Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESARIA
A. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut (Sofian, 2012).
B. Etiologi
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah
plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre-eklamsi dan
hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea
sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan
pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
D. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
A. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada corpus
uteri. Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen bawah uterus.
B. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan:
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah
dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan
luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm
Kelebihan:
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan:
a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2000), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998) adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG
H. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
I. Penatalaksanaan Medis Post SC
1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian data umum
1. Pengkajian fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah klien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada juga
mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
e. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema,
yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi uteri),
pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna
rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
3) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
5) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
6) Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng
usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur,
adanya hemoroid.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
4) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
5) Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama … x 24 meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
pelepasan mediator jam diharapkan nyeri klien intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
nyeri (histamin, berkurang / terkontrol dengan 2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya
prostaglandin) akibat kriteria hasil : wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk
trauma jaringan  Klien melaporkan nyeri berkomunikasi secara efektif.
dalam pembedahan berkurang / terkontrol 3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex:
(section caesarea)  Wajah tidak tampak beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan
meringis hubungan sosial)
 Klien tampak rileks, dapat 4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi
berisitirahat, dan progresif, latihan napas dalam, imajinasi, sentuhan
beraktivitas sesuai terapeutik.)
kemampuan 5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu. 
2 Risiko tinggi terhadap Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada
infeksi berhubungan keperawatan selama … x 24 sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
dengan trauma jam diharapkan klien tidak 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
jaringan / luka bekas mengalami infeksi dengan laesa)
operasi (SC) kriteria hasil : 3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
 Tidak terjadi tanda - 4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan.
tanda infeksi (kalor, Lepaskan balutan sesuai indikasi
rubor, dolor, tumor, 5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum /
fungsio laesea) sesudah menyentuh luka
 Suhu dan nadi dalam 6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan
batas normal ( suhu = laboratorium jumlah WBC / sel darah putih
36,5 -37,50 C, frekuensi 7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan
nadi = 60 - 100x/ menit) kehilangan darah selama prosedur pembedahan
 WBC dalam batas 8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
normal (4,10-10,9 10^3 / 9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
uL) 
3 Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan
berhubungan dengan keperawatan selama … x 6 sistem pendukung
kurangnya informasi jam diharapkan ansietas klien 2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa
tentang prosedur berkurang dengan kriteria empati
pembedahan, hasil : 3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah)
penyembuhan, dan  Klien terlihat lebih berkaitan dengan ansietas yang dirasakan
perawatan post tenang dan tidak gelisah 4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
operasi  Klien mengungkapkan 5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur
bahwa ansietasnya pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
berkurang  6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa
lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal 
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta: EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Sarwono, P. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.

Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri social.
Edisi 3. Jakarta: EGC.

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai