Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding syaraf rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Aprina tahun 2018).

Sectio Caesarea merupakan suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau

sectio caesarea adalah histerektomi untuk janin dalam rahim (Yaeni, 2017).

Persalinan melalui sectio caesarea bukanlah alternatif yang lebih

aman karena diperlukan pengawasan khusus terhadap indikasi di lakukannya

sectio caesarea seperti prolaps tali pusat, persalinan macet, plasenta previa,

perdarahan maupun perawatan ibu setelah tindakan, karena tanpa pengawasan

yang baik dan cermat akan berdampak pada kematian ibu. Oleh karena itu

pemeriksaan dan monitoring setelah tindakan sectio caeesarea harus

dilakukan beberapa kali sampai tubuh ibu dinyatakan dalam keadaan sehat

(Danefi, 2017). Pertimbangan terhadap persalinan sectio caesarea harus

berdasarkan penilain pra bedah secara lengkap mengacu pada syarat-syarat

pembedahan dan anestesi dalam menghadapi kasus gawat darurat. Dampak

yang dapat diakibatkan oleh tindakan sectio caesarea yaitu mengalami

keterlambatan dalam penurunan tinggi fundus uteri yang dapat

mengakibatkan subinvolusi dan pengeluaran lokea hanya sedikit dibanding

1
2

persalinan normal. Selama periode paska melahirkan, ibu akan mengalami

sejumlah perubahan fisiologis dan psikologis ketika tubuh kembali ke

keadaan sebelum hamil. Salah satu perubahan fisiologis yaitu involusi uterus

(Johnson, 2018).

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2019), faktor langsung penyebab

tingginya AKI adalah perdarahan post partum yang menjadi penyebab utama

(32%), yang kemudian diikuti dengan hipertensi dalam kehamilan (25%),

infeksi (5%), partus lama (5%) dan abortus (1%). Dari angka tersebut,

diperoleh gambaran etiologi antara lain atonia uteri (50% – 60%), sisa

plasenta (23% – 24%), retensio plasenta (16% – 17%), laserasi jalan lahir

(4% – 5%) dan kelainan darah (0,5% – 0,8%).

Dinas kesehatan Kabupaten/Kota menyatakan bahwa pada tahun 2021

jumlah kematian ibu meliputi kematian yang terkait dengan masa kehamilan,

persalinan dan nifas proporsi kematian ibu di dominasi oleh kematian ibu

nifas 76 kasus (45 %), diikuti kematian ibu bersalin sebanyak 65 kasus (38

%) dan kematian ibu dalam keadaan hamil sebanyak 28 kasus (17 %)

menurut (Profil Dinkes Aceh tahun 2020). Atonia uteri yaitu suatu keadaan

dimana terjadinya kegagalan otot rahim yang menyebabkan pembuluh darah

pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan.

Adanya atonia uteri ini menandakan adanya kegagalan uterus untuk

melakukan involusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses involusi

uterus antara lain mobilisasi dini, status gizi, menyusui/laktasi, paritas, dan

usia (Elisabeth, 2017).


3

Laktasi merupakan keseluruhan proses menyusui mulai ASI di

produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi

mempunyai tujuan meningkatkan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun

secara baik dan benar serta anak mendapat kekebalan tubuh secara alami.

Yang termaksud kedalam laktasi yaitu posisi menyusui, pelekatan menyusui,

durasi menyusui dan juga harus memperhatikan tanda - tanda kecukupan ASI

untuk bayi (Monika, 2014). Ketika bayi menghisap payudara, hormon

oksitosin membuat ASI mengalir didalam alveoli, melalui saluran susu

(duktus) menuju reservior susu sacs yang berlokasi dibelakang areola, lalu

kedalam mulut bayi (A. Maryunani, 2017). ASI mengandung kolostrum yang

kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan

pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif

dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Menyusui ini sangat penting

karena jika tidak ada proses menyusui maka tidak terdapat rangsangan puting

susu pada ibu sehingga reflek pengeluaran hormon oksitosin tidak terjadi dan

akan berdapak pada proses penurunan TFU, pengeluaran lokea dan

perdarahan karena hormon oksitosin tidak hanya mempengaruhi otot polos

payudara, tetapi juga otot polos uterus sehingga jika tidak terdapat

rengsangan maka tidak berkontraksi dengan baik (Fitriyana, 2017).

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2019), Persentase bayi 0-5 bulan

yang masih mendapat ASI eksklusif sebesar 54,0%, sedangkan bayi yang

telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam bulan adalah sebesar

29,5%. Mengacu pada target renstra tahun 2021 yang sebesar 42%, maka
4

secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia kurang dari

enam bulan sebesar 54,0% telah mencapai target. Menurut provinsi, cakupan

ASI eksklusif pada bayi umur 0-5 bulan berkisar antara 32,3% (Gorontalo)

sampai 79,9% (Nusa Tenggara Timur).

World Health Organization (WHO), peningkatan persalinan dengan

operasi caesarea di seluruh negara terjadi semenjak tahun 2017- 2018 yaitu

110.000 per kelahiran diseluruh Asia. Di Indonesia sendiri, Menurut Data

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan terjadi

kecenderungan peningkatan operasi caesarea di Indonesia dari tahun 1991

sampai tahun 2007 yaitu 1,3-6,8 persen.

Hasil penelitian (Dwi, 2020) yang berjudul Perbedaan penurunan

fundus uteri berdasarkan jenis persalinan ibu nifas fisiologis dan sectio

caesarea. Hasil penelitian bahwa terdapat 104 ibu nifas, 71 ibu nifas

merupakan nifas fisiologis yang hampir seluruhnya (81,7%) penurunan TFU

sesuai dengan waktu yang ditentukan, dan sebagian kecil (18,3%) yang

penurunan TFU-nya tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan, sedangkan

pada 33 ibu nifas post SC sebagian besar (60,6%) penurunan TFU-nya tidak

sesuai dengan waktu yang ditentukan, dan hampir sebagian ( 39,4%) yang

sesuai dengan penurunan TFU-nya.

Hasil penelitian (Nurjanah, 2019) yang berjudul Gambaran lama

pengeluaran lokea dan pola menyusui pada ibu post partum Di Puskesmas

Pajang Banyuanyar Surakarta, menunjukkan bahwa dari 16 responden yang

menyusui secara eksklusif ternyata 7 orang (22,6%) mengalami pengeluaran


5

lokea ≤14 hari dan 9 orang (29,0%) mengalami pengeluaran lokea >14 hari,

15 responden yang menyusui tidak eksklusif ternyata semuanya 15 orang

(48,4%) mengalami pengeluaran lokea > 14 hari dan tidak ada yang

mengalami pengeluaran lokea ≤ 14 hari. Inilah gambaran lama pengeluaran

lokea dan pola menyusui pada ibu post partum di Puskesmas Pajang dan

Banyuanyar Surakarta yang di dapatkan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit

Umum Datu Beru Takengon Kabupaten Aceh Tengah, diperoleh data awal

bahwa jumlah pasien yang melakukan persalinan dengan cara operasi Sectio

Caesarea terhitung bulan Juni tahun 2022 sampai dengan Februari tahun

2023 yaitu 499 pasien. Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien

diruangan, dari 6 pasien yang diwawancarai 5 (83,33 %) mengatakan ibu

jarang menyusui dan ASI tidak lancar karena nyeri dan tingggi fundus uteri 2

paska 3 hari operasi seksio dan 1 (16,66%) mengatakan ibu sering menyusui

selama hari rawat dan tinggi fundus uteri 3 paska 3 hari operasi Sectio

Caesarea. Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Hubungan Laktasi Dengan Penurunan

Tinggi Fundus Uteri Pada pasien Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Umum

Datu Beru Takengon Kabupaten Aceh Tengah.


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

masalah dalam penelitian ini, yaitu : “Adakah Hubungan Laktasi dengan

Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada pasien Sectio Caesarea di Rumah Sakit

Umum Datu Beru Takengon”.?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Laktasi dengan Penurunan Tinggi

Fundus Uteri Pada pasien Post Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum

Datu Beru Takengon”.?.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi Laktasi Pada pasien Sectio Caesarea di Rumah

Sakit Umum Datu Beru Takengon”.?.

b. Untuk mengidentifikasi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada pasien

Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon”.?.

c. Untuk mengidentifikasi hubungan Posisi Menyusui dengan Penurunan

Tinggi Fundus Uteri Pada pasien Sectio Caesarea di Rumah Sakit

Umum Datu Beru Takengon”.?.


7

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden

Untuk dapat digunakan sebagai stimulus untuk mencari informasi

tentang ibu laktasi dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri setelah operasi

Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk dijadikan acuan sebagai pengembangan informasi dalam

penerapan ilmu tentang laktasi dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri

Pada pasien Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Agar dapat dijadikan sebgai sumber ilmu pengetahuan dan

pengalaman di bidang penelitian serta menjadi bahan perbandingan bagi

selanjutnya yang meneliti topik yang sama.

4. Bagi Rumah Sakit

Untuk dapat memberikan data yang dapat untuk dijadikan dasar

penentuan yang berhubungan laktasi dengan Penurunan Tinggi Fundus

Uteri Pada pasien Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Umum Datu Beru

Takengon.

E. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam penulisan proposal penelitain ini agar

berjalan dengan baik, maka perlu kiranya dibuat suatu batasan permasalahan

yang akan dibahas dalam penulisan proposal ini, yaitu:


8

1. Ruang Lingkup Materi

Peneliti hanya membahas tentang Hubungan Laktasi dengan

Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada pasien Post Sectio Caesarea di

Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon.

2. Ruang Lingkup Responden

Pasien yang melahirkan secara sectio caesarea di Rumah Sakit

Umum Datu Beru Takengon

3. Ruang lingkup Tempat

Peneliti hanya meneliti di Rumah Sakit Umum Datu Beru Kabupaten

Tekengon.

4. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini telah melakukan observasi di Rumah Sakit Umum

Datu Beru Kabupaten Tekengon pada tanggal 10 Maret 2023.

F. Keasalian Penelitian

1. Berdasarkan hasil penelitian (Nurjanah, 2019) yang berjudul Gambaran

lama pengeluaran lokea dan pola menyusui pada ibu post partum Di

Puskesmas Pajang Banyuanyar Surakarta, menunjukkan bahwa dari 16

responden yang menyusui secara eksklusif ternyata 7 orang (22,6%)

mengalami pengeluaran lokea ≤14 hari dan 9 orang (29,0%) mengalami

pengeluaran lokea >14 hari, 15 responden yang menyusui tidak eksklusif

ternyata semuanya 15 orang (48,4%) mengalami pengeluaran lokea > 14

hari dan tidak ada yang mengalami pengeluaran lokea ≤ 14 hari. Inilah
9

gambaran lama pengeluaran lokea dan pola menyusui pada ibu post partum

di Puskesmas Pajang dan Banyuanyar Surakarta yang di dapatkan.

2. Berdasarkan hasil penelitian (Dwi, 2020) yang berjudul Perbedaan

penurunan fundus uteri berdasarkan jenis persalinan ibu nifas fisiologis dan

sectio caesarea. Hasil penelitian bahwa terdapat 104 ibu nifas, 71 ibu nifas

merupakan nifas fisiologis yang hampir seluruhnya (81,7%) penurunan TFU

sesuai dengan waktu yang ditentukan, dan sebagian kecil (18,3%) yang

penurunan TFU-nya tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan, sedangkan

pada 33 ibu nifas post SC sebagian besar (60,6%) penurunan TFU-nya tidak

sesuai dengan waktu yang ditentukan, dan hampir sebagian ( 39,4%) yang

sesuai dengan penurunan TFU-nya.

Anda mungkin juga menyukai