Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

MATERNITAS
POST PARTUM SECTIO CAESAREA

Disusun Oleh :
SINDY SILVIANI ADE PUTRI
2211102412219

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
PROFESI NERS
2022
A. Pengertian
Salah satu upaya untuk menekan angka morbilitas dan mortalitas ibu dan anak
adalah dengan pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas pada saat sebelum
persalinan, saat persalinan dan sesudah persalinan. Proses persalinan kadang tidak
dapat berjalan semestinya dan janin tidak dapat lahir secara normal, tindakan sectio
caesarea (SC) merupakan pilihan utama bagi tenaga medas untuk menyelamatkan ibu
dan janin. Sejak 1985 WHO menetapkan standar rata-rata SC disebuah negara adalah
10-15%. Sejak saat itu angka kejadain SC meningkat baik dinegara maju maupun
negara berkembang (WHO,2015).
Persalinan pervaginam dianggap sebagai proses persalinan yang sulit dan
cenderung berbahaya bagi calon ibu dan bayinya, sehingga operasi sesar meskipun
merupakan metode persalinan dengan melakukan pembedahan besar pada perut
cenderung disukai daripada persalinan melalui jalan lahir (pervaginam). Meskipun
pada masa lalu Sectio Caesarea (SC) masih menjadi hal yang menakutkan namun
dengan berkembangnya kecanggihan bidang ilmu kedokteran kebidanan pandangan
tersebut mulai bergeser. Kini persalinan melalui operasi sesar kerap menjadi alternatif
pilihan persalinan (Sihombing dkk, 2017).
Sectio caesarea merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan dengan
membuat sayatan pada dinding perut atau rahim untuk melahirkan janin. Operasi
sectio caesarea merupakan opsi yang dilakukan jika persalinan pervaginan beresiko
besar bagi janin maupun ibu (Sumiati, 2019). Indikasi medis dilakukan sectio
caesarea dipengaruhi oleh faktor janin dan ibu. Faktor janin diantaranya adalah
ukuran/berat janin, letak janin, kelainan tali pusat. Faktor dari ibu adalah usia,
kelainan panggul, jumlah anak yang dilahirkan, KPD maupun preeklamsi (Wulandari
and Widyaningsih, 2020). Terdapat lebih dari 85 % Sectio caesarea dilakukan karena
beberapa penyebab, yaitu: riwayat sectio caesarea sebelumnya, gawat janin, distosia
dan presentasi bokong (Wahyuni, 2019).

B. Etiologi
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah:
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar
e. Perdarahan antepartum
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio
adalah :
a. Malpersentasi janin
1. Letak lintang Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea
adalah jalan /cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan
letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada
perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu
ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada
letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Distosia serviks

C. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan
pada placenta previa walaupun anak sudah mati

D. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
 Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri.
 Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
 Sayatan memanjang (longitudinal)
 Sayatan melintang (tranversal)
 Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin lebih memanjang
 Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
 Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan Ruptura
uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan
luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat
terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan. Untuk mengurangi kemungkinan
ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu
lekas hamil lagi. Sekurang - kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun.
Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk
tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm.
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
 Perdarahan kurang
 Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
 Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan
arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
 Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf
- saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

F. Penatalaksana
a. Perawatan awal
 Letakan pasien dalam posisi datar atau 45 derajat dalam ruang perawatan
 Periksa kondisi pasien, cek tanda vital.
 Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah 1 x 24 jam, jika
penderita sudah terdengar bising usus lalu dimulailah pemberian minuman dan
makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada minimal 6 jam pasca operasi, berupa air putih.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri
 Posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 pasca
operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
 Tunggu bising usus timbul, diet bertahap (cair di teruskan dengan diet lunak)
 Pemberian infus diteruskan sampai pemberian terapi analgetik dan antibiotik
selesai.
e. Perawatan fungsi kandung kemih
 Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada pasien
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan pasien.
f. Perawatan luka
 Ganti verban dengan cara steril (jika verban terdapat rembesan/ terbuka)
 Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
 Mengganti balutan dilakukan pada hari ketiga pasca SC atau sebelum pasien
pulang.
g. Jika masih terdapat perdarahan
 Lakukan masase uterus
 Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M.
h. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam
i. Pemberian analgetik sesuai advis dokter.
j. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
 Paska bedah pasien dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi.
 Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk)
agar diding abdomen tidak tegang.
 Diusahakan agar pasien tidak batuk atau menangis.
 Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi.
 Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
 Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen
 Keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidaknyamanan fisik berupa nyeri dan
kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan
bimbingan kegiatan post op seperti ambulasi dan nafas untuk mempercepat
hilangnya pengaruh anestesi.
 Perawatan pasca operasi, jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan.

G. Penatalaksana Rujukan
1. Menentukan kegawatdaruratan penderita:
Pada tingkat bidan desa, praktik mandiri,puskesmas pembantu dan puskesmas.
Nakes yang ada pada fasilitas layanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan
tingkat kegawatdaruratan kasus yg ditemui, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani
sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
2. Menentukan tempat rujukan
3. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
5. Persiapan pasien (BAKSOKUDA) Persiapan yg hrs diperhatikan dlm melakukan
rujukan , disingkat “BAKSOKUDA” yg dijabarkan sbb:
B (bidan) : pastikan ibu didampingi oleh bidan yang kompeten dan memiliki
kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan, seperti spuit,
infus set, tensimeter, dan stetoskop.
K (keluarga) : beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (pasien) dan alasan
mengapa ia dirujuk.
S (surat) : buat surat rujukan yg berisi identifikasi ibu (klien), alasan rujukan,
uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat yang telah diterima ibu (klien)
O (obat) : bawa obat – obat esensial diperlukan selama perjalanan merujuk
K (kendaraan) : siapkan kendaraan yg cukup baik u/memungkinkan ibu (klien)
dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu
cepat
U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup
untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di temapat rujukan
DA(Darah) :siapkan keluarga yang mempunyai golongan darah sama untuk
persiapan tranfusi darah bila sewaktu-waktu diperlukan.
6. Pengiriman Pasien

H. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil
dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali,
terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis
profunda.
2. Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Komplikasi - komplikasi lain seperti : Luka kandung kemih Embolisme paru –
paru
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

I. Pathway

J. Pemerikasaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

K. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung
2. Keluhan utama klien saat ini
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

L. Diagnostik
1. Cemas
2. Mobilitas
3. Resiko Konstipasi
4. Nyeri
5. Resiko Infeksi
6. Kekurangan Volume Cairan
7. Intoleransi aktivitas
8. Menyusui tidak efektif
9. Perubahan Pola Peran

M. Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
2. Resiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan
3. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI
4. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
N. Penetapan Tujuan dan Kriteria Hasil

No Dx Keperawatan SLKI SIKI

1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)


berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan agen 3x2 jam diharapkan 1.1 identifikasi lokasi,
pencedera karakteristik, durasi,
tingkat nyeri menurun
frekuensi, kualitas,
fisiologi dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
Tingkat nyeri 1.2 identifikasi skala nyeri
(L.08066) 1.3 identifikasi faktor yang
1. keluhan nyeri (5) memperberat dan
2. gelisah (5) memperingan nyeri
3. kesulitan tidur (5) Terapeutik :
4. meringis (5) 1.4 berikan teknik
5. pola tidur (5) nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri

2 Resiko syok Setelah dilakukan Pemantauan cairan (I.03121)


berhubungan keperawatan selama Observasi :
dengan 3x24 jam diharapakan 2.1 monitor frekuensi dan
kekurangan tingkat syok kekuatan nadi
volume cairan meningkat dengan 2.2 monitor frekuensi napas dan
kriteria hasil : tekanan darah
Tingkat syok 2.3 monitor intake dan output
(L.03032) cairan
1. Kekuatan nadi (5) 2.4 identifikasi tanda-tanda
2. Output urine (5) hipovolemia
3. Tingkat kesadaran Terapeutik :
(5) 2.4 atur interval waktu
4. Akral dingin (5) pemantauan sesuai dengan
5. Pucat (5) kondisi pasien
Edukasi :
2.5 jelaskan tujuan dan
prosedur pemantaun

3 Menyusui tidak Setelah dilakukan Edukasi menyusui (I.12393)


efektif tindakan keperawatan Observasi :
berhubungan 3x2 jam diharapkan 3.1 identifikasi tujuan atau
dengan status menyusui keinginan menyusui
membaik dengan Terapeutik :
ketidakadekuatan
suplai ASI kriteria hasil : 3.2 sediakan materi dan media
Status menyusui pendidikankesehatan
(L.03029) 3.3 jadwalkan pendidikan
1. perlekatan bayi pada kesehatan sesuai
payudara ibu (5) kesepakatan
2. kemampuan ibu 3.4 berikan kesempatan untuk
memposisikan bayi bertanya
dengan benar (5) 3.5 dukung ibu meningkatkan
3. suplai ASI adekuat kepercayaan diri dalam
(5) menyusui
4. kepercayaan diri ibu Edukasi :
(5) 3.6jelaskan manfaat menyusui
bagi ibu dan bayi
3.7ajarakan 4 (empat) posisi
menyusui dan perlekatan
(lacth on) dengan benar
3.8 ajarkan perawatan payudara
post partum

4 Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (I.14539)


berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan kerusakan 3x2 jam diharapkan 4.1 monitor tanda dan gejala
integritas kulit tingkat infeksi infeksi lokal dan iskemik
menurun dengan Terapeutik :
kriteria hasil : 4.2 batasi jumlah pengunjung
Tingkat infeksi 4.3cuci tangan sebelum dan
(L.14137) sesudah kontak dengan
1. demam (5) pasien dan lingkungan
2. kemerahan (5) pasien
3. nyeri (5) Edukasi :
4. bengkak (5) 4.4 jelaskan tanda dan gejala
infeksi
4.5 ajarakn cara mencuci tangan
dengan benar
anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi

O. Rencana Keperawatan
a. Implementasi
Implementasi merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. implementasi perawat harus melaksanakan hasil dari rencana
keperawatan yang di lihat dari diagnosa keperawatan. Tahap pelakasaan dimulai
setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Pelaksanaan tindakan
keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap
suatu kejadian dalam proses keperawatan
b. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan adalah kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan
yang telah ditentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

P. Daftar Pustaka

Anon. 2022. “3 1,2,3.” 1:8–14.

Chairunisa, Mitha. 2020. “Stikes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Genggong-


Probolinggo Tahun 2020.” Journal Kesehatan 0–14.

Sari, Dewi Nurlaela, and Aay Rumhaeni. 2020. “Foot Massage Menurunkan Nyeri
Post Operasi Sectio Caesarea Pada Post Partum.” Jurnal Kesehatan Komunitas
6(2):164–70. doi: 10.25311/keskom.vol6.iss2.528.

Sihombing, Novianti, Ika Saptarini, and Dwi Sisca Kumala Putri. 2017. “Determinan
Persalinan Sectio Caesarea Di Indonesia (Analisis Lanjut Data Riskesdas 2013).”
Jurnal Kesehatan Reproduksi 8(1):63–75. doi: 10.22435/kespro.v8i1.6641.63-75.

Wahyuni, R dan Rohani, S. 2019. “Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan


Riwayat Persalinan Sectio Caesarea.” Wellness and Healthy Magazine
2(February):187–92.

PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai