Oleh:
Ica Cres Diana
(P17220194062)
B. Masa Postpartum
Menurut referensi dari (Prawirohardjo et al., 2008) pembagian nifas di bagi 3
bagian, yaitu:
1. Puerperium Dini
Yaitu kepulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan berjalan. Dalam agama
Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2. Puerperium Intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3. Remote Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu, bulan atau tahunan.
C. Perubahan Sistem Organ Reproduksi pada Post Partum
Menurut (Prawirohardjo et al., 2008), yaitu perubahan sistem organ reproduksi
pada post partum ialah :
a. Payudara
Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi
korpus luteum, maka estrogen dan progesterone berkurang, prolaktin akan
meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi
ASI. Keadaan payudara pada dua hari pertama post partum sama dengan
keadaan dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada
membesar, keras dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan
terjadi proses laktasi. Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan
pada payudara ibu, sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu
interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan
berbagai macam hormon sehingga ASI dapat keluar.
b. Endometrium
Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi
menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik dan terkelupas
bersama lochea. Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan
miometrium yang berisi kelenjar tetap utuh dan merupakan sumber
pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung
cepat. Seluruhnya endometrium pulih kembali dalam minggu kedua dan
ketiga.
c. Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum
Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat peregangan pada serviks
dan vagina kecuali bila sebelumnya dilakukan partus percobaan serviks akan
mengalami peregangan dan kembali normal sama seperti post partum normal.
Pada klien dengan seksio sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka.
D. Involusio
Menurut (Manuba, 2019) dan (Prawirohardjo et al., 2008), involusi terbagi atas 2
bagian yaitu :
a. Pengertian involusi uteri
Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ setelah organ
tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan.
Involusi uteri adalah mengecilnya kembali Rahim setelah persalinan kembali
kebentuk asal. Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60
gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot
polos uterus.
Involusio TFU Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr
Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gr
1 minggu Pertengahan simpisis-pusat 500 gr
2 minggu Tidak teraba diatas simpisis 350 gr
6 minggu Bertambah kecil 50 gr
8 minggu Sebesar normal 30 gr
(Tabel 1 : Uteri (I. A. Manuaba, 2009))
b. Proses Involusi Uterus
Ischemi pada miometrium disebut juga lokal ischemia yaitu kekurangan
darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan
retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh
pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus di dalam masa hamil, karena
uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin.
Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan mengalami
kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami otropi
kembali kepada ukuran semula. Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama
persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras sehingga
dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi
plasenta. (Sarwono, 2002).
E. Lochea
Lochea adalah nama yang diberikan pada pengeluaran cairan dari uterus yang terlepas
melalui vagina selama masa nifas. Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari
desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi necrotic (layu/mati). Desidua yang
mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua
tersebut dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat (Varney
et al., 2004). Menurut (Mochtar, 1998) pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan
jumlah dan warna sebagai berikut :
1. Lokia rubra berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks
kaseosa. Lanugo dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan.
2. Lokia sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca
persalinan.
3. Lokia serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca
persalinan.
4. Lokia alba cairan putih, setelah 2 minggu.
5. Lokia purulenta terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
6. Lokia astastis lokia tidak lancar keluarnya
B. Etiologi
Menurut (I. B. G. Manuaba, 1998) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan
bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
Gb. 2 Chepalo Pelvik Disproportion
D. Patofisiologi
Sectio caesaria merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,
placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang. Setelah dilakukan sectio caesaria ibu akan mengalami adaptasi post partum
baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oksitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena
itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah hal
utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman (Chairunisa, 2020).
E. Manifestasi Klinis
Perlu adanya perawatan yang lebih komprehensif pada ibu yang melahirkan
melelui persalinan section caesaria yaitu dengan perawatan post partum serta perawaan
post operatif. Doenges (2010) dalam (Tuga, 2019) mengemukakan, manifestasi klinis
section caesarea meliputi:
a. Nyeri yang disebabkan luka setelah tindakan operasi
b. Adanya luka insisi dibagian abdomen
c. Di umbilicus, fundus uterus kontraksi kuat
d. Aliran lokea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
e. Ada kurang lebih 600-800ml darah yang hilang selama porses pembedahan
f. Emosi yang labil atau ketidakmampuan menghadapi situasi baru pda
perubahan emosional
g. Rata-rata terpasang kateter urinarius
h. Tidak terdengarnya auskultasi bising usus/ bising usu menurun
i. Pengaruh anestesi dapat memicu mual dan muntah
j. Status pulmonary bunyi paru jelas serta vesikuler
k. Biasanya ada kekurang pahaman prosedur pada kelahiran SC yang tidak
direncanakan
l. Pada anak yang baru dilahirkan akan dibonding dan attachment
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG) Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti Resonance Imaging (MRI) Menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-
daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Uji laboratorium
Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
AGD
Kadar kalsium darah
Kadar natrium darah
Kadar magnesium darah
(Sagita, 2019)
G. Komplikasi
Menurut Cunningham (2006) dalam (Sagita, 2019) yang sering terjadi pada ibu SC :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
atas :
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung.
c. Berat, peritonealis, sepsisi dan usus paralitik.
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya : luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur.
Sedangkan yang sering terjadi pada bayi : Kematian perinatal
H. Tahapan Persalinan
Persalinan dibagi dalam 4 kala (Sagita, 2019) :
Kala I : Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm).
Proses ini terbagi dalam 2 fase : fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan
fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan
sering selama Fase aktif.
Kala II : Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini
biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
Kala III : Dimulai segera setelah lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit.
Kala IV : Dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.
C. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari oligohidramnion menurut Fadlun dan Achmad Feryanto
(2012) dalam (Talo, 2017)adalah sebagai berikut.
a) Perut ibu kelihatan kurang membuncit.
b) Denyut jantung janin sudah terdengar lebih dini dan lebih jelas.
c) Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan anak.
d) Persalinan lebih lama dari biasanya.
e) Sewaktu his /mules akan terasa sakit sekali.
f) Bila ketuban pecah, air ketuan akan sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.
g) Perembesan cairan amnion.
D. Patofisiologi
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan Oligohidramnion adalah kelainan
konginetal, pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah dini, kehamilan postterm,
insufisiensi plasenta, dan obat-obatan (golongan antiprostaglandin). Kelainan konginetal
yang paling sering menimbulkan Oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih
(kelainan ginjal bilateral dan obstruksi uretra), dan kelainan kromosom (triploidi, trisomi
18 dan 13). Trisomi 21 jarang memberikan kelainan pada saluran kemih sehingga tidak
menimbulkan Oligohidramnion. Insufisensi plasenta oleh sebab apapun dapat
menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis akan memicu
mekanisme retribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah
ke ginjal. Produksi urine berkurang dan terjadi Oligohidramnion (Ziqrah, 2016).
Anastesi Insisi
Adaptasi Post Partum
Risiko
Perdarahan
G. Komplikasi
Komplikasi oligohidramnion dapat dijabarkan sebagai berikut (Talo, 2017) :
a) Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal praktis tidak ada kecuali akibat pada
persalinannya oleh karena :
1) Sebagian persalinannya dilakukan dengan induksi.
2) Persalinan dengan tindakan operasi seksio sesarea. Dengan demikian komplikasi
maternal adalah trias komplikasi persalinan dengan tindakan perdarahan, infeksi,
dan perlukaan jalan lahir.
b) Komplikasi terhadap janinnya
1) Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung pada janin :
(a Deformitas janin yaitu leher terlalu menekuk miring, bentuk tulang kepala janin
tidak bulat, deformitas ekstremitas, talipes kaki terpelintir keluar.
b) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal disstres.
c) Fetal distres menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus dengan
dikeluarkannya mekoneum semakin mengentalkan air ketuban.
Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir terjadi kesulitan
bernapas, karena paru mengalami hipoplasia sampai atelektase paru. Sirkulus
yang sulit diatasi ini akhirnya menyebabkan kematian janin intrauteri.
2) Amniotic band
Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan terjadinya hubungan langsung
antara membran janin sehingga dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang
janin intra uteri. Dapat dijumpai ekstremitas terputus oleh karena hubungan atau
ikatan dengan membrannya.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara konservatif menurut Varney (2006) meliputi :
a) Tirah baring.
b) Pemberian cairan cukup.
c) Asupan nutrisi yang seimbang.
d) Pemantauan kesejahteraan janin (menghitung gerakan janin, NST, profil bifisik,
velocimetri Doppler).
e) Pengukuran volume cairan amnion dengan ultrasonografi secara teratur.
f) Amniofusi.
g) Induksi dan Pelahiran.
h) Terminasi kehamilan jika terdapat anomali janin. (Y. L. Latin, 2014).
i) SC jika kemungkinan anomali janin sudah disingkirkan. (Y. L. Latin, 2014)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
OLIGOHIDRAMNION
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnesa pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Biodata
a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nama penanggung jawab, hubungan
dengan klien, pekerjaan penanggung jawab, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama di kumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan
dan mengambarkan kondisi kehamilan selama di rumah atau sebelum di lakukan
tindakan section caesarea, biasa pada klien oligohidromnion di temukan adanya
keluar lendir bercampur darah, keluarnya cairan ketuban pervagina secara sepontan
kemudian tidak di ikuti tanda tanda persalinan, sebelum melakukan operasi section
caesarea.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan klien saat di lakukan pengkajian pada klien post operasi section caesarea
di temukan adanya rasa nyeri pada luka operasi, pusing, mual dan muntah setelah
operasi.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah menderita penyakit yang
sama pada kehamilan sebelumnya, apakah sebelumnya klien pernah mengalami
penyakit CPD (Chepalo Pelvik Disproportion), pre eklamsi berat, ketuban pecah
dini, riwayat Section Caesarea, bayi kembar, faktor hambatan jalan lahir, dan
letak sungsang. Faktor predisposisi, Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan
yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya tidak terdapat angota keluarga menderita
penyakit yang berkaitan dengan oligohidramnion, tetapi terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita penyakit keturunan seperti hipertensi,
diabetes militus, jantung dan penyakit menular seperti TBC.
f. Riwayat ginekologi dan menstruasi
a. Riwayat menstruasi
Usia pertama kali haid, lamanya haid, siklus haid, banyaknya darah, keluhan
saat haid.
b. Riwayat perkawinan
Usia saat menikah, dan pernikahan ke berapa bagi klien dan suami
c. Riwayat keluarga berencana (KB)
Jenis kontrasepsi yang di gunakan sebelum hamil, waktu dan lama nya,
rencana kontrasepsi yang akan di gunakan.
g. Adaptasi psikososial
1. Fase taking in
Selama 1-2 hari pertama, dependensi sangat dominasi pada ibu dan ibu lebih
memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari setelah melahirkan akan
menangguhkan keterlibatanya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan
lebih mempercayai kepada orang lain dan ibu akan lebih menigkatkan
kebutuhan akan nutrisi dan istirahat. Menunjukan kegembiraan yang sangat,
misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa
tidak kenyamanan.
2. Fase taking hold
Fase taking hold adalah Ibu sudah menunjukan perluasan fokus perhatianya
yaitu dengan memperlihatkan bayinya, Ibu mulai tertarik melakukan
pemeliharaan pada bayinya, dan ibu mulai terbuka untuk menerima
pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya.
3. Fase letting go
Merupakan suatu kemajuan menuju peran baru, ketidak ketergantungan dalam
merawat diri dan bayinya lebih menigkat, dan mampu mengenal bayinya
terpisah dari dirinya.
h. Pola pola fungsi kesehatan
1. Pola Aktivitas
Pada pasien post section caesarea klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, tidak membutuhkan tenaga banyak, klien cepat lelah, pada klien
post operas section caesarea di dapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan Nyeri.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien post operasi sectio caesarea biasanya terjadi penigkatan nafsu
makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3. Pola Eliminasi
Pada klien post operasi sectio caesarea hari pertama klien terpasang kateter,
dan hari kedua biasanya klien sudah mobilsasi, klien dengan post operasi
sering terjadi konstipasi karena peristaltik usus belum bekerja secara optimal.
4. Istirahat dan tidur
Pada klien post section caesarea terjadi perubahan pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri pada luka post operasi di
abdomen.
5. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada luka post operasi, dan nyeri perut
akibat involusi uteri, pada pola kognitif terjadinya kurang pengetahuan
merawat bayi, mobilisasi, dan proses penyembuhan luka.
6. Pola reproduksi
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat, karena adanya proses persalinan dan masa
nifas.
i. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2. Mata
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya di
temukan pada pemeriksaan mata, konjungtiva anemis, karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan.
3. Leher
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya
tidak di temukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran kelenjar
limfe, dan pembesaran vena jugularis.
4. Telinga
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion Biasanya
bentuk telingga simetris, bagaimana kebersihanya, tidak ditemukan cairan
yang keluar dari telinga.
5. Hidung
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya
ditemukan hari pertama klien menggunakan pernapasan cuping hidung.
6. Dada
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya
ditemukan adanya pembesaran payudara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae, adanya pengeluaran ASI, payudara teraba padat
dan bengkak.
7. Abdomen
Pada klien Post Sectio caesarea di lakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi, biasanya pada saat inspeksi adanya bekas luka operasi,
warna kulit sekitar luka memerah atau sama dengan warna kulit lain, pada
auskultasi pada hari ke3 biasanya bising usus sudah mulai terdengar, pada
palpasi, biasanya perut teraba keras di sekitar atas simpisis pubis.pada perkusi
biasanya tympani.
8. Genitalia
Biasanya pada klien post operasi Section Caesarea, Mengeluarkan darah
campur lendir dan mengeluarkan lochea
9. Ekstermitas
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion adanya
kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau
karena penyakit jantung atau ginjal.
10. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post operasi Section Caesarea tekanan darah
turun, nadi cepat, pernafasan menin.gkat, suhu tubuh turun.
B. Diagnosa
Diagnosa Kemungkinan masalah keperawatan Sectio Caesarea Secara teori
menurut SDKI (SDKI, 2016) :
1. Menyusui tidak efektif b.d Ketidak adekuatan suplai ASI (D. 0029)
2. Menyusui efektif b.d Hormon ksitosin dan prolactin aekuat (D. 0028)
3. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) (D. 0077)
4. Defisit perawatan diri b.d Kelemahan (D. 0109)
5. Konstipasi b.d Kelemahan otot abdomen (D. 0049)
6. Inkontinensia urin stress b.d Kelemahan intrinsic spinkter uretra (D. 0046)
7. Risiko perdarahan (D. 0012)
8. Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d Prosedur invasive (luka bekas operasi) (D.
0129)
9. Resiko infeksi (D. 0142)
10. Ketidak nyamanan Pasca partum b.d Involusi uterus, proses pengembalian ukuran
Rahim ke ukuran semula (D.0075)
C. Intervensi
E. Evaluasi
Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data :
- Subjektif (S)
- Objektif (O),
- Analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O,
- Perencanaan (P) berdasarkan hasil analisa diatas
Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses. Format dokumentasi SOAP
biasanya digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pasien
(Dinarti et al., 2013) dalam (Fadhilah & Batubara, 2021). Evaluasi yang diharapkan
sesuai dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah dibuat pada perencanaan tujuan
dan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Chairunisa, M. (2020). Laporan Pendahuluan dan Asuhan Kebidanan Persalinan dengan CPD
di Bpm Mita Chairunisa Kecamatan Jatiroto Kabupaten Lumajang. 0–14.
Fadhilah, N., & Batubara, K. (2021). Pendidikan Kesehatan Tentang Kepatuhan Minum Obat
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan. MAHESA:
Malahayati Health Student Journal, 1(3), 252–263.
Forte, R., & Oxorn, H. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi persalinan. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.
Manuaba, I. B. G. (1998). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana untuk
pendidikan bidan.
Manuba, I. B. G. (2019). Ilmu Kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk
pendidikan bidan.
Prawirohardjo, S. (2009). Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka.
Prawirohardjo, S., Saifuddin, A. B., Rachimhadi, T., & Wiknjosastro, G. H. (2008). Ilmu
kebidanan.
Rubin, R. (1970). Cognitive style in pregnancy. The American Journal of Nursing, 502–508.
Sagita, F. E. (2019). Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum dengan Post Operasi Sectio
Caesarea di Ruangan Rawat Inap Kebidanan Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. 2, 1–13.
Sarwono, P. (2002). Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
SDKI, P. (2016). SDKI – Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. http://budirahayu.ip-
dynamic.com:81/sdki/
SLKI PPNI. (2019). Daftar Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) – SLKI – Standart
Luaran Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.
Practice Nurse.
Tri Kurnianingtyas, R., & Anggorowati, A. (2017). Pengaruh pendidikan kesehatan tentang
manajemen laktasi terhadap efikasi diri menyusui pada ibu primigravida trimester iii.
Faculty of Medicine.
Varney, H., Kriebs, J. M., & Gegor, C. L. (2004). Varney’s midwifery. Jones & Bartlett
Learning.
Ziqrah, W. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Ny. P Dengan Post Operasi Sectio Caesarea
Atas Indkasi Oligohidramnion Diruang Rawat Inap Kebidanan RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukit tinggi tahun 2016.