Anda di halaman 1dari 58

Visi:

Pada tahun 2025 menghasilkan Ahli Madya Keperawatan yang unggul dalam penguasaan
asuhan keperawatan dengan masalah neurosain melalui pendekatan ilmu pengetahuan dan
teknologi keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN


PERTUKARAN GAS PADA PASIEN DALAM
PENGAWASAN COVID 19
DI WISMA ATLET JAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
FITRI FEBRIYANTI
P3.73.20.1.17.017

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII
KEPERAWATAN BEKASI, 2020
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN
PERTUKARAN GAS PADA PASIEN DALAM
PENGAWASAN DI WISMA ATLET JAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH


Disusun dalam rangka Tugas Akhir pada Program Studi DIII
Keperawatan Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Jakarta III
Tahun Akademik 2019/2020

Oleh :

FITRI FEBRIYANTI
NIM :
P3.73.20.1.17.017

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII
KEPERAWATAN BEKASI, 2020
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Pertukaran Gas Pada Pasien Dalam
Pengawasan COVID 19 Di Wisma Atlet Jakarta”.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun, semua ini dapat diatasi berkat bimbingan dan pengarahan dari
berbagai pihak, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikannya karya tulis
ilmiah ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Yupi Supartini, SKp., MSc., selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Jakarta III, yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan
pendidikan.
2. Ns. Ulty Desmarnita, SKp.,M.Kes.,Sp.Mat., selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta III, yang telah memberi
kesempatan penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah.
3. Santun Setiawati, M.Kep., Ns. Sp.Kep.An, sebagai Ketua Program Studi
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
4. Ace Sudrajat, SKp, MKes., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
membimbing dan membantu mengarahkan penulis untuk dapat menyelesaikan
proposal dan karya tulis ilmiah penulis.
5. Ni Luh Putu Ekarini, S.Kep., M.Kep., Sp.KMB., selaku Dosen Pembimbing
Pendamping yang telah membimbing dan membantu mengarahkan penulis dalam
mengerjakan karya tulis ilmiah.
6. Nurhalimah, SKM, S.Kep., M.Kep., Ns. Sp. Kep.J, dan Nurdahlia, SPd., MKM,
sebagai pembimbing akademik yang selalu memberikan saran dan support
selama pendidikan perkuliahan.
7. Seluruh dosen Jurusan Keperawatan Program Studi DIII Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Jakarta III yang telah banyak memberikan bekal ilmu dan bimbingan
yang sangat bermanfaat kepada penulis selama proses pendidikan.
8. Kedua orang tua, abang dan adik, tante dan om, Fadhilah Ulfa Marta selaku
sepupu penulis, serta keluarga besar yang telah mendoakan, memberi support,
dan memberi kasih sayang, serta memfasilitasi penulis selama masa perkuliahan.
9. Special thanks kepada sahabat terbaik Sekar Ayu, Bunga Komalasari, Anisa
Nurul Qoumy, Kak Alfira dan Ando Nurmanto, yang selalu mendoakan,
memberikan support, semangat dan mendengarkan keluh kesah, kepada penulis
selama perkuliahan dan khususnya selama masa penyusunan Karya Tulis Ilmiah
10. Teman terbaik yang selalu ada dikala suka dan duka selama perkuliahan: Deva
Maharani, Wanda Hamidah, Rina Rizki Hasibuan, Salsabila Pelangi, Nia
Fauziah, Nadhifah, Febriyanti Eka Lestari, Lailiyah, Windy Jessi, Ade Putri
11. Keluarga Osis Tadika Mesra, LDK FUAD, IKARIS, Orang-Orang Pilihan dan
FINSANT, yang selalu memberi support dan menjadi penyemangat penulis
dalam menghadapi kehidupan dunia perkuliahan.
12. Adik tingkat Novi, Leli, Zahra, Mirna, Shinta dan Nandita yang selalu
mensupport dan menyemangati penulis selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
13. Kaka tingkat Afifah dan Novi yang selalu memberi arahan dan mensupport
penulis selama masa perkuliahan.

v
14. Tim relawan COVID 19 dari Poltekkes Jakarta 3 yang sudah berjuang bersama
selama 28 hari di Wisma Atlet.
15. Kepada seluruh teman-teman Jurusan Keperawatan angkatan tahun 2017,
khususnya kelas 3 Reguler A atas doa, support, kebersamaan dan kekompakan
selama kuliah di Poltekkes Kemenkes Jakarta III.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini, masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah di masa yang
akan datang. Akhir kata penulis berharap Karya Tulis Ilmiah dapat berguna bagi
pembaca dan bagi penulis khususnya.
Bekasi, Juni 2020
Penulis

vi
ABSTRAK

Pada akhir Desember 2019, dunia dikejutkan dengan mewabahnya pneumonia baru yang dilaporkan
pertama kali di Wuhan. Pada tanggal 11 Februari 2020, WHO memberi nama wabah tersebut Corona
Virus Disease 2019 (COVID 19) yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Penyebarannya COVID-19 terjadi antar manusia. Dengan gejala
utama demam ≥ 38oC, batuk, dan sesak napas. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin maupun obat
untuk pasien COVID-19, sehingga pengobatan yang diberikan kepada pasien bersifat simtomatik.
Pemberian asuhan keperawatan menunjang pengobatan yang diberikan pada pasien. Masih
terbatasnya sumber terkait dengan penanganan pasien COVID 19, termasuk dalam aspek pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pertukaran gas. Oleh karena itu, penulis
melakukan studi dengan pendekatan laporan kasus metode deskriptif terhadap subjek yang
menggambarkan keadaan subjek saat menjadi pasien dalam pengawasan COVID-19 di RSDC Wisma
Atlet dengan gangguan pertukaran gas. Dari studi yang dilakukan diperoleh hasil pemberian asuhan
keperawatan yang tepat pada pasien dengan gangguan pertukaran gas dapat meningkatkan saturasi dan
mengurangi sesak napas yang di alami pasien. Kajian terkait pemberian asuhan keperawatan dengan
gangguan pertukaran gas dianjurkan agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam
pemberian asuhan keperawatan.
Kata kunci : COVID-19, sesak napas, gangguan pertukaran gas, asuhan keperawatan

ABSTRACT

At the end of December 2019, the world was shocked by the outbreak of new pneumonia that was first
reported in Wuhan. On 11 February 2020, WHO named the outbreak Corona Virus Disease 2019
(COVID 19) caused by Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). The
spread of COVID-19 occurs between humans. With the main symptoms of fever ≥ 38oC, coughing,
and shortness of breath. So far no vaccine or drug has been found for COVID-19 patients, so the
treatment given to patients is symptomatic. The provision of nursing care supports the treatment given
to patients. The limited resources associated with handling COVID 19 patients, including aspects of
providing nursing care to patients with gas exchange disorders. Therefore, the authors conducted a
case study approach with a descriptive method report on the subject that described the state of the
subject when he was a patient under COVID-19 supervision at Wisma Atlet Hospital with gas
exchange disruption. From the studies conducted obtained the results of giving appropriate nursing
care to patients with impaired gas exchange can increase saturation and reduce shortness of breath
experienced by patients. Studies related to the provision of nursing care with gas exchange disorders
are recommended in order to be able to add insight and knowledge in the provision of nursing care.
Keywords: COVID-19, shortness of breath, gas exchange disorders, nursing care

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM................................................................................i


PERNYATAAN PERSETUJUAN............................................................................ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT........................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................iv
KATA PENGANTAR..................................................................................................v
ABSTRAK.................................................................................................................vii
DAFTAR ISI............................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................3
C. Tujuan Laporan Kasus......................................................................................3
D. Manfaat Laporan Kasus....................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................5
A. Konsep COVID-19...........................................................................................5
B. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pengawasan COVID-19..............19
BAB III METODOLOGI............................................................................................24
A. Metode............................................................................................................24
B. Fokus...............................................................................................................24
C. Instrumen........................................................................................................24
D. Metode Pengumpulan Data.............................................................................25
E. Tempat dan Waktu..........................................................................................25
BAB IV HASIL LAPORAN KASUS DAN PEMBAHASAN...............................26
A. Hasil Laporan Kasus.......................................................................................26
B. Pembahasan.....................................................................................................31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................33
A. Kesimpulan.....................................................................................................33
B. Saran...............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................35
LAMPIRAN

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 2 : Lembar Wawancara Terstruktur

Lampiran 3 : Biografi Penulis

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada akhir Desember 2019, dunia digemparkan dengan munculnya
kasus pneumonia misterius yang dilaporkan pertama kali di Wuhan, provinsi
Hubei. Belum diketahui dengan pasti sumber penularannya, tetapi kasus
dikaitkan dengan pasar ikan Wuhan. Pada tanggal 18 sampai 29 Desember
2019, telah dilaporkan terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) di Wuhan. Hingga saat ini kasus terus
meningkat dan telah menyebar di berbagai provinsi lain di China, Thailand,
Jepang, Korea Selatan dan negara-negara lain (Susilo, dkk 2020). Pada
tanggal 11 Februari 2020, World Health Organization memberi nama virus
tersebut Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2)
dan nama penyakitnya sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID-19).
Pada tanggal 12 Maret 2020 WHO telah mengumumkan COVID-19
sebagai pandemik. Tercatat hingga tanggal 29 Maret 2020, terdapat 634.835
kasus dan 33.106 jiwa meninggal akibat COVID-19 di seluruh dunia.
Sementara penyebaran COVID-19 di Indonesia tercatat 1.528 kasus dengan
positif COVID-19 dan 136 jiwa meninggal akibat COVID-19. Indonesia
menjadi negara dengan tingkat mortalitas tertinggi se Asia Tenggara, dengan
tingkat mortalitas 8,9% (Susilo, dkk 2020).
Diketahui bahwa penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia
menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran bersifat lebih agresif.
Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang
keluar saat batuk atau bersin. Selain itu, telah diteliti pula bahwa SARS-CoV-
2 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui nebulizer), yang mana virus
mampu bertahan setidaknya 3 jam. SARS-CoV-2 pada manusia utamanya
menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2
akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam
sel (Susilo, dkk 2020).
Pada Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sindrom gejala klinis
yang muncul beragam, dari mulai tidak berkomplikasi (ringan) sampai syok

1
2

septik (berat). Saat anamnesis gejala ditemukan tiga gejala utama, yaitu :
demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak
(WHO dalam PDPI, 2020). Menurut data WHO, sekitar 81% pasien virus
corona mengalami gejala ringan, 14% kondisinya membutuhkan terapi
oksigen, dan sekitar 5% memerlukan perawatan intensif, dengan pneumonia
berat menjadi diagnosa utama pada pasien COVID-19. COVID-19
menginfeksi saluran pernapasan atas yang menyumbat paru-paru. Pada kasus
yang lebih parah virus corona mampu langsung merusak paru-paru. Ketika
virus bereplikasi secara bertahap virus sedang menuju area pernapasan bawah
(respiratory tree) dan masuk ke tabung bronkial. Ketika tabung bronkial
mengalami bengkak karena peradangan, pada saat itu sistem pernapasan
bermasalah dan sirkulasi oksigen pun terganggu. Hal inilah yang membuat
pasien COVID-19 kesulitan bernapas dan membutuhkan terapi pemberian
oksigen bahkan alat bantu ventilator. Pemberian terapi oksigen akan
membantu untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh yang tidak dapat
dilakukan oleh pasien COVID-19 dikarenakan terinfeksinya organ paru-paru
dan terdapatnya peradangan pada bronkial (VOI, 2020).
Kebutuhan dasar merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Puspitasari dkk, 2015).
Berdasarkan teroi Hierarki Maslow, Oksigen sebagai kebutuhan utama yang
termasuk ke dalam lima kebutuhan fisiologis manusia harus terpenuhi.
Keberadaan oksigen sangat mempengaruhi unsur vital tubuh dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh
(Andarmoyo, 2012). Oksigen disuplai ke seluruh tubuh oleh jantung dan
paru- paru untuk proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan hidup
dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh. Apabila lebih dari 4 menit orang
tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang
tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. Secara fungsional
oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh. Pemenuhan
kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara
fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka
kebutuhan oksigen pun akan terganggu (Kusnanto, 2016). Pada pasien
COVID-19 sistem pernapasan mengalami gangguan tepatnya pada bronkial
yang mengalami inflamasi akibat terpapar oleh SARS-CoV-2. Hal ini akan
mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen yang disebabkan oleh
adanya gangguan pertukaran gas.
Berdasarkan latar belakang dan pentingnya kebutuhan oksigen untuk
dipenuhi guna menunjang keberlangsungan hidup yang berhubungan dengan
kasus COVID 19, serta pengalaman menangani pasien COVID 19 yang
mengalami gangguan pertukaran gas di RSDC Wisma Atlet yang mengalami
sesak tak tertahankan bahkan menyebabkan kematian akibat penanganan
yang belum optimal. Penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang
asuhan keperawatan pada pasien dalam pengawasan COVID-19 dengan
gangguan pertukaran gas di Wisma Atlet Jakarta menggunakan sumber
referensi terkait COVID-19 dan pengalaman sebagai relawan di RSDC
Wisma Atlet Kemayoran Jakarta.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah pemberian oksigen pada pasien dalam pengawasan COVID-
19 yang dirawat di Wisma Atlet ?
C. TUJUAN LAPORAN KASUS
Tujuan Umum : Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
pemberian oksigen pada pasien dalam pengawasan COVID-19 di Wisma
Atlet. Tujuan Khusus :
Diperoleh gambaran tentang : Konsep Dasar COVID-19
1. Konsep dasar pemberian oksigen
2. Pengkajian pasien dalam pengawasan COVID-19 di Wisma Atlet
3. Diagnosa keperawatan pasien dalam pengawasan COVID-19 di Wisma
Atlet
4. Perencanaan hingga evaluasi keperawatan pasien dalam pengawasan
COVID-19 di Wisma Atlet
5. Prosedur keperawatan spesifik pada pasien dalam pengawasan COVID-19
di Wisma Atlet
D. MANFAAT LAPORAN KASUS
Manfaat laporan asuhan keperawatan memuat uraian tentang implikasi
temuan studi kasus yang bersifat praktis terutama bagi :
1. Pasien dan keluarga
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga dalam meningkatkan
kesehatan pasien dalam pengawasan COVID-19 di Wisma Atlet
2. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan
tentang asuhan keperawatan pasien dalam pengawasan COVID-19 di
Wisma Atlet.
3. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan pasien
dalam pengawasan COVID-19 di Wisma Atlet.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP COVID 19
1. Pengertian COVID 19
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul
dan tidak bersegmen yang termasuk dalam ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dalam dua subkeluarga yang
dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat
genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus dan
gamma coronavirus (Burhan, dkk 2020). Struktur coronavirus seperti
kubus dengan protein S yang berlokasi di permukaan virus. Coronavirus
bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh
desinfektan yang mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 56oC
selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-ionik,
formalin, oxidizing agent dan kloroform. Sedangkan penggunaan
klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus (Wang, dalam
Yuliana 2020).
Infeksi virus corona yang disebut COVID-19 pertama kali ditemukan
di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Virus ini menular
dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara,
termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan. COVID 19
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus bernama SARS-
CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan
manusia). Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti
Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) dan Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS- CoV). SARS CoV2 adalah virus jenis
baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia dan
menyebabkan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) adalah infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh coronavirus. Pengurutan genetika virus

5
6

ini mengindikasikan bahwa virus ini berjenis betacoronavirus yang terkait


erat dengan virus SARS (WHO, 2020).
2. Etiologi
Secara umum, virus corona memiliki sampul yang melingkupi materi
genetik, yang terdapat berbagai protein dengan berbagai fungsi, salah
satunya berikatan dengan reseptor membran sel. Hal inilah yang membuat
virus dapat mudah masuk ke dalam sel tubuh. Struktur virus menyerupai
mahkota atau crown sehingga dinamai virus corona atau coronanvirus.
Coronavirus adalah kelompok besar virus yang dapat menyebabkan
penyakit pada hewan dan manusia. Beberapa penyakit-penyakit pada
manusia yang ditimbulkan virus dari keluarga coronavirus adalah
selesma, Middle East Respiratory Syndrome (MERS), Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS), dan penyakit yang dinyatakan pandemi
tertanggal 11 Maret 2020 oleh WHO, Coronavirus Disease 19 (COVID-
19).
Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO menyebutkan ditemukannya
kasus kategori pneumonia yang belum diketahui penyebabnya di Wuhan,
China. Hari ke hari jumlah kasus meningkat hingga akhirnya WHO
menetapkan kasus ini sebagai Public Health Emergency of International
Concern/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
(PHEIC/KKMMD). Di tanggal 12 Februari 2020, nama COVID-19 resmi
digunakan untuk penyakit baru ini dengan virus penyebabnya disebut
SARS-CoV-2.
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang
menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada
2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International
Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2.
3. Manifestasi Klinis COVID-19
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas,
mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia,
pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus
tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak
6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis.
Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu ≥ 38 oC) yang
lebih dari 40% demam pasien memiliki suhu puncak antara 38,1-39oC dan
34% suhu pasien lebih dari 39oC, batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu
dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala
gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari
pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan
secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik
yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam
beberapa hari. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan
sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal (Yuliana dalam
PDPI, 2020).
Berdasarkan kondisi pasien, gejala yang muncul dapat dikategorikan
sebagai berikut, gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi
akut saluran napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam,
fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri
tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan
suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan
diare dan muntah. Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai
dengan demam, ditambah salah satu dari gejala: (1) frekuensi
pernapasan
>30x/menit (2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93%
tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala
yang atipikal.
Perjalanan penyakit dimulai den gan masa inkubasi yang lamanya
sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit
masih normal atau sedikit menurun dan pasien tidak bergejala. Pada fase
berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah, diduga
terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-paru,
saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan.
Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala
awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru
memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan
mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi
makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS,
sepsis, dan komplikasi lainnya (Susilo dkk, 2020).
4. Cara Penularan
Virus corona ditularkan antara manusia dan hewan (zoonis) karena
mengalami spillover. Spillover ini dapat terjadi karena berbagai faktor,
misalnya mutasi atau peningkatan kontak antara manusia dengan hewan
yang memiliki virus corona. Pada mulanya SARS ditularkan kucing
luwak dan MERS ditularkan unta. Saat ini, kelelawar diduga sebagai
hewan yang berperan menjadi sumber penularan dan trenggiling menjadi
reservoir sementara SARS-CoV-2. Pada beberapa minggu pertama,
wabah COVID- 19 diketahui berasosiasi dengan pasar makanan laut yang
menjual hewan hidup di Wuhan karena semua pasien saat itu memiliki
riwayat bekerja atau mengunjungi pasar tersebut.
Selain zoonis, penyakit ini juga menular antar manusia. Penyebaran
SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi utama
sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. COVID-19 menular melalui
droplet (yang keluar ketika batuk, bersin, atau menghembuskan napas)
dan kontak erat, berbeda dengan tuberkulosis yang menular melalui udara
atau airbone.
Virus yang keluar bersama droplet menempel di permukaan benda.
Orang lain dapat tertular COVID-19 bila menyentuh mata, hidung, atau
mulut dengan tangan yang telah berkontak benda dengan droplet yang
mengandung virus. Virus dapat bertahan di lingkungan sekitar tiga jam
hingga beberapa hari (pada tembaga hingga 4 hari, hingga 24 jam pada
papan kardus, serta hingga 2-3 hari pada plastik dan stainless steel.
Droplet yang dikeluarkan ketika batuk atau bersin dapat menempel pada
benda berjarak satu meter. Oleh karena itu, penting untuk menjaga jarak
satu meter satu sama lain.
Penulisan lain menemukan bahwa virus ini ditemukan pula pada feses
sehingga diduga berpotensi sebagai salah satu rute transmisi. Selain itu,
pada biopsi sel epitel rektum, duodenum, dan gaster ditemukan bukti
infeksi SARS-CoV-2. Lebih lanjut, ditemukan 23% pasien yang virusnya
masih terdeteksi dari sampel feses padahal sudah tidak terdeteksi pada
sampel saluran napas.
5. Patofisiologi
Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan
kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi,
sapi, kuda, kucing dan ayam. Coronavirus disebut dengan virus zoonatik
yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan
liar yang dapat membawa patogen dan bertindak sebagai vektor untuk
penyakit menular tertentu. Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang
merupakan host yang biasa ditemukan untuk coronavirus. Coronavirus
pada kelelawar merupakan sumber utama untuk kejadian severe acute
respiratorysyndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) (Yuliana, dalam PDPI, 2020).
Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya.
Virus tidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari coronavirus
setelah menemukan sel host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan
dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh Protein S yang ada
dipermukaan virus. Protein S penentu utama dalam menginfeksi spesies
host-nya serta penentu tropisnya (Yuliana, dalam Wang 2020). Pada studi
SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim
ACE-2. ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring,
paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa,
hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel eritrosit usus halus, sel
endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk selnajutnya
translasi replikasi gen dari RNA denom virus. Selanjutnya replikasi dan
transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari
kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis
virus (Yuliana, Fehr 2015).
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian
bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya).
Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi
peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh
beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa
inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari (Yuliana, PDPI
2020).
Periode inkubasi adalah waktu antara pertama kali terkena virus
hingga pertama kali gejala muncul. Periode inkubasi COVID-19
berlangsung 1-14 hari, biasanya sekitar lima hari. Gejala yang muncul
dapat berupa demam,
batuk nonproduktif, sesak, mialgia, dan lemas. Pada pemeriksaan
penunjang dapat ditemukan jumlah leukosit normal atau leukopenia daan
bukti radiologis yang mengarah ke pneumonia (Findyartini dkk, 2020).

Gambar 1. Skema perjalanan penyakit COVID-19, diadaptasi dari berbagai sumber (Susilo dkk, 2020)

Gambar 2. Perjalanan penyakit pada COVID-19 berat (Susilo dkk, 2020)

6. Klasifikasi Pasien COVID-19


Menurut tim penulis kedokteran FK UI, 2020 klasifikasi pasien COVID-
19 yang terdiri dari :
a. Orang Tanpa Gejala
Orang yang terinfeksi COVID-19, namun tidak menunjukkan gejala.
Meskipun tidak menunjukkan keluhan sakit, OTG dapat menularkan
COVID-19 ke orang lain, dan ada kontak erat dengan pasien COVID-
19.
b. Orang Dalam Pemantauan
1) Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA):
demam (≥38oC) atau riwayat demam disertai salah satu
gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sakit
tenggorokan/pilek dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala, memenuhi salah satu kriteria berikut :
a) Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang
melaporkan transmisi lokal
b) Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi
lokal di Indonesia
2) Seseorang dengan gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi atau
probabel COVID-19.
c. Pasien Dalam Pengawasan
1) Seseorang yang mengalami demam (≥38oC) atau riwayat gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk/sesak napas/pneumonia ringan hingga berat
dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala, memenuhi salah
satu kriteria berikut :
a) Memiliki perjalanan atau tinggal di luar negeri yang
melaporkan transmisi lokal
b) Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi
lokal di Indonesia
2) Seseorang yang mengalami demam (≥38oC) atau riwayat demam
atau gejala gangguan sistem pernapasan dan pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi atau probabel COVID-19.
3) Seseorang yang mengalami ISPA berat/pneumonia berat yang
memerlukan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain
yang memungkinkan berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
d. Kasus Probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi
inkonklusif atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasil
konfirmasi positif pan-coronavirus atau betacoronavirus.
e. Kasus terkonfirmasi
Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.
7. Faktor Resiko
Penyakit komorbid hipertensu dan diabetes melitus, jenis kelamin
laki- laki, dan perokok aktif merupakan faktor resiko dari infeksi Sars-
CoV-2. Tingginya kejadian pada jenis kelamin laki-laki diduga terkait
dengan prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi. Pada perokok,
hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor
ACE2. Pasien kanker dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap
infeksi SARS-CoV-
2. Kanker diasosiasikan dengan reaksi imunosupresif, sitokin yang
berlebihan, supresi induksi agen proinflamasi, dan gangguan maturasi sel
dendritik. Pasien dengan sirosi atau penyakit hati kronik juga mengalami
penurunan respon imun, sehinggalebih mudah terjangkit COVID-19, dan
dapat mengalami luaran yang lebih buruk.
Menurut Susilo (2020), infeksi saluran napas akut yang menyerang
pasien HIV umunya memiliki risiko mortalitas yang lebih besar
dibandingkan pasien yang tidak HIV. Menurut studi meta-analisis yang
dilakukan oleh Yang, dkk menunjukkan bahwa pasien pasien COVID-19
dengan riwayat penyakit sistem respirasi akan cenderung memiliki
manifestasi klinis yang lebih parah.
Berdasarkan ketetapan dari Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu rumah
dengan pasien COVID-19 dan memiliki riwayat perjalanan ke area
terjangkit. Tenaga medis merupakan salah satu populasi yang beresiko
tinggi tertular (Susilo dkk, 2020).
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologi rutin, hitung
jenis, fungsi ginjal, elektrolit, analisis gas darah, hemostasis, laktat,
dan prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai dengan indikasi.
Trombositopenia juga kadang dijumpai, sehingga kadang diduga
sebagai pasien dengue (Susilo, dkk dalam Yan, dkk).
b. Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto
toraks, dan CT-scan toraks. Pada foto toraks dapat ditemukan
gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan
peribronkial,
konsolidasi fokal, efusi pleura, dan atelectasis. Foto thoraks kurang
sensitif dibandingkan CT scan, karena sekitar 40% kasus tidak
menemukan kelainan pada foto thoraks.

Gambar 3. Gambaran foto toraks pada COVID-19. (Susilo dkk, 2020)

Studi dengan USG toraks menunjukkan pola B yang difus


sebagai temuan utama. Konsolidasi subpleural posterior juga
ditemukan walaupun jarang.
Pada gambaran CT scan dipengaruhi oleh perjalanan klinis:
1) Pasien asimtomatis: cenderung unilateral, multifokal, predominan
gambaran ground-glass. Penebalan septum interlobularis, efusi
pleura, dan limfadenopati jarang ditemukan.
2) Satu minggu sejak onset gejala: lesi bilateral dan difus,
predominan gambaran ground-glass. Efusi pleura 5%,
limfadenopati 10%.
3) Dua minggu sejak onset gejala: masih predomina gambaran
ground-glass, namun mulai terdeteksi konsolidasi
4) Tiga minggu sejak onset gejala: predominan gambaran ground-
glass dan pola retikular. Dapat ditemukan bronkiektasis,
penebalan pleura, efusi pleura, dan limfadenopati.

Gambar 4. Gambaran CT Scan pada COVID-19. Tampak gambaran ground-glass bilateral (Susilo dkk, 2020)
c. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
1) Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan
orofaring)
2) Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)
d. Pemeriksaan antigen-antibodi
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan oleh HO sebagai dasar
diagnosis utama, dikarekan perlunya observasi lanjutan bagi pasien
yang dinyatakan negatif serologi dan pemeriksaan ulang bila dianggap
ada faktor resiko tertular.
Perlu dipertimbangkan pula onset paparan dan durasi gejala sebelum
memutuskan pemeriksaan serologi. Dilaporkan pemeriksaan IgM dan
IgA terdeteksi mulai hari ke 3-6 setelah onset gejala.
e. Pemeriksaan virologi
Who merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien
yang termasuk dalam kategori suspek. Pada individu yang tidak
memenuhi kriteria suspek atau asimtomatis juga boleh dilakukan
pemeriksaan dengan mempertimbangkan aspek epidemiologi,
protokol skrining setempat, dan ketersediaan alat. Pengerjaan
pemeriksaan molekuler membutuhkan fasilitas dengan biosafety level
2 (BSL-2).
Sampel dikatakan positif COVID-19 bila rRT-PCR positif minimal
dua target genom (N, E, S, atau RdRP) yang spesifik SARS-CoV-2
atau rRT-PCR betacoronavirus, ditunjang dengan hasil sequencing
sebagian atau seluruh genom virus yang sesuai dengan SARS-CoV-2.
Hasil negatif palsu pada tes virologi dapat tejadi bila kualitas
pengambilan atau manajemen spesimen buruk, spesimen diambil saat
infeksi masih sangat dini, atau gangguan teknis di laboratorium. Oleh
karena itu, hasil negatif tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi
SARS-CoV-2, terutama pada pasien dengan indeks kecurigaan yang
tinggi.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi untuk mendapatkan sampel BAL merupakan metode
pengambilan sampel dengan tingkat deteksi paling baik. Induksi
sputum mampu meningkatkan deteksi virus pada pasien yang negatif
SARS-CoV-2 melalui swab nasofaring/orofaring. Namun, tindakan
ini tidak direkomendasikan rutin karena risiko aerosolisasi virus.
g. Pungsi pleura sesuai kondisi
h. Pemeriksaan sampel darah, feses dan urin untuk pemeriksaan virologi
belum merekomendasikan rutin dilakukan karena dianggap belum
bermanfaat dalam praktek di lapangan. Pada pemeriksaan virus hanya
terdeteksi sekitar <10% pada sampel darah, jauh lebih rendah
dibandingkan dengan swab.
Begitupun pada pemeriksaan urin, sampai saat ini belum ada yang
berhasil mendeteksi virus di urin.
9. Penatalaksanaan COVID 19
Sampai saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus
pasien COVID-19, termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang
dapat dilakukan adalah terapi simtomatik dan oksigen. Pada pasien gagal
napas dapat dilakukan ventilasi mekanik. Menurut National Health
Commisission (NHC) China telah meneliti beberapa obat yang berpotensi
mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa (IFN-𝛼),
lopinavir/ritonavir (LPV/r). Ribavirin (RBV), klorokuin fosfat (CLQ/CQ),
remdesvir dan umifenovir (arbidol). Selain itu, juga terdapat beberapa
obat antivirus lainnya yang sedang dalam masa uji coba di tempat lain.
a. Terapi Etiologi/ Definitif
Meskipun belum ada obat yang terbukti meyakinkan efektif melalui
uji klinis, China telah membuat rekomendasi obat untuk penangan
COVID-19 dan pemberian tidak lebih dari 10 hari. Rincian dosis dan
administrasi sebagai berikut :
1) IFN-alfa, 5 juta unit atau dosis ekuivalen, 2 kali/hari secara inhalasi
2) LPV/r, 200 mg/50 mg/kapsul, 2 kali 2 kapsul/hari per oral
3) RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan dikombinasikan
dengan IFN-alfa atau LPV/r
4) Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/hari per
oral
5) Arbidol (umifenovir), 200 mg setiap minum, 3 kali/hari per oral.
b. Manajemen Simtomatik dan Suportif
1) Oksigen
Pastikan patensi jalan napas sebelum memberikan oksigen.
Indikasi oksigen adalah distress pernapasan atau syok dengan
desaturase, target kadar saturasi oksigen >94%. Oksigen dimulai
dari 5 liter per menit dan dapat ditingkatkan secara perlahan
sampai mencapai target. Pada kondisi kritis, boleh langsung
digunakan nonrebreathing mask.
2) Antibiotik
Pemberian antibiotik hanya dibenarkan pada pasien yang dicurigai
infeksi bakteri dan bersifat sedini mungkin. Pada kondisi sepsis,
antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam. Antibiotik yang
dipilih adalah antibiotik empirik berdasarkan dengan profil
mikroba lokal.
3) Kortikosteroid
Shang, dkk dalam Susilo (2020) merekomendasikan pemberian
kortiksteroid. Landasannya adalah studi Chen, dkk. pada 401
penderita SARS yang diberikan kortiksteroid, 152 di antaranya
termasuk kategori kritis. Hasil studi menunjukkan kortikosteroid
menurunkan mortalitas dan waktu perawatan pada SARS kritis.
Dosis yang diberikan adalah dosis rendah-sedang (≤0.5-1
mg/kgBB metilprednisolon atau ekuivalen) selama kurang dari
tujuh hari. Dosis ini berdasarkan konsensus ahli di China.
Russel CD, dkk. justru merekomendasikan untuk menghindari
pemberian kortikosteroid bagi pasien COVID-19 karena bukti
yang belum kuat dan penyebab syok pada COVID-19 adalah
sekuens non-vasogenik. Hal ini didukung studi telaah sistematik
Stockman, dkk. yang menyatakan bahwa belum dapat disimpulkan
apakah terapi ini memberi manfaat atau justru membahayakan.
4) Vitamin C
Vitamin C diketahui memiliki fungsi fisiologis pleiotropik yang
luas. Kadar vitamin C suboptimal umum ditemukan pada pasien
kritis yang berkorelasi dengan gagal organ dan luaran buruk.
Penurunan kadar vitamin C disebabkan oleh sitokin inflamasi
yang mendeplesi absorbsi vitamin C. Kondisi ini diperburuk
dengan peningkatan konsumsi vitamin C pada sel somatik. Oleh
karena itu,
dipikirkan pemberian dosis tinggi vitamin C untuk mengatasi
sekuens dari kadar yang suboptimal pada pasien kritis.
5) Ibuprofen dan tiazolidindion
6) Profilaksis tromboemboli vena
Profilaksis menggunakan antikoagulan low molecular-weight
heparin (LMWH) subkutan dua kali sehari lebih dipilih
dibandingkan heparin. Bila ada kontraindikasi, WHO
menyarankan profilaksis mekanik, misalnya dengan compression
stocking.
7) Plasma konvalesen
Plasma dari pasien yang telah sembuh COVID-19 diduga
memiliki efek terapeutik karena memiliki antibodi terhadap
SARS-CoV-2. Shen C, dkk. melaporkan lima serial kasus pasien
COVID-19 kritis yang mendapatkan terapi plasma ini. Seluruh
pasien mengalami perbaikan klinis, tiga diantaranya telah
dipulangkan.117 Biarpun studi masih skala kecil dan tanpa
control. plasma konvalesen telah disetujui FDA untuk terapi
COVID-19 yang kritis. Donor plasma harus sudah bebas gejala
selama 14 hari, negatif pada tes deteksi SARS-CoV-2, dan tidak
ada kontraindikasi donor darah.
8) Imunoterapi
Wang C, dkk dalam Susilo, dkk (2020) melakukan identifikasi
antibodi yang berpotensial sebagai vaksin dan antibodi
monoklonal. Mereka menggunakan ELISA untuk menemukan
antibodi yang sesuai, sampel berasal dari tikus percobaan. Hasil
akhir menemukan bahwa antibodi 47D11 memiliki potensi untuk
menetralisir SARS-CoV-2 dengan berikatan pada protein S.
c. Isolasi pada semua kasus, sesuai dengan gejala klinis yang muncul,
baik ringan maupun sedang.
d. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
e. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit
f. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat
g. Observasi ketat dan pahami komorbid pasien
10. Komplikasi
Menurut dr. Reni (2020), komplikasi yang bisa terjadi pada pasien
COVID- 19 diantaranya :
a. Pneumonia (infeksi paru-paru)
Pneumonia akan menyebabkan kantung udara yang ada di paru-paru
meradang dan membuat Anda sulit bernapas. Pada sebuah riset pada
pasien positif Covid-19 yang kondisinya parah, terlihat bahwa paru-
parunya terisi oleh cairan, nanah, dan sisa-sisa atau kotoran sel. Hal
ini menghambat oksigen yang seharusnya diantarkan ke seluruh
tubuh. Padahal, oksigen sangat dibutuhkan agar berbagai organ di
tubuh bisa menjalankan fungsinya. Jika tidak ada oksigen, maka organ
tersebut akan rusak.
b. Gagal napas
Saat mengalami gagal napas, tubuh tidak bisa menerima cukup
oksigen dan tidak dapat membuang cukup banyak karbon dioksida.
Kondisi gagal napas akut terjadi pada kurang lebih 8% pasien yang
positif Covid-19 dan merupakan penyebab utama kematian pada
penderita infeksi virus corona.
c. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
ARDS adalah salah satu komplikasi corona yang cukup umum terjadi.
Menurut beberapa penulisan yang dilakukan di Tiongkok, sekitar 15%
- 33% pasien mengalaminya. ARDS akan membuat paru-paru rusak
parah karena penyakit ini membuat paru-paru terisi oleh cairan.
Akibatnya, oksigen akan susah masuk, sehingga menyebabkan
penderitanya kesulitan bernapas hingga perlu bantuan ventilator atau
alat bantu napas.
d. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Penyakit ini akan membuat proses pembekuan darah terganggu.
Sehingga, tubuh akan membentuk gumpalan-gumpalan darah yang
tidak pada tempatnya. Hal ini bisa menyebabkan perdarahan pada
organ dalam atau gagal organ vital (gagal ginjal, gagal hati, gagal
jantung, dan lainnya). Di Tiongkok, penyakit ini umum dialami oleh
pasien yang meninggal akibat infeksi Covid-19.
e. Syok Septik
Syok septik terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi malah salah
sasaran. Jadi, bukannya menghancurkan virus penyebab penyakit, zat-
zat kimia yang dibuat tubuh justru menghancurkan organ yang sehat.
Jika proses ini tidak segera berhenti, tekanan darah akan turun drastis
hingga pada tahap yang berbahaya dan menyebabkan kematian.
f. Kematian
11. Pencegahan COVID 19
a. Tinggal di rumah
Hindari kumpul-kumpul, meskipun hanya di depan rumah. Anak-anak
dihimbau untuk tinggal di dalam rumah, jangan bermain di luar
rumah.
b. Jaga jarak 2 meter
Jika terpaksa harus keluar rumah, jangan berdekatan dengan orang
lain. Hindari tempat padat orang, seperti pasar dan acara kondangan.
c. Gunakan masker ketika berpergian
Selalu pakai masker ketika berpergian sehat maupun sakit. Dianjurkan
menggunakan masker kain yang diganti 4 jam sekali.
d. Cuci tangan selalu
e. Cuci tangan sesering mungkin. Virus akan mati ketika kita cuci
tangan dengan sabun, minimal selama 20 detik. Terutama setelah
kontak langsung dengan pasien dan lingkungannya
f. Hindari menyentuh wajah
Hindari menyentuh area wajah, terutama ketika belum cuci tangan.
Kita tidak tahu, apakah tangan kita baru saja menyentuh permukaan
benda dengan virus corona atau tidak.
g. Rutin mandi, terutama setelah berpergian
Mandi dapat membunuh virus corona yang ada di permukaan tubuh.
Setelah berpergian dianjurkan untuk langsung mandi.
h. Tetap beraktifitas fisik dan olahraga serta istirahat yang cukup
i. Tidak merokok dan minuman alkohol
j. Konsumsi makanan bergizi seimbang
k. Konsumsi suplemen daya tahan tubuh dan multivitamin
l. Kontrol ke dokter dan minum obat rutin jika memiliki penyakit kronis
m. Hindari kontak langsung dengan penderita infeksi saluran pernapasan
akut
B. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN PERTUKARAN
GAS
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Pneumonia Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah
peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS CoV-2). Sindrom gejala
yang muncul beragam, dari ringan sampai syok septik (berat) (PDPI,
2020).
Pada anamnesis gejala dapat ditemukan tiga gejala utama,
diantaranya demam, batuk kering (sebagian batuk berdahak) dan sulit
bernapas atau sesak. Tetapi perlu diingat bahwa pada beberapa
kondisi, terutama pada geriatri atau mereka dengan imunokompromis
biasanya tidak mengalami demam. Gejala tambahan lainnya yaitu
nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk berdahak. Pada
beberapa kondisi dengan perburukan dapat muncul tanda dan gejala
infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory Infection-
SARI). SARI adalah infeksi saluran napas akut dengan riwayat
demam (suhu≥38oC) dan batuk dengan onset 10 hari terakhir serta
perlu perawatan di rumah sakit (PDPI, 2020).
b. Wawancara
Mengenai riwayat perjalanan pasien ataupun riwayat kontak
dengan pasien terkonfirmasi COVID-19.
c. Pemeriksaan fisik
Menurut PDPI (2020), pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
beberapa manifestasi klinis tergantung dengan ringan atau beratnya
kondisi pasien. Fokus pemeriksaan pada pemeriksaan fisik
diantaranya:
1) Tingkat kesadaran : kompos mentis atau penurunan kesadaran
2) Tanda vital : frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas
meningkat, tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh
meningkat, saturasi oksigen dapat normal atau menurun.
3) Dapat disertai retraksi otot pernapasan
4) Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris
statis dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah
konsolidasi, suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki
kasar
d. Pemeriksaan penunjang
Menurut PDPI (2020), pemeriksaan penunjang yang dilakukan
guna memperkuat diagnosa yang ditetapkan diantaranya :
1) Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-Scan, USG toraks
2) Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
a) Saluran napas atas dengan swab tenggorokan (nasofaring dan
orofaring)
b) Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat
endotrakeal) (WHO dalam PDPI, 2020)
3) Bronkoskopi
4) Pungsi plura sesuai kondisi
5) Pemeriksaan kimia darah
6) Biakan mikroorganisme
7) Pemeriksaan feses dan urin
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Adam, 2020 Diagnosa keperawatan pada pasien dalam
pengawasan COVID 19 terbagi menjadi dua klasifikasi, diantaranya :
a. Gejala ringan- sedang
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas,
proses infeksi
2) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler
3) Ansietas b/d krisis situasional, ancaman terhadap kematian
b. Gejala berat-kritis
1) Gangguan ventilasi spontan b/d gangguan metabolisme,
kelemahan/keletihan otot pernapasan
2) Risiko syok d/d hipoksia, sepsis, sindrom respons inflamasi
sistemik
3) Gangguan sirkulasi spontan b/d penurunan fungsi ventrikel

Berdasarkan SDKI, 2016 pada diagnosa gangguan pertukaran gas terdapat


tanda dan gejala yang menunjang ditegakkannya diagnosa ini,
diantaranya:

a. Data subjektif
1) Dispnea
2) Pusing
3) Penglihatan kabur
b. Data Objektif
1) PCO2 meningkat/menurun
2) PO2 menurun
3) Takikardia
4) pH arteri meningkat/menurun
5) Bunyi napas tambahan
6) Sianosis
7) Diaforesis
8) Gelisah
9) Napas cuping hidung
10) Pola napas abnormal (cepat/lambat, reguler/ireguler,
dalam/dangkal)
11) Warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan)
12) Kesadaran menurun
3. Perencanaan
Rencana Keperawatan dengan gangguan pertukaran gas (SIKI, 2018):
a. Monitor bunyi napas
Rasional : untuk menilai adanya wheezing akibat inflamasi dan
penyempitan jalan napas, dan/atau ronki basah akibat adanya
penumpukan cairan di interstisial atau alveolus paru
b. Monitor kecepatan aliran oksigen
Rasional : untuk memastikan ketetapan dosis pemberian oksigen
c. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Rasional: untuk mengidentifikasi terjadinya iritasi mukosa akibat
aliran oksigen
d. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, AGD)
Rasional : karena SpO2ꜜ, PO2ꜜ, & PCO2ꜛ, dapat terjadi akibat
peningkatan sekresi paru dan keletihan respirasi
e. Monitor rontgen dada
Rasional : untuk melihat adanya peningkatan densitas pada area paru
yang menunjukkan terjadinya pneumonia
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Rasional : mengetahui adekuat oksigen yang ada dalam tubuh pasien
g. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
h. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
Rasional : untuk menghilangkan obstruksi pada jalan napas dan
meningkatkan ventilasi
i. Berikan oksigen
Rasional : untuk mempertahankan oksigenasi adekuat. Dimulai 5
L/menit dengan target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil, dan ≥92-
95% pada pasien hamil
j. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
Rasional : seperti high flow casal canulla (HFNC) atau noninvasive
mechanical ventilation (NIV) pada pasien ARDS atau efusi paru luas
k. Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian oksigen
Rasional : kekooperation pasien terhadap terapi
oksigen
l. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Rasional : untuk memperjelas pemberian terapi oksigen sesuai kondisi
dan kebutuhan pasien
4. Evaluasi
Luaran keperawatan COVID-19, (SLKI, 2019) :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
Dalam 24 jam, bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria : batuk
efektif meningkat, sputum menurun, wheezing menurun.
b. Gangguan pertukaran gas
Dalam 2-4 jam, pertukaran gas meningkat dengan kriteria : RR 12-20
kali/menit, SpO2 ≥90%, PaO2 >80mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, pH
7.35-7.45, ronki menurun
c. Ansietas
Dalam 24 jam, tingkat ansietas menurun dengan kriteria : perasaan
bingung menurun, perasaan kuatir menurun, gelisah menurun, tegang
menurun
BAB III

METODOLOGI

A. METODE PENULISAN
Pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan metode
deskriptif, dengan pendekatan laporan kasus. Metode ini bersifat analisa
deskriptif terhadap subjek penulisan, yang menggambarkan keadaan subjek
saat menjadi pasien dalam pengawasan COVID-19 di RSDC Wisma Atlet
Jakarta secara objektif berdasarkan fakta-fakta dari data yang muncul saat
observasi dan tinjauan langsung.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan laporan kasus yang berisi
laporan terperinci mengenai asuhan keperawatan pada pasien dalam
pengawasan COVID-19, dengan masalah gangguan pertukaran gas. Pada
laporan kasus berisi tentang profil demografis, tanda dan gejala penyakit,
diagnosis, intervensi keperawatan hingga evaluasi dari asuhan keperawatan
yang dilaksanakan pada pasien yang menjadi subjek penulisan. Dimana pada
laporan kasus akan melaporkan mengenai hal-hal baru pada asuhan
keperawatan COVID-19.
B. FOKUS PENULISAN
Fokus penulisan laporan ini adalah pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien COVID-19 dengan masalah utama pada gangguan pertukaran
gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-kapiler. Ditandai
dengan adanya tanda-tanda sebagai berikut : RR 24x/menit, N 110x/menit,
terdapat pola napas cuping hidung, pola napas cepat dan dangkal, pasien
mengalami dispnea, dan mengeluh pusing, SpO2 94%, dan terdapat suara
napas tambahan berupa ronkhi.
C. INSTRUMEN
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data pada laporan asuhan
keperawatan ini menggunakan tiga jenis instrumen diantaranya format
pengkajian pasien, lembar wawancara terstruktur untuk subjek dengan
beberapa pertanyaan terkait dengan tanda gejala COVID 19 dan riwayat
perjalanan ke wilayah zona merah. Lembar observasi terapi oksigen selama

24
25

pemberian asuhan keperawatan yang berfokus pada tanda gejala setelah


diberikan terapi oksigen dan kondisi pasien.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan untuk mendapatkan data
yang diperlukan pada laporan ini, diantaranya :
1. Wawancara
Wawancara kepada subjek terkait dengan riwayat perjalanan ke luar kota
atau luar negeri dan riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi COVID
19.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik subjek terkait dengan kondisinya yang terdiri dari
anamnesa awal, cek tanda-tanda vital, dan monitoring tanda-gejala.
3. Pemeriksaan penunjang
Memonitoring hasil foto toraks, dan hasil pemeriksaan laboratorium subjek
4. Observasi
Observasi kondisi subjek sebelum, saat dan sesudah pemberian asuhan
keperawatan
E. TEMPAT DAN WAKTU
Tinjauan kasus yang dilakukan oleh penulis, dilaksanakan Selama 3 hari
sejak tanggal 3-5 April 2020 di RSDC Wisma Atlet Kemayoran Jakarta
Indonesia.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL LAPORAN KASUS


Pada BAB IV penulis akan menguraikan hasil dan pembahasan dari asuhan
keperawatan yang telah penulis lakukan. Asuhan keperawatan ini dilakukan
di lantai 7 Tower 7 RSDC Wisma Atlet, yang dilaksanakan mulai tanggal 3
April 2020 sampai dengan tanggal 20 April 2020.
1. PENGKAJIAN
Penulis memperoleh data melalui wawancara langsung dan via
aplikasi whatsapp, observasi kondisi pasien, pemeriksaan fisik, dan hasil
pemeriksaan penunjang.
a. Identitas pasien
Seorang perempuan berusia 41 tahun, beragama islam, pendidikan
terakhir sarjana ekonomi, belum menikah, dan bekerja sebagai
seorang manajer di sebuah perusahaan swasta. Pasien tinggal bersama
ibu dan adiknya di Bintang Jaya, Tangerang Selatan. Pasien masuk
RSDC pada tanggal 27 Maret 2020 bersama ibunya. Pasien
mengatakan ibunya dinyatakan positif dan di rujuk dari Rumah Sakit
Tangerang ke RSDC Wisma Atlet, karena tidak bisa memenuhi
kebutuhannya sendiri akhirnya Nn. D ikut masuk RSDC dengan
status ODP, dan siap mengikuti protokol pengobatan di RSDC Wisma
Alet. Pengkajian dilakukan tanggal 3 April 2020.
b. Anamnesis
1) Keluhan utama : sesak napas
2) Riwayat kesehatan saat ini :
Awalnya pasien masuk RSDC hanya untuk mendampingi ibunya
yang terkonfirmasi COVID-19 dan membutuhkan bantuan dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pasien mulai mengeluh batuk
kering yang tidak kunjung sembuh, setelah 3 hari di rawat di
RSDC Wisma Atlet. Ketika pasien batuk pasien merasa sesak dan
napasnya seperti orang yang habis lari (ngos-ngosan). Keluhan ini
diakui terjadi terus menerus dan semakin terasa berat saat pasien

26
27

bawa tidur atau pun beraktifitas dan berbicara. Pasien juga


mengeluh pusing dan tidak bisa tidur akibat sesak napas yang di
alaminya. Sebelumnya pasien diberikan obat batuk, batuk yang
dialami pasien mulai berkurang tapi sesak napasnya masih
dikeluhkan. Pasien merasa dadanya seperti dihimpit dan kalau
bicara tidak bisa lama-lama karena merasa ngos-ngosan (napasnya
cepat dan dangkal).
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat alergi obat penicilin, dan pernah di rawat
di rumah sakit, untuk melakukan operasi pada bagian kakinya 2
tahun yang lalu di RS Fatmawati akibat cedera yang dialaminya,
dan hingga saat ini masih melakukan fisioterapi kaki untuk
mengembalikan fungsi kakinya seperti keadaan normal.
4) Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita genetik, dan menular.
5) Riwayat psikososial dan spiritual
Pasien aktif mengikuti konsultasi psikologi, memiliki kehidupan
sosial yang baik dan mempunyai banyak teman. Memiliki
semangat yang tinggi terhadap hidup dan pekerjaannya. Percaya
atas takdir Tuhan dan menjalankan kehidupan dengan ikhlas dan
sabar.
c. Pemeriksaan fisik
Kondisi umum baik, kesadaran compos mentis, TTV : frekuensi napas
24 x/menit, nadi 105 x/menit, S 37oC, tekanan darah 110/70 mmHg,
SpO2 95%, TB 160 cm, BB 57 kg, terdapat suara napas tambahan
ronki, bentuk dada simetris, tidak ada bekas luka, napas cuping
hidung.
d. Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan diagnostik hematologi pada tanggal 27 Maret
2020: Hb 14,5 g/dL (N: 12-16), Ht 39% (N: 37-48), MCV 82,9 fL (N:
82-92),
MCH 30,5 pg (N: 27-31), MCHC 36,7 g/dL (N: 32-36), Leukosit (AL)
9,5 10³/µL (N: 5-10), Eritrosit (AE) 9,5 10³/µL (N: 3,8-5,9), trombosit
(AT) 384 10³/µL (N: 150-450).
Hasil pemeriksaan rapid tes pertama pada tanggal 28 Maret 2020:
dinyatakan negatif
Hasil pemeriksaan radiografi foto toraks kesan pada tanggal 31 Maret
2020: Cor CTR<50% konfigurasi baik, mediastinum tidak prominen,
pulmon : kedua hilus baik tidak melebar, tidak ada peningkatan
corakan, bronkovaskuler infiltrat (-) reaksi pleura (-) sinus dan
diafragma normal, tidak ada kelainan tulang.
Saat ini pasien mendapatkan program diet TKTP, 3x/hari makanan
padat dan 2x/hari snack. Pasien juga mendapatkan terapi obat untuk
pasien ODP yang terdiri dari vitamin C 2X1 tab, imboost 2X1 dan
ambroxol 3X1 tab.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data yang dilakukan pada
tanggal 2 April 2020 diperoleh masalah keperawatan utama, yaitu :
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler
ditandai dengan pasien mengeluh sesak saat berbicara, terdapat suara
ronkhi, pasien tampak gelisah, dan pola napas cepat dan dangkal.
Masalah keperawatan didukung dengan data subjektif yang diperoleh
dari pasien, diantaranya pasien mengeluh sesak napas, batuk tidak
berhenti- henti sejak 3 hari masuk RSDC Wisma Atlet, pasien mengeluh
tidak bisa tidur saat malam akibat batuk yang dialaminya, pasien
mengeluh batuknya disertai sesak yang memberat, pasien mengeluh saat
berbicara dengan orang lain terasa ngos-ngosan dan kesulitan untuk
bernapas, pasien mengeluh pusing dan pandangan matanya kabur.
Sebelumnya pasien diberikan obat batuk Ambroxol 3x1, batuknya mulai
berkurang tetapi sesaknya tidak berkurang setelah 3 hari konsumsi obat.
Sedangkan data objektif yang diperoleh dari pasien diantaranya
kondisi pasien baik, kesadaran compos mentis, TTV : frekuensi napas 24
x/menit, nadi 105 x/menit, S 37oC, tekanan darah 110/70 mmHg, dengan
SpO2 95%, terdapat suara napas tambahan berupa ronkhi, pasien tampak
gelisah dan mengalami diaforesis, pasien tampak gelisah, pasien tidak
pola napas abnormal (cepat dan dangkal), napas cuping hidung, tidak
tampak tanda sianosis dan warna kulit abnormal.
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Setelah dilakukan pengkajian dan ditemukan masalah keperawatan,
selanjutnya penulis membuat rencana keperawatan. Berdasarkan diagnosa
tujuan dilakukannya tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan
pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler, yaitu setelah
diberikan intervensi dalam 2X24 jam pertukaran gas intra paru adekuat
pada tanggal 5 April 2020, dengan kriteria hasil : RR 12-20 x/menit, SpO2
≥ 90%, ronkhi menurun, dispnea menurun.
Tindakan keperawatan pada pasien dengan masalah gangguan
pertukaran gas dilakukan dalam rentang waktu 2 sampai 4 jam dan
dilakukan observasi setiap 2 jam. Lakukan pemeriksaan fisik paru pada
tanggal 3 April 2020 pukul 09.00, beri oksigen dengan menggunakan
nasal kanul 4L/menit sesuai dengan instruksi DPJP, pastikan sebelum
oksigen diberikan untuk menjelaskan tujuan dan prosedur pemberian
oksigen. Selanjutnya monitor efektifitas terapi oksigen setelah 2 jam
pemberian terapi oksigen dengan menggunakan oksimetri. Beri pasien
obat Ambroxol 3X1 tab, vitamin C 2X1 tab, dan azithromicin 1X500 mg
untuk 3 hari. Beri pasien diet makanan TKTP, makanan padat 3x/hari dan
snack 2x/hari. Setelah kondisi membaik anjurkan dan ajarkan pasien
untuk melakukan dan mengatur pernapasan dengan teknik tarik napas
dalam, istirahat yang cukup, dan segera menginformasikan ke perawat
jika sesak kembali.
4. IMPLEMENTASI
a. Hari pertama 3 April 2020
Setelah ditetapkan intervensi keperawatan dan dikonsultasikan
dengan DPJP pada tanggal 3 April 2020 pukul 11.00, penulis
memberikan terapi oksigen menggunakan nasal kanul sebanyak
4L/menit pada pasien, sebelumnya penulis memberikan penjelasan
mengenai prosedur yang akan dilakukan dan meminta persetujuan
pasien. Setelah pasien paham dan menyetujui, penulis memposisikan
pasien semifowler untuk meningkatkan ekskursi diafragma dan
ekspansi paru. Pada pukul 13.00 penulis mengobservasi dan
mengecek efektifitas pemberian terapi oksigen dengan melakukan
pengecekan saturasi dan melakukan ttv, dengan hasil tekanan darah
108/89 mmHg, nadi 102 x/menit, suhu 37,5oC, respirasi 24 x/menit,
saturasi oksigen 96%, CRT<2 detik, pengembangan simetris. Pasien
mengatakan sesak masih terasa tapi tidak seperti tadi, batuk masih ada
tapi tidak sering, pasien masih merasa pusing, pasien tampak lebih
tenang, dan saat
diajak berbicara tampak tidak ngos ngosan. Irama napas irreguler dan
terdapat suara ronkhi. Pasien tampak berbaring dengan posisi
semifowler, pengembangan dada simetris. Masalah belum teratasi dan
terapi oksigen dilanjutkan hingga 2 jam berikutnya.
Setelah 4 jam pemberian terapi oksigen menggunakan nasal
kanul, pada posisi semi fowler, pasien diobservasi kembali. Kondisi
baik tampak tidak gelisah, kesadaran compos mentis. Dengan tanda-
tanda vital suhu 36,8oC, nadi 100 x/menit, tekanan darah 110/77
mmHg, respirasi 22 x/menit, saturasi oksigen 96%, dan CRT<2 detik.
Pasien mengatakan sesak berkurang, pusing berkurang, irama napas
mulai teratur meskipun pernapasan tampak dangkal dan cepat.
Setelah kondisi pasien stabil penulis mengajarkan teknik napas
dalam untuk mengatur pernapasan pasien agar pasien rileks. Penulis
memberikan contoh teknik napas dalam pada pasien, dan setelah
diajarkan pasien mengulangi apa yang telah dicontohkan. Sebelum
mengajarkan teknik napas dalam perawat juga menjelaskan tujuan,
kegunaan, dan prosedur teknik napas dalam.
b. Hari kedua 4 April 2020
Pada hari Sabtu tanggal 4 Apriln 2020 pukul 22.00, penulis
mengobservasi pasien, dan didapatkan hasil tekanan darah 130/87
mmHg, nadi 110 x/menit, suhu 37oC, respirasi 25 x/menit, saturasi
oksigen 95%, CTR<2 detik. Pasien mengatakan tidak bisa tidur
karena masih mengalami sesak, namun batuknya sudah semakin
berkurang namun sesekali masih batuk, hanya saja saat batuk terasa
seperti ada dahak yang sulit di keluarkan dan jika batuk sesaknya
semakin terasa. Pasien pada posisi semifowler mampu melakukan
aktifitas hanya saja saat siang tadi sempat di bawa ke IGD karena
sesaknya semakin parah. Pernapasan pasien tampak dangkal dan
cepat, irama napas tidak teratur, suara napas vesikuler dan terdapat
suara ronkhi, pengembangan dada simetris. Setelah diberikan terapi
oksigen sesuai program terapi yaitu 4L/menit, pasien mengatakan
lebih nyaman. Pada pukul 23.00 penulis kembali mengobservasi
pasien, respirasi 24 x/menit dan saturasi oksigen 97%, pasien
mengatakan sesak berkurang, sehingga pasien bisa tidur.
c. Hari ketiga 5 April 2020
Pada hari terahir yaitu hari Minggu tanggal 5 April 2020 pada
pukul 08.00, pasien masih terpasang oksigen nasal kanul 4L/menit,
dan masih tampak dalam posisi semifowler. Saat diobservasi kondisi
pasien baik, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 123/80 mmHg,
nadi 100 x/menit, suhu 36,6oC, respirasi 22 x/menit, saturasi oksigen
98%, CTR<2 detik. Pasien mengatakan bisa tidur dengan nyenyak,
sesak berkurang, pagi ini tidak batuk, pasien mengatakan mulai
melakukan melakukan olahraga ringan dan berjemur
5. EVALUASI
Pada tanggal 5 April 2020 pasien sudah tidak mengeluhkan batuk,
sesak berkurang, pasien tidak mengalami demam dan pusing serta saat
malam dapat tidur dengan nyenyak. Berdasarkan observasi kondisi pasien
baik, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 123/80 mmHg, respirasi
20 x/menit, suhu 36,6oC, nadi 100 x/menit, saturasi oksigen 98%, CRT<2
detik, suara napas vesikuler, ronkhi menurun, dispnea menurun, dan
pasien tampak tidak gelisah, serta mampu melakukan aktifitas ringan
seperti olahraga ringan dan berjemur.masalah teratasi. Intervensi
dihentikan, dan beri edukasi kepada pasien untuk menghindari aktifitas
berat dan stres. Serta anjurkan pasien untuk menjaga pola makan, pola
tidur, dan sering melakukan teknik napas dalam.
B. PEMBAHASAN
Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai hasil observasi dari
asuhan keperawatan yang penulis terapkan pada Ny. D dengan diagnosa
gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler ditandai
dengan pasien mengeluh sesak saat berbicara, terdapat suara ronkhi, pasien
tampak gelisah, dan pola napas cepat dan dangkal di RSDC Wisma Atlet,
Kemayoran.
Setelah pemberian asuhan keperawatan selama tiga hari pada pasien
dalam pengawasan COVID 19 yang telah dirawat selama satu minggu, dan
berdasarkan hasil observasi terhadap pemberian terapi oksigen dengan
diagnosa gangguan pertukaran gas, pukul 10.00 pasien sudah tidak
mengenakan nasal kanul. Pasien mengatakan sesaknya berkurang, sudah tidak
batuk, tapi ketika melakukan aktifitas berat sesak dapat timbul kembali.
Pasien
mampu melakukan olahraga ringan, berjemur dan bernapas dengan baik pada
posisi semifowler atau fowler, irama napas teratur, ronkhi menurun,
pengembangan dada simetris, suara napas vesikuler, respirasi 20 x/menit, dan
saturasi oksigen 98%. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan diketahui
bahwa pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul menunjukkan adanya
peningkatan saturasi oksigen. Pengobatan yang diterima pasien adalah
pengobatan simtomatik, dimana terapi oksigen diberikan untuk mengurangi
sesak dan meningkatkan saturasi oksigen pasien sehingga pertukaran gas
menjadi intra adekuat.
Belum tersedianya vaksin dan obat-obatan yang diperuntukkan untuk
mengobati COVID 19, membuat pengobatan yang dilakukan saat ini
hanyalah simtomatis atau pengobatan yang bersifat menyembuhkan gejala
yang muncul pada pasien. Sampai saat ini di RSDC Wisma Atlet menerapkan
protokol pengobatan sesuai dengan status pasien. Protokol pengobatan terdiri
dari 3 golongan, yaitu ODP, PDP, dan terkonfirmasi.
Pada pasien Ny. D dengan status ODP saat masuk RSDC Wisma Atlet
memperoleh protokol pengobatan ODP, berupa pemberian vitamin guna
meningkatkan dan menjaga daya tahan tubuh pasien. Setelah beberapa hari di
rawat, saat pasien mulai mengalami gejala dan timbul sesak. Status pasien
naik menjadi PDP, hal ini didasari pada kondisi pasien yang dicurigai
mengalami pneumonia ringan dan sebelumnya pasien kontak erat dengan
pasien yang terkonfirmasi positif.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
COVID 19 adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan yang
disebabkan oleh SARS-CoV-2, yang muncul pertama kali di Wuhan, China.
Penyakit COVID 19 bertransmisi melalui droplet dan dapat bertahan
dipermukaan benda kurang lebih selama 72 jam. Gejala utama COVID 19
diantaranya demam ≥38oC, batuk, dan sesak napas. Lansia sangat rentan
terhadap penyakit COVID 19. Sehingga pencegahan terbaik adalah tetap
menjaga kebersihan, rajin cuci tangan, dan berolahraga. Jika terjangkit
penyakit ini maka wajib melakukan isolasi diri di rumah, jika kondisi
perburukan segera di rujuk ke rumah sakit. Sampai saat ini vaksin dan
pengobatan belum ada sehingga penanganan yang diberikan hanya bersifat
simtomatik atau pengobatan untuk menyembuhkan gejala yang timbul pada
pasien.
Masih minimnya jurnal dan sumber literatur untuk penanganan
COVID 19, membuat semua pihak saling bahu membahu membuat seminar
untuk memenuhi pengetahuan penanganan pasien COVID 19. Pada pasien
dengan diagnosa gangguan pertukaran gas intervensi utama yang dapat
diberikan adalah prosedur pemberian terapi oksigen sesuai program. Setelah
dilakukan intervensi dan observasi kondisi pasien membaik, sesak berkurang,
batuk hanya sesekali, respirasi 20 x/menit, nadi 100 x/menit, tekanan darah
123/80 mmHg, suhu 36,6oC, saturasi oksigen 98%. Pasien meneruskan
pengobatan hingga jadwal rapid tes ke dua.
B. SARAN
Berdasarkan analisa dan hasil laporan kasus, penulis akan memberikan
beberapa saran untuk perkembangan penelitian selanjutnya yang dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Studi Kasus Selanjutnya
Diharapkan penelitian berikutnya, peneliti dapat menemukan sumber
referensi yang lebih luas, sehingga pembahasan akan semakin kaya
dengan literatur yang ada. Selain itu masyarakat dapat dilibatkan
khususnya pasien

33
34

dan keluarga agar dapat berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan,


guna diperoleh hasil yang lebih optimal.
2. Pelayanan Keperawatan
Adanya penelitian diharapkan membuat pelayanan yang diberikan
menjadi lebih optimal. Memperluas sumber pengetahuan dan literatur
serta mengikuti kegiatan di masa pandemi mampu mengatasi penanganan
pasien COVID 19.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, Muhammad. 2020. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan COVID 19. Di
akses 6 April 2020, pukul 15.00.

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) : Konsep,


Proses dan Praktik Keperawatan. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Burhan, Erlianan dkk. 2020. Corona Virus Disease 2019. https://jurnalrespirologi.org.


Diakses pada 7 April 2020 pukul 13.00.

Center for Tropical Medicine. 2020. Buku Saku Desa Tangguh COVID 19.
Universitas Gajah Mada.

Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes. 2016. Modul Pembelajaran : Pemenuhan Kebutuhan


Oksigen. ISBN: 978-602-743125-6-0. https://ners.unair.ac.id. diakses pada 6
April 2020 pukul 16.00.

Findyartini, Ardi dkk. 2020. BRP Tanggap Pandemi COVID 19. Medical Education
Unit FKUI.

KKN RRC. 2020. Panduan Menghadapi Penyakit Virus Corona 2019 Model RRC.
https://www.persi.or.id/images/2020/data/panduan_covid19_modelrrc.pdf.
Diakses 9 April 2020, pukul 13.00.

PDPI. 2020. Pneumonia COVID 19 (Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia).


PDPI.

Puspitasari, Dewi dkk. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Jilid 1. Pilar Utama
Mandiri: Jakarta.

Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, Santoso WD, Yulianti M, Herikurniawan, dkk.
Coronavirus disease 2019: Review of current literatures. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia. 2020;7(1):45–67.

35
36

Wang. 2020 dalam Yuliana. 2020. Corona Virus Diasese (COVID 19); Sebuah
Tinjauan Literatur. https://wellness.journalpress.id. diakses pada 6 April
2020 pukul 15.30.

WHO. 2020. Tatalaksana Klinis Infeksi Saluran Pernapasan Akut (SARI) Suspek
Penyakit COVID 19. https://www.who.int/docs/default-
source/searo/indonesia/covid19 /tatalaksana-klinis-suspek-penyakit-covid-
1935867f18 642845f1a1b8fa0a0081e fcb.pdf?sfv rsn=abae3a22_2. Di akses 7
April 2020, pukul 15.45.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnosis. DPP PPNI : Jakarta.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. DPP PPNI : Jakarta.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. DPP PPNI : Jakarta.
Lampiran 1

INFORM CONSENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Inisial nama :

Usia :

Menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden studi kasus


Mahasiswi Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kementrian Kesehatan
Jakarta 3 atas nama Fitri Febriyanti dengan judul “Asuhan Keperawatan
Gangguan Pertukaran Gas Pada Pasien Dalam Pengawasan Covid 19 Di Wisma
Atlet Jakarta”

Saya sudah diberi informasi mengenai studi kasus yang akan


dilaksanakan dan memutuskan untuk berpastisipasi sebagai responden pada
studi kasus ini secarasukarela. Demikian pernyataan ini saya buat dengan
sebenarnya tanpa tekanan dari pihak manapun.
Jakarta, April 2020
Saksi Partisipan

( ) ( )
LEMBAR WAWANCARA TERSTRUKTUR

Identitas Diri

Nama :
Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir :
No. WA :
Alamat :

Deteksi Gejala

1. Apakah Ibu/Bapak mengalami atau memiliki riwayat demam (suhu ≥ 38oC) ?


jika ya berapa lama?
Jawab :
2. Apakah Ibu/Bapak mengalami atau memiliki riwayat batuk/sesak/pilek/gejala
lainnya? Jika ya, pengobatan apa yang sudah dilakukan ?
Jawab :
3. Apakah Ibu/Bapak mengalami atau memiliki riwayat keluhan saluran
pencernaan ?
Jawab :
4. Apakah Ibu/Bapak memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri dalam waktu
14 hari sebelum timbul gejala?
Jawab :
5. Apakah Ibu/Bapak memiliki riwayat perjalanan ke kota terjangkit di
Indonesia dalam waktu 14 hari sebelum timbul gejala?
Jawab :
6. Apakah Ibu/Bapak memiliki riwayat paparan dengan kasus terkonfirmasi
COVID 19?
Jawab :
7. Apakah Ibu/Bapak memiliki penyakit penyerta seperti Diabetes, Jantung, atau
penyakit lainnya?
Jawab :
8. Apakah Ibu/Bapak memiliki penyakit
ISPA? Jawab :
9. Ketika mengetahui Ibu/Bapak terpapar kasus COVID 19, penanganan apa
yang sudah dilakukan ?
Jawab :
10. Upaya pencegahan apa yang sudah Ibu/Bapak lakukan selama
ini? Jawab :
Lampiran 3

BIOGRAFI PENULIS

Nama : Fitri Febriyanti

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Februari 1998

Anak Ke : 2 dari 5 bersaudara

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jln. Bacang NO. 62 RT/RW 008/001 Lubang Buaya,


Cipayung, Jakarta Timur DKI Jakarta 13810

Riwayat Pendidikan

1. 2005-2008 : SDN 05 Petang


2. 2008-2010 : SDN 07 Pagi Rawa Binong
3. 2010-2013 : SMPN 157 Jakarta
4. 2013-2016 : SMAN 64 Jakarta

Riwayat Organisasi

1. 2010-2011 : Anggota Paskibra SMPN 157 Jakarta


2. 2011-2012 : Pengurus Osis SMPN 157 Jakarta
3. 2013-2014 : Anggota Paskibra SMAN 64 Jakarta
4. 2014-sekarang : Anggota PPI Jakarta Timur
5. 2014-2015 : Wakil Ketua (Bidang Diklat) Paskibra SMAN 64
6. 2014-2015 :Bendahara Rohis SMAN 64 Jakarta
7. 2015-2017 : Anggota SATWAS PPI Jakarta Timur
8. 2016-2017 : Ketua Keputrian IKARIS SMAN 64 Jakarta
9. 2018 : Pengurus HMP DIII Keperawatan
10. 2019 : Ketua HMP DIII Keperawatan
11. 2019 : Bendahara Input LDK FUAD

Tugas

23 Maret – 21 April 2020 Relawan Satgas COVID 19 di RSDC Wisma Atlet

Anda mungkin juga menyukai