Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), rata-rata SC 5-15% per 1000

kelahiran di dunia, angka kejadian di rumah sakit pemerintah rata-rata 11%,

sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari 305. Permintaan Sectio Caesarea

di sejumlah Negara berkembang melonjak pesat setiap tahunnya (Juditha, 2009

dalam Sriyanti, 2016). Selain itu menurut WHO prevalensi SC meningkat 46% di

Cina dan 25% di Asia, Eropa dan Amerika Latin (Sujata, 2014). Hal ini didukung

oleh Corso, et al (2017) yang menyatakan bahwa Sectio Caesarea menjadi salah

satu kejadian pravelensi yang meningkat di dunia. Jumlah persalinan Sectio

Caesarea di Indonesia mencapai sekitar 30-80% dari total persalinan. Angka

kejadian Sectio Caesarea di Indonesia menurut data survey nasional tahun 2007

adalah 927.000 dari 4.030.000 persalinan (Kemenkes RI, 2013).

Komplikasi masa kehamilan, persalinan dan nifas merupakan masalah

kesehatan yang penting, jika tidak ditanggulangi bida menyebabkan kematian ibu

yang tinngi. Tragedi yang mencemaskan dalam proses reproduksi salah satunya

kematian yang terjadi pada ibu. Keberadaan seorang ibu adalah tonggak untuk

keluarga sejahtera. Untuk itu Indonesia mempunyai target pencapaian kesehatan

melalui SDKI 2012 AKI mengalami kenaikan yaitu menjadi 359/100.000 kelahiran

hidup. Perlu upaya keras apabila melihat target nasional menurut Sustinable

Development Goals (SDGS) yaitu menurunkan AKI menjadi 306/100.000 kelahiran

hidup pada tahun 2019 (Kemenkes RI, 2015).

1
Menurut (Tritestuti, 2018) Persalinan adalah serangkaian kejadian yang

berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan,

disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan

lahir atau melalui jalan lain, berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan

(kekuatan ibu sendiri).

Salah satu cara di dalam persalinan adalah dengan Sectio Caesarea ,

persalinan dengan Sectio Caesarea memiliki resiko tinggi karena dilakukan

pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau insisi trans

abdominal uterus, sehingga pasien akan merasakan rasa nyeri. Rasa nyeri

merupakan stressor yang dapat menimbulkan stres dan ketegangan dimana

individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang menimbulkan respon

fisik dan psikis (Rusca P, 2012).

Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat

insisi pada dinding abdomen dan uterus. Tindakan SC disebabkan oleh 2 faktor

indikasi yaitu faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu antara lain panggul sempit

dan distosia mekanis. Faktor janin antara lain gawat janin, cacat atau kematian

janin sebelumnya, insufisiensi plasenta, malpresentasi, janin besar,

inkompatibilitas rhesus, post mortem caesarean dan infeksi virus herpes (Forte,

2010).

Luka post Sectio Caesarea merupakan luka yang mambekas dan disebabkan

oleh bedah Caesar ketika wanita tidak dapat melahirkan secara normal. Proses ini

ditempuh karena adanya suatu hambatan untuk proses persalinan normal diantaranya

2
seperti lemahnya tenaga sang ibu untuk melahirkan, detak jantung bayi lemah, ukuran

bayi terlalu besar dan lainnya (Puspitasari, 2011).

Dengan adanya luka bekas operasi Sectio Caesarea menimbulkan nyeri

pada pasien sehingga pasien cenderung untuk berbaring saja, untuk

mempertahankan seluruh tubuh kaku dan tidak mengindahkan daerah pebedahan

sehingga menimbulkan kaku persendian, postur yang buruk, kontraktur otot, nyeri

tekan apabila tidak melakukan mobilisasi dini (Christina).

Mobilisasi dini yang dilakukan tergantung pada ada tidaknya komplikasi

persalinan dan nifas. Pada ibu post Sectio Caesarea diperbolehkan bangun dari

tempat tidur paling lama 24-48 jam setelah melahirkan. Untuk itu, anjurkan ibu

agar memulai mobilisasi dini dengan miring kiri dan kanan, duduk kemudian

berjalan (Astutik, 2015).

Mobilisasi penting dilakukan untuk mempercepat kesembuhan ibu

sehingga dapat melakukan kembali aktifitas sehari-hari secara normal.

Keterlambatan mobilisasi ini akan menjadikan kondisi ibu semakin memburuk

dan menjadikan pemulihan pasca Sectio Caesarea menjadi terlambat (Marfuah,

2015).

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rimayanti

Simangunsong (2018) tentang hubungan mobilisasi dini dengan penyembuhan

luka post Sectio Caesarea dengan jumlah pasien sampel 30 orang ibu post operasi

Sectio Caesarea didapatkan hasil 96,0% yang melakukan mobilisasi dini proses

penyembuhan lukanya cepat dan 4,0% yang tidak melakukan mobilisasi dini

proses penyembuhan lukanya lambat.

3
Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan metode

operasi Caesar sebesar 9.8% dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun 2010

sampai 2013. Sedangkan menurut Profil Kesehatan Indonesia (2014) jumlah ibu

dengan persalinan Sectio Caesarea sebanyak 18,5%.

Menurut data Survey Nasional Indonesia pada tahun 2007 angka

persalinan 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8%. Kasus Sectio

Caesarea adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan menurut Profil

Kesehatan Aceh tahun 2013 jumlah persalinan dengan Sectio Caesarea yaitu

sebanyak 52,7%.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan di Rumah Sakit Harapan Bunda

Kota Banda Aceh, diperoleh data pada tahun 2021 pasien post Sectio Caesarea

yang dirawat di Ruang Rawat Kebidanan Rumah Sakit Harapan Bunda Banda

Aceh pada bulan Agustus sampai Desember sebanyak 388 ibu post Sectio

Caesarea. Hasil wawancara dengan salah satu bidan didapatkan bahwa bidan

selalu menganjurkan semua pasien post operasi Sectio Caesarea untuk melakukan

mobilisasi dini. Namun, ada beberapa pasien yang tidak mengikuti anjuran dan

mengakibatkan kepulangan yang lebih lama dari pasien lain karena mengalami

infeksi pada luka. Hal ini selaras dengan kejadian infeksi pada bulan Agustus-

Desember yaitu sebanyak 15 kejadian. Hasil observasi menunjukkan 3 dari 7 ibu

post operasi Sectio Caesarea tidak melakukan mobilisasi dini dengan alasan takut

karena masih merasa nyeri pada luka insisi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio Caesarea dengan Penyembuhan

4
Luka Operasi di Ruang Rawat Kebidanan Rumah Sakit Harapan Bunda Kota

Banda Aceh Tahun 2021”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada “Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio

Caesarea dengan Penyembuhan Luka Operasi di Ruang Rawat Kebidanan

Rumah Sakit Harapan Bunda Kota Banda Aceh Tahun 2021 ?”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio Caesarea

dengan Penyembuhan Luka Operasi di Ruang Rawat Kebidanan

Rumah Sakit Harapan Bunda Kota Banda Aceh Tahun 2021.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Untuk mengetahui mobilisasi dini pada ibu post Sectio Caesarea

di Ruang Rawat Kebidanan Rumah Sakit Harapan Bunda Kota

Banda Aceh Tahun 2021.

1.3.2.2. Untuk mengetahui proses penyembuhan luka operasi Sectio

Caesarea di Ruang Rawat Kebidanan Rumah Sakit Harapan

Bunda Kota Banda Aceh Tahun 2021.

1.3.2.3. Untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini Post Sectio Caesarea

dengan proses penyembuhan luka operasi di Ruang Rawat

kebidanan Rumah Sakit Harapan Bunda Kota Banda Aceh Tahun

2021.

5
1.4. Manfaat penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan wawasan

peneliti khususnya tentang Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio

Caesarea dengan Proses Penyembuhan Luka Operasi di Ruang Rawat

Kebidanan Rumah Sakit Harapan Bunda Kota Banda Aceh.

1.4.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dapat menjadi masukan kepada institusi pelayanan

dan dapat digunakan sebagai penilaian dan pemikiran terhadap

pelayanan yang telah diberikan terutama dalam pemberian asuhan

keperawatan kepada pasien dengan Post Sectio Caesarea selama

perawatan masa nifas.

1.4.3. Bagi Responden

Penelitian ini dapat menjadi masukan kepada responden dan

menambah informasi serta meningkatkan pengetahuan dan kesadaran

pasien tentang pentingnya melakukan mobilisasi dini setelah

menjalani persalinan yang bermanfaat bagi pemulihan kesehatan

fisiknya seperti keadaan semula.

1.4.4. Bagi Instansi Pendidikan

6
Sebagai bahan dokumentasi yang dapat menambahkan

pembendaharaan kepustakaan, sehingga dapat berguna di masa yang

akan datang.

1.4.5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman awal bagi peneliti

selanjutnya untuk melanjutkan penelitian ini, dan dapat menjadi dasar

peneliti selanjutnya untuk meneliti variabel yang sama atau

mengembangkan variabel yang sudah diteliti.

7
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Sectio Caesarea

1.1. Pengertian

Menurut Forte, (2010) Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan

guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus.

Tindakan SC disebabkan oleh 2 faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu

antara lain panggul sempit dan distosia mekanis. Faktor janin antara

lain gawat janin, cacat atau kematian janin sebelumnya, insufisiensi

plasenta, malpresentasi, janin besar, inkompatibilitas rhesus, post

mortem caesarean dan infeksi virus herpes.

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding

rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas

500 gram (Sarwono, 2009). Menurut Mochtar (2011) sectio caesarea

adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada

dinding uterus melalui depan perut atau vagina atau disebut juga

histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Tindakan

8
operasi sectio caesarea dilakukan untuk mencegah kematian janin

maupun ibu yang dikarenakan bahaya atau komplikasi yang akan terjadi

apabila ibu melahirkan secara pervaginam (Sukowati et al, 2010).

Ada beberapa penyebab atau etiologi di lakukannya suatu

tindakan seksio sesaria menurut Manuaba (2012) yaitu :

A. Etiologi yang berasal dari ibu

Adapun penyebab seksio sesaria yang berasal dari ibu yaitu ada

sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan

panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio

plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan, kehamilan yang

disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan

(kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).

1.2. Indikasi

Menurut Oxororn (2010), indikasi sectio caesarea terbagi maenjadi :

1.2.1. Panggul sempit dan dystocia mekanis; Disproporsi fetopelik,

panggul sempit atau jumlah janin terlampau besar, malposisi dan

malpresentasi, disfungsi uterus, dystocia jaringan lunak,

neoplasma dan persalinan tidak maju.

1.2.2. Pembedahan sebelumnya pada uterus; sectio caesarea,

histerektomi, miomektomi ekstensif dan jahitan luka pada

sebagian kasus dengan jahitan cervical atau perbaikan ostium

cervicis yang inkompeten dikerjakan sectio caesarea.

1.2.3. Perdarahan ; disebabkan plasenta previa atau abruptio pasenta.

9
1.2.4. Toxemia gravidarum; mencakup preeklamsi dan eklamsi,

hipertensi esensial dan nephritis kronis.

1.2.5. Indikasi fetal ; gawat janin, cacat, insufisiensi plasenta, prolapses

funiculus umbilicalis, diabetes maternal, inkompatibilitas rhesus,

post moterm caesarean dan infeksi virus herpes pada traktus

genitalis.

1.3. Komplikasi

Komplikasi sectio caesarea menurut Jitowiyono (2010) adalah :

1.3.1. Pada Ibu

1.3.1.1. Infeksi puerpereal

Komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu

tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat

seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya.

1.3.1.2. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan

jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia

uteri.

1.3.1.3. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, emboli paru

dan sebagainya sangat jarang terjadi.

1.3.1.4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang

kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada

kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

10
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan pada

sectio caesarea secara klasik.

1.3.2. Pada Janin

Seperti halnya dengan ibu, nasib anak yang dilahirkan

dengan sectio caesarea banyak tergantung drai keadaan yang

menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik

di negara-negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang

baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea berkisar antara 4-7

%.

Menurut Mochtar (2012), perawatan yang diberikan pada

pasien post seksio sesaria diantaranya :

a. Pemberian cairan

Pada pasien post operasi pada 24 jam pertama dianjurkan

untuk puasa post operasi maka pemberian cairan perinfus harus

cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar

tidak terjadi hipertermia, dehidrasi dan komplikasi pada organ-

organ tubuh yang lain. Cairan yang diberikan biasanya

dektrosa 5- 12 10%, garam fisiologis dan Ringer laktat secara

bergantian, jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan

kebutuhan, kira-kira 20 tetes permenit.

b. Diet

11
Pemberian sedikit minuman sudah boleh diberikan pada 6-10

jam setelah operasi berupa air putih yang jumlahnya dapat

dinaikkan pada hari pertama dan kedua pasca operasi.

c. Nyeri

Saat pasien sadar, 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan

didaerah operasi. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat-

obat anti sakit atau penenang seperti suntikan intramuskuler

pethidine dengan dosis 100-150 mg atau morfin 10-15 mg atau

secara perinfus dengan obat-obatan lainnya.

d. Mobilisasi

Mobilisasi secara bertahap sangat berguna untuk membantu

jalannya penyembuhan pasien. Miring kanan dan kiri sudah

dimulai sejak 6-10 jam setelah pasien sadar, latihan pernapasan

dapat dilakukan pasien sambil tidur terlentang setelah sadar. Pada

hari kedua pasien dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta

untuk bernafas dalam-dalam lalu menghembuskannya disertai

batukbatuk kecil guna untuk melonggarkan pernapasan sekaligus

menumbuhkan kepercayaan diri pasien untuk pulih. Kemudian

posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk atau semi

fowler. Selanjurnya secara berturut-turut, hari demi hari pasien

dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan

kemudian berjalan sendiri pada hari ke 2 pasca operasi.

12
e. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak

enak pada pasien, menghalangi involusi uteri dan menyebabkan

perdarahan, oleh karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap

yang terpasang 24-48 jam atau lebih tergantung jenis operasi dan

keadaan pasien.

f. Pemberian obat-obatan

Dapat diberikan obat seperti antibiotika untuk mencegah

infeksi pada pasien, obat-obatan pencegah perut kembung seperti

plasil, perimperan, atau prostigmin untuk memperlancar saluran

pencernaan dan obat-obatan lainnya seperti roboransia untuk

meningkatkan vitalitas dan keadaan umum pasien, obat

antiinflamasi, atau tranfusi darah.

g. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan

pengukuran dalam pemeriksana rutin yaitu tekanan darah, deyut

nadi, frekuensi pernapasan, jumlah cairan masuk dan keluar, suhu

tubuh, dan pemeriksaan lain sesuai jenis operasi. Pemeriksaan

tersebut sekurang-kurangnya dilakukan setiap 4 jam sekali dan

dicatat dalam status pasien.

1.4. Spinal Anastesi

1.4.1. Definisi

13
Menurut Majid, Muhammad & Umi (2011) Anestesi spinal

(subarakhnoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan

obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Sedangkan menurut

Dunn (2011) anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi ke dalam

ruang intratekal yang menghasilkan analgesia. Pemberian obat local

anestesi ke dalam ruang intratekal atau ruang subaraknoid di region

lumbal antara vertebrata L2-3, L3-4, L4-5 untuk menghasilkan onset

anestesi yang cepat dengan derajat keberhasilan yang tinggi.

1.4.2. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi anestesi spinal menurut Morgan (2011) yaitu

pembedahan bagian tubuh yang dipersarafi cabang torakal 4 kebawah

meliputi : bedah ekstremitas bawah meliputi jaringan lemak,pembuluh

darah dan tulang. Daerah sekitar rectum perineum termasuk anal,

rectum bawah dan dindingnya atau operasi pembedahan salurah

kemih. Abdomen bagian bawah dan dindingnya atau operasi intra

peritoneal. Abdomenn bagian atas termasuk cholecystectoyi,

penutupan ulkus gastrikus dan transfer colostomy. Dapat juga

digunakan pada obstetric, vaginal delivery dan section caesarea.

Menurut Majid, Muhammad & Umi (2011) Kontraindikasi

mutlaknya meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan punksi

lumbal, bacteremia, hypovolemia berat (syok), koagulopati, dan

peningkatan tekanan intracranial. Sedangkan kontraindiaksi relatif

14
meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan

obat-obatan preoperasi golongan OAINS, heparin subkutan dosis

rendah, dan pasien yang tidak stabil.

1.4.3. Komplikasi Anastesi spinal

Menurut Sjamsuhidayat & De Jong (2010) anestesi regional

yang luas seperti spinal anestesi tidak boleh diberikan pada kondisi

hypovolemia yang belum terkorelasi karena dapat mengakibatkan

hipotensi berat.

Komplikasi yang dapat terjadi pada spinal anestesi menurut

Sjamsuhidayat & De Jong (2010) yaitu :

1) Hipotensi terutama jika pasien tidak prahidrasi yang

cukup.

2) Blokade saraf spinal tinggi, berupa lumpuhnya pernapasa dan

memerlukan bantuan nafas dan jalan nafas segera.

3) Sakit kepala pasca pungsi spinal, sakit kepala ini bergantung pada

besarnya diameter dan bentuk jarum spinal yang digunakan.

2. Post partum

2.1. Pengertian

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil. Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya

plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Vivian, 2011).

15
Menurut Ahmad (2012) Masa nifas adalah 2 jam setelah lahirnya

plasenta sampai 6 minggu berikutnya. Waktu yang tepat disebut

postpartum adalah 2-6 jam, 2 jam sampai 6 hari, 2 jam sampai 6 minggu

(boleh juga disebut 6 jam, 6 hari, dan 6 minggu) pasca melahirkan.

2.2. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Tujuan perawatan masa nifas adalah untuk menghindarkan/

mendeteksi adanya kemungkinan perdarahan postpartum dan infeksi. Oleh

karena penolong persalinan sebaiknya tetap waspada, sekurang-kurangnya

satu jam postpartum untuk mengatasi kemungkinan terjadinya komlikasi

persalinan. Umumnya wanita sangat lemah setelah melahirkan, terlebih

bila partus berlangsung lama (Vivian, 2011).

Vivian (2011) juga mengatakan bahwa menjaga kesehatan ibu dan

bayinya, baik fisik maupun psikologis harus diberikan oleh penolong

persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh. Bidan

mengajarkan kepada ibu bersalin bagaimana membersihkan daerah

kelamin dengan sabun dan air. Melaksanakan skiring secara komprehensif

dengan mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi

komplikasi pada ibu maupun bayinya. Seorang bidan bertugas untuk

melakukan pengawasan kala IV yang meliputi pemerilsaan plasenta,

pengawasan TFU, konsistensi rahim, keadaan umum. Bila ada masalah

maka harus melakukan tindakan sesuai standar pelayanan.

2.3. Peran dan Tanggung Jawab Bidan Pada Masa Nifas

16
Adapun peran dan tanggung jawab bidan pada masa nifas menurut

Vivian (2011) adalah :

2.3.1. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa

nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan

fisik dan psikologis selama masa nifas.

2.3.2. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.

2.3.3. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan

rasa nyaman.

2.3.4. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan

ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.

2.3.5. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.

2.3.6. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara

mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga

gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman

2.3.7. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,

menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta

melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan,

mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi

selama priode nifas.

2.3.8. Memberikan asuhan secara professional

2.4. Tahapan-tahapan Masa Nifas

Menurut Vivian (2011) Adapun tahapan – tahapan masa nifas

adalah sebagai berikut:

17
2.4.1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan

berdiri dan berjalan.

2.4.2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat

genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

2.4.3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih

dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau

persalinan mempunyai komplikasi.

2.5. Mobilisasi Dini

2.5.1. Pengertian

Ambulasi dini (early ambulation) merupakan suatu upaya yang

dilakukan selekas mungkin pada pasien pasca operasi dengan

membimbing pasien untuk dapat melakukan aktivitas setelah proses

pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan

pernapasan, latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai

dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi

(Brunner & Suddarth, 2013).

Menurut Wirnata (2010) Mobilisasi dini adalah suatu pergerakan

dan posisi yang akan melakukan aktifitas atau kegiatan. Mobilisasi

merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan

merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan

pasca bedah, mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting

pada fungsi fisiologis karena hal ini esensial untuk mempertahankan

kemandirian. Dengan demikian mobilisasi dini adalah suatu upaya

18
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara

membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi.

Bahwa mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin

membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbing

selekas mungkin berjalan.

Mobilisasi dini post sectio caesarea adalah suatu

pergerakan,posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah

beberapa jam melahirkan dengan persalinan caesarea. Untuk

mencegah komplikasi post operasi sectio caesarea ibu harus segera

dilakukan mobilisasi sesuai dengan tahapannya. Oleh karena setelah

mengalami secsio saesarea, seorang ibu disarankan tidak malas untuk

bergerak pasca operasi secsio sesarea, ibu harus mobilisasi cepat.

Semakin cepat bergerak itu semakin baik, namun mobilisasi dini harus

tetap dilakukan secara hati-hati. Mobilisasi dini dapat dilakukan pada

kondisi pasien yang membaik. Pada pasien post operasi secsio

caesarea 6 jam pertama dianjurkan untuk segara menggerakkan

anggota tubuhnya. Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah

menggerakkan lengan, tangan, kaki dan jari-jarinya agar kerja organ

pencernaan segara kembali normal (Wirnata, 2010).

2.5.2. Tujuan Mobilisasi

Menurut Vivian (2011) tujuan dari mobilisasi adalah untuk

Mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah,

membantu pernafasan menjadi lebih baik, Memperlancar eliminasi

19
urin, mengembalikan aktifimas tertentu, sehingga pasien dapat

kembali normal dan dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.,

memberikan kesempatan perawat dan pasien berinteraksi atau

komunikasi. Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan,

Menlancarkan pengeluaran lokhea, mengurangi infeksi puerperium,

mempercepat involusi uteri, melancarkan fungsi alat grastrointestinal

dan alat kelamin, meningkatkan kelancaran perdaran darah sehingga

mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme,

kesempatan yang baik untuk mengajar ibu memelihara atau merawat

anaknya.

2.5.3. Manfaat Mobilsisasi

Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan,

melancarkan pengeluaran lokhea, mengurangi infeksi puerperium,

mempercepat involusi uteri, melancarkan fungsi alat

grastrointestinal dan alat kelamin, meningkatkan kelancaran

perdaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran

sisa metabolisme, kesempatan yang baik untuk mengajar ibu

memeliha/merawat anaknya (Vivian, Lia, & Sunarsih, 2011).

Manfaat mobilisasi pada ibu post seksio sesaria yaitu pada

sistem kardiovaskuler dapat meningkatkan curah jantung,

memperbaiki kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot

jantung, menurunkan tekanan darah, memperbaiki aliran balik

vena, pada sistem respirator meningkatkan frekuensi dan

20
kedalaman pernafasan, meningkatkan ventilasi alveolar,

menurunkan kerja pernafasan, meningkatkan pengembangan

diafgragma pada sistem metabolik dapat meningkatkan laju

metabolisme basal, peningkatkan penggunaan glukosa dan asam

lemak, meningkatkan pemecahan trigliseril, meningkatkan

mobilisasi lambung, meningkatkan produksi panas tubuh

(Chandranita Manuaba, 2011).

Menurut Manuaba (2012) dan Vivian et al (2011), mobilisasi

dini mempunyai beberapa keuntungan antara lain sebagai berikut :

a. Dapat melancarkan pengeluaran lochea, dengan melakukan

mobilisasi dini post partum membantu mengeluarkan darah

dari jalan lahir.

b. Mengurangi infeksi post partum yang timbul adanya involusi

uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat

dikeluarkan dan menyebabkan infeksi.

c. Mempercepat involusio alat kandungan, dengan melakukan

mobilisasi dini post partum bisa mempelancar pengeluaran

darah dan sisa plasenta, kontraksi uterus baik sehingga proses

kembalinya rahim kebentuk semula berjalan dengan baik.

d. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan,

dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kandung

kemih kembali normal. Aktifitas ini juga membantu

mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.

21
e. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, dengan melakukan

mobilisasi dini post partum bisa mempelancar pengeluaran

darah dan sisa plasenta, kontraksi uterus baik sehingga proses

kembalinya rahim kebentuk semula berjalan dengan baik.

f. Mempercepat fungsi ASI (meningkatkan kelancaran peredaran

darah sehingga mempercepat fungsi ASI) dan pengeluaran sisa

metabolisme.

g. Ibu merasa lebih baik dan lebih kuat.

h. Menurunkan banyak frekuensi emboli paru pada postpartum

2.5.4. Kerugian Jika Tidak Melakukan Mobilisasi Dini Pada Ibu Post

Sectio Caesarea

Menurut Sukarni & Margareth (2013) Ibu post sectio

caesarea yang tidak melakukan mobilisasi dini dapat mengalami

perdarahan yang abnormal. Perdarahan pasca persalinan adalah

kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.

Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus

uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat

dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh

darah yang terbuka.

2.5.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini

Menurut Hartati, Setyowati & Afiyanti (2014) Adaapun

faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini diantaranya :

faktor interna yaitu meliputi jenis persalinan khususnya pada ibu

22
yang post sectio caesarea, takut jahitan lepas bila bergerak, kelelahan

saat mengalami partus lama, keadaan umum dipengaruhi oleh

penyakit penyerta ibu, persepsi nyeri tiap pasien berbeda, motivasi

untuk melakukan mobilitas fisik, tindakan dengan anastesi, gaya

hidup, dan emosi. Sedangkan faktor eksterna meliputi dukungan

suami, keluarga, kebudayaan yang melarang bergerak dan kaki harus

lurus, social ekonomi, pelayanan yang diberikan petugas, individu

senantiasa menyesuaikan dengan lingkungan menurut kebutuhannya.

2.5.6. Tahap-Tahap Mobilisasi Dini pada Ibu Post Sectio Caesarea

Menurut (Aliahani, 2010) pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu

post seksio sesaria terdiri dari :

a. Pada saat awal 6-8 jam setelah operasi, pergerakan fisik dapat

dilakukan di atas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan

kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-

otot termasuk juga menggerakkan badan lainnya seperti miring

kanan dan miring kiri.

b. 12-24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan sudah

bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak, dan fase

selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang di

juntaikan atau ditempatkan di lantai sambil digerakan.

c. Setelah 24 jam, rata-rata untuk pasien yang dirawat dikamar

atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik atau komplikasi di

anjurkan untuk latihan berjalan, yang diawali dengan berdiri dan

23
berjalan disekitar kamar atau keluar kamar, misalnya ke toilet

atau ke kamar mandi secara mandiri.

2. Landasan Teori

Menurut Wirnata (2010) Mobilisasi dini adalah suatu pergerakan dan

posisi yang akan melakukan aktifitas atau kegiatan. Mobilisasi merupakan

kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan merupakan faktor

yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah, mobilisasi dini

merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal ini

esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan demikian mobilisasi

dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin

dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi.

Bahwa mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin

membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbing selekas

mungkin berjalan.

Mobilisasi dini post sectio caesarea adalah suatu pergerakan,posisi

atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan

dengan persalinan caesarea. Untuk mencegah komplikasi post operasi sectio

caesarea ibu harus segera dilakukan mobilisasi sesuai dengan tahapannya.

Oleh karena setelah mengalami secsio saesarea, seorang ibu disarankan tidak

malas untuk bergerak pasca operasi secsio sesarea, ibu harus mobilisasi cepat.

Semakin cepat bergerak itu semakin baik, namun mobilisasi dini harus tetap

dilakukan secara hati-hati. Mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi

pasien yang membaik. Pada pasien post operasi secsio caesarea 6 jam

24
pertama dianjurkan untuk segara menggerakkan anggota tubuhnya. Gerak

tubuh yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, kaki dan

jari-jarinya agar kerja organ pencernaan segara kembali normal (Wirnata,

2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurislah Rahmadani (2018)

dengan judul hubungan mobilisasi dini pada ibu post SC (Sectio caesarea)

dengan proses penyembuhan luka operasi diruang nifas Rumah Sakit Umum

Dewi Sartika Kota Kendari dengan hasil penelitian tidak ada hubungan secara

statistik antara mobilisasi dini post operasi dengan penyembuhan luka (p <

0.05).

3. Kerangka Teori

Faktor Luka
- Kontak fisik
- Edema

Faktor Umum Penyembuhan Luka


- Usia Operasi Sectio
- Nutrisi Caesarea
- Mobilisasi Dini
- Obesitas

Faktor Lokal
- Sifat Injuri
- Adanya Infeksi
- Lingkungan

Gambar 1. Kerangka Teori Sumber : Johnson & Taylor (2005)

25
4. Kerangka Konsep

Proses Penyembuhan
Mobilisasi Dini Luka Operasi Sectio
Caesarea
Gambar 2. Kerangka Konsep

Keterangan

Variabel bebas : Mobilisasi dini

Variabel terikat : Proses penyembuhan luka operasi sectio saecarea

5. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak ada hubungan antara mobilisasi dini post sectio caesarea (SC)

dengan proses penyembuhan luka operasi.

Ha : Ada hubungan antara mobilisasi dini post sectio caesarea (SC) dengan

proses penyembuhan luka operasi.

26
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat analitik yaitu penelitian yang bertujuan

untuk mencari hubungan antar variabel yang sifatnya bukan hubungan

sebab akibat, bertujuan untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini post

sectio caesarea (SC) dengan proses penyembuhan luka operasi di Ruang

Rawat Kebidanan Rumah Sakit Harapan Bunda Kota Banda Aceh Tahun

2021 (Nototadmodjo, 2010).

Desain penelitian menggunakan studi Cross Sectional yaitu studi

yang mempelajari terjadinya hubungan antara mobilisa dini post sectio

caesarea dengan proses penyembuhan luka operasi (Isgiyanto, 2010).

Peneliti dalam hal ini mengobservasi apakah ada hubungan mobilisasi

dini post sectio caesarea (SC) dengan proses penyembuhan luka operasi

di Ruang Rawat Kebidanan Rumah Sakit Harapan Bunda Kota Banda

Aceh Tahun 2021.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Rawat kebidanan

Rumah Sakit Harapan Bunda Kota Banda Aceh Tahun 2021.

27
3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan dilakukan pada bulan

Agustus tahun 2021.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi merupakan konsep yang abstrak, oleh karena itu

populasi yang harus didefinisikan secara jelas agar anggota dari

populasi dapat ditentukan secara tepat. Populasi yang ditentukan

dan didefinisikan ini tersebut sebagai populasi sasaran (target

population) (Eriyanto, 2011). Populasi merupakan sasaran yang

akan menentukan mana yang termaksuk dalam anggota populasi

dan mana yang tidak (Eriyanto, 2011). Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh pasien yang telah menjalani post operasi Sectio

Caesarea di Rumah Sakit Harapan Bunda Kota Banda Aceh dari

bulan Agustus sampai Desember berjumlah 210 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang akan

diteliti atau bagian dari populasi yang akan diambil dengan

mengunakan cara-cara tertentu. Jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 82 orang post operasi Sectio Caesarea

(Wasis, 2012). Jumlah sampel penelitian ini mengunakan

rumus Slovin yaitu:

28
Rumus :

= 68 sampel

Keterangan :
n = Sampel

N = Populasi

e = Perkiraan tingkat kesalahan /ketetapan (0,1) / 10 %

Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah accidental

sampling dimana cara pengambilan sampel dengan berdasarkan secara kebetulan

bertemu. contoh dalam menentukan sampel apabila dijumpai, maka sampel

tersebut diambil dan langsung dijadikan sampel utama (Notoatmodjo,2012).

3.4. Variabel dan Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Alat Skala Hasil


Operasional Ukur Ukur Ukur Ukur
Variabel Independent (Bebas)
1 Usia Umur pasien Observasi Lembar Ordinal a. 17-25
setelah menikah Observasi tahun
dari b. 26-45
tahun
c. > 45

29
(Depkes,
2010)
2 Nutrisi Zat-zat gizi yang Observasi Lembar Ordinal a. Karbo
terdapat pada observasi hidrat,
makanan pasien vitami
pasca operasi n,
sectio caesarea miner
al dan
air
b. Karbo
hidrat,
vitami
n,
protei
n,
lemak
miner
al dan
air
c. Karbo
hidrat,
vitami
n,
lemak
dan
air
(Depkes,
2010)
3 Mobilisas Setelah menjalani Observasi Lembar Ordinal a. Kang
i dini operasi SC ibu Observasi dari 6-
mulai mobilisasi 8 jam
seja b. Lebih
dari 8
jam
(Depkes,
2012)

4 Obesitas Berapakah berat Observasi Lembar Nominal a. 50-60


badan pasien Observasi kg
setelah operasi b. 70-80
caesarea kg
c. ≥
100kg

30
3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Adapun instrumen dalam penelitian

ini meliputi:

3.5.1. Timbangan smic untuk mengukur berat badan dan tinggi badan

responden dalam satuan kilogram

3.5.2. Termometer aksila digital untuk mengukur suhu tubuh responden

pasca operasi Sectio Caesarea di Ruang Rawat Kebidanan Rumah

Sakit Harapan Bunda Kota Banda Aceh Tahun 2021.

3.5.3. Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat, nama responden,

usia, nutrisi, mobilisasi dini serta berat badan pasien.

3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa

yang ingin diukur. Sampel pada uji validitas dan reliabilitas berjumlah 68

orang dengan karakteristik yang sama yang dilakukan di Ruang Rawat

Kebidanan Rumah Sakit Harapan Bunda Kota Banda Aceh (Hidayat, 2012).

Lembar Observasi dalam penelitian ini diadopsi dari lembar observasi

penelitian Nurislah Rahmadani, (2018) yang telah dipublikasikan dan dijadikan

referensi oleh peneliti. Hal ini menunjukkan bahwa semua item dalam lembar

observasi yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian ini sudah

reliabel sebagai alat ukur.

31
3.7. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen penelitian yang

dirancang oleh peneliti berdasarkan konsep teoritisnya dengan terlebih dahulu

memberikan penjelasan singkat mengenai tujuan dan penelitian. Data sekunder

yang digunakan yaitu data yang diambil dari bagian rekam medik dan bagian

keperawatan rumah sakit Harapn Bunda Banda Aceh yang meliputi jumlah

Sectio Caesarea di Ruang Rawat Kebidanan Rumah Sakit Harapan Bunda

Banda Aceh Tahun 2021.

3.8. Prosedur Penelitian

3.8.1. Tahap persiapan penelitian

3.8.1.1. Pengumpulan data, studi pendahuluan, pembuatan usulan

penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing.

3.8.1.2. Seminar usulan penelitian, revisi hasil usulan penelitian,

pengesahan hasil usulan penelitian.

3.8.1.3. Mengurus surat-surat permohonan izin penelitian

3.9. Tahap pelaksanaan penelitian

3.9.1. Peneliti datang ke RS Harapan Bunda Banda Aceh di Ruang Rawat

Kebidanan dan menjelaskan deskripsi penelitian dan prosedur

pengambilan data.

32
3.9.2. Melakukan pengumpulan data sesuai dengan langkah-langkah

pengumpulan data.

3.10. Tahap pengolahan dan analisis data

3.10.1. Editing (penyuntingan data)

Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui

kuesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau ternyata masih ada

data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan

wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan (drop out).

3.10.2. Coding (lembar kode)

Instrumen berupa kolom-kolom untuk merekam data secara manual.

Lembaran atau kartu kode berisi nomor responden, dan nomor-nomor

pertanyaan.

3.10.3. Entry (memasukkan data)

Mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu kode

sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

3.10.4. Cleaning (pembersihan data)

Merupakan kegiatan mengecek kembali data yang sudah di entry apakah

ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada

saat memasukkan data ke komputer (Notoadmodjo, 2012).

3.11. Analisis Data

3.11.1. Analisis Univariat

Analisis data univariat menggunakan teknik statistik deskriptif dalam

bentuk persentase untuk masing-masing sub variabel dengan terlebih

33
dahulu menggunakan jenjang kategori (Notoatmodjo, 2010). Data yang

didapat dari pengisian kuesioner dianalisa secara deskriptif, kemudian

menghitung persentase dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi

menurut Machfoedz (2010) yaitu sebagai berikut :

Keterangan :

P : Persentase

F : Frekuensi teramati

N : Jumlah responden menjadi sampel

3.11.2. Analisis Bivariat

Adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Analisis ini dilakukan

untuk mengetahui hubungan antara variabel independen adalah usia,

nutrisi, mobilisasi dini dan berat badan. Analisis ini dilakukan dengan uji

Chi-Square dan menggunakan komputerisasi dengan tingkat kemaknaan α

= 0,05. Maka rumus yang digunakan sebagai berikut :

Keterangan :

: Nilai Chi-Square

𝞢 : Penjumlahan

34
0 : Frekuensi pengamatan untuk setiap kategori

e : Frekuensi yang dilakukan untuk setiap kategori

Keputusan dari pengujian Chi-Square, yaitu : Jika ρ ≤ a (0,05), Ho ditolak

dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen. Sedangkan jika ρ > a (0,05), Ho diterima dan Ha ditolak yang

berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

(Notoatmodjo, 2012).

35

Anda mungkin juga menyukai