TRIASE PASIEN
PUSKESMAS WONOSARI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pelayanan Triase
Triase berasal dari bahasa Perancis trier, bahasa Inggris triage dan diturunkan dalam
bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien
berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat.Triase pada dasarnya adalah proses kategorisasi dimana sistem ini mulai
dikembangkan pada akhir tahun 1950an.
Sejauh ini penelusur yang di dapat bahwa sebagian besar Puskesmas di Indonesia
menggunakan sistem triase klasik yaitu dengan membuat kategori cepat dengan warna
hitam, merah, kuning, dan hijau yang merupakan adaptasi dari sistem triase bencana.
Triase adalah sistem seleksi dan pemilahan untuk menentukan tingkat kegawatan dan
prioritas penanganan pasien yang datang di UGD, yang bertujuan untuk memilah dan
menilai pasien agar mendapatkan pertolongan medik secara cepat dan tepat sesuai
dengan prioritas kategori kegawat daruratannya. Petugas jaga baik perawat, bidan dan
dokter UGD Puskesmas Wonosari harus memahami dan dapat membedakan kondisi
pasien yang datang di UGD sebagai berikut :
a. Gawat darurat ; yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badan lainnya akan menjadi
cacat bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
b. Gawat tidak darurat ; yaitu pasien akibat musibah yang datang dalam keadaan gawat
tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
c. Darurat tidak gawat ; yaitu pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya
d. Tidak gawat tidak darurat ; yaitu pasien yang tidak memerlukan tindakan kedaruratan
Setelah dilakukan identifikasi Petugas jaga perawat, bidan dan dokter melakukan
klasifikasi dan memberi label atau kode warna triase pada pasien sesuai tingkat
kegawatdaruratannya:
a. Segera - Immediate (I) - MERAH. Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya Tension
Pneumothoraks, distress pernapasan, perdarahn internal vena besar, syok, trauma
kepala.
b. Tunda - Delayed (II) - KUNING. Pasien memerlukan tindakan defintif dan
pengawasan ketat tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan
laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol,
luka bakar <25% luas permukaan tubuh.
c. Minimal (III) - HIJAU. Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor, memar
dan lecet, luka bakar superfisial.
d. Expextant (0)-HITAM. Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal
meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh,
kerusakan organ vital.
Pasien mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning,
hijau, hitam. Setelah dilakukan dan klasifikasi pasien maka diberikan pelayanan dengan
ketentuan :
a. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang
tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban
dapat dirujuk ke rumah sakit.
b. Penderita/korban dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis
lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah
pasien dengan kategori triase merah selesai ditangani.
c. Penderita/korban dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau
bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat
diperbolehkan untuk pulang.
d. Penderita/korban kategori triase hitam setelah dipastikan penderita/korban sudah
meninggal.
e. Respon time penanganan pasien:
Berikut ini adalah contoh berbagai kondisi menurut katagori emergency atau bukan:
Henti Jantung
Henti Napas
Sumbatan Jalan Napas
Frekvensi napas (RR) < 10X/menit
Disstres napas sangat berat ( extrem )
Tekanan darah < 80 mmHg (dewasa ) atau syok pada anak/bayi
Tidak ada respon atau hanya respon nyeri GCS < 9
Kejang terus menerus berkepajangan
Overdosis tingkat IV dan tidak responsiv atau hypoventilasi
Gangguan prilaku berat dengan ancaman segera terhadap kekerasan yang
berbahaya.
Resiko Jalan napas – Stridor berat.
Kesukaran Pernapasan Berat.
Gangguan sirkulasi kulit berkeringat berubah warna karena pefusi buruk.
Detak jantung < 50 atau > 150 kali per menit (dewasa)
Kehilangan darah hebat
Nyeri dada cardiac.
Fraktur mayor
Kadar gula < dari 2 mmol/L
URGEN / KUNING
Perdarahan ringan
Cedera Kepala Ringan (CKR)
Muntah atau diare tanpa Dehidrasi
Corpal mata tanpa gangguan Penglihatan
Aspirasi benda asing tanpa distres pernapasan
Luka minor-lecet,laserasi ringan tanpa perlu jahitan.
B. Pendaftaran
C. Inform Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa
yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum
bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan
sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Dengan demikian cukup ditandatangani
oleh pasien atau walinya, sedangkan pihak rumah sakit, termasuk dokternya, hanya
menjadi saksi.
(1) Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;
b. Diagnosis penyakit atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka
sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya
tindakan kedokteran;
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan
tindakan.
(2) Penjelasan tentang tindakankedokteran yang dilakukan, meliputi:
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,
diagnostik, terapeutik, ataupun rehabilitatif;
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama
dan sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi;
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya
dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing
alternatif tindakan;
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakuakn untuk megatasi keadaan
darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga
lainnya;
Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya,
hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan pasien. Setelah perluasan
tindakan kedokteran dilakukan, dokter atau dokter gigi harus
memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.
(3) Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah
semua risiko dan kompliksi yang dapat terjadi mengikuti tindkan
kedokteran yang dilakukan, kecuali:
a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum;
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya
sangat ringan;
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(unforeseeable).
(4) Penjelasan tentang prognosis, meliputi:
a. Prognosis tentang hidup matinya (ad vitam);
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).
Yang berhak untuk memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi
adalah:
a. Pasien sendiri, yaitu apabila telah berumur lebih atau sama dengan 18 tahun,
atau telah menikah
b. Bagi pasien dibawah umur 18 tahun, persetujuan (informed consent) atau
Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai
berikut:
1) Ayah/ibu kandung
2) Saudara-saudara kandung
c. Bagi pasien dibawah umur 18 tahun dan tidak mempunyai orangtua atau
orangtuanya berhalangan hadir, persetujuan (informed consent) atau Penolakan
Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
1) Ayah/ibu adopsi
2) Saudara-saudara kandung
3) Induk semang
d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (informed consent)
atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai
berikut:
1) Ayah/ibu kandung
2) Wali yang sah
3) Saudara-saudara kandung
e. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampunan (curatelle),
persetujuan (informed consent) atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh
mereka menurut hak sebagai berikut:
1) Wali
2) Curator
f. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, persetujuan (informed
consent) atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut hak
sebagai berikut:
1) Suami/istri
2) Ayah/ibu kandung
3) Anak-anak kandung
4) Saudara-saudara kandung
Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan secara terucap (oral consent),
tersurat (written consent), atau tersirat (implied consent). Setiap tindakan
kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis
yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Persetujuan tertulis dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
2. Jelaskan informasi tentang tindakan medis yang akan dilakukan kepada pasien.
3. Jelaskan manfaat dan resiko yang dapat ditimbulkan jika tindakan tersebut
dilakukan.
4. Berikan formulir informed consent untuk dibaca dan dimengerti
5. Tandatangani formulir informed consent oleh pasien/ wali, saksi, penterjemah
(jika diperlukan).
6. Tanda tangan dokter, sebagai bukti sudah menjelaskan kepada pasien/ wali,
saksi dan penterjemah (jika diperlukan)
7. Tulis nama, alamat dan tanda tangan saksi
8. Setelah inform consent lengkap diisi masukkan ke dalam status rekam medis
pasien.
D. Sistem Komunikasi
E. Transportasi Pasien
Menunjang kelancaran pelayanan di UGD yang tak kalah penting adalah kesigapan
petugas Ambulance selama dalam perjalanan dari menjemput pasien hingga ke rumah
sakit untuk mendapat pelayanan di Instalasi Gawat darurat. Dalam perjalanan petugas
IGD yang menjemput juga sudah melakukan triage dalam perjalanan dan melakukan
koordinasi pada petugas IGD yang siap menyambut kedatangan ambulance untuk
penanganan lebih lanjut.