Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. H USIA 33 TAHUN


G3 P0 POST PARTUM HARI KE 10
DI UPT PUSKESMAS KONUT

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Kebidanan Holistik Nifas dan Menyusui
Program Studi Profesi Bidan

Disusun Oleh:

NAMA : LILY SARAH

NIM : PO.62.24.2.21.513

KELAS : PROFESI BIDAN ANGKATAN III

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA
PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2021
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. H USIA 33 TAHUN

P3A0 POST PARTUM HARI KE 10

DI UPT PUSKESMAS KONUT

Disusun oleh:

Nama : Lily Sarah

Nim : PO.62.24.2.21.513

Kelas : Pendidikan Profesi Bidan Angkatan III

Tanggal Pemberian Asuhan : 20 November 2021

Disetujui :
Pembimbing Lapangan
Tanggal : November 2021
Di : UPT PKM KONUT

Ema Floridayani, S.Tr.Keb


NIP.18780104 200312 2 005
Pembimbing Institusi
Tanggal : November 2021
Di : Poltekkes Kemenkes Palangka
Raya
Riny Natalina, SST., M.Keb
NIP.19791225 200212 2 002
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktik Kebidanan Fisiologi Holistik Perrsalinan dan


Bayi Baru Lahir
Telah disahkan tanggal : Desember 2021

Mengesahkan,

Pembimbing Institusi,

Riny Natalina, SST., M.Keb


NIP.19791225 200212 2 002

Mengetahui,

Ketua Prodi Sarjana Terapan Koordinator MK Praktik Kebidanan


Kebidanan dan Pendidikan Profesi Holistik Persalinan dan Bayi Baru Lahir
Bidan

Heti Ira Ayue, SST.,M.Keb Linda Puji Astutik, M.Keb


NIP.19781027 200501 2 001 NIP. 19850401 202012 2 002
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa
atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim sampai
enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang
berkaitan dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan
lain sebagainya berkaitan saat melahirkan. Klasifikasi masa nifas (post partum
atau puerperium) adalah  Periode immediate post partum Masa segera setelah
plasenta lahir sampai dengan 24 jam pada masa ini sering terjadi banyak
masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu diperlukan
pemeriksaan teratur terhadap kontraksi uterus, pengeluaran lokea, Tekanan
darah , dan suhu, Periode early post partum (24 jam-1 minggu) pada fase ini
harus dipastikan involusi uteri dalam keadaan normal tidak ada perdarahan,
lokea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan
cairan, ibu dapat menyusui dengan baik, Periode late post partum (1 minggu-5
minggu) pada periode ini tetap dilakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-
hari serta konseling (Jayanti, 2012)
Di Negara berkembang seperti indonesia, masa nifas merupakan masa
yang kritis bagi ibu yang sehabis melahirkan. Dipekirakan bahwa 60%
kematian ibu terjadi setelah persalinan dan 50% diantaranya terjadi dalam
selang waktu 24 jam pertama. Tingginya kematian ibu nifas merupakan
masalah yang komlpeks yang sulit diatasi. Angka Kematian Ibu merupakan
sebagai pengukuran untuk menilai keadaan pelayanan obstretri disuatu negara.
Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan obstretri masih buruk, sehingga
memerlukan perbaikan. Dari laporan WHO di Indonesia merupakan salah satu
angka kematian ibu tergolong tinggi yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian ibu post partum di Indonesia dikarenakan oleh infeksi dan
pendarahan pervaginam. Semua itu dapat terjadi, jika ibu post partum tidak
mengetahui tanda bahaya selama masa nifas. Hal ini disebabkan karena
kurangnya pengetahuan tentang masalah informasi yang diperoleh ibu nifas
(Profil Kesehatan Indonesia.2018)
Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis
pada ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap
normal. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan,
kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang
diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut
membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa nifas ini. Untuk
memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan keluarganya,
seorang bidan harus memahami dan memiliki pengetahauan tentang
perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas dengan baik.
Perubahan Sistem Reproduksi Selama masa nifas, alat-alat interna maupun
eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan
keseluruhan alat genetelia ini disebut involusi (Silma Kamila.2013)
Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu
maupun bayinya. Bagi bayi, menyusui mempunyai peran penting untuk
menunjang pertumbuhan, kesehatan, dan kelangsungan hidup bayi karena ASI
kaya dengan zat gizi dan antibodi. Sedangkan bagi ibu, menyusui dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas karena proses menyusui akan
merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca
melahirkan (postpartum).
UNICEF dan WHO membuat rekomendasi pada ibu untuk menyusui
eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah umur 6 bulan, bayi baru
dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ibu tetap
memberikan ASI sampai anak berumur minimal 2 tahun. Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Kesehatan juga merekomendasikan para ibu
untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya.
Usaha untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif, adalah dengan cara
melakukan perawatan payudara, mengajari teknik menyusui yang benar dan
memperlancar produksi ASI agar tidak terjadi bendungan ASI, mastitis,
peradangan payudara, abses payudara dan komplikasi lebih lanjut akan terjadi
kematian (Suherni, 2019).
B. Rumusan Masalah
“Bagaimana asuhan kebidanan pada ibu Nifas dan Menyusui Ny. H usia 33
tahun P3A0 Post Partum hari ke 10?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan holistik fisiologis nifas dan
menyusui.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada ibu nifas
dan menyusui.
b. Mampu melakukan analisa pada ibu nifas dan menyusui.
c. Mampu melakukan perencanaan asuhan pada pada ibu nifas dan
menyusui.
d. Mampu melakukan implementasi pada pada ibu nifas dan menyusui.
e. Mampu melakukan evaluasi dan dokumentasi pada pada ibu nifas dan
menyusui.
D. Manfaat
Menambah pengalaman nyata dalam mengaplikasikan teori dan
evidence based practice pemberian asuhan kebidanan nifas dan menyusui agar
mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan yang bermutu sesuai dengan standar
pelayanan kebidanan dan evidence based practice.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Masa Nifas Fisiologi


1. Pengertian Masa Nifas
Proses persalinan merupakan proses yang fisiologis dialami oleh
hampir semua wanita, begitu pula masa nifas. Masa nifas adalah masa
dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai enam minggu
setelah melahirkan. Masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang
dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya
memerlukan waktu 6-12 minggu (Nugroho et al., 2016).
Masa nifas merupakan masa setelah proses melahirkan selesai dan
berakhir setelah kira-kira 6-8 minggu hingga organ reproduksi kembali
dalam keadaan normal seperti sebelum hamil (Saleha, 2019).
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas Dan Kunjungan Masa Nifas
a. Tujuan asuhan masa nifas
1. Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal
mengasuh anak
2. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya
3. Mendeteksi masalah, mengobati, merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya.
4. Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan
perawatan bayi sehat.
5. Memberikan pelayanan keluarga berencana
b. Kunjungan masa nifas
Paling sedikitnya 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan
untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, dan untuk
mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi,
berikut adalah frekuensi kunjungan masa nifas:
1. 6-8 jam setelah persalinan
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan; rujuk
jika perdarahan berlanjut.
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri.
4) Pemberian ASI awal.
5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6) Menjaga agar bayi tetap sehat dengan mencegah
hipotermi.
7) Jika petugas kesehatan meolong persalinan, ia harus
tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam
pertama setelah persalinan, atau sampai ibu dan bayi
dalam keadaan stabil.
2. 6 hari setelah persalinan
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal; uterus
berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan
istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
5) Memberikan konseling pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan perawatan bayi sehari-hari.
3. 2 minggu setelah persalinan
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang
diberikan pada kunjungan 6 hari post partum,Memastikan
rahim sudah kembali normal dengan mengukur dan meraba
bagian rahim.
4. 6 minggu setelah persalinan
1) Menanyakan pada ibu mengenai penyulit yang ia atau bayi
alami.
2) Memberi konseling untuk KB sejak dini.
3. Tahapan Masa Nifas
a. Puerperium dini, Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan
untuk berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium internedial, Suatu masa dimana kepulihan dari organ-
organ reproduksi selama kurang lebih enam minggu.
c. Remote puerpenium, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu bila selama pada
waktu persalinan mengalami komplikasi (Nugroho et al., 2016).
4. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Pada Masa Nifas
Bidan memilik perang yang sangat penting dalam pemberian
asuhan post partum. Adapun peran dan tanggung jawab bidan dalam
masa nifas: Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama
masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan
fisik dan psikologis selama masa nifas.
a. Sebagai promotor hubungan ibu dan bayi serta keluarga
b. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa
nyaman.
c. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibu
dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
d. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
e. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mecegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,menjaga gizi
yang baik, serta mempratekkan keberhasilan yang aman.
f. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya
untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
g. Memberikan asuhan secara profesional (Susilo & Feti, 2016).
5. Perubah an Fisiologis Dan Psikologis Masa Nifas
a. Perubahan Fisiologis
1) Uterus
a) Involusi
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan
berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus
(Nurhalimah, 2014). Perubahan ini dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba di mana TFU-
nya (tinggi fundus uteri).
b) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.
Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Lokhea mempunyai reaksi
basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang
lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina
normal (Nurhalimah, 2014).
Lokhea dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan warna
dan waktu keluarnya:
(1) Lokhea Rubra/Merah
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari
ke4 masa post partum. Cairan yang keluar berwarna
merah karena terisi darah segar, jaringan-jaringan sisa
plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi) dan mekonium.
(2) Lokhea Sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan
berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari
ke-7 post partum.
(3) Lokhea Serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi
plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14.
(4) Lokhea Alba/Putih
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel
epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang
70 mati. Lokhea alba dapat berlangsung selama 2-6
minggu post partum.
c) Vagina
Vagina dan lubang vagina pada permukaan puerperium
merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara
berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang sekali
kembali seperti ukuran seorang nulipara. Rugae timbul
kembali pada minggu ketiga. Hymen tampak sebagai
tonjolan jaringan yang kecil, yang dalam proses
pembentukan berubah menjadi karunkulae mitoformis yang
khas bagi wanita multipara.
d) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks post partum
adalah bentuk serviks yang menganga seperi corong. Bentuk
ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga
seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri
terbentuk seperti cincin. Warna serviks sendiri kehitam-
hitaman karena penuh pembuluh darah. Beberapa hari setelah
persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh dua jari,
pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena
robekan dalam persalinan. pada akhir minggu pertama hanya
dapat dilalui oleh 1 jari saja dan lingkaran retraksi
berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervikalis.
e) Payudara
Pengeluaran plasenta saat melahirkan menyebabkan
menurunnya kadar hromon progesterone, estrogen dan
HPL. Akan tetapi kadar hormone prolaktin tetap tinggi. Hal
ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran. Apabila
payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah
meningkat, memuncak dalam priode 45 menit, dan
kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam
kemudian. Keluarnya hormone prolaktin menstimulasi sel
di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormone ini
juga keluar dalam ASI itu sendiri.
f) Sistem Perkemihan
Ibu dianjurkan untuk menghindari peregangan
berlebihan pada kandung kemih yang normalnya hipotonik
segera setelah melahirkan. Poliuria postpartum selama
beberapa hari setelah melahirkan menyebabkan kandung
kemih terisi dalam waktu yang relative singkat dan
diperlukan miksi berulang kali. Ibu hamil mungkin tidak
menyadari adanya peregangan kandung kemih, dan oleh
karena itu mungkin perlu menjadwalkan miksi. Jika terjadi
peregangan berlebih, mungkin diperlukan dekompresi
dengan kateter. Jika hasil dari kateterisasi mencapai >1000
ml atau diperlukan ≥3kali/hari selama beberapa hari
pertama setelah melahirkan, kateter menetap selama 12-24
jam dapat membantu mengembalikan tonus kandung kemih.
g) Sistem Kardiovaskular
Curah jantung mencapai puncaknya segera setelah
pelahiran, yang pada sebagian besar pasien normal
mencapai 80% di atas nilai sebelum persalinan. Keadaan
ini disertai dengan peningkatan tekanan vena dan volume
sekuncup. Setelah itu, terjadi perubahan cepat ke arah nilai
normal wanita yang tidak hamil, terutama selama
seminggu pertama, dengan penurunan 73 bertahap selama
3-4 minggu berikutnya hingga mencapai nilai sebelum
hamil.
b. Perubahan Psikologis
Adapun beberapa pengaruh psikologi pada masa nifas dan
menyusui, antara lain :
1) Masa Taking In (Fokus pada Diri Sendiri)
Masa ini terjadi 1-3 hari pasca-persalinan, ibu yang
baru melahirkan akan bersikap pasif dan sangat
tergantung pada dirinya (trauma), segala energinya
difokuskan pada kekhawatiran tentang badannya. Dia
akan bercerita tentang
persalinannya secara berulang-ulang.
2) Masa Taking On (Fokus pada Bayi)
Masa ini terjadi 3-10 hari pasca-persalinan, ibu menjadi
khawatir tentang kemampuannya merawat bayi dan
menerima tanggung jawabnya sebagai ibu dalam merawat
bayi semakin besar. Perasaan yang sangat sensitive
sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang
hati-hati.
3) Masa Letting Go (Mengambil Alih Tugas sebagai Ibu tanpa
bantuan Nakes)
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab
akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah
melahirkan. Ibu mengambil langsung tanggung jawab dalam
merawat bayinya, dia harus menyesuaikan diri dengan
tuntutan ketergantungan bayinya dan terhadap interaksi social.
Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan.
Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada
fase ini.
c. Faktor Lingkungan
Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat
terutama ibu hamil, bersalin dan nifas adalah faktor lingkungan yaitu
pendidikan di samping faktor-faktor lainnya. Jika masyarakat
mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status
kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak melakukan
kebiasaan/adat-istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu
hamil, bersalin dan nifas. Lingkungan akan terus berubah selama kita
hidup. Jika memasuki suatu fase kehidupan yang baru, akan selalu
terjadi proses penyusuain dengan lingkungan. Stuasi ini dapat
mempengaruhi ibu dalam melakukan perawatan diri pada masa nifas.
Sarana prasarana tersedia di dalam lingkungan guna mendukung dan
mempromosikan prilaku kesehatan. Jasa konsultan dan spesialis dari
petugas kesehatan lain seperti ahli nutrisi, dokter ahli, dan perkerja
sosial harus ada sebagai usaha dalam membantu pasien mendapatkan
keterampilan yang di perlukan untuk mencapai atau menjaga
kesehatan dan kesejahteraan agar tetap optimal.
d. Faktor Sosial Budaya
Ibu merasa sulit menyesuaikan dengan peran baru sebagai ibu. Apalagi
kini gaya hidupnya akan berubah drastis. Ibu merasa dijauhi oleh
lingkungan dan merasa akan terasa terikat terus pada si kecil.
Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam penanganan ibu
post partum blues. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa
dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual,
sosial dan  psikologis secara bersama-sama dengan melibatkan
lingkungannya, yaitu suami, keluarga dan teman dekatnya.
e. Faktor Ekonomi
Status ekonomi merupakan simbol status sosial di masyarakat.
Pendapatan yang tinggi menunjukan kemampuan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi faedah zat gizi untuk ibu
hamil. Sedangkan kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong
ibu nifas untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan kesehatan. Orang tua yang mempunyai kondisi ekonomi
rendah lebih sulit dengan kelahiran masing-masing anak dan yang tidak
menggunakan KB efektif, mungkin menemukan komplikasi pada
proses persalinan. Keluarga dengan kelahiran anggota baru terlihat
beban keuangan yang dapat meningkatkan stress. Stress ini
mempengaruhi perilaku orang tua, membuat masa transisi orang
menjadi sulit.
6. Kebutuhan Dasar Masa Nifas
a. Nutrisi dan Cairan
Kebutuhan nutrisi pada ibu nifas membutuhkan gizi seimbang,
nutrisi cukup, terutama kebutuhan protein dan karbohidrat. Gizi pada
ibu menyusui mempengaruhi produksi air susu. Nutrisi pada ibu
nifas yang terpenting dapat membantu involusi dan produksi ASI
yang optimal.
1. Mengkonsumsi tambahan kalori 500 tiap hari
2. Diet berimbang yaitu makanan yang mengandung karbohidrat
yang cukup, protein dan vitamin yang tinggi serta mineral yang
cukup
3. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari, yaitu menganjurkan ibu
untuk minum air hangat kuku setiap kali hendak menyusui.
4. Konsumsi zat besi
5. Konsumsi kapsul vitamin A
6. Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya
makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan,
sayur-sayuran dan buah buahan
b. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus beristirahat, tidur
telentang selama 8 jam post partum. Kemudian boleh miring ke
kiri/kanan untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli,
pada hari kedua dibolehkan duduk, hari ketiga diperbolehkan jalan-
jalan. Mobilisasi diatas punyai variasi, bergantung pada komplikasi
persalinan, nifas dan sembuhnya luka.
c. Eliminasi
1. Miksi
Hendaknya BAK dapat dilakukan sendiri secepatnya
kadang-kadang mengalami sulit BAK karena springter uretra
tertekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskullo
spingter ani selama persalinan juga oleh karena adanya oedema
kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung
kemih penuh dan sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi.
2. Defekasi
BAB seharusnya dilakukan 3 – 4 hari post partum. Bila
masih sulit BAB dan terjadi obstipasi dapat diberika obat
rangsangan per oral atau per rektal. Jika masih belum bisa dapat
dilakukan klisma.
d. Kebersihan diri dan perineum
Ibu nifas dianjurkan untuk: menjaga kebersihan seluruh
tubuh, mengajarkan ibu cara membersihkan daerah kelamin,
menyarankan ibu mengganti pembalut setiap kali mandi,
BAB/BAK, paling tidak dalam waktu 3-4 jam, menyarankan
ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum
menyentuh kelamin, anjurkan ibu tidak sering menyentuh luka
episiotomi dan laserasi, pada ibu post sectio caesaria (SC), luka
tetap di jaga agar tetap bersih dan kering, tiap
hari di ganti balutan.
e. Perawatan payudara
Telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas,
tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.
Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara:
1) Pembalutan mammae sampai tertekan
2) Pemberian obat esterogen untuk supresi LH
f. Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi sejak dari kehamilan terjadi
perubahan pada kelenjar mammae. Bila bayi mulai disusui, isapan
pada puting merupakan rangsangan yang psikis yang secara
reflektoris, mengakibatkan oksitosin dikeluarkan oleh hipofise.
Produksi ASI akan lebih banyak. Sebagai efek positif adalah
involusi uteri akan lebih sempurna. Disamping itu, ASI
merupakan makanan utama bagi bayi yang tidak ada
bandingannya.
g. Istirahat
1. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup
2. Sarankan kembali pada kegiatan rumah tangga secara perlahan
3. Sarankan untuk istirahat siang selagi bayi tidur
4. Kurang istirahat dapat menyebabkan
f. Seksual
1. Secara fisik aman, begitu darah merah berhenti dan ibu dapat
memasukkan satu atau dua jari
2. Tradisi yang menunda hubungan suami istri sampai waktu
tertentu. Hal ini tergantung pasangan
3. Begitu darah merah berhenti, boleh melakukan hubungan
suami istri
4. Untuk kesehatan sebaiknya ibu mengikuti program KB
5. Pada saat permulaan hubungan seksual perhatikan jumlah
waktu, penggunaan kontrasepsi (jika menggunakan),
dispareuni, kenikmatan dan kepuasan wanita dan pasangan
serta masih dalam hubungan seksual
g. Keluarga Berencana
Waktu yang paling tepat untuk KB sebetulnya sesaat setelah
ibu melahirkan. Namun kondisi ini juga bergantung dari jenis
kontrasepsi yang hendak ibu pilih, serta apakah ibu meyusui
bayinya atau tidak.
h. Latihan/ senam nifas
Latihan yang paling penting untuk dilakukan dalam
beberapa minggu pertama setelah melahirkan adalah beristirahat
dan mengenal bayinya. Relaksasi dan tidur adalah hal yang sangat
penting. Semua wanita akan sembuh dari persalinannya dengan
waktu yang berbeda-beda, ingatkan ibu agar bersikap ramah
terhadap dirinya sendiri. Banyak diantara senam post partum
sebenarnya adalah sama dengan senam antenatal.
7. Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas
a. Infeksi
Masa Nifas Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada
semua alat genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan
ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 380c tanpa
menghitung hari pertama dan berturut-turut selama 2 hari.
b. Perdarahan
Masa Nifas Perdarahan bisa terjadi segera begitu setelah
melahirkan. Terutama di dua jam pertama yang kemungkinannya
sangat tinggi. Perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi:
1. Perdarahan pascapersalinan primer (Erly Postpartum
Haemorrhage atau perdarahan pascapersalinan segera).
Perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama
perdarahan pasca persalinan pasca persalinan primer adalah
antoniauteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan
lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan pasca persalinan sekunder (Late Postpartum
Haemorrhage, atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan
pasca persalinan lambat). Perdarahan terjadi setelah 24 jam
pertama. Penyebab utama perdarahan pascapersalinan sekunder
adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.
Perdarahan pascapersalinan ada kalanya merupakan perdarahn
yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu
dapat jatuh kedalam keadaan syok, tau dapat berupa perdarahan
yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga
bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan
berjumlah banyak. Karena itu, penting sekali pada setiap ibu
yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin,
serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu dan
periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.
c. Keadaan Abnormal Pada Payudara Beberapa keadaan abnormal yang
mungkin terjadi adalah:
1. Bendungan ASI
Disebabkan oleh penyumbatan pada saluran ASI.Keluhan
mamae bengkak, keras, dan terasa panas sampai suhu badan
meningkat.
2. Mastitis
Disebabkan payudara bengkak karena tidak disusui secara
adekuat, akhirnya terjadi mastitis, puting susu lecet akan
memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara
bengkak, bra yang terlalu ketat. Gejala yang dirasakan payudara
bengkak, nyeri pada seluruh payudara/nyeri lokal, kemerahan
pada seluruh payudara, payudara keras, terdapat benjolan, suhu
badan meningkat dan rasa sakit pada seluruh badan.
3. Abses payudara
Abses payudara merupakan kelanjutan dari mastitis.hal ini
disebabkan karena meluasnya peradangan dalam payudara.
Gejala yang dirasakan ibu tampak parah sakitnya, payudara
lebih merah dan mengkilap dan benjolan lebih lunak karena
berisi nanah, sehingga perlu diinsisi untuk mengeluarkan nanah.
8. Masalah Atau Ketidaknyamanan Pada Masa Nifas
Ketidaknyamanan pasca partum disebabkan oleh trauma perineum
selama persalinan dan kelahiran, involusi uterus, proses pengembalian
ukuran rahim ke ukuran semula, pembengkakan payudara dimana alveoli
mulai terisi ASI, kekurangan dukungan dari keluarga dan tenaga
kesehatan, ketidaktepatan posisi duduk, dan faktor budaya (PPNI, 2016).
Terdapat beberapa ketidaknyamanan pada masa nifas. Meskipun
dianggap normal, ketidaknyamanan tersebut dapat menyebabkan distres
fisik yang bermakna.
a. Nyeri setelah melahirkan
Nyeri setelah melahirkan disebabkan oleh kontraksi dan
relaksasi uterus yang berurutan yang terjadi secara terus menerus.
Nyeri ini lebih umum terjadi pada paritas tinggi dan pada wanita
menyusui. Alasan nyeri yang lebih berat pada wanita dengan paritas
tinggi adalah penurunan tonus otot uterus secara bersamaan,
menyebabkan relaksasi intermiten. Berbeda pada wanita primipara
yang tonus ototnya masih kuat dan uterus tetap berkontraksi tanpa
relaksasi intermiten. Pada wanita menyusui, isapan bayi
menstimulasi produksi oksitosin oleh hipofise posterior. Pelepasan
oksitosin tidak hanya memicu refleks let down (pengeluaran ASI)
pada payudara, tetapi juga menyebabkan kontraksi uterus. Nyeri
setelah melahirkan akan hilang jika uterus tetap berkontraksi dengan
baik saat kandung kemih kosong. Kandung kemih yang penuh
mengubah posisi uterus ke atas, menyebabkan relaksasi dan
kontraksi uterus lebih nyeri.
b. Keringat berlebih
Ibu post partum mengeluarkan keringat berlebihan karena
tubuh menggunakan rute ini dan diuresis untuk mengeluarkan
kelebihan cairan interstisial yang disebabkan oleh peningkatan
normal cairan intraselular selama kehamilan. Cara menguranginya
sangat sederhana yaitu dengan membuat kulit tetap bersih dan
kering.
c. Pembesaran payudara
Diperkirakan bahwa pembesaran payudara disebabkan oleh
kombinasi akumulasi dan stasis air susu serta peningkatan
vaskularitas dan kongesti. Kombinasi ini mengakibatkan kongesti
lebih lanjut karena stasis limfatik dan vena. Hal ini terjadi saat
pasokan air susu meningkat, pada sekitar hari ketiga post partum
baik pada ibu menyusui maupun tidak menyusui dan berakhir sekitar
24 hingga 48 jam.
d. Nyeri perineum
Beberapa tindakan dapat mengurangi ketidaknyamanan atau
nyeri akibat laserasi atau luka episiotomi dan jahitan laserasi atau
episiotomi tersebut. Sebelum tindakan dilakukan, penting untuk
memeriksa perineum untuk menyingkirkan komplikasi seperti
hematoma. Pemeriksaan ini juga mengindikasikan tindakan lanjutan
apa yang mungkin paling efektif.
e. Konstipasi
Rasa takut dapat menghambat fungsi bowel jika wanita takut
bahwa hal tersebut dapat merobek jahitan atau akibat nyeri yang
disebabkan oleh ingatannya tentang tekanan bowel pada saat
persalinan. Konstipasi lebih lanjut mungkin diperberat dengan
longgarnya abdomen dan oleh ketidaknyamanan jahitan robekan
perineum derajat tiga atau empat.
f. Hemoroid
Jika wanita mengalami hemoroid, mungkin mereka sangat
merasakan nyeri selama beberapa hari. Hemoroid yang terjadi
selama masa kehamilan dapat menimbulkan trauma dan menjadi
lebih edema selama kala dua persalinan.
9. Standar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas
Berikut ini  standart pelayanan nifas dalam kebidanan (Kemenkes, 2015):
a. Standart 14 : Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan.
Bidan melakukan pemantauan pada ibu dan bayi terhadap
terjadinya komplikasi  dalam dua jam  setelah persalinan, serta
melakukan tindakan yang diperlukan. Di samping itu, bidan
memberikan penjelasan tentang hal – hal yang mempercepat
pulihnya kesehatan ibu dan membantu ibu untuk memulai pemberian
ASI.
b. Standart 15 : Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas.
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui
kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua, dan minggu ke
enam setelah persalinan untuk membantu proses pemulihan ibu dan
bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini,
penanganan, atau perujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada
masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara
umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi
baru lahir, pemberian ASI, Imunisasi dan Disamping standart untuk
pelayanan kebidanan dasar ( antenatal, persalinan, dan nifas ),
berikut merupakan standart penanganan obstetric-neonatus yang
harus dikuasai bidan untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi.
c. Standart  21 : Penanganan perdarahan post partum primer
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24
jam pertama setelah persalinan ( perdarahan postpartum primer ) dan
segera melakukan pertolongan pertama untuk mengendalikan
perdarahan.
d. Standart 22  : Penanganan perdarahan post partum sekunder
Bidan  mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta
gejala perdarahan post partum sekunder, dan melakukan pertolongan
pertama untuk menyelamatkan jiwa ibu dan atau merujuknya.
e. Standart  23 : Penanganan sepsis puerpuralis
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis
puerpuralis, serta melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.
10. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas
Pengkajian fisik dan psikologis, Pengkajian riwayat kesehatan ibu,
Pemeriksaan fisik (Tanda-tanda vital, Payudara, Uterus, Kandung kemih,
Genetalia, Perineum, Ekstrimitas bawah), Pengkajian psikologis,
Pengkajian pengetahuaan ibu tentang perawatan pada masa nifas,
Interpretasi Data : diagnosa/ masalah aktual (Masalah nyeri, Masalah
infeksi, Masalah cemas, perawatan perineum, payudara, ASI ekslusif,
Masalah KB, Gizi, tanda bahaya, senam), Rumusan diagnosa/ masalah
Potensial (Gangguan perkemihan : BAB, Hubungan seksual), Rencana
asuhan kebidanan (monitoring tanda-tanda vital, monitoring involusio,
monitoring perdarahan, nyeri, infeksi, cemas, KIE (Perawatan tentang
perineum, payudara, ASI ekslusif, KB, Gizi, tanda bahaya, senam,Teknik
menyusui bayi, Persiapan menjadi orang tua, Persiapan pasien pulang,
Anticipatori guidance), Pelaksanaan tindakan mandiri dan kolaborasi
asuhan kebidanan (Tindakan mandiri, Kolaborasi, KIE/Pendidikan
kesehatan, Evaluasi asuhan kebidanan dan tindak lanjut), Dokumentasi
asuhan masa nifas dan menyusui (Kemenkes, 2015).
B. Konsep Dasar Ibu Menyusui
1. Pengertian Menyusui
Menyusui merupakan pemberian air susu kepada bayi baik secara
langsung pada payudara ibu ataupun melalui proses
pemerasan (expressed breast-feeding). Definisi tersebut hanya berfokus
pada dosis atau banyak ASI yang diberikan tanpa memperhatikan durasi
pemberian ataupun makanan lain yang ikut diberikan pada bayi
(Purwanti, 2019 ).
Sedangkan menyusui secara eksklusif atau biasa disebut ASI
eksklusif adalah pemberian ASI mulai dari bayi lahir sampai usia 6 bulan
tanpa diberikan makanan atau cairan lain baik berupa makanan ataupun
cairan (kecuali obat, vitamin, ORS) yang diberikan baik secara langsung
melalui payudara ibu ataupun dengan diperas (expressed breast-feeding).
Jadi, definisi menyusui didasarkan pada apa yang bayi makan untuk
mengesampingkan bagaimana bayi diberi makan.
2. Peran Bidan Pada Masa Menyusui
Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI adalah :
a. Meyakinkan bahwa bayi memperoleh makanan yang mencukupi dari
payudara ibunya.
b. Membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui
bayinya sendiri. Bidan dapat memberikan dukungan dalam
pemberian ASI, yaitu dengan :
2) Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama
beberapa jam pertama.
3) Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk
mencegah masalah umum yang timbul.
4) Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
5) Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat
gabung).
6) Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin
7) Memberikan kolustrum dan ASI saja.
8) Menghindari susu botol dan “dot empeng”.
3. Komposisi Gizi Dalam ASI
Air susu ibu merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.
Komposisi ASI berubah menurut stadium penyusuan. Komposisi ASI
tidak dapat di tiru dengan pemberian susu formula (Marliandiani, 2015).
a. Kolostrum
Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar, berwarna
kuning keemasan, kental, dan lengket. Kolostrum disekresi oleh
kelenjar payudara pada hari pertama sampai hari keempat
pascapersalinan. Kolostrum mengandung tinggi protein, mineral,
garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih, dan antibodi yang tinggi
dari pada ASI matur. Selain itu kolostrum mengandung rendah
lemak dan laktosa. Protein utama dalam kolostrum adalah
imunoglobulin (IgG, IgA, dan IgM) yang digunakan sebagai zat
antibodi untuk mencegah dan menetralisasi bakteri, virus, jamur dan
parasit. Volume kolostrum antara 150-300 ml/24 jam dalam
payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari.
Kolostrum juga sebagai pencahar ideal untuk membersihkan zat
yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan
mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi bayi (Marlindiani,
2015).
b. ASI Transisi/Peralihan ASI peralihan diproduksi pada hari keempat
atau ketujuh sampai hari ke10/ke-14 setelah kolostrum sampai
sebelum ASI matang. Pada ASI transisi kadar lemak, laktosa, dan
vitamin larut air lebih tinggi, kadar protein dan mineral lebih redah,
serta lebih banyak kalori (Marlindiani, 2015).
c. ASI matur ASI matur keluar setelah hari ke-14 dan seterusnya. ASI
matur akan terlihat lebih encer daripada susu sapi. pada tahap ini,
ASI banyak mengandung nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh bayi.
Air susu matur merupakan nutrisi yang terus berubah disesuaikan
dengan stimulasi saat laktasi. ASI merupakan makanan satu-satunya
paling baik bagi bayi sampai usia enam bulan. Air susu matur
memiliki dua tipe yaitu foremilk dan hindmilk. Foremilk merupakan
ASI yang keluar lebih dulu saat ibu menyusui. Sifat foremilk lebih
encer, tinggi laktosa, dan protein yang penting untuk pertumbuhan
otak dan berfungsi sebagai penghilang rasa haus pada bayi.
Hindmilk keluar beberapa saat setelah foremilk , sifatnya lebih
kental dan kandungan lemak lebih tinggi sehingga memberikan efek
kenyang pada bayi, serta bermaanfaat untuk pertumbuhan fisik anak
(Malindiani Yefi & Ningrum N.P, 2015).
Komposisi ASI menurut Marlindiani (2015) antara lain sebagai
berikut :
a. Laktosa
Laktosa 7g/100 ml merupakan jenis karbohidrat utama dalam ASI
yang berperan penting sebagai sumber energi. Selain itu laktosa
juga diolah menjadi glukosa dan galaktosa yang berperan dalam
perkembangan sistem saraf.
b. Lemak
Lemak 3,7-4,8g/100ml, merupakan zat gizi terbesar kedua
pada ASI dan menjadi sumber energi utama bayi serta berperan
dalam pengaturan suhu tubuh bayi. Lemak di ASI mengandung
komponen asam lemak esensial yaitu asam linoleat dan asam alfa
linoleat yang akan diolah oleh tubuh bayi menjadi AA dan DHA.
AA dan DHA berfungsi untuk perkembangan otak bayi.
c. Vitamin
Kandungan vitamin dalam ASI antara lain vitamin E banyak
terkandung dalam kolostrum, vitamin K berfungsi sebagai
katalisator pada proses pembekuan darah, vitamin D berfungsi
untuk pembentukan tulang dan gigi.
d. Garam dan mineral
jumlah zat besi dalam ASI termasuk sedikit tetapi mudah
diserap. Jumlah zat besi berasal dari persediaan zat besi sejak bayi
lahir, dari pemecahan sel darah merah dan zat besi yang terkandung
dalam ASI. Zat besi diperlukan untuk pertumbuhan perkembangan
dan imunitas, juga diperlukan untuk mencegah penyakit
akrodermatitis enteropatika.
e. Oligosakarida
Oligosakirida 10-12 g/l merupakan komponen bioaktif di ASI
yang berfungsi sebagai prebiotik karena terbukti meningkatkan
jumlah bakteri sehat yang secara alami hidup dalam sistem
pencernaan bayi.
f. Protein
Protein dalam susu yaitu kasein dan whey kadarnya 0,9%.
Protein 0,8-1,0 g/100 ml, merupakan komponen dasar dari protein
adalah asam amino berfungsi sebagai pembentuk struktur otak.
Beberapa asam amino tertentu yaitu taurina, triptopan, dan
fenilalanina merupakan senyawa yang berperan dalam proses
ingatan. (Marlindiani Yefi, 2015).
4. Cara Memperbanyak ASI
Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan terbaik yang sangat
dibutuhkan oleh bayi. ASI mengandung berbagai zat yang penting
untuk tumbuh kembang bayi dan sesuai dengan kebutuhannya. Meski
demikian, tidak semua ibu mau menyusui bayinya karena berbagai
alasan. Misalnya takut gemuk, sibuk, payudara kendor dan sebagainya.
Di lain pihak, ada juga ibu yang ingin menyusui bayinya tetapi
mengalami kendala. Biasanya ASI tidak mau keluar atau produksinya
kurang lancar.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi produksi ASI. Produksi dan
pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon, yaitu prolaktin dan
oksitosin. Prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan
oksitosin mempengaruhi proses pengeluaran ASI. Prolaktin berkaitan
dengan nutrisi ibu, semakin asupan nutrisinya baik maka produksi yang
dihasilkan juga banyak. Mengeluarkan ASI diperlukan hormon oksitosin
yang kerjanya dipengaruhi oleh proses hisapan bayi. Semakin sering
puting susu dihisap oleh bayi maka semakin banyak pula pengeluaran
ASI. Hormon oksitosin sering disebut sebagai hormon kasih sayang.
Sebab, kadarnya sangat dipengaruhi oleh suasana hati, rasa bahagia, rasa
dicintai, rasa aman, ketenangan, relaks. Berikut hal hal yang
mempengaruhi produksi ASI :
a. Makanan
Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh
terhadap produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup
akan gizi dan pola makan yang teratur, maka produksi ASI akan
berjalan dengan lancar.
b. Ketenangan jiwa dan pikiran
Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan
dan pikiran harus tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan,
sedih dan tegang akan menurunkan volume ASI.
c. Penggunaan alat kontrasepsi
Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan
dan pikiran harus tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan,
sedih dan tegang akan menurunkan volume ASI.
d. Perawatan payudara
Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara
mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan
oksitosin.
e. Anatomis payudara
Jumlah lobus dalam payudara juga mempengaruhi produksi
ASI. Selain itu, perlu diperhatikan juga bentuk anatomis papila atau
puting susu ibu.
f. Faktor fisiologi
ASI terbentuk oleh karena pengaruh dari hormon prolaktin
yang menentukan produksi dan mempertahankan sekresi air susu.
g. Pola istirahtat
Faktor istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI.
Apabila kondisi ibu terlalu capek, kurang istirahat maka ASI juga
berkurang.
h. Faktor isapan anak atau frekuensi penyusuan.
Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu, maka
produksi dan pengeluaran ASI akan semakin banyak. Akan tetapi,
frekuensi penyusuan pada bayi prematur dan cukup bulan berbeda.
Studi mengatakan bahwa pada produksi ASI bayiprematur akan
optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama
bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena
bayi prematur belum dapat menyusu. Sedangkan pada bayi cukup
bulan frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali perhari selama 2 minggu
pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang
cukup. Sehingga direkomendasikan penyusuan paling sedikit kali
perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan
ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar
payudara.
i. Berat lahir bayi Bayi berat lahir rendah (BBLR)
Mempunyai kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah
dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan
mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama
penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang
akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam
memproduksi ASI.
j. Umur kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi poduksi ASI.
Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang
dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara
efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir
cukup bulan. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur
dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya
fungsi organ.
k. Konsumsi rokok dan alkohol
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan
mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI.
Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin
akan menghambat pelepasan oksitosin.Meskipun minuman alkohol
dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih rileks
sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain etanol
dapat menghambat produksi oksitosin.
5. Tanda Bayi Cukup ASI Dan Ukuran Lambung Bayi
a. Bayi kencing setidaknya 6 kali dlm 24 jam dan warnanya jernih
sampai kuning muda.
b. Bayi sering BAB berwarna kekuningan “berbiji”.
c. Bayi tampak puas, sewaktu-waktu mrs lapar, bangun dan tidur
cukup.
d. Bayi setidaknya menyusu 10-12 kali dlm 24 jam.
e. Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali selesai menyusui.
f. Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI, setiap kali bayi
mulai menyusu.
g. Bayi bertambah berat badannya.
6. ASI Eksklusif
ASI adalah makanan alamiah untuk bayi yang mengandung
nutrisinutrisi dasar dan elemen dengan jumlah yang sesuai untuk
pertumbuhan bayi. ASI Eksklusif adalah pemberian ASI sedini
mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi
makanan lain sampai umur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai
dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberi ASI sampai umur 2
tahun (Purwanti, 2019 ).
ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan
cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan
tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,
biskuit, bubur nasi tim. Pemberian ASI Eksklusif ini dianjurkan untuk
jangka waktu selama 6 bulan pertama, setelah bayi berumur 6 bulan, ia
harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI
dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih (Roesli, 2018).
7. Cara Menyusui Yang Benar Dan Cara Penyimpanan ASI
a. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan
pada putting dan di sekitar kalang payudara. Cara ini mempunyai
manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban putting susu.
b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.
1) Ibu duduk atau barbaring dengan santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak
menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
2) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan,
kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak
menengadah, dan bokong bayi ditahan dengan telapak).
3) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu, dan yang satu
didepan.
4) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap
payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi)
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
6) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang (Icemi, 2015)
c. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain
menopang di bawah, jangan menekan puting susu atau kalang
payudara saja.
d. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflex) dengan
cara:
1) Menyentuh pipi dengan putting susu atau,
2) Menyentuh sisi mulut bayi.
e. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan
ke payudara ibu dan putting serta kalang payudara dimasukkan ke
mulut bayi:
1) Usahakan sebagian besar kalang payudara dapat masuk ke mulut
bayi, sehingga putting susu berada di bawah langit-lagit dan
lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan
ASI yang terletak di bawah kalang payudara. Posisi yang salah,
yaitu apabila bayi hanya mengisap pada putting susu saja, akan
mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan putting
susu lecet.
2) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau
disangga lagi (Hesty, 2018)
8. Hambatan Atau Masalah Dalam Pemberian ASI
a. Masalah masa antenatal (Sulystyawati, 2019)
Putting susu yang tidak menonjol sebenarnya tidak selalu
menjadi masalah. Secara umum, ibu tetap masih dapat menyusui
bayinya dan upaya selama antenatal umumnya kurang berfaedah,
seperti memanipulasi putting dengan perasat Hoffman, menarik-
narik putting, atau penggunaan breastshield dan breastshell. Yang
paling efisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah isapan
langsung bayi yang kuat.
b. Pada masa setelah persalinan dini
1) Putting susu lecet
Pada keadaan ini, seorang ibu sering menghentikan proses
menyusui karena sakit. Dalam hal ini, yang perlu dilakukan oleh
ibu adalah mengecek bagaimana perlekatan ibu dan bayi, serta
mengecek apakah terdapat infeksi candida (di mulut bayi)
2) Payudara bengkak
Sebelumnya, kita perlu membedakan antara payudara
penuh karena berisi ASI dengan payudara bengkak. Pada
payudara penuh, gejala yang dirasakan pasien adalah rasa berat
pada payudara, panas, dan keras, sedangkan pada payudara
bengkak akan terlihat payudara odem, Pasien merasakan sakit,
putting susu kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, ASI
tidak akan keluar bila diperiksa atau diisap, dan badan demam
setelah 24 jam.

3) Abses Payudara (mastitis)


Mastitis adalah peradangan pada payudara. Ada 2 jenis
mastitis, yaitu non-infective mastitis (hanya karena
pembendungan ASI/milk statis dan infective mastitis (telah
terinfeksi bakteri). Gejala yang ditemukan adalah payudara
menjadi merah, bengkak, kadang disertai rasa nyeri dan panas,
serta suhu meningkat. C.
c. Pada masa setelah persalinan lanjut
1) Sindrom ASI kurang
Ibu dan bayi dapat saling membantu agar produksi ASI
meningkat dan bayi dapat terus memberikan isapan efektifnya.
Pada keadaan tertentu, ketika produksi ASI memang sangat
tidak memadai, perlu upaya yang lebih, misalnya relaksasi dan
bila perlu dapat dilakukan pemberian ASI suplementer.
2) Ibu yang bekerja
Sering kali alasan pekerjaan membuat seorang ibu merasa
kesulitan untuk memberikan ASI secara eksklusif. Banyak di
antaranya disebabkan karena ketidaktahuan dan kurangnya
minat untuk meyusui bayinya.
3) Pengeluaran ASI
Keluarkan ASI sebanyak mungkin dan tamping di dalam
cangkir atau gelas yang bersih. Meskipun langkah ini
kelihatannya sederhana, namun tidak ada salahnya jika
bidan/perawat memberikan bimbingan teknik memerah ASI
yang tepat.
C. Evidence Based Midwifery
1. Menurut Yusari Asih tahun 2017 dalam jurnal “ Pengaruh Pijat
Oksitosin Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Nifas”.
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran ASI.Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang
tulang belakang sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan
usaha untuk merangsang hormone prolactin dan oksitosin setelah
melahirkan.
Menurut Juli astututi tahun 2019 dalam jurnal “ Efektifitas Daun
Katuk (Sauropus Androgynus) Terhadap Kecukupan ASI Pada Ibu
Menyusui Di Puskesmas Kuta Baro Aceh Besar”.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan laju sekresi
dan produksi ASI adalah melalui penggunaan obat ramuan tradisional
seperti ekstrak daun katuk. Daun katuk dapat dikonsumsi dengan
mudah,daun katuk dapat direbus dan diproduksi sebagai fitofarmaka
yang berkhasiat untuk melancarkan ASI.Kandungan galactagogue dalam
daun katu mampu memicu peningkatan produksi ASI. Pada daun katuk
juga mengandung steroid dan polifenol yang dapat meningkatkan kadar
prolactin.
2. Dalam Jurnal “ Asupan Gizi dan Pola Makan Ibu Menyusui ASI
Eksklisif Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Irahim Aji Kota
bandung”.Menurut Yusrima Syamsina Wardani.dkk tahun 2019.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kekurangan gizi pada bayi
adalah kuantitas dan kualitas produksi ASI dari asupan gizi ibu yang
kurang selama menyusui. Asupan gizi ibu selama menyusui
mempengaruhi energi,komponen makronutrien dan mikronutrien dalam
ASI. Pemenihan menu gizi seimbang yang dianjurkan untuk ibu
menyusui adalan protein,vitamin A,Vitamin B,kalsium,zat besi, dan zeng
untuk memproduksi ASI .

Menurut Arifa Yusrina dan shrimarti tahun 2016 dalam jurnal “


Faktor yang Mempengaruhi Niat Ibu Memberikan ASI Eklusif di
kelurahan Magersari,Sidoarjo”.
Pemberian ASI ekslusif merupakn proses pemberian makan pada bayi
yang berupa ASI saja tanpa makanan tambahan lainnya hingga bayi umur
6 bulan.ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna ,praktis ,
murah dan bersih karena langsung diminum dari payudara ibu. ASI
mengandung semua jenis zat gizi dan cairan yang dibutuhkan bayi untuk
memenuhi kebutuhan gizi di 6 bulan pertama.
3. Jurnal “ Pelayanan Keluarga Berencana Pasca Persalinan Dalam
Upaya Mendukung Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu”
oleh Friska Megawati Sitorus dan Julia Magdalena Siahaan tahun
2018.
KB Pascasalin sebenarnya bukan hal yang baru,karena sejak
2007,melalui program perencanaan kehamilan dan pencegahan
komplikasi (P4K) didalamnya terdapat amanat persalinan yang memuat
tentang perencanaan KB setelah bersalin. Penerapan KB pasca persalinan
ini sangat penting karena kembalinya kesuburan pada seorang ibu setelah
melahirkan tidak dapat di prediksi dan dapat terjadi sebelum datangnya
siklus haid. Kontrasepsi seharusnya sudah digunakan sebelum aktifitas
seksual dimulai ,oleh karena itu sangat strategis untuk memulai
kontrasepsi seawal mungkin setelah persalinan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Judul Kasus
Asuhan Kebidanan Kebidanan Pada Ny. H usia 33 tahun P3 A0 Post
Partum hari ke 10 di UPT Puskesmas Konut.
B. Pelaksanaan Asuhan
Hari/ tanggal : Sabtu,20 Nopember 2021
Pukul : 10.00 WIB
Pengkaji : Lily Sarah
C. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. H Nama Suami : Tn. A
2. Umur : 33 Th Umur : 32 Th
3. Bangsa : Indonesia Bangsa : Indonesia
4. Agama : Kristen Protestan Agama : Kristen P
5. Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
7. Alamat : Jl. Datah Parang Alamat : Jl. Datah
Parang

D. Data Subjektif
- Ibu mengatakan habis melahirkan anak ke 3, 10 hari yang lalu
- Ibu mengatakan masih keluar cairan kuning kecoklatan dari jalan lahir
- Ibu mengatakan Produksi ASI sedikit ,bayinya agak rewel
- Tanggal persalinan 10-11-2021 Pukul 12.00 Wib
E. Data Objektif
- K/u : Baik, Kesadaran : Composmentis
- TD : 110/80 mmHg, N : 80 x/m, R: 20 x/m, S : 36,8oC
- Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi Head to toe Normal tidak ada kelainan ,Pengeluaran ASI
sedikit
- Palpasi : TFU tidak teraba,kandung kemih kosong
- Pengeluaran pervagina : Lochea Serosa
F. Assesment
Diagnosa : Ny. H Usia 33 P3 A0 Post Partum hari ke 10
Masalah : Produksi ASI sedikit
Kebutuhan : KIE tentang pemenuhan Nutrisi dan cara meningkatkan
produksi ASI
G. Penatalaksanaan
1. Melakukan komunikasi teraupetik : Ibu merespon dengan baik
Rasinalisasi : Proses komunikasi yang baik dapat memberikan
pengerian tingkah laku pasien dalam mengatasi persoalan yang
dihadapi pada tahap perawatan (Mechi,dkk.2019).
2. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan janin saat
ini dalam keadaan baik : ibu senang dengan keadaannya.
Rasionalisasi : Dalam hal ini klien berhak tahu segala sesuatu dengan
tindakan dan keadaan yang dilakukan ( Siringgoringgo.2017).
3. Mengajari ibu dan keluarga untuk melakukan pijat oksitosin untuk
memperlancar produksi ASI ; ibu dan keluarga mengerti dengan
penjelasan dan bersedia melakukannya.
Rasionalisasi: Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang
belakang (Vetebrae) sampai tulang Costae kelima dan keenam untuk
merangsang hormon prolactin dan oksitosin setelah melahirkan, baik
untuk merangsang keluarnya ASI maupun untuk involusi uterus
( Yusari Asih.2017).
4. Memberikan KIE tentang asupan gizi dan pola makan untuk
meningkatkan produksi ASI; ibu mengerti dengan penjelasan yang
diberikan .
Rasionalisasi: Asupan gizi ibu selama menyusui mempengaruhi
energi,komponen mikronutrien dan makronutrien dalam ASI.
Pemenuhan gizi seimbang yang dianjurkan untuk ibu menyusui adalah
protein,Vitamin A dan B,kalsium ,Zat besi dan seng untuk
memproduksi ASI ( Yusrima,dkk.2021).

5. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi rebusan daun katuk ; ibu


bersedia melakukannya.
Rasionalisasi : Daun Katuk dapat meningkatkan kuantitas produksi
ASI karena kandungan alkolid dan sterol ,daun katuk juga
mengandung steroid dan polifenol yang dapat meningkatkan prolactin
yaitu salah satu hormone yang mempengaruhi produksi ASI
(Juliastuti.2019).
6. Memotivasi ibu dan keluarga untuk memberikan ASI ekslusif pada
bayinya ; ibu bersedia memberikan ASI ekslusif pada bayinya sampai
usia bayi 6 bulan.
Rasionalisasi : ASI merupakan makanan bayi yang paling
sempurna,praktis,murah, dan bersih. Asi mengandung semua zat gizi
dan cairan yang dibutuhkan bayi untuk memenuhi kebutuhan gizi di 6
bulan pertama ( Arif Yusrina dan Shrimarti R.2006).
7. Menjelaskan pada ibu dan suami tentang KB pasca salin yaitu setelah
6 minggu atau 42 hari setelah melahirkan ; ibu dan suami mengerti
dengan penjelasan dan bersedia untuk ber KB.
Rasionalisasi : Penerapan KB pasca persalinan ini sangat penting karena
kembalinya kesuburan pada seorang ibu setelah melahirkan tidak
dapat di prediksi dan dapat terjadi sebelum datangnya siklus haid.
Kontrasepsi seharusnya sudah digunakan sebelum aktifitas seksual
dimulai ,oleh karena itu sangat strategis untuk memulai kontrasepsi
seawal mungkin setelah persalinan.
8. Menanjurkan ibu untuk kontrol ulang kembali pada kunjungan nifas
ke 4 yaitu 6 minggu setelah persalinan atau apabila ada keluhan; ibu
bersedia melakukan kunjungan ulang.
Rasionalisasi : kepatuhan pasien untuk kontrol setelah melakukan
pengobatan menjadi sangat penting karena berhubungan tujuan yang
akan dicapai (Departemen of health,sosial service and public
safety,2011).

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan Anamnesis Ny. H selajutnya dilakukan


pemeriksaan untuk mengetahui kondisi kesehatan ibu dan bayinya dan
permasalahan yang terjadi yaitu produksi ASI Ny. H sedikit, memberikan
asuhan kebidanan untuk menangani masalah yang terjadi dan
membandingkan kesesuaian antara teori dengan praktik dan penerapan
Evidence pada asuhan kebidanan Ny. H di UPT Puskesmas Konut .

Masa nifas Ny. H berjalan normal, Kunjungan nifas dilakukan pada


hari ke 10 .Dilakukan pemeriksaan fisik, hasilnya keadaan ibu baik, TTV
normal, kontraksi baik, TFU tidak teraba, lochea serosa, perdarahan tidak
ada, tidak ditemukan tanfa tanda infeksi . Menurut tiori bahwa dalam 2
minggu uterus telah turun masuk ke dalam rongga pelvis dan tidak dapat
diraba lagi dari luar serta lochea yang keluar hari ke 7-14 post partum
adalah lochea serosa. Asuhan yang diberikan adalah menanyakan
kesulitan-kesulitan atau masalah yang dialami ibu selama masa nifas dan
konseling KB secara dini.

Masa nifas Ny.H berjalan normal, perubahan yang di alami Ny. H


pada masa nifas normal sesuai dengan teori. Keadaan ini juga dikarenakan
adanya dukungan penuh dari keluarga terutama suami dan keluarga .Ny. H
mengatakan bahwa ingin menggunakan KB suntik 3 bulan setelah 42 hari
masa nifas. Kunjungan nifas berjalan lancar dan tidak ada masalah atau
penyulit.

Dapat disimpulkan bahwa teori yang ada dengan kasus yang terjadi
dilapangan tidak ada kesenjangan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan kebidanan pada Ny “H” dengan Asuhan Post Partum dilakukan
dengan teknik pendekatan manajemen asuhan kebidanan yang dimulai dari
pengkajian dan analisa data dasar, pada langkah ini dilakukan pengkajian
dengan pengumpulan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan
klien secara lengkap, mulai dari anamnesis riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang dan keterangan tambahan yang menyangkut atau
yang berhubungan dengan kondisi klien.

B. Saran
1. Bagi Ibu Nifas
Diharapkan dapat melaksanakan segala anjuran yang diberikan dan dapat
mengaplikasikannya sebagai upaya untuk mengatasi keluhan yang
dirasakan.
2. Bagi Penulis
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dan literatur untuk
meningkatkan dan mengembangkan mutu pembelajaran dalam asuhan
kebidanan berdasarkan evidence based midwifery pada pada ibu nifas.
3. Bagi Lahan Praktik
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk dapat
meningkatkan mutu pelayanan asuhan kebidanan berdasarkan evidence
based midwifery pada pada ibu nifas.
4. Bagi Institusi
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi mahasiswa dalam
meningkatkan proses pembelajaran dan asuhan kebidanan berdasarkan
kajian langsung dengan klien serta penerapan asuhan berdasarkan evidence
based midwifery pada ibu nifas.
DAFTAR PUSTAKA

Armyati, Eky Oktaviana. 2015. Buku Ajar Psikologi Kebidanan. Ponorogo:


Unmuh Ponorogo Press
Asrinah. 2016. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Jannah, Nurul. 2018. Buku AjarAsuhan Kebidanan:Kehamilan. Yogyakarta: C.V
ANDI OFFSET
Delima, M., Arni, G. Z., & Rosya, E. (2016). Pengaruh pijat oksitosin terhadap
peningkatan produksi asi ibu menyusui di puskesmas plus
mandiangin. Jurnal Ipteks Terapan, 9(4).
Friska Megawati Sitorus & Julia Magdalena (2018). Pelayanan Keluarga
Berencana Pasca Persalinan Dalam Upaya Mendukung Percepatan
Penurunan Angka Kematian Ibu. Midwifery Jurnal Kebidanan ISSN
2504-4340(3).
Hesty, P. R. (2018). Hubungan Kepatuhan Minum Obat, Pola Makan Dan
Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Dm Tipe 2 Di
Poliklinik Rs Islam Ibnu Sina Padang Tahun 2018 (Doctoral dissertation,
Universitas Andalas).
Juliastuti, J. (2019). Efektivitas Daun Katuk (Sauropus Androgynus) Terhadap
Kecukupan Asi Pada Ibu Menyusui Di Puskesmas Kuta Baro Aceh
Besar. Indonesian Journal for Health Sciences, 3(1), 1-5.
Kementerian Kesehatan RI. Kesehatan dalam Kerangka Sistainable Development
Goals (SDG'S). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.
Marliandiani. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas dan.
Menyusui. Pertama. Tri U, editor. Jakarta: salemba medika
Mohamed, H. A. E., & El-Nagger, N. S. (2012). Effect of self perineal care
instructions on episiotomy pain and wound healing of postpartum
women. Journal of American Science, 8(6), 640-650.
Mufdlilah, dkk. 2019. Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nugroho W. 2016. Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC
Nurhalimah, N. 2014. Peningkatan Konsep Diri Positif Dengan Layanan
Konseling. Jurnal Bimbingan Konseling.
PPNI (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Rini Susilo dan D Feti Kumala.2017. Panduan Asuhan Nifas& Evidance Based.
Practice.Yogyakarta: Deepublish.
Roesli, U. 2018. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif.
Jakarta : Pustaka Bunda
Saleha S. 2019. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Saputri, I. N., Gurusinga, R., & Friska, N. (2020). PENGARUH SENAM NIFAS
TERHADAP PROSES INVOLUSI UTERI PADA IBU
POSTPARTUM. JURNAL KEBIDANAN KESTRA (JKK), 2(2), 159-163.
Soetjiningsih., Ranuh, IG.N Gde. (2017). Tumbuh Kembang Anak, Edisi 2.
Jakarta. : EGC. Sutejo.
Sulistyawati, A. (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada ibu nifas.Jogjakarta:
Andi Offset.
Wulan, M., Juliani, S., Arma, N., Marsaulina, I., & Syari, M. (2021).
PEMBERIAN IKAN GABUS DALAM PENYEMBUHAN LUKA
PERINEUM PADA IBU POST PARTUM. JKM (Jurnal Kebidanan
Malahayati), 7(4), 766-771.

Anda mungkin juga menyukai