Anda di halaman 1dari 91

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna menurunkan

angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dan berbagai pengalaman dalam

menanggulangi kematian ibu dan bayi di banyak Negara, pelayanan nifas merupakan

pelayanan kesehatan yang sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai dengan 42

hari pasca melahirkan oleh tenaga kesehatan, asuhan masa nifas penting diberikan

pada ibu dan bayi, karena merupakan masa krisis baik ibu dan bayi. Enam puluh

persen (60%) kematian ibu terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian pada masa

nifas terjadi 24 jam pertama. Demikian halnya dengan masa neonates juga

merupakan masa krisis dari kehidupan bayi. Dua pertiga kematian bayi terjadi 4

minggu setelah melahirkan, dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi 7 hari setelah

lahir (1).

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat

reproduksi pulih seperti sebelum hamil normal masa nifas berlangsung selama 6

minggu atau 42 hari (2).

Untuk mencapai tingkat kesehatan yang sebaik mungkin bagi ibu nifas, bayi

dan keluarga khususnya, serta masyarakat umumnya, asuhan masa nifas merupakan

salah satu bidang pelayanan kesehatan yang harus mendapat perhatian baik oleh

petugas kesehatan seperti dokter obgyn, bidan dan perawat maupun ibu itu sendiri

(1).

1
2

Menurut WHO (World Health Organization) di seluruh dunia setiap menit

seorang perempuan meninggal karena komplikasi terkait dengan kehamilan dan

nifas. Dari laporan WHO, di Indonesia angka kematian ibu tergolong tinggi yaitu

420 per 100.00 kelahiran hidup bila dibandingkan dengen Negara-negara ASEAN

lainnya. AKI di Singapura 14, Malaysia 62, Thailand 110, Vietnam 150, Filipina 230

dan Myanmar 380 (3).

SDKI tahun 2017 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu

menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menunjukan

penurunan menjadi 305 kematian ibu per 10.000 kelahiran hidup berdasarkan data

yang diperoleh dari hasil Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2017.

Angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2022 yaitu 4.627 kasus. Angka tersebut

mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2019 yaitu 4.221 kasus.

Diperkirakan sekitar 60% kematian ibu di Indonesia terjadi pada masa nifas atau

postpartum. Sekitar 50% kematian terjadi pada 24 jam pertama, terutama pada 6 jam

pertama setelah persalinan, sangat penting untuk dilakukan pemantauan dengan

beberapa kali menilai serta memeriksa keadaan ibu dan bayi (3).

Angka Kematian Ibu melahirkan di Aceh tahun 2020 ini masuk dalam

kategori kurang. Angka Kematian Ibu melahirkan terus mengalami pergerakan tidak

seperti yang ditargetkan, angka tersebut cenderung mengalami peningkatan ditahun

2017 naik menjadi 143/100.000 LH ditahun 2018 kembali turun diangka

138/100.000 LH. Pada tahun 2019 Angka Kematian Ibu melahirkan di Aceh kembali

mengalami peningkatan 172/100.000 LH dan kondisi yang sama kembali terjadi

ditahun 2020 yaitu 172/100.000 LH, kalau dibandingkan dengan tahun lalu (4).
3

Angka Kematian Ibu (AKI) di provinsi Aceh tahun 2017-2021 mengalami

fluktuasi, namun pada tahun 2021 mengalami peningkatan yang sangat signifikan

dari tahun sebelumnya yaitu 223 per 100,000 kelahiran hidup. Adapun jumlah

kematian ibu tertinggi tahun 2021 ada di kabupaten Aceh Utara sebanyak 28 orang.

Menurut laporan Dinas Kesehatan Aceh Barat Tahun 2022, jumlah ibu hamil K1

sebanyak 4.266 jiwa, K4 sebanyak 3.347 jiwa, jumlah ibu bersalin sebanyak 3.355

jiwa, jumlah ibu nifas sebanyak 3.177 jiwa, jumlah BBL sebanyak 2.845 jiwa.

Berdasarkan laporan UPT Puskesmas Johan Pahlawan 2022, jumlah ibu

hamil sebanyak1.131 jiwa, jumlah ibu bersalin dan nifas sebanyak 1.079 jiwa.

Menurut data dari Puskesmas Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat,

pada tahun 2022 tidak terdapat kasus kematian ibu di kecamatan Johan Pahlawan.

Menurut data dari Kemenkes, kematian ibu di Indonesia tahun 2017 masih

didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan sebesar 30,13%,

hipertensi dalam kehamilan sebesar 27,1% dan infeksi sebesar 7,3% yang terjadi

selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. (3).

Masa 6 jam setelah persalinan merupakan masa yang sangat kritis untuk ibu

dan bayi karena terjadi perubahan-perubahan yang harus di pantau untuk

mengantisipasi adanya komplikasi pada masa nifas antara lain, perdarahan

postpartum, infeksi masa nifas, lochea yang berbau busuk, subinvolusi uterus, nyeri

pada perut dan pelvis, pusing dan lemas yang berlebihan disertai sakit kepala, nyeri

epigastrik, dan penglihatan kabur, suhu tubuh > 38°C, infeksi pada payudara,

pembengkakan pada wajah maupun ekstremitas dan infeksi saluran kemih (5).
4

Beberapa penyebab kematian ibu, yaitu pada saat kehamilan sebesar 23,89%,

persalinan sebesar 26,99%, dan nifas sebesar 40,12%. Penyebab kematian ibu paling

banyak adalah pada masa nifas, yaitu karena perdarahan persalinan, eklamsia,

infeksi, mastitis dan postpartum blues (6).

Berdasarkan data ASEAN tahun 2014 didapatkan bahwa presentase cakupan

kasus bendungan ASI pada ibu post partum tercatat sebanyak 107.654 ibu post

partum dan pada tahun 2015 ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak 76.543

ibu post partum. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran ibu post partum dalam

memberikan ASI kepada bayinya (7). Menurut WHO Tahun 2013 di Amerika

presentase wanita yang menyusui dan mengalami bendungan ASI rata-rata mencapai

87,5% atau sebanyak 8242 ibu nifas dari 12.765 orang. Pada tahun 2015 yang

mengalami bendungan ASI sebayak 76.543 oang karena kesadaran masyarakat

dalam mendorong peningkatan pemberian ASI relative rendah (8)

Menurut SDKI 2015, Ibu nifas yang mengalami Bendungan ASI sebanyak

35.985 atau (15,60 %) ibu nifas. Serta pada tahun 2015 ibu nifas yang mengalami

bendungas ASI sebanyak 77.231 atau (37,12%) (6).

Kejadian bendungan ASI ringan mengakibatkan munculnya tanda tekanan

pada jaringan payudara yang membuat bayi merasa tidak nyaman dan tidak

menyukai proses menyusu (laktasi) pada ibu. Keadaan ini juga mengakibatkan

perlukaan pada putting susu. Keadaan yang tidak nyaman tersebut mengakibatkan

makin dalamnya proses stress yang dialami oleh ibu, sehingga maternity blues akan

semakin parah dan bendungan ASI juga semakin parah (8).


5

Payudara yang mengalami pembengkakan atau bendungan ASI tersebut

sangat sukar disusu oleh bayi karena payudara lebih menonjol, puting lebih datar,

dan sukar di hisap oleh bayinya.Gejala yang sering muncul pada saat terjadi

bendungan ASI antara lain payudara bengkak, payudara terasa panas dan keras dan

suhu tubuh ibu sampai 38OC. Apabila keadaan ini berlanjut maka dapat

mengakibatkan terjadinya mastitis dan abses payudara (7).

Salah satu upaya untuk mencegah bendungan ASI yaitu dengan perawatan

payudara atau breast care. Perawatan payudara bertujuan untuk melancarkan

sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran produksi ASI sehingga

memperlancar pengeluaran ASI. Rangsangan taktil saat perawatan payudara dapat

menstimulasi hormon prolaktin dan oksitosin yang membantu bayi mendapatkan

ASI (7).

Asuhan ibu nifas dilakukan secara komprehensif berdasarkan Evidence

Based Midwifery Care (EBMC). diantaranya perawatan tali pusat, memberikan

konseling kesehatan tentang perawatan diri seperti pijak oksitosin, massage

payudara, merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya (5).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk “Memberikan

Asuhan Kebidanan Pada Ibu Dengan Bendungan ASI Di PMB Tety Rosmeli

Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat 2023”.

B. Rumusan Masalah

Masa nifas merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk

selalu mekakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat


6

menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada

komplikasi masa nifas seperti sepsis puerperalis dan bahkan bisa menyebabkan

kematian pada ibu nifas. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan “Memberikan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Dengan Bendungan ASI

Di PMB Tety Rosmeli Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat 2023”.

C. Tujuan

a. Tujuan Umum

Agar mahasiswa mampu memberikan dan menerapkan asuhan kebidanan

sesuai standar pada ibu nifas dengan menggunakan pendekatan manajemen

kebidanan di Kabupaten Aceh Barat.

b. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan sesuai standar pada

masa nifas di Kabupaten Aceh Barat.

2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data Subyektif pada ibu nifas di

Kabupaten Aceh Barat.

3. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data Obyektif pada ibu nifas di

Kabupaten Aceh Barat.

4. Mahasiswa mampu menentukan Analisa pada ibu nifas di Kabupaten Aceh

Barat.

5. Mahasiswa mampu memberikan Penatalaksanaan pada ibu nifas di

Kabupaten Aceh Barat.

D. Manfaat Laporan Tugas Akhir

1. Secara Teoritis
7

a. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman institusi dalam

melaksanakan asuhan kebidanan masa nifas

b. Untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu

yang di dapat di jenjang perkuliahan dalam bentuk asuhan kebidanan

masa nifas serta mengetahui adanya kesenjangan masalah yang sering

terjadi antara teori dengan praktik sebagai analisa dalam asuhan

kebidanan masa nifas sesuai standar asuhan pada ibu nifas.

2. Secara Praktis/Klinik

a. Kesehatan dan kesejahteraan ibu dan bayi khususnya pada masa nifas.

b. Dapat meningkatkan asuhan kebidanan dalam mempraktikan teori yang

telah didapat secara langsung dalam asuhan kebidanan komprehensif.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Teori

1. Asuhan Kebidanan

a. Pengertian Asuhan Kebidanan

Asuhan kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang

menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang

mempunyai kebutuhan atau masalah dalam bidang kesehatan ibu di masa

hamil, persalinan, nifas, bayi baru lahir serta keluarga berenca, kesehatan

reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat (9).

b. Tujuan Asuhan Kebidanan

a. Ibu dan bayi sehat, selamat, keluarga bahagia, terjaminnya

kehormatan, martabat manusia

b. Saling menghormati penerima asuhan dan pemberi asuhan

c. Kepuasan ibu, keluarga serta bidan

d. Adanya kekuatan diri dari perempuan dalam menentukan dirinya

sendiri

e. Adanya rasa percaya diri dari perempuan sebagai penerima asuhan

f. Terwujudnya keluarga sejahtera dan berkualitas (9).

c. Manfaat Asuhan Kebidanan

1. Manfaat bagi kebidanan

Untuk membantu bidan dalam mengkaji kondisi pasien, membantu

bidan dalam memahami masalah dan kebutuhan pasien dan

7
8

memudahkan dalam merencanakan melaksanakan asuhan yang

berkualitas sesuai dengan kondisi pasien.

2. Manfaat bagi pasien/klien

a.) Membantu klien untuk mendapatkan rasa nyaman dan aman dalam

menerima asuhan kebidanan.

b.) Membantu klien dalam meningkatkan kemampuan berperan serta

sebagai individu yang bertanggung jawab atas kesehatannya.

c.) Meningkatkan perilaku positif bagi klien yang akan meningkatkan

kesehatannya.

d. Lingkup Asuhan Kebidanan

a. Pra konsepsi

b. Remaja

c. Kehamilan/antenatal

d. Persalinan/intranatal

e. Nifas/postnatal

f. BBL

g. KB

h. Pra Menopause

i. Menopause

j. Postmenopause

k. Kespro (9).
9

e. Standar Asuhan Kebidanan

Menurut Amalia, (Modul Konsep Kebidanan 2022)

Standar praktik bidan merupakan wewenang/batasan wewenang dalam

melaksanakan praktik kebidanan yang meliputi 24 standar dan

dikelompokkan menjadi 5 bagian :

1. Standar Pelayanan Umum :

a. Persiapan untuk kehidupan keluarga sehat

b. Pencatatan dan pelaporan

2. Standar Pelayanan Antenatal :

a. Identifikasi ibu hamil

b. Pemeriksaan dan pemantauan antenatal

c. Palpasi abdominal

d. Pengelolaan anemia pada kehamilan

e. Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan

f. Persiapan persalinan

3. Standar Pertolongan Persalinan :

a. Asuhan persalinan kala I

b. Persalinan kala II yang aman

c. Penatalaksanaan aktif persalinan kala III

d. Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomy

4. Standar Pelayanan Nifas :

a. Perawatan bayi baru lahir

b. Penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan

c. Pelayanan bagi ibu dan janin masa nifas


10

5. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal :

a. Penanganan perdarahan dalam kehamilan TM III

b. Penanganan kegawatdaruratan pada eklamsia

c. Penanganan kegawatdaruratan pada partus lama/macet

d. Persalinan dengan penggunaan vakum ekstraktor

e. Penanganan retensio plasenta

f. Penanganan perdarahan post partum primer (1-24 jam setelah

kelahiran)

g. Penanganan perdarahan post partum sekunder (2 hari setelah

kelahiran)

h. Penanganan pada infeksi nifas sepsis puerperalis

i. Penanganan pada asfiksia neonatorum/sulit bernafas (9).

2. Konsep Dasar Masa Nifas

a. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah lahirnya plasenta hingga

organ reproduksi khususnya alat-alat kandungan kembali pulih seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau disebut puerperium dimulai sejak

2 jam setelah lahirnya plasenta hingga dengan 6 minggu (42 hari) setelah

itu (2).

Bila diartikan dalam bahasa latin, puerperium yaitu waktu mulai

tertentu setelah melahirkan anak ini disebut kata “puer” yang berarti bayi

dan “parous” yang artinya melahirkan. Sehingga dapat diartikan sebagai

“setelah melahirkan bayi”.


11

1. Postpartum merupakan masa setelah melahirkan sampai pulihnya

Rahim dan organ kewanitaan yang umumnya di iringi dengan

keluarnya darah nifas, lamanya periode postpartum yaitu sekitar 6-

8 minggu selain terjadinya perubahan-perubahan tubuh, pada

periode postpartum juga akan mengakibatkan terjadinya perubahan

kondisi psikologis (2).

2. Masa nifas (puerperium) yaitu masa setelah keluarnya plasenta

sampai alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil. Normal masa

nifas berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari (2).

b. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Asuhan masa nifas tidak hanya bertujuan untuk memberikan asuhan

kesehatan pada ibu namun juga mencakup pemberian pendidikan

kesehatan bagi ibu nifas (10).

Tujuan asuhan masa nifas meliputi :

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi secara fisik maupun psikologis

2. Melaksanakan skrining yang komprehensif

3. Melakukan deteksi dini terhadap masalah

4. Mengobati atau merujuk jika terjadi komplikasi pada ibu maupun

bayinya

5. Mendukung dan memperkuat keyakinan diri ibu sehingga ibu

mampu melaksakan peran nya dalam situasi keluarga maupun

budaya yang khususnya ada pada kelurga.


12

6. Memberikan penyuluhan mengenai perawatan kesehatan diri, nutrisi,

KB, laktasi, jadwal pemberian imunisasi dan manfaat imunisasi dan

perawatan bayi

7. Memberikan pelayanan keluarga berencana atau kontrasepsi

8. Mempercepat proses involusi (pengecilan) alat kandungan

9. Melancarkan fungsi gastrointestisinal atau perkemihan

10. Melancarkan pengeluaran lochea

11. Meningkatkan kelancaran peredarahan darah sehingga

mempercepat fungsi hati dan pengeluaran sisa metabolisme.

c. Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas

Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini, karena merupakan

masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian

ibu termasuk kehamilan terjadi setelah melahirkan dan 50% kematian

masa nifas terjadi selama 24 jam. Maka itu peran dan tanggung jawab

bidan dalam memberikan asuhan kebidanan ibu nifas dengan pemantau

mencegah beberapa kematian ini. Peran bidan antara lain sebagai berikut

a. Memberikan support secara berkesinambungan selama masa nifas

sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan

psikologis selama masa nifas

b. Sebagai promotor hubungan ibu dan bayi serta keluarga

c. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa

nyaman
13

d. Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang

berhubungan ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan

administrasi

e. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan

f. Memberikan pendidikan kepada ibu dan keluarganya tentang cara

mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi

yang baik, serta, mempraktekkan kebersihan yang aman

g. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,

menetapkan diagnose dan rencana tindakan serta melaksanakannya

untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan

memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas

h. Memberikan asuhan secara professional (11).

d. Tahapan Masa Nifas

Masa nifas dibagi dalam 3 tahap, yaitu puerperium dini (immediate

puerperium), puerperium intermedial (early puerperium), dan remote

puerperium (later puerperium) (1).

1. Puerperium dini (immediate puerperium) yaitu pemulihan di

mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-

24 jam postpartum).

2. Puerperium intermedial (early puerperium) yaitu suatu masa di

mana pemulihan dari organ-organ reproduksi secara menyeluruh

selama kurang lebih 6-8 minggu.


14

3. Remote puerperium (later puerperium) yaitu waktu yang

diperlukan untuk pulih dan sehat kembali kembali dalam keadaan

yang sempurna secara tertahap terutama jika selama masa

kehamilan dan persalinan ibu mengalami komplikasi, waktu

untuk sehat bisa berminggu-minggu, bulan bahkan tahun.

Tahapan masa nifas menurut Reva Rubin :

1) Periode Taking In (hari ke 1-2 pasca melahirkan)

1. Ibu pasif dan tergantung dengan orang lain

2. Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan

tubuhnya

3. Ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman waktu

melahirkan

4. Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk

mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi normal

5. Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga

membutuhkan peningkatan nutrisi. Jika ibu kurang nafsu

makan menandakan kondisi tubuh ibu tidak normal.

2) Periode Taking On/Taking Hold (hari ke 2-4 pasca

melahirkan)

1. Ibu memperhatikan kemampuan sebagai orang tua dan

meningkatkan tanggung jawab terhadap bayinya

2. Ibu memusatkan perhatian pada pengontrolan fungsi

tubuh bayi, BAK, BAB dan daya tahan tubuh bayi


15

3. Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan dalam

merawat bayi seperti menggendong, menyusui,

memandikan dan mengganti popok bayi

4. Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan

kritikan pribadi

5. Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena

merasa tidak mampu membesarkan/merawat bayinya.

3) Periode Leting Go

1. Terjadi setelah pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh

support serta perhatian suami serta keluarga

2. Mengambil tanggung jawab dalam perawatan bayi dan

memahami kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi

hak ibu dalam interaksi social

3. Depresi postpartum rentan terjadi pada masa ini.

e. Kebijakan Nasional Masa Nifas

Berdasarkan program dan kebijakan teknik masa nifas, paling sedikit

dilakukan 4 kali kunjungan masa nifas. Hal ini untuk menilai status ibu

dan bayi baru lahir untuk mencegah dan menangani masalah-masalah

yang terjadi (2).

Kunjungan masa nifas terdiri dari :

1. Kunjungan I (6-8 jam setelah melahirkan)

a. Mencegah terjadinya perdarahan masa nifas misalnya atonia

uteri
16

b. Mendeteksi penyebab lain terjadinya perdarahan dan akan

segera merujuk jika perdarahan berlanjut

c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu keluarga cara

mencegah perdarahan masa nifas disebabkan oleh atonia uteri

d. Memberikan ASI secara on demand kepada bayi

e. Menciptakan bounding attachment/hubungan antara ibu dan

bayi baru lahir serta hubungan bayi dengan ayah serta keluarga

f. Menjaga dan mencegah hipotermia pada bayi

2. Kunjungan II (6 hari setelah melahirkan)

a. Memastikan involusi (pengecilan) uterus berjalan normal yaitu

uterus berkontraksi baik, fundus di bawah umbilicus, tidak ada

perdarahan abnormal dan memastikan lochea normal

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan

abnormal

c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan

istirahat

d. Memastikan ibu dapat menyusui dengan baik dan tidak

memperlihatkan tanda-tanda penyulit

e. Memberikan pendidikan pada ibu mengenai asuhan pada bayi,

tali pusat, menjaga bayi tetap hangatbdan merawat bayi sehari-

hari.

3. Kunjungan III (2 minggu setelah persalinan)

Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan)


17

4. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan)

a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang dialami

begitu pula dengan bayinya

b. Memberikan konseling untuk kontrasepsi secara dini.

f. Kunjungan Nifas

Frekuensi kunjungan nifas (KF) berdasarkan program dan kebijakan

teknis adalah minimal dilakukan sebanyak 4 kali. Kunjungan nifas

penting dilakukan untuk mengevaluasi keadaan ibu dan bayi baru lahir

serta mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang

terjadi (10).

Jadwal kunjungan tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Program Kunjungan Nifas (10).

Kunjunga Waktu Tujuan


n

KF 1 Periode 6 a. Pencegahan perdarahan masa nifas karena


(enam jam atonia uteri
sampai b. Deteksi dan perawatan masalah pada masa
dengan 2 nifas
(dua) hari c. Pelaksanaan konseling tentang pencegahan
pasca perdarahan masa nifas karena atonia uteri
persalinan d. Rujukan pada komplikasi yang ditemukan
e. Pemberian ASI awal
f. Peningkatan bonding attachment dan
hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
g. Pencegahan hipotermi pada bayi

KF 2 Periode 3 a. Proses involusi uterus berjalan normal,


(tiga) sampai uterus berkontraksi baik, tinggi fundus uteri
dengan 7 berada di bawah umbilicus, tidak ada
(tujuh) hari perdarahan abnormal dan berbau
pasca b. Penilaian tanda infeksi atau perdarahan
persalinan abnormal
18

c. Pemenuhan nutrisi ibu


d. Proses menyusui berjalan baik tanpa
penyulit
e. Pelaksanaan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, perawatan tali pusat,
pencegahan hipotermi pada bayi dan perawat
bayi sehari-hari.

KF 3 Periode 8 a. Proses involusi uerus berjalan normal, uterus


(delapan) berkontraksi baik, tinggi fundus uteri berada
sampai 28 di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan
(dua puluh abnormal dan berbau
delapan) hari b. Penilaian tanda infeksi atau perdarahan
pasca abnormal
persalinan c. Pemenuhan nutrisi ibu
d. Proses menyusui berjalan baik tanpa
penyulit
e. Pelaksanaan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, perawatan tali pusat,
pencegahan hipotermi pada bayi dan perawat
bayi sehari-hari.

KF 4 Periode 29 a. Pemantauan dan deteksi komplikasi dan


(dua puluh penyulit pada ibu dan bayi
Sembilan) b. Konseling tentang program keluarga
sampai berencana (kontrasepsi)
dengan 42 c. Jadwal pemantauan selanjutnya (posyandu,
(empat puluh imunisasi dll)
dua) hari
pasca
persalinan

Sumber : Ni Made dan Dwi Mahayati (2022).

g. Perubahan Masa Nifas


Ada 2 perubahan yang terjadi pada ibu yaitu fisiologis/fisik dan perubahan

psikologis.

a. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas

1. Perubahan Sistem Reproduksi

a. Uterus
19

Setelah plasenta lahir, uterus akan mulai mengeras karena kontraksi

dan retraksi otot-ototnya. Uterus berangsur-angsur mengecil sampai

keadaan sebelum hamil (12).

Involusi uterus atau pengerutan merupakan suatu proses di mana

uterus kembali ke kondisi sebelum hamil (13).

Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :

1.) Iskemia Miometrium, hal ini disebabkan oleh kontraksi dan

retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran

plasenta sehingga membuat uterus menjadi relative anemia dan

menyebabkan serat otot atrofi.

2.) Atrofi jaringan, Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi

penghentian hormone estrogen saaat pelepasan plasenta.

3.) Autolysis, merupakan proses penghancuran diri sendiri yang

terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan

memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga

panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali

lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini

disebabkan karena penurunan hormone estrogen dan

progesterone.

4.) Efek oksitosin, oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan

retraksi otot uterus hingga akan menekan pembuluh darah yang

mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini

membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi

plasenta serta mengurangi perdarahan. Ukuran uterus pada masa


20

nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-

perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai

berikut :

1. Involusi uteri

2. Tinggi fundus uteri

3. Berat uterus

4. Diameter uterus

5. Plasenta lahir

6. Setinggi pusat

7. 1000 gram

8. 12,5 cm

9. 7 hari (minggu 1)

10. Pertengahan pusat dan simfisis

11. 500 gram

12. 7,5 cm

13. 14 hari (minggu 2)

14. Tidak teraba

15. 350 gram

16. 5 cm

17. 6 minggu

18. Normal

19. 60 gram

20. 2,5 cm (13).


21

Tabel 2.2 Perubahan Uterus (12).

Waktu TFU Berat Uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr

Uri lahir 2 jari bawah pusat 750 gr

1 minggu ½ pusat sympisis 500 gr

2 minggu Tidak teraba 350 gr

6 minggu Bertambah kecil 50 gr

8 minggu Normal 30R

Sumber : Wahyuningsih (2019).

b. Lochea

Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs

plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar

bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua

inilah yang dinamakan lochea (13).

Lochea yaitu cairan/secret berasal dari kavum dan vagina selama

masa postpartum. Selama masa nifas, vagina akan terus-menerus

mengeluarkan darah. Biasanya darah tersebut mengandung trombosit,

sel-sel tua, sel-sel mati (nekrosis), serta sel-sel dinding Rahim

(endometrium), yang disebut lochea.

Ibu pasca melahirkan akan mengalami empat tahapan perubahan

lochea dalam masa nifas ini :

a. Merah tua (lochea rubra)


22

Lochea Rubra berwarna merah karena berisi darah segar dan

sisa-sisa selaput ketuban, desidua, verniks kaseosa, lanugo,

meconium berlangsung 2 hari postpartum. Tahap pertama ini

akan berlangsung selama tiga hari pertama setelah melahirkan.

Darah pada tahapan pertama ini berpotensi mengandung banyak

kuman penyakit.

b. Merah dan berlendir kecoklatan (lochea sanguinolenta)

Untuk tahapan kedua ini biasanya berlangsung selama 4-7 hari

postpartum

c. Kekuningan lalu merah pudar (lochea serosa)

Cairan yang berwarna seperti ini biasanya mulai keluar 1-2

minggu postpartum

d. Kekuningan lalu bening/putih (lochea alba)

Cairan ini keluar selama sekitar 4 minggu, yakni dari minggu

kedua sampai minggu keenam. Bila cairan lochea sudah

berwarna bening, tandanya masa nifas berlangsung normal (1).

Umumnya jumlah lochea lebih sedikit bila wanita postpartum

dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat

pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam

posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat

berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lochea sekitar 240

hingga 270 ml (13).


23

c. Vagina dan Perineum

Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan

serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini

kembali dalam keadaan kendur. Rugae timbul kembali pada minggu

ketiga. Hymen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses

pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi

wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan

keadaan saat sebelum persalinan pertama.

Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat

perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara

spontan ataupun dilakukan episiotomy dengan indikasi tertentu.

Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus

tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal

ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.

d. Perubahan Sistem Pencernaan

Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh

beberapa hal, di antaranya tingginya kadar progesterone yang dapat

mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolesterol

darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan,

kadar progesterone juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus

memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.

Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada system

pencernaan, antara lain :


24

1) Nafsu makan

Setelah melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga

diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu

makan diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali

normal. Meskipun kadar progesterone menurun setelah

melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama

satu atau dua hari.

2) Motilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna

menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.

Kelebihan analgesia dan anestesia bisa memperlambat

pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.

2. Pengosongan Usus

Setelah melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini

disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan

awal masa postpartum, diare sebelum persalinan, edema sebelum

melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi

jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu

kembali normal.

Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara

lain :

a. Pemberian diet/makanan yang mengandung serat

b. Pemberian cairan yang cukup


25

c. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan

d. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.

Apabila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian

huknah atau obat lain.

3. Perubahan Sistem Musculoskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-

pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan

terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta

dilahirkan.

Ligament-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang

pada waktu persalinan, secara berangsur-ansur menjadi ciut dan pulih

kembali sehingga tak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi

retrofleksi karena ligamentum retundum menjadi kendur. Tidak

jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah

melahirkan karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia

menjadi kendur. Stabilitas secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu

setelah persalinan.

Sebagai akibat putusnya serat-serat plastik kulit dan distensi yang

berlangsung lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding

abdomen masih agak lunak dan kendur untuk sementara waktu.

Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat

genetalia, serta otot-otot dinding perut dan dasar panggul, di anjurkan


26

untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari postpartum,

sudah dapat fisioterapi.

4. Perubahan Tanda-Tanda Vital

1. Suhu

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celcius.

Sesudah partus dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celcius dari

keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8 derajat celcius.

Setelah 2 jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan

kembali normal. Bila suhu lebih dari 38 derajat celcius, mungkin

terjadi infeksi pada klien (13).

2. Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit.

Pasca melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun

lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus

waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan postpartum.

3. Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh

arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota

tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia adalah sistolik

antara 90-120 mmHg dan diastolic 60-80 mmHg. Setelah

melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak

berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca

melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan


27

tekanan darah tinggi pada postpartum merupakan tanda terjadinya

preeklamsia postpartum. Namun demikian, hal tersebut sangat

jarang terjadi.

4. Pernapasan

Frekuensi pernapasan normal pada orang dewasa adalah 16-24

per menit. Pada ibu postpartum umumnya pernapasan lambat atau

normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau

dalam kondisi istirahat. Keadaan pernapasan selalu berhubungan

dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak

abnormal, pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila

ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernapasan pada

masa postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-

tanda syok.

5. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk

menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh

plasenta dan pembuluh darah uteri. Penarikan kembali estrogen

menyebabkan dieresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi

volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam

2-4 jam pertama pasca kelahiran bayi. Selama masa ini, ibu

mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya progesterone

membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan

meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan


28

bersama-sama dengan trauma masa persalinan. Pada persalinan

vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml, sedangkan pada

persalinan SC, pengeluaran dua kali lipatnya. Perubahan terdiri dari

volume darah dan kadar Hmt (Hematokrit).

Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume

darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan

beban pada jantung dan akan menimbulkan decompensatio cordis

pada pasien dengan vitum cardio. Keadaan ini dapat di atasi dengan

mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya haemokonsentrasi

sehingga volume darah kembali seperti sedia kala. Umumnya, ini

akan terjadi pada 3-5 hari postpartum.

6. Perubahan Sistem Hematologi

Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan

plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari

pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit

menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas

sehingga meningkatnya faktor pembekuan darah..

Leukositas adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih

sebanyak 15.000 selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetapi tinggi

selama beberapa hari pertama masa postpartum. Jumlah sel darah

putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa

adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan

lama.
29

Postpartum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat

bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan

tingkat volume darah yang berubah-ubah.

Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari wanita

tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah

dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan

awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup

banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan kehilangan darah

500 ml darah.

Penurunan volume dan penigkatan sel darah pada kehamilan

diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada

hari ke 3-7 postpartum dan akan normal dalam 4-5 minggu

postpartum. Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang

lebih 200-500 ml, minggu pertama postpartum berkisar 500-800 ml

dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.

7. Perubahan Sistem Endokrin

a. Hormon Plasenta

Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG

(Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan

menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum

dan sebagai omset pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.

b. Hormon Pituitari
30

Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang

tidak menyusui, prolactin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH

dan LH akan meningkat pada fase konsen (13). trasi folikuler

(minggu ke-3) dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

c. Hypotalamik Pituitari Ovarium

Lamanya seorang wanita mendapatkan menstruasi juga di

pengaruhi oleh factor menyusui. Sering kali menstruasi pertama

ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan

progesterone.

d. Kadar Estrogen

Setelah melahirkan, terjadi penurunan kadar estrogen yang

bermakna sehingga aktivitas prolactin yang juga sedang

meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mamae dalam

menghasilkan ASI (13).

b. Perubahan Psikologis Ibu dalam Masa Nifas

a. Perubahan Peran

Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah

kelahiran anak. Sebenarnya suami dan istri sudah mengalami

perubahan peran mereka sejak masa kehamilan. Perubahan peran ini

semakin meningkat setelah kelahiran anak. Contoh, bentuk perawatan

dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat

masih berada dalam kandungan adalah dengan cara memelihara

kesehatannya selama masih hamil, memperhatikan makanan dengan


31

gizi yang baik, cukup istirahat, berolah raga, dan sebagainya.

Selanjutnya, dalam periode postpartum atau perubahan-perubahan nifas

muncul tugas dan tanggung jawab baru, disertai dengan perubahan-

perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan terus berkembang

dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan waktu

cenderung mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan.

Peran awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya

bayi belajar mengenal orang tuanya lewat suara, bau badan, dan

sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-kebutuhan

bayinya akan kasih saying, perhatian, makanan, sosialisasi dan

perlindungan

Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan

keluarga sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini

menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-ibu, orang tua anak, dan

anak-anak).

b. Peran menjadi orang tua setelah melahirkan

Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru

muncul dan kebiasaan lama perlu diubah atau ditambah dengan yang

baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali hubungan mereka

dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan sosialisasi.

Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan tuntutan

untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya

berlangsung selama kira-kira empat minggu.


32

Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama

membangun kesatuan keluarga. Periode waktu meliputi peran negosiasi

(suami-istri, ibu-ayah,saudara-saudara) orang tua mendemostrasikan

kompetensi yang semakin tinggi dalam menjalankan aktivitas merawat

bayi dan menjadi lebih sensitive terhadap makna perilaku bayi. Periode

berlangsung kira-kira selama 2 bulan.

c. Tugas dan tanggung jawab orang tua

Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaaan bila

anak yang dilahirkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena

dampak dari kekecewaan ini dapat mempengaruhi proses pengasuhan.

Walaupun kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan

menyebabkan orang tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh.

Bila perasaan kecewa tersebut tidak segera di atasi, akan membutuhkan

waktu yang lama untuk dapat menerima kehadiran anak yang tidak

sesuai dengan harapan tersebut.

Orang tua perlu memiliki keterampilan dalam merawat bayi

mereka, yang meliputi kegiatan-kegiatan pengasuhan, mengamati

tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi

kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-

tanda tersebut.Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua

terhadap bayinya, antara lain :

1. Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan

tidak terus terbawa dengan khayalan dan impian yang dimilikinya

tentang figur anak idealnya. Hal ini berarti orang tua harus
33

menerima penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen dan status

fisik anaknya.

2. Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah

seorang pribadi yang terpisah dari diri mereka, artinya seseorang

yang memiliki banyak kebutuhan dan memerlukan perawatan.

3. Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini

termasuk aktivitas merawat bayi, memperhatikan gerakan

komunikasi yang dilakukan bayi dalam mengatakan apa yang

diperlukan dan memberi respons yang cepat.

4. Orang tua harus menetapkan kriteria evaluasi yang baik dan dapat

dipakai untuk menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang

dilakukan pada bayi.

5. Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di

dalam keluarga. Baik bayi ini merupakan yang pertama atau yang

terakhir, semua anggota keluarga harus menyesuaikan peran

mereka dalam menerima kedatangan bayi.

Dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri

orang tua kan tumbuh bersama dengan meningkatnya

kemampuan merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab itu bidan perlu

memberikan bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara merawat

bayinya, untuk membantu mengangkat harga dirinya (13).


34

h. Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas

Pada masa nifas ibu mengalami kebahagian yang luar biasa menjalani

proses pembelajaran yang diperlukan tentang perawatan bayi, sebagai ibu,

ibu merasa mempunyai tanggung jawab yang luar biasa pada dirinya. Tidak

mengherankan apabila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan

mengalami kesulitan untuk merawat bayinya (2).

Masa nifas merupakan masa untuk bimbingan dan pembelajaran dalam

penyesuaian terhadap bayinya. Tanggung jawab seorang ibu mulai bertambah

setelah melahirkan. Ibu akan selalu melihat ke wajah bayinya, mengamati

tubuh dan sesekali mengelus pipi bayinya, dan menggerakkan jari-jari bayi

sebelum menatap kembali ke wajah bayi. Namun ada beberapa ibu yang

merasa tidak nyaman dengan bayi dikarenakan ada alasan tertentu (2).

Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi dalam masa nifas adalah

sebagai berikut :

1. Fungsi menjadi orang tua

2. Respon dan dukungan dari keluarga

3. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta melahirkan

4. Harapan, keinginan, dan aspirasi saat hamil dan melahirkan

Pada ibu nifas perubahan emosi dapat berupa kekecewaan emosional, rasa

sakit pada masa nifas, kelelahan karena kurang tidur selama persalinan,

kecemasan ketidakmampuan merawat bayi setelah pulang dari rumah sakit,

rasa takut tidak menarik lagi bagi suami (14).


35

Ada beberapa ibu yang mengalami perasaan sedih dan takut sehingga

mempengaruhi emosional ibu, hal ini di sebut postpartum blues. Coping

seorang ibu sangat diperlukan dalam menghadapi postpartum blues, bila

coping kurang baik maka ibu akan jatuh pada fase postpartum depression

dan postpartum psikosis.

1. Post Partum Blues

a.) Definisi

Postpartum blues dinamakan juga maternity blues atau baby blues

adalah perasaan yang terjadi pada ibu setelah melahirkan dengan

adanya tanda kecemasan, panik, kelelahan, perasaan menyalahkan diri

sendiri dan merasa tidak mampu mengurus bayinya (14).

Postpartum blues merupakan suatu syndrome gangguan efek ringan,

sehingga tidak perlu penanganan khusus. Gejalanya tampak dalam

minggu pertama setelah persalinan, cenderung akan memburuk pada

hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari

atau dua minggu (14).

b.) Tanda dan gejala risiko postpartum blues (14).

Tanda dan gejala ibu nifas mengalami postpartum blues antara lain :

a. Perubahan pola makan

b. Gangguan pola tidur

c. Mudah menangis

d. Merasa tidak berharga dan merasa putus asa


36

Postpartum blues ditandai dengan adanya tangisan yang singkat,

perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa

dan tidak dapat tidur (insomnia) (15).

c.) Penyebab dan Faktor Resiko Postpartum Blues

Postpartum blues terjadi karena perubahan kadar estrogen,

progesterone yang terlalu rendah, kadar kortisol, prolactin dan estriol

yang terlalu tinggi. Penurunan kadar estrogen yang secara bermakna

setelah melahirkan mengakibatkan supresi terhadap aktivitas enzim

monoamine oksidase, yaitu suatu enzim otak yang bekerja

menginaktivasi, baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan

dalam suasana hati dan kejadian depresi, sehingga mempengaruhi

emosi ibu (14).

Disamping faktor hormonal tersebut masih ada beberapa faktor

risiko terjadinya postpartum blues yakni paritas terutama primipara

karena belum mempunyai pengalaman dalam menghadapi proses

persalinan dan merawat anak. Penghasilan yang rendah, hubungan

dengan orang tua atau mertua yang kurang harmonis, kurangnya

bantuan fisik dan pengetahuan ibu. Dukungan sosial dari keluarga

terutama suami yang kurang. Ibu yang tidak pernah melakukan

pemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatan memiliki risiko depresi

2,4 kali lebih tinggi di bandingkan dengan ibu yang melakukan

pemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatan, komplikasi nifas,

kehamilan yang tidak di inginkan. Jarak kehamilan ibu yang kurang


37

dari 2 tahun juga memiliki risiko lebih besar mengalami baby blues

syndrome (14).

Faktor risiko postpartum blues yang lain adalah : usia kurang dari

20 tahun, penyesuaian diri yang kurang baik, koping stress yang

rendah (15).

Faktor yang mempengaruhi postpartum blues adalah factor

psikologis meliputi dukungan keluarga khususnya suami. Factor

demografi meliputi usia dan paritas, factor fisik yang disebabkan

kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui,

memandikan, mengganti popok, dan faktor sosial meliputi tingkat

pendidikan, hal ini karena tingkat pendidikan mempengaruhi cara

berpikir seseorang, termasuk cara berpikir dalam menghadapi situasi

postpartum blues. Status perkawinan dan sosial ekonomi, wanita

dengan sosial ekonomi rendah akan lebih mungkin mengalami

peristiwa kehidupan yang buruk, hidup dalam kondisi yang penuh

sesak dan stress (16).

Depresi sebelumnya juga dapat berpengaruh terhadap postpartum

blues. Jarak kehamilan berpengaruh terhadap kejadian baby blues

syndrome. Salah satu budaya pada masa nifas yaitu larangan keluar

rumah selama 40 hari, yang membuat ibu merasa bosan dengan hal-

hal yang bersangkutan dalam mengurus bayi sehingga dapat

mengarah pada kejadian baby blues syndrome (17).


38

d.) Penatalaksanaan postpartum Blues

Postpartum blues merupakan suatu syndrome gangguan efek

ringan, sehingga tidak perlu penanganan khusus, namun ibu nifas

perlu dukungan support sistem supaya coping menjadi lebih baik,

sehingga ibu dengan postpartum blues dapat melaluinya dengan baik

dan tidak menuju ke postpartum depression. Support sistem tersebut

meliputi : pemeriksaan fisik termasuk tanda postpartum blues dan

psikis ibu termasuk coping pada pemeriksaan antenatal baik pada

masa kehamilan ataupun setelah melahirkan (18). Konseling pada ibu

hamil tentang postpartum blues dan jarak kelahiran serta dukungan

dari keluarga pada ibu nifas (informasi, emosional, penghargaan, atau

bantuan tenaga) tentang peran baru menjadi seorang ibu (16).

Perlunya pendampingan pada masa nifas terutama ibu primipara,

karena belum mempunyai pengalaman dalam menghadapi proses

persalinan dan merawat anak. Bila perlu berikan endorphin massage

yaitu pemijatan ringan pada leher, lengan dan tangan (14).

2. Postpartum Depression

a.) Definisi

Postpartum depression atau depresi postpartum memiliki gejala

yang sama dengan postpartum blues, namun frekuensi, durasi dan

intensitasnya lebih lama dan lebih kuat. “Depression postpartum

adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak hamil yang berkaitan

dengan sikap ibu yang sulit menerima kehadiran bayinya”. Ibu dengan
39

depresi ini tidak mudah diidentifikasi, biasanya penderita sudah

menunjukkan tanda atau gejala sebelum memasuki postpartum. Gejala

awal yang timbul adalah perasaan sedih, tertekan, sensitive, merasa

bersalah, lelah, cemas, dan tidak mampu merawat dirinya dan bayinya.

Depresi postpartum biasanya dialami ibu paling lambat 8 bulan setelah

melahirkan, dalam kasus yang lebih parah depresi dapat di alami ibu

postpartum sampai 1 tahun (19).

b.) Tanda dan Gejala Depresi Postpartum

Adanya perasaan mudah menangis, putus asa, tidak bergairah

dalam hidupnya, menyakiti diri sendiri dan bayinya, keraguan dalam

merawat bayi, cemas, sensitive, adanya perasaan kurang menarik lagi,

kehilangan identitas diri, bahkan kontrol diri yang rendah dan stress

serta adanya fantasi menjadi ibu yang sempurna. Gejala lainnya

seperti tidak tertarik pada bayinya dimana ibu sudah memiliki

kekhawatiran yang berlebihan bahkan tidak peduli lagi tentang

kondisi kesehatan bayinya (irrational thinking) dan tidak merasakan

bagaimana kebahagiaannya memiliki bayi atau buah hati. Adanya

gangguan nafsu makan dan tidur, adanya rasa takut untuk menyakiti

dirinya ataupun bayinya. (14).

Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan depresi postpartum

adalah ibu yang punya riwayat depresi, hidup dengan keluarga yang

kurang harmonis, kurang mendapatkan dukungan dari orang terdekat

baik suami atau keluarga yang lain selama kehamilan, persalinan


40

bahkan pada masa nifas dan ibu yang jarang kontrol atau

berkonsultasi dengan tenaga kesehatan bahkan dokter serta ibu yang

mengalami komplikasi selama kehamilan dan persalinan.

c.) Penyebab Depresi Postpartum

Penyebab utama depresi postpartum adalah adanya kecemasan

dan ketidakmampuan dalam merawat bayi, persalinan lama. Penyebab

lain karena adanya kekecewaan emosi yang diikuti rasa tidak puas,

ketakutan tentang kehamilan, persalinan, kurang tidur pada masa

persalinan dan rasa sakit pada masa nifas. Faktor lain juga karena

adanya ketakutan bahwa dirinya tidak menarik lagi bagi suaminya

(19).

d.) Penatalaksanaan Depresi Postpartum

Ibu yang mengalami depresi postpartum perlu penatalaksanaan supaya

tidak menjadi lebih parah. Dukungan support sistem dan sosial dari

suami, keluarga dan kerabat terdekat dapat meningkatkan kenyamanan

dan kesejahteraan emosi ibu. Tenaga kesehatan (bidan) dalam

memberikan pelayanan harus memperhatikan aspek psikologis,

terutama kesiapan mental dan emosi juga selain aspek fisik.

Keterlibatan suami dan keluarga terdekat sangat membantu ibu dalam

peningkatan perubahan emosi sehingga ibu dapat melalui kehamilan

sampai masa nifas dengan rasa nyaman, bahagia, dan sejahtera.

Disampingb itu ibu juga perlu istirahat yang cukup dapat membuat

suasana hati lebih baik dan dapat mengurangi perasaan yang


41

mendadak, bila kondisi ibu masih mengkhawatirkan maka perlu

dukungan dari petugas konselor atau psikologis (14).

i. Kebutuhan Dasar Masa Nifas

1. Nutrisi dan Cairan

Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian karena dengan nutrisi yang

baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi

susunan air susu. Kebutuhan gizi ibu saat menyusui adalah sebagai berikut

a) Konsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap hari

b) Diet berimbang, protein, mineral dan vitamin

c) Minum sedikitnya 2 liter tiap hari ( +8 gelas)

d) Fe/tablet tambah darah sampai 40 hari pasca persalinan

e) Kapsul Vit.A 200.000 unit (12).

2. Ambulasi

Ambulasi dini (Early Ambulation) ialah kebijaksanaan agar

secepatnya tenaga kesehatan membimbing secepatnya ibu post partum

bangun dari tempat tidur membimbing secepat mungkin untuk berjalan.

Ibu post partum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-

48 jam postpartum. Hal ini dilakukan bertahap. Ambulasi dini tidak

dibenarkan pada ibu post partum dengan penyulit misalnya anemia,

pernyakit jantung, penyakit paru-paru, demam dan sebagainya.

Keuntungan dari ambulasi dini :

a. Ibu merasa lebih sehat


42

b. Fungsi usus dan kandung kemih lebih baik

c. Memungkinkan kita mengajarkan ibu untuk merawat bayinya

d. Tidak ada pengaruh buruk terhadap proses pasca persalinan, tidak

mempengaruhi penyembuhan luka, tidak menyebabkan perdarahan,

tidak memperbesar kemungkinan prolapses atau retrotexto uteri.

Sebagian besar pasien dapat melakukan ambulasi segera setelah

persalinan usai. Aktivitas tersebut amat berguna bagi semua sistem tubuh,

terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru. Hal

tersebut juga membantu mencegah thrombosis pada pembuluh tungkai dan

membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit menjadi sehat.

Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan jarak antara

aktivitas dan istirahat. Dalam 2 jam setelah bersalin ibu harus sudah bisa

melakukan mobilisasi dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap.

Dapat dilakukan dengan miring kanan atau kiri terlebih dahulu, kemudian

duduk dan berangsur-ansur untuk berdiri dan jalan (13).

3. Eliminasi

Setelah 6 jam post partum diharapkan ibu dan dapat berkemih, jika

kandung kemih penuh atau lebih dari 8 jam belum berkemih disarankan

melakukan kateterisasi. Hal-hal yang menyebabkan kesulitan berkemih

(retensio urine) pada post partum :

Berkurangnya tekanan intra abdominal.

a.) Otot-otot perut masih lemah

b.) Edema dan uretra


43

c.) Dinding kandung kemih kurang sensitive

d.) Ibu post partum diharapkan bisa defekasi atau buang air besar setelah

hari kedua post partum, jika hari ketiga belum defekasi bisa diberi

obat oral atau rektal.

a. Miksi

Pada persalinan normal masalah berkemih dan buang air besar

tidak mengalami hambatan apapun. Kebanyakan pasien dapat

melakukan BAK secara spontan dalam 8 jam setelah melahirkan.

Miksi hendaknya dilakukan sendiri secepatnya, kadang-kadang

wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh

kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus spinchter ani selama

persalinan, juga karena adanya edema kandung kemih yang terjadi

selama persalinan. Bila dalam 3 hari ibu tidak dapat berkemih, dapat

dilakukan rangsangan untuk berkemih dengan mengompres vesica

urinaria dengan air hangat, jika ibu belum bisa melakukan maka

ajarkan ibu untuk berkemih sambil membuka kran air, jika tetap

belum bisa melakukan juga maka dapat dilakukan kateterisasi.

b. Defekasi

Buang air besar akan biasa setelah sehari, kecuali bila ibu

takut dengan luka epiotomi bila sampai 3-4 hari belum buang air

besar, sebaiknya dilakukan/diberikan obat rangsangan per oral atau

per rektal, jika masih belum bisa dilakukan klisma untuk

merangsang buang air besar sehingga tidak mengalami sembelit dan

menyebabkan jahitan terbuka (13).


44

4. Kebersihan Diri atau Personal Hygiene

Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi.

Oleh karena itu, kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan

sangat penting untuk tetap terjaga. Langkah-langkah yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

a.) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh terutama perineum

b.) Mengajarkan ibu cara membersihkan alat kelamin dengan sabun dan

air dari depan ke belakang

c.) Sarankan ibu ganti pembalut setidaknya dua kali sehari

d.) Membersihkan tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah

membersihkan alat kelamin

e.) Jika mempunyai luka episiotomy atau laserasi/luka jahit pada alat

kelamin, menyarankan untuk tidak menyentuh daerah tersebut.

Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan

meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu untuk menjaga

kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali sehari,

mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan di mana ibu

tinggal. Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum

dengan baik dengan menggunakan antiseptic (PK/Dethol) dan selalu

diingat bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang.

Jaga kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi, baik

pada luka jahitan maupun kulit.

1.) Pakaian
45

Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat

karena produksi keringat menjadi banyak. Produksi keringat yang

tinggi berguna untuk menghilangkan ekstra volume saat hamil.

Sebaiknya, pakaian agak longgar di daerah dada sehingga payudara

tidak tertekan dan kering. Demikian juga dengan pakaian dalam, agar

tidak terjadi iritasi (lecet) pada daerah sekitarnya akibat lochea.

2.) Rambut

Setelah bayi lahir, ibu mungkin akan mengalami kerontokan rambut

akibat gangguan perubahan hormone sehingga keadaannya menjadi

lebih tipis dibandingkan keadaan normal. Jumlah dan lamanya

kerontokan berbeda-beda antara satu wanita dengan wanita yang lain.

Meskipun demikian, kebanyakan akan pulih setelah beberapa bulan.

Cuci rambut dengan kondisioner yang cukup, lalu menggunakan sisir

yang lembut.

3.) Kebersihan kulit

Setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan saat hamil

akan dikeluarkan kembali melalui air seni dan keringat untuk

menghilangkan pembengkakan pada wajah, kaki, betis, dan tangan

ibu. Oleh karena itu, dalam minggu-minggu pertama setelah

melahirkan, ibu akan merasakan jumlah keringat yang lebih banyak

dari biasanya. Usahakan mandi lebih sering dan jaga agar kulit tetap

kering.

4.) Kebersihan vulva dan sekitarnya


46

a. Mengajarkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan cara

membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan

ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus.

Bersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar.

b. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut

setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah

di cuci dengan baik dan keringkandi bawah matahari atau

disetrika.

c. sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum

dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.

Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada

ibu untuk menghindari menyentuh luka, cebok dengan air dingin

atau cuci menggunakan sabun. Perawatan luka perineum bertujuan

untuk mencegah infeksi, meningkatkan rasa nyaman dan

mempercepat penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat

dilakukan dengan cara mencuci daerah genetalia dengan air dan

sabun setiap kali habis BAK/BAB yang dimulai dengan mencuci

bagian depan, baru kemudian daerah anus. Sebelum dan sesudahnya

ibu dianjurkan untuk mencuci tangan. Pembalut hendaknya di ganti

minimal 2 kali sehari. Bila pembalut yang di pakai ibu bukan

pembalut habis pakai, pembalut dapat dipakai kembali dengan di

cuci, dijemur di bawah sinar matahari dan setrika (13).


47

5. Istirahat dan Tidur

Menganjurkan ibu istirahat cukup dan dapat melakukan kegiatan

rumah tangga secara bertahap. Kurang istirahat dapat mengurangi

produksi ASI, memperlambat proses involusi dan depresi pasca

persalinan. Selama masa post partum, alat-alat internal dan eksternal

berangsur-angsur kembali ke keadaan sebelum hamil (involusi) (12).

6. Kebutuhan Perawatan Payudara

Perawatan payudara :

1. Sebaiknya perawatan mamae telah dimulai sejak wanita hamil supaya

puting lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui

bayinya.

2. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara : pembalutan

mamae sampai tertekan, pemberian obat estrogen untuk supresi LH

seperti tablet Lynoral dan Pardolel

3. Ibu menyusui harus menjaga payudaranya untuk tetap bersih dan kering

4. Menggunakan Bra yang menyokong payudara

5. Apabila putting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar

pada sekitar putting susu setiap kali selesai menyusui, kemudian

apabila lecetnya sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI

dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok. Selain itu,

untuk menghilangkan rasa nyeri dapat minum paracetamol 1 tablet

setiap 4-6 jam (13).


48

j. Tanda Bahaya Masa Nifas

a. Perdarahan darah segar setelah minggu ketiga setelah persalinan.

b. Demam tinggi >38 derajat celcius, apabila ibu memiliki suhu tubuh yang

tinggi harus memikirkan apakah ada infeksi atau dehidrasi ibu. Mencari

sumber masalah ataupun penyebabnya untuk memberikan intervensinya.

c. Kontraksi uterus kurang baik, disebabkan ibu multipara dan bayi besar,

peregangan otot uterus yang maksimal, uterus yang tidak kompeten,

kesadaran umum ibu lemah. Rencana tindakan yang dilakukan dengan

merangsang kerja baik uterus missal massage fundus, injeksi oksitosin bila

perlu KBI/KBE untuk mencegah perdarahan yang hebat.

d. Perdarahan banyak > 24 jam postpartum disebabkan oleh kontraksi uterus

yang tidak baik, adanya laserasi jalan lahir, rest plasenta serta perdarahan

yang belum diketahui sumbernya sehingga perlu kolaborasi dokter

maupun petugas kesehatan.

e. Lochea berbau tidak enak, normalnya seperti bau menstruasi biasa.

f. Adanya tanda human menandakan tanda homan dengan cara kaki

diluruskan dan telapak kaki ditekuk. Bila terdapat tanda kemerahan pada

tungkai maka ibu memiliki tanda human. Langkah yang bisa dilakukan

ambulasi dan kolaborasi dengan dokter.

g. Bendungan ASI, terjadi pada ibu yang tidak mau menyusui bayinya. Atau

ibu menyusui tidak efektif dan perlekatan/posisi menyusu yang salah. Hal

ini diberi penyuluhan tentang keuntungan pemberian ASI dan ajarkan ibu

teknik menyusui yang benar, perawatan payudara agar putting tidak lecet

sehingga dapat menyusui dengan baik dan tidak kesakitan (2).


49

k. Komplikasi Masa Nifas

Permasalah pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi

yang dilahirkan karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan

maksimal dari ibunya, angka morbiditas bayi akan semakin meningkat.

Untuk mengatasi masalah tersebut bidan melakukan pemantauan kontraksi

uterus, melakukan konseling cara mencegah perdarahan, memastikan ibu

mendapatkan cukup makanan dan cairan, melakukan konseling tentang

bonding attachment, melakukan konseling tentang pencegahan hipotermia

pada bayi dan konseling pemberian ASI awal, konseling KB, dan

pemberian imunisasi pada bayi (20).

Masalah yang sering terjadi di pemberian ASI awal adalah ASI

kurang, bendungan ASI, dan masih banyak lainnya. Faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi ASI antara lain: faktor anatomis, faktor fisiologis,

faktor psikologis, faktor hisapan bayi, faktor istirahat, faktor nutrisi, dan

factor obat-obatan. Adapun faktor yang terkait dengan pemberian ASI

ekslusif antara lain aspek pemahaman dan pola pikir, aspek gizi, aspek

pendidikan, aspek imunologi, aspek psikologis, aspek biaya, dan aspek

penundaan kehamilan produksi ASI berkaitan erat dengan keadaan

fisiologis ibu. Faktor fisiologis berkaitan dengan hormone yang

mempengaruhi produksi ASI. Hormon prolaktin akan merangsang kelenjar

payudara untuk memproduksi ASI. Produksi ASI merupakan interaksi

yang kompleks antara rangsangan mekanik, saraf, dan bermacam-macam

hormone. Rangsangan dari bayi akan mengantar pesan ke hipofisa untuk

memproduksi oksitosin yang menyebabkan ASI keluar lancer (20).


50

l. Anatomi dan Fisiologi Payudara

Payudara merupakan bagian tubuh perempuan yang memiliki fungsi

untuk memproduksi ASI. Beberapa budaya menyatakan bahwa payudara

memiliki banyak fungsi, payudara menjadi sebuah idenditas mengenai

seksualitas perempuan dan menjadi sumber kehidupan bayi karena

berfungsi untuk memproduksi ASI. Anatomi dan fisiologi merupakan ilmu

yang saling berkaitan, anatomi nantinya akan berkaitan dengan bentuk

payudara dan fisiologi berkaitan dengan fungsi payudara. Walaupun

perubahan fisiologi dimulai ketika ada perubahan anatomi, namun

kemampuan payudara untuk memproduksi ASI tidak hanya dipengaruhi

oleh anatomi payudara. Terdapat factor lain yang ikut berkontribusi pada

kemampuan payudara untuk memproduksi ASI, keinginan dan kemampuan

bayi untuk mengkonsumsi ASI juga menjadi determinan produksi ASI (21).

Payudara memiliki tiga bagian utama, diantaranya korpus (badan).

Areola, dan papilla (puting). Sedangkan struktur payudara terdiri dari kulit,

subcutan (jaringan dibawah kulit), dan corpus mammae, corpus mammae

terdiri dari parenkim dan stroma, lalu parenkim terbagi kembali menjadi

duktus lactiferous, duktulus (duktule), lobus dan alveolus. Struktur duktulus

dan duktus akan berpusat kepada putting susu yang nantinya menjadi

saluran keluarnya ASI(21).

Susunan payudara terdiri dari jaringan kelenjar (glandular), jaringan

ikat dan jaringan lemak. Selama proses laktasi, jaringan lemak mengalami

penurrunan yang tajam dibandingkan dengan jaringan yang lainnya.

Sedangkan untuk ukuran dan berat payudara mengalami peningkatan


51

selama laktasi. Kelenjar payudara terdiri dari 15-20 bagian, yang dikenal

sebagai lobus. Diantara lobus tersusun oleh alveolus yang mebjadi sumber

utama produksi ASI. Alveolus dikelilingi oleh myoephitelia cell dan

jaringan penghubung. Contracting cell memiliki fungsi untuk menstimuasi

pengeluaran susu yang disalurkan sampai dengan duktus. ASI akan

diproduksi dari alveolus menuju duktus kecil dan bersatu kedalam duktus

besar serta menuju putting susu. Duktus yang berada dalam area alveolus

disebut sebagai duktus lactiferous yang berguna sebagai tempat tempat

penyimpanan ASI sebelum dan selama menyusui (21).

Gambar 2.1 Anatomi Payudara (Sumber : Riordan, 2016)

m. Proses Laktasi

Menyusui adalah cara alamiah untuk memberikan asupan gizi, imunitas

dan memelihara emosional secara optimal bagi pertumbuhan dan

perkembangan bayi. Tidak ada susu formula yang dapat menyamai ASI baik
52

dalam hal kandungan nutrisi, faktor pertumbuhan, hormone dan terutama

imunitas. Karena imunitas bayi hanya bisa didapatkan dari ASI (22).

n. Mekanisme Reflek Pengeluaran ASI

Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi ASI

(prolaktin) dan pengeluaran ASI (oksitosin).

1. Produksi ASI (prolaktin)

Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu,

dan berakhir ketika mulai menstruasi. Hormone yang berperan adalah

hormone esterogen dan progesterone yang membantu maturasi alveoli.

Sedangkan hormone prolaktin berfungsi untuk produksi ASI.

Selama kehamilan hormone prolaktin dari plasenta meningkat tetapi

ASI belum keluar karena pengaruh hormone estrogen yang masih tinggi.

Kadar estrogen dan progesterone akan menurun pada saat hari kedua atau

ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada proses laktasi

terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran

yang timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi.

2. Pengeluaran ASI (oksitosin)

Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan

menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria

posterior, sehingga keluar hormone oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel

miopitel di sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI masuk

dalam pembuluh ampula. Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh


53

isapan bayi, juga oleh reseptor yang terletak pada duktus. Bila duktus

melebar, maka secara reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis.

Gambar 2.2 Mekanisme Reflek Pengeluaran ASI

(Sumber : Unicef, 2015).

3. Bendungan ASI

a. Pengertian Bendungan Asi

Bendungan ASI adalah bendungan yang terjadi pada kelenjar

payudara oleh karena ekspansi dan tekanan dari produksi dan

penampungan ASI (23).

Bendungan ASI adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada

payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan

disebbakan overdistensi dari saluran-saluran laktasi. Bendungan

payudara adalah bendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi


54

atau kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau

karena kelainan pada putting susu. Bendungan payudara terjadi akibat

bendungan berlebihan pada limfatik dan vena sebelum laktasi.

Bendungan payudara disebabkan karena menyusui yang tidak kontinu,

sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus. Hal ini dapat terjadi

pada hari ketiga setelah melahirkan. Selain itu, penggunaan bra yang

ketat serta keadaan puting susu yang tidak bersih dapat menyebabkan

sumbatan pada duktus (24).

Bendungan ASI adalah akumulasi cairan di ruang interstitial yang

disebabkan oleh akumulasi cairan umum pada akhir kehamilan atau

sebagai akibat dari sejumlah besar cairan intravena selama persalinan

dan mungkin juga menyebabkan edema di sekitar areola dan puting susu.

Gejala pembengkakan terjadi paling umum antara hari 3 dan 5

postpartum, lebih dari dua pertiga wanita mengalami nyeri pada hari ke

5, tetapi timbulnya mungkin selambat-lambatnya hari 9-10 (25).

b. Tanda dan Gejala Bendungan ASI

Gejala bendungan ASI dapat diketahui dari beberapa tanda, seperti

payudara membengkak, nyeri bila ditekan, warna payudara menjadi

kemerahan, dan temperature tubuh tinggi hingga 380C. ini bersifat

fisiologis. Dengan teknik pengisapan dan pengeluaran ASI yang efektif

oleh bayi, rasa penuh tersebut pulih dengan cepat. Bendungan ASI yang

tidak disusukan secara tepat dapat menyebabkan mastitis (peradangan

pada payudara) (26).


55

c. Diagnosis

a) Payudara bengkak dan keras

b) Nyeri pada payudara

c) Terjadi 3-5 hari setelah persalinan

d) Kedua payudara terkena (23).

d. Faktor predisposisi

a) Posisi menyusui yang tidak baik

b) Membatasi menyusui

c) Membatasi waktu bayi dengan payudara

d) Memberikan suplemen susu formula untuk bayi

e) Menggunakan pompa payudara tanpa indikasi sehingga menyebabkan

suplai berlebih

f) Implant payudara (23).

e. Penatalaksanaan

1.) Sanggah payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.

2.) Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama

5 menit.

3.) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting

4.) Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi

lunak.

5.) Susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (o demand

feeding) dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah

benar.
56

6.) Pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusu tidak mampu

mengosongkan payudara, mungkin diperlukan pompa atau

pengeluaran ASI secara manual dari payudara.

7.) Letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada payudara

setelah menyusui atau setelah payudara pompa.

8.) Bila perlu, berikan paracetamol 3x500 mg peroral untuk mengurangi

nyeri.

9.) Lakukan evaluasi setelah 3 hari (23).

a. Penanganan bendungan ASI pada ibu menyusui

Berikut ini penanganan bendungan ASI pada ibu menyusui :

1.) Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, dimulai dari luar

kemudian perlahan-lahan bergerak kea rah puting susu. Berhati-

hatilah pada area yang mengeras.

2.) Susui bayi sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin,

susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya

karena bayi akan menyusu dengan penuh semangat pada awal sesi

menyusui sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif.

3.) Lanjutkan mengeluarkan ASI dari payudara yang sakit setiap selesai

menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara

yang sakit tersebut.

4.) Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi air hangat pada

payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan

air hangat beberapa kali). Lakukan pemijatan dengan lembut di


57

sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara

perlahan-lahan turun ke arah puting susu.

5.) Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.

6.) Bila diperlukan, berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam

(26).

b. Penanganan bendungan ASI pada ibu yang tidak menyusui

Berikut ini penanganan bendungan ASI pada ibu yang tidak menyusui :

1. Gunakan bra yang menopang payudara

2. Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri

3. Berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam

4. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara

5. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya (26).

f. Breast care

Breast care adalah proses merawat payudara (mammae) ibu nifas

yang bertujuan untuk melancarkan dan memproduksi ASI. Hal ini

dilakukan supaya dapat merangsang kelenjar air susu melalui. Manfaat

breast care diantaranya memelihara hygiene pada payudara ibu,

melunakkan dan menguatkan puting, dapat merangsang kelenjar air susu

sehingga produksi ASI menjadi lancar dan bayi dapat menyusu dengan

baik, persiapaan psikis ibu menyusui untuk membentuk bounding

attachment. Indikasi Breast care payudara dilakukan pada payudara

normal dan dapat juga dilakukan pada payudara yang mengalami

kelainan seperti bengkak, lecet, dan putting masuk kedalam atau


58

menonjol. Kontrak indikasi breast care adanya luka terbuka, ada penyakit

tumor atau kanker payudara dan abses payudara (27).

g. Kompres hangat

Manajemen nyeri secara farmakologi lebih efektif dibanding dengan

metode non farmakologi, namun metode farmakologi lebih mahal dan

berpotensi mempunyai efek kurang baik. Nyeri akibat pembengkakan

payudara pada ibu post partum dapat diberikan kompres hangat sebelum

menyusui untuk mengurangi rasa sakit. Kompres hangat dengan suhu

40,5-43°C merupakan salah satu pilihan tindakan yang digunakan untuk

mengurangi dan bahkan mengatasi rasa nyeri. Kompres hangat dianggap

bermanfaat untuk memperbaiki sirkulasi darah, terutama pada

engorgement payudara post partum (28).

Perawatan payudara dengan kompres hangat dan dingin sudah dikenal

cukup lama guna mengatasi bendungan ASI. Sebenarnya saat ini sudah

banyak dikembangkan berbagai penelitian herbal maupun teknik tertentu

untuk mencegah atau menangani bendungan ASI. Academy of

Breasfeeding mengeluarkan protokol untuk bendungan ASI. Ada

langkah pencegahan meliputi pengetahuan tentang posisi dan teknik

menyusui, pola makan ibu dan pemberian kolostrum yang adekuat

selama hari 1-2 postpartum. Langkah perawatan jika bendungan ASI

telah terjadi dapat dipilih menggunakan teknik akupunktur, kompres

dingin, terapi enzim, perawatan dengan kompres kubis dan beberapa


59

perawatan lainnya. Untuk diagnosa banding bendungan ASI adalah

mastitis dan gigantomastia (25)

B. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah suatu ur\ aian dari visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lain atau antara variable yang

satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti (29).

Input Proses Output

Memberikan
Ibu Nifas dengan Ibu Nifas
Asuhan Kebidanan
bendungan ASI normal
Pada Ibu Nifas
dengan bendungan
ASI

Gambar 2.3 Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian Dan Kerangka Kerja

1. Rancangan penelitian

Rancang penelitian bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi

kasus. Penelitian kualitatif merupakan filsafat poypositisme, di mana peneliti

akan meneliti suatu kondisi objek alamiah dan peneliti menjadi instrument

kuncinya. Jenis penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung

menggunakan analisis yang mendalam.secara umum, penelitian kualitatif ini

nantinya bertujuan memperoleh data utama yang berasal dari wawancara dan

observasi (30).

2. Kerangka Kerja

Dalam metodologi penelitian ada urutan kerangka kerja yang harus diikuti,

urutan kerangka kerja ini merupakan gambaran dari langkah-langkah yang harus

dilalui agar penelitian ini bisa berjalan dengan baik (31).

Kerangka operasional atau kerangka kerja merupakan langkah-langkah dalam

aktivitas ilmiah, mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu

kegiatan sejak awal dilaksanakannya penelitian (32).

48
49

Persetujuan

Pembimbing

Terhadap Subjek
Asuhan
Pemilihan
Kebidanan
subjek Pengumpulan Data Masa Nifas
penelitian

Nifas
Dokumentasi

asuhan
Pemberian Asuhan kebidanan
Kebidanan

Gambar 3.1 Kerangka Kerja

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dapat disebut juga sebagai responden, yaitu pihak yang

dijadikan sebagai sampel dalam sebuah penelitian.

Kriteria subjek penelitian dalam studi kasus ini adalah :

1. Ibu Nifas normal di PMB Tety Rosmeli

2. Subjek bersedia untuk bekerjasama dalam proses asuhan masa nifas selama 4

kali asuhan

3. Subjek dalam studi kasus ini adalah Ibu Nifas di PMB Teti Rosmeli

Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2023.


50

C. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan bagian dari aktivitas penelitian yang berupa

aktivitas menghimpun semua data yang diperlukan dalam penelitian.

Pengumpulan data dilakukan oleh seorang peneliti, setelah menetapkan populasi

dan sampelnya serta menetapkan metode apa yang digunakan dalam

pengumpulan data tersebut. Cara-cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh

data (33).

Dalam pengumpulan data studi kasus ini digunakan berbagai pengumpulan data

antara lain :

1. Data primer ialah jenis dan sumber data penelitian yang diperoleh secara

langsung dari sumber pertama (tidak melalui perantara), yaitu data

diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil pengukuran, pengamatan, survey

dan lain-lain (30).

Data primer yang dikumpulkan oleh penulis diperoleh secara langsung dari

pasien di Kabupaten Aceh Barat dengan menggunakan teknik sebagai

berikut :

a. Observasi. Cara penggumpulan dengan melakukan pengamatan secara

langgsung kepada responden atau hal-hal yang akan diteliti.

b. Wawancara. Metode penggumpulan data dengan cara mewawancarai

langsung responden yang akan diteliti, metode ini memberikan hasil

secara langsung

c. Pemeriksaan fisik. Metode penggumpulan data yang sistematik dengan

memakai indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan rasa untuk

mendeteksi masalah kesehatan klien.


51

d. Pemeriksaan penunjang. Metode pengumpulan data yang sistematik

dengan indikasi media tertentu guna memperoleh keterangan-keterangan

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data suatu penelitian yang diperoleh

peneli secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh atau

dicatat oleh pihak lain). Data sekunder itu berupa bukti catatan atau laporan

historis yang telah tersusun dalam arsip atau data dokumenter (30).

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Bidan Desa, Puskesmas

Kecamatan Johan Pahlawan dan Dinas Kesehatan Aceh Barat.

D. Analisa Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan

cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan

yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh

diri sendiri maupun orang lain 20).

Studi kasus berbentuk asuhan kebidanan yang diberikan menggunakan

pendekatan standar asuhan kebidanan mulai dari pengumpulan data, merumuskan

masalah, melakukan penatalaksanaan dan melakukan evaluasi serta

mendokumentasikan asuhan yang di berikan dengan menggunakan SOAP.


52

E. Masalah Etika

Etika kebidanan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian,

mengingat penelitian kebidanan berhubungan langsung dengan pasien, maka segi

etika penelitian harus diperhatikan. Hal-hal ataupun etika penelitian yang harus

dilakukan peneliti saat melakukan penelitian kepada sampel peneliti yaitu :

1. Informed Choice

Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan

tentang alternative asuhan yang akan dialaminya. Pilihan (choice) harus

dibedakan dari persetujuan (consent). Persetujuan penting dari sudut pandang

bidan, karena itu berkaitan dengan aspek hukum Yang memberikan otoritas

untuk semua prosedur yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice)

lebih penting dari sudut pandang wanita (pasien) sebagai konsumen penerima

jasa asuhan kebidanan (35).

2. Informed Consent (persetujuan)

Informed consent merupakan suatu persetujuan yang diberikan setelah

mendapatkan informasi (35).

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti yang

memenuhi kriteria inklusi dan disertai dengan judul penelitian dan manfaat

penelitian, bila subjek menolak maka penelitian tidak memaksa dan tetap

menghormati hak-hak subjek (30).

3. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden,

tetapi lembar tersebut diberi kode (30).


53

4. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti

dan tidak disampaikan pada pihak lain yang tidak terkait dengan peneliti (30).
54

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulfianti S, Nardina EA, Hutabarat J, Astuti ED, Muyassaroh Y, Yuliani DR,

et al. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas [Internet]. Yayasan Kita Menulis;

2021. 204 p. Available from: https://books.google.co.id/books?

id=dTY4EAAAQBAJ

2. Lina Fitriani SSTMK, Sry Wahyuni SSTMK. Buku Ajar Asuhan Kebidanan

Masa Nifas [Internet]. Deepublish; 2021. Available from:

https://books.google.co.id/books?id=8RRIEAAAQBAJ

3. Astuti A dwiana widi. Hubungan pengetahuan ibu nifas terhadap prilaku

peronal hygiene selama masa nifas di RB mulia sungai raya dalam. J Heal Res

[Internet]. 2021;4(2):59–68. Available from: https://bit.ly/37bA7dc

4. Dinas Kesehatan Aceh. Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Aceh Tahun 2020.

Dinas Kesehat Aceh. 2021;(6).

5. Elsa Fianti L, Widayati. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Fisiologi.

2019;45(45):95–8. Available from: http://repository2.unw.ac.id/340/

6. Aulya Y, Supriaten Y. Pengaruh Perawatan Payudara Terhadap Bendungan

ASI Pada Ibu Nifas. 2021;3(2):169–75.

7. Gustirini R. Perawatan Payudara Untuk Mencegah Bendunga ASI Pada Ibu

Post Partum. 2021;2(1):9–14.

8. Nunuk Nurhayati SSTSEMK. Cortisol : Bendungan ASI dan Maternity Blues


55

[Internet]. Cetaka ke-. Malang: Media Nusa Creative (MNC Publishing);

2021. viii+93. Available from: https://books.google.co.id/books?id=-

VBKEAAAQBAJ

9. Amalia R, Handayani S. Modul Konsep Kebidanan. Cetakan ke. Nasrudin M,

editor. Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management; 2022.

10. Ni Made DM, I Gusti Agung AAN dewi. Edukasi Masa Nifas Berbasis

Aplikasi. Cetakan ke. Febristi A, editor. Zahir Publishing; 2022. 47 p.

11. Rini S, Kumala F. Panduan Asuhan Nifas & Evidence Based Practice.

Cetakan Ke. Yogyakarta: Deepublish; 2017. 272 p.

12. Wahyuningsih S. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum [Internet].

Cetakan Pe. Yogyakarta: Deepublish; 2019. 141 p. Available from:

www.freepik.com

13. Aritonang J, Oktavia Simajuntak YT. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada

Masa Nifas [Internet]. Cetakan Pe. Yogyakarta: Deepublish; 2021. 138 p.

Available from: https://shutterstock.com

14. Aji SP, Wardani EK, Susanto YPP, Laili AN, Ani M, Purnamasari D, et al.

Asuhan Nifas [Internet]. Sahara rantika maida, editor. Get Press; 2022. 218 p.

Available from: https://books.google.co.id/books?id=OW2AEAAAQBAJ

15. Ningrum SP. Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Postpartum

Blues. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 4 (2), 205–218. 2017.


56

16. Yunitasari E, Suryani S. Post partum blues; Sebuah tinjauan literatur.

Wellness Heal Mag. 2020;2(2):303–7.

17. Hymas R, Girard L-C. Predicting postpartum depression among adolescent

mothers: A systematic review of risk. J Affect Disord. 2019;246:873–85.

18. Wurisastuti T, Mubasyiroh R. Peran Dukungan Sosial pada Ibu dengan Gejala

Depresi dalam Periode Pasca Persalinan. Bul Penelit Sist Kesehat.

2020;23(3):161–8.

19. Janiwarty B, Pieter HZ. Pendidikan psikologi untuk bidan suatu teori dan

terapannya. Yogyakarta Rapha Publ. 2013;

20. Egam A. Perawatan Payudara Berbasis Bahan Lokal di Masa Pandemi

COVID-19 [Internet]. Penerbit NEM; 2022. 68 p. Available from:

https://books.google.co.id/books?id=yYOiEAAAQBAJ

21. Septa Katmawati SAFDASFPBNHLDNRFAKYTAMISRP. Analisis

Pengaruh Multifaktor terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia

[Internet]. cetaklan 1. Malang: CV Literasi Nusantara Abadi; 2021. viii+ 104.

Available from: https://books.google.co.id/books?id=qadGEAAAQBAJ

22. Pamuji SEB, C1nta PPR. Hypnolactation Meningkatkan Keberhasilan Laktasi

dan Pemberian ASI Eksklusif [Internet]. Jawa Tengah: Penerbit Pustaka

Rumah C1nta; 2020. viii + 40. Available from:

https://books.google.co.id/books?id=0Jb7DwAAQBAJ

23. Elisa Murti Puspitaningrum SSTMK. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan


57

Pada Maternal [Internet]. cetakan ke. Jawa Tengah: Penerbit CV. SARNU

UNTUNG; 2022. 199 p. Available from: https://books.google.co.id/books?

id=NI-kEAAAQBAJ

24. Ulya N, Ningsih DA, Yunadi FD, Retnowati M. Buku Ajar Asuhan

Kebidanan Nifas dan Menyusui [Internet]. Penerbit NEM; 2021. Available

from: https://books.google.co.id/books?id=luVcEAAAQBAJ

25. wahyuni sri T. Bendungan ASI pada Ibu Postpartum Tengku Sri Wahyuni.

2019;9:208–11.

26. DR. Dr. H. Imam Rasjidi SOGO. Panduan Kehamilan Muslimah: Panduan

Ibu Hamil, Melahirkan, dan Perawatan Bayi Secara Medis dan Islam

[Internet]. Dian Indriani AK, editor. Jakarta: Noura Books; 2015. 256 p.

Available from: https://books.google.co.id/books?id=nSHdCgAAQBAJ

27. Rizkya Danti R, Profesi Bidan STIKES Banyuwangi Muhammad Al Amin P,

Studi DIII Keperawatan STIKES Banyuwangi Alvi Nur Khoirun Nikmah P,

Studi Sarjana Kebidanan STIKES Banyuwangi P. Pengaruh Metode Breast

Care terhadap Pencegahan Bendungan Air Susu Ibu (Asi) pada Ibu Nifas. J

Ilm Kesehat Rustida [Internet]. 2022;9(2):141–9. Available from:

https://www.e-journal.akesrustida.ac.id/index.php/jikr/article/view/166

28. Rica Arieb Shintami AABHNR. Pengaruh Kompres Hangat terhadap

Penurunan Nyeri Payudara pada Ibu Nifas. J Kesehat Pertiwi. 2019;I:21–5.

29. Hafny Lubis W. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Cetakan pe. Qiara
58

Media T, editor. jawa timur: CV.Penerbit Qiara Media; 2021. 117 p.

30. Purwanto A. Konsep Dasar Penelitian Kualitatif. Cetakan Pe. Hidayat M,

Miskadi, editors. NTB: Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian

Indonesia; 2020.

31. Yuliani E. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas & Menyusui. cetakan

ke. Widyawaty ED, editor. Malang: CV. Rena Cipta Mandiri; 2021. 356 p.

32. Nursalam M. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi ke-4. Jakarta

Penerbit Salemba Med. 2015;

33. Herdiawanto H, Hamdayama J. Dasar-dasar Penelitian Sosial. Edisi pert.

Jakarta: Kencana; 2021. 180 p.

34. Achmad RW. Metodologi Penelitian Sosial. Batam: CV. Rey Media Grafika;

2022. 208 p.

35. Riyanti. Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan. Malang: Wineka Media; 2019.

467 p.
59

Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

NIM :

Mengajukan ibu nifas berikut ini sebagai target untuk penyusunan Laporan Tugas
Akhir (LTA) Tahun Ajaran 2022/2023.

Nama ibu :

Umur :

Alamat :

Riwayat kehamilan :

HPHT :

TTP :

Memohon pertimbangan Ibu untuk menjadi pembimbing pada saat saya melakukan
penyusunan LTA ini dengan ibu nifas yang tersebut diatas.

Tanda Tangan

Pembimbing : Nanda Norisa, S.ST.M.Keb


NIP : 198506022010032001

Demikian surat permohonan ini saya perbuat, untuk dapat digunakan sebagaimana
mestinya.

Mengetahui Meulaboh, Desember 2022

Koordinator LTA Pemohon

(Nanda Norisa, S.ST.M.Keb) (Nur Laila)


NIP. 198506022010032001 NIM. P00524320021
60

Lampiran
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN
PEMBERIAN ASUHAN KEBIDANAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Riwayat kehamilan :

HPHT :

TTP :

Menyatakan TIDAK BERSEDIA/BERSEDIA untuk diberikan asuhan kebidanan


masa nifas yang dilakukan mahasiswi Program Studi D-III Kebidanan Meulaboh
Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh.

Nama :

NIM :

Selama masa pemberian asuhan kebidanan tersebut, saya tidak akan meninggalkan
tempat tinggal saya atau berada diluar kota, sehingga asuhan yang diberikan dapat
berjalan dengan baik. Saya mengetahui bahwa asuhan yang diberikan ini sangat
besar manfaatnya bagi saya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat, semoga
dapat dipergunakan seperlunya.

Meulaboh, Januari 2023

Yang memberikan persetujuan

( )
61

Lampiran 3

INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur/Kelamin :

Alamat :

Bukti dari/KTP :
Saya juga telah mengatakan dengan sesungguhnya tanpa paksaan bahwa saya :

1. Telah diberikan informasi dan penjelasan mengenai Bendungan Asi dan Asuhan

pada ibu nifas dengan Bendungan ASI.

2. Telah saya pahami sepenuhnya informasi penjelasan yang diberikan oleh petugas

dan bersedia untuk dilakukan asuhan kebidanan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengen penuh kesadaran dan tanpa paksaan.
62

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS

PENGKAJIAN

1. DATA SUBJEKTIF
Tanggal Pengkajian :
Pukul :
Tempat :
Nomor Rekam Medik :

a. Identitas Klien
Nama Klien : Nama Klien :
Suku : Umur :
Agama : Suku :
Pedidikan : Agama :
Pekerjaan : Pedidikan :
Penghasilan : Pekerjaan :
Alamat : Penghasilan :
Alamat :

b. Keluhan Utama
......................................................................................................................................
c. Riwayat Menstruasi
1. Menarche :
2. Siklus menstruasi :
3. Lama :
4. Banyak darah :
5. Konsistensi :
6. Dysmenorhoe :
7. Flour Albus :
8. HPHT :
9. Taksiran persalinan :
d. Status Perkawinan
63

1. Kawin : Ya/Tidak; Jika Kawin berapa kali :


........ Kali
2. Lama perkawinan : ........ Tahun Usia Isteri :
........ Tahun
e. Riwayat Kehamilan, persalinan, Nifas, KB yang lalu
Kehamilan Persalinan Nifas Anak
N Suami
BB/ KB
o ke Umur Penyulit Penolong Jenis Tepat Penyulit Penyulit Seks Menyusui H/M
PB

f. Riwayat Kontrasepsi yang digunakan


Mulai Memakai Berhenti
No Jenis Kontrasepsi
Tanggal Oleh Tempat Keluhan Tanggal Oleh Tempat Ala

g. Riwayat Kesehatan Keluarga


- Riwayat kesehatan masa lalu
Jantung : Ada / Tidak ada
Ginjal : Ada / Tidak ada
Asma / TBC paru : Ada / Tidak ada
Hepatitis : Ada / Tidak ada
DM : Ada / Tidak ada
Hipertensi : Ada / Tidak ada
Epilepsi : Ada / Tidak ada
HIV / AIDS : Ada / Tidak ada
Lain-lain : Ada / Tidak ada
- Riwayat kesehatan masa lalu
Jantung : Ada / Tidak ada
64

Ginjal : Ada / Tidak ada


Asma / TBC paru : Ada / Tidak ada
Hepatitis : Ada / Tidak ada
DM : Ada / Tidak ada
Hipertensi : Ada / Tidak ada
Epilepsi : Ada / Tidak ada
HIV / AIDS : Ada / Tidak ada
Lain-lain : Ada / Tidak ada
h. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Terakhir
Masa Kehamilan : ......... Minggu
Tempat Persalinan :
Penolong :
Jenis Persalinan : spontan/tindakan ....................... atas
indikasi ...........................
Komplikasi .......................
- Partus lama : ......... Jam
- KPD : ......... Jam
Plasenta : lengkap/tidak
- Lahir : spontan/tidak
- Ukuran/berat : ..................gram
- Tali pusat : panjang ....... cm, insersio ............
Perineum : utuh/ruptur (derajat 1/2/3/totalis)
Episiotomi (Medialis/Lateralis/Medio Lateral:
Pendarahan : ..........................cc
Tindakan Lain : Keadaan patologi
Lama Persalinan : ...................jam
i. Keadaan Bayi Baru Lahir
Lahir Tanggal :
Masa Gestasi :
BB/PB Lahir :
Cacat Bawaan :
Rawat Gabung :
j. Riwayat Post Partum
Pola kebiasaan sehari-hari
65

 Pola Nutrisi
- Sebelum hamil :
- Selama hamil :
- Selama nifas :
- Masalah yang dirasakan :
 Pola Eliminasi
- Sebelum hamil : BAB....................kali
/BAK..................kali
- Selama hamil : BAB....................kali
/BAK..................kali
- Selama nifas : BAB....................kali
/BAK..................kali
- Masalah yang dirasakan :
 Pola Istirahat Tidur
- Sebelum hamil :
- Selama hamil :
- Selama nifas :
- Masalah yang dirasakan :
 Pola Aktivitas
- Sebelum hamil :
- Selama hamil :
- Selama nifas :
k. Masalah yang dirasakan : ‘
l. Riwayat Psikologi Spiritual
 Kelahiran ini : diinginkan ( ) tidak
diinginkan ( )
 Penerimaan ibu terhadap bayinya :
 Tinggal serumah dengan :
 Orang terdekat ibu :
 Tanggapan keluarga terhadap kelahiran bayinya :
 Pengetahuan ibu tentang masa nifas dan perawatan bayi :
 Rencana perawatan bayi :
66

 Pertanyaan yang diajukan :

2. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan Umum
a. Kesadaran :
b. Tekanan Darah : ......... mmHg
c. Suhu : ......... OC axial/oral/rektal
d. Pernapasan : ......... x/m
e. Nadi : x/menit(teratur/tidakteratur;
dalam/dangkal)
f. BB (saat hamil) : ......... kg
g. BB (sekarang) : ......... kg
h. TB : ......... cm

Pemeriksaan Khusus
a. Inspeksi
- Kepala : Rambut : rontok/tidak rontok
Kebersihan :
- Muka : Wajah : pucat/sianosis
Chloasma gravidarum : ada/tidak
- Mata : Kelompok Mata :
Pupil :
isokor/anisokor/miosis/midriasis
Conjungtiva : pucat/merah muda/
Sklera : putih/ikterus/merah
- Mulut dan gigi : Karies/trismus/stomatis/pendarahan gusi
Lidah : bersih/kotor
- Hidung Simetris : Ya/tidak
Secret : Ada/tidak
Kebersihan :
- Telinga : Simetris : Ya/tidak
Serumen : Ada/tidak
Perdarahan : Ada/tidak
67

Kebersihan :
- Leher : Pembesaran Vena Jugularis : Ada/tidak ada
Pembesaran Kelenjar Tiroid : Ada/tidak ada
Pembesaran Getah Bening : Ada/tidak ada
Struma : Ada/tidak ada
Dada : Pembesaran Payudara : Ada/tidak ada
Tarikan : Ada/tidak ada
Hyperpigmentasi : Ada/tidak ada
Puting Susu :

menonjol/datar/ma
suk/bersih/ kotor
Benjolan/Tumor : Ada/tidak ada
Keluaran (colostrum) : keluar/belum
Perut : Linea alba/striae albicans/striae livide
Pembesaran :
Bekas luka operasi :
Pembesaran liver :
Anogenetal : Warna vulva vagina :
Luka parut : Ada/tidak ada
Varises : Ada/tidak ada
Oedema : Ada/tidak ada
Lochea :
Perenium :
Kelainan : Ada/tidak ada
Kebersihan :
- Ekstremitas atas dan bawah : Simetris/asimetris
Oedema :
Varises :
Kekakuan sendi :
68

STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR (SOP)
PERAWATAN MASA
NIFAS

Pembimbing I Penyusun Program Studi DIII


Nanda Norisa, S.ST, M.Keb Kebidanan Meulaboh
NIP. 198506022010032001 Poltekkes Kemenkes
Aceh
Pembimbing II Tahun 2023
Evi Zahara, S.ST, M.Keb
NIP. 198006222002122002 Nur Laila
P00524320021

1 Pengertian Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah lahirnya


plasenta hingga organ reproduksi khususnya alat-alat
kandungan kembali pulih seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas atau disebut puerperium dimulai sejak 2 jam
setelah lahirnya plasenta hingga dengan 6 minggu (42 hari)
setelah itu.

2 Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk pelaksanaan


perawatan ibu nifas/postpartum (PNC)

3. Referensi Fitriani, Lina dkk. 2021. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa
Nifas. Yogyakarta : Deepublish.

4. Alat dan Bahan Persiapan Alat dan Bahan :


a. Tensi meter
b. Stetoskop
c. Termometer
d. Handscoon
69

5. Prosedur/Langkah- SIKAP DAN PRILAKU


langkah 1. Manyambut pasien, memberi salam dan
memperkenalkan diri
2. Membaca catatan medis dan memastikan identitas
pasien (nama, tanggal lahir, atau no rekam medis)
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan
dilaksanakan, meminta persetujuan dan kontrak waktu
4. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya dan
memberikan perhatian pada setiap pertanyaan
5. Komunikasi dengan ibu/klien selama melakukan
tindakan.
6. Mengawali tindakan dengan lafal Basmalah dan
mengakhiri dengan Hamdalah

Langkah-langkah :
1. Menutup ruangan/menjaga privasi klien
2. Mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan serta
mengeringkan dengan handuk bersih
3. Memeriksa tanda vital sign (tensi, suhu, nadi dan
pernapasan)
4. Melakukan pemeriksaan pada wajah ibu (mata
conjungtiva pucat/tidak, sklera ikterik/tidak, muka
udema/tidak)
5. Melakukan pemeriksaan payudara
 meminta klien berbaring dengan lengan kiri di
atas kepala, kemudian palpasi payudara kiri
sampai ke ketiak, raba adanya masa, benjolan
yang membesar, pembengkakan atau abses
 ulangi prosedur pada lengan kanan dan
palpasi payudara kanan hingga ketiak
6. Melakukan pemeriksaan abdomen
 Periksa bekas luka operasi (jika ada operasi)
 Palpasi untuk mendeteksi ada atau tidaknya
uterus diatas pubis (involusi uteri)
 Palpasi untuk mendeteksi adanya masa atau
kelembekan (konsistensi uterus)
7. Melakukan pemeriksaan pada kaki untuk mengetahui
adanya varises vena, kemerahan pada betis, tulang
kering, pergelangan kaki, jika adanya edema maka
perhatikan tingkat edema, titting jika ada
8. Memakai sarung tangan/handscoon
9. Memasang perlak dibawah bokong klien dan
mengatur posisi litotomi, melakukan vulva hygiene,
memperhatikan lochea (bau, warna, dan konsistensi),
dan perhatikan bekas luka jahitan perineum (rupture
atau episiotomi atas indikasi)
10. Melakukan dekontaminasi alat
70

STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR (SOP)
PERAWATAN PAYUDARA

Pembimbing I Penyusun Program Studi DIII


Nanda Norisa, S.ST, M.Keb Kebidanan Meulaboh
NIP. 198506022010032001 Poltekkes Kemenkes
Aceh
Pembimbing II Tahun 2023
Evi Zahara, S.ST, M.Keb
NIP. 198006222002122002 Nur Laila
P00524320021

1 Pengertian Brast care pada ibu nifas merupakan perawatan payudara


yang dilakukan pada ibu pasca melahirkan/nifas. Perawatan
payudara adalah tindakan yang dilakukan demi memelihara
kesehatan pada daerah payudara. Perawatan payudara sangat
diperlukan mulai dari hari pertama atau kedua setelah
melahirkan.
2 Tujuan Perawatan payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi
darah dan mencegah tersumbatnya saluran produksi ASI
sehingga memperlancar pengeluaran ASI. Rangsangan taktil
saat perawatan payudara dapat menstimulasi hormon prolaktin
dan oksitosin yang membantu bayi mendapatkan ASI.
3. Referensi Dadhich, J.P. (2017). 11, 826 Januari 2016
Salat,S.Y.S, & Indrriyani, R. (2019). Pengaruh stress post
partum terhadap pembengkakan payudara pada ibu menyusui
di desa matanair.
Soleha,S.N, Sucipto, E.&Izah, N. (2019). Pengaruh perawatan
payudara terhadap produksi ASI ibu nifas.
4. Alat dan Bahan Persiapan Alat dan Bahan :
a. Peralatan :
1. Handuk : 3 buah
2. Waslap : 2 buah
3. Baskom : 2 buah berisi air hangat
4. Kom kecil : 1 buah
5. Bengkok : 1 buah

2. Bahan :
71

1. Kapas
2. Air dingin
3. Minyak kelapa/baby oil

3. Perlengkapan :
1. Kursi duduk
2. Ruangan
3. Wastafel
4. Sabun cuci tangan
5. Handuk/tisu pengering
6. Masker
7. Handscoon
5. Prosedur/Langkah- SIKAP DAN PRILAKU
langkah 1. Manyambut pasien, memberi salam dan
memperkenalkan diri
2. Membaca catatan medis dan memastikan identitas
pasien (nama, tanggal lahir, atau no rekam medis)
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan
dilaksanakan, meminta persetujuan dan kontrak waktu
4. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya dan
memberikan perhatian pada setiap pertanyaan
5. Komunikasi dengan ibu/klien selama melakukan
tindakan.
6. Mengawali tindakan dengan lafal Basmalah dan
mengakhiri dengan Hamdalah

Langkah-langkah :
1. Menutup ruangan/menjaga privasi klien
2. Mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan serta
mengeringkan dengan handuk bersih
- Lakukan sebelum tindakan dan keringkan
- Mencuci tangan dengan 6 langkah
- Gunakan teknik mencuci tangan yang efektif
- Buka semua perhiasan dan jam tangan
3. Siapkan posisi ibu
- Posisikan ibu untuk duduk di kursi dengan
menghadap ke depan
- Baju bagian atas dibuka
- Perhatikan privasi klien dalam setiap tindakan

4. Melakukan pengompresan pada kedua putting susu


dan areola mamae dengan menggunakan kapas yang
telah diolesi minyak kelapa/baby oil.
- Setiap pengompresan dilakukan selama 2-5 menit
5. Bersihkan putting susu dengan kapas
- Bersihkan secara perlahan
- Hindari penarikan putting susu keluar
- Perhatikan ekspresi ibu
72

6. Menuang minyak kelapa/baby oil pada kedua telapak


tangan
- Minyak yang digunakan secukupnya’
7. Meletakkan kedua telapak tangan di antara kedua
payudara bengkak secara perlahan dengan posisi jari-
jari tangan menghadap ke bawah.
- Jangan menggunakan perhiasan pada tangan dan
jari seperti ; gelang dan cincin
8. Lakukan pengurutan dengan lembut dimulai kea rah
atas, lalu telapak tangan kiri kearah sisi kiri dan
telapak tangan kanan kearah sisi kanan
- Peragakan posisi dan gerakan tangan yang benar
- Hindari penggesekan di atas payudara karena
dapat menimbulkan rasa panas pada kulit
payudara.
9. Selanjutnya pengurutan melintang secara lembur.
Telapak tangan mengurut ke depan, lalu kedua tangan
dilepas dari payudara secara perlahan-lahan
- Perhatikan pada saat tangan dilepaskan dari
payudara secara perlahan-lahan
- Gerakan dilakukan sebnayak 20-30 kali
10. Kepalkan tangan kanan dan tangan kiri
menyangga payudara. Urut secara lembut dengan
kepalan tangan dari atas kea rah putting
- Jangan menggunakan perhiasan pada tangan dan
jari seperti ; gelang dan cincin
- Perhatikan tangan saat mengurut payudara.
Hindari mengurut terlalu menekan
- Perhatikan ekspresi ibu
- Gerakan dilakukan sebanyak 5x
11. Meletakkan jari-jari pada areola di sekitar
putting. Tekan kembali kea rah dada sampai
merasakan pembengkakan “bergerak” dan melunak
- Gerakan dilakukan selama 30-60 detik
- Ubah posisi jari pada area bengkak berikutnya
dan ulangi sampai melunakkan area yang
bengkak
- Jangan menggunakan perhiasan pada tangan dan
jari seperti ; gelang dan cincin
- Perhatikan posisi jari saat menekan area yang
bengkak. Lakukan dengan lembut
12. Kedua payudara di kompres dengan waslap
hangat selama 2 menit, lalu diganti dengan waslap
dingin selama 1 menit, pengompresan dilakukan
secara bergantian selama 3 kali berturut-turut dan
akhiri dengan kompres air hangat
- Kompres secara perlahan
- Semua bagian payudara harus terkompres
13. Keringkan kembali menggunakan handuk
73

bersih dan bantu klien untuk menggunakan kembali


pakaiannya dan anjurkan ibu untuk menggunakan bra
yang menyokong payudara.
- Tetap perhatikan privasi ibu
14. Bereskan semua alat-alat dan cuci pada air
yang mengalir
- Periksa kelengkapan alat
- Simpan alat yang telah digunakan pada
tempatnya
15. Cuci tangan di kran atau air mengalir setelah
melakukan tindakan
- Gunakan teknik mencuci tangan yang benar
- Mencuci tangan menggunakan 6 langkah
- Keringkan tangan dengan menggunakan handuk
pribadi.
74

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik : Perawatan Payudara Pada Masa Nifas

Sub topic : Bendungan Asi

Hari/ tanggal : .., …2023

Waktu : WIB

Penyuluhan/pembicaraan : Nur Laila

Karakteristik : Ibu Post Partum

A. Tujuan Instruksional

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit ibu mampu mengetahui

dan memahami tentang perawatan masa nifas.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian masa nifas

b. Mengetahui pengertian perawatan payudara

c. Mengetahui pengertian bendungan ASI

d. Mengetahui penanganan/penatalaksanaan bendungan ASI

B. Sub Pokok Bahasan

a. Pengertian bendungan ASI

b. Mengetahui pengertian perawatan payudara


75

c. Mengetahui pengertian bendungan ASI

d. Mengetahui penanganan/penatalaksanaan bendungan ASI

C. Media

- Leaflet

D. Metode

- Ceramah

E. Kegiatan Penyuluhan

No. Tahap Waktu Kegiatan penyuluhan Respon


peserta
1. Pendahuluan 5 1. Memberikan salam -Menjawab
menit 2. Memperkenalkan diri salam
3. Menjelaskan tujuan -
penyuluhan dan pokok Mendengar
materi yang di sampaikan kan dan
memperhati
kan

2. Penyajian 15 menit Penyampaian materi : Klien


a. Pengertian masa nifas menyimak
b. Perawatan payudara
c. Pengertian bendungan
ASI
d. Penanganan/
penatalaksanaan
bendungan ASI
3. Sesi Tanya 5 menit Memberikan pertanyaanMenjawab
Jawab kepada sasaran tentang materipertanyaan
yang sudah disampaikan yang
penyuluh diajukan
penyuluh
4. Penutup 5 menit Menutup acara dan Menjawab
mengucapkan salam salam

F. Evaluasi

1. Proses, diharapkan :
76

 Berjalan dengan baik tanpa hambatan karena penyampaian tepat

waktu sesuai kontrak

 Peserta mendengarkan selama kegiatan penyuluhan dilakukan

G. Materi

Materi Penyuluhan

Asuhan Kebidanan pada Bendungan ASI

a. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah lahirnya plasenta hingga

organ reproduksi khususnya alat-alat kandungan kembali pulih seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau disebut puerperium dimulai sejak

2 jam setelah lahirnya plasenta hingga dengan 6 minggu (42 hari) setelah

itu (2).

b. Perawatan payudara :

1. Sebaiknya perawatan mamae telah dimulai sejak wanita hamil supaya

puting lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui

bayinya.

2. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara : pembalutan

mamae sampai tertekan, pemberian obat estrogen untuk supresi LH

seperti tablet Lynoral dan Pardolel

3. Ibu menyusui harus menjaga payudaranya untuk tetap bersih dan kering

4. Menggunakan Bra yang menyokong payudara


77

5. Apabila putting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada

sekitar putting susu setiap kali selesai menyusui, kemudian apabila

lecetnya sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI

dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok. Selain itu,

untuk menghilangkan rasa nyeri dapat minum paracetamol 1 tablet setiap

4-6 jam (13).

c. Pengertian Bendungan Asi

Bendungan ASI adalah bendungan yang terjadi pada kelenjar

payudara oleh karena ekspansi dan tekanan dari produksi dan penampungan

ASI (23).

Bendungan ASI adalah akumulasi cairan di ruang interstitial yang

disebabkan oleh akumulasi cairan umum pada akhir kehamilan atau sebagai

akibat dari sejumlah besar cairan intravena selama persalinan dan mungkin

juga menyebabkan edema di sekitar areola dan puting susu. Gejala

pembengkakan terjadi paling umum antara hari 3 dan 5 postpartum, lebih dari

‘dua pertiga wanita mengalami nyeri pada hari ke 5, tetapi timbulnya

mungkin selambat-lambatnya hari 9-10 (25).

d. Penatalaksanaan

1.) Sanggah payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.

2.) Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5

menit.

3.) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting

4.) Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi

lunak.
78

5.) Susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (o demand feeding)

dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar.

6.) Pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusu tidak mampu

mengosongkan payudara, mungkin diperlukan pompa atau pengeluaran

ASI secara manual dari payudara.

7.) Letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada payudara setelah

menyusui atau setelah payudara pompa.

8.) Bila perlu, berikan paracetamol 3x500 mg peroral untuk mengurangi

nyeri.

9.) Lakukan evaluasi setelah 3 hari (23).

Anda mungkin juga menyukai