Anda di halaman 1dari 28

KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BENDUNGAN ASI


PADA IBU NIFAS DI BPM MUTHIA KOTA BOGOR TAHUN 2022

Disusun Oleh :

1. Lisa Fitriyanti As (04419616012)


2. Nadia Putria Roehimat (04419616014)
3. Ayu Rahmawati (04419616003)
4. Raden Erliza Rahadtul Fajar (04419616020)

AKADEMI KEBIDANAN PRIMA HUSADA BOGOR


TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organization angka kematian ibu sangat tinggi. Sekitar 295.000
wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan pada tahun 2017.
Sebagian besar kematian ini (94%) terjadi di rangkaian sumber daya rendah, sebagian
besar dapat dicegah. Tingginya angka kematian ibu di beberapa wilayah di dunia
mencerminkan ketidaksetaraan dalam akses pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
menyoroti kesensajangan antara kaya dan miskin AKI di Negara berpenghasilan rendah
pada tahun 2017 adalah 462 per 100.000 kelahiran hidup versus 11 per 100.000. (World
Health Organization, 2017).
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan dan
kesejaheraan suatu bangsa dapat dilihat dari tinggi rendahnya angka kematian ibu dan
bayi. Data hasil Survei Angka Sensus (Supas) tahun 2015, Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2015).
Penyebab terjadinya AKI di Indonesia masih sangat tinggi diantaranya disebabkan oleh
gangguan hipertensi sebanyak 33,07%, perdarahan obstetric 27,03%, komplikasi non
obstetric 15,7%, komplikasi obstetric lainnya 12.04%, infeksi pada kehamilan 6.06% dan
penyebab lainnya 4.81%. Salah satu penyebab terbesar AKI yaitu perdarahan dan salah
satu penyebab perdarahan adalah anemia yang juga merupakan penyebab tidak langsung
kematian ibu terutama dalam kehamilan (Kemenkes, 2015).(1)
AKI di Jawa Barat terlaporkan sebanyak 799 orang (84,78/100.000 KH), dengan
proporsi kematian pada ibu hamil 227 orang (20,09/100.000), pada ibu bersalin 202 orang
(21,43/100.000 KH), dan pada ibu nifas 380 orang (40,32/100.000 KH), jika dilihat
berdasarkan kelompok umur presentasi kematian pada kelompok umur 35 tahun sebanyak
219 orang (27,41%) (Dinkes Jabar, 2016).(2)
Assiciation of Soth East Asia Nation (ASEAN) tahun 2014 menyimpulkan presentase
cakupan kasus bendungan ASI pada ibu nifas di 10 Negara yaitu Indonesia, Thailand,
Malaysia, Singapura, Filiphina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja
tercatat sebanyak 95.698 (66,87%) ibu nifas, serta tahun 2016 ibu yang mengalami
bendungan ASI sebanyak 76.543 (71,10%) dengan angka tertinggi terjadi di Indonesia
(37,12%) (Kemenkes RI, 2017).
Di Provinsi Jawa Barat tahun 2009 kejadian bendungan ASI pada ibu menyusui di Jawa
Barat yaitu 1-3% (1-3 kejadian dari 100 ibu menyusui) terjadi di pedesaan (Badan Pusat
Statistik Jawa Barat, 2009. Cakupan ASI eksklusif di Jawa Barat beru mencapai 45%
masih dibawah cakupan Nasional 52,3% terlebih target Nasional sebesar 80% sedangkan
pada tahun 2016 hampir 52% ibu menyusui mengalami bendungan ASI (Dinkes Jawa
Barat, 2016).
Menurut penelitian terjadinya bendungan ASI di Indonesia terbanyak adalah ibu-ibu
pekerja, sebanyak 16% dari ibu-ibu yang menyusui. Bendungan air susu adalah terjadinya
pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga
menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. Beberapa
studi terbaru mengungkapkan angka mobiditas pada ibu nifas salah satunya disebabkan
oleh bendungan ASI, pada tahung 2009 ditemukan ibu nifas dengan bendungan ASI
sebanyak 28 orang dari 50 ibu nifas (Depkes, 2009).
Penyebab terjadinya bendungan ASI dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya
yaitu teknik yang salah dalam menyusui, puting susu terbenam, bayi yang tidak dapat
menghisap puting dan aerola ibu yang tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau
bayi yang tidak aktif menghisap.
Program pemerintah susu kedelai untuk ibu nifas dan menyusui isoflavon yang
terkandung pada susu kedelai merupakan asam amino yang memiliki vitamin dan gizi
dalam kacang kedelai yang membentuk flavonoid manfaat dari isiflavon yang terkandung
pada susu kedelai adalah meningkatkan metabolisme dalam tubuh merupakan nutrisi yang
dibutuhkan oleh tubuh, diharapkan mampu menunjang keberhasilan program pemerintah
(Kementerian Kesehatan).(3)
Berdasarkan data rekam medik yang diambil pada Tahun 2022 di BPM Bidan Muthia.
Ibu nifas yang memeriksa keluhannya terkait bendungan ASI yaitu sebanyak lebih dari
30 ibu nifas dan survei yang dilakukan pada Tanggal 18 Mei 2022 di BPM Bidan Muthia,
Kecamatan Cilendek, Kota Bogor Timur dengan mewawancarai 5 pasien ibu postpartum
yang nifasnya telah memasuki 6 hari setelah melahirkan terdapat 2 orang yang mengalami
bendungan ASI, 1 orang pasien mengatakan bayinya tidak aktif menghisap dikarenakan
puting susu ibu yang terbenam, dan 2 orang ibu sudah mengetahui bagaimana teknik yang
benar dalam menyusui.
Berdasarkan survei pendahuluan di Bidan Praktek Mandiri Bidan Muthia Cilendek
Bogor Timur. Infeksi pembengkakan payudara termasuk kasus terbanyak kedua setelah
pendarahan berdasarkan uraian diatas maka kami tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas
Di BPM Muthia Kota Bogor”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas memberikan dasar pada penulis untuk
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Bendungan ASI Pada Ibu Nifas di BPM Muthia Cilendek Bogor Timur tahun 2022?”.
1.3 Tujuan Penelitian
2. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor- faktor yang mempengaruhi bendungan ASI pada ibu nifas
di BPM Muthia Cilendek Bogor Timur tahun 2022.
3. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan distribusi frekuensi responden berdasarkan
bendungan ASI responden di Kota Bogor Timur, wilayah kerja BPM Muthia
Cilendek tahun 2022.
b. Untuk mengetahui hubungan distribusi frekuensi responden berdasarkan posisi
menyusui yang dilakukan pasien ibu nifas di Kota Bogor Timur, wilayah kerja
BPM Muthia tahun 2022.
c. Untuk mengetahui hubungan distribusi frekuensi responden berdasarkan
pengetahuan responden di Kota Bogor timur, wilayah kerja BPM Muthia tahun
2022.
d. Untuk mengetahui hubungan distribusi frekuensi responden berdasarkan
perawatan payudara yang di alami responden di Kota Bogor timur, wilayah kerja
BPM muthia Cilendek tahun 2022.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya bendungan ASI pada ibu nifas serta bahan pembelajaran
untuk penelitian selanjutnya dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI).
2. Bagi Lahan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanan perawatan ibu nifas pada bendungan ASI dengan optimal dalam
rangka meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
3. Bagi Peneliti dan peneliti lain
Untuk lebih mengerti dan menambah wawasan pengetahuan serta pengalaman dalam
menerapkan ilmu perawatan khususnya tentang pemeriksaan pada ibu nifas agar
kejadian bendungan ASI dapat dideteksi sedini mungkin.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Nifas
1. Pengertian Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas
yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 2001). Namun masa nifas secara keseluruhan akan pulih
dalam waktu 3 bulan. Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang
berasal dari Bahasa latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi dan “parous”
berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab
melahirkan (Sari dkk, 2014).

Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung selama kira-
kira 6 minggu (Prawirohadjo, 2009). Nifas atau puerpurium adalah periode waktu
atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil.
Masa ini membutuhkan waktu sekitar 6 minggu (Farrer, 2001). (4)

2. Perubahan Fisiologis Masa Nifas


a. Involusi uterus
Involusi uterus melibatkan pengorganisasian dan pengguguran desi dua
serta penglupasan situs plasenta, sebagimana diperlihatkan dengan pengurangan
dengan ukuran dan berat serta oleh warna dan banyaknya lochea. Banyaknya
lochea dan kecepatan involusi tidak akan terpengaruh oleh pemberian sejumlah
preparat metergin dan lainnya dalam proses persalinan. Involusi tersebut dapat
dipercepat prosesnya bila ibu menyusui bayinya.
b. Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara
selama wanita hamil (Estrogen, progesterone, human chorionic gonadotropin,
rolaktin, kortisol, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu
yang dibutuhkan hormone-hormon ini untuk kembali ke keadaan sebelum hamil
sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.
c. Perubahan vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari pertama sesudah
proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam
vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi
lebih menonjol.
d. Serviks
Serviks mengalami ovulasi bersama uterus. Setelah persalianan, ostium
uteri eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 6 minggu
serviks akan tertutup.
e. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada masa
nifas hari ke 5, perinrum sudah kembali seperti keadaan sebelum hamil,
walaupun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelu melahirkan. Untuk
mengembalikan tonus otot perineum dan mengencangkan vagina hingga tingkat
tertentu perlu dilakukan latihan otot perineum. Hal ini dapat dilakukan pada
akhir perineum dengan latihan harian.
f. Sistem Pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengruhi oleh beberapa hal
diantanranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolesterol darah dan melmbatkan
kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesterone mulai menurun
namuun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
g. Sistem Perkemihan
Kandung kemih pada puerperium mempunyai kapasitas yang meningkat
secara relatif. Oleh karena itu, distensi yang berlebihan, urin residual yang
berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna, harus di waspadai dengan
seksama. Ureter dan pelvis prenalis yang mengalami distensi akan kembali
normal pada dua sampai delapan minggu setelah persalianan.
3. Kebutuhan Ibu Dalam Masa Nifas
a. Nutrisi dan cairan
Pada masa nifas, ibu perlu mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari,
minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, dalam mengonsumsi pil zat besi untuk
menambah zat gizi, setidaknya 40 hari pasca persalinan, minum kapsul vitamin
A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
b. Ambulasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan agara secepat mungkin bidan
membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya dan berjalan. Ibu
sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum.
Ambulasi dini tidak diperbolehkan pada ibu postpartum dengen penyulit.
Misalnya anemia, penyakit jantung, paru-paru, demam dan sebagainya.
c. Eliminasi
Ibu diminta untuk BAK 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam belum dapat
berkemih atau sekali berkemih atau belum melebihi 100 cc, maka dilakukan
kateterisasi. Kalau ternyata kandung kemih penuh tidak perlu menunggu 8 jam
untuk kateterisasi.
Ibu postpartum diharapkan dapat BAB setelah hari ke 2 postpartum. Jika hari
ke 3 belum juga BAB, maka perlu diberi obat pencahar per oral atau per rektal.
d. Personal Hygine
Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh, terutama
perineum.sarankan ibu untuk mengganti pembalut dua kali sehari, mencuci
tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah
kelaminnya, dan jika ada luka laserasi atau episiotomy, disarankan untuk
mencuci luka tersebut dengan air dingin dan hindari menyentuh daerah tersebut.
e. Istirahat dan tidur
Sarankan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan, sarankan ibu untuk kembali pada kegiataan-kegiatan rumah tangga
secara perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.
f. Seksual
Ibu diperbolehkan untuk melakukan aktivitas kapan saja ibu siap dan
secara fisik aman serta tidak ada rasa nyeri.
g. Latihan atau senam nifas
Senam nifas ialah senam yang dilakukan oleh ibu setelah persalinan dan
keadaan ibu pulih kembali. Senam nifas merupakan latihan yang tepat untuk
memulihkan kondisi tubuh ibu secara fisiologis maupun psikologis. Sebaiknya
dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan, secara teratur setiap hari agar
peredaran darah ibu dapat berjalan dengan baik.
4. Faktor yang mempengaruhi kunjungan nifas
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera, dan peraba. Sebagian besar pengetahuann
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjjo, 2012).
Pengetahuan ibu tentang masa nifas merupakan salah satu faktor yang
penting dalam kesuksesan proses menyusui. Hasil penelitian yang dilakukan
menyebutkan bahwa ibu yang berpengetahuan baik 1,9 kali berpeluang
untuk melakukan kunjungan nifas dibandingkan dengan ibu yang
berpengetahuan kurang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan semakin ibu
melakukan kunjungan nifas.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi ibu
untuk lebih mudah menangkap dan memehami suatu informasi, sehingga
lebih mudah mengadopsi pengetahuan baru khususnya mengenai kunjungan
masa nifas. Dalam penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa rendahnya
pendidikan dan kurangnya informasi dapat berpengaruh terhadap kegagalan
kunjungan masa nifas.
c. Sikap
Selain pengaruh pengertahuan, pendidikan dan motivasi ibu, faktor
lain yang dapat berpengaruh adalah sikap ibu. Faktor yang paling
berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam kunjungan nifas yaitu karena
besarnya sikap dan tindakan ibu yang belum baik. Agar terwujudnya
tindakan yang baik diperlukan faktor dukungan dari pihak-pihak tertentu,
seperti petugas kesehatan dan orang-orang terdekat ibu. Sikap terdiri dari
tiga komponen yaitu keyakinan, emosional terhadap suatu objek dan
kecenderungan untuk bertindak.

d. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita. Ibu hail dan
suami yang telah memiliki anak sebelumnya cenderung memiliki
pengalaman dan mengetahuan yang lebih dibandingkan dengan yang baru
pertama kali memiliki anak (Asmijati, 2014). Menurut Saifuddin, paritas
dapat dibedakan menjadi nullipara (wanita yang telah melahirkan satu
anak), multipara (wanita yang telah melahirkan anak kedua sampai
keempat), grandemultipara (wanita yang telah melahirkan anak lebih dari
empat).
e. Kondisi keseharan ibu dan bayi
Kondisi kesehatan ibu juga dapat mempengaruhi kunjungan nifas.
5. Tanda bahaya masa nifas
a. Demam
Suhu badan akan naik sedikit (37,5º C-38º C) dari akibat kerja keras sewaktu
melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan apabila keadaan normal, suhu
badan menjadi biasa yaitu 36,5-37,5º C.
b. Pendarahan aktif dari jalan lahir.
Dalam hal ini, pendarahan pervagina yang luar biasa atau tiba-tiba
bertambah banyak sekitar 500cc atau lebih.
c. Bekuan darah yang banyak.
d. Muntah.
e. Rasa sakit waktu buang air kecil/berkemih.
f. Pusing atau sakit kepala yang terus menerus (masalah penglihatan).
g. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
h. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya.
i. Sulit dalam menyusui atau payudara yang berubah menjadi merah panas dan
terasa sakit.
2.2 Bendungan ASI
2.2.1 Pengertian
Bendungan ASI adalah terkumpulnya ASI didalam payudara akibat
penyempitan duktus laktiferus atau kelenjar yang tidak dikosongkan dengan
sempurna pada saat menyusui bayi atau karena kelainan pada putting susu
(Ruqiah,Yulianti, 2012).
Bendungan ASI adalah bendungan yang terjadi pada kelenjar payudara oleh karena
ekpansi dan tekanan dari produksi dan penampungan ASI. Bendungan ASI terjadi
pada hari ke 3-5 setelah persalinan (Kemenkes RI, 2013).
2.2.2 Etilogi

Banyaknya kasus bendungan ASI disebabkan dari beberapa faktor yaitu: (Rukiyah,
Yulianti, 2012)
a. Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi
peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. Apabila
bayi sudah kenyang dan selesai menyusu payudara tidak dikosongkan, maka
masi terdapat sisa ASI didalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak
dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).
b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu tidak
menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap,
maka akan menimbulkan bendungan ASI).
c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah dalam menyusui
dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri
pada saat bayi menyusui. Akibatnya, ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi
bendungan ASI).
d. Puting susu terbenam (puting susu terbenam akan menyulitkan bayi dalam
menyusui. Karena bayinya tidak dapat menghisap puting susu dan areola, bayi
tidak mau menyusui dan akibatnya terjadi bendungan ASI).
e. Puting susu terlalu panjang (puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan
pada saat bayi menyusui karena bayi tidak dapat menghisap areola dan
merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya, ASI tertahan
dan menimbulkan bendungan ASI).
2.2.3 Pencegahan Bendungan ASI
a. Dengan memberikan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) tentang
perawatan payudara dengan baik dan benar.
b. Menyusui dengan teknik yang benar.
c. Menggunakan bra dengan ukuran payudara yang menopang.
d. Menyusui tanpa dijadwalkan.
e. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi ASI melebihi
kebutuhan bayi (Rukiyah & dkk, 2010).
2.2.4 Tanda dan gejala bendungan ASI
Gejala yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah:
a. Bengkak pada payudara.
b. Payudara terasa keras dan panas.
c. Pasien merasakan sakit.
d. Masalah pada puting.
e. Terdapat nyeri tekan pada payudara (Prawiroharjo, 2011).
2.2.5 Potofisiologi
Menurut Rukiyah, Yulianti (2012) sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar
estrogen dan progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus
yang menghalangi keluarnya pituitary lactogenic hormone (prolactin) waktu hamil,
dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi
prolactin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus – alveolus kelenjar
mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan refleks
yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan
duktud kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini timbul jika bayi menyusui. Pada
permulaan nifas apabila bayi belum menyusui dengan baik, atau kemudian apabila
kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, maka akan terjadi
pembendungan air susu. Kadang-kadang pengeluaran susu juga terhalang sebab
duktus laktiferi menyempit karena pembesaran vena serta pembuluh limfe.

2.2.6 Hubungan Perawatan Payudara Pada Ibu Nifas Dengan Bendungan ASI

Perawatan payudara dilakukan untuk mencegah tersumbatnya saluran susu dan


memperlancar pengeluaran ASI sehingga kebutuhan ASI bayi dapat tercukupi.

Menurut Anggraini (2009) perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk


menjaga kebersihan payudara, memperbanyak atau memperlancar pengeluaran
ASI sehingga terjadi kesukaran dalam meyusukan bayinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perawatan payudara terdiri dari faktor umur, pendidikan, pekerjaan,
dan sumber informasi.

Faktor umur berpengaruh dalam perawatan payudara. Menurut penelitian, orang


tua yang berumur 20-35 tahun memiliki kematangan dalam berpikir, pola pikirnya
rajin respon yang baik dalam perawatan payudara dibandingkan diantara yang
berumur < 20 tahun. Hal ini mungkin dikarenakan umur dalam rentang tersebut
baik dalam mengembangkan pengetahuannya sendiri termasuk pengetahuan
tentang pengetahuan payudara. Sesuai pendapat Notoatmojo (2010), umur
bepengaruh terhadap daya tangkap dan pola piker seseorang semakin
bertambahnya usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik dan sikap serta
perilakunya positif. (5)

Menurut penelitian di BPM Bidan Muthia didapatkan ± 30 pasien ibu nifas yang
menderita bendungan ASI mayoritasnya adalah ibu rumah tangga sehingga
memiliki waktu yang lebih banyak untuk melakukan perawatan payudara. Ibu yang
berperan sebagai ibu rumah tangga tidak terikat waktu, sehingga ibu lebih banyak
memiliki waktu luang dalam melakukan perawatan payudara.

Ibu nifas sangat membutuhkan sumber informasi yang cukup untuk mengetahui
tentang perawatan payudara demi mencegah terjadinya bendungan ASI. Menurut
penelitian informasi dari tenaga kesehatan lebih mudah diterima dan dipercayai
oleh masyarakat sehingga akan lebih mengena bagi masyarakat dibandingkan oleh
informasi yang disampaikan pada orang lain yang dianggap kurang ahli dalam
bidangnya. Dengan informasi tersebut akan dapat melatarbelakangi ibu dalam
melakukan perawatan payudara.

Menurut teori perawatan payudara merupakan upaya untuk merangsang sekresi


hormone oksitosin untuk menghasilkan ASI sedini mungkin dan memegang
peranan penting dalam menghadapi masalah menyusui. Teknik pemijatan dan
rangsangan pada puting susu yang dilakukan pada perawatan payudara merupakan
latihan semacam efek hisapan bayi sebagai pemicu pengeluaran ASI (Tamboyang,
2001). Gerakan pada perawataan payudara bermanfaat melancarkan reflek
pengeluaran ASI. Serta tak ada salahnya untuk membersihkan puting dengan air
hangat setiap habis mandi untuk menjaga kebersihanya dan hindari penggunaan
sabun yang bisa membuat bagian puting kering, karena jika kering menyebabkan
lapisan puting mengelupas dan muncul rasa sakit ketika menyusui. Terakhir yang
tak kalah penting, mencegah bendungan pada payudara (Pramitasari dan Saryono,
2008).
2.2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Bendungan ASI
Kejadian bendungan ASI disebabkan oleh faktor pengeluaran air susu
yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusui pada ibunya.
Pembendungan ASI dapat terjadi karena penyempitan duktus lakteferi atau
oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan sempurna atau karena kelainan
pada puting susu sehingga terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan
rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan.
Bendungan ASI terjadi beberapa faktor diantaranya:
1. Teknik yang salah dalam menyusui
2. Puting susu yang terbenam
3. Ibu yang tidak menyusui bayinya sesering mungkin atau bayi yang tidak
aktif menghisap
4. Frekuensi pemberian ASI yang tidak teratur
5. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan payudara, sehingga ibu tidak
benar dalam melakukan tindakan perawatan payudara sehingga puting susu
terbenam dan ASI tidak keluar, hingga berakhir pada terjadinya bendungan
ASI. (Ardyan, 2014).

2.2.8 Penanggulangan

Salah satu penyebab tidak tercapainya pemberian ASI eksklusif yaitu bayi
tidak mendapat ASI yang cukup dikarenakan masalah dalam menyusui yang
dikarenakan ibu mengalami engorgement (Bendungan ASI) (Murniati and
Kusumawati, 2013). Payudara yang mengalami pembengkakan atau
bendungan ASI tersebut sangat sukar disusui oleh bayi karena payudara lebih
menonjol, puting lebih datar, dan sukar di hisap oleh bayinya. (Impartina,
2017). Untuk menangggulangi permasalahan dari faktor berikut yang
menyebabkan bendungan ASI yaitu:

1. Teknik yang benar dalam menyusui.


a. Ibu mencuci tangan sebelum menyusui bayinya
b. Ibu duduk dengan santai dan nyaman
c. Posisi punggung bersandar (tegak) sejajar dengan punggung kursi
d. Kaki diberi alas sehingga tidak menggantung
e. Mengeluarkan sedikit ASI dan mengoleskan pada puting susu dan aerola
sekitarnya (desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu).
f. Bayi dipegang dengan satu lengan dan kepala terletak pada lengkuang
siku ibu lalu bokong bai terletak pada lengan.
g. Ibu menempelkan perut bayi pada perut ibu dengan meletakan satu
tangan bayi dibelakang ibu dan yang satu di depan lalu kepala bayi
menghadap ke payudara.
h. Ibu memposisiskan bayi dengan telinga dan lengan pada garis lurus
i. Ibu memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari yang lain
menopang dibawah serta tidak menekan putting susu (aerola).
j. Ibu menyentuhkan puting susu pada bagian sudut mullut bayi sebelum
menyusui.

k. Setelah itu miulai menghisap, payudara tidak perlu dipegang atau


disangga lagi. Ibu menatap bayi saat menyusui. (Depkes RI, 2009).(6)

2. Penaggulangan Puting Susu Yang Terbenam

Selama masa nifas puting susu terbenam dapat diatasi dengan cara
perawatan yang dilakukan terhadap payudara bertujuan untuk melancarkan
sirkulasi darah dan tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancarkan
pengeluaran ASI. Perawatan payudara juga merupakan salah satu cara
untuk menghindari adanya permasalahan puting susu yang terbenam, yang
dilakukan yaitu meliputi pengurutan payudara.

Dalam permasalahn puting susu yang terbenam ibu juga dapat


melakukan teknik spuit yaitu dengan cara :

a. Menempelkan ujung pompa (spuit) pada payudara sehingga puting


berada di dalam pompa
b. Tarik perlahan sehingga terasa ada tekanan dan dipertahankan 30 detik-
1 menit, bila terasa sakit tarikan dapat dikendorkan, lalu hasil ASI yang
keluar dapat disimpan kedalam coolerbag atau botol steril lalu simpan
ASI dibagian pintu lemari pendingin agar tidak mudah terpapar dengan
udara luar. Dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan
3. Penanggulangan Agar Bayi Aktif Menghisap

Salah satu faktor penyebab terjadinya bendungan ASI yaitu dapat dilihat
dari bayi yang tidak aktif dalam menghisap putting, maka dari itu cara
menanggulanginya yaitu:

a. Melakukan penyesuaian dalam mengatur posisi yang nyaman kepada


bayi.
b. Melakukan relaksasi yaitu proses menyusui kembali dan kembali ke
ASI, yaitu dengan melakukan stop dot (empeng), lakukan pendekatan
intim pada bayi agar bayi lebih nyaman dan dapat kembali aktif
menghisap,
c. Lakukan perangsangan kepada bayi dengan cara menyusui dengan
perlekatan yang benar .

4. Frekuensi Pemberian ASI Yang Benar

Frekuensi pemberian ASI yang benar dan optimal adalah antara 8-12 kali
setiap hari. Meskipun mudah untuk membagi 24 jam menjadu 8-12 kali
menyusui dan menghasilkan perkiraan jadwal, cara ini bukan merupkan cara
makan sebagian besar bayi. Banyak bayi dalam rentang beberapa jam menyusui
sebagai respon isyarat bayi dan berhenti menyusui bila bayi tampak kenyang
(isyarat kenyang meliputi relaksasi seluruh tubuh, tidur saat menyusu dan
melepaskan putting).

Pada bayi lahoiran menyusu lebih sering, rata-rata adalah 10-12 kali setiap 24
jam atau bahkan 18 kali, Sehingga semakin sering bayi menyusui ASI rata-rata
12-15 kali dalam 24 jam dan semakin lama waktunya, maka akan semakin
banyak produksi ASI dan pengeluaran ASI berjalan dengan lancar.
Kesimpulannya frekuensi produksi ASI yang optimal lebih dari 5 kali perhari
selama bulan pertama setelah melahirkan.maka dapat dinyatakan frekuensi
menyusi paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan.
Frekuensi menyusui ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam
kelenjar payudara.

5. Pengetahuan Tentang Perawatan Payudara


Ibu yang tidak mengetahui perawatan payudara biasanya karena mereka
kurangnya pengetahuan, kurangnya pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya rendahnya pendidikan serta kurangnya informasi
diantaranya menbaca buku, menonton televisi tentang kesehatan, dan tidak aktif
dalam mengikuti penyuluhan kesehatan tentang perawatan payudara. Dan
akibatnya bayi pun tidak mau menyusui atau minum ASI ibunya, padahal
pemberian ASI merupakan metode pemberian makanan yang terbaik, terutama
pada bayi umur kurang dari 6 bulan selain itu juga bermanfaat bagi ibu
(Melltyna, 2003; Varney, 2007). (7)

Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah memberikan


pengarahan tentang perawatan payudara pada ibu hamil sedini mungkin,
melakukan health aducation dengan bekerja sama dengan bidan setempat
melalui penyuluhan, penyuluhan pada ibu hamil di sertai demonstrasi cara
perawatan payudara sebelum dan setelah melahirkan dengan benar, serta
peragaan tentang perawatan payudara pada kontrol kehamilan dan kunjungan
masa nifas, dimana penyuluhan tepat pada waktu ibu mengembangkan
kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan informasi
keterpaduan menalar ilmiah dan sistematis (Anwar,2005;Suririnah, 2008).(8)

2.2.9 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Bendungan ASI

a. kompres panas untuk mengurangi rasa sakit


b. ibu harus rileks
c. dekatkan bayi pada ibu agar dapat memandangnya.
d. pijat leher dan punggung belakang (sejajar daerah payudara)
e. menggunakan ibu jari dengan tektik gerakan memutar searah jarum jam kurang
lebih selama 3 menit.
f. belai dengan lembut kedua payudara menggunakan minyak pelumas
g. lakuakan stimulasi pada kedua putting. Caranya, pegang putting dengan dua jari
pada arah yang berlawanan, kemudian putar putting searah jarum jam.
h. Selanjutnya, kompres dengan air hangat dan dingin untuk mengurangi udem.
i. Pakai BH sesuai dengan ukuran dan bentuk payudara, yang dapat menyangga
payudara dengan baik.
j. Bila terlalu sakit, dapat diberikan obat analgesic paracetamol 500 mg.

2. Penatalaksanaan Perawatan Payudara

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanaan perawatan payudara
pasca persalinan, yaitu:

1. Puting susu dikompres dengan kapas minyak selama 3-4 menit, kemudian bersihkan
dengan kapas minyak tadi.
2. Pengenyalan yaitu putting susu dipegang dengan ibu jari dan ibu jaritelunjuk diputar
kedalam 20 kali putar 20 kali putar.
3. Penonjolan putting susu yaitu: putting susu cukup tertarik sebanyak 20 kal, dirangsang
dengan menggunakan ujung waslap, memakai pompa putting susu.
4. Pengurutan payudara.
a. Telapak tangan diberi baby oil kemudian diratakan, peganglah payudara lalu urut
dari pangkal ke putting susu sebanyak 30 kaloi.
b. Sanggahlah payudara kiri anda menggunakan tangan kir. Lakukan gerakan kecil
dengan dua atau tiga jari tangan kanan, mulai dari pangkal payudara dan terakhir
pada daerah putting susu dengan gerakan spiral.
c. Buatlah gerakan melingkar sambil sedikit menekan dimulai dari daerah pangkal
payudara hingga ke putting susu di seluruh bagian payudara. Lakukan hal yang
sama pada payudara berikutnya.
d. Letakkan kedua telapak tangan di antara kedua payudara. Pijatlah dari tengah-
tengah antara payudara sambil sedikit mengangkat kedua payudara dan lepaskan
kedua secara perlahan. Dianjurkan mengulangi gerakan ini hingga 30 kali.
e. Gerakan lainnya adalah menggerakan payudara kiri dengan kedua tangan, ibu jari
berada di atas putting, sementara keempat jari lain berada di bawah. Dengan lembut
lakukan gerakan meremas payudara sambil meluncurkan dedua tangan ke depan
(kea rah putting). Lakukan gerakan yang sama pada payudara lain.
f. Kemudian, cobalah posisi tanga pararel. Sanggah payudara dengan satu tangan,
sedangkan tangan lain mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal
payudara ke arah puting susu dengan cara memutar tangan. Ulangi gerakan ini
sampai semua bagian payudara terkena urutan. Semua gerakan pemijatan payudara
ini mempunyai banyak manfaat, diantaranya untuk melenvcarkan refleks produksi
meningkatkan volume ASI dan pengeluaran ASI. Selain itu, dapat mencegah
terjadinya bendungan ASI pada payudara.
g. Perangsangan payudara setelah selesai pengurutan, payudara disiram dengan air
hangat dan dingin secara bergantian selama ± 5 menit (air hangat dahulu kemudian
air dingin).
h. Kemudian pakailah BH (kutang) yang menyangga payudara. Diharapkan dengan
melakukan perawataan payudara, baik sebelum maupun sesudah melahirkan, proses
laktasi dapat berlangsung dengan sempurna.

3. Penatalaksanaan dan Frekuensi Perawatan Payudara

Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini mungkin yaitu 1-2 hari
sesudah bayi dilahirkan, hal itu dilakukan 2 kali sehari. Adapun langkah-langkah perawatan
payudara sebahai berikut:

1. Ibu mencuci tangan


2. Ibu meletakkan kain bersih pada kedua payudara
3. Ibu mengompres payudara dengan minyak atau baby oil dengan menggunakan kapas.
4. Ibu mengolesi minyak atau baby oil pada kedua telapak tangan ibu
5. Ibu mengurut dari atas ke samping dan ke arah putting susu
6. Ibu mengurut dari atas ke samping dan ke arah putting susu
7. Ibu melakukan pengurutan pada payudara dengan cara melingkar dimulai dari atas, ke
samping dan ke bawah.
8. Ibu melakukan kompres air hangat setelah melakukan pengurutan dengan
menggunakan washlap bergantian dengan menggunakan air hangat dan dingin.
9. Ibu kompres air hangat dan dingin pada kedua payudara secara bergantian.
10. Ibu mengeringkan payudara setelah melakukan perawatan payudara.
2.2.10 Kerangka Teori

Bagan 2.10
Kerangka Teori
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas Di BPM
Muthia Kota Bogor Tahun 2022

Teknik yang
salah dalam
menyusui

Fakto-
faktor Puting susu Perawatan
penyebab yang terbenam
bendungan
ASI

Bendungan
Bayi yang ASI
tidak aktif
menghisap

Frekuensi
pemberian
ASI yang
tidak teratur

Kurangnya
pengetahuan
tentang
perawatan
(9)
payudara
Jurnal Faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas ( Novalia Oriza, 2019 )
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas Di BPM Muthia
Kota Bogor Tahun 2022

Variable Independent Variabel Dependent

a. Frekuensi
Menyusui
b. Pengetahuan Bendungan ASI
c. Perawatan
payudara
d. Posisi Menyusui
3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.2

Definisi Operasional

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas Di BPM Muthia
Kota Bogor Tahun 2022

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur

1 Bendungan Bendungan ASI adalah suatu Kuisioner Mengisi 0 : Terjadi Nominal


ASI kejadian dimana aliran vena kuisioner bendungan ASI
dan limfatik tersumbat, aliran 1 : Tidak terjadi
susu menjadi terhambat dan bendungan ASI.
tekanan pada saluran air susu
ibu dan alveoli meningkat .
2 Posisi Posisi menyusui adalah cara Lembar Observasi 0 : Tidak benar Nominal
Menyusui memberikan ASI kepada bayi ceklis jika jawaban benar
dengan perlekatan dan posisi <5
ibu dan bayi dengan benar. 1 : Benar jika
jawaban benar ≥ 5
3 Pengetahuan Pengetahuan adalah kegiatan Kuisioner Mengisi 0 : kurang baik, Nominal
menjaga yang dilakukan sesuai kuesioner jawaban Benar ≤
dengan ketentuan yang benar 50%
kondisi yang baik. 1 : Baik, jawaban
> 50%.
4 Perawatan Perawatan payudara pada masa Kuisioner Mengisi 0 : Apabila Nominal
payudara nifas adalah suatu kebutuhan kuesioner Responden
bagi ibu yang baru saja menjawab
melahirkan. pertanyaan “YA”
< 3 item dikatakan
tidak melakukan
perawatan
payudara
1: Apabila
Responden
menjawab
pertanyaan
sebanyak “Ya” >
3 item di katakan
melakukan
perawatan
payudara.
5 Frekuensi Frekuensi adalah jumlah Kuesioner Lembar 0 : Tidak benar Nominal
Pemberian pemakaian suatu unsur Bahasa ceklis jika jawaban benar
ASI dalam suatu peristiwa / waktu. <5
ASI adalah Air Susu Ibu yang 1 : Benar jika
merupakan sumber gizi utama jawaban benar ≥ 5
bagi bayi yang belum bisa
mengonsumsi makanan padat.
Frekuensi pemberian ASI yang
benar dan optimal adalah antara
8-12 kali setiap hari.

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara frekuensi pemberian ASI yang benar dengan faktor yang
mempengaruhi pada ibu nifas pada ibu nifas di Kota Bogor, wilayah kerja PBM Muthia
Cilendek tahun 2022.

2. Ada hubungan antara posisi menyusui yang dilakukan oleh ibu dengan faktor yang
mempengaruhi bendungan asi pada ibu nifas di Kota Bogor, wilayah kerja BPM Muthia
Cilendek tahun 2022.
3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan faktor yang mempengaruhi bendungan asi pada
ibu nifas di Kota Bogor, wilayah kerja BPM Muthia Cilendek tahun 2022.

4. Ada hubungan antara perawatan payudara pada ibu nifas dengan faktor yang mempengaruhi
bendungan asi pada ibu nifas di Kota Bogor, wilayah kerja BPM Muthia Cilendek tahun 2022.

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah survey analitik. Penelitian analitik
adalah sebuah penelitian yang terdiri dari variable bebas yang membutuhkan jawaban
Ya atau Tidak dan Benar atau Tidak Benar. Korelasi yang dipelajari adalah korelasi
antara variable dependent (Bendungan ASI) dan independent (Posisi menyusui,
pengetahuan, perawatan, frekuensi pemberian ASI).
Dan metode kuantitatif Menurut Sugiono (2018.215) disebut metode kuantitatif
karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.(10)
4.2 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja BPM Muthia Kota Bogor Timur,
cilendek, penelitian dilakukan bulan April-Mei 2022.
4.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono. 2005 : 90).(11) Populasi
dalam penelitian ini adalah jumlah pasien ibu nifas yang menderita bendungan asi
berjumlah 37 di kota Bogor, wilayah kerja BPM Muthia cilendek tahun 2022.
2. Sampel
Sampel yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebanyak 30
pasien yang data rekam medik nya didapatkan di wilayah kerja BPM muthia melalui
Asisten bidan muthia.
Adapun kriteria syarat pengambilan sampel inklusi dalam penelitian ini sebagai
berikut :
1. Pasien ibu nifas 0 – 40 hari
2. Pasien ibu nifas yang mau mengisi kuesioner
3. Pasien ibu nifas yang mau menjadi responden
Adapun kriteria syarat pengambilan sampel exklusi dalam penelitian ini sebagai
berikut :
1. Ibu nifas yang tidak mau menjadi responden
2. Ibu nifas yang tidak mau mengisi kuesioner
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data yang langsung diperoleh
dengan menyebar kuisioner yang berisi pertanyaan yang di dapat dari skripsi Nadia
Kurnia Pratiwi tahun 2018 yang telah diuji nilai validitas dan reabilitasnya, selanjutnya
diisi oleh responden dan kemudian data tersebut dikumpulkan untuk rencana
pengolahan dan analisis data. Untuk data sekunder diperoleh dari BPM Muthia Kota
Bogor Timur, Cilendek. Yaitu laporan tahunan bendungan ASI dari Asisten Bidan yang
bertugas di BPM Muthia Kota Bogor Timur, yaitu laporan pasien ibu nifas yang
menderita bendungan ASI per tahun 2022.
4.5Instrumen Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah buku
rekam medik dan kuisioner.
4.6 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah,
karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang
berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Pengolahan data secara sederhana
diartikan sebagai proses mengartikan data-data lapangan sesuai dengan tujuan,
rancangan, dan sifat penelitian. Misalnya dalam rancangan penelitian kuantitatif,
maka angka-angka yang di proleh melalui pengumpulan data tersebut harus diolah
secara kuantitatif, baik melalui pengolahan statistik inferensial maupun statistik
deskriptif. Baik secara kuantitatif maupun kualitatif sehingga proses penarikan
kesimpulan penelitian dapat dilaksanakan.
Kegiatan awal dalam mengelompokan data agar data dapat dikelompokan
secara baik, perlu dilakukan kegiatan awal secara berikut.
1. Editing, yaitu proses memeriksa data yang sudah terkumpul, meliputi kelengkapan
isian, keterbacaan tulisan, kejelasan jawaban, relevansi jawaban, keseragaman
satuan data yang digunakan, dan sebagainya.
2. Coding, yaitu kegiatan memberikan kode pada setiap data yang terkumpul data
yang terkumpul disetiap instrument penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk
memudahkan dalam penganalisaan dan penafsiran data.
3. Data Entry, yaitu memasukan jawaban dari masing-masing responden yyang sudah
dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukan kedalam program atau
“software” komputer.
4. Tabulating, yaitu memasukan data yang sudah dikelompokan kedalam dalam table-
tabel agar mudah dipahami.
5. Cleanning, apabila data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukan,
perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengapan dan lainnya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. (Noto
Atmodjo, 2018).

Anda mungkin juga menyukai