Disusun Oleh :
TINJAUAN TEORI
2.1 Nifas
1. Pengertian Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas
yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 2001). Namun masa nifas secara keseluruhan akan pulih
dalam waktu 3 bulan. Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang
berasal dari Bahasa latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi dan “parous”
berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab
melahirkan (Sari dkk, 2014).
Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung selama kira-
kira 6 minggu (Prawirohadjo, 2009). Nifas atau puerpurium adalah periode waktu
atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil.
Masa ini membutuhkan waktu sekitar 6 minggu (Farrer, 2001). (4)
d. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita. Ibu hail dan
suami yang telah memiliki anak sebelumnya cenderung memiliki
pengalaman dan mengetahuan yang lebih dibandingkan dengan yang baru
pertama kali memiliki anak (Asmijati, 2014). Menurut Saifuddin, paritas
dapat dibedakan menjadi nullipara (wanita yang telah melahirkan satu
anak), multipara (wanita yang telah melahirkan anak kedua sampai
keempat), grandemultipara (wanita yang telah melahirkan anak lebih dari
empat).
e. Kondisi keseharan ibu dan bayi
Kondisi kesehatan ibu juga dapat mempengaruhi kunjungan nifas.
5. Tanda bahaya masa nifas
a. Demam
Suhu badan akan naik sedikit (37,5º C-38º C) dari akibat kerja keras sewaktu
melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan apabila keadaan normal, suhu
badan menjadi biasa yaitu 36,5-37,5º C.
b. Pendarahan aktif dari jalan lahir.
Dalam hal ini, pendarahan pervagina yang luar biasa atau tiba-tiba
bertambah banyak sekitar 500cc atau lebih.
c. Bekuan darah yang banyak.
d. Muntah.
e. Rasa sakit waktu buang air kecil/berkemih.
f. Pusing atau sakit kepala yang terus menerus (masalah penglihatan).
g. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
h. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya.
i. Sulit dalam menyusui atau payudara yang berubah menjadi merah panas dan
terasa sakit.
2.2 Bendungan ASI
2.2.1 Pengertian
Bendungan ASI adalah terkumpulnya ASI didalam payudara akibat
penyempitan duktus laktiferus atau kelenjar yang tidak dikosongkan dengan
sempurna pada saat menyusui bayi atau karena kelainan pada putting susu
(Ruqiah,Yulianti, 2012).
Bendungan ASI adalah bendungan yang terjadi pada kelenjar payudara oleh karena
ekpansi dan tekanan dari produksi dan penampungan ASI. Bendungan ASI terjadi
pada hari ke 3-5 setelah persalinan (Kemenkes RI, 2013).
2.2.2 Etilogi
Banyaknya kasus bendungan ASI disebabkan dari beberapa faktor yaitu: (Rukiyah,
Yulianti, 2012)
a. Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi
peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. Apabila
bayi sudah kenyang dan selesai menyusu payudara tidak dikosongkan, maka
masi terdapat sisa ASI didalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak
dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).
b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu tidak
menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap,
maka akan menimbulkan bendungan ASI).
c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah dalam menyusui
dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri
pada saat bayi menyusui. Akibatnya, ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi
bendungan ASI).
d. Puting susu terbenam (puting susu terbenam akan menyulitkan bayi dalam
menyusui. Karena bayinya tidak dapat menghisap puting susu dan areola, bayi
tidak mau menyusui dan akibatnya terjadi bendungan ASI).
e. Puting susu terlalu panjang (puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan
pada saat bayi menyusui karena bayi tidak dapat menghisap areola dan
merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya, ASI tertahan
dan menimbulkan bendungan ASI).
2.2.3 Pencegahan Bendungan ASI
a. Dengan memberikan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) tentang
perawatan payudara dengan baik dan benar.
b. Menyusui dengan teknik yang benar.
c. Menggunakan bra dengan ukuran payudara yang menopang.
d. Menyusui tanpa dijadwalkan.
e. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi ASI melebihi
kebutuhan bayi (Rukiyah & dkk, 2010).
2.2.4 Tanda dan gejala bendungan ASI
Gejala yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah:
a. Bengkak pada payudara.
b. Payudara terasa keras dan panas.
c. Pasien merasakan sakit.
d. Masalah pada puting.
e. Terdapat nyeri tekan pada payudara (Prawiroharjo, 2011).
2.2.5 Potofisiologi
Menurut Rukiyah, Yulianti (2012) sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar
estrogen dan progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus
yang menghalangi keluarnya pituitary lactogenic hormone (prolactin) waktu hamil,
dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi
prolactin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus – alveolus kelenjar
mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan refleks
yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan
duktud kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini timbul jika bayi menyusui. Pada
permulaan nifas apabila bayi belum menyusui dengan baik, atau kemudian apabila
kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, maka akan terjadi
pembendungan air susu. Kadang-kadang pengeluaran susu juga terhalang sebab
duktus laktiferi menyempit karena pembesaran vena serta pembuluh limfe.
2.2.6 Hubungan Perawatan Payudara Pada Ibu Nifas Dengan Bendungan ASI
Menurut penelitian di BPM Bidan Muthia didapatkan ± 30 pasien ibu nifas yang
menderita bendungan ASI mayoritasnya adalah ibu rumah tangga sehingga
memiliki waktu yang lebih banyak untuk melakukan perawatan payudara. Ibu yang
berperan sebagai ibu rumah tangga tidak terikat waktu, sehingga ibu lebih banyak
memiliki waktu luang dalam melakukan perawatan payudara.
Ibu nifas sangat membutuhkan sumber informasi yang cukup untuk mengetahui
tentang perawatan payudara demi mencegah terjadinya bendungan ASI. Menurut
penelitian informasi dari tenaga kesehatan lebih mudah diterima dan dipercayai
oleh masyarakat sehingga akan lebih mengena bagi masyarakat dibandingkan oleh
informasi yang disampaikan pada orang lain yang dianggap kurang ahli dalam
bidangnya. Dengan informasi tersebut akan dapat melatarbelakangi ibu dalam
melakukan perawatan payudara.
2.2.8 Penanggulangan
Salah satu penyebab tidak tercapainya pemberian ASI eksklusif yaitu bayi
tidak mendapat ASI yang cukup dikarenakan masalah dalam menyusui yang
dikarenakan ibu mengalami engorgement (Bendungan ASI) (Murniati and
Kusumawati, 2013). Payudara yang mengalami pembengkakan atau
bendungan ASI tersebut sangat sukar disusui oleh bayi karena payudara lebih
menonjol, puting lebih datar, dan sukar di hisap oleh bayinya. (Impartina,
2017). Untuk menangggulangi permasalahan dari faktor berikut yang
menyebabkan bendungan ASI yaitu:
Selama masa nifas puting susu terbenam dapat diatasi dengan cara
perawatan yang dilakukan terhadap payudara bertujuan untuk melancarkan
sirkulasi darah dan tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancarkan
pengeluaran ASI. Perawatan payudara juga merupakan salah satu cara
untuk menghindari adanya permasalahan puting susu yang terbenam, yang
dilakukan yaitu meliputi pengurutan payudara.
Salah satu faktor penyebab terjadinya bendungan ASI yaitu dapat dilihat
dari bayi yang tidak aktif dalam menghisap putting, maka dari itu cara
menanggulanginya yaitu:
Frekuensi pemberian ASI yang benar dan optimal adalah antara 8-12 kali
setiap hari. Meskipun mudah untuk membagi 24 jam menjadu 8-12 kali
menyusui dan menghasilkan perkiraan jadwal, cara ini bukan merupkan cara
makan sebagian besar bayi. Banyak bayi dalam rentang beberapa jam menyusui
sebagai respon isyarat bayi dan berhenti menyusui bila bayi tampak kenyang
(isyarat kenyang meliputi relaksasi seluruh tubuh, tidur saat menyusu dan
melepaskan putting).
Pada bayi lahoiran menyusu lebih sering, rata-rata adalah 10-12 kali setiap 24
jam atau bahkan 18 kali, Sehingga semakin sering bayi menyusui ASI rata-rata
12-15 kali dalam 24 jam dan semakin lama waktunya, maka akan semakin
banyak produksi ASI dan pengeluaran ASI berjalan dengan lancar.
Kesimpulannya frekuensi produksi ASI yang optimal lebih dari 5 kali perhari
selama bulan pertama setelah melahirkan.maka dapat dinyatakan frekuensi
menyusi paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan.
Frekuensi menyusui ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam
kelenjar payudara.
2.2.9 Penatalaksanaan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanaan perawatan payudara
pasca persalinan, yaitu:
1. Puting susu dikompres dengan kapas minyak selama 3-4 menit, kemudian bersihkan
dengan kapas minyak tadi.
2. Pengenyalan yaitu putting susu dipegang dengan ibu jari dan ibu jaritelunjuk diputar
kedalam 20 kali putar 20 kali putar.
3. Penonjolan putting susu yaitu: putting susu cukup tertarik sebanyak 20 kal, dirangsang
dengan menggunakan ujung waslap, memakai pompa putting susu.
4. Pengurutan payudara.
a. Telapak tangan diberi baby oil kemudian diratakan, peganglah payudara lalu urut
dari pangkal ke putting susu sebanyak 30 kaloi.
b. Sanggahlah payudara kiri anda menggunakan tangan kir. Lakukan gerakan kecil
dengan dua atau tiga jari tangan kanan, mulai dari pangkal payudara dan terakhir
pada daerah putting susu dengan gerakan spiral.
c. Buatlah gerakan melingkar sambil sedikit menekan dimulai dari daerah pangkal
payudara hingga ke putting susu di seluruh bagian payudara. Lakukan hal yang
sama pada payudara berikutnya.
d. Letakkan kedua telapak tangan di antara kedua payudara. Pijatlah dari tengah-
tengah antara payudara sambil sedikit mengangkat kedua payudara dan lepaskan
kedua secara perlahan. Dianjurkan mengulangi gerakan ini hingga 30 kali.
e. Gerakan lainnya adalah menggerakan payudara kiri dengan kedua tangan, ibu jari
berada di atas putting, sementara keempat jari lain berada di bawah. Dengan lembut
lakukan gerakan meremas payudara sambil meluncurkan dedua tangan ke depan
(kea rah putting). Lakukan gerakan yang sama pada payudara lain.
f. Kemudian, cobalah posisi tanga pararel. Sanggah payudara dengan satu tangan,
sedangkan tangan lain mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal
payudara ke arah puting susu dengan cara memutar tangan. Ulangi gerakan ini
sampai semua bagian payudara terkena urutan. Semua gerakan pemijatan payudara
ini mempunyai banyak manfaat, diantaranya untuk melenvcarkan refleks produksi
meningkatkan volume ASI dan pengeluaran ASI. Selain itu, dapat mencegah
terjadinya bendungan ASI pada payudara.
g. Perangsangan payudara setelah selesai pengurutan, payudara disiram dengan air
hangat dan dingin secara bergantian selama ± 5 menit (air hangat dahulu kemudian
air dingin).
h. Kemudian pakailah BH (kutang) yang menyangga payudara. Diharapkan dengan
melakukan perawataan payudara, baik sebelum maupun sesudah melahirkan, proses
laktasi dapat berlangsung dengan sempurna.
Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini mungkin yaitu 1-2 hari
sesudah bayi dilahirkan, hal itu dilakukan 2 kali sehari. Adapun langkah-langkah perawatan
payudara sebahai berikut:
Bagan 2.10
Kerangka Teori
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas Di BPM
Muthia Kota Bogor Tahun 2022
Teknik yang
salah dalam
menyusui
Fakto-
faktor Puting susu Perawatan
penyebab yang terbenam
bendungan
ASI
Bendungan
Bayi yang ASI
tidak aktif
menghisap
Frekuensi
pemberian
ASI yang
tidak teratur
Kurangnya
pengetahuan
tentang
perawatan
(9)
payudara
Jurnal Faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas ( Novalia Oriza, 2019 )
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas Di BPM Muthia
Kota Bogor Tahun 2022
a. Frekuensi
Menyusui
b. Pengetahuan Bendungan ASI
c. Perawatan
payudara
d. Posisi Menyusui
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.2
Definisi Operasional
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas Di BPM Muthia
Kota Bogor Tahun 2022
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara frekuensi pemberian ASI yang benar dengan faktor yang
mempengaruhi pada ibu nifas pada ibu nifas di Kota Bogor, wilayah kerja PBM Muthia
Cilendek tahun 2022.
2. Ada hubungan antara posisi menyusui yang dilakukan oleh ibu dengan faktor yang
mempengaruhi bendungan asi pada ibu nifas di Kota Bogor, wilayah kerja BPM Muthia
Cilendek tahun 2022.
3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan faktor yang mempengaruhi bendungan asi pada
ibu nifas di Kota Bogor, wilayah kerja BPM Muthia Cilendek tahun 2022.
4. Ada hubungan antara perawatan payudara pada ibu nifas dengan faktor yang mempengaruhi
bendungan asi pada ibu nifas di Kota Bogor, wilayah kerja BPM Muthia Cilendek tahun 2022.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah survey analitik. Penelitian analitik
adalah sebuah penelitian yang terdiri dari variable bebas yang membutuhkan jawaban
Ya atau Tidak dan Benar atau Tidak Benar. Korelasi yang dipelajari adalah korelasi
antara variable dependent (Bendungan ASI) dan independent (Posisi menyusui,
pengetahuan, perawatan, frekuensi pemberian ASI).
Dan metode kuantitatif Menurut Sugiono (2018.215) disebut metode kuantitatif
karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.(10)
4.2 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja BPM Muthia Kota Bogor Timur,
cilendek, penelitian dilakukan bulan April-Mei 2022.
4.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono. 2005 : 90).(11) Populasi
dalam penelitian ini adalah jumlah pasien ibu nifas yang menderita bendungan asi
berjumlah 37 di kota Bogor, wilayah kerja BPM Muthia cilendek tahun 2022.
2. Sampel
Sampel yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebanyak 30
pasien yang data rekam medik nya didapatkan di wilayah kerja BPM muthia melalui
Asisten bidan muthia.
Adapun kriteria syarat pengambilan sampel inklusi dalam penelitian ini sebagai
berikut :
1. Pasien ibu nifas 0 – 40 hari
2. Pasien ibu nifas yang mau mengisi kuesioner
3. Pasien ibu nifas yang mau menjadi responden
Adapun kriteria syarat pengambilan sampel exklusi dalam penelitian ini sebagai
berikut :
1. Ibu nifas yang tidak mau menjadi responden
2. Ibu nifas yang tidak mau mengisi kuesioner
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data yang langsung diperoleh
dengan menyebar kuisioner yang berisi pertanyaan yang di dapat dari skripsi Nadia
Kurnia Pratiwi tahun 2018 yang telah diuji nilai validitas dan reabilitasnya, selanjutnya
diisi oleh responden dan kemudian data tersebut dikumpulkan untuk rencana
pengolahan dan analisis data. Untuk data sekunder diperoleh dari BPM Muthia Kota
Bogor Timur, Cilendek. Yaitu laporan tahunan bendungan ASI dari Asisten Bidan yang
bertugas di BPM Muthia Kota Bogor Timur, yaitu laporan pasien ibu nifas yang
menderita bendungan ASI per tahun 2022.
4.5Instrumen Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah buku
rekam medik dan kuisioner.
4.6 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah,
karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang
berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Pengolahan data secara sederhana
diartikan sebagai proses mengartikan data-data lapangan sesuai dengan tujuan,
rancangan, dan sifat penelitian. Misalnya dalam rancangan penelitian kuantitatif,
maka angka-angka yang di proleh melalui pengumpulan data tersebut harus diolah
secara kuantitatif, baik melalui pengolahan statistik inferensial maupun statistik
deskriptif. Baik secara kuantitatif maupun kualitatif sehingga proses penarikan
kesimpulan penelitian dapat dilaksanakan.
Kegiatan awal dalam mengelompokan data agar data dapat dikelompokan
secara baik, perlu dilakukan kegiatan awal secara berikut.
1. Editing, yaitu proses memeriksa data yang sudah terkumpul, meliputi kelengkapan
isian, keterbacaan tulisan, kejelasan jawaban, relevansi jawaban, keseragaman
satuan data yang digunakan, dan sebagainya.
2. Coding, yaitu kegiatan memberikan kode pada setiap data yang terkumpul data
yang terkumpul disetiap instrument penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk
memudahkan dalam penganalisaan dan penafsiran data.
3. Data Entry, yaitu memasukan jawaban dari masing-masing responden yyang sudah
dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukan kedalam program atau
“software” komputer.
4. Tabulating, yaitu memasukan data yang sudah dikelompokan kedalam dalam table-
tabel agar mudah dipahami.
5. Cleanning, apabila data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukan,
perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengapan dan lainnya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. (Noto
Atmodjo, 2018).