Oleh :
NABILAH ARIF
201910461011036
5. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,
misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi
apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi
intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi
terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil
dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama
sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
a. Luka kandung kemih
b. Embolisme paru - paru
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.
6. Prognosis
a. Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan
persediaan darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang
jauh lebih aman dari pada dahulu.
b. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
c. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung
dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea.
Menurut statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal
dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7%
i. (Mochtar, 1998)
7. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini
akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
POHON MASALAH
Ansietas
Sectio Caesarea (SC) Kurang Informasi
Insisi dinding
Luka post op. SC Tindakan anastesi
abdomen
Terputusnya
Risiko Infeksi Imobilisasi
inkonuitas jaringan,
pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar Intoleransi
Merangsang Defisit
pengeluaran histamin Perawatan
dan prostaglandin Diri
Nyeri Akut
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
(Manuaba, 1999)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
3. Rencana Asuhan Keperawatan
6. Peningkatan
suhu, nadi, dan
WBC
merupakan
salah satu data
penunjang yang
dapat
mengidentifikas
i adanya bakteri
di dalam darah.
Proses tubuh
untuk melawan
bakteri akan
meningkatkan
produksi panas
dan frekuensi
nadi. Sel darah
putih akan
meningkat
sebagai
kompensasi
untuk melawan
bakteri yang
menginvasi
tubuh.
7. Risiko infeksi
pasca
melahirkan dan
proses
penyembuhan
akan buruk bila
kadar Hb
rendah dan
terjadi
kehilangan
darah
berlebihan.
8. Mempertahank
an
keseimbangan
nutrisi untuk
mendukung
perpusi
jaringan dan
memberikan
nutrisi yang
perlu untuk
regenerasi
selular dan
penyembuhan
jaringan
9. Antibiotik
dapat
menghambat
proses infeksi
Ansietas Setelah diberikan 1. Kaji respon 1. Keberadaan
berhubungan asuhan keperawatan psikologis sistem
dengan selama … x 6 jam terhadap kejadian pendukung
kurangnya diharapkan ansietas dan ketersediaan klien (misalnya
informasi klien berkurang
tentang sistem pasangan)
dengan kriteria hasil : pendukung dapat
prosedur
pembedahan, Klien terlihat 2. Tetap bersama memberikan
penyembuha lebih tenang klien, bersikap dukungan
n, dan dan tidak tenang dan secara
perawatan
gelisah menunjukkan psikologis dan
post operasi
Klien rasa empati membantu
mengungkapk 3. Observasi respon klien dalam
an bahwa nonverbal klien mengungkapka
ansietasnya (misalnya: n masalahnya
berkurang gelisah) berkaitan 2. Keberadaan
dengan ansietas perawat dapat
yang dirasakan memberikan
4. Dukung dan dukungan dan
arahkan kembali perhatian pada
mekanisme klien sehingga
koping klien merasa
5. Berikan nyaman dan
informasi yang mengurangi
benar mengenai ansietas yang
prosedur dirasakannya
pembedahan, 3. Ansietas
penyembuhan, seringkali tidak
dan perawatan dilaporkan
post operasi secara verbal
6. Diskusikan namun tampak
pengalaman / pada pola
harapan kelahiran perilaku klien
anak pada masa secara
lalu nonverbal
7. Evaluasi 4. Mendukung
perubahan mekanisme
ansietas yang koping dasar,
dialami klien meningkatkan
secara verbal rasa percaya
diri klien
sehingga
menurunkan
ansietas
5. Kurangnya
informasi dan
misinterpretasi
klien terhadap
informasi yang
dimiliki
sebelumnya
dapat
mempengaruhi
ansietas yang
dirasakan
6. Klien dapat
mengalami
penyimpangan
memori dari
melahirkan.
Masa lalu /
persepsi yang
tidak realistis
dan
abnormalitas
mengenai
proses
persalinan SC
akan
meningkatkan
ansietas.
7. Identifikasi
keefektifan
intervensi yang
telah diberikan
4. Implementasi
2. Etiologi
Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab
terjadinya kehamilan post term belum jelas. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai
berikut :
a. Pengaruh Progesteron
b. Teori Oksitosin
c. Teori Kortisol/ ACTH janin
d. Saraf Uterus
e. Heriditer
(Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo,2008)
f. Kurangnya air ketuban
g. Insufisiensi plasenta.
(Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008)
3. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan kemudian
mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan
estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan
kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah
plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul
his sehingga pemasakan nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping adanya
spasme arteri spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur, sebagian janin
bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan
metabolisme janin, jumlah air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan
perubahan abnormal jantung janin, (Wiknjosastro, H. 2009, Manuaba, G.B.I,2011 &
Mochtar R, 2009).
4. Manifestasi Klinis
a. Keadaan klinis yang dapat ditemukan jarang ialah gerakan janin yang jarang, yaitu
secara subyektif kurang dari 7 kali per 30 menit atau secara obyektif dengan KTG
kurang dari 10 kali per 30 menit.
b. Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
1) Stadium I, kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit
kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2) Stadium II, seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.
3) Stadium III, seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit
dan tali pusat.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. USG untuk menilai usia kehamilan, oligihidraminon, derajat maturitas
plasenta.
b. KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin
c. Penilaian warna ait ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa
tekanantes tanpa tekanandinilai apakah reaktif atau tidak dengan tes tekanan
oksitosin
d. Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20 %
( Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I )
6. Penatalaksanaan
a. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin
sebaik-baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah
matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.
d. Bila riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim, terdapat
hipertensi, pre-eklampsia, kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas,
pada kehamilan > 40-42 minggu. Maka ibu dirawat di rumah sakit
e. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
1) Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
2) Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
3) Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia,
hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.
(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I)
3. Intervensi Keperawatan
Dx. 1
Resiko tinggi cedera pada janin b.d distress janin
Tujuan : Diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan klien
mampumempertahankan kehamilan sampai janin benar-benar viable untuk hidup
kriteria hasil: Tidak ada cedera yang terjadi pada pasien.
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda vital
2. Auskultasi dan laporkan irama jantung janin, perhatikan kekuatan , regularitas, dan
frekuensi.
3. Kaji kondisi ibu dan adanya kontraksi uterus atau tanda-tanda lain dari ancaman
kelahiran
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi yang tepat.
Dx. 2
Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan
Tujuan : Diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan klien tidak cemas
Kriteria hasil :
Cemas berkurang
Tidak menunjukan perilaku agresif
Intervensi :
1. Kaji keadaan umum klien.
2. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan cemasnya
3. Berikan informasi tentang penyakit klien.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC