DI SUSUN OLEH :
1. NINI TRIYANI
2. ROZIHAN AMRI
3. NIDIA RAHMAWATI
4. RIAN APRIZAL
5. SETIA SUKMA DARWANTO
6. JOKO SETIO BUDI
TAHUN 2021/2022
A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
kedalam jalan lahir. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
ada dua yaitu, persalinan spontan dan bantuan. Persalinan spontan adalah proses lahirnya
bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi
yang umunya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan bantuan adalah proses
persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstrasi dengan forsep atau
Sectio caesaria merupakan salah satu persalinan bantuan. Menurut Liu (2008)
sectio caesaria merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan insisi melalui
abdomen dan uterus. Sectio caesaria dilakukan pada ibu dengan indikasi KPD, disfungsi
uterus, distosia jaringan lunak, plasenta Previa, sedangkan indikasi pada anak adalah
janin besar, gawat janin dan letak lintang (Prawiroharjo, 20l0). Masalah yang muncul
pada pasien post sectio caesaria akibat insisi oleh robeknya jaringan pada dinding perut
dan dinding uterus adalah nyeri. Nyeri didefinisi sebagai pengalaman sensori dan emosi
yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial
(Billington, 2010).
Hasil penelitian didunia pada tahun 2013 didapatkan sectio caesareo dengan
indikasi sebanyak 58,17%, sedangkan sectio caesaria non indikasi sebanyak 4l,83%
(Depkes RI dalam Nurak 2013). Angka kematian sectio coesarea di Indonesia menurut
survei nasional tahun 2017 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8%
dari seluruh persalinan (Kasdu dalam Anonim, 2013). Di Indonesia, presentasi operasi
SC sekitar 5-15% dirumah sakit pemerintah sekitar 11%, sementara dirumah sakit
swasta bisa lebih dari 30%. Menurut SDKI 2012, angka kejadian SC di Indonesia
921.000 dari 4.039.000 persalinan atau 22,8% dari seluruh persalinan. menurut data riset
di provinsi Lampung tahun 2013 menurut hasil Riskesdas sekitar 4,5%, angka kejadian
secsio caesaria di Kota Bandar Lampung pada tahun 2012 adalah 3.401 dari 170.000
persalinan (20%) dan seluruh persalinan (Dinkes Propinsi Lampung, 2012). Hasil pra
survey angka persalinan SC di RSUD Pringsewu tahun 2018 dari l00% ibu bersalin ada
24,8% yang bersalin secara normal dan 75,2% dengan tindakan SC.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan post operasi sectio caesaria
melalui asuhan yang komprehensif
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep operasi sectio caesaria
b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan post operasi sectio caesaria
c. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan post operasi sectio
caesaria
d. Merumuskan intervensi keperawatan pada pasien dengan post operasi sectio
caesaria
e. Melakukan implenlentasi pada pasien dengan post operasi sectio caeserea
f. Melakukan evaluasi pada pasien dengan post operasi sectio caeserea
g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pasien dengan post operasi sectio
caesaria
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 400 gram (Sarwono, 2008). Pendapat lain
badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wikojosastro, 2006).
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi
distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis ianin dan ibu. Sectio
sesarea dapat rnerupakan prosedur elektif atau darurat .Untuk section caesaria
biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi umum,
maka persiapan dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi
Insisi pada bawah rahim bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga Iuka dapat sembuh lebih
sempurna
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
Atonia uteri
Plasenta accrete
Myoma uteri
3. Indikasi
a. Indikasi ibu :
Disfungsi Uterus
Plasenta Previa
b. Indikasi Anak
Janin besar
Gawatjanin
Letaklintang
4. Komplikasi
dibagi menjadi:
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
cabang cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Pada Bayi :
Hipoksia.
Depresi pemafasan.
Truma persalinan
5. Etiologi
resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu
(Dystasia, 2007).
Disfungsi uterus
Plasenta previa
Gawat janin
Letak lintang
Hydrocephalus
6. Patofisiologi
Pathway
PERSALINAN
Distosia serviks
Pre eklamsidan Ht
Tuor jalan lahir
Stenosis servik
uteri/vagina
Malpresentasi janin
Janin besar
Panggul sempit
Plasenta previa
Partus tak maju
Partus lama
Ruptura uteri
mengancam
Sectio Caesar
Prosedur Pembedahan
Psikologis
Trauma
Jaringan Efek
anastesi Cemas
Nyeri Resiko
Kehilangan
vakuler
berlebih
Resiko
kekurangan
volume cairan
7. Pemeriksaan penunjang
e. Pemeriksaan elektrolit
8. Penatalaksanaan post SC
a. Pemberian cairan
(spinal/lumbal), pasien sudah dapat di berikan minum dan makan setelah 2 jam
operasi karena cara kerja obat anastesi lokal tidak mempengaruhi saluran
perbolehkan makan dan minum setelah platus (buang angin), keluarnya gas
Pengeluaran gas biasanya terjadi 12 jam setelah operasi. Maka pemberian cairan
perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
b. Diet
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - l0 jam pasca operasi,
c. Mobilisasi
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
berjalan sendiri pada hari ke-3 pasca operasi, selanjutnya perencanaan pulang
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
2. Analgetik
3. Obat-obatan lain
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka diobservasi pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti. Bila luka bersih dipasang ofsite pada hari ke
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan daram pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
h. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari pertama post operasi. Jika ibu
1. Pengertian
dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan
primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Sarwono
Prawirohardjo, 2005).
2. Etiologi
diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Kemungkinan yang menjadi faktor
predesposisi adalah:
a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD.
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
e. Faktor lain
2) Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan
3. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi
kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak mikroorganisme
secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan
PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga
interleukin 1, factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang
diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang ditemukan dalam cairan
masuk kedalam cairan amnion juga merangsang sel-sel disidua untuk memproduksi
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau
produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan rupture kulit ketuban .Banyak flora servikoginal komensal dan
secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III papa manusia, membuktikan bahwa
infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau
infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban
pecah dini.
netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi manusia
4. Manifestasi Klinis
a. Keluarnya air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
e. Inspeksi : Tampak air ketuban mengalir, atau selaput ketuban tidak ada air dan
f. Bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
5. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
4) Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir bila ada
faktor predisposisi
b. Panduan Mengantisipasi
Jelaskan pasien yang memiliki riwayat berikut ini saat prenatal bahwa mereka
2) Herpes aktif
b) Basahi kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide untuk
3) Bila pecah ketuban dan / atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas, lakukan
c) Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan
4) Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes Tipe 2,
rujuk ke dokter.
d. Penatalaksanaan Konservatif
2) Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan kevagina,
c) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan
apa pun.
e. Penatalaksanaan Agresif
3) Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada
indikasi, kaji nilai bishop (lihat label 5-2) setelah pemeriksaan spekulum.
Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang
7) Periksa hitung darah lengka bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada
hari berikutnyasampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi
6. Komplikasi
a. Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.
d. Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.
Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD prater mini terjadi pada usia
g. Infeksi intrauterine
i. Prematuritas
j. Distosia
1. Pengertian
bokong, kaki atau kombinasi keduanya. Persalinan pada bayi dengan presentasi
bokong (sungsang) dimana bayi letaknya sesuai dengan badan ibu, kepala berada
pada fundus uteri sedangkan bokong merupakan bagian terbawah (di daerah pintu
2. Etiologi
panggul.
lain.
a. Sudut Ibu
1) Keadaan rahim
a) Rahim arkuatus
c) Uterus dupleks
2) Keadaan plasenta
b) Plasenta previa
a) Kesempitan panggul
b. Sudut janin
3) Kehamilan kembar
a. Letak bokong murni: prensentasi bokong murni (Frank Breech). Bokong saja
b. Letak bokong kaki (presentasi bokong kaki) disamping bokong teraba kaki
(Complete Breech). Disebut letak bokong kaki sempurna atau tidak sempurna
kalau disamping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja.
c. Letak lutut (presentasi lutut) dan letak kaki, yang keduanya disebut dengan
istilah Incomplete Breech. Tergantung pada terabanya kedua kaki atau lutut atau
hanya teraba satu kaki atau lutut disebut letak kaki atau lutut sempurna dan letak
4. Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan
dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban
relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan
demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau
letak lintang.
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban
relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar daripada
kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus
uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus.
Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan,
frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin
sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Sayangnya, beberapa fetus tidak
a. Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan ibu
b. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri.
c. Punggung anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan bagian-bagian kecil
pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang budar
dan lunak.
6. Komplikasi
a. Komplikasi ibu
1) Perdarahan
3) Infeksi
b. Komplikasi anak
1) Sufokasi / aspirasi :
Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan rongga uterus
ini merangsang janin untuk bernafas dalam jalan lahir sehingga menyebabkan
terjadinya aspirasi.
2) Asfiksia :
3) Trauma intrakranial:
a) Panggul sempit
c) Fraktura humerus
d) Fraktura klavikula
e) Fraktura femur
5) Dislokasi bahu
tekanan pada pleksus brachialis oleh jari-jari penolong saat melakukan traksi
7. Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan yaitu:
a. Pemeriksaan abdominal
2) Diatas panggul teraba masa lunak, irreguler dan tidak terasa seperti kepala,
4) Kepala teraba difundus uteri, mungkin kepala sukar diraba bila ada dibawah
hepar atau iga-iga.kepala lebih keras dan lebih bulat danlebih pada bokong
yang sama RSA (right sacrum anterior) denyut jantung janin (DDJ)terdengar
paling keras dikuadran kanan atau perut ibu, kadang–kadang DDJ terdengar
dibawah umbilikus, dalam hal ini banyak diagnosa yang dibuat dengan palpasi
c. Ultrasonografi
normal. Letak sungsang dikenal pula dengan istilah kelahiran bokong dengan
tungkai menekuk lurus kearah depan tubuh hingga mengurangi kebebasan gerak
lahir terakhir, bokong lutut satu atau kedua lutut menghadap jalan lahir.
8. Penatalaksanaan
a. Sewaktu Hamil
Yang terpenting ialah usaha untuk memperbaiki letak sebelum persalinan terjadi
1) Sebagai persiapan :
d) Kaki dibengkokan pada lutu dan pangkal paha supaya dinding perut
kendor.
lain, sehingga badan anak membulat dengan demikian anak mudah diputar.
4) Versi : anak diputar sehingga kepala anak terdapat dibawah. Arah pemutaran
hendaknya kearah yang lebih mudah yang paling sedikit tekanannya. Kalau
ada pilihan putar kearah perut anak supaya tidak terjadi defleksi. Setelah
b. Pimpinan Persalinan
1) Cara berbaring :
b) Trendelenburg
2) Melahirkan bokong :
3) Ekstraksi kaki
Ekstraksi pada kaki lebih mudah. Pada letak bokong janin dapat dilahirkan
Terdiri dari:
a) Partus spontan (pada letak sungsang janin dapat lahir secara spontan
seluruhnya)
Waktu memimpin partus dengan letak sungsang harus diingat bahwa ada 2
fase, yaitu:
Bila badan janin sudah lahir sampai pusat, tali pusat akan tertekan antara
kepala dan panggul, maka janin harus lahir dalam waktu 8. Untuk
1. Pengkajian focus
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status
b) Keluhan utama:nyeri
yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
previa)
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
Sirkulasi
Integritas ego
Neurosensori
Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
Pernapasan
Keamanan
Seksualitas
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d luka bekas operasi pada abdomen
3. Rencana Keperawatan
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA DASAR
1. DATA DEMOGRAFI
a. Identitas Pasien
1) Nama : Ny. S
2) Usia : 40 th
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Status Perkawinan : Menikah
5) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6) Agama : Islam
7) Pendidikan : SD
8) Suku : Jawa
9) Bahasa yang di gunakan : Indonesia
10) Alamat Rumah : Surabaya Udik Kecamatan Sukadana kab
lampung Timur
11) Sumber Biaya : BPJS
12) Tanggal Masuk RS : 08 Oktober 2021
13) Diagnosa saat Pengkajian : P7A2 Post Partum SC hari ke 2 atas indikasi
KPD + Presentasi Bokong
14) Tanggal Operasi : 08 Oktober 2021 Pukul 10.30 WIB
b. Sumber Informasi
1) Nama : Tn.P
2) Usia : 46 tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Hubungan dengan Pasien : Suami
5) Pendidikan : SMP
6) Pekerjaan : Tani
7) Alamat : Surabaya Udik Kecamatan Sukadana kab
lampung Timur
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Masuk RS (UGD/Poliklinik)
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Perkawinan
: Keturunan
3. RIWAYAT OBSTETRI
a. Riwayat Menstruasi
1) Menarche : klien mengatakan pertama kali haid umur 13 tahun
2) Siklus : klien mengatakan siklus haid setiap 28 hari
3) Banyaknya : klien mengatakan banyaknya darah saat haid dalam
jumlah normal sehari 2 kali ganti pembalut
4) Keteraturan : klien mengatakan siklus haid teratur
5) Lamanya : klien mengatakan haid + 5 hari
6) HPHT : 28 Februari 2021 TP. 6 Desember 2020
7) Keluhan yang menyertai : klien mengatakan saat haid nyeri pada perut bawah
b. Riwayat Perkawinan
1) Kawin/tidak kawin : klien mengatakan menikah
2) Umur ibu menikah : klien mengatakan menikah pada umur 17 tahun
3) Umur bapak menikah : Klien mengatakan suaminya menikah pada umur 23
th
4) Lama pernikahan : usia perkawinan 23 tahun
Perdarahan
Kehamilan
Penolong
Anak Ke
Keadaan
Kelamin
Penyulit
Penyulit
Laserasi
Infeksi
Umur
Fisik
Jenis
Jenis
BB
PB
1 40 - Spo Dukun Tak Ti Ti Ti Perem 3500 50 Menin
da da da
mg ntan ada puan gr cm ggal
k k k
umur
6 th
2 16 - Abo
mg rtus
3 8 mg - Abo
rtus
4 40 - Spo Dukun Tak Ti Ti Ti Laki- 3300 48 Baik
ada da da da
mg ntan laki gr cm
k k k
5 40 - Spo Bidan Tak Ti Ti Ti Perem 3000 48 Baik
ada da da da
mg ntan puan gr cm
k k k
6 38 - Spo Dukun Tak Ti Ti Ti Laki- 3100 49 Baik
ada da da da
mg ntan laki gr cm
k k k
7 38 - SC Dokter KPD Ti Ti Ti Laki- 3100 50 Baik
da da da
mg laki gr cm
k k k
b. Pola Eleminasi
BAK
Sebelum Sakit
Klien mengatakan sebelum sakit BAK sehari 5-6 kali dengan waktu tidak tentu
+ 700-900 ml, urine berwarna kuning dengan bau khas, tidak ada kekeruhan,
tidak ada keluhan dan nyeri saat BAK
Saat ini:
Kateter sudah dilepas, klien megatakan BAK sehari 4 kali, urine berwarna
kuning, tidak ada kekeruhan, tidak ada keluhan saat BAK, urine + 600 ml dalam
sehari
BAB
Sebelum Sakit
Klien mengatakan BAB 1 kali perhari pada pagi hari warna kuning kecoklatan
dengan bau khas feces, diawal kehamilan tidak ada keluhan saat BAB, pada
trimester 3 sering mengalami konstipasi.Klien tidak pernah menggunakan obat
pencahar
Saat ini
Klien mengatakan selama di rawat di RS belum BAB
5. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
a. Respon ibu terhadap kelahiran bayinya
Klien mengatakan sangat senang dengan kelahiran anaknya yang ke tujuh
b. Respon anggota lain terhadap kehadiran bayi
Klien mengatakan suami dan seluruh anggota keluarga yang lain sangat senang
dengan kelahiran bayinya
c. Kesiapan mental untuk menjadi ibu
Klien mengatakan sangat siap menjadi seorang ibu
d. Rencana perawatan bayi
Klien mengatakan akan mengasuh anaknya sendiri, tetapi sementara akan meminta
bantuan ibu dan suaminya sampai luka operasinya mongering dan sembuh.
e. Self care :
6. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum : lemah
2) Kesadaran : composmentis
3) BB sebelum hamil : 53 Kg
4) BB Hamil : 72 Kg
5) BB sekarang : 55 Kg
6) TB : 161 cm
7) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 82 X/menit
- Suhu : 36,8 0 C
- Respirasi : 22 X/menit
b. Pemeriksaan Khusus
10) Ekstremitas
Tidak terjadi edema, tidak ada varises, reflek patella positif.
11) Anus
Terdapat pembesaran haemoroid, kebersihan anus baik
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Tgl 08 Oktober 2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Normal
Golongan Darah A/+
GDS 55 70 – 115 mg/dl
HBsAg Non reaktif Non reaktif
HCT 40,8 % F 40 – 52
HB 10,5 g/dl F 12 – 16
WBC (leucosit) 12,5 10^3/ul 3,6 – 11
RBC (eritrosit) 4,51 10^6/ul 3,8 – 5,2
9. DATA FOKUS
a. Data Subjektif
Klien mengatakan nyeri pada daerah bekas operasi
Klien mengatakan nyeri bertambah jika bergerak
Klien mengatakan nyeri berkurang saat istirahat
Klien mengatakan nyeri hilang timbul
Klien mengatakan tidak mampu melakukan pergerakan secara mandiri
Klien mengatakan setiap aktivitas dibantu keluarganya
Klien mengatakan nyeri saat melakukan pergerakan
Hari/ Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Tanggal Keperawatan
1. Minggu Gangguan rasa Setelah 1. Kaji keluhan 1. Mengidentifika
10/10/2
nyaman (nyeri dilakukan nyeri si derajat
021
akut) b.d luka asuhan (PQRST). ketidaknyaman.
operasi SC keperawatan 2. Berikan posisi 2. Meningkatkan
pada abdomen pada klien yang nyaman relaksasi dan
selama 3x24 jam (semifowler) menurunkan
diharapkan nyeri 3. Ajarkan klien rasa nyeri
klien berkurang melakukan 3. Menurunkan
dengan kriteria: teknik rasa nyeri
Klien relaksasi nafas melalui efek
mengatakan dalam nonfarmakologi
nyeri 4. Kolaborasi k
berkurang dengan dokter 4. Menghilangkan
Skala nyeri 2 pemberian nyeri melalui
Klien rileks obat anti nyeri efek
mengontrol
rasa nyeri
2. Minggu Hambatan Setelah 1. Kaji adanya 1. Merencanakan
10/10/2
mobilitas fisik dilakukan keterbatasan intervensi
021
b.d Kurang asuhan dalam dengan tepat
terpapar keperawatan beraktivitas 2. Mengkaji
informasi selama 3 x 24 dan sejauhmana
tentang jam diharapkan kelemahan perbedaan dan
aktivitas fisik klien mampu saat peningkatan
beraktivitas beraktivitas tanda vital
seoptimal 2. Catat tanda setelah aktivitas
mungkin dengan vital 3. Mengurangi
kriteria hasil sebelum dan kekakuan pada
• Klien dapat sesudah otot dan sendi
beraktivitas aktivitas 4. Membantu
H : Skala nyeri 4 O:
- Klien meringis menahan
2. Memberikan posisi yang
nyeri
nyaman (semifowler)
- Skala nyeri 2
R : Klien merubah posisi
- Klien tampak gelisah
H :Klien tampak nyaman dan
A:
rileks
Masalah nyeri belum teratasi
3. Mengajarkan klien untuk P:
teknik relaksasi nafas Lanjutkan intervensi:
dalam. 1. Kaji keluhan nyeri
R :Klien mengatakan nyeri 2. Berikan posisi yang nyaman
berkurang 3. Ajarkan klien untuk
H :Klien mampu melakukan melakukan teknik relaksasi
teknik nafas dalam nafas dalam
4. Kolaborasi dengan dokter
4. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
dalam pemberian terapi
5. Menganjurkan keluarga
membantu klien dalam
aktivitas sehari-hari
R:Keluarga mau dan mampu
membantu aktivitas klien
H:Aktivitas klien di bantu
keluarga
III 10/10/2021 1. Mengkaji adanya tanda S:
REEDA (redness, edema, - Klien mengatakan luka
echimosis, drainage, jahitan terasa nyeri
approximately) pada luka O:
post operasi SC - Terdapat luka post op SC +
R : Klien kooperatif 15 cm
H: - Luka kering
- Tidak terdapat tanda - Tidak ada rembesan
tanda infeksi pada luka eksudat/cairan
- Luka kering tidak - Tidak ada tanda tanda
mengeluarkan cairan infeksi
A:
2. Lakukan perawatan luka Masalah resiko infeksi teratasi
dengan teknik aseptik sebagian
R :Klien mampu P:
bekerjasama Lanjutkan intervensi:
H: - Kaji terhadap REEDA
Perban masih tertutup dan (Redness/kemerahan,
belum dapat dilakukan Edema/bengkak,
perawatan luka Echimosis/memar biru
kehitaman,
3. Inspeksi balutan
Drainage/rembesan,
abdominal terhapat
Approximathly/jahitan tidak
eksudat/rembesan
menyatu)
R : klien mau bekerjasama
- Kolaborasi pemberian
H :Tidak ada
antibiotic dengan dokter
rembesan/eksudat
4. Menjelaskan kepada
pasien pentingnya nutrisi
untuk penyembuhan luka
5. Pantau peningkatan
tanda-tanda vital
R : klien mau bekerjasama
H:
TD : 110/80 mmHg
N: 82 X/menit
S: 36,70 C
RR: 20 X/menit
6. Kolaborasi pemberian
antibiotic sesuai indikasi
R :Klien mau bekerjasama
untuk
H : klien mendapatkan
ceftriaxone 1 gr/8 jam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien masuk pada tanggal 08 Oktober 2021 pukul 11.00 WIB. Penulis melakukan
pengkajian pada tanggal 10 Oktober pukul 09.30 WIB, diagnosa medis P7 A2post
partum SC hari ke-2. Keluhan utama adalah nyeri luka operasi post SC. Sectio caesaria
adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut
ibu (laparatomi) dan rahim (histerotomi) untuk mengeluarkan bayi. Lebih dari 85%
indikasi sectio caesaria dilakukan karena riwayat sedio caesaria, distosia persalinan,
Berdasarkan data tersebut telah sesuai dengan teori yang menyebutkan setiap
pembedahan selalu berhubungan dengan insisi atau sayatan yang merurakan trauma atau
kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Salah satu
keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri (Sjamsuhidajat, 2005). Hasil pengkajian
pasien dapat berbicara dengan lancer, tidak ada gangguan pendengaran, penciuman,
penglihatan maupun alat indera lainnya. Pasien mengatakan nyeri pada daerah bekas
operasi post SC, (P) nyeri karena luka insisi pembedahan, (Q) nyeri terasa hilang timbul,
(R) nyeri dibagian perut sekitar luka bekas operasi, (S) skala nyeri 4, (T) nyeri terasa
saat klien bergerak,. Hal ini sudah sesuai dengan teori karena pasien dengan post operasi
akan mengalami nyeri akibat pembedahan. Pengkajian yang bisa dilakukan perawat
kualitas/kuantitas nyeri yang dirasakan, apakah nyeri bersifat tumpul, seperti terbakar,
berdenyut, tajarn, taiam atau menusuk, region yaitu lokasi nyeri yang dirasakan klien,
scale yaitu keparahan, misalnya skala nyeri 0 tidak ada nyeri, skala nyeri 1-3 yaitu nyeri
ringan, skala 4-6 yaitu nyeri sedang, skala nyeri 7-10 yaitu nyeri berat, time yaitu berapa
lama nyeri berlangsung, kapan, apakah ada waktu-waktu tertentu yang menambah nyeri,
Hasil pemeriksaan fisik pada Ny.S antara lain keadaan/penampilan umum Ny.S
dan kekuatan kuat, respriasi 22x/menit dengan irama teratur, suhu 36,8oC. Berdasarkan
teori nyeri, nyeri akan menyebabkan respon fisiologis meliputi peningkatan tekanan
darah, nadi dan pernafasan (Mubarok, 2007). Sesuai dengan hasil pemeriksaan pada
klien terdapat kesenjangan dengan teori dimana hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada
Ny.S cenderung stabil. Setiap individu mempunyai koping yang berbeda-beda, psikis
dan sikap seseorang sangat berpengaruh terhadap respon nyeri yang menyebabkan
steril, tidak mengeluarkan cairan dari luka, luka bersih, nyeri disekitar luka bila
disentuh/diraba atau ditekan pada perut yang mengalami insisi pembedahan. Data yang
didapatkan telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa perawat memerlukan
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa pertama yang diangkat penulis adalah gangguan rasa nyaman nyeri
nyeri dengan mengacu dari hasil analisa data dimana data subjektif pasien mcngatakan
nyeri pada luka operasi, (P) nyeri karena luka insisi pembedahan, (Q) nyeri terasa seperti
ditusuk-tusuk, (R) nyeri dibagian perut sekitar luka bekas operasi. (S) skala nyeri 4, (T)
nyeri terasa saat klien bergerak, nyeri terasa hilang timbul. Penulis memprioritaskan
sebagai prioritas utama didasarkan pada teori Hierarki Maslow (fisiologis, rasa aman
nyeri, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri). Dimana nyeri
sehari-hari seperti istirahat tidur, pola perilaku, dan psikososial. Oleh karena itu nyeri
harus segera ditangani atau dibebaskan, terbebas dari nyeri merupakan salah satu
berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik. Menurut PPNI
keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Banyak keuntungan bisa diraih dari
latihan ditempat tidur pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi sangat penting dalam
percepatan hari rawat dan mengurangi resiko-resiko karena tirah baring lama seperti
(Smeltzer,2001).
Penulis mengangkat diagnosa gangguan mobilitas fisik dengan mengacu dari hasil
karena adanya luka operasi, pasien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarganya, nyeri
saat klien bergerak. Batasan karakteristik gangguan mobilitas fisik yaitu adanya
(Tarwoto, 2006).
Diagnosa ketiga yang diangkat oleh penulis adalah resiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan insisi pembedahan operasi SC. Menurut PPNI (2017) diagnose
resiko infeksi merupakan suatu keadaan yang beresiko mengalami peningkatan terserang
organisme patogenik, hal ini dapat terjadi salah satunya karena efek prosedur invasif /
pembedahan. Penulis mengangkat diagnosa ini dengan mengacu dari hasil analisa data
dimana data subjektif klien mengatakan ada luka jahitan post operasi, sedangkan data
objektif didapatka hasil terdapat luka operasi SC pada abdomen dengan jahitan + 15 cm,
C. Intervensi keperawatan
Education, Collaboration). Tujuan dan kriteria hasil disusun berdasarkan NOC (Nursing
jaringan, tujuan dari tindakan yang dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil:
klien tidak merasakan nyeri, skala nyeri 2, klien rileks, rnampu mengontrol rasa nyeri.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa pertama adalah kaji nyeri (P,Q,R,S,T) dengan
untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional membantu menurunkan
rasa nyeri, membantu pasien rileks, dan meningkatkan kualitas tidur. Teknik relaksasi
nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat
mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat
perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga
2002). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat (keterolac) dengan
Pada diagnosa kedua adalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kurang
terpapar informasi tentang aktivitas fisik, tujuan dari tindakan yang dilakukan adalah
fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil : klien dapat menunjukkan peningkatan
mobilitas. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa kedua adalah lakukan latihan aktif
Pada diagnosa ketiga yaitu resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
pembedahan SC, tujuan dari tindakan keperawatan yang dilakukan Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria
hasil Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada luka operasi dan Whole Blood Cell (sel
darah merah dan sel darah putih) dalam batas normal. Intervensi yang dapat dilakukan
antara lain, kaji tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsiolaesa), lakukan
yaitu gangguan rasa nyaman nyeri dilakukan selama 1 hari pada tanggal 10 Oktober
2021. Tindakan yang dilakukan perawat adalah mengkaji nyeri (PQRST) untuk
untuk mengurangi nyeri, membantu pasien rileks, dan meningkatkan kualitas tidur
(lrwan,201l). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat (ketorolac) untuk
Penulis mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam atas dasar penelitian yang
dilakukan oleh Amita dkk (2018) yang menyebutkan bahwa ada pengaruh teknik
relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien post-operasi sectio Caesaria.
Pada jurnal tersebut menjelaskan tentang penyusunan rencana tindakan pada pasien
dengan post sectio Caesaria dengan diagnosa keperawatan nyeri. Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa nyeri adalah dengan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
untuk mengurangi nyeri hal ini dapat disimpulkan bahwa skala nyeri sebelum dilakukan
perlakuan. Pada pasien yang dikelola penulis, skala nyeri dari skala nyeri 4 menjadi
Menurut Smelzer & Bare (2002), Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh
teknik relaksasi terletak pada fisiologi system syaraf otonom yang merupakan bagian
individu.
pasien rileks, dan meningkatkan kualitas tidur (Andarmoyo, 2013). Menurut Henderson
(2005) dalam Rini (2013) teknik relaksasi dapat dilakukan untuk mengendalikan rasa
nyeri dengan meminimalkan aktifitas simpatik dalam sistem saraf otonom. Teknik
relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada thalamus
yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana sebagai pusat nyeri yang bertujuan agar
keperawatan selama 2 hari dengan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dapat
gerak aktif maupun pasif atau mobilisasi, tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi,
lakukan pengetahuan kesehatan tentang latihan dan istirahat, lakukan kerja sama dengan
keluarga dalam perawatan klien. Melakukan latihan gerak aktif maupun pasif atau
mobilisasi merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah
dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah (Smeltzer, 2001). Tujuan mobilisasi
pembedahan yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca pembedahan dimulai dari
latihan ringan diatas tempat tidur(latihan menggerakkan tangan dan tungkai) sampai
pasien bisa turun dari tempat tidur dan berjalan (Smeltzer, 2001).
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2015) yang berjudul, pengaruh
mobilisasi dini terhadap intensitas nyeri post operasi Sectio Caesaria di RSUD dr.
Moewardi Surakarta, pada jurnal tersebut menjelaskan bahwa ada pengaruh mobilisasi
dengan pembedahan adalah kaji tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,
antibiotic. Menurut Nurani dkk (2014) Penyembuhan luka adalah proses penggantian
dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Infeksi menghambat proses penyembuhan
luka sehingga menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas bertambah besar. Banyak
faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka antara lain usia, keadaan anemia serta
penyakit penyerta seperti DM. hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Damayanti (2013) Ada hubungan infeksi dengan penyembuhan luka post sectio
caesarea. Menurut Damayanti mengutip dari Boyle (2008) dalam damayanti, infeksi
dapat menghambat proses penyembuhan luka dan juga menyebabkan kerusakan pada
jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi pada diagnosa pertama adalah nyeri dihari kedua, Minggu 10 Oktober 2021
dilakukan pada pukul 09.30 WIB, pasien mengatakan nyeri karena luka operasi (P) nyeri
karena luka insisi pembedahan, (Q) nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, (R) nyeri dibagian
perut sekitar luka bekas operasi, (S) skala nyeri 4, (T) nyeri terasa saat klien bergerak,
nyeri terasa hilang timbul. Klien meringis menahan sakit, terdapat luka bekas operasi
panjang ± 15 cm. Masalah teratasi sebagian dan lanjutkan intervensi kaji keluhan nyeri
Maka dapat disimpulkan skala nyeri sebelum dilakukan tindakan keperawatan dan
kolaborasi dengan dokter adalah skala nyeri 4 dan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan teknik relaksasi nafas dalam, posisi nyaman dan kolaborasi dengan dokter
skala nyeri bekurang menjadi skala nyeri 2. Hal ini sama dengan teori yang dijelaskan
dalam penelitian yang dilakukan oleh Trullyen Vista Lukman (2013) yang berjudul
pengaruh tekhnik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien post
operasi sectio caesaria di RSUD prof. dr. Hi. Aloei Saboe kota Gorontalo, pada asuhan
keperawatan Ny. M dengan post operasi sectio caesaria hari ke-l diruang mawar Rsud
Evaluasi diagnosa gangguan mobilitas fisik dihari kedua, Minggu 10 Oktober 2021
pukul 11.00 WIB. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mau memulai untuk
melakukan mobilisasi miring iri dan kanan, klien tidak takut lagi melakukan pergerakan.
Tetapi aktivitas masih dibantu oleh keluarga, klien masih mengeluh lemas. Masalah
teratasi sebagian dan lanjutkan intervensi. lntervensi yang dilanjutkan adalah latihan
gerak aktif maupun pasif atau mobilisasi, tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi,
Evaluasi pada diagnose ketiga yaitu resiko infeksi pada hari ke dua Minggu 10
Oktober 2021 pukul 13.00 WIB pasien mengatakan Klien mengatakan luka jahitan
masih terasa nyeri, pada data objektif didapatkan data terdapat luka post op SC + 15 cm
tertutup kassa steril, luka kering, tidak ada rembesan eksudat/cairan, tidak ada tanda
tanda infeksi. Untuk itu intervensi agar tetap dilakukan agar infeksi pada daerah luka
A. Kesimpulan
S dengan post op sectio caesaria di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah
1. Pengkajian
Keluhan utama yang dirasakan Ny. S adalah nyeri luka operasi. Pasien mengatakan
nyeri pada luka operasi, (P) nyeri karena luka insisi pembedahan, (Q) nyeri terasa
seperti ditusuk-tusuk, (R) nyeri dibagian perut sekitar luka bekas operasi, (S) skala
nyeri 4, (T) nyeri terasa saat klien bergerak, nyeri hilang timbul. Pemeriksaan
abdomen diinspeksi adanya luka post op sectio caesaria, tidak ada rembesan cairan,
luka bersih, panjang luka ± 15 cm tertutup kassa steril, nyeri disekitar luka bila di
sentuh/diraba/ditekan.
2. Diagnosa keperawatan
Akut) b.d luka operasi SC pada abdomen, Hambatan mobilitas fisik b.d Kurang
terpapar informasi tentang aktivitas fisik, Resiko Infeksi b.d Insisi pembedahan
operasi SC.
3. Intervensi Keperawatan
prioritasgangguan rasa nyaman (nyeri Akut) b.d luka operasi SC pada abdomen,
tujuan dari tindakan yang dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 24jam nyeri berkurang dengan kriteria hasil: klien tidak merasakan nyeri,
skala nyeri 2, klien rileks, dan klien mampu mengontrol rasa nyeri.
Implementasi yang dilakukan penulis tanggal 10 Oktober 2021 pada Ny. S adalah
pasien rileks, dan meningkatkan kualitas tidur (Irwan, 2OlI). Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi obat (Pronalgess supp) untuk menurunkan atau
menghilangkan nyeri.
5. Evaluasikeperawatan
teratasi sebagian.
Teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada Ny. S dengan
post op sectio caesaria, mampu mengurangi intensitas nyeri pada pasien yaitu skala
nyeri sebelum dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam selama 2 hari adalah
skala nyeri 4 dan setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam adalah
skala nyeri 2.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan post op sectio
caesaria, penulis akan memberikan usulan dan masukan positif, khususnya dibidang
pasien pentingnya untuk melakukan mobilisasi dini, melakukan latihan gerak aktif,
penjelasan pentingnya nutrisi untuk penyembuhan luka, perawatan luka secara steril
terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post op sectio caesaria, mengurangi
DAFTAR PUSTAKA
Geri Morgan, 2009. Obsteri dan ginekologi panduan praktik, Jakarta: EGC.
Johjun, M., Et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (noc)Second Edition IOWA
Intervention Prij ect, Morby.
Mc. Closkey, C.J. let all, 2002, Nursing Intevention (nic) rnaan Askep%20 Second Edition,
IUWA Intervention Project, Morby
Nurani, Dian, et al. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Proses Penyembuhan Luka
Post Sectio Caesarea. Jurnal Ilmiah Bidan, 2015, 3.1: 91309.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Redah Brunner & Studart. Edisi 8.
Volume 2, Jakarta. EGC.
Handayani, S. 2015. Pengaruli mobilisasi dini terhadap intensitas nyeri post operasi sectio
caesaria di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Artikel Ilmiah
Trullyen Vista Lukman. 201J. Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas
nyeri pada pasien post-operasi sectio caesaria d RSUD.Prof.DR.Hi.Aloei Saboe Kota
Gorontalo