Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. L DENGAN POSTPARTUM SECTIO CAESAREA


DENGAN INDIKASI OLIGOHIDRAMNION

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu


Praktek Klinik Departemen Keperawatan Maternitas
Di Ruang Al-Wiladah Rumah Sakit Islam Masyitoh Bangil

Oleh:
Ica Cres Diana
(P17220194062)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN POSTPARTUM SECTIO CAESAREA
DENGAN INDIKASI OLIGOHIDRAMNION

Konsep Dasar Postpartum


A. Definisi Postpartum
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 minggu (Sagita, 2019). Menurut (Kirana, 2015) dalam
(Sagita, 2019) post partum merupakan periode waktu atau masa dimana organ-organ
reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil membutuhkan waktu sekitar 6 minggu.
Masa nifas (peurperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas
berlangsung selam kira-kira 6 minggu, wanita yang melalu periode peurperium disebut
peurpura. Nifas berlangsung selama 6 minggu, merupakan waktu yang diperlukan untuk
pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal.

B. Masa Postpartum
Menurut referensi dari (Prawirohardjo et al., 2008) pembagian nifas di bagi 3
bagian, yaitu:
1. Puerperium Dini
Yaitu kepulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan berjalan. Dalam agama
Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2. Puerperium Intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3. Remote Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu, bulan atau tahunan.
C. Perubahan Sistem Organ Reproduksi pada Post Partum
Menurut (Prawirohardjo et al., 2008), yaitu perubahan sistem organ reproduksi
pada post partum ialah :
a. Payudara
Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi
korpus luteum, maka estrogen dan progesterone berkurang, prolaktin akan
meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi
ASI. Keadaan payudara pada dua hari pertama post partum sama dengan
keadaan dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada
membesar, keras dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan
terjadi proses laktasi. Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan
pada payudara ibu, sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu
interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan
berbagai macam hormon sehingga ASI dapat keluar.
b. Endometrium
Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi
menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik dan terkelupas
bersama lochea. Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan
miometrium yang berisi kelenjar tetap utuh dan merupakan sumber
pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung
cepat. Seluruhnya endometrium pulih kembali dalam minggu kedua dan
ketiga.
c. Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum
Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat peregangan pada serviks
dan vagina kecuali bila sebelumnya dilakukan partus percobaan serviks akan
mengalami peregangan dan kembali normal sama seperti post partum normal.
Pada klien dengan seksio sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka.

D. Involusio
Menurut (Manuba, 2019) dan (Prawirohardjo et al., 2008), involusi terbagi atas 2
bagian yaitu :
a. Pengertian involusi uteri
Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ setelah organ
tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan.
Involusi uteri adalah mengecilnya kembali Rahim setelah persalinan kembali
kebentuk asal. Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60
gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot
polos uterus.
Involusio TFU Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr
Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gr
1 minggu Pertengahan simpisis-pusat 500 gr
2 minggu Tidak teraba diatas simpisis 350 gr
6 minggu Bertambah kecil 50 gr
8 minggu Sebesar normal 30 gr
(Tabel 1 : Uteri (I. A. Manuaba, 2009))
b. Proses Involusi Uterus
Ischemi pada miometrium disebut juga lokal ischemia yaitu kekurangan
darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan
retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh
pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus di dalam masa hamil, karena
uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin.
Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan mengalami
kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami otropi
kembali kepada ukuran semula. Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama
persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras sehingga
dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi
plasenta. (Sarwono, 2002).

Waktu Bobot Uterus Diameter Uterus Palpasi Uterus


Pada akhir persalinan 900 gram 12,5 cm Lembut/lunak
Akhir minggu ke-1 450 gram 7,5 cm 2 cm
Akhir minggu ke-1 200 gram 5,0 cm 1 cm
Akhir minggu ke-1 60 gram 2,5 cm menyempit
(Tabel 2 :Uterus (Sarwono, 2002))

E. Lochea
Lochea adalah nama yang diberikan pada pengeluaran cairan dari uterus yang terlepas
melalui vagina selama masa nifas. Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari
desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi necrotic (layu/mati). Desidua yang
mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua
tersebut dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat (Varney
et al., 2004). Menurut (Mochtar, 1998) pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan
jumlah dan warna sebagai berikut :
1. Lokia rubra berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks
kaseosa. Lanugo dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan.
2. Lokia sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca
persalinan.
3. Lokia serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca
persalinan.
4. Lokia alba cairan putih, setelah 2 minggu.
5. Lokia purulenta terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
6. Lokia astastis lokia tidak lancar keluarnya

F. Adaptasi Psikologis Post Partum


Menurut (Rubin, 1970), adaptasi psikologi ibu post patum terbagi atas 3 bagian, yaitu :
a. Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama
pada dirinya sendiri. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah
gejala kurang tidur, seperti murah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung
menjadi pasif terhadap lingkungannya.
b. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung selama 3 – 20 hari setelah melahirkan. Pada fase ini taking
hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya
dalam merawat bayi, selain itu perassannya sangat sensitive sehingga mudah
tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Saat ini ibu memerlukan
dukungan karena ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya
meningkat pada fase ini.

Konsep Dasar Persalinan Sectio Cesaria (SC)


A. Definisi
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya servik, dan janin turun dalam
jalan lahir. kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui
jalan lahir (Prawirohardjo, 2009).
Sectio cessarea berasal dari bahasa latin “caedere” yang berarti memotong atau
menyayat. Istilah itu disebut dalam ilmu obstetrik mengacu pada tindakan pembedahan
yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut ibu (Tri Kurnianingtyas
& Anggorowati, 2017). Menurut (Forte & Oxorn, 2010), sectio cessarea merupakan suatu
pembedahan untuk melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus yang
disebabkan oleh dua faktor indikasi yaitu faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu seperti
panggul sempit dan disosia mekanis. Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan
dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Prawirohardjo, 2009).
Gb. 1 Sectio Caesarea

B. Etiologi
Menurut (I. B. G. Manuaba, 1998) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan
bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
Gb. 2 Chepalo Pelvik Disproportion

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
Gb. 3 Usg Bayi Kembar

5. Faktor Hambatan Jalan Lahir


Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.

Gb. 4 Benjolan pada jalan lahir


6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala

Gb. 5 Posisi kepala janin abnormal


 Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
 Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
 Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang

Gb. 6 Posisi Janin Sungsang


 Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2010) dalam (Chairunisa, 2020).
7. Riwayat Section Caesarea
Section caesarea ulang adalah persalinan dengan section caesarea yang di lakukan
pada seorang pasien yang pernah mengalami section caesarea pada persalinan
sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal ini perlu dilakukan jika ditemui hal-hal
seperti : Indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya seperti Oligohidramnion,
dan adanya kekhawatiran ruptur uteri bekas operasi sebelumnya (Ziqrah, 2016).
C. Klasifikasi
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut (Manuba, 2019) :
a. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan
dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kirra-kira sepanjang 10 cm.
Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina apabila
sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
b. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan
vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian
bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan dibuatnya
sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke otot-otot bawah
Rahim.
c. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin
dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.
d. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang
pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas bekas
sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan faisa abdomen
sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah
uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.

D. Patofisiologi
Sectio caesaria merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,
placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang. Setelah dilakukan sectio caesaria ibu akan mengalami adaptasi post partum
baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oksitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena
itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah hal
utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman (Chairunisa, 2020).

E. Manifestasi Klinis
Perlu adanya perawatan yang lebih komprehensif pada ibu yang melahirkan
melelui persalinan section caesaria yaitu dengan perawatan post partum serta perawaan
post operatif. Doenges (2010) dalam (Tuga, 2019) mengemukakan, manifestasi klinis
section caesarea meliputi:
a. Nyeri yang disebabkan luka setelah tindakan operasi
b. Adanya luka insisi dibagian abdomen
c. Di umbilicus, fundus uterus kontraksi kuat
d. Aliran lokea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
e. Ada kurang lebih 600-800ml darah yang hilang selama porses pembedahan
f. Emosi yang labil atau ketidakmampuan menghadapi situasi baru pda
perubahan emosional
g. Rata-rata terpasang kateter urinarius
h. Tidak terdengarnya auskultasi bising usus/ bising usu menurun
i. Pengaruh anestesi dapat memicu mual dan muntah
j. Status pulmonary bunyi paru jelas serta vesikuler
k. Biasanya ada kekurang pahaman prosedur pada kelahiran SC yang tidak
direncanakan
l. Pada anak yang baru dilahirkan akan dibonding dan attachment

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG) Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti Resonance Imaging (MRI) Menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-
daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Uji laboratorium
 Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 AGD
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah
(Sagita, 2019)

G. Komplikasi
Menurut Cunningham (2006) dalam (Sagita, 2019) yang sering terjadi pada ibu SC :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
atas :
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung.
c. Berat, peritonealis, sepsisi dan usus paralitik.
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya : luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur.
Sedangkan yang sering terjadi pada bayi : Kematian perinatal
H. Tahapan Persalinan
Persalinan dibagi dalam 4 kala (Sagita, 2019) :
 Kala I : Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm).
Proses ini terbagi dalam 2 fase : fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan
fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan
sering selama Fase aktif.
 Kala II : Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini
biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
 Kala III : Dimulai segera setelah lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit.
 Kala IV : Dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.

Konsep Dasar Oligohidramnion


A. Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal
yaitu kurang dari ½ liter (Talo, 2017)
Menurut Rukiyah & Yulianti (2010). Oligohidramnion adalah suatu keadaan
dimana air ketuban sangat sedikit yakni kurang dari normal, yaitu kurang dari 500cc.
insidensi 5-8% dari seluruh kehamilan.
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal
atau kurang dari 500 ml (Djami, 2019). Secara Secara klinis oligohidramnion
didefinisikan sebagai volume cairan amnion yang secara patologis berjumlah sedkit
menurut usia gestasionalnya. Oligohidramnion ditandai ketika kantung vertikal dalam
(DVP; deep vertical pocket) yang terbesar pada USG kurang dari 3 cm atau indeks
cairam amnion (AFI; amniotic fluid index) < 5 cm (Latin, 2014).
B. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion menurut Eny Rahmawati (2011)
dalam (Talo, 2017) masih belum diketahui. Beberapa keadaan berhubungan dengan
oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obtruksi saluran traktus urinarius
janin atau renal agnesis. Penyebab primer : mungkin oleh karena pertumbuhan amnion
kurang baik. Penyebab sekunder misalnya pada ketuban pecah dini (premature rupture of
the membrane = PROM). Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion
adalah
a) Kelainan kongenital
b) PJT
c) Ketuban Pecah Dini
d) Kehamilan Postterm
e) Insufisiensi plasenta
f) Obat - obatan
(misalnya dari golongan antiprostaglandin) Kelainan kongenital yang paling sering
menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih (kelainan ginjal
bilateral dan obstruksi uretra) dan kelainan kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13).
Trisomi 21 jarang memberikan kelainan pada saluran kemih, sehingga tidak
menimbulkan oligohidramnion. Insufisiensi plasenta oleh sebab apapun dapat
menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis akan memicu
mekanisme reditribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadinya penurunan aliran
darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadilah oligoidramnion (Sarwono, 2009).

C. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari oligohidramnion menurut Fadlun dan Achmad Feryanto
(2012) dalam (Talo, 2017)adalah sebagai berikut.
a) Perut ibu kelihatan kurang membuncit.
b) Denyut jantung janin sudah terdengar lebih dini dan lebih jelas.
c) Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan anak.
d) Persalinan lebih lama dari biasanya.
e) Sewaktu his /mules akan terasa sakit sekali.
f) Bila ketuban pecah, air ketuan akan sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.
g) Perembesan cairan amnion.

D. Patofisiologi
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan Oligohidramnion adalah kelainan
konginetal, pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah dini, kehamilan postterm,
insufisiensi plasenta, dan obat-obatan (golongan antiprostaglandin). Kelainan konginetal
yang paling sering menimbulkan Oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih
(kelainan ginjal bilateral dan obstruksi uretra), dan kelainan kromosom (triploidi, trisomi
18 dan 13). Trisomi 21 jarang memberikan kelainan pada saluran kemih sehingga tidak
menimbulkan Oligohidramnion. Insufisensi plasenta oleh sebab apapun dapat
menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis akan memicu
mekanisme retribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah
ke ginjal. Produksi urine berkurang dan terjadi Oligohidramnion (Ziqrah, 2016).

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala oligohidramnion menurut Y. L. Latin (2014) dalam (Talo, 2017) adalah
a) “Molding” uterus mengelilingi janin.
b) Janin dapat diraba dengan mudah.
c) Tidak ada efek pantul (ballotement) pada janin.
d) Penambahan tinggi fundus uteri berlangsung lambat (Varney, 2006).
e) Adanya keadaan lain yang menyertai:
a. Tekanan darah yang tinggi.
b. Edema.
f) Tinggi fundus yang lebih rendah sedikitnya 3 cm atau lebih dibandingkan tinggi
fundus pada usia kehamilannya.
a. Jumlah cairan amnion yang secara klinis berkurang.
b. Tanda retardasi pertumbuhan intrauteri/IUGR atau insufisiensi plasenta.
F. Pathway

CPD Pre Eklamsi KPD Riwayat SC Bayi Kembar Letak Sungsang

Tindakan Sectio Caesarea

Anastesi Insisi
Adaptasi Post Partum

Fisiologis Bedrest Saluran Saluran


Psikologis Perdarahan Luka
Cerna Kemih
Cemas Mobilitas Regenerasi
Laktasi Ivolusi Tidak Peristaltik Saraf Risiko
Sel Darah Nyeri
Optimal Usus Simpatik Infeksi
Prolaktin Kontraksi Merah Akut
Menyusui
Uterus
Tidak Efektif Produksi Asi Defisit Konstipasi Ketidak Penurunan
Lochea Perawatan mampuan HB
Hisapan Diri Ganggauan
Miksi
Integritas
Penurunan
Menyusui Ketidak Kulit/Jaringan
Suplai O2
nyamanan Inkontinensia
Efektif dan
Pasca urin stress Sirkulasi
partum

Risiko
Perdarahan
G. Komplikasi
Komplikasi oligohidramnion dapat dijabarkan sebagai berikut (Talo, 2017) :
a) Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal praktis tidak ada kecuali akibat pada
persalinannya oleh karena :
1) Sebagian persalinannya dilakukan dengan induksi.
2) Persalinan dengan tindakan operasi seksio sesarea. Dengan demikian komplikasi
maternal adalah trias komplikasi persalinan dengan tindakan perdarahan, infeksi,
dan perlukaan jalan lahir.
b) Komplikasi terhadap janinnya
1) Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung pada janin :
(a Deformitas janin yaitu leher terlalu menekuk miring, bentuk tulang kepala janin
tidak bulat, deformitas ekstremitas, talipes kaki terpelintir keluar.
b) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal disstres.
c) Fetal distres menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus dengan
dikeluarkannya mekoneum semakin mengentalkan air ketuban.
Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir terjadi kesulitan
bernapas, karena paru mengalami hipoplasia sampai atelektase paru. Sirkulus
yang sulit diatasi ini akhirnya menyebabkan kematian janin intrauteri.
2) Amniotic band
Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan terjadinya hubungan langsung
antara membran janin sehingga dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang
janin intra uteri. Dapat dijumpai ekstremitas terputus oleh karena hubungan atau
ikatan dengan membrannya.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara konservatif menurut Varney (2006) meliputi :
a) Tirah baring.
b) Pemberian cairan cukup.
c) Asupan nutrisi yang seimbang.
d) Pemantauan kesejahteraan janin (menghitung gerakan janin, NST, profil bifisik,
velocimetri Doppler).
e) Pengukuran volume cairan amnion dengan ultrasonografi secara teratur.
f) Amniofusi.
g) Induksi dan Pelahiran.
h) Terminasi kehamilan jika terdapat anomali janin. (Y. L. Latin, 2014).
i) SC jika kemungkinan anomali janin sudah disingkirkan. (Y. L. Latin, 2014)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
OLIGOHIDRAMNION

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnesa pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

2. Biodata
a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nama penanggung jawab, hubungan
dengan klien, pekerjaan penanggung jawab, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama di kumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan
dan mengambarkan kondisi kehamilan selama di rumah atau sebelum di lakukan
tindakan section caesarea, biasa pada klien oligohidromnion di temukan adanya
keluar lendir bercampur darah, keluarnya cairan ketuban pervagina secara sepontan
kemudian tidak di ikuti tanda tanda persalinan, sebelum melakukan operasi section
caesarea.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan klien saat di lakukan pengkajian pada klien post operasi section caesarea
di temukan adanya rasa nyeri pada luka operasi, pusing, mual dan muntah setelah
operasi.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah menderita penyakit yang
sama pada kehamilan sebelumnya, apakah sebelumnya klien pernah mengalami
penyakit CPD (Chepalo Pelvik Disproportion), pre eklamsi berat, ketuban pecah
dini, riwayat Section Caesarea, bayi kembar, faktor hambatan jalan lahir, dan
letak sungsang. Faktor predisposisi, Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan
yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya tidak terdapat angota keluarga menderita
penyakit yang berkaitan dengan oligohidramnion, tetapi terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita penyakit keturunan seperti hipertensi,
diabetes militus, jantung dan penyakit menular seperti TBC.
f. Riwayat ginekologi dan menstruasi
a. Riwayat menstruasi
Usia pertama kali haid, lamanya haid, siklus haid, banyaknya darah, keluhan
saat haid.
b. Riwayat perkawinan
Usia saat menikah, dan pernikahan ke berapa bagi klien dan suami
c. Riwayat keluarga berencana (KB)
Jenis kontrasepsi yang di gunakan sebelum hamil, waktu dan lama nya,
rencana kontrasepsi yang akan di gunakan.
g. Adaptasi psikososial
1. Fase taking in
Selama 1-2 hari pertama, dependensi sangat dominasi pada ibu dan ibu lebih
memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari setelah melahirkan akan
menangguhkan keterlibatanya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan
lebih mempercayai kepada orang lain dan ibu akan lebih menigkatkan
kebutuhan akan nutrisi dan istirahat. Menunjukan kegembiraan yang sangat,
misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa
tidak kenyamanan.
2. Fase taking hold
Fase taking hold adalah Ibu sudah menunjukan perluasan fokus perhatianya
yaitu dengan memperlihatkan bayinya, Ibu mulai tertarik melakukan
pemeliharaan pada bayinya, dan ibu mulai terbuka untuk menerima
pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya.
3. Fase letting go
Merupakan suatu kemajuan menuju peran baru, ketidak ketergantungan dalam
merawat diri dan bayinya lebih menigkat, dan mampu mengenal bayinya
terpisah dari dirinya.
h. Pola pola fungsi kesehatan
1. Pola Aktivitas
Pada pasien post section caesarea klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, tidak membutuhkan tenaga banyak, klien cepat lelah, pada klien
post operas section caesarea di dapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan Nyeri.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien post operasi sectio caesarea biasanya terjadi penigkatan nafsu
makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3. Pola Eliminasi
Pada klien post operasi sectio caesarea hari pertama klien terpasang kateter,
dan hari kedua biasanya klien sudah mobilsasi, klien dengan post operasi
sering terjadi konstipasi karena peristaltik usus belum bekerja secara optimal.
4. Istirahat dan tidur
Pada klien post section caesarea terjadi perubahan pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri pada luka post operasi di
abdomen.
5. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada luka post operasi, dan nyeri perut
akibat involusi uteri, pada pola kognitif terjadinya kurang pengetahuan
merawat bayi, mobilisasi, dan proses penyembuhan luka.
6. Pola reproduksi
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat, karena adanya proses persalinan dan masa
nifas.
i. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2. Mata
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya di
temukan pada pemeriksaan mata, konjungtiva anemis, karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan.
3. Leher
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya
tidak di temukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran kelenjar
limfe, dan pembesaran vena jugularis.
4. Telinga
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion Biasanya
bentuk telingga simetris, bagaimana kebersihanya, tidak ditemukan cairan
yang keluar dari telinga.
5. Hidung
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya
ditemukan hari pertama klien menggunakan pernapasan cuping hidung.
6. Dada
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya
ditemukan adanya pembesaran payudara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae, adanya pengeluaran ASI, payudara teraba padat
dan bengkak.
7. Abdomen
Pada klien Post Sectio caesarea di lakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi, biasanya pada saat inspeksi adanya bekas luka operasi,
warna kulit sekitar luka memerah atau sama dengan warna kulit lain, pada
auskultasi pada hari ke3 biasanya bising usus sudah mulai terdengar, pada
palpasi, biasanya perut teraba keras di sekitar atas simpisis pubis.pada perkusi
biasanya tympani.
8. Genitalia
Biasanya pada klien post operasi Section Caesarea, Mengeluarkan darah
campur lendir dan mengeluarkan lochea
9. Ekstermitas
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion adanya
kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau
karena penyakit jantung atau ginjal.
10. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post operasi Section Caesarea tekanan darah
turun, nadi cepat, pernafasan menin.gkat, suhu tubuh turun.

B. Diagnosa
Diagnosa Kemungkinan masalah keperawatan Sectio Caesarea Secara teori
menurut SDKI (SDKI, 2016) :
1. Menyusui tidak efektif b.d Ketidak adekuatan suplai ASI (D. 0029)
2. Menyusui efektif b.d Hormon ksitosin dan prolactin aekuat (D. 0028)
3. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) (D. 0077)
4. Defisit perawatan diri b.d Kelemahan (D. 0109)
5. Konstipasi b.d Kelemahan otot abdomen (D. 0049)
6. Inkontinensia urin stress b.d Kelemahan intrinsic spinkter uretra (D. 0046)
7. Risiko perdarahan (D. 0012)
8. Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d Prosedur invasive (luka bekas operasi) (D.
0129)
9. Resiko infeksi (D. 0142)
10. Ketidak nyamanan Pasca partum b.d Involusi uterus, proses pengembalian ukuran
Rahim ke ukuran semula (D.0075)
C. Intervensi

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(SDKI, 2016) (SLKI PPNI, 2019) (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
1. (D. 0029) Setelah dilakukan tindakan (I. 1.12393) Edukasi Menyusui
Menyusui tidak efektif b.d Keperawatan selama …x24 Observasi
Ketidak adekuatan suplai ASI jam, diharapkan Status 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Menyusui membaik. menerima informasi
Dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi tujuan atau keinginan
1. Kemampuan ibu menyusui
memposisikan bayi Terapeutik
dengan benar meningkat 3. Sediakan materi dan media pendidikan
(5) kesehatan
2. Tetesan atau pancaran 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
ASI meningkat (5) kesepakatan
3. Suplai ASI adekuat 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
meningkat (5) 6. Dukung ibu meningkatkan kepercayaan
diri dalam menyusui
7. Libatkan system pendukung : suami,
keluarga, tenaga kesehatan dan
masyarakat
Edukasi
8. Berikan konseling menyusui
9. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan
bayi
10. Ajarkan 4 posisi menyusui dan perlekatan
(lacth on) dengan benar
11. Ajarkan perawatan payudara antepartum
dengan mengkompres dengan kapas yang
telah diberikan minyak kelapa
12. Ajarkan perawatan payudara postpartum
(mis : memerah ASI, pijat payudara, pijat
oksitosin)
2. (D. 0028) Setelah dilakukan tindakan (I. 1.12466) Promosi ASI Eksklusif
Menyusui efektif b.d Hormon Keperawatan selama …x24 Observasi
ksitosin dan prolactin aekuat jam, diharapkan Status 1. Identifikasi kebutuhan laktasi bagi ibu
Menyusui membaik. pada antenatal, intranatal, dan postnatal
Dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Berat badan bayi 2. Fasilitasi ibu melakukan IMD (inisiasi
meningkat (5) menyusu dini)
2. Putting tidak lecet 3. Fasilitasi ibu untuk rawat gabung atau
setelah 2 minggu rming in)
melahirkan meningkat 4. Gunakan sendok dan cangkir jika bayi
(5) belum bisa menyusu
3. Suplai ASI meningkat 5. Dukung ibu menyusui dengan
(5) mendampingi ibu selama kegiatan
menyusui berlangsung
6. Diskusikan dengan keluarga tentang ASI
eksklusif
7. Siapkan kelas menyusul pada masa
prenatal minimal 2 kali dan periode
pascapartum minimal 4 kali
Edukasi
8. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan
bayi
9. Jelaskan pentingnya menyusui di malam
hari untuk mempertahankan dan
meningkatkan produksi ASI
10. Jelaskan tanda-tanda bayi cukup ASI
(mis : BB meningkat, BAK lebih dari
10x/mnt, warna urin tidak pekat)
11. Jelaskan manfaat rawat gabung (rooming
in)
12. Anjurkan ibu menyusui sesegerah
mungkin setelah melahirkan
13. Anjurkan ibu memberikan nutrisi kepada
bayi hanya dengan ASI
14. Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
setelah lahie sesuai kebutuhan bayi
15. Anjurkan ibu menjaga produksi ASI
dengan memerah, walaupun kondisi ibu
atau bayi terpisah
3. (D. 0077) Setelah dilakukan tindakan (I 1.08238) Manajemen Nyeri)
Nyeri akut b.d Agen pencedera Keperawatan selama …x24 Observasi
fisik (mis, abses, amputasi jam, diharapkan Tingkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
terbakar, terpotong, nyeri menurun. Dengan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
mengangkat berat, prosedur kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
operasi, trauma, latihan fisik 1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
berlebihan) (5) 4. Indetifikasi faktor yang memperberat dan
2. Meringis menurun (5) memperingan nyeri
3. Kesulitan tidur menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
(5) tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
4. respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
8. Memonitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Memonitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis : TENS,
hipnosis, akupresus, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
11. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis : suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
12. Fasilitasu istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian analgesik, jika
perlu
4. (D. 0109) Setelah dilakukan tindakan (I. Dukungan Perawatan Diri 1.11348)
Defisit perawatan diri b.d Keperawatan selama …x24 Observasi
Kelemahan jam, diharapkan Perawatan 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan
Diri meningkat. Dengan diri sesuai usia
kriteria hasil : 2. Monitor tingkat kemandirian
1. Kemampuan mandi 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
meningkat (5) kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
2. Kemampuan makan
mengenakan pakaian Terapeutik
meningkat (5) 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis
3. Kemampuan ke toilet : suasana hangat, rileks, privasi)
(BAB/BAK) meningkat 5. Siapkan keperluan pribadi (mis : parfum,
(5) sikat gigi, dan sabun mandi)
4. Minat melakukan 6. Dampingi dalam melakukan perawatan
perawatan diri diri sampai mandiri
meningkat (5) 7. Fasilitasi untuk menerima keadaan
5. Mempertahankan ketergantungan
kebersihsn diri 8. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
meningkat (5) mampu melakukan perawatan diri
6. Mempertahankan 9. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
kebersihan mulut Edukasi
meningkat (5) 10. Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
5. (D. 0049) Setelah dilakukan tindakan (I. 1.04151 Manajemen Eliminasi Fekal )
Konstipasi b.d Kelemahan otot Keperawatan selama …x24 Observasi
abdomen jam, diharapkan Eliminasi 1. Identifikasi masalah usus dan penggunaan
Fekal membaik. Dengan obat pencahar
kriteria hasil : 2. Identifikasi pengobatan yang berefek pada
1. Kontrol pengeluaran kondisi gastrointestinal
feses meningkat (5) 3. Monitor buang air besar (mi : warna
2. Keluhan defekasi lama frekuensi, konsistensi, volume)
dan sulit menurun (5) 4. Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi,
3. Distensi abdomen atau impaksi
menurun (5) Terapeutik
4. Nyeri abdomen menurun 5. Berikan air hangat setelah makan
(5) 6. Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
5. Konsistensi feses 7. Sediakan makanan tinggi serat
membaik (5) Edukasi
6. Peristaltik usus 8. Jelaskan jenis makanan yang membantu
membaik (5) meningkatkan keteraturan peristaltic usus
9. Anjurkan mencatat warna, frekuensi,
konsistensi, volume feses
10. Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik,
sesuai toleransi
11. Anjurkan pengurangan asupan makanan
yang meningkatkan pembentukan gas
12. Anjurkan mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi serat
13. Anjurkan meningkatkan asupan cairan,
jika tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian obat supositoria
anal, jika perlu
6. (D. 0046) Setelah dilakukan tindakan (I. 1.07215 Latihan Otot Panggul)
Inkontinensia urin stress b.d Keperawatan selama …x24 Observasi
Kelemahan intrinsic spinkter jam, diharapkan 1. Monitor pengeluaran urin
uretra Kontinensia urin membaik. Terapeutik
Dengan kriteria hasil : 2. Berikan reinforcement positif selama
1. Kemampuan berkemih malakukan latihan dengan benar
meningkat (5) Edukasi
2. Distensi kandung kemih 3. Anjurkan berbaring
menurun (5) 4. Anjurkan tidak mengontraksikan perut,
3. Frekuensi berkemih kaki dan bokong saat melakukan latihan
membaik (5) otot panggul
4. Sensasi berkemih 5. Anjurkan menambah durasi kontraksi-
membaik (5) relaksasi 10 detik dengan siklus 10-20
kali, dilakukan 3-4 kali sehari
6. Ajarkan mengkontraksikan sekitar otot
uretra dan anus seperti Manahan
BAB/BAK selams 5 detik kemudian
dikendurkan dan direlaksasikan dengan
siklus 10 kali
7. Ajarkan mengevaluasi latihan yang
dilakukan dengan cara menghentikan urin
sesaat saat BAK, seminggu sekali
8. Anjurkan latihan selama 5-12 minggu
Kolaborasi
9. Kolaborasi rehabilitas medic untuk
mengukur kekuatan kontraksi otot dalam
panggul, jika perlu
7. (D. 0012) Setelah dilakukan tindakan (I. 1.02067 Pencegahan Perdarahan)
Risiko perdarahan Keperawatan selama …x24 Observasi
jam, diharapkan Kontrol 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
Risiko meningkat. Dengan 2. Monitor nilai hematocrit/hemoglobin
kriteria hasil : sebelum dan setelah kehilangan darah
1. Kemampuan mencari 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
informasi tentang faktor 4. Monitor koagulasi (mis : prothrombin
risiko meningkat (5) time (PT), partial thromboplastin time
2. Kemampuan (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin/
mengidentifikasi faktor platelet)
risiko meningkat (5) Terapeutik
3. Penggunaan fasilitas 5. Pertahankan bed rest selama perdarahan
kesehatan meningkat (5) 6. Batasi tindakan invasive, jika perlu
7. Gunakan kasur pencegahan decubitus
8. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
9. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
10. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat
ambulasi
11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
untuk menghindari konstipasi
12. Anjurkan menghindari aspirin atau
koagulan
13. Anjurkan meningkatkan asupan makanan
dan vit K
14. Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
16. Kolaborasi pemberian produk darah, jika
perlu
17. Kolaborasi pemberian pelunak, jika perlu
8. (D. 0129) Setelah dilakukan tindakan (I. 1.14564 Perawatan Luka)
Gangguan integritas kulit/ Keperawatan selama …x24 Observasi
jaringan b.d Prosedur invasive jam, diharapkan 1. Monitor karakteristik luka (mis : dranase,
(luka bekas operasi) Penyembuhan luka warna, ukuran, bau)
meningkat. Dengan kriteria 2. Monitor tanda-tanda infeksi
hasil : Terapeutik
1. Penyatuan kulit 3. Lepaskan balutan dan plaster secara
meningkat (5) perlahan
2. Penyatuan tepi luka 4. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
meningkat (5) perlu
3. Jaringan granulasi 5. Bersihkan dengan cairan NaCl atssu
meningkat (5) pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
4. Pembentukan jaringan 6. Bersihkan jaringan nekrotik
parut meningkat (5) 7. Berikan salep yang sesuai ke kulit/ lesi
5. Nyeri menurun (5) 8. Pasang balutan sesuai jumlah jenis luka
9. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
10. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi pasien
11. Berikan diet dengan kalri 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
12. Berikan suplemen vit dan mineral (mis :
vit A, vit C, Zinc, aam amino), sesuai
indikasi
13. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu
Edukasi
14. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
15. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
16. Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
17. Kolaborasi prosedur debridement (mis :
enzimatik, biologis, mekanis, autotik), jika
perlu
18. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika
perlu
9. (D. 0142) Setelah dilakukan tindakan (I. 1.14558 Perawatan Area Insisi)
Resiko infeksi Keperawatan selama …x24 Observasi
jam, diharapkan Integritas 1. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan,
kulit dan jaringan bengkak, atau tanda-tanda dehisen atau
meningkat. Dengan kriteria eviserasi
hasil : 2. Identifikasi karakteristik drainase
1. Kerusakan jaringan 3. Monitor proses penyembuhan area insisi
menurun (5) 4. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Kerusakan lapisan kulit Terapeutik
menurun (5) 5. Bersihkan area insisi dengan pembersih
3. Nyeri menurun (5) yang tepat
4. Kemerahan menurun (5) 6. Usap area insisi dari area yang bersih
menuju area yang kurang bersih
7. Bersihkan area di sekitar tempat
pembuangan atau tabung drainase
8. Pertahankan posisi tabung drainase
9. Berikan salep antiseptic, jika perlu
10. Ganti balutan luka sesuai jadwal
Edukasi
11. Jelaskan prosedur kepada pasien, dengan
menggunakan alat bantu
12. Ajarkan meminimalisir tekanan pada
tempat insisi
13. Ajarkan cara merawat area insisi
10. (D.0075) Setelah dilakukan tindakan (I. 1.08238 Manajemen Nyeri)
Ketidak nyamanan Pasca
Keperawatan selama …x24 Observasi :
partum b.d Involusi uterus,
jam, diharapkan Status 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
proses pengembalian ukuran
pascapartum membaik. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Rahim ke ukuran semula
Dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Pemulihan insisi 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
meningkat (5) 4. Indetifikasi faktor yang memperberat dan
2. Aktivitas fisik memperingan nyeri
meningkat (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
3. Kenyamanan meningkat tentang nyeri
(5) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
4. Nyeri insisi menurun (5) respon nyeri
5. Eliminasi urin membaik 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
(5) hidup
8. Memonitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Memonitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik :
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis : TENS,
hipnosis, akupresus, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
11. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis : suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
12. Fasilitasu istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
19. Kolaborasi pemberian analgesik, jika
perlu
D. Implementasi
Menurut (Dinarti et al., 2013) dalam (Fadhilah & Batubara, 2021) implementasi
dalam proses keperawatan terdiri rangkaian aktivitas keperawatan dari hari ke hari yang
harus dilakukan dan didokumentasikan dengan cermat. Perawat melakukan pengawasan
terhadap efektifitas tindakan/intervensi yang dilakukan, bersamaan pula dengan menilai
perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Bagian dari
pengumpulan data ini memprakarsai tahap evaluasi proses keperawatan.

E. Evaluasi
Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data :
- Subjektif (S)
- Objektif (O),
- Analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O,
- Perencanaan (P) berdasarkan hasil analisa diatas
Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses. Format dokumentasi SOAP
biasanya digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pasien
(Dinarti et al., 2013) dalam (Fadhilah & Batubara, 2021). Evaluasi yang diharapkan
sesuai dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah dibuat pada perencanaan tujuan
dan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Chairunisa, M. (2020). Laporan Pendahuluan dan Asuhan Kebidanan Persalinan dengan CPD
di Bpm Mita Chairunisa Kecamatan Jatiroto Kabupaten Lumajang. 0–14.

Djami, M. E. U. (2019). Update Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.

Fadhilah, N., & Batubara, K. (2021). Pendidikan Kesehatan Tentang Kepatuhan Minum Obat
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan. MAHESA:
Malahayati Health Student Journal, 1(3), 252–263.

Forte, R., & Oxorn, H. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi persalinan. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.

Manuaba, I. A. (2009). Memahami Kesehatan reproduksi wanita ed 2.

Manuaba, I. B. G. (1998). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana untuk
pendidikan bidan.

Manuba, I. B. G. (2019). Ilmu Kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk
pendidikan bidan.

Mochtar, R. (1998). Sinopis Obstetri.

Prawirohardjo, S. (2009). Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka.

Prawirohardjo, S., Saifuddin, A. B., Rachimhadi, T., & Wiknjosastro, G. H. (2008). Ilmu
kebidanan.

Rubin, R. (1970). Cognitive style in pregnancy. The American Journal of Nursing, 502–508.

Sagita, F. E. (2019). Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum dengan Post Operasi Sectio
Caesarea di Ruangan Rawat Inap Kebidanan Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. 2, 1–13.

Sarwono, P. (2002). Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
SDKI, P. (2016). SDKI – Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. http://budirahayu.ip-
dynamic.com:81/sdki/

SLKI PPNI. (2019). Daftar Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) – SLKI – Standart
Luaran Keperawatan Indonesia.

Talo, V. A. K. (2017). ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU INPARTU MULTIGRAVIDA


DENGAN OLIGOHIDRAMNION DI RUANG VK RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG TANGGAL 06 S/D 08 APRIL 2017. Occupational Medicine, 53(4), 130.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.
Practice Nurse.

Tri Kurnianingtyas, R., & Anggorowati, A. (2017). Pengaruh pendidikan kesehatan tentang
manajemen laktasi terhadap efikasi diri menyusui pada ibu primigravida trimester iii.
Faculty of Medicine.

Tuga, Y. A. (2019). Asuhan Kebidanan Berkelanjutan Pada Ny. SH di Puskesmas Ketang


Periode 16April s/d 25 Juni 2019. Poltekkes Kemenkes Kupang.

Varney, H., Kriebs, J. M., & Gegor, C. L. (2004). Varney’s midwifery. Jones & Bartlett
Learning.

Ziqrah, W. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Ny. P Dengan Post Operasi Sectio Caesarea
Atas Indkasi Oligohidramnion Diruang Rawat Inap Kebidanan RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukit tinggi tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai