KOTA TANGERANG
OLEH
SRI FITRIYANI
NIM. 231030230589
PEMBIMBING
Ns. Ni Bodro Ardi.,S.Kep.,M.Kep
NIDN. 0410048406
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. K DENGAN KASUS POST OP
SECTIO CAESARIA DENGAN INDIKASI CPD (CEPHALO PELVIC
DISPROPORTION) DIRUANG MELATI RUMAH SAKIT MELATI
KOTA TANGERANG
Disusun untuk memenuhi tugas laporan ners
stase Keperawatan Maternitas
OLEH
SRI FITRIYANI
NIM. 231030230589
PEMBIMBING
Ns. Ni Bodro Ardi.,S.Kep.,M.Kep
NIDN. 0410048406
2023
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Menurut Harmin dan Hardi (2013) indikasi dilakukannya section caesarea sebagai
berikut (Sofyan, 2019) :
a. Indikasi Ibu (Mutlak)
Kehamilan pertama disertai adanya kelainan posisi letak seperti Cefalo
Pelvik Disproportion atau CPD, adanya riwayat persalinan dengan masalah yang
buruk sebelumnya, tidak seimbangnya antara ukuran kepala bayi dengan panggul
ibu, keracunan yang serius saat persalinan, beberapa masalah saat kehamilan
seperti eklampsia berat dan preeklampsia, atas permintaan mandiri pasien,
kehamilan dengan penyakit bawaan, gangguan pada jalanpersalinan seperti
mioma uteri, kista ovarium dan sebagainya.
b. Indikasi bayi
Feetal distress atau biasa dikenal dengan gawat janin kelainan posisi dan
kedudukan janin contohnya, bayi yang berukuran lebih besar (giant baby),
kelainan letak bayi yakni lintang atau sungsang, adapun faktor dari plasenta
seperti plasenta previa, solutio plasenta, plasenta accreta dan vasa previa,
kelainan tali pusat dengan pembukaan kecil seperti prolapsus tali pusat, terlilit
tali pusat, adanya kegagalan untuk menarik atau forseps ekstraksi dan bayi
terlahir kembar saat persalinan atau multiple pregnancy.
3. Patofisiologi
Persalinan Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan dengan dilakukan
pembedahan pada bagian abdomen dan rahim dengan ketentuan rahim dalam
kondisi utuh atau berat janin 500gram keatas. Faktor lain selain dari ibu adalah
panggul sempit yang absolut, persalinan normal tidak terjadi juga dikarenakan
kurangnya adekuat stimulasi, adanya beberapa tumor atau benjolan di jalan lahir
yang memicu adanya kendala atau obstruksi, indikasi lain dilaksanakannya tindakan
SC juga berasal dari janin seperti kelainan letak, menyempitnya tulang belakang
pada vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat
gawat janin, pengembungan pada plasenta, hipoksia janin, misalnya karena
precklamsia (Fahmy dkk., 2018).
Trauma pada jaringan dan putusnya inkontinensia jaringan dapat terjadi akibat
sayatan pada perut dan rahim dan hal tersebut akan menimbulkan beberapa
komplikasi seperti saraf dan juga pembuluh pada darah sekitar bekas insisi.
Tindakan itu dapat memicu terbentuknya histamin dan prostaglandin. Kedua hal
tersebut akan meyebabkan rasa nyeri yang terukur pada daerah bekas insisi. Ketika
nyeri mulai terasa maka selanjutnya dapat memicu munculnya masalah keperawatan
baru seperti hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya pemberian ASI tidak akan
maksimal jika ibu kurang pengetahuan mengenai perawatan payudara yang
disebabkan oleh kurangnya terpapar informasi (Sofyan, 2019).
5. Komplikasi
Komplikasi serius biasanya muncul ketika selesai tindakam SC seperti
perdarahan, akibat dari kegagalan kontraksi uteri, pelebaran dinding uterus, sulitnya
proses pengeluaran plasenta. Selanjutnya infeksi traktus genitalia, pada insisi,
traktrus urinaria, pada paru-paru dan traktus respiratorius atas. Biasanya komplikasi
ringan yang muncul adalah terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari
sepanjang post partum (Rini & Susanti, 2018).
Menurut Sugiarti (2018), komplikasi tindakan SC pada ibu adalah perdarahan
yang meningkat, infeksi, lamanya waktu untuk penyembuhan dan terbentuknya
gumpalan darah. Sedangkan komplikasi tindakan SC bagi bayi antara lain
menyebabkan atensi jika tindakan berlangsung dalam waktu yang lama, yang
menyebabkab bayi tidak menangis dan terjadi keterlambatan menangis inilah yang
mengakibatkan kelainan hemodinamika.
6. Pentalaksanaan Medis
Menurut Fajri dkk., (2022) ada beberapa penatalaksanaan medis Post Sectio
Caesarea, yakni :
a. Pemberian Cairan
Pada 24 jam pertama biasanya ibu akan berpuasa fase setelah operasi, kebutuhan
cairan untuk perintavena harus tercukupi dan mengandung elektrolit untuk
meminimalisir terjadinya penurunan suhu tubuh secara drastis, kekurangan
cairan dan muncul komplikasi baru pada organ tubuh lain. Jenis cairan yang
dapat diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan terapi infus RL secara
bergantian dengan jumlah 17 tetes tergantung dengan kebutuhan ibu. Jika kadar
Hb kurang dari batas normal maka sebaiknya dilakukan transfusi darah yang
disesuaikan degan kebutuhan pasien.
b. Diet
Melalui infus, cairan yang diberikan akan dihentikan apabila pasien sudah
mengeluarkan gas (flatus) kemudian akan dimulai dengan diberi minum dan
makan peroral. Minum dengan jumlah yang sedikit dapat dilakukan pada rentan
6 -10 jam pasca operasi, minuman dapat berupa air mineral ataupun air teh
(Pragholapati, 2020).
c. Mobilisasi
Dianjurkan kepada ibu dengan bertahap contohnya, pada 6-10 jam setelah
operasi dianjurkan untuk miring kanan kiri. Selanjutnya latihan bernapas pada
ibu dilakukan dengan cara posisi tidur telentang sedini mungkin setelah sadar.
Hari kedua post operasi, ibu juga dapat dianjurkan untuk duduk selama 5 menit
dan perawat menganjurkan ibu untuk nafas dalam. Kemudian posisi tidur
telentang dan diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler).
d. Kateterisasi
Kateterisasi digunakan sebagai cara untuk meminimalisir rasa nyeri akibat
kandung kemih yang penuh.
e. Therapy atau obat-obatan
1) Antibiotik
2) Analgetik
Jenis obat yang dapat digunakan sebagai pelancar kerja untuk saluran
pencernaan dan obat-obatan.
3. Pemeriksaan penunjang
Menurut Jaufuraully dkk., (2022) beberapa pemeriksaan untuk CPD sebagai
berikut :
a. Palpasi abdominal
Tindakan pemeriksaan dilakukan saat kepala bayi masih bisa didorong untuk
memasuki panggul yang artinya tidak ada disporposi atau kesalahan letak di
PAP, Selanjutnya apabila kepala masih belum bisa memasuki panggul maka
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Indikasi section
caesarea
Tindakan section
caesarea
Sumber: (Sofyan, 2019) (Pokja Tim SDKI DPP PPNI, 2017; Prasyarat dkk., 2020)
(Setiawan dkk., 2022)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Mansyur Dahlan (2016) menetapkan pengkajian keperawatan sebagai
berikut :
1. Identitas Pasien dan penanggung jawab
Meliputi nama, usia, alamat, nomor rekam medis, diagnosa, tanggal masuk
rumah sakit status perkawinan, pendidikan, agama suku bangsa, tanggal
pengkajian dan sebagainya terkait pasien dan penanggung jawab
2. Menurut Wahyuningsih Sri, (2019) Riwayat Kesehatan :
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan pasien pada saat
pengkajian pada pasien Post Sectio Caesarea keluhan utamanya berupa
nyeri di daerah bekas operasi.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu diisi dengan riwayat penyakit yang diderita
pasien yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang
mungkin dapat mempengaruhi. Selain itu juga diisi dengan riwayat obat
yang pernah dikonsumsi yang berhubungan dengan penyakit yang diderita.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi apa yang dirasakan pasien saat ini .
3. Riwayat Kehamilan
Meliputi masalah saat hamil, riwayat kb yang dipakai, Riwayat menstruasi,
keluhan selama kehamilan.
4. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
a. Tanda-tanda Vital
Meliputi suhu, tekanan darah, nadi, respirasi kesadaran dan keadaan umum.
b. Pemeriksaan Kepala
1) Kepala
Pada pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kulit kepala, apakah
ada lesi atau benjolan.
2) Rambut
Mengkaji kekuatan rambut pasien karena diet yang baik selama masa
hamil akan berpengaruh pada kekuatan dan kesehatan rambut.
3) Wajah
Penampilan, ekspresi terlihat pucat atau menahan sakit,nyeri tekan,
adanya edema pada pipi atau pitting edema pada dahi dan adanya
kloasma gravidarumpada ibu post partum.
4) Mata
Pada pemeriksaan mata meliputi kelengkapan dan kesimetrisan
mata,kelompok mata, konjungtiva, cornea, ketajaman pengelihatan. Pada
pasien Post Op Sectio Caesarea biasanya terdapat konjungtiva yang
anemis diakibatkan oleh kondisi anemia atau dikarenakan proses
persalinan yang mengalami perdarahan.
5) Hidung
Pada pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi,
pernafasan cuping hidung, kondisi lubang hidung, apakah ada secret,
sumbatan jalan nafas, apakah ada perdarahan atau tidak, apakah ada
polip atau tidak.
6) Telinga
Pada pemeriksaan telinga meliputi bentuk, ukuran, ketegangan lubang
telinga, kebersihan dan ketajaman pendengaran.
7) Leher
Pada pemeriksaan leher meliputi posisi trakea, kelenjar tiroid,
bendungan vena jugularis. Pada ibu post partum biasanya terjadi
pemebesaran kelenjar
8) Mulut dan gigi
Pada pemeriksaan mulut dan orofaring meliputi keadaan bibir, keadaan
gigi, lidah, palatum, orofaring, ukuran tonsil, warna tonsil
c. Dada/Thorak
a) Inspeksi
Bentuk dada, penggunaan otot bantu nafas, pola nafas.
b) Palpasi
Penilaian voval fremitus.
c) Perkusi
Melakukan perkusi pada semua lapang paru mulai dari atas klavikula
kebawah pada setiap spasiem intercostalis.
d) Auskultrasi
Bunyi nafas, suara nafas, suara tambahan.
d. Payudara
Pada pemeriksaan payudara pada ibu yang mengalami bendungan ASI
meliputi bentuk simetris, keduapayudara tegang, ada nyeri tekan, kedua
putting susu menonjol, areola hitam, warna kulit tidak kemerahan, ASI
belum keluar atau ASI hanya keluar sedikit.
e. Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi lihat luka bekas operasi
apakah ada tanda-tanda infeksi di sekitar luka insisi dan tanda perdaraha
atau Hematoma.Pada hari pertama, tinggifundus uteri (TFU) kira-kira 1 jari
dibawah pusat.
f. Lochea
Mengkaji lochea yang meliputi karakter, jumlah warna, bekuan darah yang
keluar dan baunya.
g. Parineum
Pengkajian dilakukan dengan menempatkan ibu pada posisi senyaman
mungkin dan tetap menjaga privasi dengan inspeksi adanya tanda-tanda
"REEDA".
h. Eliminasi
Mengkaji pola eliminasi baik BAK dan BAB.
i. Eksremitas
Adaptasi sistem musculoskeletal ibu yang terjadi saat hamil akan kembali
pada masa nifas. Adaptasi ini termasuk relaksasi dan hipermobilitas sendi
dan perubahan pusat gravid ibu sebagai respon terhadap uterus yang
membesar. Serta adanya perubahan ukuran pada kaki.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Jumlah darah lengkap hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht): mengkaji
perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek dari kehilangan
darah pada pembedahan
b. Urinalis: kultur urine, darah, vaginal, dan lochea, pemeriksaan tambahan
didasarkan pada kebutuhan individual
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang diambil untuk ibu post section caesarea (Pokja Tim SDKI DPP
PPNI, 2017) adalah :
1. Nyeri Akut b.d agen pencidera fisik (D.0007)
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kecemasan (D.0054)
3. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur (D.0055)
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dapat di terapkan pada pasien sesuai SIKI (2017) yakni sebagai
berikut :
1. Nyeri Akut (D.0007)
Intervensi Utama : Tingkat Nyeri menurun (L.08066) Hal : 145
Implementasi Utama : Manajemen Nyeri (1.12391) Hal : 201
a. Observasi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik: durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan nveri
4) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
5) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
6) Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik :
1) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi :
1) Kolaborasi Pemberian Analgetik, jika perlu.
2. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
Intervensi Utama : Mobilitas fisik meningkat (L. 05042) Hal : 65
Implementasi Utama : Dukungan Mobilisasi (1.05173) Hal : 30
a. Observasi :
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Monitor frekuensi jantung dan darah sebelum memulai mobilisasi
4) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
b. Terapeutik
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
2) Fasilitasi melakukan gerakan jika perlu.
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan.
c. Edukasi :
1) Jelaskan tuuan dan prosedur mobilisasi.
2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini.
3) Ajarkan mobilisai sederhana yang harus dilakukan (mis:duduk ditempat
tidur).
3. Gangguan pola tidur (D.0055)
Intervensi Utama : Pola Tidur membaik (L.05045) Hal : 96
Implementasi Utama : Dukungan Tidur (I.09265) Hal : 48
a. Observasi
1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan atau psikologis)
3) Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. Kopi,
teh, alcohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum
tidur)
4) Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
b. Terapeutik
1) Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, matras dan
tempat tidur)
2) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
3) Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
4) Tetapkan jadwal tidur rutin
5) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat,
pengaturan posisi, terapi akupuntur)
6) Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur terjaga
c. Edukasi
1) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3) Anjurkan menghindari makanan atau minuman yang mengganggu tidur
4) Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
5) Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur
(mis. Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja).
6) Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu metode untuk membandingkan hal yang sistematis dan
terencana disertai pembahasan kesehatan pasien sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Dianjurkan dilakukan dengan cara yang berkaitan terhadap pasien, keluarga dan
tenaga kesehatan lain. Menurut Dwinki (2019) dan Delerema (2022) , evaluasi
keperawatan terbagi kepada dua bagian sebagai berikut :
1. Evaluasi Formatif (proses)
Evaluasi formatif merupakan suatu kegiatan dari proses keperawatan dengan
hasil yang berupa kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Dapat diartikan
sebagai evaluasi yang harus dilakukan segera setelah adanya sebuah
perencanaan (intervensi) keperawatan yang telah diimplementasikan untuk
membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi formatif seharusnya
dilaksanakan terus menerus hingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
2. Evaluasi Sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif ialah ulangan singkat serta berupa kesimpulan dari hasil
observasi dan analisa status kesehatan yang sesuai pada waktu dan tujuan yang
sebelumnya telah ditulis. Evaluasi ini terdapat di bagian catatan perkembangan.
Fokus dari evaluasi sumatif berupa perubahan prilaku atau status kesehatan
pasien pada akhir asuhan keperawatan. Contoh dari evaluasi sumatif adalah
SOAP atau dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Subjective (S) merupakan pernyataan juga keluhan yang dirasakan pasien
b. Obective (O) merupakan data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga
c. Analys (A) merupakan kesimpulan dari hasil Subjective dan Obective.
d. Planning (P) merupakan rencana untuk tindakan yang akan dilakukan
berdasar Analys.
DAFTAR PUSTAKA
OLEH
SRI FITRIYANI
NIM. 231030230589
PEMBIMBING
Ns. Ni Bodro Ardi.,S.Kep.,M.Kep
NIDN. 0410048406
2023
FORMAT PENGKAJIAN
PADA PASIEN POST PARTUM (SC)
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 29 Tahun (17-04-1994)
Agama : Budha
Pekerjaan : Swasta
Suku bangsa : Indonesia
Pendidikan : Sarjana
Alamat : Jl. Raya Jeruk RT/RW 003/007 NO. 10 Benda
Tangerang
Diagnosa medis : P1A0 post sc atas indikasi CPD
II. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. N
Umur : 30 thn (22-10-1993)
Agama : Budha
Pekerjaan : Swasta
Suku bangsa : Indonesia
Pendidikan : Sarjana
Hubungan dengan pasien : Suami
Alamat : Jl. Raya Jeruk RT/RW 003/007 NO. 10 Benda
Tangerang
III. Data Umum Kesehatan
Status obstetrikus : G1P0A0
BB waktu Keadaan bayi Umur
No. Tipe persalinan
lahir waktu lahir sekarang
1. SC 2550 gram Sehat 1 hari
Keluhan Utama Saat Pengkajian
Pasien mengatakan nyeri luka OP, luka di bawah pusar, skala nyeri 6/10, nyeri
dirasakan makin bertambah jika menggerakan badannya, nyeri seperti disayat-sayat,
sulit tidur.
Masalah prenatal
CPD (Cephalo Pelvic Disproportion) atau ketuban pecah dini
Riwayat persalinan sekarang
Persalinan SC
Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan tidak mempunyai Riwayat penyakit DM dan hipertensi
Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki Riwayat penyakit keluarga
Riwayat KB
Pasien mengatakan tidak memakai KB
Rencana KB
Pasien mengatakan akan menggunakan KB suntik
X. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No . Intervensi (SIKI)
keperawatan Hasil (SLKI)
1. Kategori : Psikologis Luaran Utama : Tingkat Intervensi Utama :
Subkategori : Nyeri Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
dan Kenyamanan Menurun Hal : 201
Nyeri akut b.d. agen Hal : 145
Observasi :
pencedera fisik (SC)
Setelah dilakukan
a. Identifikasi lokasi,
ditandai dengan
tindakan keperawatan
karakteristik, durasi,
kondisi pembedahan,
selama 3x24 jam maka
frekuensi, kualitas,
mengeluh nyeri,
diharapkan tingkat nyeri
intensitas nyeri.
tampak meringis, sulit
menurun dengan kriteria
tidur (D.0077) b. Identifikasi skala nyeri.
hasil :
Hal :172
c. Identifikasi respon nyeri
a. Meringis menurun
non verbal
b. Kesulitan tidur
d. Identifikasi faktor yang
menurun
memperingan dan
c. Keluhan nyeri
memperberat nyeri.
menurun
e. Identifikasi pengetahuan
d. Frekuensi nadi
dan keyakinan tentang
sedang
nyeri.
e. Pola nafas sedang Terapeutik :
k. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat.
l. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi :
m. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
Implementasi hari ke 2
Tanggal
Diagnosa
No. dan Implementasi Evaluasi
keperawatan
Jam
1. 28/11 Nyeri akut b.d. 1. Memonitor ttv dan ku S:
2023 agen pencedera 2. Mengkaji skala nyeri - Pasien
Jam 15:00 fisik (SC) 3. Mengatur posisi mengatakan
ditandai dengan 4. Mengajarkan terapi nyeri
kondisi nonfarmakologi (terapi berkurang
pembedahan, relaksasi) - Pasien
mengeluh nyeri, 5. Kolaborasi pemberian mengatakan
tampak meringis, therapy analgetic skala nyeri 2
sulit tidur O:
(D.0077) Hal :172 - Ku Baik Kes
CM
- IVFD sudah
di aff
- DC sudah di
AFF
- Therapy
oral :
- Clindamycin
2x300 mg
(po)
- Asam
mefenamat
acid 3x1 tab
- Dulgesik 3x1
tab
- Terpasang
durogesic
patch didada
kanan
- P : Nyeri
luka op
- Q : Seperti
disayat-sayat
- R : Dibawah
pusar
- S : Skala
nyeri 2
- T : Hilang
timbul
- TD : 102/60
mmhg
N : 79x/mnt
S : 36,5
RR : 19x/mnt
Spo2 99%
A: Masalah teratasi
P: intervensi tetap
dilanjutkan
1. memonitor
ttv dan ku
2. kaji skala
nyeri
3. kolaborasi
pemberian
therapy
analgetic dan
antibiotic
2. 29/11 Intoleransi 1. Memonitor ttv dan ku S:
2023 aktifitas b.d. 2. Memfasilitasi pasien - Pasien
Jam 15:00 imobilitas untuk mobilisasi mengatakan
ditandai dengan sudah bisa
pasien mengeluh jalan, sudah
pusing saat bisa pipis
bergerak, merasa dikamar
lemah, belum bisa mandi
mika-miki post sc O:
(D.0056) Hal : - Ku Baik Kes
128 CM
- IVFD sudah
di aff
- DC sudah di
AFF
- Therapy
oral :
- Clindamycin
2x300 mg
(po)
- Asam
mefenamat
acid 3x1 tab
- Dulgesik 3x1
tab
- Terpasang
durogesic
patch didada
kanan
- TD : 102/60
mmhg
N : 79x/mnt
S : 36,5
RR : 19x/mnt
Spo2 99%
A: Masalah teratasi
P: Intervensi
dihentikan
3 28/11 Resiko infeksi 1. Memonitor ttv dan S :
2023 d.d. efek prosedur ku - Pasien
Jam 15:00 invasif 2. Memonitor tanda- mengatakan
tanda infeksi luka tidak
terasa nyeri
- Pasien
mengatakan
tidak ada
demam
O : ku sedang kes
CM
Verban bersih,
kering, tidak ada
rembesan darah
TD : 102/60 mmhg
N : 79x/mnt
S : 36,5
RR : 19x/mnt
Spo2 99%
Hematokrit 35.8 %
Eritrosit 4.08103/ul
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
Rencana pulang besok
pagi, ganti verban anti air
(opsite)
Therapy pulang :
Clindamycin 2x300 mg
Asmef 3x1 tab
Durogesik 3x1 tab
Tambahan paracetamol
tab 3x2 tab (jika masih
nyeri)