dikaji untuk mengetahui tekanan darah apakah ada peningkatan atau tidak. Sedangkan
tekanan darah ibu nifas post sectio caesarea adalah 110/70-130/80 mmHg (Prawirohardjo,
2017).
2. Suhu
Peningkatan suhu badan pada 24 jam pertama masa nifas pada umumnya disebabkan oleh
dehidrasi, tetapi pada umumnya setelah 12 jam post partum suhu tubuh kembali normal
(Ambarwati & Wulandari, 2010). Menurut Sulistyawati (2019), Sedangkan suhu pada ibu
nifas infeksi luka post sectio caesarea adalah 38˚C-39˚C.
3. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Sehabis melahirkan biasanya denyut
nadi akan lebih cepat (Ambarwati & Wulandari, 2010). Sedangkan denyut nadi pada ibu nifas
infeksi luka post sectio caesarea adalah 50-90 x/ menit.
4. Respirasi
Dikaji untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung dalam 1 menit.
Sedangkan respirasi pada ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea cenderung lebih cepat
16-26 x/ menit.
 Inspeksi
Inspeksi yaitu memeriksa dengan cara melihat atau memandang. Pemeriksaan Inspeksi
antara lain :
(1) Rambut
 Bersih atau kotor, pertumbuhan, warna, mudah rontok atau tidak.
(2) Muka
Dikaji untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak, ada cloasma gravidarum atau
tidak.
(3) Mata
Dikaji untuk mengetahui apakah konjungtiva warna merah muda dan sclera warna putih,
simetris kanan kiri, ada oedema atau tidak.
(4) Mulut, gigi dan gusi
 Untuk mengetahui adakah sariawan, bagaimana kebersihan.
(5) Abdomen
Apakah ada luka bekas operasi, ada benjolan atau tidak, ada nyeri atau tidak, luka terlihat
bersih atau terdapat pembengkakan dan kemerahan atau terlihat adanya infeksi pada luka
operasi 
(6) Vulva
Dikaji untuk mengetahui apakah ada luka perineum, apakah terdapattanda – tanda infeksi
dan apakah ada lochea sesuai dengan masa nifas.
(7) Anus
Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemoroid.
 Palpasi
Palpasi yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan meraba, meliputi :
(1) Leher
Adakah pembesaran kelenjar tiroid, ada benjolan atau tidak, adakah pembesaran
kelenjar limfe.
(2) Dada
Dikaji untuk mengetahui keadaan payudara, simetris atau tidak konsistensi ada
pembengkakan atau tidak, puting menonjol/ tidak, lecet /tidak.
(3) Abdomen
Pada kasus ibu nifas dengan infeksi luka post sectio caesarea terdapat nyeri pada saat
perabaan uterus.
(4) Ekstremitas
Ekstremitas atas meliputi : tangan, ekstremitas bawah meliputi : kaki, oedema atau
tidak, ada varises atau tidak.
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosa seperti pemeriksaan
laboratorium, rontgen, ultrasonografi. Pada infeksi luka post sectio caesarea pemeriksaan
haemoglobin perlu diukur sebab biasanya setelah dioperasi terjadi penurunan haemoglobin
sebanyak 2 gr%.
3.2 Interpretasi Data
Mengidentifikasi Diagnosa Kebidanan dan masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-
data yang telah dikumpulkan. Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan diinterpretasi menjadi
diagnosa kebidanan dan masalah. Keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat
diselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam rencana
asuhan terhadap pasien, masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang diidentifikasikan
oleh bidan (Ambarwati & Wulandari, 2015).
 Diagnosa Kebidanan adalah diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Para,
Abortus, Anak Hidup, umur ibu dan keadaan ibu nifas(Ambarwati & Wulandari, 2010).
Diagnosa pada kasus ini ditegakkan Ny.X PX AX dengan infeksi luka post sectio caesarea.
 Masalah
Masalah adalah permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien(Ambarwati &
Wulandari, 2010). Pada kasus ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea adalah gangguan
rasa nyaman (nyeri), cemas, sulit tidur.
 Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal yang dibutuhkan pasien dalam menghadapi masalah yang dialaminya.
Seperti pemberian solusi dalam pemecahan masalah yang dialami pasien. Kebutuhan pada
ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea adalah :
a) Memberikan    konseling    tentang    nyeri    yang    dirasakan berhubungan
dengan kondisi pasca operasi.
b) Melakukan tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak
tengadah agar jalan nafas bebas.
c) Support mental dari keluarga dan tenaga kesehatan.
3.3  Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial 
Mengidentifikasikan    diagnosa    atau    masalah    potensial    yang mungkin akan terjadi. Pada
langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan
diagnosa, hal ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan menunggu mengamati
dan bersiap-siap apabila hal tersebut benar-benar terjadi. Melakukan asuhan yang aman penting
sekali dalam hal ini(Ambarwati & Wulandari, 2015). Menurut Siregar (2018), diagnosa yang mungkin
terjadi adalah abses dan kejang.

3.4  Identifikasi Kebutuhan Segera, Kolaborasi, Dan Rujukan

Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan, atau
kolaborasi dengan konsultasi atau penanganan bersama dengan tenaga kesehatan yang lain secara
tepat sesuai kondisi yang ditemukan pada klien. Pada langkah ini diperlukan adanya identifikasi
kemungkinan dilakukannya rujukan (Varney, dkk., 2007). Tindakan kolaborasi kepada tenaga
kesehatan lain (utamanya dokter) menjadi salah satu prinsip dalam tatalaksana kondisi yang tidak
dapat ditangani oleh bidan secara mandiri utamanya apabila terdapat indikasi medis dan obstetrik
utamanya terkait intervensi kebidanan dan terapi farmakologis, bidan harus mampu mengevaluasi
kondisi klien dengan baik sehingga dapat diberikan manajemen asuhan kebidanan yang tepat.

Pada kasus kebutuhan segeranya pada ibu nifas infeksi luka post sectio caesarea antara lain
kolaborasi dengan SpOG, adalah pemberian antibiotik profilaksis.

1) Ampisilin   : Dosis awal 2 g/ IV dan 1 g setiap 6 jam (oral) atau 500 mg (parenteral) setiap 6 jam.
 
2) Sulbenisin   : Dosis 1 g.
 
3) Kloramfenikol : 1 g IV setiap 6 jam.
 
4) Gentamisin : 1,5 mg/kg IV atau IM diberikan setiap 8 jam.
 
5) Doksisiklin :   100   mg   setiap   12   jam   (jangan   diberikan bersamaan dengan susu atau
antasida).
 
6) Metronidazole : 1 g IV atau per rektal setiap 12 jam atau 500 mg(oral) setiap 6 jam
(Prawirohardjo, 2010).
3.5  Perencanaan
Menurut Varney, dkk. (2007), langkah ini dilakukan dengan merencanakan asuhan
kebidanan yang menyeluruh, berdasarkan langkah sebelumnya. Rencana asuhan yang menyeluruh
tidak hanya meliputi apa yang telah diidentifikasi berdasarkan keadaan klien atau berdasarkan
masalah yang ditemukan, tetapi juga berdasarkan pedoman antisipasi terhadap klien tersebut.
Pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan asuhan sesuai hasil pembahasan rencana
bersama klien dan membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakan intervensi.

Tujuan: Setelah asuhan kebidanan diberikan, diharapkan bidan dapat mengatasi masalah yang
dialami klien secara mandiri dan/atau kolaborasi terkait dengan wound infection.

Kriteria Hasil:
Kriteria hasil merupakan acuan yang dapat dijadikan untuk menentukan rencana asuhan yang akan
diberikan. Pada kasus wound infection hal yang perlu diperhatikan adalah anamnesis, data objektif
terkait tanda-tanda vital, nyeri tekan abdomen, terdapat puss pada hasil palpasi area luka bekas
operasi dan hasil pemeriksaan penunjang.

Rencana:
1) Manajemen post operatif 
a) Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan pemantauan ketat tensi,
nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit dalam 1 jam berikut dan
selanjutnya.
b) Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak tengadah agar jalan
nafas bebas.
c) Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus dapat mengalir dengan
lancar.
2) Mobilisasi/aktifitas
Pasien boleh menggerakan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8-12 jam kemudian duduk, bila
mampu pada 24 jam setelah sectio caesarea pasien jalan, bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
3) Lakukan perawatan luka
Menurut Saifuddin (2017), langkah-langkah perawatan luka post sectio caesarea adalah 
a) Kassa perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila basah dan berdarah harus diganti.
Umumnya kassa perut dapat diganti hari ke 3-4 sebelum pulang dan seharusnya, pasien
mengganti setiap hari kassa luka dan dapat diberikan betadine sedikit.
b) Jahitan yang perlu dibuka dilakukan dalam 5 hari pasien bedah.
4) Lakukan kateterisasi dan observasi eliminasi
5) Beri KIE tentang KB
6) Lakukan kolaborasi untuk terapi obat

3.6 Implementasi

Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisien dan aman. Rencana
asuhan menyeluruh seperti apa yang telah direncanakan, dilaksanakan secara efisien dan aman
biasanya dilaksanakan oleh bidan, sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya
(Salmah, 2011).

1) Melakukan manajemen post operatif 


a) Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan pemantauan ketat tensi,
nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit dalam 1 jam berikut dan
selanjutnya.
b) Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak tengadah agar jalan
nafas bebas.
c) Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus dapat mengalir dengan
lancar.
2) Mengajarkan ibu Mobilisasi/aktifitas
Pasien boleh menggerakan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8-12 jam kemudian duduk, bila
mampu pada 24 jam setelah sectio caesarea pasien jalan, bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
3) Melakukan perawatan luka 
4) Melakukan kateterisasi dan observasi eliminasi
5) Memberikan KIE tentang KB
6) Melakukan kolaborasi untuk terapi obat (diberikan pemberian peroral asmef 3x1, vip albumin dan
metronidazole 500gr per iv 3x1, serta diberikan cefuroxime secara iv sebanyak 1 gr 2x1)
 3.7 Evaluasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah dilakukan bidan.
Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan
benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum efektif atau merencanakan
kembali yang belum terlaksana (Mengkuji, 2012). Untuk pencatatan asuhan dapat diterapkan dalam
bentuk SOAP

S: data subyektif

O: data obyektif

A: Asesmen, berupa interpretasi berdasarkan data subjektif dan data obyektif

P: Penatalaksanaan, berupa tindakan berdasarkan diagnosa yang telah dibuat 

 
BAB 4

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PATOLOGIS PADA P3003 Ab000 POST SC HARI KE 6 DENGAN WOUND
INFECTION

Tanggal Pengkajian : 7 Juni 2022    

Pukul : 12.30 WIB

Tempat Pengkajian : Ruang Mawar Merah

Pengkaji : Veriana Indah Citra

DATA SUBJEKTIF

A. IDENTITAS PASIEN DAN SUAMI

Nama Pasien : Ny. SJ Nama Pasien : Tn. M

Usia : 29 tahun Usia : 37 tahun

Pendidikan: SD Pendidikan: SMK

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : swasta

Agama : Islam Agama : Islam

Alamat : Kejayan, Pasuruan  


B. Alasan Datang

Pasien datang sendiri karena membutuhkan penatalaksanaan sesuai dengan keluhan yang dialami

C. Keluhan Utama

Pasien mengatakan semalam keluar cairan merembes dari luka SC dan luka berbau. (SC tgl 1 - 06 -
2022 lalu KRS tgl 3 - 06 - 2022. Kontrol tgl 6 - 6 - 2022 di poli obgyn).

D. Riwayat Menstruasi

Menarche : 13 tahun

Lama Menstruasi : 6-7 hari

Siklus Menstruasi : 30 hari

Menstruasi : tidak berbau, warna merah darah, mengganti pembalut 3 – 4 x/hari

Keluhan : dismenorhea hari 1-2

HPHT : 15 September 2021

TP: 22 Juni 2022

Tanggal SC : 1 Juni 2022

E. Riwayat Pernikahan

Usia menikah : 21

Lama pernikahan : 6 tahun

Pernikahan ke : 1 dari suami ke 1

 G. Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengalami nyeri ringan pada luka bekas SC serta terdapat pengeluaran nanah. Skala nyeri = 4

H. Riwayat Kesehatan Lalu

Tidak memiliki penyakit menular, menurun, dan menahun seperti jantung, diabetes, asma, dan
penyakit lainnya 

I. Pola Kebiasaan Sehari-hari


Tidak memiliki kebiasaan merokok namun suami perokok aktif, pasien mengatakan jarang mandi
(terkadang 2 hari sekali atau 1 hari sekali) dan mengganti baju karena takut kassa yang membalut
luka SC nya basah.

J. Pola Nutrisi

Makan 3 kali sehari, porsi sedang. Pasien juga mengatakan bahwa tidak memilih milih makanan dan
minum 6-7 gelas per hari. Pasien tidak rajin konsumsi putih telur sesuai yang dianjurkan. Selama diRS
ibu mengkonsumsi makanan diet TKTP 2100kkal.

K. Pola Eliminasi

BAB: 1x1 hari dengan konsistensi padat, BAK 6 x 1 hari.

 L. Pola Aktivitas

Dalam kesehariannya pasien beraktivitas di rumah mengerjakan pekerjaan rumah ringan seperti
menyapu, memasak sekitar 3 jam per hari dan sisanya digunakan untuk merawat bayi dan istirahat.
Ibu tidak melakukan aktivitas berat selama pasca persalinan. Selama di RS ibu berbaring dan
berjalan-jalan di sekitar bed.

M. Pola Istirahat

Pasien mengatakan tidur 6 jam/hari tetapi sering (1-3x) terbangun untuk menyusui bayinya.

 P. Personal Hygiene

Pasien mengatakan jarang mandi selama nifas dan jarang berganti pakaian. Ibu menyatakan jarang
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, menggosok gigi 1x sehari, mengganti pakaian dalam
2x sehari.

Data Objektif

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : baik

Kesadaran : Compos Mentis (GCS=4-5-6)

TTV :

TD: 125/80 mmHg,

S: 36,8°C,

N: 100 x/menit,

P: 20x/menit,
SpO2: 99%
 2.    Antropometri :

TB: 144 cm

BB : 65 kg

IMT= 31,3 (obesitas kelas I)

3. Pemeriksaan Fisik

Dada : payudara simetris, terdapat hiperpigmentasi areola, puting susu menonjol dan bersih,
terdapat pengeluaran ASI, tidak terdapat massa, tidak terdapat tanda tanda infeksi

Abdomen : TFU: 4 jari dibawah pusat, luka SC basah dan mengeluarkan nanah, terdapat lubang
selebar 2 - 3 cm. Pengeluaran pus sekitar 25 - 30cc

Ekstremitas : tidak ada edema tungkai, kuku jari tidak pucat, reflek patella kanan dan kiri positif,
tidak ada gangguan pergerakan.

Pemeriksaan genitalia: pengeluaran lochea: sanguinolenta, mengganti pembalut 1-2x sehari

4. Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap

 Hb: 10,35 g/dL


 Leukosit: 13,06 x 1000 (high)
 PLT: 0,67 x 1000 (high)
 Triple eliminasi: NR

Swab antigen : negatif

Kultur Pus : Hasil kultur belum ada 

Assesment :  P3003Ab000 Post SC hari 6 dengan wound infection

Masalah aktual : Infeksi luka SC

Kebutuhan     : stabilisasi pasien, wound care, dan observasi luka 

Masalah potensial   : -

Kebutuhan     : -
Penatalaksaan:

Ruang: Mawar Merah

1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada pasien dan keluarga 

E/ Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa TTV pasien dalam batas normal TD: 125/80
mmHg, S: 36,8°C, N: 100 x/menit, P: 20x/menit, SpO2: 99%. Luka SC basah dan
mengeluarkan nanah

2. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk pemberian terapi selanjutnya

E/ advice dokter Sp.OG:

Perawatan luka oleh Poli Wound Care 

Peroral: asmef 3x1

Injeksi: 

 Anbacim 3x1
 Metronidazole 3x1
 Gentamicyn 2x1

3. Memberitahukan keluarga mengenai tindakan selanjutnya yaitu akan dilakukan perawatan


luka rutin oleh petugas wound care, dan pemberian obat

E/ pasien dan keluarga setuju atas tindakan yang dilakukan

4. Memfasilitasi pasien untuk dilakukan perawatan luka infeksi dan pemberian obat

E/ Obat diberikan sesuai advice dokter , luka telah dilakukan perawatan oleh poli woundcare
dan tertutup kasa

Perawatan Luka oleh Poli Wound care dilakukan pukul 11.00 

Peroral: asmef 3x1 diberikan 11.30 dikonsumsi 12.15 setelah makan siang

Injeksi: 

 Anbacim 3x1 diberikan 11.45


 Metronidazole 3x1 diberikan 11. 50
 Gentamicyn 2x1 diberikan 11. 47

5. Memberikan KIE mengenai asupan protein dari putih telur minimal 6 butir setiap hari dan
menjaga personal hygiene

E/ pasien mengatakan akan mengkonsumsi putih telur dan akan menjaga personal hygiene
CATATAN PERKEMBANGAN I

Tgl pengkajian: 8 - 06 - 2022 Pukul 12.30

Ruang: Mawar Merah

Pengkaji: Veriana Indah Citra

S : Pasien mengatakan nyeri pada bekas luka SC dan keluar cairan dari bekas luka

O:

KU : cukup

Kesadaran : Compos mentis 

TTV :

TD: 127/82 mmHg, S: 36,5°C, N: 84 x/menit, P: 20x/menit

Terpasang kateter infus RL menetes 28 tpm di tangan kanan

Pemeriksaan payudara: tidak terdapat bendungan ASI, tidak terdapat massa, dan terdapat
pengeluaran ASI 

Pemeriksaan abdominal : TFU teraba 4 jari di bawah pusat, kontraksi (+) baik, luka bekas
operasi tertutup kassa steril, luka SC yang terinfeksi di sebelah kanan sepanjang 2 - 3cm,
cairan pus +/- 20cc

Pemeriksaan genitalia : Terdapat pengeluaran lochea sanguinolenta 

Pemeriksaan penunjang:

Kultus pus : Hasil kultur pus belum jadi

A : P3003Ab000 post SC hari ke 7 dengan wound infection 

P : 

1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada pasien dan keluarga 

E/ Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa TTV pasien dalam batas normal TD: 127/82
mmHg, S: 36,5°C, N: 84 x/menit, P: 20x/menit. Terdapat cairan yang merembes pada kassa
steril sehingga tetap dilakukan perawatan luka

2. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk pemberian terapi selanjutnya

E/ advice dokter Sp.OG:


 Melanjutkan wound care

E/ luka telah dilakukan perawatan oleh poli woundcare dan tertutup kasa

Peroral: asmef 3x1

Injeksi: 

 Anbacim 3x1
 Metronidazole 3x1
 Gentamicyn 2x1

E/ Obat telah diinjeksikan sesuai advice dokter

3. Memberitahukan keluarga bahwa akan diberikan obat serta dilakukan perawatan luka 

E/ pasien dan keluarga setuju atas tindakan yang dilakukan

4. Memfasilitasi pasien dan melanjutkan perawatan luka infeksi serta pemberian obat sesuai
advice dokter

E/ advice dokter Sp.OG:

 Memfasilitasi wound care yang dilakukan oleh poli wound care pukul 10.00

Peroral: asmef 3x1 diberikan pukul 11.55

Injeksi: 

Anbacim 3x1 telah diberikan pukul 11.30

Metronidazole 3x1 telah diberikan pukul 11. 35

Gentamicin 2x1 telah diberikan pukul 11.33

5. Memberikan KIE mengenai asupan nutrisi dan menjaga personal hygiene

E/ pasien diberikan diet TKTP 2100 kkal + 3 butir putih telur dari instalasi gizi, dan pasien
sudah melakukan seka badan dan mengganti celana dalam, pembalut, dan baju di kamar
mandi pasien pukul 09.00
CATATAN PERKEMBANGAN II

Tgl pengkajian: 9 - 06 - 2022 Pukul 12.30

Ruang: Mawar Merah

Pengkaji: Veriana Indah Citra

S : Pasien mengatakan nyeri pada luka SC berkurang dan keluar cairan dari bekas luka

O:

KU : cukup

Kesadaran : Composmentis 

TTV:

TD: 113/72 mmHg, S: 36,6°C, N: 81 x/menit, P: 20x/menit

Terpasang kateter infus RL menetes 28 tpm di tangan kanan

Pemeriksaan payudara:  tidak terdapat bendungan ASI, tidak terdapat massa, dan terdapat
pengeluaran ASI 

Pemeriksaan abdominal : TFU teraba 4 jari di bawah pusat, kontraksi (+) baik, luka bekas
operasi tertutup kassa steril, luka infeksi berada di sebelah kanan luka SC sekitar 2 - 3 cm,
cairan pus sekitar 10 -15 cc

Pemeriksaan genitalia : Terdapat pengeluaran lochea sanguinolenta 

Pemeriksaan penunjang:

Kultur pus:  Hasil kultur pus belum jadi

Albumin: 3,3 g/dl (low)

A : P3003Ab000 post SC hari ke 8 dengan wound infection 

P : 

1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada pasien dan keluarga 

E/ Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa TTV pasien dalam batas normal TD: 113/72
mmHg, S: 36,6°C, N: 81 x/menit, P: 20x/menit. Terdapat cairan yang merembes pada kassa
steril tidak sebanyak kemarin
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk pemberian terapi selanjutnya

E/ advice dokter Sp.OG:

 Melanjutkan wound care

E/ luka telah dilakukan perawatan oleh poli woundcare dan tertutup kasa

Peroral: 

 Asmef 3x1
 Vipalbumin 

Injeksi: 

Anbacim 3x1
 Metronidazole 3x1
 Gentamicyn 2x1
3. Memberitahukan keluarga bahwa akan diberikan obat serta dilakukan perawatan luka 

E/ pasien dan keluarga setuju atas tindakan yang dilakukan

4. Memfasilitasi pasien dan melanjutkan perawatan luka infeksi serta pemberian obat sesuai
advice dokter

E/ advice dokter Sp.OG:

 Memfasilitasi wound care yang dilakukan oleh poli wound care pukul 09.30

Peroral: 

asmef 3x1 diberikan pukul 12.00

Vipalbumin diberikan pukul 12.00

Injeksi: 

Anbacim 3x1 telah diberikan pukul 11.30

Metronidazole 3x1 telah diberikan pukul 11.25

Gentamicin 2x1 telah diberikan pukul 11.33

5. Memberikan KIE mengenai asupan nutrisi dan menjaga personal hygiene

E/ pasien diberikan diet TKTP 2100 kkal + 3 butir putih telur dari instalasi gizi, dan pasien
sudah melakukan seka badan dan mengganti celana dalam dan baju di kamar mandi pasien
pukul 09.30
CATATAN PERKEMBANGAN III

Tgl pengkajian: 10 - 06 - 2022 Pukul 19.00

Ruang: Mawar Merah

Pengkaji: Veriana Indah Citra

S : Pasien mengatakan nyeri pada luka SC berkurang (VAS: 2) dan terdapat cairan yang keluar

O:

KU : cukup

Kesadaran : Composmentis 

TTV :

TD: 121/72 mmHg, S: 36,6°C, N: 81 x/menit, P: 20x/menit

Terpasang kateter infus RL menetes 28 tpm di tangan kanan

Pemeriksaan payudara: tidak terdapat bendungan ASI, tidak terdapat massa, dan terdapat
pengeluaran ASI 

Pemeriksaan abdominal : luka bekas operasi tertutup kassa steril, luka infeksi berada di
sebelah kanan luka SC sekitar 1 - 2 cm, pus keluar sekitar 5 - 10cc

Pemeriksaan genitalia : Terdapat pengeluaran lochea sanguinolenta 

Pemeriksaan penunjang:

Kultur pus: Hasil kultur pus belum jadi

A : P3003Ab000 post SC hari ke 9 dengan wound infection 

P : 

1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada pasien dan keluarga 

E/ Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa TTV pasien dalam batas normal TD: 121/72
mmHg, S: 36,6°C, N: 81 x/menit, P: 20x/menit. Terdapat cairan yang merembes pada kassa
steril tidak sebanyak kemarin

2. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk pemberian terapi selanjutnya

E/ advice dokter Sp.OG:


 Melanjutkan wound care

Peroral: 

 Asmef 3x1
 Vipalbumin 

Injeksi: 

Anbacim 3x1
Metronidazole 3x1
 Gentamicyn 2x1
3. Memberitahukan keluarga bahwa akan diberikan obat serta dilakukan perawatan luka 

E/ pasien dan keluarga setuju atas tindakan yang dilakukan

4. Memfasilitasi pasien dan melanjutkan perawatan luka infeksi serta pemberian obat sesuai
advice dokter

E/ advice dokter Sp.OG:

 Memfasilitasi wound care yang dilakukan oleh poli wound care pukul 09.30

Peroral: 

asmef 3x1 diberikan pukul 17.30

Vipalbumin diberikan pukul 17.30

Injeksi: 

Anbacim 3x1 telah diberikan pukul 18.00

Metronidazole 3x1 telah diberikan pukul 18.36

Gentamicin 2x1 telah diberikan pukul 18.33

5. Memberikan KIE mengenai asupan nutrisi dan menjaga personal hygiene

E/ pasien diberikan diet TKTP 2100 kkal + 3 butir putih telur dari instalasi gizi pukul 17.00,
dan pasien sudah melakukan seka badan dan mengganti celana dalam, pembalut, dan baju
di kamar mandi pasien pukul 15.00 WIB
BAB 5

PEMBAHASAN

Diagnosa pasien adalah wound infection atau infeksi luka bekas operasi SC. Hal tersebut
ditegakkan berdasarkan pengkajian data subjektif dan objektif pasien. Pasien kooperatif saat
dilakukan anamnesa, pasien mengatakan malam hari setelah kontrol dari poli obgyn tercium bau
busuk dari bekas lukanya dan merembes cairan. Kemudian pasien melakukan konsultasi online
dengan salah satu bidan di RSUD Bangil dan disarankan untuk kontrol ulang ke RS. Pagi harinya
pasien datang ke rumah sakit dan dilakukan pemeriksaan. Berdasarkan data obyektif saat luka
pasien dibuka dan dilakukan perawatan luka terdapat pus yang ada di daerah luka. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa wound infection adalah infeksi yang terjadi pada luka akibat tindakan bedah
invasive (Martin, 2012). Menurut teori yang ada, luka pada pasien merupakan luka pembedahan
daerah permukaan kulit/luka insisi dengan beberapa cirinya adalah adanya aliran cairan purulen
atau basah pada luka, ditemukan organisme dari hasil kultur cairan luka, adanya salah satu gejala
atau tanda infeksi seperti perlunakan atau nyeri, pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan atau
panas pada bagian permukaan (CDC, 2010).

Pada pengkajian, pasien mengatakan tidak ada pantang makan, namun dia hanya konsumsi
1-2 butir telur putih dimana RS menyarankan sebelum KRS adalah minimal 5 butir putih telur per
hari dikarenakan putih telur mengandung banyak protein untuk mempercepat proses penyembuhan
luka. Hal ini juga sesuai dengan jurnal yang ada bahwa tidak tercukupinya gizi masa nifas merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya wound infection. Infeksi luka operasi merupakan salah satu infeksi
nosokomial yang paling sering terjadi dan sulit untuk diketahui penyebab pastinya. Faktor paling
dominan yang mempengaruhi penyembuhan luka pasca operasi seksio sesarea adalah personal
hygiene kemudian disusul status gizi dan yang terakhir penyakit DM atau diabetes melitus
(Puspitasari, 2015). Keadaan dimana status gizi seseorang mengalami malnutrisi dapat
mempengaruhi kesembuhan luka, dengan menaikkan kepekaan terhadap infeksi dan menyumbang
peningkatan insidensi komplikasi, perawatan di rumah sakit yang lebih lama, dan tirah baring yang
lebih lama (Prawirohardjo, 2014). Protein merupakan zat pembangun dan pemeliharaan jaringan
tubuh, pengatur proses metabolisme, sebagai pemberi tenaga setelah karbohidrat dan lemak.
Protein berperan penting dalam proses inflamasi, imun dan perkembangan jaringan granulasi untuk
proses penyembuhan luka. Protein dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan regenerasi
(Kartasapoetra, 2010).  

Selain itu, pada pemeriksaan darah lengkap, hemoglobin pasien kurang dari batas normal
(12-16 g/dL) yaitu berada pada 10,35 g/dL. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa
anemia merupakan suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang
dari nilai normal (Proverawati, 2011). Penurunan hemoglobin dalam darah (anemia) akan
mengurangi tingkat oksigen arteri dalam kapiler dan mengganggu perbaikan jaringan
(Prawirohardjo, 2014; Proverawati, 2011). Operasi sectio caesarea akan melibatkan peningkatan
kehilangan darah jika dibandingkan pada persalinan spontan per vaginam. Semakin rendah kadar
hemoglobin maka akan semakin lama proses penyembuhan luka terjadi, hal ini dikarenakan
oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia (Nurani et al., 2015).

Pasien juga mengatakan jarang mengganti baju dikarenakan takut mengenai perban pada
lukanya dan jarang membersihkan atau menyeka daerah perut sehingga personal hygiene pasien
kurang serta jarang mencuci tangan sebelum makan. Hal tersebut juga sesuai dengan teori bahwa
personal hygiene pasien yang kurang meningkatkan infeksi masa nifas. Personal hygiene merupakan
upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh
kesejahteraan fisik dan psikologis. Kurangnya personal hygiene mengakibatkan seseorang rentan
terhadap penyakit karena kuman-kuman menumpuk di badan dan merupakan sumber penyakit
(Nirwana, dkk,2013). Kebersihan diri yang kurang akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri
yang dapat menyebabkan infeksi pada luka bekas operasi dikarenakan luka yang bersih lebih cepat
sembuh daripada luka yang kotor (Tulas, 2017).

Berdasarkan teori yang ada mengenai penyebab wound infection salah satunya adalah
pemberian antibiotik profilaksis. Pada penelitian (Jenks, 2014) menunjukkan bahwa tidak
diberikannya antibiotik profilaksis merupakan faktor risiko kejadian wound infection. Waktu
pemberian antibiotik profilaksis juga berpengaruh terhadap kejadian wound infection pasca bedah
sesar, pemberian antibiotik pre-operatif, intra-operatif, dan post-operatif dapat mengurangi angka
insidennya. Antibiotik yang diberikan meliputi jenis antibiotik yang diberikan dan waktu pemberian
yang ideal. Center for Medicare and Medicaid Services mengungkapkan bahwa pemberian antibiotik
tersebut dilakukan pada satu jam sebelum pelaksanaan pembedahan. Prosedur tersebut
menurunkan angka morbiditas infeksi pada ibu dan tidak menimbulkan infeksi pada bayi dari ibu
tersebut. Di RSUD Bangil sendiri telah diberikan antibiotik profilaksis kepada seluruh pasien sebelum
dilakukan operasi caesar sehingga kemungkinan penyebab tersebut dapat diabaikan.

Penatalaksanaan yang sesuai kasus adalah melakukan perawatan luka  atau wound care,
menganjurkan pasien menjaga personal hygiene dikarenakan kebersihan diri pasien yang kurang,
mengatur diet gizi pasien dengan protein ekstra, menganjurkan mobilisasi karena mempercepat
penyembuhan luka, melakukan observasi luka dan TTV pasien untuk mengetahui perbaikan dari
infeksi, serta pemberian obat per oral sesuai kondisi pasien. Sehingga dari keseluruhan pengkajian
kasus pasien dengan wound infection tersebut dari data subjektif hingga penatalaksanaan yang
dilakukan di RSUD Bangil tidak ada yang menyimpang dari teori.
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Dalam melakukan pengkajian terhadap pasien postpartum dengan Wound infection
dilaksanakan dengan pengumpulan data subjektif yang diperoleh dari hasil wawancara dari
pasien dan data rekam medis. Diperoleh data pasien mengatakan adanya cairan yang keluar
dari kuka SC, dan luka SC berbau. Kejadian ini ditemui ibu 6 hari pasca persalinan.
2. Interpretasi data dilakukan dengan analisa data hasil pengkajian sehingga didapatkan diagnosa
“Post SC hari 6 dengan wound infection”.
3. Tindakan segera yang dilakukan adalah melakukan perawatan luka SC dengan kolaborasi
dengan poli woundcare
4. Penatalaksanaan asuhan nifas patologis pada kasus ini sudah dilaksanakan sesuai dengan
rencana tindakan.
5. Evaluasi pada pasien yaitu cairanyang keluar dari luka semakin sedikit, dari 15cc menjadi 5cc.
6. Dalam penanganan kasus kesehatan reproduksi pada kasus ini tidak ada kesengajangan antara
teori dan praktek.

B. SARAN
1. Bagi Penulis
Diharapkan bagi penulis agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman pada
kasus dalam memberikan asuhan kebidanan pada kasus wound infection.
2. Bagi Profesi
Diharapkan bidan lebih mampu melakukan tindakan segera dan merencanakan asuhan
kebidanan pada kasus wound infection.
3. Bagi Instansi Rumah Sakit
Diharapkan agar mempertahankan dan lebih meningkatkan pelayanan dalam
menangani kasus wound infection, baik dari segi sarana pra sarana, tenaga kesehatan,
maupun penatalaksanaan kasus.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar lebih meningkatkan mutu pendidikan dalam proses pembelajaran
baik teori maupun praktik. Agar mahasiswa dapat meningkatkan pegetahuan dan wawasan
tentang teori-teori dan penatalaksanaan wound infection.

Anda mungkin juga menyukai