Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA

I. KONSEP TEORI

A. Definisi

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Ilmu Kebidanan,

2014).

Sectio sesarea merupakan suatu tindakan pembedahan untuk

mengeluarkan janin dari dalam rahim dengan cara insisi pada dinding

abdomen dan dinding uterus dan merupakan pilihan terbanyak wanita saat

melahirkan, baik karena alasan medis maupun karena alasan non

medis (Tahuru, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO) standar

persalinan sectio caesarea di Inggris tahun 2008 sampai 2009 angka sectio

caesarea mengalami peningkatan sebesar 24,6% yang pada tahun 2004

sekitar 24,5 % dan di Australia tahun 2007 terjadi peningkatan 31% yang

pada tahun 1980 hanya sebesar 21% (Afriani dalam Muhammad, 2016).

Sedangkan di Indonesia angka kejadian sectio caesarea mengalami

peningkatan pada tahun 2000 jumlah ibu bersalin dengan sectio

caesarea 47,22% menjadi sebesar sekitar 22,8% pada tahun 2009

(Karundeng dalam Muhammad, 2016).


Sectio caesarea sebanyak 25% dari jumlah kelahiran yang ada

dilakukan pada ibu-ibu yang tidak memiliki resiko tinggi untuk melahirkan

secara normal maupun komplikasi persalinan lain (Depkes, 2012).

Menurut Muchtar (2013), sectio caesarea dilakukan pada ibu hamil

yang mengalami plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior), panggul

sempit, disproporsi sefalo-pelvik, ruptura uteri mengancam, partus lama

(prolonged labor), partus tak maju (obstructed labor), distosia serviks, pre-

eklamsi dan hipertensi, dan malpresentasi janin. Panggul sempit adalah

apabila ukuran panggul 2 cm kurang dari ukuran yang normal (Aflah,

2010). Kesempitan panggul dibagi menjadi kesempitan pintu atas panggul,

kesempitan bidang bawah panggul, kesempitan pintu bawah panggul,

kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah dan pintu bawah

panggul.

B. Klasifikasi

Ada beberapa jenis operasi sectio caesaria yang terdiri dari :

1. Sectio caesaria abdominalis

Sectio caesaria abdominalis ada dua macam, yaitu :

a. Sectio caesaria transperitonealisasi

Sectio caesaria transperitonealisasi sendiri terdiri dari dua

cara, yaitu :

1) Sectio caesaria klasik dengan insisi memanjang pada korpus

uteri yang mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih

cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih


tertarik, dan sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal.

Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah

menyebar secara intraabdominal karena tidak ada

reperitonealisasi yang baik dan untuk persalinan berikutnya

lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.

2) Sectio caesaria ismika atau profunda dengan insisi pada

segmen bawah rahim dengan kelebihan penjahitan luka lebih

mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik,

perdarahan kurang dan kemungkinan ruptura uteri spontan

kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat

melebar ke kiri, bawah dan kanan sehingga mengakibatkan

perdarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih

post operatif tinggi. Sedangkan Sectio Caesaria

ekstraperitonealisasi, yaitu tanpa membuka peritoneum

parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum

abdominal.

b. Sectio caesarea ekstraperitonealis

Sectio caesarea ekstraperitonealis merupakan sectio caesarea

tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak

membuka kavum abdominalis.

2. Sectio caesaria vaginalis

Sectio caesaria vaginalis dapat dilakukan menurut arah sayatan

pada rahim, antara lain :

a. Sayatan memanjang (longitudinal)


b. Sayatan melintang (transversal)

c. Sayatan huruf T (T-incision)

3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus

uteri kira-kira 10cm.

a. Kelebihan :

1) Mengeluarkan janin lebih memanjang

2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

b. Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak

ada reperitonial yang baik.

2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri

spontan.

3) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi

dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena

luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir

kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya

baru terjadi dalam persalinan.

4) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan

supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas

hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2

tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka


sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor

sebelum menutup luka rahim.

4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada

segmen bawah rahim kira-kira 10cm

a. Kelebihan :

1) Penjahitan luka lebih mudah

2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk

menahan isi uterus ke rongga perineum

4) Perdarahan kurang

5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri

spontan lebih kecil

b. Kekurangan :

1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga

dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan

menyebabkan perdarahan yang banyak.

2) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

C. Etiologi

1. Indikasi ibu

a. Panggul sempit absolute

b. Placenta previa

c. Ruptura uteri mengancam


d. Partus lama

e. Partus tak maju

f. Pre eklampsia, dan hipertensi

2. Indikasi janin

a. Kelainan letak

1) Letak lintang

Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea

adalah jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin

dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan

besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang

harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada

perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang

dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.

2) Letak belakang

Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak

belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan

berharga.

b. Gawat janin

c. Janin besar

d. Kontraindikasi

e. Janin mati

f. Syok, anemia berat

g. Kelainan kongenital berat


D. Manifestasi Klinis

Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih

komprehensif, yaitu perawatan post operatif dan perawatan post partum.

Manifestasi klinis sectio caesarea, antara lain :

1. Nyeri akibat ada luka pembedahan

2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen

3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak

banyak)

5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml

6. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan

ketidakmampuan menghadapi situasi baru

7. Biasanya terpasang kateter urinarius

8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar

9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah

10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler

11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang

paham prosedur

12. Bonding dan attachment pada anak yang baru dilahirkan.

E. Komplikasi

1. Infeksi puerpuralis (nifas)

a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja


b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai

dehidrasi atau perut sedikit kembung

c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering

kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi

infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

2. Perdarahan, disebabkan karena :

a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

b. Atonia uteri

c. Perdarahan pada placental bed

3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

reperitonialisasi terlalu tinggi

4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan

F. Patofisiologi

1. Narasi

Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan

yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan,

misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,

disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama,

partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi

janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan

pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang

akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan


menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan

sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak

mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri

sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,

penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan

masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan

juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga

menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah,

dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang

pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa

nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi

akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat

dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.


2. Skema
Kegagalan partus normal/
placenta previa/preeklamsi

Perdarahan vascular Tindakan Invasif Ketidaksesuaian


berlebih (SC) perencanaan persalinan
normal

Hipovolumia Terputusnya continuitas jaringan


Resiko tinggi
(kulit, otot, pembuluh darah) HDR situasional
Resiko tinggi
perubahan perfusi Aktivasi Pelepasan mediator kimia
jaringan (Histamin, prostaglandin,
bradikinin) Port d’ entry
Mikroorganisme
Penurunan venus
Stimulasi nosiseptor/Nerve
return
Ending Resiko tinggi
Infeksi
Resiko tinggi
Aktifasi serabut  delta dan
penurunan CO
serabut C

Cornuposterior
Resiko kekurangan medulla spinalis
volume cairan

Efek anestesi
Melalui saraf spinotalamikus

Penurunan
Perubahan status Thalamus direlai
Krisis situasi sensorimotorik
kesehatan

Cortex cerebri dipersepsikan


Mekanisme koping Kelemahan
Kurang terpajan
tidak efektif (lokasi, integritas)
informasi
Devisit perawatan diri
Nyeri
Ansietas Kurang
pengetahuan
Resiko tinggi cidera
maternal
G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari

kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada

pembedahan.

2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

4. Urinalisis/kultur urine

5. Pemeriksaan elektrolit

H. Penatalaksanaan

1. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung

elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada

organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,

garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan

tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah

sesuai kebutuhan.

2. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita

flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.

Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh

dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi

a. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, meliputi :

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah

operasi

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar

3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama

5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu

menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler)

5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien

dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan

kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5

pasca operasi.

4. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak

enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan

perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi

tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

5. Pemberian obat-obatan

a) Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-

beda setiap institusi


b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

1) Supositoria : Ketopropen sup 2x/24 jam

2) Oral : Tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

3) Injeksi : Penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila

perlu

c) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita

dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

6. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah

dan berdarah harus dibuka dan diganti

7. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,

tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

8. Perawatan Payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu

memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang

mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,

biasanya mengurangi rasa nyeri.


II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Riwayat Keperawatan

1. Identitas klien

Nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan dan nama penanggung jawab/suami, umur, suku bangsa

dll.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Nyeri karena trauma karena pembedahan section caesaria.

b. Riwayat kesehatan sekarang

1) Provocative :

Adanya indikasi section caesaria, menyebabkan klien

dilakukan operasi SC → trauma pembedahan →

discontinuiras jaringan menimbulkan nyeri.

2) Qualitas / Quantitas

Nyeri dirasakan klien setelah efek anestesi secara

perlahan hilang, nyeri akan timbul jika efek pemberian

analgetika berakhir (4 jam setelah pemberian) dan akan

hilang saat analgetika di berikan. Qualitas nyeri bersifat

subyektif tergantung bagaimana klien mempersepsikan nyeri

tersebut.

3) Region :

Daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi yang

terdapat pada abdomen. Insisi pada SC klasik di Midline


Abdomen antara pusat dan simpisis pubis, pada SC

Transprovunda di daerah supra simpisis pubis dengan luka

insisi melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan sampai

bokong dan terkadang adanya after pain ( nyeri alihan) yang

dirasakan klien sampai ke pinggang.

4) Skala nyeri :

Berkisar dari nyeri sedang sampai nyeri berat, dengan

skala numeric 1-10, berada pada rentang 5-10.

5) Timing :

Nyeri dirasakan setelah 6 – 12 jam post section caesaria,

dan 1-3 hari pertama SC.

c. Riwayat kesehatan dahulu

1) Riwayat Ante Natal Care (ANC)

a) Kehamilan sekarang : G…P…A…H…mg

b) HPHT : Tgl … Bln … Th … HPL : Tgl … Bln … Th …

c) Keluhan saat hamil : ……………………………………

d) Penyakit yang di derita ibu saat hamil, penanganan

penyakit

e) Riwayat imunisasi : TT (sudah/belum)

f) Status imunisasi : TT ( TT1, TT2, TT3, TT4, TT5)

g) ANC berapa kali … tempat pemeriksaan

bidan/perawat/DSOG

- Trimester I … X

- Trimester II … X
- Trimester II … X

2) Riwayat Intra natal

a) Riwayat Persalinan terdahulu :

Cara persalinan ( spontan, buatan (SC, induksi)),

penolong persalinan, tempat kelahiran, umur kehamilan

( aterm/preterm)

b) Plasenta ( spontan/ dibantu)

c) Jumlah darah yang keluar

d) Riwayat pemberian obat (suntikan sebelum dan sesudah

lahir)

e) Riwayat intranatal saat ini, kaji etiologi/indikasi SC,

antara lain :

Partus lama, partus tak maju dan rupture uteri

mengancam serta adanya gawat janin, gagal induksi,

KPD, CPD, atau adanya tumor pelvic yang menghambat

persalinan

3) Riwayat post natal

a) Pengkajian pada nifas yang lalu :

Tanyakan apakah adanya gangguan / komplikasi

pada nifas yang lalu

b) Pengkajian pada post Sectio Caesaria

Pada 4 jam sampai dengan 5 hari post partum kaji :

- Sirkulasi darah : periksa kadar Hb dan Ht


- Eliminasi urin : pemasangan kateter indwelling; kaji

warna, bau, jumlah. Bila kateter sudah di lepas

observasi vesika urinaria

- Eliminasi faeces : pengosongan sistem pencernaan

pada saat pra operasi dan saat operasi menyebabkan

tidak adanya bising usus menyebabkan penumpukan

gas → resiko infeksi

- Pencernaan : kaji bising usus, adanya flatus

- Neurosensori : kaji sensasi dan gerakan klien setelah

efek anestesi menghilang

- Nyeri : rasa nyeri yang di nyatakan klien karena insisi

Sectio caesaria

- Pernafasan : kaji jumlah nafas dalam 1 menit, irama

pernafasan, kemampuan klien dalam bernafas

(pernafasan dada/ abdomen), serta bunyi paru.

- Balutan insisi : kaji kebersihan luka, proses

penyembuhan luka, serta tanda- tanda infeksi.

- Cairan dan elektrolit : kaji jumlah /intake cairan (oral

dan parenteral) , kaji output cairan, kaji adanya

perdarahan.

- Abdomen : letak fundus uteri, kontraksi uterus, serta

tinggi fundus uteri.

- Psikis ibu : kecemasan, kemampuan adaptasi,support

system yang mendukung ibu.


4) Riwayat pemakaian kontrasepsi

Kapan , jenis / metode kontrasepsi, lama penggunaan,

keluhan, cara penanggulangan, kapan berhenti serta

alasannya.

5) Riwayat pemakaian obat-obatan

a) Pemakaian obat-obat tertentu yang sering di gunakan

klien

b) Pemakaian obat sebelum dan selama hamil

d. Riwayat kesehatan keluarga

Kaji adanya penyakit herediter, ada tdaknya keluarga yang

menderita tumor atau kanker.

B. Pemeriksaan Fisik : Data Fokus

1. System reproduksi

a. Abdomen :

Luka insisi, proses penyembuhan luka

b. Uterus :

TFU, kontraksi, letak fundus uter.

c. Lokhea :

Jumlah, warna, bau, serta kaji adanya bekuan/ tidak

d. Vulva dan vagina :

Kebersihan, ada tidaknya tanda-tanda radang


e. Payudara :

Laktasi, pengeluaran ASI, kesulitan dalam pemberian ASI /

menyusui, kemampuan bayi menghisap

2. System gastrointestinal

Bising usus di observasi setiap 1-2 jam post SC

3. System kardiovaskuler

Ukur Tekana Darah, Denyut nadi, HB,Ht. Leucosit

4. System genitourinaria

Vesicaurinaria, urine, warna, bau

5. System muskuloskeletal

Kemampuan bergerak dan respon terhadap rangsangan, ambulasi dini,

kaji Howman sign.

6. Sietem respirasi

Kaji respirasi rate, pola serta jenis pernafasan.

7. System panca indra

Penglihatan, pendengaran, perasa, peraba serta penciuman.

8. Psikologis

Penerimaan ibu terhadap bayi, pelaksanan Inisiasi Menyusu Dini (

IMD).

9. Pemeriksaan terhadap bayi baru lahir (BBL)

Penilaiian APGAR SCORE


C. Pemeriksaan Penunjang

Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari

kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada

pembedahan.

1. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

2. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

3. Urinalisis / kultur urine

4. Pemeriksaan elektrolit

5. Penatalaksanaan

6. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung

elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada

organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam

fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung

kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai

kebutuhan.

D. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri

(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan

(section caesarea).
a. Definisi

Pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang

aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan

sedemikian rupa (International Association for the study of Pain):

awitan yang tiba-tiba atau lambat dan intensitas ringan hingga

berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan

berlangsung < 6 bulan.

b. Batasan karakteristik

- Perubahan selera makan

- Perubahan tekanan darah

- Perubahan frekwensi jantung

- Perubahan frekwensi pernapasan

- Laporan isyarat

- Diaforesis

- Perilaku distraksi (mis, berjaIan mondar-mandir mencari

orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)

- Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis)

- Masker wajah (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau,

gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus meringis)

- Sikap melindungi area nyeri

- Fokus menyempit (mis, gangguan persepsi nyeri, hambatan

proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan

lingkungan)
- Indikasi nyeri yang dapat diamati

- Perubahan posisi untuk menghindari nyeri

- Sikap tubuh melindungi

- Dilatasi pupil

- Melaporkan nyeri secara verbal

- Gangguan tidur

c. Faktor yang berhubungan

Agen cidera (mis, biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

2. Diagnosa 2

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi,

kelemahan, penurunan sirkulasi.

a. Definisi

Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk

melanjutkan ataumenyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari

yang harus atau yang ingin dilakukan.

b. Batasan karakteristik

- Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas

- Respon frekwensi jantung abnormal terhadap aktivitas

- Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia

- Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia

- Ketidaknyamanan setelah beraktivitas

- Dipsnea setelah beraktivitas

- Menyatakan merasa letih

- Menyatakan merasa lemah


c. Faktor yang berhubungan

- Tirah Baring atau imobilisasi

- Kelemahan umum

- Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

- Imobilitas

- Gaya hidup monoton

3. Diagnosa 3

Resiko tinggi infeksi dengan faktor resiko trauma jaringan/luka

post operasi (section caesarea).

a. Definisi

Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik.

b. Faktor resiko

1) Penyakit kronis

- Diabetes melitus

- Obesitas

2) Pengetahuan yang tidak cukup untuk

3) Menghindari pemanjanan patogen

4) Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat

- Gangguan peritalsis

- Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter intravena,

prosedur invasif)

- Perubahan sekresi pH

- Penurunan kerja siliaris


- Pecah ketuban dini

- Pecah ketuban lama

- Merokok

- Stasis cairan tubuh

- Trauma jaringan (mis, trauma destruksi jaringan)

5) Ketidakadekuatan pertahanan sekunder

- Penurunan hemoglobin

- Imunosupresi (mis, imunitas didapat tidak adekuat, agen

farmaseutikal termasuk imunosupresan, steroid, antibodi

monoklonal, imunomudulator)

- Supresi respon inflamasi

6) Vaksinasi tidak adekuat

7) Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat

- Wabah

8) Prosedur invasif

9) Malnutrisi

E. Perencanaan

1. Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri

(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan

(section caesarea).
a. Tujuan dan kriteria hasil

NOC

- Pain level

- Pain control

- Comfort level

Kriteria hasil :

- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri

- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri)

- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

b. Intervensi keperawatan

NIC

Pain management :

- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi

- Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan

- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien

- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri


- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri masa Iampau

- Bantu pasierl dan keluarga untuk mencari dan menemukan

dukungan

- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

- Kurangi faktor presipitasi nyeri

- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non

farmakologi dan inter personal)

- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

- Ajarkan tentang teknik non farmakologi

- Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri

- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

- Tingkatkan istirahat

- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan

nyeri tidak berhasil

- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic administration :

- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri

sebelum pemberian obat

- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

- Cek riwayat alergi


- Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik

ketika pemberian lebih dari satu

- Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

- Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri

secara teratur

- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik

pertama kali

- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

- Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala

2. Diagnosa 2

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi,

kelemahan, penurunan sirkulasi.

a. Tujuan dan kriteria hasil

NOC

- Energy conservation

- Activity tolerance

- Self care : ADLs

Kriteria hasil :

- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan

tekanan darah, nadi dan RR

- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara

mandiri

- Tanda-tanda vital normal


- Energy psikomotor

- Level kelemahan

- Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan alat

- Status kardiopulmunari adekuat

- Sirkulasi status baik

- Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

b. Intervensi keperawatan

NIC

Activity therapy :

- Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam

merencanakan program terapi yang tepat

- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu

dilakukan

- Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan

kemampuan fisik, psikologi dan social

- Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang

diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

- Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi

roda, krek

- Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai

- Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

- Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan

dalam beraktivitas

- Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas


- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan

penguatan

- Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual

3. Diagnosa 3

Resiko tinggi infeksi dengan faktor resiko trauma jaringan/luka

post operasi (section caesarea).

a. Tujuan dan kriteria hasil

NOC

- Immune status

- Knowledge : Infection control

- Risk control

Kriteria hasil :

- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang

mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya

- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal

- Menunjukkan perilaku hidup sehat

b. Intervensi keperawatan

NIC

Infection control :

- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

- Pertahankan teknik isolasi

- Batasi pengunjung bila perlu


- Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

- Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

- Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai

dengan petunjuk umum

- Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi

kandung kencing

- Tingktkan intake nutrisi

- Berikan terapi antibiotik bila perlu

- Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)

- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

- Monitor hitung granulosit, WBC

- Monitor kerentangan terhadap infeksi

- Batasi pengunjung

- Sering pengunjung terhadap penyakit menular

- Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

- Pertahankan teknik isolasi k/p

- Berikan perawatan kulit pada area epidema

- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,

panas, drainase

- Inspeksi kondisi luka / insisi bedah


- Dorong masukkan nutrisi yang cukup

- Dorong masukan cairan

- Dorong istirahat

- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep

- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

- Ajarkan cara menghindari infeksi

- Laporkan kecurigaan infeksi

- Laporkan kultur positif


III. DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Nurarif .A. H. dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta

: MediAction. Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin

Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana

Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT

Gramedi

Muctar, R. (2013). Sinopsis Obstetri. 3rd. Jakarta: Penerbit buku kedokteran

EGC

Ramzan, A. (2013). Types of Female Pelvis, Shapes of Female Pelvis and Child

Birth. Retrievedhttp://www.medicotips.com/2013/05/types-of-female-

pelvis-shapes-of-female.html

Tahuru, I. A. (2014). Hubungan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Post Seksio

Caesarea dengan Kemampuan Mobilisasi Di Ruang Nifas Rsud Prof. Dr.

Hi Aloe Saboe Kota Gorontalo (Doctoral dissertation, Universitas Negeri

Gorontalo).

Anda mungkin juga menyukai