Disusun Oleh :
Dian Eko S 2311040128
Ervin Istanti 2311040079
Febri Restu R 2311040135
Puput Jeni A 2311040146
Yusuf Irawan 2311040194
2023
PENDAHULUAN
A. Pengertian
b. Distosia Persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi
terdapat diproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir,
kelainan persalinan terdiri dari;
1) Ekspulsi ( Kelainan Gaya Dorong )
2) Panggul Sempit
F. Komplikasi
1) Infeksi Puerperalis
G. Patofisiologi
e. Pemeriksaan elektrolit
f. Pemeriksaan Hbsag
g. Pemeriksaan thorax
J. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit
agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikanbiasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
C. Etiologi
Plasenta previa adalah komplikasi obstetri yang secara klasik muncul
sebagai perdarahan vagina tanpa rasa sakit pada trimester ketiga akibat
plasentasi abnormal di dekat atau menutupi ostium serviks bagian
dalam. Namun, dengan kemajuan teknologi dalam ultrasonografi, diagnosis
plasenta previa biasanya dilakukan pada awal kehamilan. Secara historis, ada
tiga jenis plasenta previa: lengkap, parsial, dan marginal. Baru-baru ini,
definisi-definisi ini telah dikonsolidasikan menjadi dua definisi: previa lengkap
dan marginal.
Previa lengkap didefinisikan sebagai cakupan lengkap ostium uteri
oleh plasenta. Jika tepi depan plasenta berjarak kurang dari 2 cm dari ostium
uteri internum, namun tidak menutupi seluruhnya, maka hal ini dianggap
sebagai previa marginal. Karena adanya risiko perdarahan, plasenta previa
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang serius baik pada janin
maupun ibu.
D. Patofisiologi
Segmen bawah uterus tumbuh dan meregang setelah minggu ke 12
kehamilan, dalam minggu-minggu berikutnya ini dapat menyebabkan plasenta
terpisah dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Perdarahan terjadi secara
spontan dan tanpa disertai nyeri, seringkali terjadi saat ibu sedang istirahat
(Sataloff dkk, 2014).
Segmen bawah uterus telah terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu.
Usia kehamilan yang bertambah menyebabkan segmen-segmen bawah uterus
akan melebar dan menipis serta servik mulai membuka. Pelebaran segmen
bawah uterus dan pembukaan servik pada ibu hamil dengan plasenta previa
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah yang keluar berwarna merah
segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang
berwarna merah kehitaman. Sumber perdarahannya adalah robeknya sinus
uterus akibat terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan
sinus marginalis dari plasenta. Makin rendah letak plasenta, makin dini
perdarahan terjadi karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus
untuk berkontraksi (Wiknjosastro, 2014).
Plasenta previa dapat mengakibatkan terjadinya anemia bahkan syok,
terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh, bahkan
infeksi pada perdarahan yang banyak sampai dengan kematian (Manuaba,
2012).
3. Konsep lilitan tali pusat
A. Pengertian
Lilitan tali pusat adalah tali pusat yang dapat membentuk lilitan
sekitar badan, bahu, tungkai atas/ bawah dan leher pada bayi. Keadaan
ini dijumpai pada ait ketuban yang berlebihan, tali pusat yang panjang,
dan bayinya yang kecil. Tali pusat atau Umbilical cord adalah saluran
kehidupan bagi janin selama dalam kandungan, dikatakan saluran
kehidupan karena saluran inilah yang selama 9bulan 10 hari menyuplai
zat – zat gizi dan oksigen janin. (Sarwono, 2008).
Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga
harus dipotong dan diikat atau dijepit. (Sarwono, 2008). Tali pusat sangatlah
penting. Janin bebas bergerak dalam cairan amnion, sehingga pertumbuhan
dan perkembangannya berjalan dengan baik.
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang
besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Tali pusat dapat
membentuk lilitan sekitar badan, bahu, tungkai atas / bawah, leher.
Keadaan ini dijumpai pada air ketuban yang berlebihan, tali pusat yang
panjang, dan bayinya yang kecil.
B. Etiologi
D. Patofisiologi
4. Konsep Asma
A. Pengertian
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiper responsive sehingga apabila
terangsang oleh faktor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran
udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mucus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat
terjadi pada siapa saja dan dapat timbul di segala usia, tetapi umumnya asma
lebih sering terjadi pada anak – anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahun atau lebih (Saheh, 2011).
B. Klasifikasi
1. Asma Alergik
Disebabkan oleh allergen / allergen – allergen yang dikenal missal
( serbuk sari, binatang, makanan, dan jamur) kebanyakan allergen
terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat medis masa lalu eczema atau rhinitis alergik.
Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma. Anak – anak
dengan asma alergik sering mengatasi kondisi sampai masa remaja.
2. Asma Idiopatik/ non alergik
Tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Factor – factor,
seperti common cold,, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agens
farmakologi, seperti aspirin dan agens anti inflamasi nonsteroid lain,
pewarna rambut, antagonis bête adrenergic, dan agens sulfit (pengawet
makanan) juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik/
nonalergik menjadio lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema.
3. Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik/ nonalergik
C. Etiologi
Penyakit asma bronchial ini disebabkan oleh beberapa factor yaitu :
1. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain
itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Asma alergik
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Asma non alergik
1) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
2) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena
jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
3) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
4) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
Penyebab pada penderita asma, penyempitan saluran
pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada
paru-paru normal mempengaruhi saluran pernafasan.
Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti
serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan
olahraga. Pada suatu serangan asma , otot polos dari bronki
mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara
mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan
pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan
memperkecil diameter dari saluran udara (disebut
bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita
harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel
tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga
bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan
ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti
histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:
kontraksi otot polos
peningkatan pembentukan lendir
perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.
D. Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus
dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang
yang menetap dan hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-
orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan,
yang menandakan suatu keadaan hiveraktivitas bronkus yang khas.Orang yang
menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka
aliran uadara normal selama pernapasan (terutama pada ekspirasi).
Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya usaha ekspirasi paksa pada
detik pertama, dan berdasarkan parameter yang berhubungan aliran. Asma
ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi
diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam
jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus
dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE
orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat
pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam
zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus.
Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik.
Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan
permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang intestinum paru, sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena
terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini
belum mendapat perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan
dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma.
Pada asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama ekspirasi
dari pada selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan tekanan
dalam intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak hanya menekan udara dalam
alveolus tetapi juga menekan sisi luar bronkiolus. Oleh karena itu pendeita
asma biasanya dapat menarik nafas cukup memadai tetapi mengalami kesulitan
besar dalam ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea, atau ”kelaparan udara”.
Kapsitas sisa fungsional paru dan volume paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru.
Setelah suatu jangka waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar
secara permanent, sehingga menyebabkan suatu ”barrel chest” (dad seperti
tong).
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur
oleh impuls saraf vagal melalui system parasimpastis. Pada asma idiopatik atau
nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh factor seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan maningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu
dengan asma dapat mempunyai tolenransi rendah terhadap respon
parasimpatis. Selain itu, reseptor α- dan β-adrenergik dari system saraf
simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergic dirangsang,
terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik
yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- adrenergic dikendalikan
terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor alfa
mengakibatkan penurunan cAMP,yang mengarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel – sel mast bronkokonstriksi. Sirkulasi
reseptor beta mengakibatkan peningkatan CAMP, yang menghambat
pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang
diajukan adalah bahwa penyekatan β-adrenergik terjadi pada individu dengan
asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos.
5. Rencana Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1. Memburuk - Berikan
2. Cukup memburuk teknik
3. Sedang
nonfarmakolo
4. Cukup membaik
5. Membaik gis
- Kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
(kontrol
cahaya,kontrol
suhu ruangan)
Edukasi
- Jelaskan
penyebab nyeri
- Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian obat
analgesic
- Ajarkan teknik
nonfarmakologi
s untuk
mengurangi
nyeri (teknik
relaksasi nafas
dalam, kompres
hangat)
Terapiutik
- Fasilitasi aktifitas
mobilisasi dengan
alat bantu
- Fasilitasi melakukan
pergerakandengan
membantu paien
melakukan
monbilisas
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasieni dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobiliai
- Anjurkan melakukan
mobilisasin diharuni
- Ajarkan monbilisai
sederhana yang
harus dilakukan
Edukasi
Keterangan
- Jelaskan faktor risiko
1. Memburuk yang dapat
2. Cukup memburuk mempengaruhi
3. Sedang
kesehatan
4. Cukup membaik
5. Membaik - Ajarkan perilaku
hidup sehat dan
bersih
- Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup bersih
dan sehat
- permasalahan ibu )
- Berikan
pujian terhadap
perilaku ibu yang
benar
Edukasi
- Ajarkan tehnik
menyusui yang
tepat sesuai
kebutuhan ibu
Nyeri 3 5 - Batasi
Oxorn, Harry dan Forte W.R. (2010). Ilmu Kebidanan.Jakarta. Yayasan Essentia
Sofian, A. 2015. Rustam Muchtar Sinopsis Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC