Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Asuhan Kebidanan Fisiologi


Holistik pada Masa Nifas dan Menyusui (BD. 7005)

Oleh :

NETI SEPTIANA
P07124522020

PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2022

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan

“Praktik Asuhan Kebidanan Fisiologi


Holistik pada Masa Nifas dan Menyusui (BD. 7005)”

Oleh:
NETI SEPTIANA
P07124522020

Menyetujui

Pembimbing Klinik

(Rusminingsih, S.SiT. M. Kes) (…………………………….)


NIP. 1971722019910320002

Pembimbing Akademik

(Annisa Bekti Tarisma, S.Tr. Keb, Bdn) (…………………………….)


NIP.

Mengetahui,

ii
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Nanik Setiyawati, S. ST, Bdn, M. Kes


NIP. 198010282006042002

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan laporan
pendahuluan ini. Laporan pendahuluan ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan
bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Joko Susilo, SKM. , M. Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yang
telah memberikan kesempatan dalam melakukan praktik,
2. Dr. Yuni Kusmiyati, SST. , MPH selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dalam melakukan
praktik,
3. Nanik Setiyawati, S. ST, Bdn, M. Kes selaku Ketua Prodi Pendidikan Profesi
Bidan yang telah mendukung dalam seluruh proses praktik
4. Ibu Annisa Bekti Tarisma, S.Tr. Keb, Bdn selaku pembimbing akademik.
5. Ibu Rusminingsih, S.SiT.,M.Kes, selaku pembimbing lahan yang telah
memberikan arahan serta bimbingan selama praktik asuhan kebidanana pada masa
nifas
6. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan dan penyusunan laporan
pendahuluan ini
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari banyak kekurangan

iii
dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu sangat diharapkan masukan dari
pembaca baik berupa kritik maupun saran. Semoga laporan ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu khususnya ilmu kebidanan.

Yogyakarta, November 2022

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iv
BAB I TINJAUAN TEORI.....................................................................................1
A. Konsep Dasar Masa Nifas..............................................................................1
B. Perubahan Fisiologi Masa Nifas....................................................................3
C. Perubahan Psikologis Masa Nifas..................................................................10
D. Kebutuhan Dasar Masa Nifas........................................................................15
E. Kunjungan Nifas ...........................................................................................24
F. Ketidaknyamanan Masa Nifas ......................................................................24
G. Tanda Bahaya Nifas ......................................................................................26
H. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas...................................30
BAB II TINJAUAN TEORI KEBIDANAN..........................................................32
A. Data Subjektif................................................................................................32
B. Data Objektif..................................................................................................35
C. Analisa...........................................................................................................36
D. Penatalaksanaan.............................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................38

iv
v
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Masa Nifas


1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas merupakan periode yang akan dilalui oleh ibu setelah masa
persalanian, yang dimulai dari setelah kelahiran bayi dan plasenta, yakni
setelah berakhirnya kala IV dalam persalinan dan berakhir sampai dengan 6
minggu (42 hari) yang ditandai dengan berhentinya perdarahan. Masa nifas
berasal dari bahasa latin dari kata puer yang artinya bayi, dan paros artinya
melahirkan yang berarti masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan sampai
organ-organ reproduksi kembali seperti sebelum kehamilan (Prawirorahadjo,
2014). Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
terakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum
hamil), masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. Periode postpartum adalah
masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin, (menandakan akhir periode
intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak
hamil (Islami, 2015).
Postpartum (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pulih seperti semula.
Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak
perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan banyak memberikan
ketidaknyamanan pada awal postpartum, yang tidak menutup kemungkinan
untuk menjadi patologis bila tidak diikuti dengan perawatan yang baik (Marmi,
2012). Sedangkan sumber lain mengatakan bahwa masa nifas (puerperium)
dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu. Wanita yang melalui periode puerperium disebut puerpura.

1
Puerperium (nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan
waktu yang diperlukan untuk 68 pulihnya alat kandungan pada keadaan yang
normal (Ambarwati, 2012).
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Prawirorahadjo (2014) tujuan asuhan masa nifas yaitu:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi
b. Melakukan skrinning yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu atau bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi sehat.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana
3. Tahapan Masa Nifas
Menurut Maritalia (2012) masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
a. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa pemulihan awal dimana ibu
diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan per
vagina tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan
untuk mobilisasi segera.
b. Puerperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara
berangsur-angsur akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Masa ini
berlangsung selama kurang lebih enam minggu atau 42 hari.
c. Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami
komplikasi. Rentang waktu remote puerperium berbeda untuk setiap ibu,
tergantung dari berat ringannya komplikasi yang dialami selama hamil atau
persalinan.

2
4. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Pada kebijakan program nasional masa nifas paling sedikit 4 kali
kunjungan yang dilakukan (Kemenkes RI, 2020). Hal ini untuk menilai status
ibu dan bayi baru lahir serta mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-
masalah yang terjadi antara lain sebagai berikut:
a. Kunjungan Nifas I (6-48 jam)
Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi
dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut,
memberikan konseling pada ibu atau keluarga bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI awal,
melakukan hubungan antara ibu da bayi baru lahir, menjaga bayi tetap
sehat dengan cara mencegah hipotermi.
b. Kunjungan Nifas 2 (3-7 hari)
Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,
tidak ada perdarahan abnormal, menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi, memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan
istirahat, memastikan ibu menyusui dengan baik serta memberikan
konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi dan tali pusat.
c. Kunjungan Nifas 3 (8-28 hari)
Memastikan rahim sudah kembali normal dengan mengukur dan
meraba bagian rahim.
d. Kunjungan Nifas 4 (29-42 hari)
Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu atau bayi
alami, memberikan konseling untuk KB secara dini.
B. Perubahan Fisiologi Pada Masa Nifas
Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis. Setelah keluarnya
plasenta, kadar sirkulasi hormon HCG (human chorionic gonadotropin), human
plasental lactogen, estrogen dan progesteron menurun. Human plasental lactogen
akan menghilang dari peredaran darah ibu dalam 2 hari dan HCG dalam 2 minggu

3
setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesteron hampir sama dengan kadar
yang ditemukan pada fase follikuler dari siklus menstruasi berturut-turut sekitar 3
dan 7 hari. Penarikan polipeptida dan hormon steroid ini mengubah fungsi seluruh
sistem sehingga efek kehamilan berbalik dan wanita dianggap sedang tidak hamil
(Walyani, 2017). Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu masa nifas
menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017) yaitu:
1. Uterus
Pada uterus setelah proses persalinan akan terjadi proses involusi. Proses
involusi merupakan proses kembalinya uterus seperti keadaan sebelum hamil
dan persalinan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada tahap ketiga persalinan uterus berada di
garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus
bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini, besar uterus kira-kira
sama besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu (kira-kira sebesar jeruk
asam) dan beratnya kira-kira 100 gr. Uterus pada waktu hamil penuh beratnya
11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr (11 sampai 12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu
setelah melahirkan uterus akan berada di dalam panggul. Pada minggu ke-6,
beratnya menjadi 50-60 gr.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pertumbuhan uterus prenatal
bergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan terjadi
hipertrofi sel-sel. Pada masa postpartum penurunan kadar hormon-hormon ini
menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan
hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa
hamil akan menetap. Hal inilah yang menjadi penyebab ukuran uterus sedikit
lebih besar setelah hamil. Sedangkan yang dimaksud subinvolusi adalah
kegagalan uterus untuk pulih kembali, penyebab subinvolusi yang paling
sering adalah karena tertahannya fragmen plasenta dan infeksi. Perubahan

4
uterus dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi dengan meraba
bagian dari TFU (tinggi fundus uteri).
a. Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000 gram
b. Pada akhir kala III, tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat
c. Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis
dengan berat 500 gram.
d. Pada 2 minggu post partum, TFU teraba diatas simpisis dengan berat 350
gram
e. Pada 6 minggu post partum, fundus uteri mengecil (tidak teraba) dengan
berat 50 gram.
2. Involusi tempat implantasi plasenta
Setelah persalinan, tempat implantasi plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat
luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 2-4 cm pada akhir
masa nifas 1-2 cm. penyembuhan luka bekas implantasi plasenta khas sekali,
pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh thrombus.
Biasanya luka yang sembuh akan menjadi jaringan parut, tetapi luka
bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena
luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti
pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini
tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6
minggu. Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari sisi tempat ini dan dari
lapisan sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari sisa-sisa
kelenjar basilar endometrial di dalam desidua basalis. Pertumbuhan kelenjar
ini pada hakikatnya mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat
implantasi plasenta yang menyebabkannya menjadi terkelupas dan tidak
dipakai lagi pada pembuangan lokia (Azizah, 2019).

5
3. Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit
sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Serviks menghubungkan uterus
dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dan uterus menuju
saluran vagina pada saat persalinan. Segera setelah persalinan, bentuk serviks
akan menganga seperti corong. Hal ini disebabkan oleh korpus uteri yang
berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi. Warna serviks berubah
menjadi merah kehitaman karena mengandung banyak pembuluh darah dengan
konsistensi lunak. Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati
oleh tangan pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan serviks hanya dapat dilewati
oleh 2-3 jari dan setelah 1 minggu persalinan hanya dapat dilewati oleh 1 jari,
setelah 6 minggu persalinan serviks menutup (Walyani, 2017).
4. Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus dengan
tubuh bagian luar. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama
lain dengan ukuran panjang ± 6, 5 cm dan ± 9 cm. Selama proses persalinan
vagina mengalami penekanan serta pereganganan yang sangat besar, terutama
pada saat melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
vagina tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali
kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur- angsur
akan muncul kembali. Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan
lahir dan merupakan saluran yang menghubungkan cavum uteri dengan tubuh
bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai saluran tempat dikeluarkannya
sekret yang berasal dari cavum uteri selama masa nifas yang disebut lochea.
Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Lochea rubra
Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah segar barcampur sisa-
sisa selaput ketuban, sel- sel desidua, sisa- sisa verniks kaseosa, lanugo
dan mekoneum.

6
b. Lochea sanguilenta
Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 postpartum, karakteristik
lochea sanguinolenta berupa darah bercampur lendir.
c. Lochea serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1 minggu
postpartum.
d. Lochea alba
Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan putih
(Walyani, 2017) . Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi
infeksi pada jalan lahir, baunya akan berubah menjadi berbau busuk.
5. Vulva
Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta
peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari
pertama sesudah proses melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan labia
menjadi lebih menonjol.
6. Payudara (mamae)
Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan progesteron
menurun, prolactin dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah ke
payudara meningkat dan menyebabkan pembengkakan vascular sementara. Air
susu sata diproduksi disimpan di alveoli dan harus dikeluarkan dengan efektif
dengan cara dihisap oleh bayi untuk pengadaan dan keberlangsungan laktasi.
ASI yang akan pertama muncul pada awal nifas ASI adalah ASI yang
berwarna kekuningan yang biasa dikenal dengan sebutan kolostrum.
Kolostrum telah terbentuk didalam tubuh ibu pada usia kehamilan ± 12
minggu. Perubahan pada payudara dapat meliputi:
a. Penurunan kadar progesterone secara tepat dengan peningkatan hormone
prolactin setelah persalinan.

7
b. Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada hari ke 2
atau hari ke 3 setelah persalinan.
c. Payudara menjadi besar dank eras sebagai tanda mulainya proses laktasi
(Walyani, 2017).
7. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017)
antara lain:
a. Suhu tubuh
Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat 0,50 C dari keadaan
normal namun tidak lebih dari 380 C. setelah 12 jam persalinan suhu tubuh
akan kembali seperti keadaan semula.
b. Nadi
Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit lebih
lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali normal.
c. Tekanan darah
Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada
saat hamil karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan.
d. Pernapasan
Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat karena kebutuhan
oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/ mengejan dan
memepertahankan agar persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi.
Setelah partus frekuensi pernafasan akan kembali normal.
8. Sistem peredaran darah (kardiovaskuler)
Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah
melahirkan karena terhentinya aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan
beban jantung meningkat yang dapat diatasi dengan haemokonsentrasi sampai
volume darah kembali normal, dan pembulu darah kembali ke ukuran semula.
Perubahan volume darah bergantung pada beberapa factor, misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi, serta pengeluaran cairan

8
ekstravaskuler (edema fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat
penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi
perpindahan normal cairan tubuh yang menyebabkan volume darah menurun
dengan lambat. Pada minggu ke-3 dan ke-4 setelah bayi lahir, volume darah
biasanya menurun sapai mencapai volume darah sebelum hamil. Pada
persalinan per vaginam, ibu kehilangan darah sekitar 300-400 cc. bila
kelahiran melalui SC, maka kehilangan darah dapat 2 kali lipat. Perubahan
terdiri atas volume darah dan hematokrit (haemoconcentration). Pada
persalinan pervaginam, hematocrit akan naik, sedangkan pada SC, hematocrit
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
9. Sistem pencernaan
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (section caesarea)
biasanya membutuhkan waktu sekitar 1- 3 hari agar fungsi saluran cerna dan
nafsu makan dapat kembali normal. Ibu yang melahirkan secara spontan
biasanya lebih cepat lapar karena telah mengeluarkan energi yang begitu
banyak pada saat proses melahirkan.
Buang air besar biasanya mengalami perubahan pada 1- 3 hari
postpartum, hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus otot selama proses
persalinan. Selain itu, enema sebelum melahirkan, kurang asupan nutrisi dan
dehidrasi serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar anus/
perineum setiap kali akan b.a.b juga mempengaruhi defekasi secara spontan.
Faktor- faktor tersebut sering menyebabkan timbulnya konstipasi pada ibu
nifas dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi yang teratur perlu dilatih
kembali setelah tonus otot kembali normal.
10. Sistem perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan
terdapat spasine sfingter dan edema leher buli- buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.
Urine dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12- 36 jam

9
sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang
bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini
menyebabkan diuresis. Uterus yang berdilatasi akan kembali normal dalam
tempo 6 minggu.
11. Sistem inegumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah,
leher, mamae, dinding perut dan beberapa lipatan sendri karena pengaruh
hormon akan menghilang selama masa nifas.
12. Sistem musculoskeletal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam postpartum. Ambulasi dini
sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses
involusi.
C. Perubahan Psikologis Masa Nifas
Adanya perasaan kehilangan sesuatu secara fisik sesudah melahirkan akan
menjurus pada suatu reaksi perasaan sedih. Kemurungan dan kesedihan dapat
semakin bertambah oleh karena ketidaknyamanan secara fisik, rasa letih setelah
proses persalinan, stress, kecemasan, adanya ketegangan dalam keluarga, kurang
istirahat karena harus melayani keluarga dan tamu yang berkunjung untuk melihat
bayi atau sikap petugas yang tidak ramah (Maritalia, 2012).
Minggu- minggu pertama masa nifas merupakan masa rentan bagi seorang
ibu. Pada saat yang sama, ibu baru (primipara) mungkin frustasi karena merasa
tidak kompeten dalam merawat bayi dan tidak mampu mengontrol situasi. Semua
wanita akan mengalami perubahan ini, namun penanganan atau mekanisme koping
yang dilakukan dari setiap wanita untuk mengatasinya pasti akan berbeda. Hal ini
dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga dimana wanita tersebut dibesarkan,
lingkungan, adat istiadat setempat, suku, bangsa, pendidikan serta pengalaman
yang didapat (Maritalia, 2012). Perubahan psikologis yang terjadi pada ibu masa
nifas menurut Maritalia (2012) yaitu:

10
1. Adaptasi psikologis ibu dalam masa nifas
Pada primipara, menjadi orang tua merupakan pengalaman tersendiri dan
dapat menimbulkan stress apabila tidak ditangani dengan segera. Perubahan
peran dari wanita biasa menjadi seorang ibu memerlukan adaptasi sehingga ibu
dapat melakukan perannya dengan baik. Perubahan hormonal yang sangat
cepat setelah proses melahirkan juga ikut mempengaruhi keadaan emosi dan
proses adaptasi ibu pada masa nifas. Fase- fase yang akan dialami oleh ibu
pada masa nifas menurut Dewi (2012) antara lain adalah sebagai berikut:
a. Fase taking in
Fase taking in merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada
dirinya sendiri sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.
Ketidaknyamanan yang dialami ibu lebih disebabkan karena proses
persalinan yang baru saja dilaluinya. Rasa mules, nyeri pada jalan lahir,
kurang tidur atau kelelahan, merupakan hal yang sering dikeluhkan ibu.
Pada fase ini, kebutuhan istirahat, asupan nutrisi dan komunikasi
yang baik harus dapat terpenuhi. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi,
ibu dapat mengalami gangguan psikologis berupa kekecewaan pada
bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami,
rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya dan kritikan suami atau
keluarga tentang perawatan bayinya.
b. Fase taking hold
Fase taking hold merupakan fase yang berlangsung antara 3- 10 hari
setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif
sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah
komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan atau
pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya.

11
c. Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab peran barunya
sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung selama 10 hari setelah
melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya.
Perawatan ibu terhadap diri dan bayinya semakin meningkat. Rasa percaya
diri ibu akan peran barunya mulai tumbuh, lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat
membantu ibu untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam merawat
bayinya. Kebutuhan akan istirahat dan nutrisi yang cukup masih sangat
diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.
2. Postpartum blues (baby blues)
Postpartum blues merupakan perasaan sedih yang dialami oleh seorang
ibu berkaitan dengan bayinya. Biasanya muncul sekitar 2 hari sampai 2
minggu sejak kelahiran bayi. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan perasaan
yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya.
Ibu yang mengalami baby blues akan mengalami perubahan perasaan,
menangis, cemas, kesepian khawatir, yang berlebihan mengenai sang bayi,
penurunan gairah sex, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi
seorang ibu. Jika hal ini terjadi, ibu disarankan untuk melakukan hal- hal
berikut ini:
a. Minta suami atau keluarga membantu dalam merawat bayi atau melakukan
tugas rumah tangga sehingga ibu bisa cukup istirahat untuk
menghilangkan kelelahan
b. Komunikasikan dengan suami atau keluarga mengenai apa yang sedang
ibu rasakan mintalah dukungan dan pertolongannya
c. Buang rasa cemas dan kekhawatiran yang berlebihan akan kemampuan
merawat bayi.

12
d. Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk istirahat dan menyenangkan
diri sendiri misalnya dengan cara menonton, membaca atau mendengar
music (Oktaviani, 2018).
3. Depresi postpartum
Seorang ibu primipara lebih beresiko mengalami kesedihan atau
kemurungan postpartum karena ia belum mempunya pengalaman dalam
merawat dan menyusui bayinya. Kesedihan atau kemurungan yang terjadi pada
awal masa nifas merupakan hal yang umum dan akan hilang sendiri dalam dua
minggu sesudah melahirkan setelah ibu melewati proses adaptasi.
Ada kalanya ibu merasakan kesedihan karena kebebasan, otonomi,
interaksi sosial, kemandiriannya berkurang setelah mempunyai bayi. Hal ini
akan mengakibatkan depresi pasca- persalinan (depresi postpartum). Ibu yang
mengalami depresi postpartum akan menunjukkan tanda- tanda berikut: sulit
tidur, tidak ada nafsu makan, perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol,
terlalu cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi, tidak menyukai atau
takut menyentuh bayi, pikiran yang menakutkan mengenai bayi, sedikit atau
tidak ada perhatian terhadap penampilan bayi, sedikit atau tidak ada perhatian
terhadap penampilan diri, gejala fisik seperti sulit bernafas atau perasan
berdebar- debar. Jika ibu mengalami sebagian dari tanda- tanda seperti yang
diatas sebaiknya segera lakukan konseling pada ibu dan keluarga (Oktaviani,
2018).
4. Respon antara ibu dan bayi setelah persalinan
Respon antara ibu dan bayi setelah persalinan menurut Maritalia (2012) antara
lain:
a. Touch (sentuhan)
Sentuhan yang dilakukan ibu pada bayinya seperti membelai- belai
kepala bayi dengan lembut, mencium bayi, menyentuh wajah dan
ektremitas, memeluk dan menggendong bayi, dapat membuat bayi merasa
aman dan nyaman. Biasanya bayi akan memeberikan respon terhadap

13
sentuhan ibu dengan cara menggenggam jari ibu atau memegang seuntai
rambut ibu. Gerakan lembut ibu ketika menyentuh bayinya akan
menenangkan bayi.
b. Eye to eye contact (kontak mata)
Kontak mata mempunya efek yang erat terhadap perkembangan
dimulainya hubungan dan rasa percaya sebagai faktor yang penting sebagai
hubungan antar manusia pada umumnya. Bayi baru lahir dapat
memusatkan perhatian pada suatu obyek, satu jam setelah kelahiran pada
jarak sekitar 20- 25 cm, dan dapat memusatkan pandangan sebaik orang
dewasa pada usia sekita 4 bulan. Kontak mata antara ibu dan bayinya harus
dilakukan sesegera mungkin setelah bayi lahir.
c. Odor (bau badan)
Indra penciuman bayi akan terus terasah jika seorang ibu dapat terus
memberikan ASI pada bayinya Pada akhir minggu pertama kehidupannya
seorang bayi dapat mengenali ibunya dari bau badan dan air susu ibunya.
d. Body warm (kehangatan tubuh)
Bayi baru lahir sangat mudah mengalami hypothermi karena tidak
ada lagi air ketuban yang melindungi dari perubahan suhu yang terjadi
secara ekstrim di luar uterus. Jika tidak ada komplikasi yang serius pada
ibu dan bayi selama persalinan, bayi dapat diletakkan di atas perut ibu
segera setelah dilakukan pemotongan tali pusat.
e. Voice (suara)
Sejak dilahirkan, bayi dapat mendengar suara- suara dan
membedakan nada, meskipun suara- suara terhalang selama beberapa hari
oleh cairan amnion dari rahim yang melekat pada telinga.
f. Entrainment (gaya bahasa)
Bayi baru lahir mulai membedakan dan menemukan perubahan
struktur bicara dan bahasa dari orang- orang yang berada disekitarnya.
Perubahan nada suara ibu ketika berkomunikasi dengan bayinya seperti

14
bercerita, mengajak bercanda atau sering memarahi bayi, secara perlahan
mulai dapat dipahami dan dipelajari bayi.
g. Biorhythmic (irama kehidupan)
Selama lebih kurang 40 minggu di dalam rahim, janin terbiasa
mendengar suara detak jantung ibu. Dari suara detak jantung tersebut, janin
mencoba mengenali biorhythmic ibunya dan menyesuaikan dengan irama
dirinya sendiri. Setelah lahir, suara detak jantung ibu masih akan
berpengaruh terhadap bayi.
D. Kebutuhan Dasar Masa Nifas
Kebutuhan dasar pada ibu nifas menurut Walyani (2017) yaitu:
1. Kebutuhan nutrisi dan cairan
Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat- zat yang
berguna bagi tubuh ibu pasca melahirkan dan untuk persiapan prosuksi ASI,
terpenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, zat besi, vitamin dan minelar untuk
mengatasi anemia, cairan dan serat untuk memperlancar ekskresi. Ibu nifas
harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat- zat yang berguna bagi
tubuh ibu pasca melahirkan dan untuk persiapan prosuksi ASI, terpenuhi
kebutuhan karbohidrat, protein, zat besi, vitamin dan minelar untuk mengatasi
anemia, cairan dan serat untuk memperlancar ekskresi.
Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi ibu nifas sangat
mempengaruhi produksi ASI. Ibu nifas harus mendapatkan zat makanan
sebesar 800 kkal yang digunakan untuk memproduksi ASI dan untuk proses
kesembuhan ibu. Selama menyusui, jika ibu dengan status gizi yang baik rata-
rata memproduksi ASI sekitar 800 cc yang mengandung sekitar 600 kkal
sedangkan pada ibu dengan status gizi kurang biasanya memproduksi ASI
kurang. Walaupun demikian, status gizi tidak berpengaruh besar terhadap mutu
ASI kecuali volumenya.
a. Kebutuhan kalori selama menyusui proporsional dengan jumlah air susu
ibu yang dihasilkan dan lebih tinggi selama menyusui dibanding selama

15
hamil. Rata-rata kandungan kalori ASI yang dihasilkan ibu dengan nutrisi
baik adalah 70 kal/100 ml dan kira-kira 85 kal diperlukan oleh ibu untuk
tiap 100 ml yang dihasilkan. Rata-rata ibu menggunakan 640 kal/hari
untuk 6 bulan pertama dan 510 kal/hari selama 6 bulan kedua untuk
menghasilkan jumlah susu normal. Rata-rata ibu harus mengonsumsi
2.300-2.700 kal ketika menyusui. Makanan yang dikonsumsi ibu berguna
untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses
produksi ASI, serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Makanan yang dikonsumsi
juga perlu memenuhi syarat, seperti: susunannya harus seimbang, porsinya
cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, serta tidak
mengandung alkohol, nikotin, bahan pengawet, dan pewarna.
b. Ibu memerlukan tambahan 20 gr/hari protein di atas kebutuhan normal
ketika menyusui. Dasar kebutuhan ini adalah tiap 100cc ASI mengandung
1,2 gram protein. Dengan demikian, 830 cc ASI mengandung 10 gram
protein. Efisiensi konversi protein makanan menjadi protein susu hanya
70% (dengan variasi perorangan). Peningkatan kebutuhan ini ditujukan
bukan hanya untuk transformasi menjadi protein susu, tetapi juga untuk
sintesis hormone yang memproduksi (prolaktin), serta yang mengeluarkan
ASI (oksitosin) (Cunningham, 2013).
Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang
rusak atau mati. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani dan
nabati. Sumber protein hewani antara lain telur, daging, ikan, udang,
kerang, susu dan keju. Sementara protein nabati banyak terkandung dalam
tahu, tempe, kacang-kacangan dan lain-lain.
Selain protein ibu menyusui juga dianjurkan makan-makanan yang
mengandung asam lemak omega 3 yang banyak terdapat pada ikan kakap,
tongkol dan lemuru. Asam ini akan diubah menjadi DHA yang akan
dikeluarkan melalui ASI. Kalsium terdapat pada susu, keju, teri dan

16
kacang-kacangan. Zat besi banyak terdapat pada makanan laut. Vitamin C
banyak terdapat pada buah buahan yang memiliki rasa asam, seperti jeruk,
manga, sirsak, apel, tomat dll. Vitamin B1 dan B2 terdapat pada kacang-
kacangan, hati, telur, ikan, dan sebagainya. Ada beberapa sayuran yang
menurut pengalaman masyarakat dapat memperbanyak pengeluaran ASI,
misalnya sayur daun turi (daun katuk) dan kacang-kacangan. Kesimpulan
dari beberapa anjuran yang berhubungan dengan pemenuhan gizi ibu
menyusui antara lain :
1) Mengkonsumsi tambahan kalori setiap hari sebanyak 500 kalori
2) Makanan diet seimbang, cukup protein, mineral dan vitamin
3) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari, terutama setelah menyusui
4) Mengkonsumsi tablet zat besi selama masa nifas
5) Vitamin A 200.000 unit
Kekurangan gizi pada ibu menyusui dapat menimbulkan gangguan
kesehatan pada ibu dan bayinya. Gangguan pada bayi meliputi proses
tumbuh kembang anak, bayi mudah sakit, dan mudah terkena infeksi.
Kekurangan zat-zat esensial menimbulkan gangguan pada mata maupun
tulang.
2. Ambulasi dini (early ambulation)
Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan jarak antara
aktivitas dan istirahat. Dalam 2 jam setelah bersalin ibu harus sudah
melakukan mobilisasi. Dilakukan secara perlahan- lahan dan bertahap. Dapat
dilakukan dengan miring kanan atau kiri terlebih dahulu dan berangsur- angsur
untuk berdiri dan jalan. Mobilisasi dini bermanfaat untuk :
a. Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium
b. Ibu merasa lebih sehat dan kuat
c. Mempercepat involusi alat kandungan
d. Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik

17
e. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi
ASI dan pengeluaran sisa metabolism
f. Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada ibu
g. Mencegah thrombosis pada pembuluh tungkai (Ambarwati, 2010).
3. Kebutuhan eliminasi
Pada kala IV persalinan pemantauan urin dilakukan selama 2 jam, setiap
15 menit sekali pada 1 jam pertama dan 30 menit sekali pada jam berikutnya.
Pemantauan urin dilakukan untuk memastikan kandung kemih tetap kosong
sehingga uterus dapat berkontraksi dengan baik. Dengan adanya kontraksi
uterus yang adekuat diharapkan perdarahan postpartum dapat dihindari.
Memasuki masa nifas, ibu diharapkan untuk berkemih dalam 6- 8 jam
pertama. Pengeluaran urin masih tetap dipantau dan diharapkan setiap kali
berkemih urin yang keluar minimal sekitar 150 ml. Ibu nifas yang mengalami
kesulitan dalam berkemih kemungkinan disebabkan oleh menurunnya tonus
otot kandung kemih, adanya edema akibat trauma persalinan dan rasa takut
timbulnya rasa nyeri setiap kali berkemih. BAK normal dalam tiap 3-4 jam
secara spontan. Bila tidak mampu BAK sendiri, maka dilakukan tindakan
bleder training, berikut ini:
a. Dirangsang dengan mengalirkan air keran didekat klien
b. Mengompres air hangat diatas simfisis
c. Saat site bath (berendam air hangat) klien disuruh BAK
Bila tidak berhasil dengan cara diatas, maka dilakukan kateterisasi. Hal
ini dapat membuat klien merasa tidak nyaman dan risiko infeksi saluran
kemih tinggi. Oleh karena itu kateterisasi tidak dilakukan sebelum lewat enam
jam postpartum. Dalam 24 jam pertama, ibu post partum harus dapat buang air
besar, karena semakin lama feses tertahan dalam usus makan akan mengeras
karena ciran yang terkandung dalam feses akan terserap oleh usus. Bidan
harus dapat meyakinkan pasien agar tidak takut buang air besar, karena tidak
akan mempengaruhi luka jalan lahir (Saleha, 2009).

18
Untuk meningkatkan volume feses, anjurkan pasien untuk makan tinggi
serat dan banyak minum air putih. Buang air besar (BAB). Defekasi (buang
air besar) harus ada dalam 3 hari postpartum. Bila ada obstipasi dan timbul
koprostase hingga skibala (feses yang mengeras) tertimbun di rectum,
mungkin akan terjadi febris. Bila terjadi hal demikian dapat dilakukan klisma
atau diberi laksan per oral (melalui mulut). Pengeluaran cairan lebih banyak
pada waktu persalinan sehingga dapat mempengaruhi terjadinya konstipasi.
Biasanya bila penderita tidak BAB sampai 2 hari sesudah persalinan, akan
ditolong dengan pemberian spuit gliserine/diberikan obat-obatan. Jika dalam
2-3 hari postpartum masih susah BAB, maka sebaiknya diberikan laksan atau
paraffin (1-2 hari postpartum), atau pada hari ke-3 diberi laksa supositoria dan
minum air hangat (Bobak, 2005). Berikut adalah cara agar dapat BAB dengan
teratur:
a. Diet teratur
b. Pemberian cairan yang banyak
c. Ambulasi yang baik dan sesering mungkin
4. Kebersihan diri
Pada masa nifas yang berlangsung selama lebih kurang 40 hari,
kebersihan vagina perlu mendapat perhatian lebih. Vagina merupakan bagian
dari jalan lahir yang dilewati janin pada saat proses persalinan. Kebersihan
vagina yang tidak terjaga dengan baik pada masa nifas dapat menyebabkan
timbulnya infeksi pada vagina itu sendiri yang dapat meluas sampai ke rahim.
Alasan perlunya meningkatkan kebersihan vagina pada masa nifas adalah:
a. Adanya darah dan cairan yang keluar dari vagina selama masa nifas yang
disebut lochea
b. Secara anatomis, letak vagina berdekatan dengan saluran buang air kecil
(meatus eksternus uretrae) dan buang air besar (anus) yang setiap hari kita
lakukan. Kedua saluran tersebut merupakan saluran pembuangan (muara
eksreta) dan banyak mengandung mikroorganisme pathogen.

19
c. Adanya luka/ trauma di daerah perineum yang terjadi akibat proses
persalinan dan bila terkena kotoran dapat terinfeksi.
d. Vagina merupakan organ terbuka yang mudah dimasuki mikroorganisme
yang dapat menjalar ke rahim (Maritalia, 2012).
Untuk menjaga kebersihan vagina pada masa nifas dapat dilakukan
dengan cara:
a. Setiap selesai b.a.k atau b.a.b siramlah mulut vagina dengan air bersih.
Basuh dari arah depan ke belakang hingga tidak ada sisa- sisa kotoran
yang menempel disekitar vagina baik itu urin maupun feses yang
mengandung mikroorganisme dan bisa menimbulkan infeksi pada luka
jahitan
b. Bila keadaan vagina terlalu kotor, cucilah dengan sabun atau cairan
antiseptic yang berfungsi untuk menghilangkan mikroorganisme yang
terlanjur berkembangbiak di darah tersebut
c. Bila keadaan luka perineum terlalu luas atau ibu dilakukan episitomi,
upaya untuk menjaga kebersihan vagina dapat dilakukan dengan cara
duduk berendam dalam cairan antiseptic selama 10 menit setelah b.a.k
atau b.a.b
d. Mengganti pembalut setiap selesai membersihkan vagina agar
mikroorganisme yang ada pada pembalut tersebut tidak ikut terbawa ke
vagina yang baru dibersihkan
e. Keringkan vagina dengan tisu atau handuk lembut setiap kali selesai
membasuh agar tetap kering dan kemudian kenakan pembalut yang baru.
Pembalut harus diganti setiap selesai b.a.k atau b.a.b atau minimal 3 jam
sekali atau bila ibu sudah merasa tidak nyaman
f. Bila ibu membutuhkan salep antibiotic, dapat dioleskan sebelum
pembalut yang baru (Maritalia, 2012).

20
5. Kebutuhan istirahat dan tidur
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang
dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari.
Pada tiga hari pertama dapat merupakan hari yang sulit bagi ibu akibat
menumpuknya kelelahan karena proses persalinan dan nyeri yang timbul pada
luka perineum. Secara teoritis, pola tidur akan kembali mendekati normal
dalam 2 sampai 3 minggu setelah persalinan. Pada ibu nifas, kurang istirahat
akan mengakibatkan:
a. Berkurangnya produksi ASI
b. Memperlambat proses involusi uterus dan meningkatkan perdarahan
c. Menyebabkan derpresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri (Maritalia, 2012).
6. Kebutuhan seksual
Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual kembali
setelah 6 minggu persalinan. Batasan waktu 6 minggu didasarkan atas
pemikiran pada masa itu semua luka akibat persalinan, termasuk luka
episiotomi dan luka bekas section caesarea (SC) biasanya telah sembuh
dengan baik. Bila suatu persalinan dipastikan tidak ada luka atau laserasi/
robek pada jaringan, hubungan seks bahkan telah boleh dilakukan 3- 4 minggu
setelah proses melahirkan.
Meskipun hubungan telah dilakaukan setelah minggu ke- 6 adakalanya
ibu- ibu tertentu mengeluh hubungan masih terasa sakit atau nyeri meskipun
telah beberapa bulan proses persalinan. Gangguan seperti ini disebut
dispareunia atau rasa nyeri waktu senggama (Sulystiawati, 2009). Ada
beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan dispareunia:
a. Setelah melahirkan ibu- ibu sering mengkonsumsi jamu- jamu tertentu.
Jamu- jamu ini mungkin mengandung zat- zat yang memiliki sifat
astringents yang berakibat menghambat produksi cairan pelumas pada
vagina saat seorang wanita terangsang seksual.

21
b. Jaringan baru yang terbentuk karena proses penyembuhan luka guntingan
jalan lahir masih sensitif.
c. Faktor psikologis yaitu kecemasan yang berlebihan (Maritalia, 2012).
7. Kebutuhan perawatan payudara
Menurut Walyani (2017) kebutuhan perawatan payudara pada ibu nifas antara
lain:
a. Sebaiknya perawatan mamae telah dimulai sejak wanita hamil supaya
puting lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui
bayinya.
b. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara: pembalutan
mamae sampai tertekan, pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti
tablet Lynoral dan Pardolel.
c. Ibu menyusi harus menjaga payudaranya untuk tetap bersih dan kering.
d. Menggunakan bra yang menyongkong payudara.
e. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar putting susu setiap kali selesai menyusui, kemudian apabila lecetnya
sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. Asi dikeluarkan dan
diminumkan menggunakan sendok. Selain itu, untuk menghilangkan rasa
nyeri dapat minum paracetamol 1 tablet setiap 4- 6 jam.
8. Latihan senam nifas
Pada masa nifas yang berlangsung selama lebih kurang 6 minggu, ibu
membutuhkan latihan- latihan tertentu yang dapat mempercepat proses
involusi. Salah satu latihan yang dianjurkan pada masa ini adalah senam nifas.
Senam nifas adalah senam yang dilakukan oleh ibu setelah persalinan, setelah
keadaan ibu normal.
Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan,
secara teratur setiap hari. Luka yang timbul akibat proses persalinan karena 6
jam setelah persalinan normal dan 8 jam setelah persalinan Caesar, ibu sudah
dianjurkan untuk mobilisasi dini. Tujuan utama mobilisasi dini adalah agar

22
peredaran darah ibu dapat berjalan dengan baik sehingga ibu dapat melakukan
senam nifas.
Bentuk latihan senam nifas antara ibu yang melahirkan secara normal
dengan ibu yang melahirkan Caesar tentu akan berbeda. Pada ibu yang
mengalami persalinan Caesar, beberapa jam setelah keluar dari kamar operasi,
pernafasan lah yang dilatih guna mempercepat penyembuhan luka operasi,
sementara latihan untuk mengencangkan otot perut dan melancarkan sirkulasi
darah di tungkai baru dilakukan 2- 3 hari setelah ibu dapat bangun dari tempat
tidur. Sedangkan pada persalinan normal, bila keadaan ibu cukup baik, semua
gerakan senam bisa dilakukan.Manfaat senam nifas menurut Maritalia (2012)
antara lain:
a. Memperbaiki sirkulasi darah sehingga mencegah terjadinya pembekuan
(trombosis) pada pembuluh darah terutama pembuluh tungkai.
b. Memperbaiki sikap tubuh selama kehamilan dan persalinan dengan
memulihkan dan menguatkan otot- otot punggung.
c. Memperbaiki tonus otot pelvis.
d. Memperbaiki regangan otot tungkai bawah.
e. Memperbaiki regangan otot abdomen setelah hamil dan melahirkan.
f. Meningkatkan kesadaran untuk melakukan relaksasi otot- otot dasar
panggul.
g. Mempercepat terjadinya proses involusi organ- organ reproduksi.
9. Rencana KB
Rencana KB setelah ibu melahirkan sangatlah penting, dikarenakan
secara tidak langsung KB dapat membantu ibu untuk dapat merawat anaknya
dengan baik serta mengistirahatkan alat kandungnya. Menurut WHO, jarak
kehamilan sebaiknya 24 bulan atau 2 tahun. Ibu post partum dan keluarga juga
harus memikirkan tentang menggunakan alat kontrasepsi setelah persalinan
untuk menghindari kehamilan yang tidak direncanakan. Penggunaan alat
kontrasepsi setelah persalinan dapat melindungi ibu dari resiko kehamilan,

23
karena menjalani proses kehamilan seorang wanita membutuhkan fisik dan
mental yang sehat serta stamina yang kuat. Untuk mengatur jarak kehamilan
ibu dapat menggunaan alat kontrasepsi sehingga dapat mencapai waktu
kehamilan yang direncanakan.
E. Kunjungan masa nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas oleh bidan dan dokter dilaksanakan minimal 3
kali yaitu ;
1. Kunjungan pertama : 6 jam sampai 3 hari setelah melahirkan
2. Kunjungan kedua : hari ke 4 - 28 hari setelah melahirkaan
3. Kunjungan ketiga : hari ke 29 - 42 hari setelah melahirkan
(buku KIA, 2016).
F. Ketidaknyamanan masa nifas
Terdapat beberapa ketidaknyamanan pada masa nifas. Meskipun dianggap
normal, ketidaknyamanan tersebut dapat menyebabkan distres fisik yang
bermakna. Menurut Islami, dkk tahun 2015 menyatakan bahwa ketidaknyamanan
masa nifas terbagi menjadi berikut ini:
1. Nyeri setelah melahirkan
Nyeri setelah melahirkan disebabkan oleh kontraksi dan relaksasi uterus yang
berurutan yang terjadi secara terus menerus. Nyeri ini lebih umum terjadi pada
paritas tinggi dan pada wanita menyusui. Alasan nyeri yang lebih berat pada
wanita dengan paritas tinggi adalah penurunan tonus otot uterus secara
bersamaan, menyebabkan relaksasi intermiten. Berbeda pada wanita primipara
yang tonus ototnya masih kuat dan uterus tetap berkontraksi tanpa relaksasi
intermiten. Pada wanita menyusui, isapan bayi menstimulasi produksi oksitosin
oleh hipofise posterior. Pelepasan oksitosin tidak hanya memicu refleks let
down (pengeluaran ASI) pada payudara, tetapi juga menyebabkan kontraksi
uterus. Nyeri setelah melahirkan akan hilang jika uterus tetap berkontraksi
dengan baik saat kandung kemih kosong. Kandung kemih yang penuh

24
mengubah posisi uterus ke atas, menyebabkan relaksasi dan kontraksi uterus
lebih nyeri.
2. Keringat berlebih
Wanita postpartum mengeluarkan keringat berlebihan karena tubuh
menggunakan rute ini dan diuresis untuk mengeluarkan kelebihan cairan
interstisial yang disebabkan oleh peningkatan normal cairan intraselular selama
kehamilan. Cara menguranginya sangat sederhana yaitu dengan membuat kulit
tetap bersih dan kering
3. Pembesaran payudara
Diperkirakan bahwa pembesaran payudara disebabkan oleh kombinasi
akumulasi dan stasis air susu serta peningkatan vaskularitas dan kongesti.
Kombinasi ini mengakibatkan kongesti lebih lanjut karena stasis limfatik 9 dan
vena. Hal ini terjadi saat pasokan air susu meningkat, pada sekitar hari ketiga
postpartum baik pada ibu menyusui maupun tidak menyusui dan berakhir
sekitar 24 hingga 48 jam.
4. Nyeri perineum
Beberapa tindakan dapat mengurangi ketidaknyamanan atau nyeri akibat
laserasi atau luka episiotomi dan jahitan laserasi atau episiotomi tersebut.
Sebelum tindakan dilakukan, penting untuk memeriksa perineum untuk
menyingkirkan komplikasi seperti hematoma. Pemeriksaan ini juga
mengindikasikan tindakan lanjutan apa yang mungkin paling efektif.
5. Konstipasi
Rasa takut dapat menghambat fungsi bowel jika wanita takut bahwa hal
tersebut dapat merobek jahitan atau akibat nyeri yang disebabkan oleh
ingatannya tentang tekanan bowel pada saat persalinan. Konstipasi lebih lanjut
mungkin diperberat dengan longgarnya abdomen dan oleh ketidaknyamanan
jahitan robekan perineum derajat tiga atau empat.

25
6. Hemoroid
Jika wanita mengalami haemorroid, mungkin mereka sangat merasakan
nyeri selama beberapa hari. Haemorroid yang terjadi selama masa kehamilan
dapat menimbulkan traumatis dan menjadi lebih edema selama kala dua
persalinan. (Islami, dkk. 2015).
G. Tanda bahaya masa nifas
Menurut Depkes, tanda bahaya yang dapat timbul dalam masa nifas seperti
peerdarahan lewat jalan lahir, keluar cairan berbau dari jalan lahir, demam,
bengkak di muka, tangan atau kaki, disertai kait kepala dan atau kejang, nyeri atau
panas di daerah tungkai, payudara bengkak, berwarna kemerahan dan sakit,
putting lecet. Ibu mengalami depresi (antara lain menangis tanpa sebab dan tidak
peduli pada bayinya) (Depkes, 2015).
1. Perdarahan postpartum
Menurut Mochtar tahun 2002, perdarahan yang membutuhkan lebih dari
satu pembalut dalam waktu satu atau dua jam. Sejumlah perdarahan berwarna
merah terang tiap saat setelah minggu pertama pascapersalinan. Perdarahan post
partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah
anak lahir. Menurut waktu terjadinya terbagi atas dua bagian yaitu: perdarahan
postpartum Primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam
setelah anak lahir dan perdarahan postpartum sekunder (late postpartum
hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke-5 sampai ke-
15 postpartum (Larasati, 2015).
2. Lokhea berbau busuk
Lokhea ini disebut lochea purulenta yaitu cairan seperti nanah berbau busuk
(Mochtar, 2012). Hal tersebut terjadi karena kemungkinan adanya:
a. Tertinggalnya plasenta atau selaput janin karena kontraksi uterus yang
kurang baik.
b. Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lochea rubra lebih banyak
karena kontraksi uterus lebih cepat.

26
c. Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi uterus kurang baik sehingga lebih
lama mengeluarkan lochea dan lochea berbau anyir atau amis.
Bila lochea bernanah atau berbau busuk, disertai nyeri perut bagian bawah
kemungkinan dianoksisnya adalah metriris. Metritis adalah infeksi uterus
setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu.
Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelvic,
peritonitis, syok septic (Mochtar, 2012).

3. Sub involusi uterus


Menurut Prawirohardjo tahun 2005, faktor penyebab sub involusio antara
lain sisa plasenta dalam uterus, endometritis, adanya mioma uteri. Pada
pemeriksaan bimanual ditemukan uterus lebih besar dan lebih lembek dari
seharusnya, fundus masih tinggi, lokea banyak dan berbau dan jarang terdapat
pula perdarahan.
Pengobatan dilakukan dengan memberikan injeksi methergin setiap hari
ditambah ergometrin per oral. Bila ad sisa plasenta lakukan kuretase. Berikan
antibiotika sebagai pelindung infeksi (Feriana, 2012).
4. Payudara berubah menjadi merah, panas dan sakit
Mastitis adalah peradangan payudara. Mastitis ini dapat terjadi kapan saja
sepanjang periode menyusui, tapi paling sering terjadi antara hari ke-10 dan
hari ke-28 setelah kelahiran. Gejala dari mastitis adalah bengkak dan nyeri,
payudara tampak merah pada keseluruhan atau ditemppat tertentu, payudara
terasa keras dan berbenjol-benjol, serta demam dan rasa sakit (Marmi, 2012).
Penanganan mastitis yaitu:
a. Payudara dikompres dengan air hangat;
b. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan pengobatan analgetik;
c. Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotika;
d. Bayi mulai menyusui dari peradangan yang mengalami peradangan;
e. Anjurkan ibu untuk selalu menyusu bayinya;

27
f. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan istirahat
cukup.
5. Pusing dan lemas yang berlebihan
Menurut Manuaba tahun 2005, pusing merupakan tanda-tanda bahaya masa
nifas, pusing bisa disebabkan karena tekanan darah rendah (sistol <100 mmHg
dan diastolnya >90 mmHg). Pusing dan lemas yang berlebihan dapat juga
disebabkan oleh anemia bila kadar haemoglobin <11 gr/dl. Lemas yang
berlebihan juga merupakan tanda-tanda bahaya, dimana keadaan lemas
disebabkan oleh kurangnya istirahat dan kurangnya asupan kalori sehingga ibu
kelihatan pucat, tekanan darah rendah (Larasati, 2015:29-30)
Cara mengatasinya yaitu:
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari;
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan
vitamin yang cukup;
c. Minum sedikitnya 3 liter air per hari;
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat setidaknya selama 40 hari
pasca bersalin;
e. Minum pil kapsul vitamin A (200.000 unit) agarbisa memberikan kadar
vitaminnya pada bayinya, dan
f. Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
6. Suhu tubuh >38°C
Menurut Mochtar 2002, apabila terjadi peningkatan melebihi 38ºC berturut-
turut selama 2 haru kemungkinan terjadi infeksi. Infeksi nifas adalah keadaan
yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas.
Penanganan umum bila terjadi demam :
a. Istirahat baring;
b. Rehidrasi peroral atau infus;
c. Kompres atau kipas untuk menurunkan suhu;

28
d. Jika ada syok, segera beri pengobatan, sekalipun tidak jelas gejala syok,
harus waspada untuk menilai berkala karena kondisi ini dapat memburuk
dengan cepat (Prawirohardjo, 2009).
7. Perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya
Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya.
Keadaan ini disebut dengan baby blue, yang disebabkan perubahan yang
dialami ibu saat hamil hingga sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan
perasaan merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan, selain itu
juga karena perubahan fisik dan emosional selama beberapa bulan kemudian
(Marmi, 2015).
Cara mengatasi gangguan psikologis pada masa nifas dengan postpartum
blues ada dua cara yaitu :
a. Dengan cara pendekatan komunikasi terapiutik, tujuan dari komunikasi ini
adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka
kesembuhannya dengan cara :
1) Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi;
2) Dapat memahami dirinya
3) Dapat mendukung tindakan konstruktif.
b. Dengan cara peningkatan support mental, beberapa cara yang dapat
dilakukan keluarga adalah
1) Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan
pekerjaan rumah
2) Memanggil orang tua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi
kesibukan merawat bayi
3) Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih
perhatian terhadap istrinya
4) Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir;
5) Memperbanyak dukungan dari suami
6) Suami menggantikan peran istri saat istri kelelahan;

29
7) Ibu dianjurkan untuk sering sharing ke teman-temannya yang baru saja
melahirkan.
8) Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu
9) Mengganti suasana, dengan bersosialisasi dan
10) Suami sering menemani istri dalam mengurus bayi. (Larasati, 2015).
H. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas
Menurut Pusat data kesehatan ibu dan anak (2013), peran dan tanggung jawab
bidan pada masa nifa yaitu:
1. Teman terdekat, sekaligus pendamping ibu nifas dalam menghadapi situasi
kritis saat masa nifas. Pada awal masa nifas, ibu mengalami masa-masa sulit.
Saat itulah ibu sangat membutuhkan teman dekat yang bisa diandalkan oleh
ibu untuk mengatasi kesulitan yang dialami. Bagaimana pola hubungan yang
terbentuk antara ibu dan bidan akan sangat ditentukan oleh keterampilan bidan
dalam memberikan asuhan, serta sebagai teman dekat pendamping ibu. Jika
pada tahap ini hubungan yang terburuk sudah baik maka tujuan dari asuhan
akan lebih mudah dicapai.
2. Pendidik dalam usaha pemberian pendidikan kesehatan terhadap ibu dan
keluarga
Masa nifas merupakan masa yang paling efektif bagi bidan dalam
menjalankan perannya sebagai pendidik. Dalam hal ini, tidak hanya ibu yang
mendapatkan materi kesehatan, tetapi juga keluarga. Hal ini merupakan salah
satu teknik yang tepat dalam pemberian pendidikan kesehatan, selain itu setiap
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan bayi
bidan harus melibatkan keluarga dalam pelaksanaan pemberian asuhan.
3. Pelaksana asuhan kepada pasien dalam hal tindakan perawatan, pemantauan,
penanganan masalah, rujukan dan deteksi dini komplikasi masa nifas.
Dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya, bidan sangat dituntut
kemampuannya dalam menerapkan teori yang sesuai kepada pasien.
Perkembangan ilmu dan pengetahuan yang paling terbaru yang harus diikuti

30
agar bidan dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien.
Penguasaan bidan dalam pengambilan keputusan yang tepat mengenai kondisi
pasien sangatlah penting, terutama menyangkut penentuan kasus rujukan,
bidan harus menguasai pengetahuan sehingga dapat mendeteksi dini adanya
kelainan dan komplikasi, agar dapat dicegah atau dapat ditangani secara cepat
sehingga tidak terjadi suatu keterlambatan (Azizah, 2019).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena marupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu
termasuk kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas
terjadi dalam 24 jam. Oleh karena itu, peran dan tanggung jawab bidan untuk
memberikan asuhan kebidanan ibu nifas dengan pemantauan mencegah
beberapa kematian ini. Peran bidan antara lain sebagai berikut:
a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas
sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selama masa nifas
b. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi, serta keluarga
c. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa
nyaman
d. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibu dan
anak, serta mampu melakukan kegiatan administrasi
e. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan
f. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang
baik, serta mempraktikkan kebersihan yang aman
g. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnosis dan rencana tindakan juga melaksanakannya untuk
mempercepat proses pemulihan, serta mencegah komplikasi dengan
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.

31
BAB II
TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN

Pengakajian
Tanggal/jam : Untuk mengetahui kapan mulai dilakukan pengkajian
No. RM : Untuk dapat membedakan antara pasien dengan pasien yang lain
dalam suatu ruangan.
A. Data Subjektif
1. Biodata
Nama : nama ibu dan suami untuk mengenal, memanggil, dan menghindari
terjadinya kekeliruan. (Christina, 2000)
Umur : ditanyakan untuk mengetahui umur ibu
Agama : ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap
kebiasaan kesehatan pasien / klien. Dengan diketahuinya agama pasien, akan
memudahkan bidan melakukan pendekatan di dalam melaksanakan asuhan
kebidanan. (Depkes RI, 2002)
Suku : untuk mengetahui dari suku mana ibu berasal dan menentukan
carapendekatan serta pemberian asuhan.
Pendidikan : untuk mengetahui tingkat pengetahuan sebagai dasar dalam
memberikan asuhan.
Pekerjaan : untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi
klien dan apakah pekerjaanibu / suami dapat mempengaruhi kesehatan klien /
tidak.
Alamat : untuk mengetahui tempat tinggal klien dan menilai apakah
lingkungan cukup aman bagi kesehatannya serta mempermudah untuk
melakukan kunjungan ulang.
2. Keluhan utama
Ibu nifas normal biasanya mengeluh berkaitan dengan nyeri bekas jahitan dan
masalah pengeluaran kolostrum.

32
3. Riwayat menstruasi
Menurut Manuaba (2010), gangguan menstruasi meliputi banyaknya ganti
pembalut perhari, lamanya menstruasi, keteraturan siklus menstruasi.
4. Riwayat perkawinan
Wanita yang menikah dan hamil pada usia muda dari segi biologis,
perkembangan alat biologisnya belum optimal. Secara sosial ekonomi belum
siap mandiri dan secara medis sering mendapatkan gangguan kesehatan,
mudah mengalami abortus, perdarahan yang akan mengarah pada terjadinya
anemia (Asrina, 2014).
5. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas lalu perlu dikaji untuk mengetahui
seberapa jauh ibu memahami berbagai hal mengenai masa nifas dan bayi baru
lahir. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan
makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis (Manuaba,
2010).
6. Riwayat penyakit
Riwayat kesehatan sekarang dan dahulu sangat penting dikaji, selain itu
riwayat alergi juga perlu dikaji sehingga tindakan yang dilakukan pada masa
nifas dapat dilakukan sesuai dengan kondisi ibu
7. Riwayat kontrasepsi
Untuk mengetahui riwayat kontrasepsi ibu sebelumnya.
8. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
Nutrisi yang diperlukan ibu kamil: kalori, protein, kalsium, zat besi,
vitamin A, vitamin D, vitamin C, vitamin B, dan air. Bahan makanan yang
banyak mengandung lemak dan hidrat arang seperti manisan dan gorengan
perlu dikurangi untuk menghindari kelebihan berat badan yang berlebihan.
b. Eliminasi

33
Ibu pascasalin yang memasuki masa nifas harus dapat berkemih spontan
dalam waktu 6 jam. Oleh karena itu perlu ditanyakan dengan detail
bagaimana ibu BAK apakah ada kesulitan, volume urin yang keluar.
c. Istirahat
Waktu istirahat harus lebih lama ± 10-11 jam. Untuk wanita nifas, juga
dianjurkan untuk tidur siang (Christina, 2000). Jadwal istirahat dan tidur
harus diperhatikan dengan baik karena istirahat dan tidur yang teratur dapat
meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani untuk kepentingan
pertumbuhan dan perkembangan janin (Manuaba, 2000).
d. Aktivitas
Wanita yang sedang nifas boleh bekerja tapi sifatnya tidak melelahkan dan
tidak mengganggu masa nifas. Misalnya: pekerjaan rumah tangga yang
ringan, masak, menyapu, tetapi jangan menimba, mengangkat air, dll.
Pekerjaan dinas misal guru, pegawai kantor boleh diteruskan. Pekerjaan
yang sifatnya dapat mengganggu masa nifas lebih baik dihindarkan
misalnya pekerjaan di pabrik rokok, percetakan, yang mengeluarkan zat
yang dapat mengganggu janin dalam kandungannya (Christina, 2000).
9. Personal hygiene
Rambut harus sering dicuci.
a. Gigi betul-betul harus mendapat perawatan untuk mencegah caries.
b. Buah dada adalah organ yang erat hubungannya dengan nifas, sebagai
sumber yang berproduksi untuk makanan bayi oleh karena itu bila kurang
kebersihannya bisa menyebabkan infeksi.
c. Kebersihan vulva. Vulva harus selalu dalam keadaan bersih. Setelah
BAK/BAB harus selalu dikeringkan, cara cebok yang dari depan ke
belakang.
d. Kebersihan kuku tidak boleh dilupakan karena dibawah kuku bisa
tersembunyi kuman penyakit.

34
e. Kebersihan kulit dilakukan dengan mandi 2x sehari. Mandi tidak hanya
membersihkan kulit tetapi menyegarkan badan, karena pembuluh darah
terangsang dan badan terasa nyaman.
f. Kebersihan pakaian. Wanita nifas ganti pakaian yang bersih, kalau dapat
pagi dan sore, lebih-lebih pakaian dalam seperti BH dan celana dalam.
(Christina, 2000)
10. Riwayat psikososial dan budaya
Mempertimbangkan lingkungan sosial, keluarga klien, suami dan teman untuk
mendukung ibu selama masa pemulihan (Robson, 2011). Untuk mengetahui
keadaan psikologis ibu terhadap masa nifasnya serta bagaiamana tanggapan
suami dan keluarga tentang peran baru istrinya sebagai ibu serta perannya
sendiri sebagai ayah. Budaya ditanyakan untuk mengetahui kebiasaan dan
tradisi yang dilakukan ibu dan keluarga berhubungan dengan kepercayaan pada
takhayul, kebiasaan berobat dan semua yang berhubungan dengan kondisi
kesehatan ibu.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : baik/cukup/lemah
b. Kesadaran : composmentis/apatis/samnolen
c. Tinggi badan
d. Berat badan
e. Indeks masa tubuh (IMT)
2. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. Pernapasan
d. Suhu
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : bersih, tidak ada benjolan, tidak ada luka

35
b. Rambut : warna hitam, tidak ada ketombe, tidak rontok, distribusi rambut
merata
c. Mata : konjngtiva tidak pucat dan sclera tidak ikterus
d. Hidung : bersih, tidak ada sekret
e. Mulut : bersih, warna bibir kemerahan, tidak ada stomatitis, gigi tidak
berlubang, gusi tidak berdarah
f. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran
kelenjar limfe, dan tidak ada bendungan vena jugularis
g. Dada : simetris, kedua putting menonjol, tidak ada retraksi, pengeluaran
colostrum ada atau tidak
h. Perut : untuk mengetahui bagaimana sub involusi uteri, tinggi fundus uteri,
kontraksi uteri, posisi uterus serta kandung kemih (Marmi, 2012).
i. Genitalia : terdapat edema atau tidak, pengeluaran lochea, pemeriksaan luka
jahitan bersih atau tidak untuk mencegah terjadinya infeksi
j. Anus : terdapat haemoroid atau tidak
k. Ekstremitas : simetris, tidak ada kelainan maupun edema
4. Pemeriksaan penunjang
Haemoglobin : untuk mengetahui apakah ibu mengalami anemia atau tidak
Urine : dapat dilakukan pemasangan DC untuk memeriksa jumlah urine residu
pada ibu nifas
C. Analisa
1. Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan diambil dari data subjektif dan objektif yang telah
didapatkan
2. Masalah
Masalah kebidanan yang diambil sesuai dengan keluhan yang klien alami
3. Kebutuhan
Kebutuhan diberikan untuk sesuai dengan masalah atau keluhan yang dialami
ibu nifas

36
D. Pelaksanaan Asuhan
1. Informasikan pada ibu bahwa ibu dalam kondisi sehat dan berikan motivasi
dan dukungan mental pada ibu.
2. Informasikan pada ibu hasil pemeriksaan KU, VS, kontraksi uterus, TFU, dan
perdarahan pervaginam.
3. Anjurkan ibu untuk mobilisasi secara bertahap.
4. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama daerah perineum yaitu
dibersihkan dengan air besih dan sabun, mengganti pembalut setidaknya 2 kali
sehari.
5. Jelaskan tentang manfaat ASI yang mengandung bahan yang diperlukan oleh
bayi, mudah dicerna, memberikan perlindungan terhadap infkesi, selalu segar,
bersih, siap untuk minum dan hemat biaya.
6. Promosikan program menyusui yang tidak mengganggu istirahat ibu seperti
memeras ASI sehingga bayi dapat diberi susu oleh anggota keluarga yang lain.
7. Berikan konseling tentang perawatan payudara yaitu menjaga payudara tetap
bersih dan kering terutama putting susu, menggunakan BH yang menyongkong
payudara, oleskan ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali akan
menyusui dan selesai menyusui.
8. Jelaskan pada ibu tentang tanda bahaya masa nifas yaitu perdarahan pada jalan
lahir yang banyak dan terus menerus, bau tidak sedap pada jalan lahir,
payudara terasa panas, nyeri, kemerahan, demam dan pusing yang menetap,
nyeri pada luka jahitan pada perineum ataupun luka operasi.
9. Anjurkan ibu untuk memenuhi asupan zat besi yang cukup dengan
mengkonsumsi makanan seperti daging, ikan, telur, buah – buahan, sayuran
hijau dan menghidari mengkonsumsi makanan yang menghambat penyerapan
zat besi seperti teh, kopi, cokelat, jamu – jamuan dan susu.
10. Lakukan kolaborasi dengan petugas kesehatan yang lain.
11. Lakukan kolaborasi dengan dr. SpOG untuk pemberian terapi yang diperlukan
ibu.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.


Bobak, Lowdermilk, Jensen (2005). Maternity nursing (4th editiion), Maria
A &amp: PiterI (2004). (Alih Bahasa): Jakarta: EGC
Cunningham, F.G dkk. 2012. Obstetri Williams. Volume 1. New York: McGraw-
Hill Education.
Maritalia, Dewi. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Marmi. (2012). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Puerperium Care”. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta
Sulistyawati A. Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas. Yogyakarta:Penerbit
Andi; 2009.
Saleha S. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
Oktaviani. 2018. Asuhan Kebidanan Mas Nifas dan Menyusui. Malang: Wineka
Media.
Pusdiknakes, 2013. Asuhan Kebidanan Post Partum. Jakarta: Pusdiknakes
Prawirohadjo, S, 2014. Ilmu kebidanan : Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Rukiyah Y. Ai. (2014). Dokumentasi Kebidanan . CV. Trans Info Medika. Jakarta
Timur
Saifuddin, Abdul Bari dkk, 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.Jakarta.
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Varney, 2004. Varney’s Midwifery. Ed 4. Massachusets: Jones and Bartlett
Publisher.
Walyani dan Purwoastuti. (2017). Asuhan Kebidanan Masa Nifas & Menyusui.
Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.

38

Anda mungkin juga menyukai