Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PADA NY.

“Y” Usia 31 TAHUN


DENGAN LUKA PADA PERINEUM DI BPS NOVI,
AMD. KEB. DI KOTA MALANG
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Konsep Kebidanan
Dosen Pengampu:
Ina Indriati, SST., M.Kes

Oleh:
Yunita Sari (212014)
Wahyu Dian P. (212020)
Ruspita Dewi (212025)
Yuvania Andi I .(212026)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN RS dr.SOEPRAOEN
MALANG
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Kebidanan Nifas
Dengan Luka Pada Perineum” ini dapat berjalan dengan lancar.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas dari Ibu Ina Indriati,
SST.,M.Kes pada bidang studi Konsep Kebidanan. Selain itu, penyusunan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Asuhan Kebidanan yang tepat
pada Nifas Dengan Luka bagian Perineum Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Ibu Ina Indriati, SST.,M.Kes selaku dosen mata pelajaran konsep
kebidanan. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis
berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan


banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan
ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga
mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan
dalam makalah ini.

Malang, 05 Oktober 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
Cover ......................................................................................…….............i
Kata Pengantar ..................… .....................................................................ii
Daftar Isi ...............................................................................…,.................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................4
1.2 Tujuan ..................................................................................................4
1.2.1 Tujuan Umum ...........................................................................4
1.2.2 Tujuan Khusus ...........................................................................4
1.3 Manfaat ................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ............................................................................................5
2.1.1 Pengertian Masa Nifas dan Luka Perineum.............................…8
2.2 Etiologi Ruptur Perineum.....................................................................8
BAB III TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Masa Nifas.............................................................................10
2.1.1 Pengertian Nifas .........................................................................10
2.1.2 Pathway Nifas Normal ...............................................................10
2.1.3 Tahapan Masa Nifas ..................................................................10
2.1.4 Kunjungan Masa Nifas ..............................................................11
2.1.5 Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas ......................................12
2.1.6 Perubahan Psikologis Pada Masa Nifas .......................…..........19
2.1.7 Kebutuhan Dasar Masa Nifas ....................................................20
2.2 Konsep Involusi Uteri ........................................................................21
2.2.1 Pengertian Involusi Uteri............................................................22
2.2.2 Proses Involusi Uteri ..................................................................24
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Involusi Uteri ...............................24
2.2.4 Asi Eksklusif ..............................................................................27
2.2.5 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan Ibu Nifas ....................28

2
A. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH ...................................32
B. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL .............32
C. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA...............................................33
D. INTERVENSI ....................................................................................…...33
E. IMPLEMENTASI .....................................................................................33
F. EVALUASI ...............................................................................................35
BAB IV TINJAUAN KASUS
BAB V PEMBAHASAN
1. Data Subjektif ........................................................................…........36
2. Data Objektif ..........................................................................….......37
3. Analisa ...............................................................................................38
4. Penatalaksanaan .................................................................................41
BAB VI PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................42
5.2 Saran ........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................45

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa nifas (Puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula
(sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kirakira 6 minggu. Selama
masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan,
baik secara fisik maupun psikologis sebenarnya sebagian besar bersifat
fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan
kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis
(Sulistyawati A, 2009).
Seorang wanita yang pernah mengalami masa nifas belum tentu mengerti
perbedaan ketidaknyamanan pada masa nifas yang normal atau tidak normal,
oleh karena itu penulis mencoba melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Nifas hari ke tiga, Ny “Y” P2A0 Dengan Postpartum hari ke 3
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu memberikan Asuhan Kebidanan Nifas dengan menggunakan
manajemen asuhan kebidanan yang efektif dan efisien
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian data subjektif pada asuhan kebidanan
nifas
2. Mampu melakukan pemeriksaan untuk mendapatkan data objekstif
pada asuhan kebidanan nifas
3. Mampu menentukan diagnosa pada asuhan kebidanan nifas
4. Mampu memberikan penatalaksanaan sesuai dengan kebutuhan klien
pada asuhan kebidanan nifas.
1.3 Manfaat
Diharapkan asuhan kebidanan nifas ini dapat menjadi referensi bagi institusi
dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat utamanya keluarga yang
diberikan asuhan kebidanan nifas.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
2.1.1 Pengertian Masa Nifas dan Luka Perineum

Masa Nifas (puerperium) adalah masa nifas mulai setelah partus


selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh
alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam
waktu 3 bulan (Wiknjosastro 2006, 237).
Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil, dan berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifuddin
2006, 122).
Tahapan Masa Nifas Tahapan yang terjadi pada masa nifas ada
3 periode : a. Periode immediate post partum Yaitu masa segera setelah
plasenta lahir sampai 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak
masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri.
b. Periode early post partum (24 jam-1 minggu) Pada fase ini bidan
memastikan involusio uteri dalam keadaan normal, tidak ada
pendarahan, lokhia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
c. Periode late post partum (1 minggu-5 minggu) Pada periode ini bidan
tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan seharihari serta konseling
KB.
Perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi
1) Involusio atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram.

5
Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-
otot polos uterus.
2) Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
dalam masa nifas.
a) Lochia Rubra (Cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium selam
dua hari masa persalinan.
b) Lochia Sanguilenta: berwarna coklat, sedikit darah dan lender. Hari
ketiga sampai ketujuh pasca persalinan.
c) Lochia Serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari
ketujuh sampai empat belas pasca persalinan.
d) Lochia Alba: cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan
(Muchtar 1998, 116).
3) Uterus Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat,
segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri ± 2 jari dibawah pusat
dan beratnya kira-kira 200 gram. Pada hari ke 5 post partum uterus
kurang lebih setinggi 7 cm diatas simfisis dan beratnya ± 500 gram dan
setalah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis dan
beratnya menjadi 300 gram, setelah 6 minggu post partum, berat uterus
menjadi 40 – 60 gram (Wiknjosastro 2006, 238)
4) Serviks Setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti
corong berwarna merah kehitaman. Setelah bayi lahir, tangan masih
bisa masuk ke rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui 1 jari (Mochtar
1998, 116).
5) Vulva dan vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan akan
kembali secara bertahap dalam 6 – 8 minggu post partum. Penurunan
hormon estrogen pada masa post partum berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali
sekitar minggu ke – 4. (Wulandari 2009, 80)

6
6) Endometrium Perubahan pada endometrium adalah timbulnya
thrombosis, degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta.
Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan
yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin setelah tiga hari
mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas
implantasi plasenta (Saleha 2009, 56).
7) Rasa sakit (after pains) Hal ini disebabkan kontraksi rahim, biasanya
berlangsung 2 – 4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian
pada ibu mengenai hal. ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan
obat – obat anti sakit dan anti mules (Mochtar 1998, 116).

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada Perineum sewaktu


persalinan (Mochtar, 2004).
Perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan
anus (Dorland, 2006). Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan
anus yang berperan dalam persalinan. Ruptur perineum adalah robekan yang
terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 1998).
Ruptur perineum seperti yang telah diuraikan diatas terjadi pada
saat pengeluaran bayi/kala II persalinan yaitu bagian terdepan anak telah
berada di dasar panggul, sehingga untuk memberi tempat bagian terdepan
dari anak maka perineum harus mengembang/merengang. Peregangan
perineum tersebut harus ditahan dengan tangan penolong persalinan untuk
menghindari terjadinya ruptur perineum. Selain menahan perineum yang
meregang, untuk mencegah ruptur perineum bidan dapat menahan bagian
subocciput janin agar tidak terlalu cepat melakukan defleksi (JNPK-KR,
2008)
Ruptur perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Ruptur perineum umumnya
terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati

7
pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito bregmatika. (Depkes RI, 2001).

2.2. Etiologi Ruptur Perineum


Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kejadian Ruptur perineum
Menurut Oxorn (2010) faktor maternal yang mempengaruhi kejadian ruptur
perineum adalah sebagai berikut:
a. Umur Ibu
Pemerintah menganjurkan bahwa pasangan usia subur (PUS) sebaiknya
melahirkan pada periode umur 20-35 tahun, pada kelompok usia tersebut
angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) ibu dan bayi yang
terjadi akibat kehamilan dan persalinan paling rendah dibanding dengan
kelompok usia lainnya (BKKBN, 2008). Wanita melahirkan anak pada usia <
20 tahun atau > 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca
persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan
pada usia di bawah 20 tahun, fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna. Sedangkan pada usia > 35 tahun fungsi
reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca
persalinan terutama perdarahan akan lebih besar.
b. Paritas
Paritas merupakan frekuensi ibu pernah melahirkan anak, hidup atau
mati tetapi bukan aborsi, tingkat paritas dijelaskan sebagai berikut:
primigravida yaitu ibu yang pernah hamil satu kali, multigravida adalah ibu
yang pernah hamil 2-4 kali, dan grande multigravida adalah ibu yang pernah
hamil 5 kali atau lebih. Primipara adalah ibu yang pernah melahirkan satu
kali, sedangkan multipara adalah ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali.
Tingkat paritas telah banyak menarik perhatian para peneliti dalam hubungan
kesehatan ibu dan anak. Dikatakan demikian karena terdapat kecenderungan

8
kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari pada yang berparitas
tinggi (Notoatmodjo, 2003).
Pada primigravida, pemeriksaan ditemukan tanda-tanda perineum utuh, vulva
tertutup, himen pervoratus, vagina sempit dengan rugae. Pada persalinan akan
terjadi penekanan pada jalan lahir lunak oleh kepala janin. Dengan perineum yang
masih utuh pada primi akan mudah terjadi ruptur perineum (Mochtar, 1998).
c. Partus presipitatus
Partus presipitatus Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan
Normal (2007) laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi
saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika
bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Partus presipitatus dapat
menyebabkan terjadinya ruptur perineum bahkan robekan serviks yang
dapat mengakibatkan perdarahan pascapersalinan (Saifuddin, 2008).
Partus presipitatus adalah persalinan yang terlalu cepat yakni kurang dari 3
jam. Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong persalinan dan
ibu mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin terjadi defleksi terlalu
cepat. Keadaan ini akan memperbesar kemungkinan terjadi ruptur
perineum (Mochtar, 1998)
d. Partus lama
Partus lama adalah bila persalinan berlangsung lebih dari 24 jam
pada primigravida dan atau 18 jam bagi multi gravida (Oxorn,
2010).Partus lama dapat menimbulkan bahaya baik bagi ibu ataupun janin,
beratnya cidera makin meningkat dengan semakin lamanya proses
persalinan seperti meningkatnya insidensi atonia uteri, laserasi, perdarhan,
infeksi dan lain-lain yang merupakan penyebab utama kematian ibu
(Oxorn, 1996), serta terjadinya fistula urogenital, rupture uteri dan lainlain
yang dapat memperburuk masa nifas (WHO, 1994).
Persalinan yang lama atau >24 jam dapat menyebabkan rupture hal
ini dibuktikan berdasarkan penelitian Aswin (2007), persalinan lama >24
jam dapat menyebabkan fistula urogenital yaitu suatu hubungan yang

9
abnormal antara dua organ internal atau lebih yaitu saluran kemih (uretra,
kandung kemih, ureter) dan saluran genetalia (uterus, vagina, perineum).

BAB III
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Masa Nifas
2.1.1 Pengertian Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai beberapa jam sesudah
lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Marmi, 2012).
Pengertian lainnya, masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu (Saleha, 2009).
Jadi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa nifas
(puerperium) masa yang berlangsung sekitar 6 minggu yang dimulai
beberapa jam setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil.

2.1.2 Pathway Nifas Normal

10
2.1.3 Tahapan Masa Nifas
Menurut Anggraini (2010), tahapan masa nifas di bagi atas:
a. Puerperium dini
Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan - jalan.
b. Puerperium intermedial
Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya 6–8 minggu.
c. Remote puerperium
Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan
atau tahunan.

2.1.4 Kunjungan Masa Nifas


Menurut Sulistyawati, ari (2009) jadwal kunjungan ibu post partum terbagi
menjadi 4:
a. Kunjungan pertama 6-8 jam setelah melahirkan, tujuan dilakukan kunjungan
adalah :
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena otonia uteri.
2) Pemantauan keadaan umum ibu.
3) Melakukan hubungan antara bayi dan ibu (bonding attatchment)

11
4) ASI ekslusif.
b. Kunjungan kedua 6 hari setelah melahirkan, tujuan dilakukan kunjungan
adalah :
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilicus dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal.
3) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
4) Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.
5) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
c. Kunjungan ketiga 2 minggu setelah melahirkan, tujuan dilakukan kunjungan
adalah :
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilikus dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal.
3) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
4) Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.
5) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
d. Kunjungan keempat 6 minggu setelah melahirkan, tujuan dilakukan
kunjungan adalah:
1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia alami.
2) Memberikan konseling untuk KB secara dini, imunisasi, senam nifas, dan
tanda-tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi.
2.1.5 Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
Pada masa nifas, organ reproduksi interna dan eksterna akan
mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Menurut Martalita,
dewi (2012) Perubahan ini terjadi secara berangsur–angsur dan berlangsung
selama lebih kurang 3 bulan. Selain organ reproduksi, beberapa perubahan
fisiologis yang terjadi selama masa nifas akan di bahas berikut:
1. Perubahan Sistem Reproduksi
a. Uterus
1) Pengerutan Rahim (Involusi Uteri)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi
sebelum hami,. Dengan involusi uteri ini, lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati). (Sulistyawati,
2009).
Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi
untuk meraba dimana TFU-nya (tinggi fundus uteri).
a) Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000 gram.

12
b) Pada akhir kala III, TFU berada 2 jari di bawah pusat.
c) Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis
dengan berat 500 gram.
d) Pada 2 minggu post partum, TFU teraba di atas simpisis dengan berat
350 gram.
e) Pada 6 minggu post partum, fundus uteri mengecil (tak teraba) dengan
berat 50 gram.
Perubahan ini berhubngan erat dengan perubahan miometrium yang
bersifat proteolisis.

Gambar 2.1 TFU pada Involusi Uteri (Sumber: Garrey&Govan 1974)


Menurut Anggraini, 2010. Involusi uterus terjadi melalui tiga proses
yang bersamaan, antara lain :
1. Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
didalam otot uterin. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan otot yang
telah sempat mengendur sehingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima
kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebihan
akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic dalam jumlah
renik sebagai bukti kehamilan.
2. Atrofi jaringan
Jaringan yang berfoliferasi karena adanya estrogen yang sangat besar
kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi
estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Lapisan desidua akan
mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan
beregenerasi menjadi endonetrium yang baru.
3. Efek oksitosin (kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat setelah bayi lahir diduga terjadi
sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine. Hormon oksitosin
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh
darah  dan membantu peroses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin

13
akan mengurangi suplai darah ke uterus sehingga akan mengurangi bekas
luka tempat implantasi plasenta dan mengurangi pendarahan. Luka bekas
perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
Selama 1-2 jam pertama post partum, intensitas kontraksi uterus dapat
berkurang dan menjadi teratur. Oleh karena itu,penting sekali untuk
menjaga dan mempetahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan
okitosin biasanya diberikan secara intravena atau intramuskuler, segera
setelah kepala lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan
merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara.
2) Lokhea
Menurut Anggraini, 2010. Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama
masa nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Lokhea mempunyai reaksi basa/alkhalis yang
dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam
yang ada pada vagina normal. Lokhea berbau amis atau anyir dengan
volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak
sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea mengalami perubahan karena
proses involusi. Pengeluaran lokhea dapat dibagi berdasarkan waktu dan
warnanya, seperti berikut ini:
a. Lokhea Rubra
Lokhea ini keluar pada hari 1-3 masa post partum. Cairan yang keluar
berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan sisa mekonium.
b. Lokhea Sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke 4-7 post partum.
c. Lokhea Serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung serum,
leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada pada hari ke 7-
14.
d. Lokhea Alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desida, sel epitel, selaput lender
serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini berlangsung
mulai hari ke 14 atau lebih dan berlangsung selama 2-6 minggu post
partum.
Lokhea yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan
adanya tanda-tanda perdarahan skunder yang mungkin disebakan oleh
tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang
berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai
dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar

14
cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “lokhea purulenta”.
Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut dengan “lokhea statis”.
3) Serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak
menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan
oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks
tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada pembatasan antara korpus dan
serviks berbentuk semacam cincin.
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna
serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh
darah. Konsistennya lunak, kadang-kadang terdapat leserasi atau perlukaan
kecil. Kerena robekan kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks tidak akan
kembali pada keadaan sebelum hamil. Bentuknya seperti corong karena
disebabkan oleh korpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan
serviks tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan
serviks terbentuk cincin. 
Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan
menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat
masuk ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari.
Pada minggu ke-6 post partum, serviks sudah menutup kembali
(Sulistyawati, 2009).

b. Vulva dan Vagina


Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali ke keadaan tidak hamil dan
rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali,
sementara labia menjadi lebih menonjol.
Pada masa nifas, biasanya terdapat luka-luka jalan lahir. Luka pada
vagina umumnya tidak seberapa luas dan akan sembuh secara perpriman
(sembuh dengan sendirinya) kecuali apabila terdapat infeksi. Infeksi
mungkin menyebabkan sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis
(Sulistyawati, 2009).
c. Perinium
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5,
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonus-nya, sekalipun tetap
lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil (Sulistyawati, 2009).
2. Perubahan Sistem Pencernaan

15
Ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan
karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang
menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu
persalinan , kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas
tubuh.
Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi
serat, pengingkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil,
dalam 2-3 hari dapat diberikan obat laksansia.
Selain konstipasi, ibu juga mengalami anoreksia akibat penurunan dari
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan.
(Sulistyawati, 2009)
Pada ibu yang melahirkan dengan cara oprasi (SC) biasanya membutuhkan
waktu sekitar 1-3 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat
kembali normal. Ibu yang melahirkan spontan biasanya lebih cepat lapar karna
telah mengeluarkan energi yang begitu banyak pada saat proses melahirkan.
Buang air besar (BAB) biasanya mengalami perubahan pada 1-3 hari pertama
postpartum. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus otot selama proses
persalinan. Selain itu, enema sebelum melahirkan, kurang asupan nutrisi dan
dehidrasi serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar
anus/perineum setiap kali akan b.a.b juga mempengaruhi defekasi secara
spontan. Faktor–faktor tersebut sering menyebabkan timbulnya konstipasi pada
ibu post partum dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi yang teratur perlu
dilatih kembali setelah tonus otot kembali normal.
3. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang
air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini
adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah
bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis
selama persalinan berlangsung.
Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12-36 jam post partum.
Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan
yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”. Ureter yang beridlatasi
akan kembali normal dalam 6 minggu.
Dinding kandung kemig memperlihatkan odem dan hyperemia, kadang-
kadang odem trigomum yang menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga
menjadi retesio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang
sensitif dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal
urine residual (normal kurang lebih 15cc). Dalam hal ini, sisa urine dan trauma

16
pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi.
(Sulistyawati, 2009).
4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontaksi segera setelah persalinan. Pembuluh-pembuluh
darahyang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini
akan menghentikan pendarahan setelah plasenta dilahirkan.
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga
tak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum
rotundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya
turun” setelah melahirkan karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat
genetalia menjadi kendor. Stabilitasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu
setelah persalinan.
Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang
berlangsung lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen
masih agak lunak dan kendor untuk sementara waktu. Untuk memulihkan
kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia, serta otot-otot dinding
perut dan dasar panggul, dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu.
Pada 2 hari post partum, sudah dapat fisioterapi. (Sulistyawati, 2009)

5. Perubahan Tanda-Tanda Vital


Pada masa nifas tanda-tanda vital harus dikaji, sebagai berikut :
1) Suhu tubuh
Setelah proses persalinan, suhu dapat meningkat sekitar 0,5℃ dari
keadaan normal ( 36℃ -37,5℃) namun tidak lebih dari 38 celcius. Hal ini
di sebabkan karena meningkatkn metabolisme tubuh pada saat proses
persalinan. Setelah 12 jam postpartum suhu tubuh yang meningkat tadi akan
kembali seperti keaadan semula.bila suhu tubuh tidak kembali ke keadaan
normal atau semakin meningkat, maka perlu di curigai terhadap
kemungkinan terjadinya infeksi.
2) Nadi
Denyut nadi normal berkisar antara 60-80 kali per menit. Pada saat
proses persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Setelah proses
persalinan selesai frekwensi denyut nadi dapat sdikit lebih lambat. Pada
masa nifas biasa nya denyut nadi akan kembali normal.
3) Tekanan darah
Tekanan darah normal untuk systole berkisar antara 110-140 mmhg dan
untuk diastole antar 60-80 mmHg . setelah partus, tekanan darah dapat
sedikit lebih rendah. Bila tekaanan darah mengalami peningkatan lebih dari

17
30 mmHg pada systole atau lebih dari 15 mmHg pada diastole perlu di
curigai timbulnya hipertensi atau pre eklampsia post partum.
4) Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal berkisar antara 18-24 kali per menit. Pada
saat partus frekwensi pernafasan akan meningkat karena kebutuhan oksigen
yang tinggi untuk tenaga ibu meneran atau mengejan dan mempertahankan
agar persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah partus selesai,
frekwensi pernafasan akan kembali normal. Keadaan pernafaan biasaanya
berhubungan dengan suhu dan denyut nadi.
6. Perubahan Sistem Endokrin
1) Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG (Human
Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10%
dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai onset pemenuhan
mamae pada hari ke-3 post partum
2) Hormon pituitary
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wamita yang tidak
menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan
meningkatkan fase kontraksi folikuler (minggu ke-3) dan LH tetap rendah
hingga ovulasi terjadi
3) Hypotalamik piyuitary ovarium
Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi oleh faktor
menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena
rendahnya kadar estrogen dan progesteron
4) Kadar estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna
sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedangmeningkatkan dapat
memengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI
7. Perubahan Sistem Peredaran Darah (Cardio Vascular)
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung
aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh
darah uteri. Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi
secara cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada propordi
normla. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi.
Selama masa ini, ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya
pengesteran membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan
meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama
dengan trauma masa persalinan. Pada persalinan, vagina kehilangan darah
sekitar 200-500 ml, sedangkan pada persalinan dengan SC, pengeluaran dua
kali lipatnya. Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar Hmt (haemotkrit).

18
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung
dan akan menimbulkan decompensatio cordis pada pasien dengan vitum
cardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
tumbuhnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
sediakala. Iminya, ini terjadi pada 3-5 hari post partum. (Sulistyawati, 2009).
8. Perubahan Sistem Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma,
serta faktor-faktor pembekuan darah makin meningkat. Pada hari pertama post
partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah akan
mengental sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang
meningkat dengan jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses
persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari post partum. Jumlah sel darah
tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi
patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan yang lama
Jumlah Hb, Hmr, dan erytrosit sangat bervariasi pada saat awal-awal masa
post partum sebagai akibat dari volume darah, plasenta, dan tingkat volume
darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status
gizi dan hidrasi wanita tersebut. Selama kelahiran dan post partum, terjadi
kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel
darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan Hmt dan Hb pada hari
ke-3 sampai hari ke-7 post partum, yang akan kembali normal dalam 4-5
minggu post partum.

2.1.6 Perubahan Psikologis Pada Masa Nifas


Menurut Suherni, 2008 (p.85-90), proses adaptasi psikologi pada seorang
ibu sudah dimulai sejak hamil. Wanita hamil akan mengalami perubahan
psikologis yang nyata sehingga memerlukan adaptasi. Perubahan mood seperti
sering menangis, lekas marah, dan sering sedih atau cepat berubah menjadi
senang merupakan manifestasi dari emosi yang labil. Proses adaptasi berbeda-
beda antara satu ibu dengan ibu yang lain.
Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani.
Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan
serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk
ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-
fase sebagai berikut :
1. Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang

19
berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan
proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. Ibu perlu bicara
tentang dirinya sendiri. Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini
seperti rasa mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu cukup
istirahat untuk mencegah gangguan psikologis yang mungkin dialami, seperti
mudah tersinggung, menangis. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif.
Pada fase ini petugas kesehatan harus menggunakan pendekatan yang empatik
agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik.
2. Fase taking hold
Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan
rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat
sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-
hati menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk
menumbuhkan kepercayaan diri ibu.
Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik
untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang
diperlukan ibu nifas. Tugas kita adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara
menyusu yang benar, cara merawat luka jahitan, senam nifas, memberikan
pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu seperti gizi, istirahat, kebersihan
diri dan lain-lain.

3. Fase letting go
Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami
bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan
bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada fase
ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalani peran barunya. Pendidikan
kesehatan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan sangat berguna bagi
ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya.
Dukungan suami dan keluarga masih terus diperlukan oleh ibu. Suami dan
keluarga dapat membantu merawat bayi, mengerjakan urusan rumah tangga
sehingga ibu tidak telalu terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang cukup,
sehingga mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat merawat bayinya.

2.1.7 Kebutuhan Dasar Masa Nifas

20
Ibu yang berada dalam masa nifas mempunyai kebutuhan dasar khusus agar
dapat melewati masa nifas dengan aman, sehat dan sejahtera sekaligus
menunjang keberhasilan menyusui. Menurut Martalia, dewi (2012) kebutuhan
dasar masa nifas antara lain:
a. Nutrisi dan Cairan
Ibu nifas haruus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat
yang berguna bagi tubuh ibu pasca melahirkan dan untuk persiapan
produksi ASI, bervariasi dan seimbang, terpenuhi kebutuhan karbohidrat,
protein, zat besi, vitamin dan mineral untuk mengatasi anemia,cariran dan
serat untuk memperlancar ekskresi. Nutrisi yang dikonsumsi harus bermutu
tinggi, bergizi dan mengandung cukup kalori yang berfungsi untuk proses
metabolisme tubuh, kebutuhan kalori wamita dewasa yang sehat dengan
berat badan 47 kg diperkirakan sekitar 2.200 kalori/hari. Ibu yang berada
dalam masa nifas dan menyusui membutuhkan kalori yang sama dengan
wanita dewasa, ditamah 700 kalori pada 6 bulan pertama untuk memberikan
ASI ekslusif dan 500 kalori pada bulan ke 7 dan selanjutnya. Ibu juga
dianjurkan untuk minum setiap kali menyusui dan menjaga kebutuhan
hidrasi sedikitnya 3 liter setiap hari. Tablet besi masih tetap di minum untuk
mencegah anemia, minimal sampai 40 hari post partum, vitamin A (200.000
IU) dianjurkan untuk mempercepat proses penyembuhan pasca salin dan
mentransferna ke bayi melalui ASI.
b. Ambulasi
Pemulihan pasca salin akan berlangsung lebih cepat bila oibu melakukan
mobilisasi dengan benar dan tepat, terutama untuk system peredaran darah,
pernafasan dan otot-otot rangka. Early ambulation atau ambulasi dini bisa
mencegah terjadinya sumbatan pada aliran darah. Tersumbatnya aliran
darah bisa menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam atau DVT (deep
Vein thrombosis) dan bisa menyebabkan infeksi pada pembuluh darah.
c. Eliminasi
Memasuki masa nifas, ibu diharapkan untuk berkemih dalam 6-8 jam
pertama. Pengeluaran urin masih tetap dipantau dan diharapkan setiap kali
berkemih urin yang keluar minimal sekitar 150 ml. Kebutuhan untuk
defekasi biasanya timbul pada hari pertama sampai hari ke 3 post partum,
kebutuhan ini dapat terpenuhi bila ibu mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi serat, cukup cairan dan melakukan mobilisasi dengan
baik dan benar.
d. Kebersihan Diri/Perineum
Pada masa nifas yang berlangsung selama lebih kurang 40 hari,
kebersihan vagina perlu mendapat perhatian lebih. Vagina merupakan
bagian dari jalan lahir yang dilewati janin pada saat proses persalinan.

21
Kebersihan vagina yang tidak terjaga dengan baik pada masa nifas dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada vagina itu sendiri yang dapat meluas
sampai ke rahim.
e. Istirahat
Kebutuhan istirahat sangat diperlukan ibu beberapa jam setelah
melahirkan. Proses persalinan yang lam dan melelahkan dapat membuat ibu
frustasi bahkan depresi apabila kebutuhan istirahatnya tidak terpenuhi.
Kebutuhan tidur rata-rata pada orang dewasa sekitar 7-8 jam per 24 jam.
Insomnia pada ibu nifas merupakan salah satu tanda peringatan untuk
psikosis nifas.
f. Seksual
Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual kembali
setelah 6 minggu persalinan. Batasan waktu 6 minggu didasarkan atas
pemikiran pada masa itu semua luka akibat persalinan, biasanya telah
sembuh dengan baik. Bila suatu persalinan dipastikan tidak ada luka atau
laserasi atau robek pada jaringan, hubungan seks bahkan telah boleh
dilakukan 3-4 minggu setelah proses melahirkan.
2.2 Konsep Involusi Uteri
2.2.1 Pengertian Involusi Uteri
Involusi uterus adalah kembalinya uterus kepada keadaan sebelum
hamil, baik dalam bentuk maupun posisi. Involusi adalah perubahan retrogresif
pada uterus yang menyebabkan berkurangnya ukuran uterus. Selama proses
involusi, uterus menipis dan mengeluarkan lochea yang diganti dengan
endometrium baru. Involusi uterus melibatkan pengguguran desidua serta
penglupasan situs plasenta, sebagaimana diperlihatkan dengan pengurangan
dalam ukuran dan berat serta oleh warna dan banyaknya lochea (Bahiyatun,
2009).
Involusi adalah perubahan retrogresif pada uterus yang menyebabkan
berkurangnya ukuran uterus. Involusi uterus hanya berfokus pada pengerutan
uterus, apa yang terjadi pada organ dan struktur lain dianggap sebagai
puerpurium. (Varney’s 2004)
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke bentuk sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot – otot polos uterus.
(Ambarwati dan Wulandari, 2008)
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung
dengan cepat. Tinggi fundus uterus turun kia-kira 1-2 cm, setiap 24 jam. Pada
hari keenam pascapartum fundus normal akan berada di pertengahan antara

22
umbilicus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada hari ke-9
pascapartum (Bobak, 2004).

Tabel 2.1 Perubahan-Perubahan Normal Pada Uterus


Involusi Tinggi Fundus Berat Diameter Palpasi
uteri Uterus uterus Uterus
Pada akhir Setinggi Pusat 900-1000 12,5 cm Lembut/ lunak
persalinan gram
Akhir Pertengahan 450-500 7,5cm 2cm
minggu ke- pusat dengan gram
1 simpisis
Akhir Tidak teraba 200 gram 5,0 cm 1cm
minggu ke- pada simpisis
2
6 minggu Bertambah 50 gram 2,5cm Menyempit
kecil
(Sumber : Anggraini, 2010)
2.2.2 Proses Involusi Uteri
Menurut Dewi dan Sunarsih (2011), proses involusi uterus adalah sebagai
berikut:
a. Iskemia miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-menerus dari uterus setelah
mengeluarkan plasenta membuat uterus relatif anemia dan menyebabkan serat
otot atrofi.
b. Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur hingga panjangnya sampai 10 kali dari semula dan lebar lima kali
dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai perusakan
secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan karena penurunan
hormone estrogen dan progesteron.
c. Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga
akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai
darah ke uterus.
Pengukuran tinggi fundus uteri dapat dilakukan dengan menggunakan
meteran kertas atau pelvimeter. Hal yang harus diperhatikan pada saat
melakukan pengukuran tinggi fundus uteri adalah apakah kandung kemih
dalam keadaan kosong atau tidak dan bagaimana keadaan uterus, apakah
uterus dalam keadaan kontraksi atau rileks. Pemeriksaan uterus meliputi:

23
a. Penentuan lokasi uterus
Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada di atas atau di bawah
umbilikus dan apakah fundus berada di garis tengah abdomen atau
bergeser ke salah satu sisi.
b. Penentuan ukuran uterus
Dilakukan melalui palpasi dan mengukur tinggi fundus uteri pada puncak
fundus dengan jumlah lebar jari dari umbilikus atas atau bawah.
c. Penentuan konsistensi uterus
Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus keras teraba sekeras batu dan
uterus lunak dapat dilakukan, terasa mengeras dibawah jari-jari ketika
tangan melakukan massase pada uterus.
Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam involusi tersebut disebut
subinvolusi. Subinvolusi sering disebabkan infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta
dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak berjalan dengan normal atau
terlambat, bila subinvolusi uterus tidak tertangani dengan baik, akan
mengakibatkan perdarahan yang berlanjut atau post partum haemorrhage. Ciri-
ciri subinvolusi atau proses involusi yang abnormal diantaranya tidak secara
progesif dalam pengambilan ukuran uterus. Uterus teraba lunak dan kontraksi
buruk, sakit pada punggung atau nyeri pada pelvik yang konsisten, perdarahan
pervaginam abnormal seperti perdarahan segar, lochea rubra banyak, peristen, dan
berbau busuk.
Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, Menurut Walyani dan
Purwoastuti (2015) dan Kautsar (2011)

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Involusi Uteri


a. Umur
Proses involusi uterus sangat dipengaruhi oleh usia ibu saat melahirkan.
Usia 20 – 30 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses
involusi yang baik. Hal ini disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus
mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun lebih elastisitas ototnya berkurang.
Pada usia kurang dari 20 tahun elastisitasnya belum maksimal karena organ
reproduksi yang belum matang, sedangkan usia diatas 35 tahun sering terjadi
komplikasi saat sebelum dan setelah kelahiran dikarenakan elastisitas otot
rahimnya sudah menurun, menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal. Pada
ibu yang usianya lebih tua proses involusi banyak dipengaruhi oleh proses
penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan
elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat. Bila
proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal
ini akan menghambat proses involusi uterus.
b. Paritas

24
Paritas mempengaruhi proses involusi uterus. Paritas pada ibu multipara
cenderung menurun kecepatannya dibandingkan ibu yang primipara karena pada
primipara kekuatan kontraksi uterus lebih tinggi dan uterus teraba lebih keras,
sedangkan pada multipara kontraksi dan retraksi uterus berlangsung lebih lama
begitu juga ukuran uterus pada ibu primipara ataupun multipara memiliki
perbedaan sehingga memberikan pengaruh terhadap proses involusi.
Sampai dengan paritas tiga rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil.
Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot – otot
rahim selama 9 bulan kehamilan. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan,
semakin dekat jarak kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin
terganggu, akibatnya uterus tidak berkontraksi secara sempurna dan
mengakibatkan lamanya proses pemulihan organ reproduksi (involusi) pasca
salin.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa paritas ibu memengaruhi lamanya
pengeluaran lokia, semakin tinggi paritas semakin cepat proses pengeluaran lokia.
Akan tetapi karena kondisi otot rahim pada ibu bersalin multipara cenderung
sudah tidak terlalu kuat maka proses involusi berjalan lebih lambat.
c. Senam nifas
Merupakan senam yang dilakukan pada ibu yang sedang menjalani masa
nifas. Tujuannya untuk mempercepat pemulihan kondisi ibu setelah melahirkan,
mencegah komplikasi yang mungkin terjadi selama masa nifas, memperkuat otot
perut, otot dasar panggul, dan memperlancar sirkulasi pembuluh darah, membantu
memperlancar terjadinya involusi uterus.
d. Pendidikan
Pendidikan berdasarkan Undang – undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
dibagi atas pendidikan prasekolah (TK), pendidikan dasar (SD, SMP), pendidikan
menengah (SMA), dan perguruan tinggi (S1,S2,S3).
Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang.
Kematangan intelektual ini berpengaruh terhadap wawasan, cara berfikir
seseorang, baik dalam tindakan maupun cara pengambilan keputusan dan
pembuatan kebijakan. Ibu yang berpendidikan tinggi dalam penerimaan
pendidikan kesehatan lebih baik penerapannya dalam perawatan diri. keadaan ini
akan meningkatkan pemulihan kesehatan dalam proses involusi.
Variabel pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap proses involusi
uterus tetapi berkaitan dengan status sosial ekonomi, hal tersebut berkaitan
dengan pendapatan dan daya beli terhadap kebutuhan hidup sehari – hari seperti
makanan pokok yang akan berdampak pada status gizi.
e. IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
Memberikan ASI segera setelah bayi lahir memberikan efek kontraksi pada
otot polos uterus. Kontak fisik setelah bayi lahir antara ibu dan bayi

25
mengakibatkan konsentrasi perifer oksitosin dalam sirkulasi darah meningkat
dengan respon hormonal oksitosin di otak yang memperkuat kontraksi uterus yang
dapat membantu penurunan tinggi fundus uteri (TFU).
Dengan IMD maka akan terjadi kontak kulit segera setelah bayi lahir yang
memberikan keuntungan : optimalisasi fungsi hormonal ibu dan bayi,
menstabilkan pernafasan, mengendalikan temperatur tubuh bayi, mendorong
ketrampilan bayi menyusu lebih cepat dan efektif, blirubin akan cepat normal dan
mekonium lebih cepat keluar, meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan
bayi, kadar gula dan parameter biokimia akan lebih baik pada jam pertama
kehidupan.
f. Laktasi
Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI, laktasi ini dapat dipercepat
dengan memberikan rangsangan putting susu (isapan bayi/ meneteki bayi). Pada
puting susu terdapat saraf - saraf sensorik yang jika mendapat rangsangan (isapan
bayi) maka timbul impuls menuju hipotalamus kemudian disampaikan pada
kelenjar hipofisis bagian depan dan belakang. Pada kelenjar hipofisis bagian
depan akan mempengaruhi pengeluaran hormon prolaktin yang berperan dalam
peningkatan produksi ASI, sedangkan kelenjar hipofisis bagian belakang akan
mempengaruhi pengeluaran hormon oksitosin yang berfungsi memacu kontraksi
otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI
dipompa keluar serta memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi uterus
berlangsung lebih cepat.
g. Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi
fisiologis. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal. Dengan mobilisasi dini
kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan
yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi menyempitan pembuluh darah
yang terbuka.
h. Gizi
Pada masa nifas dibutuhkan tambahan energi sebesar 500 kkal perhari,
kebutuhan tambahan energi ini adalah untuk menunjang proses kontraksi uterus
pada proses involusi menuju normal. Kekurangan energi pada ibu nifas dapat
menyebabkan proses kontraksi tidak maksimal, sehingga involusi uterus terus
berjalan lambat. Status gizi masyarakat di pengaruhi oleh:
1) Pengetahuan
2) Lingkungan
3) Kepercayaan
4) Sosial Budaya Masyarakat.

26
i. Psikologis
Minggu – minggu pertama masa nifas merupakan masa rentan, ibu
primipara mungkin frustasi karena tidak kompeten dalam merawat bayi dan tidak
mampu mengontrol situasi.
Terjadi pada pasien post partum blues merupakan perubahan perasaan yang
dialami ibu hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Ditinjau dari faktor
hormonal, kadar estrogen, progesteron, prolaktin, estriol yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah.
1. Membantu mempercepat pemulihan keadaan ibu
2. Mempercepat proses involusi uterus dan pemulihan fungsi alat kandungan
3. Membantu memulihkan kekuatan dan kekencangan otot-otot panggul, perut
dan perineum terutama otot yang berkaitan selama kehamilan dan persalinan
4. Memperlancar pengeluaran lochea
5. Membantu mengurangi rasa sakit pada otot-otot setelah melahirkan
6. Merelaksasi otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan persalinan
7. Meminimalisir timbulnya kelainan dan komplikasi nifas, misalnya emboli,
trombosia, dan lain-lain.

1.2.4 ASI Eksklusif


Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena
mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan
pertama kehidupan bayi. Seorang ibu sering mengalami masalah dalam
pemberian ASI eksklusif, salah satu kendala utamanya yakni produksi ASI
yang tidak lancar. Hal ini akan menjadi faktor penyebab rendahnya cakupan
pemberian ASI eksklusif kepada bayi baru lahir (Wulandari dan Handayani,
2011). Untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDG’s) tahun
2015 dalam rangka menurunkan AKB, dapat dilakukan salah satunya dengan
pemberian ASI eksklusif. Sehubung dengan Sustainable Development Goals
(SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan 2030, menyusui merupakan
salah satu langkah pertama bagi seorang manusia untuk mendapatkan
kehidupan yang sehat dan sejahtera, namun tidak semua orang mengetahui hal
tersebut. Di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia, banyak ibu yang
bekerja namun tidak menyusui bayinya secara eksklusif , rendahnya cakupan
pemberian ASI eksklusif ini dapat berdampak pada kualitas hidup generasi
penerus bangsa dan juga pada perekonomian nasional.
Menurut data WHO (2016), cakupan ASI eksklusif di seluruh dunia
hanya sekitar 36% selama periode 2007-2014. Berdasarkan hasil Riskesdas
(2012), cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia sebesar 54,3%, dimana

27
persentase tertinggi terdapat di Provinsi NTB sebesar 79,7% dan terendah di
Provinsi Maluku sebesar 25,2% (Balitbangkes, 2013). Berdasarkan hasil
pengambilan data dari UPT Bareng Kecamatan Klojen FIII/Gizi/Puskesmas
diketahui pada tahun 2012 dari bulan januari sampai maret jumlah bayi 102
yang mendapat ASI eksklusif dari 102 orang ibu menyusui diketahui 50 orang
ibu menyusui memberikan ASI eksklusif.
Kelancaran produksi ASI dipengaruhi oleh banyak faktor seperti,
frekuensi pemberian ASI, berat bayi saat lahir, usia kehamilan saat bayi lahir,
usia ibu dan paritas, stres dan penyakit akut, IMD, keberadaan perokok,
konsumsi alkohol, perawatan payudara, penggunaan alat kontrasepsi, dan
status gizi. Ketersediaan ASI yang lancar pada ibu menyusui akan membantu
kesuksesan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, sehingga membantu bayi
tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai rekomendasi dari WHO (Ferial,
2013). Dampak ibu yang tidak memberikan ASI pada bayi akan menyebabkan
bayi berisiko terkena berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran
pernapasan, infeksi telinga, daya imunitas rendah, berakibat pada generasi
penerus yang kurang cerdas, meningkatnya angka kesakitan, meningkatnya
kematian anak, menambah subsidi rumah sakit dan menambah devisa untuk
membeli susu formula (Nugroho, 2011).
Daun jintan (Plectranthus amboinicus L.) merupakan salah satu
tanaman yang dapat digunakan sebagai ramuan tradisional di Indonesia. Daun
ini digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti peluruh
kentut, abses, rematik, sakit kepala, pencegah muntah, pencahar, pelancar ASI,
infeksi saluran kemih, antibiotik, dan lain-lain (Depkes RI, 1995). Ditemukan
pula bahwa konsumsi daun bangun bangun berpengaruh nyata terhadap
peningkatan kadar beberapa mineral seperti zat besi, kalium, seng dan
magnesium dalam air susu ibu (ASI) (Damanik, dkk., 2006). Daun jintan
bersifat sebagai laktagogum yang memiliki 10 komponen aktif yang bisa
meningkatkan produksi ASI . Salah satunya mengandung asam lemak rantai
ganda yang berhubungan dengan kelenjar air susu sehingga mampu
menstimulasi produksi ASI (Rizal, 2018).

.6.3 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan Ibu Nifas


I. Data subyektif
1. Biodata
a. Nama : nama ibu dan suami untuk mengenal, memanggil,
dan menghindari terjadinya kekeliruan.
b. Umur : untuk mengetahui apakah ibu termasuk prematur
gravid (<35 tahun) atau primimuda gravid (<18
tahun).

28
c. Agama : untuk mempermudah dalam melakukan
pendekatan di dalam melakukan asuhan kebidanan.
d. Pendidikan : tingkat penyampaian komunikasi yang diberikan
tergantung pada tingkat pengetahuan.
e. Pekerjaan : untuk mengetahui taraf hidup klien.
f. Penghasilan : untuk mengetahui status ekonomi klien.
g. Alamat : untuk mengetahui tempat tinggal klien.
2. Alasan Datang
a. Ingin periksa/ kontrol kondisi kesehatan setelah melahirkan.
b. Mengalami keluhan pada masa nifas yang sifatnya sampai
mengganggu aktifitas dan klien kurang bisa menerima atau tidak
mampu mengatasi sendiri keluhan yang dirasakan.
3. Keluhan Utama
Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu saat datang, yang
biasanya disampaikan oleh ibu nifas.
4. Riwayat Kesehatan Yang Lalu dan Riwayat Kesehatan Sekarang
Ditanyakan untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita ibu
sebelumnya, apakah ibu pernah menderita penyakit menular seperti
TBC, penyakit kuning ataupun penyakit keturunan seperti, jantung,
darah tinggi, kencing manis, asma, epilepsi.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Ditanyakan mengenai latar belakang keluarga terutama anggota
keluarga yang mempunyai penyakit tertentu terutama penyakit
menular seperti TBC, penyakit kuning, dan lain-lain.
6. Riwayat Haid
Untuk mengetahui organ reproduksi ibu nifas dan menentukan
kontrasepsi yang sesuai buat ibu.
7. Riwayat Pernikahan
a. Ibu menikah berapa kali, lamanya, umur pertama kali menikah.
b. Lama menikah ≤ 2 tahun, sudah punya lebih dari 1 anak, akan
berpengaruh terhadap perawatan anak.
c. Umur pertama kali menikah < 18 tahun, pinggulnya belum cukup
pertumbuhannya.

8. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu.


Untuk mengetahui bagaimana kehamilan, persalinan dan nifas yang
terdahulu apakah pernah ada komplikasi atau penyulit sehingga
dapat memperkirakan persalinan yang akan dialami ibu.
9. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas Sekarang

29
a. Kehamilan
Mengetahui keluhan dan tanda bahaya yang terjadi pada
kehamilan sekarang.
b. Persalinan
Ditanyakan ibu melahirkan dimana, ditolong oleh siapa, dan
bagaimana caranya (normal / operasi Sectio Caesarea (SC)
c. Nifas
Ditanyakan ibu mengeluarkan darah yang bagaimana, seberapa
banyak, Air Susu Ibu (ASI) sudah keluar atau belum, dan
terdapat luka jahitan pada jalan lahir atau tidak, keluhan-keluhan
yang dirasakan ibu selama masa nifas, serta penyulit atau tanda
bahaya masa nifas.
10. Riwayat Keluarga Berencana (KB) dan Rencana Keluarga
Berencana (KB)
Untuk mengetahui riwayat KB ibu, jenis KB, berapa lama
penggunaan, keluhan selama menggunakan, serta rencana
penggunaan KB setelah melahirkan.
11. Pola Kebiasaan Sehari-hari
Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang perawatan setelah
melahirkan sehingga akan menguntungkan selama masa nifas
.
12. Riwayat Psikososial dan Budaya
a. Data psikososial adalah untuk mengetahui respon ibu dan
keluarga terhadap bayinya. Tujuannya adalah untuk
mengetahui keadaan ibu dalam fase adaptasi Taking In,
Taking Hold atau Letting Go.
b. Aspek budaya masa nifas adalah untuk mengetahui klien dan
keluarganya yang menganut adat istiadat tertentu dengan
budaya yang akan menguntungkan atau merugikan ibu dalam
masa nifas.

II. Data Obyektif


1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : dengan mengamati keadaan pasien secara
langsung. Kriteria baik bila ibu berjalan tegak, tidak terlihat
pucat, tidak terlihat lemas, dan dapat berkomunikasi dengan
baik, jika kriteria lemas ibu berjalan kurang tegak.

b. Kesadaran

30
Menurut Suryati (2011), ada beberapa test kesadaran denga
n kriteria hasil sebagai berikut :
a) Compos mentis :Kesadaran normal, sadar sepenuhny
a, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
lingkungannya.
b) Apatis : Keadaan pasien dimana tampak acu
h tak acuh dan segan terhadap lingkungannya.
c) Samnolen :Kesadaran menurun, respon psikom
otor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran d
apat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetap
i jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
d) Sopor : Keadaan pasien ini mengantuk yang
dalam.
e) Sopor koma : Keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
f) Koma : Keadaan pasien mengalami penurun
an kesadaran yang sangat dalam, tidak terdapat respo
n dalam rangsangan nyeri serta tidak ada gerakan spo
ntan.
c. Tanda-tanda vital menurut Romauli (2011), sebagai berikut:
TD : (110-125/60-70 mmHg) untuk mengetahui tekanan
darah pasien saat ini.
Suhu : (36,5ºC – 37,5ºC) untuk mengetahui suhu ibu saat in
i. Jika suhu tinggi maka ibu terkena infeksi.
Nadi :(70-80x/menit) untuk mengetahui frekuensi nadi pasi
en saat ini.
RR :(16-20x/menit) untuk mengetahui frekuensi pernafas
an pasien saat ini melihat ada tidaknya oedema pada
wajah, dan cloasma gravidarum pada muka atau waja
h.
2. Pemeriksaan fisik
a. Muka : pucat atau tidak, oedem atau tidak.
b. Mata : konjungtiva merah muda atau pucat menandakan
ibu mengalami anemia tau tidak. Sklera putih
atau kuning untuk melihat ibu menderita
hepatitis atau tidak.
c. Mulut : apakah bibir pucat atau tidak, ada/ tidak karies
gigi untuk melihat ibu mengalami dehidrasi atau
tidak.

31
d. Payudara :Bentuk payudara simetris/ tidak, kemerahan/
tidak, keadaan puting pecah/ tidak. ada/
tidaknya massa, benjolan yang membesar,
pembengkakan atau abses, periksa pengeluaran
ASI (lancar atau tidak, mengeluarkan
kolostrum/ tidak), terdengar suara ronchi/ tidak,
whezzing/ tidak.
e. Abdomen :Ada bekas operasi/ tidak. periksa tinggi fundus
uteri untuk mengetahui sesuai dengan involusi
uteri, kandung kemih kosong/ tidak.
f. Genitalia
a) Vulva : Lihat kebersihan pada genitalia ibu, oedema,
adanya varises, keadaan luka jahitan (apabila ada jahitan)
ada atau tidaknya REEDA.
R : Rednes-kemerahan
E :Edema-bengkak
E :Echymosis-kebiruan
D :Discharge-cairan berupa lochea
A :Approximation of suture – aproksimasi jahitan
b) Vagina : memeriksa pengeluaran lochea, bau, dan jumlah
g. Anus : ada tidaknya hemoroid.

h. Ekstremitas
a) Atas : Simetris, oedema/ tidak, pucat/ tidak pada
kuku jari
b) Bawah : Simetris, oedema/tidak, terdapat
varises/tidak, memeriksa adanya tanda howman.
Melakukan observasi Tanda-Tanda Vital
(TTV), Tinggi Fundus Uterus (TFU), kontraksi
uterus, kandung kemih, dan perdarahan.

A. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH


Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah didasarkan interpretasi yang benar atas data- data yang telah
dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretsikan sehingga
dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
Tanggal :
Jam :
DX : Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Ny.” Y” Usia
31 Tahun P...... Ab.....

32
DS : data yang diambil dari keterangan pasien
DO : data yang diambil berdasarkan pemeriksaan yang
telah dilakukan
Keadaan Umum: Baik              
Kesadaran  : Composmentis         
Status Emosional: Stabil
TTV
Nadi: 60-80x/menit.
TD: 110/70 – 130/90 mmHg.
Suhu : 36,50C– 37,50C
RR : 16-24x/menit
B. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial bardasarkan
diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila mungkin dilakukan pencegahan. Pada langkah ini didan
dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial, tidak hany
merumuskan masalah potensial yang akan tejadi, tetapi juga
merumuskan tindakan antisipasi agr masalah tidak terjadi

C. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Bidan atu dokter melakukan konsultasi untuk penanganan segera
bersama anggota tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi, ahli
perawatan ibu nifas dan lain-lain sesuai dengan kondisi klien
.
D. INTERVENSI
Pada langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan
berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan menejemen untuk masalah diagnosis yang telah
diidentifikasi .pada langkah ini inpormasi data yang tidak lengkap dapat
dilengkapi.Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi
segala hal yang sudah teridentifikasi dari klien, tetapi juga dari
kerangka pedoman antisipasi untuk klien yang mencakup pikiran
tentang hal yang akan terjadi berikutnya, apakh dibutuhkan penyuluhan,
konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien bila da sejumlah
masalah terkait sosial, ekonomi,kultural atau psikologis.
Tanggal :
Jam :
DX : Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Ny. “Y” Usia
31 Tahun P..... Ab...
Intervensi
1. Beritahu ibu bahwa keadaan ibu sehat

33
R/ Agar ibu mengerti dengan keadaanya
2. Anjurkan suami untuk memberikan dukungan pada ibu.
R/ Agar ibu tidak merasa cemas
3. Ajarkan ibu cara menyusui yang benar dan menganjurkan ibu untuk
menyusui bayinya.
R/ Agar ibu mengerti cara menyusui yang benar
4. Anjurkan ibu ASI ekslusif dan memberitahu manfaatnya.
R/ Beritahu ibu manfaat ASI Eksklusif bagi ibu :
 Rahim kembali ke ukuran normal dengan cepat.
 Menunda kembalinya kesuburan.
 Kebutuhan insulin berkurang pada ibu diabetes.
 Meningkatkan ikatan emosional ibu dan bayi.
 Mencegah terjadinya perdarahan.
 Mengurangi resiko terjadinya kanker payudara.

Manfaat ASI Ekskusif bagi bayi:

 Bayi akan lebih kebal terhadap penyakit


 Penurunan resiko diare
 Mengurangi obesitas pada anak.
 Peningkatan perkembangan saraf yang mengakibatkan IQ
yang lebih tinggi
 Menyusui dipayudara ibu akan mempromosikan
perkembangan rahang bayi yang baik dan mendorong
pertumbuhan gigi yang lurus.
5. Ajarkan ibu tentang perawatan payudara.
R/ Agar ibu tidak salah dalam menyusui
 Kompres putting ibu dengan kapas/kasa yang diberi minyak
kelapa selama ± 5 menit, kemudian putting susu dibersihkan.
 Oleskan minyak pada ibu jari telunjuk lalu letakkan pada
kedua putting susu. Lakukan gerakan memutar kearah dalam
sebanyak 30 putaran.
 Melakukan pengurutan pada payudara.
 Selesai pengurutan kedua payudara dikompres dengan
waslap hangat selama 2 menit kemudian dikompres dengan
air dingin selama 1 menit.
 Keringkan payudara dengan handuk kering dan pakaikan bra.

6. Anjurkan ibu untuk makan makanan bergizi seimbang.

34
R/ agar keadaan ibu lekas membaik dan ASI nya bisa lancar
 Protein seperti susu, keju, daging, bji-bijian, dan kacang-
kacangan.
 Zat kapur yaitu semua makanan yang terbuat dari susu.
 Zat besi seperti hati, daging, telur, beras utuh, sayuran.
 Yodium yaitu garam beryodium.
 Vitamin yaitu vitamin B6, A, C, D, E, dan vitamin K.
7. Ajarkan ibu cara vulva hygiene.
R/
 Mengajarkan ibu bagaimana membesihkan daerah kelamin
dengan benar. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk
membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu, dari
depan ke belakang, kemudian membersihkan daerah anus.
Nasehati ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai
buang air kecil atau besar
 Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membesihkan daerah kelaminnya.
 Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan
kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah tersebut.

E. IMPLEMENTASI
Yaitu melakukan rencana asuhan secara menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah ke-5, dan dilaksanakn secara efisien, efektif dan
aman. (Varney, 2017).

F. EVALUASI
Yaitu mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan,
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan
di dalam dignosa dan masalah. (Varney, 2017)

35
BAB IV
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “ Y “ P2A0 PostPartum hari ke-3

PENGKAJIAN DATA
Anamnese tanggal : 30 November 2020 Jam : 19.00 wib
No Register : 3012
Nama Klien : Ny. Y Nama Suami : Tn. A
Umur : 31th Umur : 32th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Swasta
Penghasilan :- Penghasilan :4.500.000/bln
Status Perkawinan : Kawin Status Perkawinan: Kawin
Kawin ke :1 Kawin ke :1
Lama menikah : 8thn Lama menikah: 8thn
Golongan darah :B Golongan darah : B
Alamat : Desa Lang Lang Alamat : Desa Lang Lang

DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan utama : Ibu mengatakan kadang merasakan nyeri pada jahitan

36
2. Riwayat penyakit/kesehatan sekarang : ibu mengatakan saat ini tidak
sedang menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis dll, dan tidak
sedang menderita penyakit keturunan seperti asthma, Dm, Hipertensi dll
3. Riwayat penyakit yang pernah diderita atau operasi : ibu mengatakan
tidak pernah menderita penyakit apapun atau operasi
4. Riwayat kesehatan keluarga : ibu mengatakan keluarga dari suami
ataupun istri tidak ada yang menderita penyakit menular ataupun keturunan
5. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Kawi Kehamilan Persalinan Anak Nifas
n
ke
K Uk Penyulit Penolon Tmp Jenis Penyulit J BB PB Umur H/ ASI Penyulit
e g Persalina K M
n
1 1 40mg Tdk ada bidan PMB normal Tidak P 2,7kg 47 cm 6th H ya Tidak ada
g ada
1 2 38mg Tdk ada bidan PMB normal Tidak P 3,0kg 48 cm 3 hari H ya Tidak ada
g ada

6. Riwayat KB dan perencanaan keluarga


Pasien mengatakan KB suntik satu bulan sebelum anak terakhir, ibu berencana akan
menggunakan KB suntik 3 bulan.
7. Riwayat psikososial
a. Respon pasien dan keluarga : baik
b. Pengambilan keputusan dalam keluarga : suami
8. Pola Kebiasaan Sehari-hari :
a. Pola nutrisi
Saat Hamil : Makan : Makan 3-4x sehari, dengan nasi lauk sayur
Minum : Minum 7-8 gelas sehari
Saat Pengkajian : Makan : Makan 4x sehari, dengan nasi lauk sayur
Minum :Minum 7-8 gelas sehari
b. Pola eliminasi
Saat Hamil : BAK : 9-10 kali sehari
BAB : 2 hari sekali
Saat Pengkajian : BAK : 5-6 kali sehari
BAB : 2 hari sekali

c. Pola aktifitas
Saat Hamil : Mengerjakan pekerjaan rumah
Saat Pengkajian : mengerjakan pekerjaan rumah dan merawat bayi
d. Pola istirahat
Saat Hamil : Siang : tidur 1-2 kam siang hari
Malam : tidur 7 jam
Saat Pengkajian : Siang : kadang tidur
Malam : tidur 5 jam karena harus menyusui
e. Pola personal hygene :
Saat Hamil : Mandi 2 kali sehari, ganti celana dalam 2-3 kali sehari
Saat Pengkajian : Mandi 2 kali sehari, ganti celana dalam 4 kali sehari

37
f. Pola seksualitas
Saat hamil : Satu bulan sekali
Saat Pengkajian : belum melakukan hubungan seksual
DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : composmentis
c. Kenaikan BB : 8kg
d. TTV
 Tensi : 110/70 mmhg
 Nadi : 84x/menit
 Suhu : 36.1◦C
 RR : 24x/menit

2. Pemeriksaan fisik
(Inspeksi dan Palpasi)
a. Muka : simetris
b. Mata : tidak minus, sclera dan conjungtiva
normal tidak anemis
c. Payudara : Tidak ada benjolan, puting menonjol
kanan dan kiri, pengeluaran ASI +
d. Abdomen
 TFU : pertengahan pusat sympisis
e. Genetalia : jahitan basah
 Lochea : Rubra
f. Ekstremitas atas : normal
g. Ekstremitas bawah : normal,tidak oedema, tidak varices,
tidak ada tanda Hofman

3. Pemeriksaan penunjang
a. Tanggal : 18 November 2020
 HB : 12,5 gr%
 Leukosit : tidak dilakukan
 GDA : 120mg/dL
ANALISA DATA
P2A0 postpartum hari ke-3
PENATALAKSANAAN
Tanggal : 30 November 2020 Jam : 20.30 WIB

38
1. Menjelaskan kepada klien tentang keadaannya saat ini dengan menggunakan pendektan
terapeutik.
Hasil : Ibu mengerti penjelasan Nakes dan ibu kooperatif
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Langkah-langkah:
1) Tuang cairan handrub pada telapak tangan secara lembut dengan arah memutar
2) Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3) Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih
4) Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci
5) Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6) Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan dan keringkan dengan
handuk
Hasil : ibu mengerti dengan penjelasan nakes dan ibu telah mempraktekan dirumah
3. Melakukan pemeriksaan TFU, kontraksi uterus dan lochea
Melakukan pemeriksaan TFU, kontraksi ueterus dan lochea:
TFU : Pertengahan pusat dan sympisis
UC : Baik
Lochea : Rubra
Perdarahan : ± 5cc
Hasil : ibu telah mengetahui hasil pemeriksaannya
4. Memberitahu ibu untuk menjaga personal hygenenya
Hasil : ibu telah mengerti harus menjaga personal hygenenya dan ibu sudah melakukanya
5. Memberi KIE ibu tentang ASI Eksklusif
Hasil : ibu telah mengerti untuk pemberian ASI dan teknik menyusui dengan benar
sampai bayi berusia 6 bulan
6. Memberi KIE ibu tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, yaitu demam tinggi, perdarahan
abnormal, dan pusing hebat.
Hasil : Ibu telah mengerti mengenai tanda bahaya nifas dengan mengulangi penjelasan
dari bidan
7. Memberitahu ibu untuk makan dengan menu beragam.
Hasil : ibu telah mengerti penjelasan nakes dan melaksanakan saranya untuk makan
dengan menu yang beragam seperti 4 sehat 5 sempurna
8. Melakukan dokumentasi hasil pemeriksaan
Hasil : hasil pemeriksaan telah didokumentasikan.

39
BAB V
PEMBAHASAN

Pada bab ini, akan dibahas tentang kesenjangan antara teori dan hasil tinjauan kasus
pada pelaksanaan asuhan kebidanan bayi baru lahir pada Ny. “Y” P2A0 dengan postpartum
hari ke 3, tanggal 30 November 2020. Untuk memudahkan pembahasan, maka penulis akan
membahas berdasarkan pendekatan manajemen asuhan kebidanan SOAP sebagai berikut :

I. Data Subjektif
Penumpulan data subjektif merupakan proses manajemen kebidanan yang
ditujukan untuk mengumpulkan informasi terkait riwayat kesehatan, kehamilan
persalinan, pola kebiasaan sehari-hari, psikososial dan budaya, pengumpulan data
dilakukan melalui anamnesis. Pada tahap ini disebabkan karena respon ibu yang baik
dalam memberikan informasi begitu pula dengan keluarga, yang merawat sehingga
penulis dengan mudah memperoleh data yang diinginkan. Data diperoleh secara
terfokus pada masalah klien sehingga intervensinya juga lebih terfokus sesuai
keadaan klien.
Berdasarkan studi kasus pada Ny ”Y” kondisi sehat, tidak ada riwayat
penyakit yang pernah diderita oleh ibu maupun keluarga, baik riwayat penyakit
menular maupun riwayat penyakit keturunan, ibu tidak memiliki riwayat perdarahan
atau sakit pada saat hamil, memeriksakan kehamilannya 4 kali dan sellau minum
vitamn dan tablet tambah darah yang diberikan oleh bidan, apa yang dijelaskan
ditinjauan pustaka dengan studi kasus tampaknya tidak ada kesenjagan antara teori
dan studi kasus.
II. Data Objektif

40
Data objektif diperoleh melalui pemeriksaan umum, pemeriksaan tanda tanda
vital, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang jika diperlukan.
Pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta
pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan pemeriksaan diagnostik jika
diperlukan. Dari hasil pemeriksaan umum bayi dalam keadaan normal, tanda-tanda
vital juga didapatkan hasil dalam batas normal, hasil pemeriksaan fisik inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi didapatkan hasil normal. Tidak ada kesenjangan
antara teori dan kasus dalam pengkajian data objektif.

III. Analisa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian baik data subjektif maupun


data objektif dari hasil pemeriksaan. Diagnosa pada kasus asuhan kebidanan adalah
Ny. “Y” dengan P2A0 postpartum hari ke 3. Penulisan diagnosa dan penegakkan
diagnosa sesuai dengan teori dalam manajemen asuhan kebidanan nifas, tidak ada
kesenjangan antara kasus dan teori.

IV. Penatalaksanaan
Berdasarkan tinjauan manajemen asuhan kebidanan bahwa melaksanaan
rencana tindakan harus efesien dan menjamin rasa aman pada klien. Implementasi
dapat dilaksanakan seluruhnya oleh bidan ataupun sebagian dilaksanakan ibu serta
kerjasama dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan tindakan yang telah
direncanakan.
Pada kasus asuhan kebidanan nifas Ny. “Y” telah dilakukan sesuai dengan
kebutuhan ibu, berdasarkan hasil pemeriksaan dan anamnesa pada pengkajian data.

41
BAB VI
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny “Y” Dengan P2A0
Postpartum 3 hari dapat ditarik kesimpulan:
a. Dalam pengkajian diperlukan adanya ketelitian sehingga diperlukan data yang
menunjang untuk mengangkat diagnose kebidanan.
b. Dalam merumuskan diagnose/masalah pada dasarnya mengacu pada tinjauan
pustaka, disesuaikan pada masalah tersebut.
c. Dalam melakukan intervensi mengacu pada tinjauan pustaka, disesuaikan pada
masalah tersebut.
d. Dalam penatalaksanaan/implementasi data mengacu pada intervensi dan tidak
semua dapat dilaksanakan pada kasus nyata.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi ibu hamil
Diharapkan ibu nifas mulai rutin memberdayakan diri dengan
mempraktekkannya secara rutin di rumah apa yang disarankan oleh tenaga
kesehatan
5.2.2 Bagi bidan
Diharapkan secara menyeluruh dapat merelease segala keluhan ibu nifas.
5.2.3 Masyarakat
Untuk setiap ibu nifas wajib control minimal 3 kali dalam sebulan untuk
mengontrol setiap keluhan yang di rasakan ibu selama masa nifas.

42
DAFTAR PUSTAKA

Jannah, Nurul. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media


Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas
(postpartum).Jakarta : CV. Trans Info Media
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku AjarAsuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.
Yogyakarta    : CV. Andi Offse
Dewi, Vivian Nanny Lia & Sunarsih, tri. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Nifas.  Jakarta : Salemba medika
Bayiatun,2009 Asuhan kebidanan pada ibu nifas.aa
JNPK_KR, 2008. APN. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawiroharjo
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas. Jakarta ; Trans Info
Media

43

Anda mungkin juga menyukai