Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SC DAN POST DATE

Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners


Departemen Keperawatan Maternitas
di Ruang Brawijaya RSUD Kepanjen Malang

Oleh :
NABILAH ARIF
201910461011036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio Caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan
pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk
melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena
keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang mengharuskan kelahiran
dengan cara segera sedangkan persyaratan pervaginam tidak memungkinkan.
2. Etiologi
Indikasi SC :
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea
adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar
e. Perdarahan antepartum
(Manuaba, I.B, 2001)
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan
sectio adalah :
a. Malpersentasi janin
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan
/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang
yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan
letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak
ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat
lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Distosia serviks
3. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi
kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.
4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
a. Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang
pada corpus uteri.
b. Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah
uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10cm.
Kelebihan :
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan,
sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi
dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan
supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil
lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun.
Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh
dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.

d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri
spontan lebih kecil
Kekurangan :
a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan
perdarahan yang banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

5. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,
misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi
apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi
intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi
terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil
dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama
sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
a. Luka kandung kemih
b. Embolisme paru - paru
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.
6. Prognosis
a. Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan
persediaan darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang
jauh lebih aman dari pada dahulu.
b. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
c. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung
dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea.
Menurut statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal
dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7%
i. (Mochtar, 1998)
7. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini
akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
POHON MASALAH

Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan


Misalnya : plasenta previa sentralis / lateralis, panggul
sempit, disproporsi cephalo pelvic, ruptur uteri
mengancam, partus lama / tidak maju, preeklamsia,
distonia serviks, malpresentasi janin

Ansietas
Sectio Caesarea (SC) Kurang Informasi

Insisi dinding
Luka post op. SC Tindakan anastesi
abdomen

Terputusnya
Risiko Infeksi Imobilisasi
inkonuitas jaringan,
pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar Intoleransi

daerah insisi Aktivitas

Merangsang Defisit
pengeluaran histamin Perawatan
dan prostaglandin Diri

Nyeri Akut
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

9. Penatalaksanaan Medis Post SC


a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah
operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca
operasi.pasien bisa dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti

g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
(Manuaba, 1999)

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira
600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.
Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawata Hasil
n
Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Mempengaruhi
berhubungan asuhan keperawatan pengkajian pilihan /
dengan selama … x 24 jam secara pengawasan
pelepasan diharapkan nyeri klien komprehensif keefektifan
mediator berkurang / terkontrol tentang nyeri intervensi.
nyeri dengan kriteria hasil : meliputi lokasi,
(histamin, Klien karakteristik,
prostaglandin melaporkan durasi,
) akibat nyeri 2. Tingkat
frekuensi,
trauma berkurang / ansietas dapat
kualitas,
jaringan terkontrol intensitas nyeri mempengaruhi
dalam Wajah tidak dan faktor persepsi / reaksi
pembedahan tampak presipitasi. terhadap nyeri.
(section
meringis 2. Observasi
caesarea)
Klien tampak respon
rileks, dapat nonverbal dari
berisitirahat, 3. Mengetahui
ketidaknyaman sejauh mana
dan an (misalnya
beraktivitas pengaruh nyeri
wajah terhadap
sesuai meringis)
kemampuan kualitas hidup
terutama pasien.
ketidakmampua
n untuk 4. Memfokuskan
berkomunikasi kembali
secara efektif. perhatian,
3. Kaji efek meningkatkan
pengalaman kontrol dan
nyeri terhadap meningkatkan
kualitas hidup harga diri dan
(ex: kemampuan
beraktivitas, koping
tidur, istirahat, 5. Memberikan
rileks, kognisi, ketenangan
perasaan, dan kepada pasien
hubungan sehingga nyeri
sosial) tidak
4. Ajarkan bertambah
menggunakan
teknik
nonanalgetik 6. Analgetik dapat
(relaksasi mengurangi
progresif, pengikatan
latihan napas mediator
dalam, kimiawi nyeri
imajinasi, pada reseptor
sentuhan nyeri sehingga
terapeutik.) dapat
5. Kontrol faktor - mengurangi
faktor rasa nyeri
lingkungan
yang yang
dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyaman
an (ruangan,
suhu, cahaya,
dan suara)
6. Kolaborasi
untuk
penggunaan
kontrol
analgetik, jika
perlu.
Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tinjau ulang 1. Kondisi dasar
terhadap asuhan keperawatan kondisi dasar / seperti
infeksi selama … x 24 jam faktor risiko diabetes /
berhubungan diharapkan klien tidak yang ada hemoragi
dengan mengalami infeksi sebelumnya. menimbulkan
trauma dengan kriteria hasil : Catat waktu potensial risiko
jaringan / Tidak terjadi pecah ketuban. infeksi /
luka bekas tanda - tanda penyembuhan
operasi (SC) infeksi (kalor, luka yang
rubor, dolor, buruk. Pecah
tumor, fungsio ketuban yang
laesea) terjadi 24 jam
Suhu dan nadi sebelum
dalam batas pembedahan
2. Kaji adanya
normal ( suhu dapat
tanda infeksi
= 36,5 -37,50 menimbulkan
(kalor, rubor,
C, frekuensi koriamnionitis
dolor, tumor,
nadi = 60 - sebelum
fungsio laesa)
100x/ menit) intervensi
WBC dalam bedah dan
batas normal dapat
3. Lakukan
(4,10-10,9 mempengaruhi
perawatan luka
10^3 / uL) proses
dengan teknik
penyembuhan
aseptik
luka
2. Mengetahui
4. Inspeksi balutan
secara dini
abdominal
terjadinya
terhadap
infeksi
eksudat /
sehingga dapat
rembesan.
dilakukan
Lepaskan balutan
pemilihan
sesuai indikasi
intervensi
5. Anjurkan klien
secara tepat dan
dan keluarga
cepat
untuk mencuci
3. Meminimalisir
tangan sebelum /
adanya
sesudah
kontaminasi
menyentuh luka
pada luka yang
6. Pantau
dapat
peningkatan
menimbulkan
suhu, nadi, dan
infeksi
pemeriksaan
4. Balutan steril
laboratorium
menutupi luka
jumlah WBC /
dan melindungi
sel darah putih
luka dari cedera
7. Kolaborasi untuk / kontaminasi.
pemeriksaan Hb Rembesan
dan Ht. Catat dapat
perkiraan menandakan
kehilangan darah terjadinya
selama prosedur hematoma yang
pembedahan memerlukan
intervensi
8. Anjurkan intake
lanjut
nutrisi yang
cukup 5. Cuci tangan
9. Kolaborasi menurunkan
penggunaan resiko
antibiotik sesuai terjadinya
indikasi infeksi
nosokomial

6. Peningkatan
suhu, nadi, dan
WBC
merupakan
salah satu data
penunjang yang
dapat
mengidentifikas
i adanya bakteri
di dalam darah.
Proses tubuh
untuk melawan
bakteri akan
meningkatkan
produksi panas
dan frekuensi
nadi. Sel darah
putih akan
meningkat
sebagai
kompensasi
untuk melawan
bakteri yang
menginvasi
tubuh.
7. Risiko infeksi
pasca
melahirkan dan
proses
penyembuhan
akan buruk bila
kadar Hb
rendah dan
terjadi
kehilangan
darah
berlebihan.
8. Mempertahank
an
keseimbangan
nutrisi untuk
mendukung
perpusi
jaringan dan
memberikan
nutrisi yang
perlu untuk
regenerasi
selular dan
penyembuhan
jaringan
9. Antibiotik
dapat
menghambat
proses infeksi
Ansietas Setelah diberikan 1. Kaji respon 1. Keberadaan
berhubungan asuhan keperawatan psikologis sistem
dengan selama … x 6 jam terhadap kejadian pendukung
kurangnya diharapkan ansietas dan ketersediaan klien (misalnya
informasi klien berkurang
tentang sistem pasangan)
dengan kriteria hasil : pendukung dapat
prosedur
pembedahan, Klien terlihat 2. Tetap bersama memberikan
penyembuha lebih tenang klien, bersikap dukungan
n, dan dan tidak tenang dan secara
perawatan
gelisah menunjukkan psikologis dan
post operasi
Klien rasa empati membantu
mengungkapk 3. Observasi respon klien dalam
an bahwa nonverbal klien mengungkapka
ansietasnya (misalnya: n masalahnya
berkurang gelisah) berkaitan 2. Keberadaan
dengan ansietas perawat dapat
yang dirasakan memberikan
4. Dukung dan dukungan dan
arahkan kembali perhatian pada
mekanisme klien sehingga
koping klien merasa
5. Berikan nyaman dan
informasi yang mengurangi
benar mengenai ansietas yang
prosedur dirasakannya
pembedahan, 3. Ansietas
penyembuhan, seringkali tidak
dan perawatan dilaporkan
post operasi secara verbal
6. Diskusikan namun tampak
pengalaman / pada pola
harapan kelahiran perilaku klien
anak pada masa secara
lalu nonverbal
7. Evaluasi 4. Mendukung
perubahan mekanisme
ansietas yang koping dasar,
dialami klien meningkatkan
secara verbal rasa percaya
diri klien
sehingga
menurunkan
ansietas
5. Kurangnya
informasi dan
misinterpretasi
klien terhadap
informasi yang
dimiliki
sebelumnya
dapat
mempengaruhi
ansietas yang
dirasakan
6. Klien dapat
mengalami
penyimpangan
memori dari
melahirkan.
Masa lalu /
persepsi yang
tidak realistis
dan
abnormalitas
mengenai
proses
persalinan SC
akan
meningkatkan
ansietas.
7. Identifikasi
keefektifan
intervensi yang
telah diberikan

4. Implementasi

Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun


POST DATE
1.      Definisi
Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu di dapatkan dari perhitungan usia
kehamilan,seperti rumus Naegele atau dengan tinggi fundus uteri serial ( Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I edisi III.2008)
Kehamilan lewat waktu atau post date adalah kehamilan yang berlangsung
sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut
Naegele dengan siklus rata – rata 28 hari  ( Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo.2008)
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi 42 minggu belum
terjadi persalinan (Bagus Gde Manuaba.2008)
Kehamilan Post Matur adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama dari 42
minggu dihitung berdasarkan rumus Naegle dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Rustam
Mochtar. Sinopsis Obstetri. 1998).

2.      Etiologi
Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab
terjadinya kehamilan post term belum jelas. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai
berikut :
a. Pengaruh Progesteron
b. Teori Oksitosin
c. Teori Kortisol/ ACTH janin
d. Saraf Uterus
e. Heriditer
(Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo,2008)
f. Kurangnya air ketuban
g. Insufisiensi plasenta.
(Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008)
3.      Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan kemudian
mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan
estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan
kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah
plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran  CO2/O2 akibat tidak timbul
his sehingga pemasakan nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping adanya
spasme  arteri spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia  sampai kematian dalam rahim.
Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur, sebagian janin
bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan
metabolisme janin, jumlah air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan
perubahan abnormal jantung janin, (Wiknjosastro, H. 2009, Manuaba, G.B.I,2011 &
Mochtar R, 2009).

4.      Manifestasi Klinis
a.       Keadaan klinis yang dapat ditemukan jarang ialah gerakan janin yang jarang, yaitu
secara subyektif kurang dari 7 kali per 30 menit atau secara obyektif dengan KTG
kurang dari 10 kali per 30 menit.
b.      Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
1)      Stadium I, kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit
kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2)      Stadium II, seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.
3)      Stadium III, seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit
dan tali pusat.
5.      Pemeriksaan Penunjang
a.       USG untuk menilai usia kehamilan, oligihidraminon, derajat maturitas
plasenta.
b.      KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin
c.       Penilaian warna ait ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa
tekanantes tanpa tekanandinilai apakah reaktif atau tidak dengan tes tekanan
oksitosin
d.      Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20 %
( Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I )

6.      Penatalaksanaan
a.       Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin
sebaik-baiknya.
b.      Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat
c.       Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah
matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.
d.      Bila riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim, terdapat
hipertensi, pre-eklampsia, kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas,
pada kehamilan > 40-42 minggu. Maka ibu dirawat di rumah sakit
e.       Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
1)      Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
2)      Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
3)      Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia,
hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.
(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I)

B.     Konsep Asuhan Keperawatan


1.      Pengkajian
a.       Anmnesis :
         Kaji siklus haid dan hpht.
         Adanya distensi abdomen.
         Denyut jantung janin tidak terdengar dengan jelas.
         Kaji berat badan ibu dan lingkar perut.
         Jumlah air ketuban.
         Ibu cemas.
b.      Obyektif.
         Kemampuan ibu untuk melahirkan.
         Pada pemeriksaan vagina dapat menunjukkan janin dalam malposisi
         Dilatasi serviks kurang dari 1,2cm/jam.
         Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion, gestasi multiple, janin
besar.
2.      Diagnosa Keperawatan
1)      Resiko tinggi cedera pada janin b.d distress janin
2)      Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan
3)      Kurang pengetahuan b.d keterbatasan kognitif
4)      Resiko tinggi infeksi b.d jalan lahir kontak terlalu lama dengan ekstrauteri.

3.      Intervensi Keperawatan
Dx. 1
Resiko tinggi cedera pada janin b.d distress janin
Tujuan : Diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan klien
mampumempertahankan kehamilan sampai janin benar-benar viable untuk hidup
kriteria hasil: Tidak ada cedera yang terjadi pada pasien.
Intervensi :
1.      Kaji tanda-tanda vital
2.      Auskultasi dan laporkan irama jantung janin, perhatikan kekuatan , regularitas, dan
frekuensi.
3.      Kaji kondisi ibu dan adanya kontraksi uterus atau tanda-tanda lain dari ancaman
kelahiran
4.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi yang tepat.

Dx. 2
Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan
Tujuan : Diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan klien tidak cemas
Kriteria hasil :
         Cemas berkurang
         Tidak menunjukan perilaku agresif
Intervensi :
1.      Kaji keadaan umum klien.
2.      Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan cemasnya
3.      Berikan informasi tentang penyakit klien.
4.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta :


EGC

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramed

Anda mungkin juga menyukai