Disusun Oleh:
ALIFIA NANDA PUSPITA SANTOSO
P17220194066
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Cedera Kepala
Berat Di Ruang IGD ini telah diperiksa dan disetujui pada
Hari : ………………………..
Mengetahui,
Marsaid, S.Kep,Ns,M.Kep
Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP TRIAGE
1. Pengertian
pada beratnya cidera yang diprioritaskan ada tidaknya gangguan airway (A),
sumberdaya manusia dan apa yang terjadi pada pasien (Kartikawati, 2014).
dengan ada atau tindaknya gangguan pada sistem ABC (Airway, Breathing,
2. Tujuan Triage
2015).
3. Klasifikasi Triage
Menurut Wijaya (2010) beberapa hal yang mendasari klasifikasi
pasien dalam system triage adalah kondisi klien yang meliputi :
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan
oleh gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / Pernafasan,
Circulation / Sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal
atau cacat.
Berdasarkan prioritas keperawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi : (Iyer
and Camp, 2004)
Tabel 1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa /
adanya gangguan ABC dan perlu
tindakan segera, misalnya cardiac
arrest, penurunan kesadaran, trauma
mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi
tidak memerlukan tindakan darurat.
Setelah dilakukan resusitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter spesialis.
Misalnya : pasien kanker tahap lanjut,
fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam
nyawa tetapi memerlukan tindakan
darurat. Pasien sadar, tidak ada
gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk
tindak lanjut dapat ke poliklinik,
misalnya laserasi, fraktur minor /
tertutup, otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan
tidak memerlukan tindakan gawat.
Gejala dan tanda klinis ringan /
asimptomatis. Misalnya penyakit
kulit, batuk, flu, dan sebagainya.
B. PRIMARY SURVEY
C. SECONDARY ASSESMENT
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan
setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi
keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat
keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007). Pengkajian
riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan
dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu,
konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama
kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan
memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa
contoh:
a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera
wajah, maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah.
b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal
atau vertebra lain, fraktur ekstremitas.
c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan dengan
kondisi pasien. Pada pasien dengan kecenderungan konsumsi alkohol, dapat
digunakan beberapa pertanyaan di bawah ini (Emergency Nursing Association,
2007):
C. have you ever felt should Cut down your drinking?
A. have people Annoyed you by criticizing your drinking?
G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking?
E. have you ever had a drink first think in the morning to steady your
nerver or get rid of a hangover (Eye-opener)
Jawaban Ya pada beberapa kategori sangat berhubungan dengan masalah
konsumsi alkohol.
Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan dalam
proses pengkajian. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain : “dalam
setahun terakhir ini seberapa sering pasanganmu” (Emergency Nursing
Association, 2007):
Hurt you physically?
Insulted or talked down to you?
Threathened you with physical harm?
Screamed or cursed you?
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang
meliputi :
Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa
yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris,
tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan
pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak
ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa
lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah
pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan
nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan
tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi
oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa
menurut Emergency Nurses Association,(2007).
Komponen Nilai normal Keterangan
Suhu 36,5-37,5 Dapat di ukur melalui oral,
aksila, dan rectal. Untuk
mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri
pulmonal, kateter urin,
esophageal probe, atau
monitor tekanan intracranial
dengan pengukur suhu. Suhu
dipengaruhi oleh aktivitas,
pengaruh lingkungan, kondisi
penyakit, infeksi dan injury.
Nadi 60-100x/menit Dalam pemeriksaan nadi
perlu dievaluais irama
jantung, frekuensi, kualitas
dan kesamaan.
Respirasi 12-20x/menit Evaluasi dari repirasi
meliputi frekuensi, auskultasi
suara nafas, dan inspeksi dari
usaha bernafas. Tada dari
peningkatan usah abernafas
adalah adanya pernafasan
cuping hidung, retraksi
interkostal, tidak mampu
mengucapkan 1 kalimat
penuh.
Saturasi oksigen >95% Saturasi oksigen di monitor
melalui oksimetri nadi, dan
hal ini penting bagi pasien
dengan gangguan respirasi,
penurunan kesadaran,
penyakit serius dan tanda
vital yang abnormal.
Pengukurna dapat dilakukan
di jari tangan atau kaki.
Tekanan darah 120/80mmHg Tekana darah mewakili dari
gambaran kontraktilitas
jantung, frekuensi jantung,
volume sirkulasi, dan tahanan
vaskuler perifer. Tekanan
sistolik menunjukkan cardiac
output, seberapa besar dan
seberapa kuat darah itu
dipompakan. Tekanan
diastolic menunjukkan fungsi
tahanan vaskuler perifer.
Berat badan Berat badan penting diketahui
di UGD karena berhubungan
dengan keakuratan dosis atau
ukuran. Misalnya dalam
pemberian antikoagulan,
vasopressor, dan medikasi
lain yang tergantung dengan
berat badan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang
datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari
bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh
kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur
dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala
(Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan
kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata,
karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata
selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil
apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex
cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau
midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies
visus dan acies campus), apakah konjungtivanya
anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal,
ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan,
serta diplopia
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan)
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu
fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan,
penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter
mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya
hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah: periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur,
warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang,
pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa
ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi
amati adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri
Trauma Kepala
Edema Serebral
Peningkatan TIK
Pemasangan ETT
Perfusi Jaringan dan mayo Pola Nafas Tidak Efektif
Serebral Tidak Efektif
1. Pengkajian
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat trauma
pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai.
1) Identitas pasien
2) Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama Cedera kepala berat mempunyai keluhan atau gejala
utama yang berbeda-beda tergantung letak lesi dan luas lesi. Keluhan
utama yang timbul seperti nyeri, rasa bebal, kekakuan pada leher atau
punggung dan kelemahan pada ekstremitas atas maupun bawah.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini Pengkajian ini sangat penting dalam
menentukan derajat kerusakan dan adanya kehilangan fungsi neurologik.
Medulla spinalis dapat mengalami cedera melalui beberapa mekanisme,
cedera primer meliputi satu atau lebih proses berikut dan gaya : kompresi
akut, benturan, destruksi, laserasi dan trauma tembak.
c. Riwayat Penyakit Dahulu Klien dengan cedera medulla spinalis bias
disebabkan oleh beberapa penyakit seperti Reumatoid Artritis,
pseudohipoparatiroid, Spondilitis, Ankilosis, Osteoporosis maupun
tumor ganas. d. Riwayat Penyakit Keluarga Perlu ditanyakan riwayat
penyakit keluarga yang dapat memperberat cedera medulla spinalis.
3) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mengacu pada pengkajian B1-B6 dengan pengkajian fokus
ditujukan pada gejala-gejala yang muncul akibat cedera kepala berat.
Keadaan umum (Arif muttaqin 2008) pada keadaan cedera kepala berat
umumnya mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-
tanda vital, meliputi bradikardi dan hipotensi.
a. B1 (BREATHING)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis klien mengalami kelumpuhan otot otot pernapasan dan
perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatetik desending akibat
trauma pada tulangbelakang sehingga mengalami terputus jaringan saraf
di medula spinalis, pemeriksaan fisik dari sistem ini akan didapatkan
hasil sebagai berikut inspeksi umum didapatkan klien batuk peningkatan
produksi sputum, sesak napas.
b. B2 (BLOOD)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan syok
hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala berat. Dari
hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah menurun nadi bradikardi
dan jantung berdebar-debar. Pada keadaan lainnya dapat meningkatkan
hormon antidiuretik yang berdampak pada kompensasi tubuh.
c. B3 (BRAIN)
Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi serebral dan
pengkajian saraf kranial. Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat
keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan. Pengkajian fungsi serebral :
status mental observasi penampilan, tingkah laku nilai gaya bicara dan
aktivitas motorik klien Pengkajian sistem motorik inspeksi umum
didapatkan kelumpuhan pada ekstermitas bawah, baik bersifat paralis,
dan paraplegia. Pengkajian sistem sensori ganguan sensibilitas pada klien
cedera kepala berat sesuai dengan segmen yang mengalami gangguan.
d. B4 (BLADDER)
Kaji keadaan urine meliputi warna ,jumlah,dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan
retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
e. B5 (BOWEL)
Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus
paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bising usus, kembung,dan
defekasi, tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal
yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
f. B6 (BONE) Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung
pada ketinggian lesi saraf yang terkena trauma. Gejala gangguan motorik
sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena.disfungsi
motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan.pada saluran
ekstermitas bawah. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit.
2. Diagnosa Keperwatan
1. Resiko perfusi jaringan serebral b.d cedera kepala
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d jalan nafas buatan d.d gelisah
3. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d Parkinson
3. Rencana Keperawatan
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Menurut teori evaluasi adalah tujuan asuhan keperawatan yang
menentukan apakah tujuan ini telah terlaksana, setelah menerapkan suatu rencana
tindakan untuk meningkatkan kualitas keperawatan, perawat harus mengevaluasi
keberhasilan rencana penilaian atau evaluasi diperoleh dari ungkapan secara
subjektif oleh klien dan objektif didapatkan langsung dari hasil pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA