KONSEP DASAR SC
A. PENGERTIAN
Istilah caesarea berasal dari kata kerja latin caedere yang berarti memotong atau
menyayat (Cunningham, 2006). Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna
melahirkan bayi melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010).
D. MANIFESTASI KLINIK
Persalinan dengan sectio caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
Menurut Prawirohardjo (2010), manifestasi klinis pada klien dengan post sectio caesarea,
antara lain :
E. ETIOLOGI / INDIKASI SC
Menurut Oxorn (2010), indikasi sectio caesarea lebih bersifat absolute dan relative.
Setiap keadaan yang tidak memungkinkan kelahiran lewat jalan lahir merupakan indikasi
absolute untuk sectio caesarea. Diantaranya adalah panggul sempit yang sangat berat dan
neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi, kelahiran pervaginam bisa
terlaksana tetapi dengan keadaan tertentu membuat kelahiran lewat sectio caesarea akan
lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Faktor-faktor yang menyebabkan perlunya
tindakan sectio caesarea yaitu :
1. Faktor ibu
a. Disporporsi fetopelvic, mencakup panggul sempit, fetus terlalu besar, atau adanya
ketidakseimbangan antara ukuran bayi dan ukuran pelvic.
b. Disfungsi uterus, mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan, inersia,
ketidakmampuan dilatasi cervix, partus menjadi lama.
c. Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal tidak
mungkin dilakukan. Kanker invasif yang didiagnosa pada trimester ketiga dapat
diatasi dengan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi,
pembedahan radikal atau keduanya.
d. Riwayat sectio caesarea sebelumnya
Meliputi riwayat jenis insisi uterus sebelumnya, jumlah sectio caesarea
sebelumnya dan indikasi sectio caesarea sebelumnya. Pada sebagian negara besar
ada kebiasaan yang dilakukan akhir-akhir ini yaitu setelah prosedur sectio
caesarea dilakukan maka persalinan mendatang juga harus diakhiri dengan
tindakan sectio caesarea juga.
e. Plasenta previa sentralis dan lateralis
f. Abruptio plasenta
g. Toxemia gravidarum antara lain pre eklamsia dan eklamsia, hipertensi essensial
dan nephritis kronis.
h. Diabetes maternal
i. Infeksi virus herpes pada traktus genitalis.
2. Faktor janin
a. Gawat janin
Disebut gawat janin, bila ditunjukkan dengan adanya bradikardi berat atau
takikardi. Namun gawat janin tidak menjadi indikasi utama dalam peningkatan
angka sectio caesarea. Stimulasi oxytocin menghasilkan abnormalitas pada
frekuensi denyut jantung janin. Keadaan gawat janin pada tahap persalinan
memungkinkan dokter memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila
ditunjang kondisi ibu yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu
menderita hipertensi atau kejang pada rahim dapat mengakibatkan gangguan pada
plasenta dan tali pusar yaitu aliran darah dan oksigen kepada janin menjadi
terganggu. Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti
kerusakan otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan
kematian janin (Oxorn, 2010).
b. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan
disebabkan sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir
dengan ukuran yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi yang lebih
berat daripada bayi normal karena sifatnya masih seperti bayi prematur yang tidak
bisa bertahan dengan baik terhadap persalinan yang lama (Oxorn, 2010).
c. Cacat atau kematian janin sebelumnya
Ibu-ibu yang pernah melahirkan bayi yang cacat atau mati dilakukan sectio
caesarea elektif.
d. Malposisi dan malpresentasi bayi
e. Insufisiensi plasenta
f. Inkompatibilitas rhesus, jika janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu
Rh (-) yang menjadi peka dan bila induksi dan persalinan pervaginam tidak
berhasil maka tindakan sectio caesarea dilakukan.
g. Post mortem caesarean yaitu dilakukan pada ibu yang baru saja meninggal
bilamana bayi masih hidup.
F. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
G. PATHWAYS
H. KONTRAINDIKASI
Menurut Oxorn, (2010) sectio caesarea tidak boleh dilakukan bila terdapat keadaan
sebagai berikut :
1. Bila janin sudah mati atau berada dalam keadaan yang jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan
operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
2. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio caesarea
extraperitoneal tidak tersedia.
3. Bila dokter dan tenaga asisten tidak berpengalaman atau memadai.
I. KOMPLIKASI
Menurut Oxorn (2010) komplikasi dari sectio caesarea adalah :
1. Perdarahan disebabkan karena :
a. Atonia Uteri
b. Pelebaran insisi uterus
c. Kesulitan mengeluarkan plasenta
d. Hematoma ligament latum (broad ligament)
2. Infeksi Puerperal (nifas)
a. Traktus genitalia
b. Insisi
c. Traktus urinaria
d. Paru-paru dan traktus respiratorius atas
3. Thrombophlebitis
4. Cidera, dengan atau tanpa fistula
a. Traktus urinaria
b. Usus
5. Obstruksi usus
a. Mekanis
b. Paralitik
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
D. Patofisiologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau
seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui
sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan
persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari
dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
Plasenta previa adalah implantasi plasenta bawah rahim sehingga menutupi kanalis servikalis
dan mengganggu proses persalinan dengan terjadinya perdarahan. Zigot yang tertanam sangat
rendah dalam kavum uteri, akan membentuk plasenta yang pada awal mulanya sangat
berdekatan dengan ostimintenum. Plasenta yang letaknya demikian akan diam di tempatnya
sehingga terjadi plasenta previa. Penurunan kepala janin yang mengakibatkan tertekannya
plasenta (apabila plaseta tumbuh di segmen bawah rahim ).Pelebaran pada segmen
bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan pada trisemester III. Perdarahan tidak dapat
dihindari karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus berkontraksi seperti pada
plasenta letak normal (Dehes, 2013)
E. Pathway
F. Manifestasi klinis
G. Komplikasi
D. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ibu post SC yaitu :
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang
cara menyusui yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar
dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
E. RENCANA KEPERAWATAN
1. Menyusui tidak efektif Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Health Education:
berhubungan dengan kurangnya klien menunjukkan respon breast feeding adekuat Berikan informasi mengenai :
pengetahuan ibu tentang cara dengan indikator: Fisiologi menyusui
menyusui yang benar Klien mengungkapkan puas dengan kebutuhan untuk Keuntungan menyusui
menyusuI Perawatan payudara
Klien mampu mendemonstrasikan perawatan Kebutuhan diit khusus
payudara Faktor-faktor yang menghambat proses
menyusui
Demonstrasikan breast care dan pantau
kemampuan klien untuk melakukan secara
teratur
Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar,
cara menyimpan, cara transportasi sehingga bisa
diterima oleh bayi
Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk
melaksanakan pemberian Asi eksklusif
Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala
bendungan payudara, infeksi payudara
Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan
mendukung klien dalam pemberian ASI
Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat
memberikan informasi/memberikan pelayanan
KIA
16
2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
(luka insisi operasi) diharapkan nteri berkurang dengan indicator: Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Pain Level, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Pain control, kualitas dan faktor presipitasi
Comfort level Observasi reaksi nonverbal dari
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan) mengetahui pengalaman nyeri pasien
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
menggunakan manajemen nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
dan tanda nyeri) tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang lampau
Tanda vital dalam rentang normal Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
3. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Teaching : Disease Process
perawatan ibu nifas dan perawatan diharapkan pengetahuan klien meningkat dengan Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
post operasi b/d kurangnya sumber indicator: pasien tentang proses penyakit yang spesifik
informasi Kowlwdge : disease process Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
Kowledge : health Behavior bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
pengobatan pada penyakit, dengan cara yang tepat
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
yang dijelaskan secara benar tepat
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara
apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya. yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
Hindari jaminan yang kosong
Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
4. Defisit perawatan diri b.d. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Self Care assistane : ADLs
Kelelahan. ADLs klien meningkat dengan indicator: Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri
Self care : Activity of Daily Living (ADLs) yang mandiri.
Klien terbebas dari bau badan Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
untuk melakukan ADLs toileting dan makan.
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan Sediakan bantuan sampai klien mampu secara
utuh untuk melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-
hari yang normal sesuai kemampuan yang
dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi
beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
5. Risiko infeksi b.d tindakan invasif, Setelah dilakuakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Infection Control (Kontrol infeksi)
paparan lingkungan patogen diharapkan resiko infeksi terkontrol dengan indikator: Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Immune Status Pertahankan teknik isolasi
Knowledge : Infection Batasi pengunjung bila perlu
control Risk control Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor meninggalkan pasien
yang mempengaruhi penularan serta Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
penatalaksanaannya Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah keperawtan
timbulnya infeksi Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
Jumlah leukosit dalam batas normal pelindung
Menunjukkan perilaku hidup sehat Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gillstrap III, L.C., Hauth, J.C., Wenstrom,
K.D.,et. al. (2006). Obstetri William. Vol 1. Edisi 21. EGC. Jakarta
Oxorn. (2010). Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia
Medica. Yogyakarta
Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Professional. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jilid 1.
Yogyakarta: Med Action Publishing
Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Professional. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jilid 2.
Yogyakarta: Med Action Publishing
Partini. 2016. Pengaruh Pendampingan Terhadap Kemampuan Mobilisasi Dini Pada
Ibu Post Sectio Caesarea Di RSUD Kota
Salatiga. http://stikeskusumahusada.ac.id/digilib/files/disk1/30/01-gdl-
partinist1-1453-1- partini-i.pdf diakses pada 31 Oktober 2017
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan, Jakarta: Bina Pustaka.
Riskesdas. (2013). http://www/depkes.gi.id/resources.dowload/general/Hasil
% 20Riskesdas%202013 .pdf
Sumelung (2014), Faktor-Faktor Yang Berperan Meningkatnya Angka Kejadian Sectio
Caesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah Liun Kandage, Ejournal Keperawatan
(e-Kp) Volume 2, No.1. Februari 2014
23