Anda di halaman 1dari 16

LP SC (Sectio Caesaria)

Disusun untuk memenuhi tugas Departemen Maternitas

Dosen Pembimbing: Ns. Muladefi Choiriyah, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 3B

Januar Rachmadani Akhsan 200070300111026


Iin Ainun Ilmi 200070300111012
Luthfi Fauziyah 200070301111027
Marisa Devina Agustin 200070302111010
Niken Ummu Raehana 200070300111009
Putu Yustika Primayani 200070300111007
Sandra Listanti Dewi 200070302111004
Shifa Resti Sahara 200070302111008
Syarifah Zuliatul Aini Syarah 200070302111030
Titi Cahyanti 200070302111007
Unyati 200070302111027

PROGRAM STUDI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2020
A. DEFINISI
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
&Wiknjosastro, 2006).
B. ETIOLOGI
1. Indikasi Ibu
a. Panggul sempit absolute
b. Placenta previa
c. Ruptura uteri mengancam
d. Partus Lama
e. Partus Tak Maju
f. Pre eklampsia, dan Hipertensi
2. Indikasi Janin
a. Kelainan Letak
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Gawat Janin
c. Janin Besar 
3. Kontra Indikasi
a) Janin Mati
b) Syok, anemia berat.
c) Kelainan congenital Berat
C. Klasifikasi Operasi Sectio Caesarea (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri y a n g mempunyai kelebihan mengeluarkan
j a n i n l e b i h c e p a t , tidak mengakibatkan komplikasi kandung
kemih tertarik, dan sayatan bias diperpanjang  proksimal  atau
distal . Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah
menyebar secara intra abdominal  karena tidak ada reperitonealisasi yang
baik danuntuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura
uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim
dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah,  penutupan luka
dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan
rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka
dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan
pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih.
c)  Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih memanjang
2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
3) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada
luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
4) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang
-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
2) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
D. INDIKASI Sectio Caesarea
Indikasi melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya
jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta
previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio
caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati
E. Patofisiologi
Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat dilahirkan normal, misalnya plasenta previa, rupture sentralis dan
lateralis, panggul sempit, distoksia servise dan malposisi janin, kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu sectio caesarea
(SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang menyebabkan pasien
imobilisasi sehingga menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktifitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri. Kurang informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post SC akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan inisisi pada
dinding abdomen sehingga inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan saraf-saraf
di daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post SC, bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbul masalah risiko infeksi.
Pathway (terlampir)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Hemoglobin atau hematokrit untuk mengkaji perubahan dari kadar pra SC
dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada post SC.
3. Leukosit mengidentifikasi adanya infeksi
4. Tes lama perdarahan, waktu pembekuan darah
5. Urinalisis atau kultur urine
6. Pemeriksaan elektrolit
7. Hasil AGD
8. Pemeriksaan kadar glukosa darah
G. Komplikasi
Menurut Wikjosastro (2007) komplikasi SC sebagai berikut:
a. Infeksi puerperal, bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas. Bersifat berat seperti peritonitis sepsis. Infeksi
postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala
yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya).
b. Perdarahan, timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Thrombophlebitis
Cedera, dengan atau tanpa fistula bisa terjadi di traktur urinaria dan usus.
H. Proses Penyembuhan Luka
Proses penyebuhan luka SC secara umum sama dengan proses penyembuhan
luka pada umumnya yaitu terdiri dari fase inflamasi, proliferasi (epitelisasi), dan
maturase (remodelling).
a. Fase Inflamasi
Pada fase inflamasi, penyembuhan luka terjadi sampai hari ke-5 setelah
pembedahan. Periode fase inflamasi biasanya berlangsung singkat jika tidak
terjadi infeksi (Sitohang dan Yulianti, 2018). Pada fase ini terjadi
penghentian perdarahan akibat pengerutan pembuluh darah kemudian
dilanjutkan dengan pembentukan fibrin sehingga terbentuk jaringan baru.
b. Fase Proliferasi
Fase ini dimulai sejak 2-3 hari terjadinya luka dimana terdapat regenerasi
pembuluh darah. Jaringan fibroblast dan kolagen mulai membentuk jaringan
epitel yang menutup bagian permukaan kulit luka.
c. Fase Maturasi
Saat fase maturase, jaringan kolagen sudah lebih matang dengan alur serat
yang teratur. Fase ini terjadi pada minggu ketiga sampai 2 tahun
I. Adaptasi Fisiologis Post Partum
a. System reproduksi
- Involusio uteri, yaitu pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal
setelah melahirkan
- Lochea, yaitu secret dari cavum uteri dan vagina pada masa nifas
- Setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan kecil
b. System Endokrin
- Hormone oksitosin diekskresikan dari kelenjar otak bagian belakang
yang berperan dalam pelepasan plasenta dengan mempertahankan
kontraksi sehingga mencegah perdarahan
- Hormone prolactin keluar akibat menurunnya kadar estrogen sehingga
merangsang kelenjar pituitary yng berperan dalam pembesaran payudara
untuk merangsang produksi ASI
c. Sistem Kardiovaskuler
- Biasanya terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg dan juga
potensi ortostatik yang merupakan kompensasi kardiovaskuler terhadap
penurunan resistensi di daerah panggul
d. System Urinaria
- Ibu biasanya mengalami kesulitan BAK sampai 2 hari postpartum
dikarenakan selama proses persalinan, kandung kemih mengalami traua
yang dapat engakibatkan edema dn menurunnya sensitifitas terhadap
tekanan cairan. Perubahan ini menyebabkan tekanan yang berlebihan
dan kekosongan kandung kemih yang tidak tuntas
e. System Gastrointestinal
- Saat melahirkan, alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan
colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebih, kurang makan
dan laserasi jalan lahir biasanya membuat ibu mengalami konstipasi
setelah melahirkan anak
f. System Muskuloskeletal
- Abulasi umunya dimulai pada 1-8 jam setelah ambulasi dini untuk
mempercepat involusio uteri
- Otot abdomen terus menerus terganggu selama kehamilan yang
engakibatkan berkurangnya tonus otot, dinding perut terasa lembek,
lemah, dan kendor
g. Sistem Integumen
- Terdapat hiperpigentasi pada areola mammae dan linea nigra yang
mungkin menghilang sempurna setelah melahirkan
J. Adaptasi Fisiologis dan Psikologis Post Persalinan SC
a. Respon Stress
Section caesarea dapat berdapak pada kegetangan fisik dan psikososial.
Respons stress muncul akibat dilepaskannya epinefrin dan norepinefrin dari
kelenjar medulla adrenal. Epinefrin menyebabkan peningkatan denyut
jantung, dilatasi bronkial, dan peningkatan kadar glukosa darah. Sementara
norepinefrin mengakibatkan vasokonstriksi perifer dan meningkatkan
pembuluh darah
b. Penurunan Pertahanan Tubuh
Ketika kulit diinsisi untuk prosedur operasi, batas pelingdung atau barrier
utama secara otomatis hilang, sehingga sangat penting untuk memperhatikan
Teknik aseptic selama pelaksanaan operasi
c. Penurunan terhadap Fungsi Sirkulasi
Pemotongan pembuluh darah dapat terjadi pada prosedur pembedahan
sehingga berisiko mengalami perdarahan. Kehilangan darah yang banyak
menyebabkan hypovolemia dan penurunan tekanan darah. Hal ini dapat
menyebabkan tidak efektifnya perfusi jarngan di seluruh tubuh jika tidak
terlihat dan segera ditangani.
d. Penurunan terhadap Fungsi Organ
Selama proses SC,kontraksi uterus berkurang sehingga dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan postpartum. Setelah Tindakan SC, selain fungsi uterus,
perlu dikaji juga fungsi bladder, intestinal, dan fungsi sirkulasi. Penurunan
fungsi organ terjadi akibat dari efek anestesi
e. Penurunan terhadapt Harga Diri dan Gambaran diri
Jaringan parut yang terbentuk akibat dari luka pembedahan biasanya
menyebabkan rasa malu dan mempengaruhi gambaran diri seseorang
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
1) Identitas klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register , dan diagnosa keperawatan.
2) Keluhan utama
Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan
menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit
kelamin atau abortus.
 Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartu di
dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan
kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
 Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan dalam
keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus,
yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
3) Pola-pola fungsi kesehatan
d. Pola Persepsi dan pemeliharaan kesehatan: Pengetahuan tentang
keperawatan kehamilan sekarang.
e. Pola Nutrisi dan Metabolisme: Pada klien nifas biasanaya terjadi
peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
f. Pola aktifitas : Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.
g. Pola eliminasi : Meliputi berapa kali BAB, konsistensi, warna, bau, dan klien
dengan post sectio caesarea, untuk BAK melalui dawer kateter yang
sebelumnya telah terpasang.
h. Pola Istirahat dan tidur : Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola
istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan.
i. Pola hubungan dan peran : Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan
klien dengan keluarga dan orang lain.
j. Pola penanggulangan stress : Biasanya klien sering melamun dan merasa
cemas
k. Pola sensori dan kognitif : Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum
akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
l. Pola persepsi dan konsep diri : Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan
kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien
terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri.
m. Pola reproduksi dan sosial : Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam
hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya
proses persalinan dan nifas.
n. Pola keyakinandan spiritual : Klien yang menganut agama islam selama
keluar darah nifas/masa nifas tidak diperbolehkan melaksanakan ibadah.
5) Pemeriksaan umum : Pemeriksaan umum menurut (Yuli, 2017)
meliputi:
a. Keadaan umum : Keadaan umum biasanya lemah.
b. Tingkat Kesadaran
c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : Normal atau menurun <120/90 mmHg.
Nadi : Nadi meningkat >100x/menit.
Suhu : Suhu meningkat >37,5 C.
Respirasi : Respirasi meningkat.
6) Pemeriksaan Head to toe : Pemeriksan fisik menurut (Yuli, 2017) adalah
a. Kepala : Meliputi bentuk wajah apakah simetris atau tidak, keadaan rambut
dan keadaan kulit kepala.
b. Muka : Terlihat pucat dan tampak menahan sakit.
c. Mata : Anemis atau tidak, dengan melihat konjungtiva merah segar atau
merah pucat, sklera putih atau kuning.
d. Hidung : Ada polip atau tidak, bersih atau kotor.
e. Gigi : Bersih atau kotor, ada karies atau tidak.
f. Lidah : Bersih atau kotor.
g. Bibir : Lembab atau kering.
h. Telinga : Bersih atau kotor, ada benjolan kelenjar tiroid atau tidak.
i. Abdomen : Ada tidaknya distensi abdomen, bagaimana dengan luka operasi
adakah perdarahan, berapa tinggi fundusm uterinya, bagaimana dengan
bising usus, adakah nyeri tekan.
j. Dada : Perlu dikaji kesimetrisan dada, ada tidaknya retraksi intercosta,
pernafasan tertinggal
k. Ekstermitas : Simetris atau tidak, ada oedem atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut
2) Hambatan mobilitas fisik Berhubungan Dengan Intoleran Aktivitas
3) Ketidakefektifan Pemberian ASI Berhubungan Dengan Suplai ASI tidak
Cukup
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan hasil

1 Nyeri akut Setelah Dilakukan 1. Kaji secara 1. Mengetahui


Berhubungan Tindakan komprehensif Tingkat Nyeri
Dengan Agen Keperawatan Selama tentang nyeri Yang Dirasakan
Cidera Fisik 3x24 Jam di harapkan (PQRST) Sehingga dapat
masalah nyeri 2. Observasi Membantu
hilang/berkurang Tanda-Tanda Menentukan
dengan KH : Vital Intervensi Yang
1. Klien dapat 3. Berikan Tepat
mengontrol nyeri. Lingkungan 2. Perubahan TTV
2. Nyeri berkurang Yang Nyaman Terutama Suhu
dengan skala 4. Ajarkan Tehnik dan Nadi
nyeri menjadi 1-0. Manajemen Menandakan
3. TTV dalam batas Nyeri Seperti Adanya Indikasi
normal. Tehnik Relaksasi Peningkatan
4. Ekspresi wajah Napas Dalam Nyeri yang di
tenang. 5. Kolaborasi alami Pasien
dalam pemberian 3. Meningkatkan
terapi analgetik Relaksasi
4. Meningkatkat
Relaksasi dapat
Mengurangi
Nyeri
5. Mengurangi
Nyeri

2 Hambatan Setelah Dilakukan 1. Kaji Kemampuan 1. Mengetahui


mobilitas fisik Tindakan Tingkat Kekuatan
Berhubungan Keperawatan Selama Mobilitas Pasien motorik Pasien
Dengan 3x24 Jam di harapkan 2. Observasi TTV 2. Untuk
Intoleran Hambatan Mobilitas Pasien Mengetahui
Aktivitas Fisik Dapat Teratasi 3. Bantu Pasien Intervensi
Dengan Kriteria Hasil: Memenuhi ADL Selanjutnya

4. Anjurkan Pasien 3. mendamping


1. Melaporkan
Mobilitasi Secara pasien dalam
Adanya
Bertahap dan aktivitas sehari-
Peningkatan
Mobilitas Dini harinya
Mobilitas
5. Kolaborasi Dengan 4. Melatih Pasien
2. Memperlihatkan
Keluarga Untuk Untuk
Peningkatan
Membantu ADL Memenuhi ADL
Mobilitas : Klien
dini Mandiri secara
Latihan Berjalan
Perlahan
3. Pasien Dapat
5. Keterlibatan
Berjalan Dari
Keluarga
Tempat Tidur Ke
Membantu
kamar Mandi
Pasien dalam
Penyembuhan

3 Ketidakefektifan Setelah Dilakukan 1. Kaji adanya 1. Mengetahui


Pemberian ASI Tindakan Faktor penyebab Penyebab
Berhubungan Keperawatan Selama kesulitan Kesulitan
Dengan Suplai 3x24 Jam di harapkan Menyusui Menyusi
ASI tidak menyusui efektif 2. Ajarkan Bayi 2. Merangsang
Cukup dengan kriteria hasil : Menghisap Pengeluaran ASI
Putting susu ibu 3. Menghangatkan
1. Menunjukan
3. Berikan Kompres Payudara
Aktifitas menyusui
Hangat Pada 4. Melancarkan
yang memuaskan
Areola aliran ASI
dan efektif
4. Ajarkan 5. Memperlancar
2. Memperlihatkan
Perawatan dan
aktifitas menyusui
Payudara Memperbanyak
setiap 2 jam
5. Kalaborasi Produksi ASI
3. Pengakuan dengan dokter
Percaya Diri Klien Pemberian Obat
dalam Pemberian Laktafit
ASI

DAFTAR PUSTAKA
Aspiani Yuli. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas Aplikasi
NANDA, NIC dan NOC. Jakarta: Trans Info Media
Mochtar, Rustam. (1998) . Sinopsis Obstetri, Jilid 2, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Potter, Perry. (2010). Fundamental of Nursing: Consep, Proses and Practice.
Edisi 7. Vol. 3. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono., (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
Sitohang dan Yulianti. 2018. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses
Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea. Jurnal Care Vol 6 No 2
Sulistyawati. 2009. Buku ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.Yogyakarta:
Andi Offset.
Tiga Tahap Pemulihan Pasca Caesar. 2015. Diakses online melalui
https://www.ayahbunda.co.id/kelahiran-gizi-kesehatan/pulih-sempurna-
setelah-caesar-ini-3-tahapannya?platform=hootsuite pada tanggal 22
Oktober 2020
Verdult, R.2009. Caesarean Birth: Psychological Aspects in Adult. Diakses
dari:http://www.stroeckenverdult.be/site/upload/docs/Isppm
%20tijdschrift%20CAESAREAN%20BIRTH%20adults.pdf.
Wiknjosastro, Gulardi. 2006. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan
Normal. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi Departemen Kesehatan RI
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai