Di susun oleh :
Ainin Fitriana Mahar 010810127 B
Rachma Yuanita
010810041 B
Made ririn S
010810669 B
Rizqi Afifah A
010810628 B
Najiyatul Fadia
010810615 B
Nurul Alif
010810600 B
Ernita Kurnia S
010810192 B
Motrik
010810010 B
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2009
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kejang merupakan gejala yang sering timbul pada anak- anak. Kejang ini
dapat disertai demam atau tidak dan bisa berdampak fatal. Namun masyarakat
belum mampu memberikan pertolongan ataupun tindakan pertama untuk pasien
kejang demam. Respon yang ada di masyarakat pada umumnya adalah panik,
cemas dan terlambat memberikan pertolongan atau tindakan awal kepada
penderita kejang demam. Akibatnya pasien tidak tertolong dan menambah angka
kematian. Meskipun kejang tidak membahayakan, namun dapat merusak saraf
otak dalam waktu kurang dari 15 menit.
Step atau Kejang Demam masih sangat umum terjadi pada anak anak.
Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun
hampir 2 - 5%. Kejang merupakan hal yang menakutkan tetapi biasanya tidak
membahayakan. Orang tua akan panik begitu mendapatkan anaknya menderita
kejang demam. Jika kejang terjadi segera setelah demam atau jika suhu tubuh
relatif rendah, maka besar kemungkinannya akan terjadi kembali kejang demam.
Risiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1
faktor risiko, 50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan = 3
faktor risiko.
Kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam
waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Salah satu penyebab terjadinya kejang
demam yaitu tingginya suhu badan anak. Timbulnya kejang yang disertai demam
ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step.
Masalahnya, toleransi masing-masing penderita/ anak terhadap demam sangatlah
bervariasi. Pada anak yang toleransinya rendah, maka demam pada suhu tubuh 38
C pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara pada anak-anak yang
toleransinya normal, kejang baru dialami jika suhu badan sudah mencapai 39 C
atau lebih.
Dengan adanya kasus dan kejadian yang terjadi di masyarakat maka kita
sebagai perawat berusaha memberikan asuhan keperawatan yang efektif dalam
mengatasi kejang demam di rumah sakit atau memberikan penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat mengenai tindakan awal dalam mengatasi kasus kejang
demam.
1.2 Rumusan Masalah
1.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
persyarafan yaitu kejang demam.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
penunjang,
komplikasi,
klasifikasi
dan
2.
1.4 Manfaat
Untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai Asuhan Keperawatan pada
klien kejang demam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997: 229)
2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang
ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan
gejala dengan demam (Walley and Wongs edisi III,1996).
7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonikklonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M.
Wikson, 1995).
2.2 Klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan
dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang
tonik dan kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan
tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan
dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi
lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang
menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang
disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau
kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis
kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi dengan baik,
tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati
metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi
lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda
kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada
kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
1.
2.
Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh
criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang
kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit,
fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak
sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang
dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
2.3 Etiologi
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan
Whaley and Wong (1995: 1929) adalah
1.
2.
3.
4.
5.
presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit
demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian
atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
Sumber lain menyatrakan bahwa, Kejang dapat disebabkan oleh berbagai
kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak,
meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat
gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral.
Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
2.4 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu
glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa
yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi
oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar
yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut
potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp ase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak
seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan
patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C
akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O 2 meningkat
20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu,
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran
listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran
sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut neurotransmitter dan terjadi
kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada
suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai
apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin
meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran
darah
yang
mengakibatkan
hipoksia
sehingga
meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)
Warna
cairan
cerebrospinal
c.
4. memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10
menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:
a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer
segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 %
dengan dosis 2 - 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian
dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 - 80 ml/kg
secara intravena. Pemberian Ca - glukosa hendaknya disertai dengan
monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian
dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena
tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per
oral setiap sebelum minum susu.
b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam
bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau
larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 6 ml. Hati-hati terjadi
hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy
infant dapat muncul.
c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan
metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat
konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital
(Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan
memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena
asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV
berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk
memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya
sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya. Disamping itu
pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat
pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat
yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah
2.8 Komplikasi
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih
dari 15 menit yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu
kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D
Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
2.9 Pencegahan
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan
kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
a.
b.
2)
3)
Anak
diberi
obat
anti
piretik
bila
orang
tua
b.
c.
d.
e.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut
Greenberg (1980 : 122 128)
1. Riwayat Keperawatan
a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atas, OMA,
pneumonia,
gastroenteriks,
Faringitis,
brontrope,
umoria,
yang
dapat
disebabkan
oleh
pendarahan
3.3 Intervensi
Diagnosa 1 = Resiko tinggi cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran,
kehilangan koordinasi otot.
Tujuan = Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil = Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan
pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi
Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan
penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang.
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi
fowler.
3.4 Evaluasi
Dx
Kriteria hasil
1 a. Pengetahuan tentang resiko
Keterangan skala
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadan
adekuat
strategi
efektif
pengendalian resiko
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
1. : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
a. TD sistolik dbn
1 = Ekstrem
b. TD diastole dbn
2 = Berat
3 = Sedang
a. Keluarga
menyatakan
pemahaman
mampu
5 = tidak terganggu
1. Tidak pernah
dilakukan
2. Jarang dilakukan
melaksanakan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
apa
yang
dijelaskan
perawat/
tim
kesehatan lainya
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonikklonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang
ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak
pada infeksi bakteri atau virus.
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam
1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke
otak
4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan
dan
kebutuhan
pengobatan
bd
kurangnya
informasi
Saran
Mahasiswa keperawatan dan seseorang yang berprofesi sebagai perawat
diharapkan mampu memahami dan menguasai berbagai hal tentang
penyakit kejang demam terutama pada manifestasi, penatalaksanaan dan
pencegahan terhadap penyakit ini. Serta mampu mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada pasien anak yang mengalami kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta :
FKUI
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.
Http://Teguhsubianto.blogspot.com. Di akses tanggal 10 November 2009 pukul
11.00
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/02/askep-anak-kejang-demam.html. Di
Akses Tgl 10 November Pkl.14.30
http://www.blogdokter.net/2007/03/28/kejang-demam-febris-konvulsi. Di Akses
Tgl 10 November Pkl.14.30
http://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anakdengan_2591.html. Di akses tanggal Tgl 28 November 2009. Pukul 20.00