Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas merupakan rentang waktu yang sangat penting untuk

mendapatkan perhatian sebab pada masa tersebut ibu akan mengalami

berbagai perubahan baik fisiologis maupun psikologis. Masa ini berlangsung

sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 42 hari (6 minggu).

Selama periode tersebut ibu nifas harus mendapatkan pemantauan penuh

sampai dengan 42 hari supaya tidak terjadi komplikasi-komplikasi yang dapat

menyebabkan kesakitan bahkan kematian pada ibu. Untuk menangani hal-hal

diatas, maka diperlukan asuhan kebidanan secara komprehensif kepada ibu

nifas. Dengan melakukan kunjungan sebanyak 4 kali yaitu pada 6-8 jam

setelah persalinan, 6 hari setelah persalinan, 2 minggu setelah persalinan, dan

6 minggu setelah persalinan selama masa nifas. Dalam setiap kunjungan

Bidan akan melakukan pemeriksaan keadaan ibu dan bayi serta memberikan

pengetahuan sesuai kebutuhan selama masa nifas untuk menangani masalah

yang terjadi (Kemenkes RI, 2021).

Menurut data World Health Organization (WHO) Angka Kematian

Ibu (AKI) di dunia masih cukup tinggi, yang mana pada tahun 2017 AKI di

dunia tercatat sebesar 211 per 100.000 kelahiran hidup. Sebesar 81%

kematian ibu diakibatkan oleh komplikasi selama kehamilan, persalinan dan

1
nifas yang mana sebagian besar kematian ini disebabkan oleh perdarahan,

infeksi dan preeklampsia (WHO, 2021).

AKI di Indonesia saat ini masih cukup tinggi. Data dari Kemenkes

RI tahun 2021 memperlihatkan AKI di Indonesia berada pada angka 305 per

100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan data capaian kinerja Kemenkes RI

tahun 2020, jumlah kematian ibu di Indonesia adalah 4.627 kematian ibu per

100.000 kelahiran hidup di Indonesia. Jumlah ini menunjukkan peningkatan

dibandingkan tahun 2019 sebesar 4.221 kematian. Dari data diatas

menunjukkan bahwa pemerintah belum bisa memenuhi target SDG’s tahun

2015 dimana AKI sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030

(Kemenkes, 2021).

Provinsi Riau menempati urutan ke-7 jumlah kematian ibu tertinggi

dari 34 provinsi di Indonesia, yaitu sebesar 129 kematian ibu per 100.000

kelahiran hidup. Jumlah ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun

2019, yaitu di urutan ke-8 sebanyak 125 kematian ibu per 100.000 kelahiran

hidup. Dari 129 kematian ibu tersebut tercatat rincian kematian ibu hamil

sebanyak 28 orang, kematian ibu bersalin sebanyak 40 orang dan kematian

ibu masa nifas sebanyak 61 orang. Kabupaten Kampar merupakan salah satu

Kabupaten yang ada di Provinsi Riau yang menempati urutan ke-5 AKI

tertinggi dengan jumlah kematian ibu pada tahun 2020 sebesar 11 orang. Dari

11 kematian ibu tersebut, kematian ibu masa nifas menyumbangkan 7 kasus

dengan penyebab kematian tertinggi yaitu perdarahan 35%, diikuti dengan

2
hipertensi dalam kehamilan 21%, infeksi 5% serta gangguan metabolisme

darah dan gangguan metabolik 2% (Dinkes Provinsi Riau, 2021).

Salah satu penyebab tingginya kematian pada ibu masa nifas adalah

kurang optimalnya kunjungan postpartum yang menimbulkan

ketidaknyamanan dan komplikasi pada masa nifas. Hal ini menyebabkan

masa nifas menjadi salah satu penyumbang masih tingginya AKI di dunia.

Berdasarkan data cakupan kunjungan nifas (KF) tahun 2020, Provinsi Riau

menempati urutan 29 dari 34 Provinsi di Indonesia dengan 73.0%

(Kemenkes, 2021). Untuk Kabupaten Kampar cakupan kunjungan nifas yaitu

78,4% KF1, 55,6% KF2 dan 55,6 KF3 (Dinkes Provinsi Riau, 2021).

Puskesmas Air Tiris adalah salah satu Puskesmas yang berada di

Kabupaten Kampar. Data dari bulan Januari s/d Mei 2022, tercatat jumlah ibu

nifas yang melakukan kunjungan nifas di wilayah Puskesmas Air Tiris yaitu

KF 1 berjumlah 378 orang, KF 2 berjumlah 378 orang, KF 3 berjumlah 373

orang dan KF 4 berjumlah 363 orang. Berdasarkan studi pendahuluan yang

penulis lakukan di PMB Nurhayati, Amd.Keb sejak tanggal 23 Mei s/d 09

Juni 2022 terdapat 11 ibu nifas. Dari total 11 ibu nifas tersebut, ditemukan 7

ibu yang mengalami konstipasi di mimggu awal pasca persalinan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu nifas yang bersalin di

PMB Nurhayati, Amd.Keb, ditemukan bahwa rata-rata ibu yang mengalami

kontipasi selama minggu pertama masa nifas itu mengaku takut untuk buang

air besar (BAB) dikarenakan rasa nyeri pada perenium, rasa takut jika

3
tekanan pada anus ketika BAB akan mempengaruhimpenyembuhan luka

perenium serta pola makan ibu yang rendah serat.

Konstipasi pada masa nifas selain disebabkan oleh faktor metode

persalinan, obat anestesi dan pengaruh hormon, konstipasi juga dipengaruhi

oleh makanan yang dikosumsi ibu rendah serat, kurang mobilisasi dan faktor

psikologis. Keterlambatan penatalaksanaan pada ibu nifas dengan keluhan

tidak BAB lebih dari 3 hari dapat menyebabkan keluhan perut kembung,

mual, pusing, nafsu makan menurun karena perut terasa penuh dan sesak

nafas. Konstipasi ini juga mengakibatkan komplikasi hemorroid karena

pengerasan feses, infeksi post partum, dan kanker usus besar karena

penumpukan feses pada usus besar dan rectum (Agustin, 2019).

Hal ini sejalan dengan penelitian Erma dkk (2020) dengan judul

pengaruh komsumsi makanan tinggi serat terhadap kejadian konstipasi pada

ibu nifas di Puskesmas Ngambon Kabupaten Bojonegoro. Kesimpulan

penelitian ini ada hubungan pemenuhan nutrisi tinggi serat dengan kejadian

konstipasi ibu nifas, sehingga diperlukan pemberian health education yang

efektif tentang nutrisi tinggi serat saat melakukan kunjungan nifas yang

pertama.

Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Estri (2019) tentang

hubungan antara luka perenium dengan pola eliminasi BAB dan BAK 1-2

hari post partum di Poned Puskesmas Bumijawa. Didapatkan hasil uji

pearson chi-square x² hitung <x² tabel (10.476 < 6.147), sedangkan nilai

4
kemaknaan 0,05 ( tingkat kepercayaan 95 %) nilai p>a ( 0.476 > 0.05). Hasil

penelitian menunjukan bahwa Ada hubungan antara luka perinium dengan

pola eliminasi BAB dan BAK 1-2 hari post partum

Oleh karena itu, sangat penting dilakukan asuhan kebidanan masa

nifas pada ibu nifas untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, mencegah

dan mendeteksi serta menangani masalah atau komplikasi yang terjadi.

Pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari pemeriksaan tanda

vital (tekanan darah dan suhu); pemeriksaan tinggi fundus uteri; pemeriksaan

lochea dan cairan pervaginam lain; pemeriksaan payudara dan pemberian

anjuran ASI eksklusif; pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)

kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana (KB);

pelayanan keluarga berencana pasca persalinan (Walyani, 2017).

Berdasakan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan studi kasus dengan judul ” Asuhan Kebidanan Masa Nifas pada

Ny. A P1A0H1 Umur 26 Tahun dengan Konstipasi di BPM Nurhayati,

Amd.Keb Desa Air Tiris Tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana memberikan asuhan kebidanan masa nifas

pada Ny. A Umur 26 Tahun dengan Konstipasi di BPM Nurhayati, Amd.Keb

Desa Air Tiris Tahun 2022 menggunakan manajemen kebidanan SOAP?

5
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisa dan melakukan asuhan kebidanan masa nifas pada Ny. A

umur 26 tahun dengan konstipasi di BPM Nurhayati, Amd.Keb Desa Air

Tiris Tahun 2022 menggunakan manajemen kebidanan SOAP.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada ibu masa nifas.

b. Mengidentifikasi diagnosa dan masalah pada ibu masa nifas.

c. Melaksanakan penatalaksanaan intervensi yang telah direncanakan

pada asuhan ibu nifas.

d. Melaksanakan evaluasi asuhan dari keseluruhan kegiatan yang telah

dilakukan pada ibu masa nifas.

e. Mendokumentasikan asuhan yang telah dilakukan dengan metode

SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment dan Planning).

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjaun Teoritis

1. Konsep Dasar Masa Nifas

a. Defenisi Masa Nifas

Masa nifas (Post Partum) adalah masa di mulai setelah

kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali

semula seperti sebelum hamil, yang berlangsung selama 6 minggu

atau 42 hari. Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu

akan mengalami banyak perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan

banyak memberikan ketidak nyamanan pada awal postpartum, yang

tidak menutup kemungkinan untuk menjadi patologis bila tidak

diikuti dengan perawatan yang baik (Yuliana & Hakim, 2020).

Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah

persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas,

organ reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan

seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini

disebut involusi (Maritalia, 2018).

7
b. Tahapan Masa Nifas

Wulandari (2020), mengatakan bahwa masa nifas dibagi

menjadi 3 tahapan yaitu sebagai berikut:

1) Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah

diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan, dalam agama islam

dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2) Peurperium intermedial yaitu kepulihan penyeluruh alat – alat

genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

3) Remote peurperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih

dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu

persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat

sempurna bisa berminggu – minggu , berbulan – bulan atau

bertahun.

c. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Sutanto (2018), mengatakan perubahan – perubahan fisiologis

yang terjadi pada ibu masa nifas sebagai berikut :

1) Involusi uterus

Involusi uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali

ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram.

8
Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uteri
2) Involusi tempat plasenta

Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan

permukaan kasar, tidak rata dan kira – kira sebesar telapak

tangan. Dengan cepat luka ini menggecil, pada akhir minggu

ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2cm.

3) Perubahan ligament

Ligament-ligament dan diafragma pelvis serta fasia yang

meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir,

berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak

jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang

mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang

pula wanita menggeluh “kandungannya turun“ setelah

melahirkan oleh karna ligament, fasia, jaringan penunjang alat

genetalia menjadi agak kendor.

9
4) Perubahan pada serviks

Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks post-partum

adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti corong.

Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat

menggadakan kontraksi sedangkan serviks tidk berkontraksi,

sehingga seolah olah pada perbatasan antara korpus dan serviks

uteri terbentuk semacam cincin.warna serviks sendiri merah

kehitam-hitaman karna penuh pembuluh darah.

5) Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan

mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme

berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada

vagina normal

a) 1-4 hari : lochea rubra berwarna kemerahan.

b) 4-7 hari : lochea sanguinolenta putih bercampur merah.

c) 7-14 hari : lochea serosa berwarna kekuningan/kecoklatan.

d) >14 hari : lochea alba berwarna putih.

Gambar 2.2 Jenis-jenis Lochea

10
d. Perubahan Psikologis Masa Nifas

Proses adaptasi psikologis masa nifas menurut Andina (2018)

adalah sebagai berikut:

1) Fase Taking In (setelah melahirkan sampai hari ke-dua)

Fase ini merupakan fase ketergantungan dan terjadi pada hari

pertama dan kedua setelah melahirkan, biasanya ibu masih

sangat bergantung dan energi difokuskan pada perhatian ke

tubuhnya. Ibu biasanya mengulang pengalaman melahirkan dan

menunjukkan kebahagiaan. Pada fase ini nutrisi tambahan sangat

diperlukan oleh ibu karena selera makan biasanya meningkat.

2) Fase Taking Hold (hari ke-3 sampai hari ke-10)

Fase ini adalah fase ketergantungan dan ketidaktergantungan,

berlangsung dua sampai empat hari setelah melahirkan. Ibu

biasanya memfokuskan pada pengembalian kontrol terhadap

fungsi tubuhnya, fungsi kandung kemih, kekuatan dan daya

tahan. Ibu mungkin peka terhadap perasaan tidak mampu dan

cenderung memahami saran-saran bidan sebagai kritik yang

terbuka atau tertutup.

3) Fase Letting Go (hari ke-10 sampai akhir masa nifas)

Fase ini adalah periode saling ketergantungan yang berlangsung

selama 10 hari setelah melahirkan. Kini keinginan merawat diri

11
dan bayinya semakin meningkat dan menerima tanggung jawab

merawat bayi dan memahami kebutuhan bayinya.

e. Perawatan Masa Nifas

Menurut Rukiyah (2018), perawatan puerperium lebih aktif

dengan dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini (early

mobilization). Perawatan mobilisasi secara dini mempunyai

keuntungan, sebagai berikut:

1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi perineum.

2) Memperlancar involusi alat kandungan.

3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan.

4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga

mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.

f. Kebutuhan Dasar Masa Nifas

Kebutuhan dasar pada ibu masa nifas menurut Maritalia (2018)

dan Walyani (2017) yaitu:

1) Kebutuhan nutrisi

Ibu yang berada dalam masa nifas dan menyusui membutuhkan

kalori yang sama dengan wanita dewasa, ditambah 700 kalori

pada 6 bulan pertama untuk membeikan ASI eksklusif dan 500

kalori pada bulan ke tujuh dan selanjutnya.

12
2) Kebutuhan cairan

Ibu dianjurkan untuk minum setiap kali menyusui dan menjaga

kebutuhan hidrasi sedikitnya 3 liter setiap hari. Asupan tablet

tambah darah dan zat besi diberikan selama 40 hari postpartum.

Minum kapsul Vit A (200.000 unit).

3) Kebutuhan ambulasi

Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan jarak

antara aktivitas dan istirahat. Dalam 2 jam setelah bersalin ibu

harus sudah melakukan mobilisasi. Dilakukan secara perlahan-

lahan dan bertahap. Dapat dilakukan dengan miring kanan atau

kiri terlebih dahulu dan berangsur- angsur untuk berdiri dan

jalan. Keuntungan dari ambulasi dini yaitu ibu merasa lebih

sehat, fungsi usus dan kandung kemih lebih baik, memungkinkan

kita mengajarkan ibu untuk merawat bayinya, tidak ada pengaruh

buruk terhadap proses pasca persalinan, tidak

memengaruhi penyembuhan luka, tidak menyebabkan

perdarahan dan tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau

retrotexto uteri

4) Kebutuhan eliminasi.

Seorang ibu nifas dalam keadaan normal dapat buang air kecil

spontan setiap 3-4 jam. Ibu diharapkan untuk berkemih dalam 6-

8 jam pertama. Pengeluaran urin masih tetap dipantau dan

13
diharapkan setiap kali berkemih urin yang keluar minimal sekitar

150 ml. Ibu diusahakan buang air kecil sendiri, bila tidak dapat

dilakukan tindakan:

a) Dirangsang dengan mengalirkan air kran di dekat klien.

b) Mengompres air hangat di atas simpisis.

c) Apabila tindakan di atas tidak berhasil, yaitu selama selang

waktu 6 jam tidak berhasil, maka dilakukan kateterisasi.

Sedangkan kebutuhan untuk defekasi biasanya timbul pada hari

pertama sampai hari ke tiga postpartum. Kebutuhan ini dapat

terpenuhi bila ibu diit teratur, mengkonsumsi makanan yang

mengandung tinggi serat, cukup cairan, olah raga dan melakukan

mobilisasi dengan baik dan benar. Jika sampai hari ke 3 post

partum ibu belum bisa buang air besar, maka perlu diberikan

supositoria dan minum air hangat.

5) Kebersihan diri.

Pada masa nifas yang berlangsung selama lebih kurang 40 hari,

kebersihan vagina perlu mendapat perhatian lebih. Vagina

merupakan bagian dari jalan lahir yang dilewati janin pada saat

proses persalinan. Kebersihan vagina yang tidak terjaga dengan

baik pada masa nifas dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada

vagina itu sendiri yang dapat meluas sampai ke rahim.

14
6) Kebutuhan istirahat dan tidur

Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang

dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam

pada siang hari. Pada tiga hari pertama dapat merupakan hari

yang sulit bagi ibu akibat menumpuknya kelelahan karena proses

persalinan dan nyeri yang timbul pada luka perineum. Secara

teoritis, pola tidur akan kembali mendekati normal dalam 2

sampai 3 minggu setelah persalinan.

7) Kebutuhan seksual

Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual

kembali setelah 6 minggu persalinan. Batasan waktu 6 minggu

didasarkan atas pemikiran pada masa itu semua luka akibat

persalinan, termasuk luka episiotomi dan luka bekas section

caesarea (SC) biasanya telah sembuh dengan baik. Bila suatu

persalinan dipastikan tidak ada luka atau laserasi/ robek pada

jaringan, hubungan seks bahkan telah boleh dilakukan 3- 4

minggu setelah proses melahirkan.

8) Kebutuhan perawatan payudara.

9) Latihan senam nifas.

10) Rencana KB

15
g. Komplikasi dan Penyakit Masa Nifas

Komplikasi dan penyakit yang terjadi pada ibu masa nifas

menurut Walyani (2017) yaitu:

1) Infeksi nifas.

2) Infeksi saluran kemih.

3) Metritis dan endometritis.

4) Septicemia dan Pyemia

5) Bendungan payudara, infeksi payudara dan abses payudara.

6) Abses pelvis dan peritonitis.

7) Infeksi luka perenium dan luka abdominal.

8) Perdarahan pervaginam.

h. Program Masa Nifas

Paling sedikit 4 kali melakukan kunjungan pada masa nifas,

dengan tujuan untuk:

1) Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.

2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan- kemungkinan

adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayi.

3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada

masa nifas.

4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan

mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya (Walyani,

2017).

16
Tabel 2.1 Asuhan Selama Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan Waktu Asuhan


I 6-8 jam post partum 1. Mencegah perdarahan masa nifas oleh
karena atonia uteri.
2. Mendeteksi dan perawatan penyebab lain
perdarahan serta melakukan rujukan bila
perdarahan berlanjut.
3. Memberikan konseling pada ibu dan
keluarga tentang cara
mencegahperdarahan yang disebabkan
atonia uteri.
4. Pemberian ASI awal.
5. Mengajarkan cara mempererat hubungan
antara ibu dan bayi baru lahir.
6. Menjaga bayi tetap sehat melalui
pencegahan hipotermi.
7. Setelah bidan melakukan pertolongan
persalinan, maka bidan harus menjaga ibu
dan bayi untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai keadaan ibu dan
bayi baru lahir dalam keadaan baik.
II 6 hari post partum 1. Memastikan involusi uterus barjalan
dengan normal, uterus berkontraksi
dengan baik, tinggi fundus uteri di bawah
umbilikus, tidak ada perdarahan
abnormal.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi dan perdarahan.
3. Memastikan ibu mendapat istirahat yang
cukup.
4. Memastikan ibu mendapat makanan yang
bergizi dan cukup cairan.
5. Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan benar serta tidak ada tanda-tanda
kesulitan menyusui.
6. Memberikan konseling tentang perawatan
bayi baru lahir.
III 2 minggu post partum 1. Asuhan pada 2 minggu post partum sama
dengan asuhan yang diberikan pada
kunjungan 6 hari post partum.
IV 6 minggu post partum 1. Menanyakan penyulit-penyulit yang
dialami ibu selama masa nifas.
Memberikan konseling KB secara dini.
Sumber: (Kemenkes RI, 2021).

17
2. Konsep Dasar Konstipasi
a. Defenisi Konstipasi
Konstipasi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami

kesulitan Buang Air Besar (BAB) atau jarang buang air besar. Disebut

konstipasi bila tinja yang keluar jumlahnya hanya sedikit, keras dan

kering (Irianto, 2015). Konstipasi adalah kondisi sulit atau jarang untuk

defekasi. Defekasi yang sulit terjadi bila feses keras dan padat, hal ini

terjadi jika individu mengalami dehidrasi atau jika suka menunda waktu

defekasi sehingga air yang diserap pada usus besar lebih banyak (Nuari,

2018). Konstipasi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami

kesulitan buang air besar, feses yang keluar keras dan padat.

b. Etiologi Konstipasi
Konstipasi setelah persalinan disebabkan karena pada waktu

persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon

menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan,

kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh

(Sulistyawati, 2019).

Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini

disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal

masa pascapartum. Pada keadaan terjadi diare sebelum persalinan, enema

sebelum melahirkan, kurang asupan nutrisi, dehidrasi, hemoroid ataupun

18
laserasi jalan lahir, meningkatkan terjadinya konstipasi postpartum (Heni,

2018).

c. Tanda dan Gejala Konstipasi


1) Sakit perut, BAB kadang disertai rasa sakit

2) Turun atau hilangnya nafsu makan.

3) Mual atau muntah.

4) Turunnya berat badan.

5) Mengedan untuk mengeluarkan feses yang keras dapat menyebabkan

robekan pada lapisan mukosa anus (anal fissure) dan perdarahan

6) Konstipasi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.

7) Tinja yang padat dan keras menyebabkan makin susahnya defekasi,

sehingga akan menimbulkan haemoroid (Irianto, 2015).

d. Patofisiologi Konstipasi
Dikatakan konstipasi bila buang air besar harus mengejan secara

berlebihan. Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi

penekanan yang berlebihan pada usus besar. Tekanan tinggi ini dapat

memaksa bagian dari dinding usus besar (kolon) keluar dari sekitar otot,

membentuk kantong kecil yang disebut divertikula, ketika serat yang

dikonsumsi sedikit kotoran akan menjadi kecil dan keras. Pada keadaan

19
normal kolon harus dikosongkan sekali dalam 24 jam secara teratur

(Irianto, 2015).

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga

hari setelah ibu melahirkan. Sealin itu Ibu sering kali sudah menduga

nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat

episiotomi, laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur

perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal. Sistem

pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang berangsur-angsur

untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa

dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk defekasi.

Faktor-faktor tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam

minggu pertama. Supositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada

ibu nifas. Akan tetapi, terjadinya konstipasi juga dapat dipengaruhi oleh

kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila

ibu buang air besar (Marmi, 2017).

e. Penanganan Konstipasi
1) Pemberian diet/makanan yang mengandung serat.

2) Pemberian cairan yang cukup.

3) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.

20
4) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.

5) Bila usaha di atas belum berhasil dapat dilakukan pemberian huknah

atau obat supposotria (Sunarsih dan Dewi, 2012 ; Nugroho dkk,

2014).

Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu beberapa

hari untuk kembali normal. Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar

kembali teratur, antara lain pengaturan diit yang mengandung serat buah dan

sayur, cairan yang cukup, olahraga serta pemberian informasi tentang

perubahan eliminasi dan penatalaksanaanya pada ibu. Jika sampai hari ke 3

post partum ibu belum bisa buang air besar, maka perlu diberikan supositoria

dan minum air hangat (Heni, 2018).

21
BAB III

TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 12 Juni 2022

Jam Pengkajian : 09.00 WIB

Biodata

Ibu Suami

Nama : Ny A Tn M

Umur : 26 Tahun 25 Tahun

Agama : Islam Islam

Suku/Bangsa : Ocu/ Indonesia Ocu/ Indonesia

Pendidikan : SI SI

Pekerjaan : Guru Guru

Alamat : Tj. Berulak Tj. Berulak

DATA SUBJEKTIF

1. Kunjungan saat ini

KF 2 ( hari ke-4)

2. Keluhan utama

22
Ibu mengatakan sulit buang air besar dan masih nyeri pada luka jahitan di

perenium. Ibu juga mengatakan jarang mengkomsumsi sayur-sayuran

setelah melahirkan dan takut BAB karena nyeri dan khawatir luka jahitan

di perenium akan terbuka.

3. Riwayat Perkawinan

Ibu mengatakan ini merupakan perkawinan pertama bagi ibu, ibu kawin

pada usia 25 tahun, dan sudah 1 tahun bersama suami.

4. Riwayat Menstruasi

Ibu mengatakan manarce pada umur 12 tahun, siklus 28-30 hari, teratur,

lama menstruasi 7 hari, tidak ada flour albus, tidak ada riwayat

dismenorre, banyaknya 2-3 kali ganti pembalut, HPHT: 30 Agustus 2021.

TP: 06 Juni 2022

5. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi yang lalu

Ibu mengatakan ini merupakan kehamilan pertama, belom pernah

keguguran dan belom pernah melahirkan.

6. Riwayat kontrasepsi yang digunakan

Ibu mengatakan tidak memakai jenis kontrasepsi apapun karena ibu dan

suami menginginkan kehadiran buah hati secepatnya.

7. Riwayat kesehatan

Ibu mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit kronis dan keturunan

serta hasil labor pada buku KIA ibu yaitu negatif.

23
8. Riwayat kehamilan dan persalinan yang terakhir

Masa Kehamilan : 40 minggu 3 hari

Tempat Persalinan : BPM Nurhayati, Amd.Keb

Jenis Persalinan : Spontan

Komplikasi : Tidak ada

Plasenta : Lahir lengkap dan spontan, Berat kurang

lebih 500 gram, tali pusat 40 cm, insersio

marginalis, tidak ada kelainan.

Perenium : Episiotomi, H III/V.

Perdarahan : Kala IV kurang lebih 150 cc.

9. Keadaan bayi baru lahir

Lahir : Kamis, 09 Juni 2022, pukul 23.05 WIB.

Masa gestasi : 40 minggu 3 hari

BB/PB : 2930 gram, 50 cm.

Penilaian awal : Bayi menangis kuat, tonus otot baik, jenis

kelamin laki-laki, tidak ada cacat bawaan,

rawat gabung dilakukan, IMD dilakukan.

10. Riwayat post partum

Ambulasi : 1 jam setelah persalinan ibu mulai

melakukan miring ke kanan dan ke kiri.

2 jam setelah persalinan, ibu mulai beragsur-

ansur duduk, berdiri dan jalan-jalan pelan.

24
Pola Makan : Ibu makan nasi dan lauk, tetapi tidak

memakan sayur karena beralasan tidak selera

dan anjuran dari keluarganya.

Untuk minum ibu minum 8 gelas sehari.

Pola Eliminasi : BAK 5-6 kali sehari, warna kuning.

Ibu belom BAB sejak persalinan terakhir.

Pengalaman Menyusui : Ibu mengatakan ASI nya banyak, bayi mau

menyusui dan tidak ada kelainan atau

komplikasi pada payudara ibu.

Pengalaman Persalinan : Ibu mengatakan bahwa itu momen yang tidak

terlupakan dan hari bahagia karena bayinya

telah lahir ke dunia.

Pendapat Ibu Tentang Bayi : Ibu sangat merasa bahagia atas kelahiran

bayinya.

Lokasi Ketidaknyamanan : Perut karena belum BAB dan luka jahitan di

perenium ibu.

11. Keadaan Psiko Sosial Spritual

Kelahiran ini : Diinginkan

Penerimaan Ibu :Ibu menerima kehadiran anak dalam

kehidupannya.

Tinggal Serumah : Suami dan keluarga

Orang Terdekat Ibu : Suami dan ibu kandung

25
Tanggapan Keluarga :Anggota keluarga sangat senang atas kehadiran

bayi di dalam keluarga mereka.

Pengetahuan ibu : Ibu sudah mampu berperan sebagai orangtua

tetapi ibu belom berani untuk memandikan

bayinya dan pengetahuan tentang masa nifas

masih belum cukup.

Rencana Perawatan Bayi :Ibu berkomitmen untuk memberikan ASI

ekslusif dan mengimunisasi anaknya kelak.

12. Keluhan sekarang : Susah BAB dan sedikit nyeri di luka perenium

DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Baik

Keadaan emosional : Stabil

Kesadaran : Compos Menthis

2. Tanda-tanda Vital

TD : 110/70 mmHg RR : 19x/menit

N : 78 x/menit S : 36,6 C

3. Pemeriksaan Fisik

a. Rambut : Hitam, tidak rontok, tidak berketombe

b. Wajah : Bersih, tidak ada closma, tidak odema

c. Mata : Kongjungtiva tidak pucat, sklera putih

d. Mulut :Bersih, tidak ada stomatitis, tidak ada

26
karies gigi, gusi tidak berdarah.

e. Leher : Tidak ada pembesaran pembuluh darah

limfe/ tiroid

f. Dada dan Axilla : Tidak ada retraksi dinding dada, tidak

ada bunyi ronchi atau wheezing, bunyi jantung

teratur.

g. Payudara : Payudara asimetris, membesar, menggantung,

Terdapat hiperpigmentasi aerola mamae,

putinng susu menonol, konsitensi kenyal,

payudara tegang, kolostrum sudah keluar dari

kedua payudara.

h. Abdomen : TFU 3 jari dibawah pusat, UC teraba

keras, terdapat hiperpigmentasi linea alba,

terdapat striae gravidarum, tidak ada bekas

operasi, kandung kemih koson, teraba skibala.

i. Ekstremitas : Bentuk simetris, keadaan kuku bersih,

keadaan kulit baik, turgor kulit elastis, tidak ada

odema, reflek patella kanan dan kiri (+).

j. Genetalia : tidak ada oedema dan varises, tidak ada

tanda-tanda infeksi, terdapat luka episiotomi

dan kondisi jahitan basah dengan jelujur.

27
k. Pengeluaran Lochea : terdapat pengeluaran lochea rubra ½ pembalut

l. Anus : Tidak ada hemoroid

ASSESMENT

Diagnosa : Ny. A PIA0H1 umur 26 tahun 4 hari postpartum

dengan konstipasi dan rasa nyeri luka jahitan perenium

Masalah Potensial : Ibu mengatakan merasa tidak nyaman dengan

keadaanya dan mengatakan belom BAB sejak 4 hari

yang lalu.

Kebutuhan : KIE pola eliminasi pasca persalinan dan KIE tentang

luka perenium serta personal hygene.

Diagnosa Potensial : Hemoroid

Tindakan Segera : Jika BAB belum juga keluar maka dilakukan

pemberian huknah atau laksan suppositoria

A. PENATALAKSANAAN

1. Memberitahu dan menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil

pemeriksaan bahwa ibu mengalami Konstipasi post partum. Kondisi ini

sering terjadi pada ibu postpartum. Konstipasi adalah suatu keadaan di

mana seseorang mengalami kesulitan Buang Air Besar (BAB) atau jarang

buang air besar. Disebut konstipasi bila tinja yang keluar jumlahnya hanya

sedikit, keras dan kering (Irianto, 2015).

28
TD : 110/70 mmHg RR : 19x/menit

N : 78 x/menit S : 36,6 C

Ibu mengerti tentang hasil pemeriksaan.

2. Menganjurkan ibu diet makanan yang mengandung serat seperti sayur dan

buah-buahan. Manfaat dari makanan berserat yaitu serat mempermudah

pembuangan dan meningkatkan kekuatan otot dan penambah cairan tubuh.

Ibu mengerti dengan penjelasan bidan.

3. Menganjurkan ibu untuk memenuhi cairan yang cukup yaitu 2,5-3

liter/hari. Cairan berfungsi untuk mencegah dehidrasi dan diproduksi

menjadi ASI. Ibu mengerti dengan penjelasan bidan.

4. Menjelaskan tentang pola eliminasi pasca melahirkan yaitu pada 24 jam

pertama ibu harus dapat buang air besar. Buang air besar tidak akan

berpengaruh terhadap luka jalan lahir, maka dari itu buang air besar tidak

boleh ditahan-tahan. Ibu mengerti dengan penjelasan bidan,

5. Menjelaskan cara perawatan luka jalan lahir yaitu dengan menjaga luka

agar tetap kering, segera mengganti pembalut jika sudah terasa penuh dan

mengganti pakaian dalam jika basah minimal 2x/hari. Ibu mengerti

dengan penjelasan bidan

6. Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat dan rajin untuk mobilisasi agar

pemulihan ibu berjalan dengan cepat. Atur pola istirahat dan aktivitas agar

tidak mempengaruhi kondisi ibu dan bayi. Ibu mengerti dan bersedia

29
7. Melibatkan suami dan keluarga dalam perawatan bayi dan perawatan

postpartum ibu. Dukungan dari suami sangat dibutuhkan ibu dalam

mengalami masa sulit ibu, dengan dukungan suami ibu merasa aman dan

nyaman, sehingga psikologis ibu menjadi baik. Suami dan keluarga

mengerti dan bersedia.

8. Melanjutkan terapi obat yang diberikan bidan yaitu antibiotik, analgesik

dan vitamin dan melakukan pendokumentasian dalam bentuk SOAP.

30
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis menguraikan kesenjangan antara teori

dan kasus di lapangan pada Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Ny. A P1A0 umur

26 tahun hari ke 4 dengan konstipasi di BPM Nurhayati, Amd.Keb

menggunakan manajemen kebidanan yang meliputi :

1. Pengkajian

Dari pengkajian diperoleh data bahwa faktor pendukung predisposisi

pada Ny. A mengalami Konstipasi adalah karena laserasi jalan lahir dan

kurangnya asupan gizi yang seimbang. Ibu juga mengatakan merasa takut

untuk BAB karena bekas jahitan pereniumnya masih basah. Ibu juga tidak

berselera untuk makan makanan yang mengandung sayur dan hal ini

didukung oleh keluarganya yang masih mempercayai mitos seputar nutrisi

pada ibu postpartum

Hal ini sejalan dengan teori bahwa buang air besar secara spontan bisa

tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Sealin itu

Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang

31
dirasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid.

Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus

kembali normal. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu

yang berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak

akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit

untuk defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung konstipasi pada ibu

nifas dalam minggu pertama. Supositoria dibutuhkan untuk membantu

eliminasi pada ibu nifas. Akan tetapi, terjadinya konstipasi juga dapat

dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya

akan terbuka bila ibu buang air besar (Marmi, 2017).

Hal ini sejalan dengan penelitian Erma dkk (2020) tentang Pengaruh

Konsumsi Makanan Tinggi Serat Terhadap Kejadian Kontipasi Pada Ibu

Nifas di Puskesmas X. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh

responden yag mengkomsumsi makanan tinggi serat kurang, terjadi

konstipasi yaitu sejumlah 9 responden (100%) dan hampir seluruh

responden yang memgkomsumsi makanan tinggi serat cukup, tidak terjadi

konstipasi yaitu 13 orang (92.9%). Hasil uji koefisien kontingensi

didapatkan nilai P value 0,000 di,ama P value < 0,05. Sehingga H1

diterima yang berarti ada pengaruh pemenuhan nutrisi tinggi dengan

kejadian konstipasi pada ibu nifas.

2. Diagnosa kebidanan

32
Diagnosa kebidanan pada kasu ini yaitu Ny.A P1A0 umur 26 tahun

hari ke 4 post partum dengan konstipasi. Masalah yang muncul yaitu

gangguan rasa nyaman karena ibu belum bisa BAB, kebutuhan yang

diberikan adalah KIE pola eliminasi pasca persalinan, early exercise dan

pengaturan nutrisi serta kebutuhan cairan ibu.

Hal ini sejalan dengan teori Heni (2018), Sistem pencernaan pada

masa nifas membutuhkan waktu beberapa hari untuk kembali normal.

Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain

pengaturan diit yang mengandung serat buah dan sayur, cairan yang

cukup, olahraga serta pemberian informasi tentang perubahan eliminasi

dan penatalaksanaanya pada ibu. Jika sampai hari ke 3 post partum ibu

belum bisa buang air besar, maka perlu diberikan supositoria dan minum

air hangat. Sehingga pada kasus ini penulis tidak menemukan kesenjangan

antara teori dan praktik.

3. Penatalaksanaan

Dalam kasus ini penulis melakukan perencanaan tindakan yang sesuai

dengan diagnosa untuk mengantisipasi terjadinya masalah yang lebih

buruk. Penatalaksanaan yang dilakukan pada Ny. A yaitu adalah sebagai

berikut:

33
1) Memberitahu dan menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil

pemeriksaan bahwa ibu mengalami Konstipasi post partum dan kondisi

ini sering terjadi pada ibu postpartum.

2) Menganjurkan ibu diet makanan yang mengandung serat.

3) Menganjurkan ibu untuk memenuhi cairan yang cukup yaitu 2,5-3

liter/hari. Cairan berfungsi untuk mencegah dehidrasi dan diproduksi

menjadi ASI.

4) Menjelaskan tentang pola eliminasi pasca melahirkan yaitu pada 24

jam pertama ibu harus dapat buang air besar. Buang air besar tidak

akan berpengaruh terhadap luka jalan lahir, maka dari itu buang air

besar tidak boleh ditahan-tahan.

5) Menjelaskan cara perawatan luka jalan lahir

6) Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat dan rajin untuk mobilisasi

agar pemulihan ibu berlangsung dengan cepat.

7) Melibatkan suami dan keluarga dalam perawatan bayi dan perawatan

postpartum ibu.

8) Melanjutkan terapi obat yang diberikan.

Untuk penanganan yang telah dilakukan, tidak ada kesenjangan antara

teori dan praktek. Hal ini sejalan dengan Penanganan yang dilakukan untuk

emesis gravidarum menurut (Sunarsih dan Dewi, 2012 ; Nugroho dkk, 2014)

antara lain: Pemberian diet/makanan yang mengandung serat, Pemberian

34
cairan yang cukup, Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan,

Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir dan Bila usaha di atas belum

berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat supposotria.

4. Evaluasi

Pada kasus Ny. A dengan Konstipasi telah dilakukan asuhan

kebidanan nifas pada tanggal 12 Juni 2022 di Tanjung Berulak. Hasil

evaluasi yang didapatkan yaitu keadaan umum baik, kesadaran

composmentis, vital sign dalam batas normal dan ibu mengerti dan mau

melakukan saran yang dianjurkan bidan.

Menurut Prawirohardjo (2018), rencana tersebut efektif jika dalam

pelaksanaannya seperti keadaan umum baik, vital sign meliputi nadi, suhu,

respirasi, dan tekanan darah normal. Tidak ada komplikasi yang berujung

patologi, tidak ada tanda-tanda infeksi, penurunan berat badan dan

gangguan nutrisi. Pada langkah ini tidak terdapat kesenjangan antara teori

dan kenyataan dilahan praktek.

35
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif

pada Ny. A P1AOHI umur 26 tahun dengan Kontipasi pada masa nifas di

BPM Nurhayati Amd.Keb dapat disimpulkan bahwa pentingnya KIE tentang

perubahan dan masalah-masalah yang mungkin terjadi pada ibu postpartum

untuk menghindari terjadinya komplikasi pada ibu nifas.

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman secara utuh dalam

mempelajari Asuhan Kebidanan dan kasus-kasus pada saat praktik dalam

bentuk manajemen SOAP.

2. Bagi Bidan

Sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan lebih dapat mendeteksi tanda

dan gejala Konstipasi sehingga dapat melakukan tindakan yang tepat dan

sesuai standar yang berlaku.

36
3. Bagi pendidikan

Diharapkan dapat memperbanyak bahan pustaka tentang pelaksanaan

asuhan kebidanan pada ibu dengan Konstipasi sesuai perkembangan

teori-teori yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Andina, F. S. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: PT Pustaka

Baru.

Agustin dkk. 2019. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Konstipasi dan Faktor

yang Melatarbelakangi. Medica Majapahit. Vol. 11. No. 1, Maret 2019.

Dinkes Provinsi Riau. 2021. Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2020.

Pekanbaru: Kemenkes RI.

Erma, dkk. 2020. Pengaruh Konsumsi Makanan Tinggi Serat Terhadap

Kejadian Konstipasi Pada Ibu Nifas di Puskesmas Ngambon Kabupaten

Bojonegoro. Stikes Intan Cendekia Medika Jombang: Skripsi.

Estri dkk. 2019. Hubungan Antara Luka Perenium Dengan Pola Eliminasi BAB dan

BAK 1-2 Hari Post Partum di Poned Puskesmas Bumijawa. Politeknik

Harapan Bersama Tegal: KTI.

37
Irianto, K. 2015. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung :Alfabeta

Kemenkes RI, 2021. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020. Jakarta:

Kemenkes RI.

Maritalia, D. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. Yogyakarta :Pustaka

Pelajar.

Marmi. 2017. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Pustaka 

Nuari, N. A. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal.

Jakarta : Trans Info Media

Nugroho, D.T, Nurrezky, Warnaliza, D, Wilis. 2014. Asuhan Kebidanan Nifas.

Yogyakarta :Nuha Medika

Prawirohardjo S. 2018. Ilmu Kebidamam Sarwono. Jakarta: EGC.

Rukiyah, Ai Yeyeh.,Yulianti, Lia. 2018. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Masa

Nifas: Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi Jakarta: CV Trans

Info Media

Sulistyawati, A. 2019. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta :Andi Offset.

Sutanto, Andina Vita. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui Teori

Dalam Praktik Kebidanan Professional. Yogyakarta: PT Pustaka

Baru

38
Walyani, E.S. & Purwoastuti, E. (2017). Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi. Baru

Lahir. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Wahyuningsih, Heni Puji. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta:

PPSDM Kesehatan kemenkes RI.

Wulandari, Setyo Retno. 2020. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Jakarta :

Gosyen Publishing.

WHO. 2021. SDG Target 3.1 Maternal Mortality [Internet] Available from :

https://www.who.int/data/gho/data/themes/topics/sdg-target-3-1-maternal-

mortality Access on 11 June 2022.

Yuliana, W & Hakim, B. N. 2020. Emodemo Dalam Asuhan Kebidanan Masa Nifas.

Jakarta: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.

39

Anda mungkin juga menyukai