Anda di halaman 1dari 15

No.

Dokumen :
No. Revisi :
Tanggal Terbit :

PANDUAN TRIASE
PUSKESMAS WABOROBO

KECAMATAN WOLIO
KOTA BAUBAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allh SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga Puskesmas Waborobo Kota Baubau
pada Tahun 2019 ini mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan akreditasi.
Akreditasi bagi Puskesmas Waborobo sangatlah penting untuk meningkatkan
mutu pelayanan dan kepuasan bagi pasien serta masyarakat. Untuk menunjang
pelaksanaan akreditasi di Puskesmas Waborobo, maka diperlukan pedoman pelayanan.
Harapan kami mudah-mudahan pedoman pelayanan ini dapat memberi manfaat
bagi Puskesmas Waborobo sehingga akreditasi di Puskesmas Waborobo Kota Baubau
berjalan lancar dan menjadi puskesmas yang lebih baik.

Kepala Puskesmas Waborobo,

ASFIANI, AMKL
NIP:19701225 199703 2 007

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan yang berfungsi untuk menerima
dan menstabilkan pasien yang menunjukkan gejalayang bervariasi baik gawat
ataupun tidak gawat. Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan
prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatannya dan masalah yang
terjadi pada pasien. Triase di UGD adalah pemilahan penderita berdasarkan pada
keadaan ABC (Airway, Breathing, dan Circulation). Ada dua jenis keadaan triase
dapat terjadi yaitu :
1. Jumlah penderita dan beratnya luka tidak melampaui kemampuan petugas.
Dalam keadaan ini pasien dengan masalah gawat darurat dan multi trauma
akan dilayani terlebih dahulu, dan sesuai dengan prinsip ABC.
2. Jumlah penderita dan beratnya luka melampaui kemampuan petugas. Dalam
keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah pasien yang dengan
kemungkinan survival yang terbesar.

B. Tujuan
Tujuan utama triase adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa,
tujuan selanjutnya adalah menetapkan derajat kegawataan yang memerlukan
pertolongan kedaruratan.

C. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah semua Dokter, Perawat dan Bidan yang terlibat
dalam pelayanan kesehatan perorangan.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi pelaksanaan pelayanan UKP di Puskesmas
Waborobo.

E. Batasan Operasional
Triase adalah cara penilaian penderita untuk menentukan prioritas
penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatannya dan masalah yang terjadi
pada pasien. Triase tertutama dilakukan di uang tindakan. Pelaksanaan Triase
dalam keadaan sehari-hari dilakukan oleh dokter dan atau perawat yang
kompetensi di ruang tindakan.Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat
korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan mengidentifikasi korban yang
hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery).

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dokter dan paramedis di Puskesmas wajib melakukan triase.
Penanggungjawab UKP merupakan koordinator dari pelaksanaan triase di
pelayanan kesehatan perorangan di Puskesmas Waborobo.

B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadwalan penanggungjawab triase dikoordinir oleh
penanggungjawab UKP sesuai dengan kesepakatan.

BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang

Pelaksanaan Triase dilakukan oleh dokter, perawat, dan bidan. Pelaksanaan


Triase dimulai sejak pasien masuk ke Puskesmas Waborobo dan pasien dengan atau
tanpa gangguan kesadaran yang disertai penyulit akan diarahkan ke ruang
tindakan untuk dilaksanakan pemeriksaan lebih lanjut.

B. Standar Fasilitas

1. Panduan dan SOP Triase


2. Pelabelan pasien dengan kategori hijau, kuning, merah dan hitam
3. Peralatan dan fasilitas di ruang tindakan
4. ATK
5. Ambulance

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN


A. LINGKUP KEGIATAN TRIASE
Pengambilan keputusan triase didasarkan pada keluhan utama, riwayat
medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil
pengkajian fisik yang terfokus. Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup
setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat
keparahannya.Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang
timbul.

Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triase adalah
kondisi klien yang meliputi :
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
3. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawadisebabkan oleh
gangguan ABC ( Airway /jalan nafas, Breatrhing / pernafasan, dan Circulation /
sirkulasi ) jika tidak ditolong segeramaka dapat meninggal/cacat.

Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :

Tabel 1. Klasifikasi Triase

KLASIFIKASI KETERANGAN

Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya gangguan


ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest,
penurunan kesadaran, trauma mayor, dan perdarahan
hebat.
Gawat tidak Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan
darurat (P2) tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter spesialis. Misalnya pasien
kanker tahap lanjut, fraktur.
Darurat tidak BC dan dapat langsung diberikan terapi definitive.
gawat (P3) Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya
laserasi, fraktur minor/tertutup, sistitis, otitis media dan
lainnya.
Tidak gawat tidak Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
darurat (P4) memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis
ringan/asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu
dn sebagainya.

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas

KALISIKASI KETERANGAN

Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan
tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup
yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas dan sirkulasi. Contohnya
sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, luka
bakar tingkat II dan III > 25%.
Prioritas II Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak
(kuning) segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat.
Contohnya patah tulang besar, luka bakar tingkat II dan
III < 25%, trauma thorak / abdomen, laserasi luas, trauma
bola mata.
Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu
segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir.
Contoh luka superfisial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung
kritis, trauma kepala kritis.

Tabel 3. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan

KALISIKASI KETERANGAN

Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar minor); dapat


menunggu lama tanpa bahaya.
Kelas II Non urgen / tidak mendesak (misalnya ruam, gejala flu);
dapat menunggu lama tanpa bahaya.
Kelas III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya otitis media);
dapat menunggu sampai 2 jam sebelum pengobatan.
Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur panggul, laserasi
berat, asma); dapat menunggu slama 1 jam.
Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung, syok); tidak boleh
ada keterlambatan pengobatan, situasi yang mengancam
hidup.

B. METODE TRIASE
Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke Puskesmas Waborobo. Perawat
triase harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat
dan melakukan pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien sebelum
mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.Dalam aktivitasnya, digunakan label
pasien merah, kuning, hijau, dan hitam sebagai kode identifikasi korban, seperti
berikut:
1. Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan
korban yang mengalami :
a. Syok oleh berbagai kausa
b. Gangguan pernafasan
c. Trauma kepala dengan pupil anisokor
d. Perdarahan eksternal massif
Pemberian perawatan lapangan intensif ditujukan bagi korban yang
mempunyai kemungkinan hidup lebih besar, sehingga setelah perawatan di
lapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses pemindahan ke
Rumah Sakit, dan lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih invasif.
Triase ini korban dapat dikategorikan kembali dari status “merah” menjadi
“kuning” misalnya korban dengan tension pneumothoraks yang telah
dipasang drain thoraks (WSD).
2. Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi
perawatan dapat ditunda sementara, termasuk dalam kategori ini :
a. Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma
abdomen)
b. Fraktur multipel
c. Fraktur femur / pelvis
d. Luka bakar luas
e. Gangguan kesadaran / trauma kepala
f. Korban dengan status yang tidak jelas
Semua korban dalam kategori ini diberikan infus, pengawasan ketat terhadap
kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera
mungkin.
3. Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan
atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami :
a. Fraktur minor
b. Luka minor, luka bakar minor
c. Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan
bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
d. Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi
lapangan, juga dapat dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
4. Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia.

Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat
darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu. Setiap pengkajian
ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat
mengubah kategori keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya
kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan
minor ke tempat tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual, atau
mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis.
Bila kondisi pasien saat datang sudah tampak tanda-tanda objektif bahwa ia
mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien
ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanyadidasarkan atas data objektif dan
data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasienmembaik, data
pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang beasal langsung dari
pasien (data primer).

C. LANGKAH KEGIATAN
1. Pasien datang ke Puskesmas Waborobo.
2. Untuk pasien dengan kesadaran penuh dan tanpa penyulit dikategorikan hijau
dan mengikuti alur pelayanan.
3. Untuk pasien dengan atau tanpa gangguan kesadaran disertai penyulit akan
diarahkan ke ruang tindakan untuk dilakukan anamnesisdan pemeriksaan
singkat dan cepat untuk menentukan tingkat kegawatannya dan penanganan
lebih lanjut.
4. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase(di depan gedung UGD).
5. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
a. Segera-Immediate (merah).
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat
hidup bila ditolong segera. Misalnya : Tension pneumothorak, distress
pernafasan (RR < 30x/mnt), perdarahan internal.
b. Tunda-Delayed (kuning).
Pasien memerlukan tindakan definitiftetapi tidak ada ancaman jiwa segera.
Misalnya : perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstremitas
dengan perdarahan terkontrol, luka bakar < 25% luas permukaan tubuh.
c. Minimal (hijau).
Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri
atau mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor, memar dan lecet, luka
bakar superfisial.
d. Expextant (hitam)
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggalmeski mendapat
pertolongan. Misalnya : luka bakar derajat III hampir diseluruh tubuh,
kerusakan organ vital.
e. Pasien mendapat prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah,
kuning, hijau, hitam.
f. Pasien kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan di ruang
tindakan. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita /
korban dapat dirujuk ke rumah sakit setelah kondisinya stabil dan
transportabel.
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis
lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran
setelah pasien dengan kategori triase merah selesai ditangani.
h. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan,
atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka pasien dapat
dipulangkan untuk pulang.
i. Penderita kategori triase hitam dapat langsung dibawa pulang oleh
keluarga.

6. Dokumentasi dalam rekam medis


Dalam kegiatan triase diperlukan data dokumentasi yaitu:
a. Waktu dan datangnya alat transportasi
b. Keluhan utama ( misalnya “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
c. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
d. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
e. Penempatan di area pengobatan yang tepat (misalnya perawatan minor
versus perawatan kritis)
f. Permulaan intervensi (misalnya balutan steril, pemakaian bidai, prosedur
diagnostik)

BAB V

LOGISTIK

Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan triase direncanakan


dan diajukan sesuai kebutuhan kegiatan triase melalui perencanaan puskesmas.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Dalam perencanaan pelayanaan klinis perlu diperhatikan keselamatan pasien dengan


melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat
pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap pasien harus dilakukan untuk
tiap-tiap unit layanan klinis. Keselamatan pasien puskesmas adalah suatu sistem dimana
puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman. Didalam pelayanan klinis ada beberapa
standar yang harus dilaksanakan dalam keselamatan pasien :
a. Ketepatan identitas, dalam hal ini target yang harus terpenuhi adalah 100%. Label
identitas tidak tepat apabila salah penulisan nama, salah jenis kelamin dan salah
alamat.
b. Ketepatan penyampaian hasil penunjang harus 100 % yang dimaksud tidak tepat apabila
salah ketik, salah memasukkan diberkas pasien / list pasien lain.
c. Ketepatan pemberian obat yang meliputi tepat identitas/pasien, tepat obat, tepat dosis,
tepat cara/rute (oral, parental, topikal,rektal,inhalasi), tepat waktu dan tepat
dokumentasi.

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan pelayanan klinis perlu diperhatikan


keselamatan kerja karyawan puskesmas dengan melakukan identifikasi risiko terhadap
segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan layanan klinis. Upaya
pencegahan risiko terhadap kemungkinan yang dapat terjadi harus dilakukan di unit-unit
layanan klinis. Keselamatan kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan
aman baik itu bagi pekerjanya,perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungannya.
Mengacu pada pengertian tersebut maka diharapkan setiap petugas medis maupun non
medis dapat menerapkan sistem keselamatan kerja diantaranya ;
a. Tersedianya APD yang memenuhi standart serta dapat menggunakannya dengan
benar baik itu masker, penutup kepala, kaos tangan, skoret/apron, kacamata,
pelindung kaki dan sebagainya.
b. Tersedianya tempat pembuangan sampah yang dibedakan infeksius dan non infeksius
serta terdapatnya tempat khusus untuk pembuangan jarum ataupun spoit bekas.
c. Aturan untuk tidak melakukan recuping jarum suntik setelah dipakai kepasien.
d. Setiap petugas medis menganggap bahwa setiap pasien dapat menularkan penyakit
sehingga unsur keselamatan kerja dapat terus dilaksanakan.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan layanan klinis dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan


indicator sebagai berikut:
a. Ketersediaan jenis unit-unit layanan klinis yang sesuai dengan standar pelayanan
minimal puskesmas
b. Ketepatan pelaksanaan pelayanan klinis sesuai dengan jadwal
c. Kesesuaian petugas yang melaksanakan pelayanaan klinis
d. Memperhatikan keselamataan pasien (tepat identifikasi pasien)
e. Kepuasan pelanggan
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini maupun pada audit
internal.

BAB IX

PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan dalam melakukan triase di Puskesmas Waborobo.


Pelaksanaan triase diharapkan sesuai dengan pedoman sehingga dapat mengutamakan
keselamatan pasien dan petugas. Keberhasilan triase tergantung pada komitmen yang
kuat dari semua pihak yang terkait termasuk pemenuhan sumber daya sarana
prasarana.

Anda mungkin juga menyukai