Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam

menentukan derajat kesehatan masayrakat, berdasarkan hasil Survei Demografi

dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 angka kematian ibu mencapai 359 per

100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi

diantara negara-negara Association Of Southeast Asian Nation (ASEAN) antara

lain Vietnam 500/100.000 kelahiran hidup, Thailand 10/100.000 kelahiran hidup,

Malaysia 5/100.000 kelahiran hidup, dan Singapura 3/100.000 kelahiran hidup

(Andayani, 2012).

Angka Kematian Ibu (AKI) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

tahun 2012 sebanyak 40 orang yang terdiri dari 27% kematian disebabkan oleh

perdarahan, 22% disebabkan karena eklamsi/Preeklamsi Berat (PEB), 13% terjadi

karena sepsis dan 38% disebabkan faktor lain (Dinkes DIY, 2013). Kematian ibu

merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan suatu bangsa. Beberapa faktor

penyebab angka kematian ibu di Indonesia saat ini masih didominasi oleh

perdarahan (42%), eklamsi/preeklamsi (13%), abortus (11%), infeksi (10%), dan

persalinan macet (9%) (Kemenkes, 2012).

Dalam 2 tahun ini jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) di Bantul terus

mengalami peningkatan, diantaranya pada tahun 2013 jumlah AKI mencapai

96,83/100.000 kelahiran hidup yaitu sejumlah 13 kasus dengan jumlah target

1
2

100/100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu disebabkan oleh Pre

Eklamsi Berat (PEB) sebanyak 3 kasus (23%), perdarahan 6 kasus (46%), infeksi

1 kasus(8%), keracunan 1 kasus (8%), dan lainnya 2 kasus (15%) (Dinkes

Bantul, 2014). Sedangkan pada tahun 2014 jumlah AKI mencapai 104,7/100.000

kelahiran hidup berjumlah 14 kasus dengan jumlah target 75/100.000 kelahiran

hidup. Pada tahun ini masih didominasi oleh Pre Eklamsi Berat (PEB) 2 kasus

(14%), perdarahan sebesar 2 kasus (14%), akibat jantung 2 kasus (14%), asma 2

kasus (14%), emboli air ketuban 2 kasus (14%), dan lainnya 4 kasus (29%)

(Dinkes Bantul, 2015).

Berbagai program kebijakan pemerintah dalam meningkatkan mutu

pelayanan obsterik telah dilakukan untuk menurunkan tingginya AKI, yaitu

Gerakan Sayang Ibu (1996), Program Safe Motherhood (1998), Gerakan Nasional

Kehamilan yang Aman/Making Pregnancy Saver (MPS), dan untuk Daerah

Istimewa Yogyakarta pemerintah telah menyusun Rencana Strategis (Renstra)

Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan Yogyakarta Sehat guna menciptakan

keluarga mandiri dalam bidang kesehatan (Saifuddin, 2010).

Persalinan bisa terjadi secara fisiologis maupun persalinan patologis.

Persalinan patologis kadang membutuhkan tindakan pembedahan (Sectio

caesarea). Persalinan dengan Sectio Caesarea membutuhkan pengawasan yang

baik, karena tanpa pengawasan yang baik dan cermat akan berdampak kematian

ibu, oleh karena itu pemeriksaan dan monitoring dilakukan beberapa kali sampai

tubuh ibu dinyatakan dalam kondisi baik ( Leveno, 2010).


3

Menurut Word Health Organization (WHO) angka persalinan dengan

metode Sectio Caesarea (SC) cukup besar yaitu sekitar 10% sampai 15% dari

semua proses persalinan (WHO, 2010). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar

(2010), presentase persalinan dengan Sectio Caesarea (SC) di Indonesia masih

besar yaitu 15,3% dengan Rentang tertinggi 12,2% di DKI Jakarta dan terendah

5,5% di Sulawesi Tenggara. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2013)

menunjukan kelahiran dengan Sectio Caesarea (SC) sebesar 19,9% dengan

proporsi tertinggi di DKI Jakarta sebesar 9,8% dan terendah di Sulawesi Tenggara

sebesar 3,3%, sedangkan angka kejadian persalinan Sectio Ceasarea (SC) di DIY

tahun 2013 diketahui mencapai 7,3%.

Persalinan dengan sectio caesarea (SC) dapat menjadi salah satu penyebab

terjadinya infeksi apabila perawatan yang dilakukan tidak benar. Komplikasi yang

dapat terjadi pada ibu dengan persalinan Sectio Caesarea (SC) adalah infeksi

puerperal seperti kenaikan suhu pada masa nifas, peritonitis, sepsis, dan

sebagainya. Komplikasi yang lain adalah pendarahan, luka kandung kencing,

embolisme paru-paru (Wiknjosastro, 2010). Komplikasi pembedahan selama

sectio caesarea >11%, kira-kira 80% minor dan 20% mayor (Benson, 2009).

Jahitan operasi caesar memiliki resiko untuk terjadinya infeksi yang bisa

saja muncul selama berada dalam masa penyembuhan dari operasi caesar yang

telah di lakukan (Hardianti, 2014). Penelitian yang dilakukan di Inggris

menemukan terdapat satu dari sepuluh wanita yang melahirkan dengan operasi

caesar mengalami infeksi. Dampak dari infeksi setelah melahirkan adalah


4

membuat para wanita cenderung kurang bisa merawat bayi mereka dan akan

membutuhkan penyembuhan yang lebih lama dari proses melahirkan.

Pada periode post partum awal, ibu yang menjalani persalinan dengan

Sectio Caesarea (SC) akan lebih sedikit bergerak dari pada ibu yang melahirkan

spontan hal ini disebabkan karena adanya luka setelah operasi menimbulkan nyeri

dan biasanya dirasakan setelah sadar dari pengaruh anastesi, adanya luka yang

menimbulkan nyeri tersebut membuat pasien merasa takut dan cemas untuk

melakukan mobilisasi dini sehingga pasien cenderung untuk berbaring,

mempertahankan seluruh tubuh kaku dan tidak mengindahkan daerah

pembedahan. Mobilisasi dini secara bertahap sangat berguna untuk membantu

jalanya penyembuhan (Mochtar, 2010).

Mobilisasi dini pada ibu post partum pelaksanaannya tergantung pada

kondisi pasien, apabila pasien melakukan persalinan dengan normal, bisa

dilakukan setelah 2-4 jam setelah persalinan dan ibu yang menjalani caesar bisa

melakukan mobilisasi 8 jam sesudah bersalin (Manuaba, 2012). Asuhan

Kebidanan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Sakit Nur Hidayah

tentang mobilisasi dini bagi pasien post sectio caesarea (SC) menyebutkan bahwa

pelaksanaan mobilisasi dini dilakukan mulai 6 jam post operasi.

Latihan mobilisasi bermanfaat untuk mempercepat kesembuhan luka,

melancarkan pengeluaran lochea, mencegah terjadinya trombosis dan

tromboemboli, sirkulasi darah normal dan mempercepat pemulihan kekuatan ibu.

Pada ibu post partum diharapkan tidak perlu khawatir dengan adanya jahitan

karena mobilisasi dini baik buat jahitan, agar tidak terjadi pembengkakan akibat
5

tersumbatnya pembuluh darah dan untuk ibu post partum dengan operasi Sectio

Caesarea (SC) dalam melakukan mobilisasinya lebih lambat dan perlu

mencermati serta memahami bahwa mobilisasi dini jangan dilakukan apabila

kondisi ibu post partum masih lemah atau memiliki penyakit jantung, tetapi

mobilisasi yang terlambat dilakukan bisa menyebabkan gangguan fungsi organ

tubuh, aliran darah tersumbat, serta fungsi otot (Hamilton, 2011).

Berdasarkan data Rumah Sakit Nur Hidayah Imogiri Bantul tahun 2013,

jumlah persalinan dengan Sectio Saesarea (SC) sebanyak 257 orang (40%) dari

634 jumlah persalinan. Pada tahun 2014 sebanyak 256 orang (43%) dari 589

jumlah persalinan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah

Sakit Nur Hidayah Imogiri Bantul dari tanggal 17 Februari s/d tanggal 5 Maret

2016, didapatkan persalinan sebanyak 10 kasus dengan tindakan Sectio Saesarea

(SC). Diketahui bahwa dari jumlah 10 kasus tersebut delapan ibu post Sectio

Saesarea (SC) (80%) diantaranya melakukan mobilisasi dini dengan alasan untuk

mempercepat penyembuhan luka yang dialaminya, dan hasilnya lima ibu

penyembuhan luka nya dengan cepat, dan tiga ibu penyembuhan luka nya lambat.

Sedangkan dua orang ibu post sectio saesarea (SC) (20%) masih ditemukan ibu-

ibu yang tidak melakukan mobilisasi dini. Hal ini di sebabkan rasa takut ibu untuk

bergerak dikarenakan khawatir jahitan luka oprasi akan terbuka serta ketakutan

ibu akan rasa sakit/nyeri dengan hasil satu ibu penyembuhan lukanya dengan

cepat, dan satu ibu penyembuhan luka nya lambat.


6

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian “Hubungan Mobilisasi Dini dengan Penyembuhan Luka Post Sectio

Caesarea (SC) di Rumah Sakit Nur Hidayah Imogiri Bantul Tahun 2016”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah Hubungan

Mobilisasi Dini Dengan Penyembuhan Luka Post Sectio Cesarea (SC) Tahun

2016 ?. “

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan mobilisasi dini dengan penyembuhan luka post

sectio cesarea (SC) di Rumah Sakit Nur Hidayah Imogiri Bantul Tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik ibu post sectio ceasarea (SC) di Rumah Sakit

Nur Hidayah Imogiri Bantul.

b. Mengtahui mobilisasi dini ibu post sectio ceasarea (SC) di Rumah Sakit

Nur Hidayah Imogiri Bantul .

c. Mengetahui penyembuhan luka post sectio ceasarea (SC) di Rumah Sakit

Nur Hidayah Imogiri Bantul.


7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi atau acuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan peneliti selanjutnya khususnya tentang

melakukan mobilisasi dini dengan lama penyembuhan luka post sectio

caesarea (SC).

2. Manfaat praktisi

a. Bagi tenaga kesehatan

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap pengembangan

ilmu kebidanan serta masukan informasi yang berharga bagi profesi bidan

dalam menyusun program pemberian pendidikan kesehatan tentang

pentingnya melakukan mobilisasi dini pada ibu post sectio caesarea (SC).

b. Bagi ibu post sectio caesarea (SC)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan

dan kesadaran ibu tentang pentingnya melakukan mobilisasi dini menjalani

persalinan yang bermanfaat pemulihan kesehatan fisiknya seperti

kesadaran semula.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini sebagai sarana pengembangan dan mengaplikasikan ilmu

pengetahuan yang didapat selama pendidikan dengan kenyataan yang ada

di lapangan dan pengalaman yang sangat berguna dalam memberikan

asuhan kebidanan kepada ibu serta untuk menambah wawasan dalam

pembuatan karya tulis ilmiah.


8

d. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana di perpustakaan

dan dapat di jadikan referensi bagi mahasiswa peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai