Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS HOLISTIK


PADA NY. D 30 TAHUN P2A0 6 JAM POSTPARTUM
DI PUSKESMAS GONDANG KABUPATEN SRAGEN

Disusun Oleh:

1. Alifia Nur Hanifah (P27224022274)


2. Berliana Andaresti (P27224022288)
3. Firdaus Anitasari Abdullah (P27224022304)

Profesi Bidan Reguler Semester I

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
PRODI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS HOLISTIK
PADA NY. D 30 TAHUN P2A0 6 JAM POSTPARTUM
DI PUSKESMAS GONDANG KABUPATEN SRAGEN

Disusun Oleh

1. Alifia Nur Hanifah (P27224022274)


2. Berliana Andaresti (P27224022288)
3. Firdaus Anitasari Abdullah (P27224022304)

Profesi Bidan Reguler Semester I

Tanggal Pemberian Asuhan: 14 Oktober 2022

Disetujui:

Pembimbing Lapangan
Tanggal : 21 November 2022 (Sri Mulyani S.Tr.Keb)
Di : Tempat NIP. 19721204 199303 2 004

Pembimbing Lahan
Tanggal : 21 November 2022 (Satiyem SST , M.keb)
Di : Tempat NIP. 19820829 20080 1 201

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta
kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Asuhan Kebidanan ini
dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Fisiologis Holistik Pada Ny. D
30 Tahun P2A0 6 Jam Postpartum Di Puskesmas Gondang Kabupaten Sragen”.
Tujuan penulisan laporan ini untuk memenuhi Tugas Praktik klinik bagi
mahasiswa Profesi Kebidanan Semester 1 Poltekkes Kemenkes Surakarta. Penulis
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan laporan ini.
Terselesaikannya laporan ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak,
sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa
hormat penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua
pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyusunan laporan ini hingga selesai, terutama
kepada yang saya hormati:
1. Bapak dr. Hargiyanto, M.Kes. selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Sragen
2. Bapak dr. Dedi Ari Saputro selaku Kepala UPTD Puskesmas Gondang
3. Ibu Kh. Endah Widhi A., M.Mid. selaku kepala jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Surakarta
4. Ibu Dr. Sri Wahyuni., M.Mid. selaku Kaprodi D-IV Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Surakarta
5. Bu Satiyem SST , M. Keb selaku Dosen Pembimbing Lapangan
6. Ibu Sri Mulyani S.Tr. Keb selaku Bidan CI dan Pembimbing Lahan
7. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan tugas akhir
ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Sragen, 21 November 2022

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) merupakan masa setelah kelahiran plasenta
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil dan di mulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
(Dewi dan Sunarsih, 2013).
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
menyatakan bahwa angka kematian ibu (AKI) di indonesia mencapai
359/100.000 kelahiran hidup (Menkes, 2012). Penyebab langsung kematiaan
ibu di Indonesia adalah perdarahan (28%), eklamsi (24%), infeksi (11%),
komplikasi masa nifas (8%), untuk emboli obstetrik, abortus, trauma obstetrik,
persalinan macet masing-masing 5%, penyebab lain (11%) (Sulistyawati,
2013).
Angka kematian ibu (AKI) di Jawa Tengah selama tahun 2012 masih
cukup tinggi yaitu mencapai 675 kasus dan cenderung meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya (Dinkes Jawa Tengah, 2012).
Tingginya angka kematian ibu tidak dapat dipisahkan dari profil
wanita Indonesia dan peran serta seorang tenaga kesehatan, khususnya bidan.
Peranan bidan dalam memberikan asuhan masa nifas adalah memberikan
dukungan secara berkesinambungan untuk mengurangi ketegangan fisik dan
psikologi, bidan juga sebagai promotor hubungan ibu dan bayi serta keluarga,
memberikan konseling untuk ibu dan keluarga, serta memberikan asuhan
secara professional. (Susilo dan Feti, 2017)
Dengan adanya asuhan masa nifas ini dapat menurunkan angka
kematian pada masa nifas. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu termasuk
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam. Maka itu peran dan tanggung jawab bidan untuk memberikan

1
asuhan kebidanan ibu nifas dengan pemantauan mencegah beberapa kematian
ini. (Susilo dan Feti, 2017)
Salah satu tujuan dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
adalah mewujudkan persalinan yang sehat dan aman. Salah satu upayanya
adalah dengan melakukan pemantauan dalam 24 jam pertama pada ibu post
partum. Oleh karena itu, penulis mengambil kasus yang berjudul Asuhan
Kebidanan Ibu Nifas Normal pada Ny. D 30 tahun P1A0 Postpartum Normal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah pada studi
kasus ini adalah: Bagaimanakah penerapan asuhan kebidanan sesuai standar
asuhan kebidanan komprehensif yang diberikan pada Ny.D post partum 6
jam?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas normal
berdasarkan metode manajemen Varney.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian data subyektif dan obyektif
dalam asuhan kebidanan pada ibu nifas normal.
b. Mampu menginterpretasikan data yang ada sehingga mampu
menyusun diagnosa kebidanan, masalah, serta kebutuhan pada ibu
nifas normal.
c. Mampu mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial pada ibu
nifas normal.
d. Mampu mengidentifikasi tindakan segera yang diperlukan pada ibu
nifas normal.
e. Mampu merencanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas normal.
f. Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas normal.

2
g. Mampu melaksanakan evaluasi terhadap penanganan kasus ibu nifas
normal.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan
pengalaman dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung pada
ibu nifas, sehingga dapat digunakan sebagai berkas penulis didalam
melaksanakan tugas sebagai bidan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan asuhan
kebidanan pada ibu nifas dan menyusui.
3. Bagi Klien dan Keluarga
Agar klien mengetahui dan memahami perubahan pada ibu pasca
melahirkan secara fisiologis maupun psikologis serta masalahnya,
sehingga timbul kesadaran bagi klien untuk memperhatikan masa nifas.
4. Bagi Lahan Praktik
Hasil penulisan dapat memberikan masukan terhadap tenaga
kesehatan untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dan selalu menjaga mutu pelayanan.
5. Bagi Masyarakat
Merupakan informasi kepada masyarakat tentang perubahan
fisiologis yang terjadi pada ibu nifas baik secara biologis dan psikologis
serta masalah pada masa nifas.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Literature Review
1. Pengertian Masa Nifas
a. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali,mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali ke keadaan
seperti sebelum hamil, lama nifas yaitu 6-8 minggu. (Rustam, 1998).
Masa nifas dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6
minggu, akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti
sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Sarwono Prawirohardjo,
2008:237)
b. Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta
sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara
normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari
(Ambarwati, 2010)
c. Periode post natal adalah waktu penyerahan dari selaput dan plasenta
(menandai akhir dari periode intrapartum) menjadi kembali ke
saluran reproduktif wanita pada masa sebelum hamil. Periode ini
disebutpuerperium (Varney, 2007, hal : 549).
d. Masa nifas adalah masa sesudah persalinan, masa perubahan,
pemulihan, penyembuhan dan pengembalian alat-alat kandungan.
Proses masa nifas berkisar antara 6 minggu atau 40 hari (Jenny Sr,
2006, hal: 7).
e. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
placenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Saifuddin,
2009).

4
2. Perubahan Fisik (The Physical Experience)
Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami
perubahan setelah melahirkan antara lain (Anggraeni, 2010):
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Involusi Uteri
Dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genetalia ini dalam
keseluruhannya disebut involusi. (Sarwono, 2006).
Proses involusi adalah proses kembalinya uterus ke
keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses itu dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. (Vivian Nanny, 2010:55)
Pembesaran uterus tidak akan terjadi secara terus menerus,
sehingga adanya janin dalam uterus tidak akan terlalu lama. Bila
adanya janin tersebut melebihi waktu yang seharusnya, maka akan
terjadi kerusakan serabut otot jika tidak dikehendaki. Uterus secara
berangsur-angsur akan menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali pada keadaan seperti sebelum hamil.
Fundus Uteri kira-kira sepusat dalam hari pertama bersalin.
Penyusutan antara 1-1,5 cm atau sekitar 1 jari per hari. Dalam 10-
12 hari uterus tidak teraba lagi di abdomen karena sudah masuk di
bawah simfisis. Pada hari ke-9 uterus sudah tidak teraba. Involusi
ligament uterus berangsur-angsur, pada awalnya cenderung miring
ke belakang.Kembali normal antefleksi dan posisi anteverted pada
akhir minggu keenam.
Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi
terlihat pada table berikut :

1
Waktu Tinggi Berat Diameter Palpasi
Involusi Fundus Uteri Uterus Uterus Serviks

Bayi Lahir Setinggi Pusat 1000 12,5 cm Lunak


gram

Uri/ Plasenta Dua jari 750 gram 12,5 cm Lunak


lahir bawah pusat

1 minggu Pertengahan 500 gram 7,5 cm 2 cm


pusat-simfisis

2 minggu Tidak teraba 300 gram 5 cm 1 cm


di atas simfisis

6 minggu Bertambah 60 gram 2,5 cm Menyempit


kecil

2) Endometrium
Dari pertama tebal endometrium 2,5 mm permukaannya
kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari
tidak ada pembentukan jaringan parut pada luka bekas implantasi.
(Siti Soleha, 2009:56-57)
3) Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basal alkali yang dapat membuat organisme
berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. (Vivian Nanny & Tri Sunarsih, 2011:58). Jenis-
jenis lochea, yaitu sebagai berikut :
a) Lochea Rubra
Berwarna merah karena berisi darah segar dari sisa selaput
ketuban, sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium.
Keluar pada 1-3 hari post partum.

2
b) Lochea Sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar
pada hari ke 3-7 pasca persalinan.
c) Lochea Serosa
Warna merah jambu kemudian menjadi kuning.Cairan tidak
berdarah lagi pada hari ke 7-14 post partum.
d) Lochea Alba
Dimulai hari ke-14 kemudian semakin lama semakin
berkurang hingga berhenti 1-2 minggu berikutnya.Cairan
berwarna putih terdiri dari leukosit dan sel desidua. (Siti
Soleha, 2009:56)
e) Lochea Purulenta
Terjadi karena infeksi.Cairan yang keluar seperti nanah
berbau busuk.
f) Lochea Statis
Lochea yang tidak lancar keluarnya. (Suherni, dkk, 2009:79)
4) Vagina
Pada minggu ke-3 vagina mengecil dan timbul ruggae
kembali (lipatan-lipatan).
5) Perineum
Terjadi robekan perineum hampir pada semua persalinan
pertama. Robekan umumnya terjadi di garis tengah dan bisa
meluas, kemungkinan karena kepala janin lahir terlalu cepat, sudut
arkus pubis lebih kecil dari massanya, dan kepala janin ukurannya
lebih besar dari sirkum forensia sub oksipito bregmatika. (Suherni,
dkk, 2009:79)
6) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus
pada umumnya tetap kencang.Relaksasi dan kontraksi yang
periodik sering dialami multipara dan biasa menimbulkan nyeri
yang bertahan sepanjang masa awal puerperium.Rasa nyeri setelah

3
melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus
terlalu teregang (misalnya, pada bayi besar, dan kembar).
Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini
karena keduanya merangsang kontraksi uterus.
7) Perubahan payudara
Selama beberapa hari pertama post partum karena tubuh
wanita mempersiapkan diri untuk memberikan nutrisi kepada bayi
maka dapat mengalami kongesti. Wanita yang menyusui berespon
terhadap stimulasi bayi yang disusui sehingga akan terus
melepaskan hormon dan menstimulasi alveoli yang memproduksi
susu. (Hellen Varney, dkk, 2007:960)
8) Perubahan sistem kardiovaskuler
Tonus otot polos pada dinding vena mulai membaik.
Volume darah mulai berkurang, biskositas darah kembali normal,
dan arah jantung serta tekanan darah menurun sampai kadar
sebelum hamil. (Monica Ester, 2008:6)
Cardiac output meningkat selama persalinan dan
peningkatan lebih lanjut setelah kala III, ketika besarnya volume
darah dari uterus terjepit di dalam sirkulasi.Penurunan setelah hari
pertama puerperium dan kembali normal pada akhir minggu ketiga.
Meskipun terjadi penurunan dei dalam aliuran darahke
organ setelah hari pertama, aliran darh ke payudara meningkat
untuk mengdakan laktasi.Merupakan perubahan umum yang
penting keadaan normal dari sel darah merah dan putih pada akhir
puerperium.
Pada beberapa hari pertama setelah kelahiran, fibrinogen,
plasminogen, dan factor pembekuan menurun cukup cepat.Akan
tetapi darah lebih mampu untuk melakukan koagulasi denagn
peningkatan viskositas, dan ini berakibat meningkatkan resiko
thrombosis.
9) Perubahan sistem pencernaan

4
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah persalinan.Hal
ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan
mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,
pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan
(dehidrasi), kurang makan, hemoroid, dan laserasi jalan lahir.BAB
ibu nifas harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. (Suherni, dkk,
2009:80)
Agar buang air besar teratur dapat diberikan makanan yang
mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup.Apabila ini
tidak berhasil dapat diberikan suppositoria biskodil per rektal untuk
melunakkan tinja. (Derek Liewellyn Jones, 2002)
10) Perubahan sistem perkemihan
Kesulitan miksi mungkin terjadi dalam 24 jam setelah
melahirkan, karena refleks penekanan aktivitas detrusor yang
disebabkan oleh tekanan pada basis kandung kemih selama
melahirkan. Jika tidak dapat mengeluarkan urin mungkin
diperlukan kateterisasi. (Derek Liewellyn Jones, 2002)
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu.
Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan
kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau
sesudah kencing masih tertinggal urin residual (normal ± 15 cc).
Sisa urin dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi. (Ambarwati, Eny Retna, dkk,
2009)
11) Perubahan tanda-tanda vital
a) Suhu badan
Satu hari (24 jam) post partum suhu badan akan naik sedikit
(37,5 °C-38 °C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan, dan kelelahan sehingga dapat berefek
dehidrasi. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa.
Biasanya pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena

5
adanya pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak,
berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun
kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis,
traktus genetalis atau sistem lain.
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali/menit.
Sehabis melahirkan yaitu pada jam pertama post partum
biasanya denyut nadi akan lebih cepat atau meningkat.
c) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan
rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan
darah tinggi pada post partum dapat menandakan terjadinya
preeklampsi post partum.
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan
suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan
juga akan mengikutinya kecuali apabila ada gangguan khusus
pada saluran pernafasan. (Ambarwati, Eny Retna, dkk, 2009)
12) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi system muskuluskeletal ibu yang terjadi
mencakup hal-hal yang dapat membantu relaksasi dan
hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat
pembesaran uterus. Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada
minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita melahirkan.
Striae pada abdomen tidak dapat menghilang sempurna tapi
berubah menjadi halus/ samar, garis putih keperakan. Dinding
abdomen menjadi lembek setelah persalinan karena teregang
selama kehamilan.Semau ibu puerperium mempunyai tingkatan
diastasis yang mana terjadi pemisahan muskulus rektus abdominus.
Beratnya diastasis tergantung pada factor-faktor penting
termasuk keadaan umum ibu, tonus otot, aktivitas/ pergerakan yang

6
tepat, paritas, jarak kehamilan, kejadian/ kehamilan
denagnoverdistensi.Faktor-faktor tersebut menentukan lama waktu
yang diperlukan untuk mendapatkan kembali tonus otot.
13) Perubahan Sistem Endokrin
a) Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin
di dalam sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus
dan pada waktu yang sama membantu proses involusi uterus.
b) Prolaktin
Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan
oleh glandula pituitary anterior bereaksi terhadap alveoli dari
payudara sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang
menyusui kadar prolaktin tetap tinggi dan merupakan
permulaan stimulasi folikel di dalam ovarium ditekan.
c) HCG, HPL, Estrogen, dan progesterone
Ketika plasenta lepas dari dinding uterus dan lahir, tingkat
hormone HCG, HPL, estrogen, dan progesterone di dalam
darah ibu menurun dengan cepat, normalnya setelah 7 hari.
d) Pemulihan Ovulasi dan Menstruasi
Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali
terjadi sebelum 20 minggu, dan tidak terjadi diatas 28 minggu
pada ibu yang melanjutkan menyusui untuk 6 bulan. Pada ibu
yang tidak menyusui ovulasi dan menstruasi biasanya mulai
antara 7-10 minggu.
14) Perubahan Sistem Hematologi
Lekositosis meningkat, sel darah putih sampai berjumlah
15.000 selama persalinan, tetap meningkat pada beberapa hari
pertama post partum.Jumlah sel darah putih dapat meningkat lebih
lanjut sampai 25.000-30.000 di luar keadaan patologi jika ibu

7
mengalami partus lama. Hb, Ht, dan eritrosit jumlahnya berubah di
dalam awal puerperium.
15) Perubahan Berat Badan
a. Kehilangan 5 sampai 6 kg pada waktu melahirkan
b. Kehilangan 3 sampai 5 kg selama minggu pertama masa nifas
Faktor-faktor yang mempercepat penurunan berat badan pada
masa nifas diantaranya adalah peningkatan berat badan selama
kehamilan, primiparitas, segera kembali bekerja di luar rumah, dan
merokok.Usia atau status pernikahan tidak mempengaruhi
penurunan berat badan. Kehilangan cairan melalui keringat dan
peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan
sekitar 2,5 kg selama masa pascapartum.
16) Perubahan Kulit
Pada waktu hamil terjadi pigmenrtasi kulit pada bebrapa
tempat karena proses hormonal. Pigmentasi ini berupa cloasma
gravidarum pada pipi, hiperpigmentasi kulit sekitar payudara,
hiperpigmentasi kulit dinding perut (striae gravidarum).Setelah
persalinan, hormonal berkurang dan hiperpigmentasi pun
menghilang.Pada dinding perutakan menjadi putih mengkilap yaitu
striae albican.

3. Perubahan Emosional (The Emotional Experience)


a. Perubahan Peran
Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah
kelahiran anak.Sebenarnya suami dan istri sudah mengalami
perubahan peran mereka sejak masa kehamilan.Perubahan peran ini
semakin meningkat setelah kelahiran anak. Contoh, bentuk perawatan
dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat
masih berada dalam kandungan adalah dengan cara memelihara
kesehatannya selama masih hamil, memperhatikan makanan dengan
gizi yang baik, cukup istirahat, berolah raga, dan sebagainya.

8
Selanjutnya, dalam periode postpartum atau masa nifas muncul
tugas dan tanggung jawab baru, disertai dengan perubahan-perubahan
perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan terus berkembang dan selalu
mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan waktu cenderung
mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan.
Pada awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan
sebaliknya bayi belajar mengenal orang tuanya lewat suara, bau badan
dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-
kebutuhan bayinya akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi
dan perlindungan.
Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan
keluarga sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini
menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-ibu, orang tua anak,
dan anak-anak).
b. Peran menjadi orang tua setelah melahirkan
Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru
muncul dan kebiasaan lama perlu diubah atau ditambah dengan yang
baru.Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali hubungan mereka
dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan sosialisasi.
Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan tuntutan
untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya
berlangsung selama kira-kira empat minggu.
Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-
sama membangun kesatuan keluarga.Periode waktu meliputi peran
negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara) orang tua
mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi dalam
menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih sensitif
terhadap makna perilaku bayi.Periode berlangsung kira-kira selama 2
bulan.
c. Tugas dan tanggung jawab orang tua

9
Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan
bila anak yang dilahirkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Orang tua perlu memiliki keterampilan dalam merawat bayi
mereka, yang meliputi kegiatan-kegiatan pengasuhan, mengamati
tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi
kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-
tanda tersebut.
Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap
bayinya, antara lain :
1) Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan
tidak terus terbawa dengan khayalan dan impian yang dimilikinya
tentang figur anak idealnya. Hal ini berarti orang tua harus
menerima penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen dan status
fisik anaknya.
2) Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah
seorang pdibadi yang terpisah dari diri mereka, artinya seseorang
yang memiliki banyak kebutuhan dan memerlukan perawatan.
3) Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini
termasuk aktivitas merawat bayi, memperhatikan gerakan
komunikasi yang dilakukan bayi dalam mengatakan apa yang
diperlukan dan member respon yang cepat
4) Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat
dipakai untuk menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang
dilakukan pada bayi.
5) Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di
dalam keluarga. Baik bayi ini merupakan yang pertama atau yang
terakhir, semua anggota keluarga harus menyesuaikan peran
mereka dalam menerima kedatangan bayi.
Dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri orang
tua akan tumbuh bersama dengan meningkatnya kemampuan
merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab itu bidan perlu memberikan

10
bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara merawat bayinya, untuk
membantu mengangkat harga dirinya.
d. Respon Orang Tua Terhadap Bayi Baru Lahir
1) Boonding Attachment
Boonding adalah dimulainya interaksi sensorik fisik.
Attachment adalah ikatan yang terjalin antara individu.(Nelson,
1986). Tahap-tahap Boonding Attachment, yaitu:
a) Perkenalan (Acquintace)
Melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan eksplorasi
segera setelah mengenal bayinya.
b) Keterikatan (Boonding)
c) Attachment
Perasaan kasih sayang yang mengikat individu satu dengan
yang lain.
2) Respon Ayah dan Keluarga
Respon Positif
a) Ayah dan keluarga menyambut kelahiran bayi dengan bahagia.
b) Ayah tambah giat bekerja untuk memenuhi kebutuhan bayi.
c) Ayah dan keluarga melibatkan diri dalam perawatan bayi.
d) Perasaan sayang ayah terhadap ibu yang melahirkan bayi.
Respon Negatif
a) Kehamillan yang tidak diinginkan.
b) Kegagalan KB.
c) Ayah merasa kurang mendapat perhatian.
d) Faktor ekonomi.
3) Sibling Rivalry
Anak-anak dari orang tua yang sama, seorang saudara laki-
laki atau perempuan (kamus kedokteran). Rivalry adalah keadaan
kompetisi atau antagonisme antara saudara kandung untuk
mendapatkan simpati dan perhatian.Pertengkaran atau

11
kecemburuan terhadap saudara laki-laki atau perempuan terjadi
pada orang tua yang mempunyai 2 anak atau lebih.

4. The Sosiocultural Experience


Masalah kesehatan tidak terlepas dari faktor sosial budaya dan
lingkungan di dalam masyarakat di mana mereka berada. Faktor-faktor
kepercayaan dan pengetahuan budaya antara lain kepercayaan,
pengetahuan, praktek atau perilaku mengenai berbagai pantangan,
hubungan, sebab akibat antara perawatan masa nifas dan kondisi sehat
sakit, kebiasaan dan pengetahuan tentang kesehatan, dapat membawa
dampak positif maupun negatif terhadap kesehatan.
Kepercayaan dan keyakinan budaya terhadap perawatan ibu post
partum, masih banyak dijumpai dilingkungan masyarakat. Mereka
meyakini budaya perawatan ibu setelah melahirkan dapat memberikan
dampak yang positif dan menguntungkan bagi mereka. Hal ini terbukti
dari penelitian yang dilakukan oleh Andhra Pradesh pada 100 orang
ibu post partum di daerah Tirupati. Dari hasil penelitiannya didapatkan
banyak kepercayaan dan keyakinan budaya perawatan ibu post partum,
di antaranya pembatasan asupan cairan, makanan dibatasi dan hanya
boleh makan sayur-sayuran, tidak boleh mandi, diet makanan, tidak
boleh keluar rumah, menggunakan alas kaki, menggunakan gurita,
tidak boleh tidur siang hari bahkan mereka meyakini kolostrum tidak
baik untuk anak (Rahayu, Mudatsir, & Hasballah, 2017).
Dari hasil penelitian Rahayu et al., 2017 yang berjudul Faktor
Budaya dalam Perawatan Ibu Nifas, didapatkan banyak kepercayaan
dan keyakinan budaya perawatan ibu post partum, diantaranya
pembatasan asupan cairan, makanan dibatasi dan hanya boleh makan
sayur-sayuran, tidak boleh mandi, diet makanan, tidak boleh keluar
rumah, menggunakan alas kaki, menggunakan gurita, tidak boleh tidur
siang hari bahkan mereka meyakini kolostrum tidak baik untuk anak.

12
Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu
tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami
suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya
bisa memberikan dampak positif maupun negatif. Hubungan antara
budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu
contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan
cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan
atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap
kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak
hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti
tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan
keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan
(Iqbal, Nurul, & Iga, 2012).

5. The Cognitive Experience


Masalah penyulit yang terjadi pada Pada post partum KF 1 sebagai
berikut:
a. Metritis
Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan
salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan
terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelvik,
peritonitis, syok septik, thrombosis vena yang dalam, emboli
pulmonal, infeksi pelvic yang menahun, dispareunia,
penyumbatan tuba dan infertilitas
b. Masalah Payudara
1) Bendungan pada payudara
Setiap ibu akan mengalami bendungan atau pembengkakan
pada payudara. Hal ini merupakan kondisi yang alamiah,
bukan disebabkan overdistensi dari saluran sistem laktasi.

13
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe
pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi.
2) Abses Payudara
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10% risiko
terbentuknya abses. Tanda dan gejala:
a) adanya Discharge putting susu purulenta, munculnya
demam remiten (suhu naik turun) disertai menggigil dan
terjadi pembengkakan payudara dan sangat nyeri
b) massa besar dan keras dengan area kulit berwarna
fluktuasi kemerahan dan kebiruan mengindikasikan
lokasi abses berisi pus
c) Terdapat massa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan
c. Hematoma
Hematoma adalah pembengkakan jaringan yang berisi
darah. Bahaya hematoma adalah kehilanagan sejumlah darah
karena hemoragi, anemia dan infeksi. Hematoma terjadi karena
rupture pembuluh darah spontan atau akibat trauma.
Hematoma vulva dapat dengan mudah diidentifikasi.
Hematoma vagina dapat diidentifikasi jika dilakukan inspeksi
vagina dan serviks dengan cermat. Hematoma ukuran – kecil
dan sedang mungkin dapat secara spontan diabsorpsi. Jika
hematoma terus membesar, tidak menjadi stabil, bidan harus
kolaborasi dengan dokter untuk perawatan lebih lanjut.
d. Hemoragi post partum lambat
Hemoragi post partum lambat (tertunda) adalah hemoragi yang
terjadi setelah 24 jam pertama post partum. Penyebab umumnya:
1) Sub involusi di tempat perlekatan plasenta
2) Fragmen plasenta atau membran janin yang tertinggal
3) Laserasi saluran reproduksi yang sebelumnya tidak
terdiagnosis Hematoma

14
Tanda dan gejalanya meliputi: perdarahan eksternal yang jelas,
tanda dan gejala syok serta anemia. Bidan berkolaborasi dengan
dokter konsultan untuk mendiagnosis penyebab dan terapi yang
tepat. Hemoragi yang terjadi selama 24 jam ditangani seperti
perdarahan post partum primer. Langkah pertama adalah
mendiagnosis penyebab (atonia uteri atau laserasi).
Penatalaksanaan meliputi penggunaan oksitosin atau methergin
untuk membuat uterus kontraksi atau penjahitan jika perdarahan
karena laserasi.
e. Subinvolusi
Sub involusi terjadi jika proses kontraksi uterus tidak terjadi
seperti seharusnya dan kontraksi ini lama atau berhenti. Proses
involusi mungkin dihambat oleh retensi sisa plasenta, miomata
atau infeksi. Retensi sisa plasenta atau membran janin adalah
penyebab yang paling sering terjadi.
Sub involusi dapat didiagnosis selama pemeriksaan postpartum.
Riwayat biasanya meliputi periode lokia lebih lama dari periode
normal, diikuti leukorea dan perdarahan banyak yang tidak teratur.
Pemeriksaan panggul akan menunjukkan uterus lunak yang lebih
besar dari ukuran normal sesuai minggu pascapartum saat wanita
diperiksa.
Sub involusi awal pada masa puerperium menunjukkan uterus
lunak, tidak bergerak, tidak berkurang ukurannya dan tinggi fundus
tidak berubah, bukan menurun. Lokia banyak dan berwarna merah
terang sampai coklat kemerahan. Kultur lokia harus diambil untuk
menyingkirkan adanya endometritis. Pada kunjungan minggu
keempat hingga keenam postpartum, tidak perlu dipertimbangkan
adanya infeksi kecuali terdapat nyeri tekan atau nyeri pada adneksa
atau saat pergerakan uterus.
Sub involusi diterapi dengan ergonovin (ergotrate) atau
metilergonovin (methergin) 0,2 mg per oral setiap 4 jam selama 3

15
hari; ibu dievaluasi kembali dalam 2 minggu. Jika ibu juga
menderita endometritis, bidan menambahkan resep antibiotik
spektrum luas.

f. Tromboflebitis
Tromboflebitis pascapartum lebih umum terjadi pada wanita
penderita varikositis atau yang mungkin secara genetik rentan
terhadap relaksasi dinding vena dan stasis vena. Kehamilan
menyebabkan stasis vena dengan sifat relaksasi dinding vena
akibat efek progesterone dan tekanan pada vena oleh uterus.
Kompresi vena selama posisi persalinan dapat berperan juga.
Trombofelbitis superficial ditandai dengan nyeri tungkai, hangat
terlokalisasi, nyeri tekan atau inflamasi pada sisi tersebut dan
palpasi adanya simpulan atau teraba pembuluh darah.
Tromboflebitis vena profunda ditandai dengan gejala:
1) Kemungkinan peningkatan suhu ringan
2) Takikardia ringan
3) Nyeri sangat berat pada tungkai diperburuk dengan
pergerakan atau saat berdiri yang terjadi secara tiba tiba
4) Edema pergelangan kaki, tungkai dan paha
5) Tanda human positif
6) Nyeri saat penekanan betis
7) Nyeri tekan sepanjang aliran pembuluh darah yang terkena
dengan pembuluh darah dapat teraba
g. Sisa plasenta
Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan
penyebab umum terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas
(pendarahan pasca persalinan sekunder). Pendarahan post
partum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi
potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera

16
setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada
bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan
potongan plasenta dikeluarkan. Sewaktu suatu bagian dari
plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan
h. Inversio uteri
Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan
segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan.
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri,
sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum
uteri. Inversio uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera
setelah plasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan.
Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal
dengan mendadak karena batuk atau meneran, dapat menyebabkan
masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan
permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan
inversio uteri adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak
berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang
belum lepas dari dinding uterus atau grande multipara. Apabila
menemukan kasus ibu yang syok, perdarahan, dan fundus uteri
tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah
persalinan selesai, sedangkan hasil pemeriksaan dalam
menunjukkan tumor yang lunak di atas serviks atau dalam vagina
maka hal tersebut menunjukkan diagnosis inversio uteri. Pada
mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula
tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam
bentuk dan pada tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih
keras daripada korpus uteri setelah persalinan.

17
Walaupun inversio uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala
dengan penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya
kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat dengan angka
kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkin memberi
harapan bagi ibu yang mengalaminya.
i. Masalah psikologis
Pada minggu-minggu awal setelah persalinan sampai
kurang lebih 1 tahun ibu post partum cenderung akan
mengalami perasaan-perasaan yang tidak pada umumnya,
seperti merasa sedih, tidak mampu mengasuh dirinya sendiri dan
bayinya.
Faktor penyebab:
1) Kekecewaan emosional yang mengikuti kegiatan bercampur
rasa takut yang dialami kebanyakan wanita selama hamil
dan melahirkan.
2) Rasa nyeri pada awal masa nifas
3) Kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan telah
melahirkan kebanyakan di rumah sakit
4) Kecemasan akan kemampuannya untuk merawat bayinya
setelah meninggalkan rumah sakit
5) Ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi
Dalam masalah ini sebagai petugas kesehatan memegang
peran penting untuk memotivasi ibu agar tetap bersemangat
dalam menjalani hidup. Dan membicarakan masalah ibu dengan
keluarga agar keluarga bisa memahami psikologi ibu dan dapat
membantu ibu merasa tidak sendirian dalam mengasuh bayinya.

18
6. Clinical pathway

19
B. Implikasi Untuk Praktek dan Strategi Pengajaran (Implications For
Pregnancy)
1. Pemenuhan Kebutuhan Fisik
Ibu nifas memiliki beberapa kebutuhan dasar yang harus terpenuhi
selama menjalani masa nifas, Kebutuhan dasar masa nifas menurut
Sunarsih (2013), antara lain:
a. Kebutuhan nutrisi dan cairan
Diet perlu mendapat perhatian yang serius pada masa nifas oleh
karena nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan
meningkatkan kualitas komposisi ASI. Diet yang diberikan harus
bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak
mengandung cairan (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
b. Kebutuhan ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) perlu agar secepat mungkin.
Perawat perlu membimbing ibu postpartum bangun dari tempat
tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Ibu
post partum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam
24–48 jam postpartum, tentunya ibu postpartum tidak dengan
penyulit seperti anemia, penyakit jantung, demam, penyakit paru-
paru, dan sebagainya.
Adapun beberapa keuntungan ambulasi dini adalah sebagai berikut:
1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.
2) Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
3) Early ambulation memungkinkan perawat mengajarkan ibu cara
merawat bayinya selama ibu masih di rumah sakit

Menurut penelitian-penelitian yang terdahulu, early ambulation tidak


mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan

20
abnormal, tidak memengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau
luka di perut, dan lain-lain (Saleha, 2009).

c. Kebutuhan eliminasi
1) Buang air kecil
Miksi disebut normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam, ibu
diusahakan mampu membuang air kecil sendiri, bila tidak
maka dilakukan tindakan berikut:
a) Dirangsang dengan mengalirkan air keran didekat klien.
b) Mengompres air hangat diatas simpysis
c) Saat site bath (berendam air hangat) klien dsuruh BAK
2) Buang air besar
Ibu nifas seringkali mengalami kesulitan buang air besar pada
hari ke 2-3 post partum. Jika ibu belum juga BAB pada hari
ketiga, maka perlu diberikan larutan supositoria dan pemberian
air putih hangat. Ibu nifas perlu diet teratur, minum banyak
cairan, makan cukup serat dan olah raga teratur.
d. Kebutuhan personal hygiene
Ibu postpartum sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu,
kebersihan diri sangat penting dijaga untuk mencegah terjadinya
infeksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1) Perawatan Perineum
Apabila setelah buang air besar atau buang air kecil
perineum dibersihkan secara rutin. Caranya dibersihkan dengan
sabun yang lembut minimal sekali sehari. Biasanya ibu merasa
takut pada kemungkinan jahitannya akan lepas dan merasa sakit
sehingga perineum tidak dibersihakan atau dicuci (Ambarwati
dan Wulandari, 2010). Ibu post partum harus mengerti untuk
membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan
ke belakang, kemudian membersihkan daerah sekitar anus.

21
Anjurkan ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai
buang air kecil atau besar (Saleha, 2009).
Untuk cara mengganti pembalut yaitu bagian dalam jangan
sampai terkontaminasi oleh tangan. Pembalut yang sudah kotor
harus diganti paling sedikit 4 kali sehari. Ibu harus memahami
tentang jumlah, warna, dan bau lochea sehingga apabila ada
kelainan dapat diketahui secara dini. Sarankan ibu untuk
mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya. Apabila ibu mempunyai luka
episiotomi atau laserasi, saranakan kepada ibu untuk
menghindari menyentuh daerah luka (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).
2) Perawatan payudara
Bagi ibu postpartum, melakukan perawatan payudara itu penting
yaitu dengan menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama
pada bagian putting susu dengan menggunakan bra yang
menyongkong payudara. Oleskan kolostrum atau ASI yang keluar
pada sekitar puting susu sebelum dan setelah menyusukan. Apabila
payudara terasa nyeri dapat diberikan parasetamol 1 tablet setiap 4
– 6 jam (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

e. Kebutuhan istirahat tidur


Menurut Suherni dkk (2009), istirahat merupakan salah satu
kebutuhan dasar masa nifas. Perawat perlu menganjurkan ibu untuk:
1) Istirahat yang cukup untuk mengurangi rasa lelah
2) Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur
3) Kembali melakukan kegiatan rumah tangga secara berangsur-
angsur
4) Menyediakan watu untuk istirahat pada siang hari kira-kira 2
jam, dan malam hari 7-8 jam.
f. Kebutuhan seksual

22
Dinding vagina kembali pada keadaan sebelum hamil dalam waktu
6-8 minggu, secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri
begitu darah merah berhenti, dan ibu dapat memasukkan jari 1 atau
2 jari kedalam vagina tanpa ada rasa nyeri, namun sebaiknya
hubungan seksual dapat ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari
setelah persalinan karena pada saat itu diharapkan organ-organ
tubuh telah pulih kembali (Sunarsih dan Dewi, 2013).
g. Latihan senam nifas
Untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga
kesehatan agar tetap prima, senam nifas sangat baik dilakukan ibu
setelah melahirkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan senam nifas adalah:
1) Diskusikan pentingnya pengembalian otot perut dan
panggul karena dapat mengurangi sakit punggung.
2) Anjurkan ibu untuk melakukan ambulasi sedini mungkin
secara bertahap, misal latihan duduk, jika tidak pusing baru
boleh berjalan.
3) Melakukan latihan beberapa menit sangat membantu.

2. Pemenuhan Kebutuhan Psikologis


a. Support keluarga
Ibu merupakan salah satu anggota keluarga yang sangat berpengaruh
sehingga perubahan apapun yang terjadi pada ibu akan mempengarui
keluaga. Masa nifas merupakan krisis bagi kehidupan keluraga dan
diikuti oleh stress dan keaamanan. Masa nifas dapat dikatakan
sebagai maturitas dan kejadian yang biasa dalam tumbuh kembang
keluarga. Masa ini melibatkan seluruh anggota keluarga. Yakni
dengan hadirnya angota keluarga harus beradaptasi terhadap peran
baru.
b. Support Suami

23
Dukungan dan peran serta suami dalam masa nifas terbukti
meningkatkan kesiapan ibu dalam menghadapi masa nifas, bahkan
juga memicu produksi ASI. Suami sebagai seorang yang paling
dekat, dianggap paling tahu kebutuhan istri. Saat nifas wanita
mengalami perubahan baik fisik maupun mental. Tugas penting
suami yaitu memberikan perhatian dan membina hubungan
baik dengan istri, sehingga istri mengkonsultasikan setiap saat dan
setiap masalah yang dialaminya dalam menghadapi kesulitan
kesulitan selama masa nifas.
c. Support dari tenaga kesehatan
Peran bidan dalam perubhan dan adaptasi psikologis adalah dengan
member dukungan moral bagi klien, meyakinkan bahwa klien dapat
menghadapi masa nifas dan perubahan yang dirasakannya adalah
suatu yang normal. Bidan harus bekerja sama dan menjali hubungan
yang baik denngan kliae agra terjalin hubungn yang terbuka antara
bidan dank lien. Keterbukaan ini akan mempermudah bidan
memberikan solusi terhadap permasalahn yang dihadapi klien. Bidan
juga berperan sebagai pendidik, dan dapat memberikan saran dan
masukan dalam menghadapi permasalahan yang timbul.

C. Implikasi Hasil Penelitian (Implication For Research)


Berdasarkan jurnal penelitian wiwin dolang, 2018 mengenai pengaruh
pemberian kompres air dingin terhadap nyeri luka perineum pada ibu post
partum di Rumah Sakit Bhayangkara Ambon tahun 2018, hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian kompres air dingin terhadap
nyeri luka perineum pada ibu post partum di Rumah Sakit Bhayangkara
Ambon
Kompres air dingin merupakan suatu metode dalam penggunaan suhu
rendah setempat yang dapat menimpulkan beberapa efek fisiologis yang dapay
memebrikan relaksasi pada otot yang tegang dan kekakuan sendi.

24
Selain itu kompres dingin merupakan suatu prosedur menempatkan suatu
benda dingin pada tubuh bagian luar. Dampak fisiologisnya adalah
vasokontriksi pada pembuluh darah, mengurangi rasa nyeri, dan menurunkan
aktivitas ujung saraf pada otot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karena
ada pengaruh pemberian kompres air dingin terhadap nyeri luka perineum
pada ibu post partum di Rumah Sakit Bhayangkara Ambon.
Respon fisiologis tubuh terhadap kompres dingin mempengaruhi tubuh
dengan cara menyebabkan pengecilan pembuluh darah (vasokonstriksi),
mengurangi aliran darah ke daerah luka sehingga dapat mengurangi resiko
perdarahan dan oedema, kompres dingin menimbulkan efek analgetik dengan
memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai
otak akan lebih sedikit. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Purwaningsih (2015) bahwa ada perbedaan yang signifikan antara sebelum
dan setelah kompres hangat atau kompres dingin untuk mengurangi nyeri luka
perineum. Penelitian serupa juga ditujukan oleh Ayang Dyaning Putri (2016)
dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh kompres air dingin terhadap
tingkat nyeri luka perineum pada ibu nifas di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul menyatakan bahwa ada pengaruh kompres dingin terhadap tingkat
nyeri luka perineum pada ibu post partum.

D. Manajemen Kebidanan
Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metoda pemecahan masalah secara sistimatis dimulai dari
pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Standar profesi kebidanan 1999).
Proses Manajemen menurut Varney (1997) adalah proses manajemen
terdiri dari 7 (tujuh) langkah yang berurutan dimana setiap langkah
disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data
dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk
suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan
tetapi, setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang

25
lebih rinci dan ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Ketujuh
langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Langkah pertama: Pengkajian Data
Pengkajian data adalah mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien, merupakan langkah
pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).
a. Data Subyektif (Anamnesa)
Pengkajian dalam rangka mendapatkan data tentang pasien melalui
pengajuan pertanyaan-pertanyaan (Jannah, 2013).
1) Identitas
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), identitas untuk
mengetahui status klien secara lengkap sehingga sesuai dengan
sasaran, meliputi:
a) Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-
hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan.
b) Umur
Di catat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko
seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum
matang, mental dan psikisnya belum siap.Sedangkan umur
lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan
dalam masa nifas.
c) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
d) Suku Bangsa
Berpengaruh pada adat-istiadat atau kebisaan sehari-hari.
e) Pendidikan

26
Berpengaruh kebidanan dan dalam untuk tindakan
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga
bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidikanya.

f) Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien tersebut.
g) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
2) Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang di hadapi yang berkaitan
dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mulas, sakit pada
jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati
dan Wulandari, 2010).
Keluhan pada ibu nifas dengan anemia sedang yaitu pusing,
badan terasa lemas dan merasa tidak nyaman dengan keadaan
yang dirasakan (Manuaba, 2007).
3) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui berapa kali menikah, status menikah syah
atau tidak, karena bila melahirkan tanpa status yang jelas akan
berkaitan dengan psikologisnya sehingga akan mempengaruhi
proses nifas (Ambarwati dan Wulndari, 2010).
4) Riwayat Menstruasi
Dikaji untuk mengetahui riwayat menstruasi antara lain adalah
menarche, siklus menstruasi, lamanya menstruasi, banyaknya

27
darah, keluhan utama yang dirasakan saat haid (Sulistyawati,
2013).
5) Riwayat Kehamilan, Persalinan Dan Nifas Yang Lalu
Untuk mengetahui berapa kali ibu hamil, apakah pernah
abortus, penolong jumlah anak, cara keadaan persalinan nifas
yang lalu, persalinan, (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

6) Riwayat Penyakit
a) Riwayat Penyakit sekarang:
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada
hubunganya dengan masa nifas dan bayinya (Ambarwati
dan Wulandari, 2010).
b) Riwayat Penyakit Sistemik:
Data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti: Jantung,
DM, Hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada
masa nifas.
c) Riwayat Penyakit Keluarga:
Data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya pengaruh penyakit kelurga terhadap gangguan
kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit
keluarga yang menyertainya (Ambarwati dan Wulandari,
2010).
7) Riwayat Operasi
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu pernah dilakukan tindakan
operasi atau belum, yang sekiranya dapat mengganggu dalam
proses kehamilan ini (Prawirohardjo, 2009).
8) Riwayat Keturunan Kembar

28
Dikaji untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang
mempunyai riwayat keturunan kembar (Manuaba, 2008).
9) Riwayat Persalinan Sekarang
Untuk mengetahui tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis
kelamin anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong
persalinan. Hal ini perlu di kaji untuk mengetahui apakah
proses persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa
berpengaruh pada masa nifas saat ini (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).
Misalnya keadaan pada persalinan ini ibu mengalami
perdarahan (Manuaba, 2007).
10) Pola Kebiasaan Sehari-Hari
a) Nutrisi
Menggambarkan tentang pola makan dan minum,
frekuensi, banyaknya, jenis makanan, makanan pantangan
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).Pada ibu nifas dengan
anemia sedang nafsu makan ibu berkurang (Manuaba,
2007).
b) Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan
bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi,
warna, jumlah (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Pada
ibu nifas dengan anemia sedang harus sudah BAB dalam 3
hari post partum (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

c) Pola istirahat
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa
jam pasien tidur, istirahat sangat penting bagi ibu masa
nifas karena dengan istirahat yang cukup dapat
mempercepat penyembuhan (Ambarwati dan Wulandari,

29
2010). Pada ibu nifas dengan anemia sedang diharapkan
istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan (Saifuddin, 2009).
d) Personal Hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalis, karena
pada masa nifas masih mengeluarkan lochea (Ambarwati
dan Wulandari, 2010).

e) Aktifitas
Menggambarkan pola aktifitas pasien sehari-hari, pada
pola ini perlu dikaji pengaruh aktifitas terhadap
kesehatanya (Ambarwati dan Wulandari, 2010).Pada
kasus ini ibu sudah bisa miring kanan, miring kiri dan
duduk.
11) Data Psikosoial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap
bayinya. Wanita mengalami banyak perubahan emosi atau
psikologis selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri
menjadi seorang ibu (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
12) Kebiasaan Sosial Budaya
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut
adat- istiadat yang akan menguntungkan atau merugikan
pasien khusunya pada masa nifas misalnya pada kebiasaan
pantangan makanan (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
13) Data Pengetahuan
Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang
perawatan setelah melahirkan sehingga akan menguntungkan
selama nifas
b. Data Obyektif

30
Dalam menghadapi masa nifas dari seorang klien, seorang bidan
harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien
dalam keadaan stabil (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, cukup
atau kurang.  (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

b) Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu mulai dari
keadaan composmentis, apatis sampai dengan
koma.  (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
c) Tanda vital
(1) Tekanan darah
Tekanan darah normal berkisar antara >90/60 dan
<140/90 mmHg. Pada beberapa kasus ditemukan
keadaan hipertensi dengan TD >140/90 mmHg
postpartum tetapi keadaan ini akan menghilang dengan
sendirinya apabila tidak ada penyakit lain yang
menyertainya dalam bulan pengobatan (Anggraini,
2010).
(2) Suhu
Suhu normal berkisar antara 36,50C sampai 380C
Peningkatan suhu badan mencapai pada 24 jam
pertama masa nifas pada umumnya di sebabkan oleh
dehidrasi, yang di sebabkan oleh keluarnya cairan
pada waktu melahirkan, selain itu bisa juga di
sebabkan karena istirahat dan tidur yang diperpanjang
selama awal persalinan, pada umunya setelah 12 jam

31
post partum suhu tubuh kembali normal. Kenaikan
suhu yang mencapai > 380C adalah mengarah ke
tanda-tanda infeksi (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
(3) Nadi
Nadi normal berkisar antara 60 – 80 x/menit, Denyut
nadi diatas 100 x/menit pada masa nifas adalah
mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah
satunya bisa diakibatkan oleh proses persalinan sulit
atau karena kehilangan darah yang berlebihan
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
(4) Respirasi
Beberapa ibu post partum kadang-kadang mengalami
brakikardi puerperal, yang denyut nadinya mencapai
serendah-rendahnya 40 – 50 x/menit, pernafasan harus
berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30
x/menit (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
d) Berat badan
Untuk mengetahui kenaikan berat badan atau penurunan
berat badan (Pantikawati dan Saryono, 2010).
e) Tinggi badan
Untuk mengetahui tinggi badan ibu yang dilakukan untuk
mendeteksi adanya resiko apabila hasil pengukuran < 145
cm (Pantikawati dan Saryono, 2010).

2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan dengan melihat klien dari
ujung rambut sampai ujung kaki.
a) Rambut
Untuk mengetahui apakah rambut rontok atau tidak,
menilai warnanya, kelebatan, dan karakteristik rambut
(Rukiah dkk, 2013).

32
b) Muka
Untuk mengetahui apakah muka pucat atau tidak
(Jannah, 2011).Pada ibu nifas dengan anemia sedang
muka pucat (Manuaba, 2007).
c) Mata
Untuk mengetahui keadaan conjungtiva pucat atau
merah muda, warna sclera putih atau kuning (Rukiah
dkk, 2013).Pada ibu nifas dengan anemia sedang
konjungtiva pucat (Manuaba, 2007).

d) Hidung
Untuk mengetahui keadaan hidung dari kebersihan,
alergi debu atau tidak dan ada polip atau tidak
(Sulistyawati, 2012).
e) Telinga
Untuk mengetahui keadaan telinga apakah ada
gangguan pendengaran atau tidak, ada serumen atau
tidak (Sulistyawati, 2012).
f) Mulut
Untuk mengetahui keadaan mulut adakah caries,bersih
atau tidak, keadaan bibir kering atau tidak, lidah
kering dan kotor atau tidak (Sulistyawati, 2012).
g) Leher
Untuk mengertahui adakah pembengkakan kelenjar
limfe atau pembengkakan kelenjar tiroid (Rukiah dkk,
2013).
h) Dada dan axilla
(1) Dada
Dikaji untuk mengetahui simetris atau tidak, ada
retraksi dinding dada atau tidak (Sulistyawati,
2012).

33
(2) Mamae
Untuk mengetahui simetris atau tidak, ada
pembengkakan atau tidak, puting menonjol atau
tidak, lecet atau tidak.Pada masa nifas dikaji
untuk mengetahui ASI sudah keluar atau belum
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
(3) Axilla
Ada benjolan atau tidak, ada pembengkakan atau
tidak, ada nyeri tekan atau tidak (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).
i) Ekstremitas
Untuk mengetahui adanya oedema atau tidak, adanya
varices, adanya kelainan atau tidak, reflek patella
positif atau negative (Varney, 2007).
3) Pemeriksaan abdomen
a) Inspeksi
Untuk mengetahui pembesaran uterus, ada linea atau tidak,
ada strie atau tidak, ada bekas operasi atau tidak, ada
pelebaran vena atau tidak, adanya kelainan atau tidak
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
b) Palpasi
Palpasi merupakan tehnik pemeriksan yang menggunakan
indra peraba, tangan dan jari - jari adalah instrumen yang
sensitive untuk mengkaji kontraksi, tinggi fundus uteri dan
kandung kemih (Nursalam, 2009).
4) Pemeriksaan genetalia eksterna
a)  Vulva vagina
Mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap
dalam 6-8 minggu post partum (Jannah, 2013).
b) Keadaan anus

34
Untuk mengetahui kebersihannya dan adanya haemoroid
atau tidak (Sulistyawati, 2012).
5) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium,
Rontgen dan USG (Varney, 2007).  
               
2. Langkah kedua: Interpretasi Data
Mengidentifikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.Dalam
langkah ini data yang telah dikumpulkan diintepretasikan menjadi
diagnosa kebidanan dan masalah, Keduanya digunakan karena beberapa
masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan
penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan terhadap pasien,
masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang
diidentifikasikan oleh bidan (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
a. Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang dapat ditegakkanm yang
berkaitan dengan para, abortus, anak hidup, umur ibu dan keadaan
nifas (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
b. Masalah
Masalah adalah hal – hal yang berkaitan dengan pengalaman klien
yang ditemukan dari hasil pengkajian atau menyertai diagnosa
dengan dan tetap membutuhkan penanganan (Varney, 2010).
c. Kebutuhan
Kebutuhan merupakan hal – hal yang dibutuhkan pasien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan
analisa data (Varney, 2010).Kebutuhan ibu nifas dengan anemia
sedang yaitu memberikan informasi tentang keadaan ibu bahwa ibu
mengalami anemia sedang, memberikan informasi tentang makanan
yang bergizi yang mengandung protein, zat besi, yodium, kalsium,
vitamin A (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

35
3. Langkah ketiga: Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi berdasarkan diidentifikasi. Rangkaian. Langkah
masalah-masalah ini atau dan diagnosa-diagnosa potensial yang lain
sudah bila membutuhkan antisipasi, memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-
siap bila diagnosa atau masalah potensial benar-benar terjadi. Dan yang
paling penting melakukan asuhan yang aman (Hidayat dan Sujiyatini,
2010). Diagnosa potensial terjadi pada ibu nifas dengan anemia sedang
apabila terus berlanjut bisa menyebabkan anemia berat (Manuaba, 2007).

4. Langkah keempat: Tindakan Segera


Mengidentifikasi dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah
diagnosis dan masalah ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah
konsultasi, kolaborasi, dan melakukan rujukan (Alimul dan Wildan,
2008). Pada anemia sedang antisipasi yang dilakukan dengan pemberian
tablet Fe (sulfas Ferosus 200 mg) 2-3 kali per hari, dianjurkan makan-
makanan yang mengandung banyak protein, sayuran hijau dan
kolaborasi dengan dokter (Manuaba, 2007).

5. Langkah kelima: Rencana Tindakan


Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap
masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi dan diantisipasi, apakah
dibutuhkan penyuluhan, konseling dan rujukan yang mungkin diperlukan
(Rukiah dkk, 2013).

6. Langkah keenam: Pelaksanaan


Pada langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan
menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima, mengarahkan
atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan bermutu (Rukiah
dkk, 2013).

36
7. Langkah ketujuh: Evaluasi
Langkah ini merupakan mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan pada klien apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
didalam diagnosa dan masalah rencana tersebut (Rukiah dkk, 2013).

BAB III

TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN NIFAS
PADA NY. D 30 TAHUN P2A0 POSTPARTUM NORMAL
DI PUSKESMAS GONDANG, SRAGEN

Tempat Praktek : Puskesmas Gondang Sragen


No. Reg. : 000xxxx
Tanggal, Jam : 14 Oktober 2022, Jam 16.00 WIB

Biodata
Nama Ibu : Ny D Nama Suami : Tn. F
Umur : 30 Tahun Umur : 34 Tahun
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Klero Rt 14 Alamat : Klero Rt 14

A. Data Subjektif
1. Keluhan Utama

37
Ibu mengatakan bahwa nyeri luka jahitan
2. Riwayat Perkawinan
Kawin 1 kali, pernikahan ke-1, umur saat menikah 25 tahun,
lamanya pernikahan 5 tahun
3. Riwayat Menstruasi
Menarche pada usia 15 Tahun. Siklus 28 hari teratur. Lama
menstruasi 7 hari. Sifat darah: encer. Bau: khas darah. Flour
albous: tidak. Disminorhe: tidak. Banyaknya 50 cc
4. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu
Hamil Persalinan Nifas
ke- Tgl UK Jenis Penolong Komplikasi JK BB Perdarahan Laktasi Komplikasi
Lahir Persalinan Ibu Bayi Lahir
1 25- 39mg Normal Bidan - - P 3000 100 cc Lancar, -
07- Puting
2019 Menonjol

5. Riwayat Kontrasepsi yang digunakan


No. Jenis Mulai Memakai Berhenti/ Ganti Cara
Kontrasepsi Tgl Oleh Tempat Keluhan Tgl Oleh Tempat Alasan
Suntik 3 2019 Bidan Puskesmas Tidak 2021 Bidan Puskesmas Ingin
Bulan ada punya
anak

6. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit sistemik, menurun, menular yang pernah/ sedang
diderita
Ibu mengatakan tidak menderita penyakit menular (HIV,
TBC) menahun (Diabetes, Jantung, Asma)
b. Penyakit yang pernah/ sedang diderita keluarga
Ibu mngatakan bahwa keluarganya tidak menderita penyakit
menular (HIV, TBC) menahun (Diabetes, Jantung, Asma)

38
c. Riwayat operasi
Ibu mengatakan tidak pernah menjalani operasi
d. Riwayat kembar, cacat
Ibu mengatakan tidak ada riwayat kembar ataupun cacat
7. Riwayat Persalinan Terakhir
a. Keadaan Ibu :
1) Masa Kehamilan : 40 minggu
2) Tempat persalinan : Puskesmas
Penolong : Bidan
3) Jenis persalinan : Spontan
4) Komplikasi : Tidak Ada
5) Proses Persalinan
Kala Lama Pengeluaran Kejadian/ Tindakan Ket.
Persalinan (Jam) Pervaginam Indikasi (Oleh)
(cc)
1 7,5 jam 10 cc - Bidan
2 1 jam 25 cc - Bidan
3 5 menit 50 cc - Bidan
4 2 jam 80 cc - Bidan

b. Keadaan Bayi:
1) Tanggal lahir, jam : 14 Oktober 2022, 10.00
WIB
2) Antopometri
a. BB : 3100 gram
b. PB : 49 cm
c. LK : 33 cm
d. LD : 34 cm
e. JK : Laki-laki
3) Keadaan secara umum : Baik
4) Rawat gabung/ tidak : Ya

39
8. Kebutuhan Fisik
a. Nutrisi :
Ibu mengatakan makan satu kali setelah persalinan porsi 1
piring jenis makanan nasi, lauk, sayur, dan minum 1 gelas jus
jambu, 2 gelas air putih tidak ada pantangan serta tidak ada
keluhan

40
b. Eliminasi
1) BAK
Ibu mengatakan sudah BAK 2 kali setelah persalinan,
warna kuning jernih, jumlah sedang, bau khas urine, dan
tidak ada keluhan
2) BAB
Ibu mengatakan sudah BAB setelah melahirkan
c. Istirahat / tidur (dalam satu hari terakhir)
Ibu mengatakan sudah bisa tidur setelah bayinya sudah lahir
d. Personal hygiene
Ibu mengatakan mandi dan keramas terakhir tanggal 14
Oktober 2022 pukul 07.00 WIB, serta ganti pembalut terakhir
tanggal 14 Oktober 2022 pukul 13.00 WIB serta mengganti
pakaian bersih setelah mandi.
e. Ambulasi/ aktivitas
Ibu mengatakan sudah bisa berbaring, duduk, berdiri, dan
berjalan.
9. Keadaan Psiko, Sosio, dan Spiritual
a. Penerimaan ibu terhadap kelahiran bayi
Ibu sangat senang dengan kelahiran bayi karena jenis kelamin
sesuai yang diharapkan.
b. Tanggapan ibu dan keluarga terhadap kelahiran bayi
Ibu dan keluarga sangat senang menyambut kehadiran bayi
dan sudah mempersiapkan peralatan bayi dari jauh-jauh hari.
c. Tanggapan ibu terhadap masa nifas
Ibu mengatakan berharap tidak ada masalah dengan masa
nifasnya karena ini merupakan pengalaman yang pertama.
d. Orang yang tinggal serumah dengan ibu
Ibu mengatakan tinggal bersama suami dan orang tua

41
e. Coping/ pemecahan masalah dari ibu
Ibu merasa lega karenabayinya sudah lahir, walaupun masih
terasa nyeri pada jalan lahir.
10. Pengetahuan tentang masa nifas dan perawatan bayi
Ibu mengatakan sudah mengetahui cara merawat bayi,
memandikan, menyusui, dan cara perawatan tali pusat.

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda – Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/ 60 mmHg
Suhu : 36°C
Respirasi : 24x/ menit
Nadi : 82 x/ menit
d. Berat Badan : 73 kg
e. Tinggi Badan : 160 cm
f. IMT : 22,81 (Normal)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
1. Rambut : hitam, bersih, tidak mudah rontok
2. Muka tidak oedema, tidak ada cloasma
:
gravidarum
3. Mata konjungtiva merah muda, sklera putih
:
tidak anemis
4. Hidung tidak ada polip, tidak ada pengeluaran
:
sekret
5. Bibir : simetris, merah muda, tidak sumbing
6. Mulut : tidak pucat dan tidak ada stomatitis

42
7. Gigi bersih, tidak berlubang, tidak ada caries
:
gigi
8. Lidah bersih, berwarna merah muda, tidak ada
:
sariawan
9. Gusi : merah muda, tidak ada sariawan
10. Telinga : bersih, tidak ada pengeluaran serumen
b. Leher :
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, limfe dan juga tidak ada
pembesaran pada vena jugularis
c. Dada :
payudara simetris, hiperpigmentasi areola, puting menonjol,
tidak terdapat benjolan disekitar payudara dan axila
d. Abdomen
Inspeksi
Pembesaran : Sesuai masa nifas
Bekas luka operasi : Tidak ada
Palpasi
TFU : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi : Keras
Konsistensi : Keras
Kandung Kemih : Kosong
e. Genetalia Eksternal :
bersih, tidak ada oedema, tidak ada varises, terdapat jahitan
perineum derajat II, lochea rubra, jenis jahitan terputus (Simple
Inerruptd Suture), benang yang digunakan cutgut chromic
ukuran 12 mm.
f. Anus : tidak ada hemoroid
g. Ekstremitas
Atas : tidak ada oedema, kuku bersih, tidak pucat
Bawah : tidak ada oedema, tidak ada varises

43
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium pada saat Kehamialan TM III
HB : 12,0
Protein urine : Negatif
Swab Antigen : Negatif
4. Terapi yang didapat
Amoksisilin 500 mg, 3x1
Asam Mafenamat 500 mg, 3x1
Tablet Fe 60mg, 3x1
Vitamin A 200.000 IU, 24 jam setelah dosis pertama diminum

C. DATA PENUNJANG
Tidak dilakukan

D. ANALISIS DATA
1. Ny.D usia 30 tahun P2A0 6 jam post partum fisiologis
2. Masalah : nyeri pada luka jahitan

E. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan yang telah dilakukannya itu
keadaan umum ibu dan bayi baik, TekananDarah: 100/80 mmHg,
Suhu 36,3 0C, nadi 81 x/menit, pernafasan 22 x/menit. Pada
pemeriksaan abdomen ibu didapatkan hasil abdomen tidak ada luka
bekas operasi, TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik (keras).
Genetalia eksterna tidak ada oedema maupun varises, lochea rubra,
berbau khas.
a. Rasionalisasi: agar ibu dan keluarga tidak merasa khawatir
dengan kondisi ibu
b. Hasil: Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan asuhan yang akan
diberikan.

44
2. Menjelaskan ibu tentang keluhan perut mulas yang dirasakan.
a. Rasionalisasi: Rasa mulas yang dialami merupakan hal yang
fisiologis karena proses involusio uteri. Hal ini didukung
dengan teori menurut (Vivian Nanny 2010:55) bahwa
involusio uterus adalah suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil yang dimulai segera setelah plasenta
lahir akibat kontraksi otot otot polos uterus sehingga
menyebabkan perut terasa mulas.
b. Hasil: Ibu memahami penyebab dari keluhan yang dirasakan
3. Menganjurkan ibu untuk membasuh daerah kewanitaannya dengan
air bersih dari arah depan ke belakang, setiap kali BAK dan BAB
dan mengganti pembalut apabila sudah penuh atau dirasa sudah
tidak nyaman
a. Rasionalisasi: Agar kondisi luka tetap bersih dan mencegah
kontaminasi kuman dari anus ke vagina
b. Hasil: Ibu mengetahui dan bersedia mempraktekkan setiap kali
BAB dan BAK
4. Menganjurkan ibu mengonsumsi putih telur untuk mempercepat
penyembuhan luka jahitan
a. Rasionalisasi: Protein atau zat putih telur merupakan bahan
utama dalam pembentukan sel jaringan yang rusak dan disebut
sebagai unsur atau zat pembangun (Moehji, 2017),
mengandung protein bermutu tinggi karena terdapat susunan
asam amino esensial lengkap sehingga telur dijadikan patokan
dalam menentukan mutu protein berbagai bahan pangan
(Indrawan, dkk, 2012).
b. Hasil: bersedia mengikuti anjuran bidan
5. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI saja
selama 6 bulan pertama.
a. Rasionalisasi: ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan

45
kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa
menambahkan dan/ atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain. Pola pemberian makan terbaik untuk Bayi
sejak lahir sampai anak berumur 2 (dua) tahun meliputi: (a)
memberikan ASI kepada Bayi segera dalam waktu 1 (satu)
jam setelah lahir; (b) memberikan hanya ASI saja sejak lahir
sampai umur 6 (enam) bulan. Komposisi ASI yang unik dan
spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu formula. Pemberian
ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu
yang menyusui. Manfaaat ASI bagi bayi antara lain; ASI
sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh
bayi, mengembangkan kecerdasan, dan dapat meningkatkan
jalinan kasih sayang (Roesli, 2000).
Bagi ibu, manfaat menyusui itu dapat mengurangi perdarahan
setelah melahirkan. Apabila bayi disusui segera setelah
dilahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan setelah
melahirkan (post partum) akan berkurang (Siswono 2001).
Karena pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin
yang berguna juga untuk konstriksi/penutupan pembuluh
darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. Hal ini
akan menurunkan angka kematian ibu yang melahirkan.
Selain itu juga, dengan menyusui dapat menjarangkan
kehamilan pada ibu karena menyusui merupakan cara
kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil. Selama
ibu memberi ASI eksklusif 98% tidak akan hamil pada 6 bulan
pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai
bayi berusia 12 bulan (Glasier, 2005).
b. Hasil: Ibu bersedia mengikuti anjuran bidan
6. Memberitahukan kepada ibu dan keluarga perawatan luka jahitan.
a. Rasionalisasi: Luka pada perineum akibat episiotomi,
ruptura, atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah

46
untuk dijaga agar tetap bersih dan kering. Tindakan
membersihkan vulva dapat memberi kesempatan untuk
melakukan inspeksi secara seksama daerah perineum.
b. Hasil: ibu mengerti dan dapat menjelaskan perawatan luka
jahitan dengan membersihkan bagian vagina dari bagian depan
ke belakang dan keadaan vagina dikeringkan setelah cebok.
Tidak memberikan obat/rempahan pada luka jahitan.
7. Menjelaskan tentang tanda-tanda bahaya nifas
a. Rasionalisasi: dengan memberitahu klien tentang tanda-tanda
bahaya masa nifas, dapat mencegah dari keterlambatan dalam
pertolongan pertama kepada klien, jika klien telah merasakan
tanda-tanda yang telah diberitahukan sebelumnya dapat
membuat klien lebih memerhatikan kondisinya.
b. Hasil: Ibu mengerti dengan penjelasan tentang tanda bahaya
masa nifas dan ibu akan menghubungi petugas kesehatan jika
mengalami hal demikian.
8. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi obat secara teratur.
Amoxicilin 500 mg 3x1
Asam Mefenamat 500 mg 3x1
Tambah Darah 60 mg 1x1
vitamin A 200.000 IU, 24 jam setelah dosis pertama diminum
a. Rasionalisasi: setelah proses persalinan terdapat pengeluaran
darah, ibu merasa lemas dan nyeri pada luka jahitan. Amoxilin
merupakan salah satu antibiotic untuk mencegah infeksi, asam
mefenamat sebagai penghilang nyeri, tambah darah mencegah
penurunan kadar Hb karena mengandung zat besi, vitamin A
saat proses melahirkan ibu telah kehilangan sejumlah darah,
sehingga akan mengalami pula kekurangan vitamin A dalam
tubuhnya. Selain dapat meningkatkan vitamin A dalam tubuh,
vitamin A juga berpengaruh pada ASI.
b. Hasil: Ibu telah minum obat sesuai dengan dosis

47
9. Melakukan dokumentasi pada setiap tindakan
a. Rasionalisasi: Menurut Thomas (1994 cit. Mufdlillah, dkk,
2001), dokumentasi adalah catatan tentang interaksi antara
tenaga kesehatan, parasisien, dan tim kesehatan tentang hasil
pemeriksaan, prosedur tindakan pengobatan pada pasien,
pendidikan pasien dan respon pasien terhadap semua asuhan
yang telah diberikan (Muslihatun, 2009).
Dokumentasi kebidanan adalah bukti pencatatan dan pelaporan
berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang
dimiliki oleh bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan
berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan, serta
kalangan bidan sendiri (Hidayat, 2009).
b. Hasil: Asuhan pada Ny. D telah didokumentasikan

48
DATA PERKEMBANGAN

Tempat : Puskesmas Gondang


Tanggal/Jam : 15 Oktober 2022, pukul 08.30 WIB

A. SUBJEKTIF
Ibu mengatakan nyeri jahitan sudah berkurang

B. OBJEKTIF
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda –Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Suhu : 36 ˚C
Respirasi : 24x/menit
Nadi : 80x/menit
4. Pemeriksaan fisik
a. Payudara : ASI sdah keluar, Tidak ada bendungan ASI
b. Abdomen : TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi keras
c. Genetalia : pengeluaran lokea rubra, jahitan luka bersih, tidak
ada tanda infeksi pada luka jahitan

C. ANALISA DATA
P2A0 Usia 30 tahun 1 hari postpartum normal dengan jahitan perineum
derajat II.

49
D. PENATALAKSANAAN
Tanggal/Jam : 15 Oktober 2022, pukul 08.40 WIB
1. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan perineum dan daerah
sekitar vagina. Ibu bersedia menjaga kebersihan perineum dan daerah
sekitar vagina. Ibu paham serta bersedia untuk melakukannya.
2. Menganjurkan ibu untuk sering menyusui bayinya dan ibu bersedia
menyusui bayinya kapanpun bayinya mau minimal 2 jam sekali
3. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan bergizi seperti
makanan tinggi protein, sayuran dan buah-buahan serta tidak ada
pantangan makanan. Ibu paham serta bersedia untuk melakukannya.

50
BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus ini ditemukan data subjektif berupa Ny. D Umur 30 tahun,


melahirkan anak ke 2 dengan masa nifas di 6 jam postpartum dan data
perkembangan 1 hari postpartum.
Pada kasus ini ditemukan data objektif berupa ibu tidak mengalami
perdarahan, secret yang keluar berupa lochea rubra bewarna merah. Dan
setelah dilakukan pemeriksaan TTV pada masa nifas di 6 jam postpartum
didapatkan hasil berupa Tekanan darah: 110/60 mmHg, nadi: 82x/menit, suhu:
36℃ dan pernapasan: 24x/menit. Pemeriksaan TTV pada masa nifas di
kunjungan nifas 1 hari postpartum didapatkan hasil berupa Tekanan darah:
110/80 mmHg, nadi: 80x/menit, suhu: 36℃ dan pernapasan : 24x/menit.
Pada kasus ini pada data perkembangan dilakukan penatalaksanaan
kunjungan nifas pada 6 jam post partum yaitu selain memeriksa TTV, akan
diberikan juga Penkes ASI, Penkes pemenuhan gizi, Penkes perawatan
perineum, istirahat cukup serta menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan
ulang. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Ambarwati dan
Wulandarai (2010).Yaitu:
a. Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan TTV, Pemberian Penkes ASI,
Penkes pemenuhan dan istirahat yang cukup, dan menganjurkan ibu
melakukan kunjungan ulang. Hal ini sesuai teori tentang hal yang harus
dilakukan saat ibu nifas melakukan kunjungan Nifas 1-3 minggu post
partum. Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus uteri dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan dan tidak berbau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak menunjukkan
tanda penyakit
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi supaya bayi
tetap hangat dan merawat bayi.

51
Setelah dilakukan penatalaksanaan ibu nifas diobservasi terlebih dahulu.
Hasilnya ibu mengerti dan memahami apa yang dsampaikan oleh bidan. Dalam
kasus ini berarti sudsah dilakukan evaluasi yang sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh Wildan, 2008. Bahwa evaluasi dilakukan disetiap pelaksanaan
yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu playanan

52
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada Ny. D yang dimulai
dari pengkajian ditemukan diagnosa kebidanan yaitu Ny. D berusia 30
tahun P1A0 postpartum normal 6 Jam dan data perkembangan 1 hari
postpartum.
Pada kasus ini, Ny. D mengalami keluhan nyeri luka jaitan pada 6
jam post partum, hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak ditemukan tanda
dan gejala resiko, serta pemahaman ibu tentang KIE yang telah diberikan.
Dengan penatalaksanaan yang telah sesuai dengan perencanaan yang
dibuat untuk ibu, diharapkan ibu bisa menjadi lebih siap saat merawat bayi
dan dirinya menjalani masa nifas.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Agar penulis dapat meningkatkan keterampilan yang dimiliki
untuk melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas sesuai standar
asuhan nifas normal dan dapat mengatasi kesenjangan yang terkadang
timbul antara teori yang di dapat diperkuliahan dengan praktik yang
nyata di lahan serta dapat mengaplikasikan teori yang didapat dengan
perkembangan ilmu kebidanan baru.

2. Bagi Lahan Praktik


Untuk bidan maupun tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat
memberikan asuhan yang menyeluruh serta mendeteksi kelainan secara
dini dan mencegah terjadinya komplikasi dalam masa nifas.

53
3. Bagi Institusi Pendidikan
Agar institusi dapat menilai sejauh mana kemampuan mahasisa
dalam menerapkan pengetahuan yang telah didapat dengan
mempraktekan dan menerapkan pada pasien/klien secara langsung.

4. Bagi Pasien
Agar ibu bersalin dapat mengetahui informasi seputar masa nifas,
kemudian suami dan keluarga dapat memberikan dukungan dan
semangat kepada ibu sehingga dapat menjalani masa nifas dan
perawatan bayi baru lahir dengan baik dan aman.

54
DAFTAR PUSTAKA

Abidin. 2011. Asuhan Postnatal Care. Yogyakarta: Nuha Medika


Ambarwati, E, R, Diah, W. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha
Medika
Dewi dan Sunarsih. 2013. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba
Medika
Iqbal, W. M., Nurul, C., & Iga, M. (2012). Ilmu sosial budaya dasar kebidanan.
Jakarta: EGC - Penerbit Buku Kedokteran.

Nanny, Vivian dan Tri Sunarsih. 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas.
Jakarta: Salemba Medika
Rahayu, I. S., Mudatsir, M., & Hasballah, K. (2017). Faktor Budaya dalam
Perawatan Ibu Nifas. Jurnal Ilmu Keperawatan, 5(1), 36–49. Diambil dari
http://jurnal.unsyiah.ac.id/ JIK/article/view/8761

Rini, Susilo dan Feti Kumala. 2017. Panduan Asuhan Nifas & Evidence Based
Practice. Yogyakarta: CV. Budi Utama
Rukiyah. 2013. Asuhan Kebidanan II (Nifas). Jakarta : Trans Info Medika
Saifudin. 2009. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal.
Jakarta: EGC
Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Sukarsi, Sri. 2020. Pengaruh Pemberian jamu Tradisional Gepyokan terhadap
Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Lenteng
Kaabupaten Sumenep. Ovary Midwifery Journal, 2(1)), 1-8
Sulistyawati. 2013. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta : Salemba Medika
Usman, Sapril (2018). Pemanfaatan Budaya Posoropu dalam Perawatan Masa
Nifas oleh Perempuan Buton Utara. JURNAL MKMI, Vol. 14 No. 3,
September 2018
Varney, Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta: EGC

55

Anda mungkin juga menyukai