Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST SC DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK DI RUANG NIFAS RS


DR.SOEDARSONO PASURUAN

KARYA ILMIAH AKHIR

OLEH:
MARLINCE NGONGO
2021611024

PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sectio Caesarea adalah persalinan yang dilakukan dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut. Persalinan melalui Sectio Caesarea menyebabkan adanya
luka bekas operasi yang cukup besar, luka operasi ini menimbulkan nyeri dan membuat ibu
khawatir untuk bergerak, sehingga ibu lebih memilih berbaring dan tidak mau melakukan
mobilisasi setelah operasi (Pakamundi & Samiun, 2021)

Tindakan Sectio cassarea (SC) merupakan salah satu alternatif bagi seorang wanita dalam
memilih proses persalinan di samping adanya indikasi medis dan indikasi non medis, tindakan
SC akan memutuskan kontinuitas atau persambungan jaringan karena insisi yang akan
mengeluarakan reseptor nyeri sehingga pasien akan merasakan nyeri terutama setelah efek
anastesi habis (Metasari & Sianipar, 2018). Tindakan SC merupakan tindakan yang cepat dan
mudah, akan tetapi tindakan SC juga memiliki beberapa bahaya komplikasi. Komplikasi ini
diantaranya adalah kerusakan organorgan seperti vesika urinaria dan uterus saat
dilangsungkannya operasi, komplikasi anastesi, perdarahan, infeksi dan tromboemboli. Kematian
ibu lebih besar jika dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Sulit untuk memastikan hal
tersebut terjadi apakah dikarenakan prosedur operasinya atau karena alasan yang menyebabkan
ibu hamil tersebut harus dioperasi. Selain itu takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering
terjadi pada persalinan sectio caesarea dan kejadian-kejadian trauma persalinanpun tidak dapat
disingkirkan. Resiko jangka panjang yang dapat terjadi adalah terjadinya plasenta previa, solusio
plasenta akrata dan ruptur uteri(Viandika & Septiasari, 2020)

Prevalensi sectio caesarea dari tahun ke tahun terus meningkat, berdasarkan data dari
World Health Organization (WHO) bahwa mereka menetapkan standar rata-rata sectio caesarea
di sebuah Negara adalah sekitar 5-15% per 1000 kelahiran didunia. Rumah Sakit pemerintah
kira-kira 11% sementara Rumah Sakit swasta lebih dari 30%(Viandika & Septiasari, 2020)
Dalam penelitian yang dilakukan Riskesdas tahun 2012 menyatakan tingkat persalinan
sectio caesarea di Indonesia sudah melewati batas maksimal standar WHO 5-15%. Tingkat
persalinan SC di Indonesia 15,3% sampel dari 20.591 ibu yang melahirkan dalam kurun waktu 5
tahun terakhir yng disurvey dari 33 provinsi. (Riskesdas, 2012). Jumlah persalinan sectio
caesarea di Indonesia, terutama di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25% dari total
jumlah persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya lebih tinggi yaitu sekitar 30-80%
dari total jumlah persalinan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan kelahiran bedah SC di Provinsi
Jawa Timur tahun 2011 berjumlah 3.401 operasi dari 170.000 persalinan, sekitar 20% dari
seluruh persalinan (Dinkes Provinsi Jawa timur, 2012).
Gangguan atau kelainan fungsi fisik disebut juga dengan kata gangguan mobilitas fisik
atau imobilitas. Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan sebagai suatu kedaaan
dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik(Airiska et
al., 2020). Gangguan mobilitas fisik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas, dampak gangguan mobilisasi pada pasien stroke yaitu seperti disfungsi neurologi
berupa kelemahan pada anggota gerak ( Poltekkes Kemenkes Padang, 2017) . Gangguan
mobilitas fisik atau imobilitas ini disebabkan oleh: persendian yang kaku, pergerakan yang
terbatas, waktu beraksi yang lambat, keadaan tidak stabil bila berjalan, keseimbangan tubuh yang
jelek, gangguan peredaran darah, Faktor yang mempengaruhi gangguan mobilitas fisik atau
imobilitas adalah kondisi fisik menahun, kapasitas mental, status mental seperti kesedihan dan
depresi, penerimaan terhadap berfungsinya anggota tubuh dan dukungan anggota
keluarga(Airiska et al., 2020)

Solusi yang dilakukan yang diberikan pada pasien post SC dengan masalah keperawatan
gangguan mobilitas fisik yaitu dilakukan teknik mobilisasi dini, diketahuinya gambaran intensitas
nyeri postoperasi pada ibu postpartum sebelum dan setelah dilakukan teknik relaksasi, diketahuinya
pengaruh teknik mobilisasi dini terhadap penurunan intensitas nyeri postoperasi SC pada ibu postpartum
SC, diketahuinya pengaruh teknik relaksasi terhadap penurunan intensitas nyeri pada ibu postpartum SC
(Metasari & Sianipar, 2018)

Berdasarkan latar belakang diats penulis ingin melakukan studi literatur mengenai asuhan
keperawatan tentang masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik dengan indikasi post tindakan sc
pada ibu melahirkan.Tindakan mobilisasi dini yang di lakukan perawat sebagai tindakan mandiri profesi
untuk meningkatkan pergerakan atau aktivitas fisik bagi ibu post sc (Metasari & Sianipar, 2018)
2. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien post sc di Rumah Sakit Dr.
Sudarsono Pasuruan.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan dan analisa data pada pasien post sc di
Rumah Sakit Dr. Sudarsono Pasuruan.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien post sc di Rumah Sakit Dr.
Sudarsono Pasuruan.
c. Merumuskan intervensi keperawatan pada pasien post sc di Rumah Sakit Dr.
Sudarsono Pasuruan.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien post sc di Rumah Sakit Dr.
Sudarsono Pasuruan.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien post sc di Rumah Sakit Dr.
Sudarsono Pasuruan.
3. Manfaat
1. Teoritis
Untuk menambah pengetahuan bagi Pembaca di Perpustakaan dan berbagai masukan
bagi fakultas kesehatan Universitas Tribhuwana Tungga Dewi
2. Praktis
Sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pelaksanaan
program baik di fakultas kesehatan Universitas Tribhuwana Tungga Dewi dalam
menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program post partum care.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1 . KONSEP POST PARTUM SC

a. Pengertian

Post partum sectio caesarea perlu melakukan mobilisasi dini untuk itu ibu perlu di bekali
dengan pengetahuan yang cukup tentang mobilisasi dini.Apabilia ibu post partum sectio seasarea
tidak melakuka mobilisasi dini maja akan menyebabkan adanya peningkatan suhu
tubuh,perdarahan yang abnormal,dan involusi uteri yang tidak stabil (Lema, 2019).

Seco caesarea merupakan ndakan alternaf dalam proses persalinan untuk menyelamatkan
ibu dan janin. Persalinan secara SC memberikan dampak bagi ibu dan bayi. Pada ibu post SC,
ibu akan mengalami rasa nyeri.(D. N. Sari, 2019). Sectio Caesarea adalah persalinan yang
dilakukan dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Persalinan
melalui Sectio Caesarea menyebabkan adanya luka bekas operasi yang cukup besar, luka operasi
ini menimbulkan nyeri dan membuat ibu khawatir untuk bergerak, sehingga ibu lebih memilih
berbaring dan tidak mau melakukan mobilisasi setelah operasi(Pakamundi & Samiun, 2021)

Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk menolong proses persalinan yaitu
melalui Sectio caesarea (SC) dengan melakukan pmbedahan pada dinding abdomen (laparatomi)
dan dinding rahim (histerektomi) (Noya, 2019)

b. Etiologi

Menurut (Puspitasari & Sumarsih, 2011) penyebab dari timbulnya kelainan panggul
seseorang adalah sebagai berikut :
a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan

1) Panggul sempit seluruh

2) Panggul picak

3) Panggul sempit picak

4) Panggul corong

5) Panggul belah yaitu symfisis terbuka.

b. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya

1) Panggul Rachitis

2) Panggul osteomalasia

3) Radang artikulasi sakroiliaka

c. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang

1) Kifosis

2) Skoliosis

d. Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah

1) Koksitis

2) Luksasi

3) Atrofi

3 Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, Cephalopelvik Disproportion, rupture uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC), (Rahayu &
Yunarsih, 2019).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Efek anestesi
juga dapat menimbulkan otot relaksasi dan menyebabkan konstipasi. Kurangnya informasi
mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan
masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut), (Astutik &
Kurlinawati, 2017).

4 pemeriksaan

Dalam (Kwatolo et al., 2019) pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu:

a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin


b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Elektrolit
e. Hemoglobin/Hematokrit
f. Golongan Darah
g. Urinalis
h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
i. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
j. Ultrasound sesuai pesanan.

5 penatalaksanaan

Perawatan post Sectio Caesarea menurut (Achadyah & Sestu Retno DA, 2017) yaitu :

1) Ruang pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu memantau dengan cermat
jumlah perdarahan dari vagina dan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus
berkontraksi dengan baik
2) Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan yang
tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering menyebabkan perkiraan kehilangan
darah menjadi lebih rendah daripada sebenarnya. Cairan intravena yang perlu disiapkan
untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan Ringer Laktat atau larutan Kristaloid
ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
3) Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap setengah jam setelah 2
jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4 jam setelah didapatkan hasil yang stabil.
Tanda vital yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah
perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.
4) Analgesik
Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk mengurangi nyeri
yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa Meperidin 75-100mg intramuskuler
dan morfin sulfat 1015mg intramuskuler.
5) Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah operasi
dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan kurang lebih 8 jam stelah
operasi, atau jika klien tidak mengalami komplikasi.
6) Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan. Pemeriksaan dilakukan
lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang banyak selama operasi atau
menunjukkan tanda-tanda lain yang mengarah ke hipovoemik
7) Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien memutuskan untuk
tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk menopang payudara yang bisa mengurangi
rasa nyeri pada payudara.
8) Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari demam dan tetap
terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan antibiotik profilaksis. Sejumlah uji
klinis acak telah membuktikan bahwa antibiotik dosis tunggal dapat diberikan saat Sectio
Caesarea untuk menrunkan angka infeksi.
9) Mobilisasi
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak
6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam. Kemudian posisi tidur telentang dapat
diubahmenjadi posisi setengah duduk. Selanjutnya dengan berturrut-turut selama hari
demi hari pasien dianjurkan belajar uduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima pasca operasi sectio caesarea.

2. Konsep masalah keperawatan

1. Pengertian

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih elstremitas secara mandiri

2. Penyebab
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Perubahan metabolisme
c) Ketidkabugaran fisik
d) Penurunan kendali otot
e) Penurunan massa otot
f) Penurunan kekuatan otot
g) Keterlambatan perkembangan
h) Kekauan sendi
i) Kontraktur
j) Malnutrisi
k) Gangguan muskuloskeletal
l) Gangguan neuromuskular
m) Indeks masa tubuh di atas persentil ke -75 sesuai usia
n) Efek agen farmakologi
o) Program pembatasan gerak
p) Nyeri
q) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r) Kecemasan
s) Gangguan kognitif
t) Keengganan melakukan pergerakan
u) Gangguan sensori persepsi
3. Tanda gejala mayor dan minor

Gajala dan tanda Subjektif Objektif


mayor
Mengeluh sulit 1. Kekuatan otot
menggerakkan menurun
ekstremitas 2. Rentang gerak
(ROM) menurun
Gejala dan tanda Subjektif Objektif
minor
1. Nyeri saat 1. Sendi kaku
bergerak 2. Gerakan tidak
2. Enggan terkoordinasi
melakukan 3. Gerakan terbatas
pergerakan 4. Fisik lemah
3. Merasa cemas saat
bergerak

4.Kondisi Klinis Terkait


1. stroke
2. cedera medula spinalis
3.trauma
4.fraktur
5.osteoarthritis
6.ostemalasia
7. keganasan
5. Penatalaksanaan

Upaya yang dilakukan yaitu memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas


pergerakn fisik ( Standar Intervensi Keperawatan Indonesia 2017 )

1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya


2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu misalnya pagar,tempat tidur
6. Fasilitasi melakukan pergerakan
7. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
8. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan misalnya duduk di temapt
tidur,duduk di sisi tempat tidur,miring kiri miring kanan,pindah dari tempat tidur ke
kursi roda

3. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari dasar utama dari proses keperawatan.
engkajian keperawatan adalah proses pengumpulan, pengujian, analisa, dan
mengkomunikasikan data tentang klien. Tujuan pengkajian untuk membuat data
dasar tentang tingkat kesehatan klien, praktik kesehatan, penyakit terdahulu, dan
pengalaman yang berhubungan, dan tujuan perawatan kesehatan. Status pasien
akan mengatur waktu dan kedalaman.Pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan
klien ,mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien,serta merumuskan diagnosa
keperawatan.Pengkajian adalah pemikiran asar dari proses asuhan keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi dari klien agar dapat
mengidentifikasi,mengnal masalah-masalah,kenutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik mental,sosial,dan lingkungan (Hutagalung, 2019)
Menurut (Hutagalung, 2019) bahwa pengkajian terdiri dari:
a) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
status pernikahan, suku/bangsa, alamat, nomor rekam medis, ruang rawat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, dan identitas
penanggung jawab.
b) Riwayat keluarga dan Tahap Perkembangan
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Dari beberapa tahap perkembangan keluarga, identifikasi tahap
perkembangan keluarga saat ini. Tahap perkembangan keluarga ditentukan
oleh anak tertua dari keluarga inti.
2) Tahap Perkembangan keluarga yang belum tercapai
Identifikasi tahap perkembangan keluarga yang sudah terpenuhi dan yang
belum terpenuhi. Pengkajian ini juga menjelaskan kendala – kendala yang
membuat tugas perkembangan keluarga tersebut belum terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti
Pengkajian dilakukan mengenai riwayat kesehatan keluarga inti, meliputi
riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing – masing anggota
keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita oleh keluarga, terutama
gangguan jiwa.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Pengkajian mengenai riwayat kesehatan orang tua dari suami dan istri,
serta penyakit keturunan dari nenek dan kakek mereka. Berisi tentang
penyakit yang pernah diderita oleh keluarga klien, baik berhubungan
dengan panyakit yang diderita oleh klien, maupun penyakit keturunan dan
menular lainnya.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik
3. Rencaca Tindakan
Perencanaan keperawatan atau biasa disebut intervensi keperawatan
merupakan bagian dari proses keperawatan yaitu tahap ketiga. Setelah mengetahui
diagnose keperawatan yang tepat untuk pasien, selanjutnya perawat menentukan
dan memepersiapkan perencanaan keperawatan untuk diiimplementasikan ketika
memberi asuhan keperawatan (Sitepu, 2020)
Menurut (Safira, 2019) Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian
kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya,
perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pda
pasien/klien berdasarkan analisis
Menurut Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI 2017 ) rencan
tindakan yang harus dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu :

1). Pergerakan ekstremitas

2). Kekuatan otot

3). Rentang gerak (ROM)

4). Nyeri menurun

4. Implementasi
Menurut (Lingga, 2019) Implementasi keperawatan merupakan salah satu
tahap pelaksanaan dalam proses keperawatan. Dalam implementasi terdapat
susunan dan tatanan pelaksanaan yang akan mengatur kegiatan pelaksanaan
sesuai dengan diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan yang sudah
ditetapkan. Implementasi keperawatan ini juga mengacu pada kemampuan
perawat baik.
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dalam asuhan keperawatan).
Dalam melakukan implemntasi juga memiliki pedoman. Dengan mengetahui
pedoman pada tahapan implementasi diharapkan dapat membantu para perawat
dalam melakukan tahap implementasi dengan baik dan benar (K. J. Sari, 2019)

Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakn fisik ( Standar


Intervensi Keperawatan Indonesia 2017 )

1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya


2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
4. Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
5. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu misalnya pagar,tempat
tidur
6. Memfasilitasi melakukan pergerakan
7. Menganjurkan melakukan mobilisasi dini

5. Evaluasi
Menurut (Purwanto, 2011) Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses.
Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai
keluaran dari tindakan. Penilaian peoses menentukan apakah ada kekeliruan dari
setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan
evaluasi itu sendiri.
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan diagnosa yang muncul sesuai
rencana tindakan dan tindakan yang sudah dilakukan maka yang perlu dievaluasi
adalah sebagai berikut :
a. Pergerakan ekstremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Nyeri menurun

Anda mungkin juga menyukai