Anda di halaman 1dari 15

Tipe 1 : 

Traffic Director or Non Nurse


a.       Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b.      Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c.       Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d.      Tidak ada dokumentasi
e.       Tidak menggunakan protocol
2)      Tipe 2 : Cek Triage Cepat
a.       Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregistrasi atau dokter
b.      Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c.       Evaluasi terbatas
d.      Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat perawatan
pertama
3)      Tipe 3 : Comprehensive Triage
a.       Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b.      4 sampai  5 sistem kategori
c.       Sesuai protocol

2.5. KLASIFIKASI DAN PENENTUAN PRIORITAS


Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada keluhan utama,
riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil pengkajian
fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality Standart, ENA tahun 1999, penentuan
triase didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada factor-
faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat system pelayanan
kedaruratan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung
berulang atau meningkat keparahannya.
Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system triage adalah kondisi klien
yang meliputi :
a.       Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat.
b.      Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan cepat
dan tepat seperti kegawatan.
c.       Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC
(Airway /  jalan nafas, Breathing / Pernafasan, Circulation / Sirkulasi), jika tidak ditolong segera
maka dapat meninggal atau cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas keperawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan
kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan
hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan resusitasi maka ditindaklanjuti
oleh dokter spesialis. Misalnya : pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan
lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa
tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien
sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat
langsung diberikan terapi definitive. Untuk
tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya
laserasi, fraktur minor /  tertutup, otitis
media dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan
tanda klinis ringan / asimptomatis. Misalnya
penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya.

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)


KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I (MERAH) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu
resusitasi dan tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan
kaki, combutio (luka bakar tingkat II dan III
> 25 %
Prioritas II (KUNING) Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam
jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat.
Contoh : patah tulang besar, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola
mata.
Prioritas III (HIJAU) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 (HITAM) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka
sangat parah. Hanya perlu terapi suportif.
Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.

Tabel 3. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan (Iyer, 2004).


TINGKAT KEAKUTAN KETERANGAN
Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar
minor) dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas II Nonurgen / tidak mendesak (misalnya ruam,
gejala flu) dapat menunggu lama tanpa
bahaya
Kelas III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya otitis
media) dapat menunggu sampai 2 jam
sebelum pengobatan
Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur panggul,
laserasi berat, asma); dapat menunggu
selama 1 jam
Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung,
syok); tidak boleh ada keterlambatan
pengobatan ; situasi yang mengancam hidup
Beberapa petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
1.      Nyeri hebat
2.      Perdarahan aktif
3.      Stupor / mengantuk
4.      Disorientasi
5.      Gangguan emosi
6.      Dispnea saat istirahat
7.      Diaforesis yang ekstern
8.      Sianosis
9.      Tanda vital diluar batas normal (Iyer, 2004).

2.6. PROSES TRIAGE


Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai
memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian,
misalnya terlihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelumm mengarahkan ke ruang
perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5
menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage
bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat, misalnya bagian
trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll.
Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut
harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat,
pengkajian dilakukan setiap 15 menit/lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi keakutan
dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang
awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual
atau mengalami sesak nafas, sinkope, atau diaphoresis (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda objektif bahwa ia mengalami
gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu.
Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder dari pihak
keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data
subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)

Alur dalam proses Triage


1.      Pasien datang diterima petugas / paramedic UGD
2.      Diruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3.      Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar
ruang triase (di depan gedung IGD)
4.      Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
a.       Segera – Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan
besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya : Tension pneumothorax, distress pernafasan
(RR<30x/menit), perdarahan internal, dsb
b.      Tunda – Delayed (KUNING). Pasien memerlukan tindakan definitive tetapi tidak ada ancaman
jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstremitas dengan
perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
c.       Minimal (HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri
atau mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d.      Expextant (HITAM). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan meninggal meski mendapat
pertolongan. Misalnya : luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e.       Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning, hijau,
hitam.
f.       Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan
UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan
ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g.      Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat
dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase
merah selesai ditangani.
h.      Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah
memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i.        Penderita kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah
(Rowles, 2007).

2.7. DOKUMENTASI TRIAGE


Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan
hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa dan
objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional berperan
sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan peninjau yang
objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah melakukan pemantauan dengan tepat dan
mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan
computer, catatan naratif, atau lembar alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat
telah melakukan pengkajian dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan
evaluasi perawatan yang diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter selama situasi
serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gadar bertindak
sebagai advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam
keselamatan pasien (Anonimous, 2002).

Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :


1.      Waktu dan datangnya alat transportasi
2.      Keluhan utama
3.      Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4.      Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5.      Penempatan di area pengobatan yang tepat (missal : cardiac versus trauma, perawatan minor vs
perawatan kritis)
6.      Permulaan intervensi (missal : balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostic seperti
pemeriksaan sinar X, EKG, GDA, dll

KOMPONEN DOKUMENTASI TRIAGE


         Tanda dan waktu tiba
         Umur pasien
         Waktu pengkajian
         Riwayat alergi
         Riwayat pengobatan
         Tingkat kegawatan pasien
         Tanda-tanda vital
         Pertolongan pertama yang diberikan
         Pengkajian ulang
         Pengkajian nyeri
         Keluhan utama
         Riwayat keluhan saat ini
         Data subjektif dan data objektif
         Periode menstruasi terakhir
         Imunisasi tetanus terakhir
         Pemeriksaan diagnostic
         Administrasi pengobatan
         Tanda tangan registered nurse
Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta dokumentasi
pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana perawatan formal (dalam
bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut
ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status pasien
atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara bersamaan akan membentuk
“landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan standar
yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara continue perawatan pasien berdasarkan hasil
yang dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan pasien kea rah hasil dan tujuan dan
harus mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya.
Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien yang
sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat
terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi
perawatan tindak lanjut.

Proses dokumentasi triage menggunakan system SOAPIE, sebagai berikut :


1.      S : data subjektif
2.      O : data objektif
3.      A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan
4.      P : rencana keperawatan
5.      I : implementasi, termasuk didalamnya tes diagnostic
6.      E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap
pengobatan dan perawatan yang diberikan (ENA, 2005)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1999. Triage Officers Course. Singapore : Departement of Emergency


Medicine Singapore General Hospital
Anonimous, 2002. Disaster Medicine. Philadelphia USA : Lippincott Williams
ENA, 2005. Emergency Care. USA : WB Saunders Company
Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
            Jakarta : EGC
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi.Jakarta : EGC
Wijaya,  S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat.Denpasar : PSIK FK

KONSEP
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT TRiASE

Pada bagian ini dibahas tentang situasi  gawat darurat, triage dan peran perawat, dengan harapan
pembaca maupun peserta didik mampu:

         Menjelaskan tentang pengertian keperawatan gadar

         Menjelaskan filosofi keperawatan gadar

         Menggunakan prinsip dasar keperawatan gadar

         Menjelaskan lingkup keperawatan gadar

         Menjelaskan penggolongan dalam traise 

         Menggunakan triase dalam kasus gadar

           Menjelaskan pengertian peran, fungsi dan uraian tugas perawat dalam pelayanan gadar

         Menjelaskan peran perawat dalam Gadar

1.      TINJAUAN GAWAT DARURAT

Dewasa ini terjadi peningkatan jumlah pasien yang masuk ke ruang IGD. Banyak alasan yang
menyebabkan pasien membutuhkan perawatan gawat darurat. Baik cidera, penyakit-penyakit
kritis, penyakit infeksi.  Namun tidak bisa di hindari bahwa masih banyak terbatasan dari 
fasilitas IGD, baik keterbatasan dari jumlah kemampuan daya tampung pasien, kemampuan dan
pengetahuan akan perkembangan terbaru dari tim kesehatan. Hal ini dapat diperbaiki apabila tim
kesehatan pada IGD mempunyai standar penangulanganan dalam kondisi gawat darurat.
Situasi  Gawat Darurat
Ada 4 tipe kondisi gawat darurat yaitu :
1. Gawat Darurat
Keadaan mengancam nyawa yang jika tidak segera ditolong dapat meninggal atau cacat sehingga
perlu ditangani dengan prioritas pertama. Sehingga dalam keadaan ini tidak ada waktu tunggu.
Yang termasuk keadaan adalah pasien keracunan akut dengan penurunan kesadaran, gangguan
jalan napas, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi atau pemaparan pada mata yang dapat
menyebabkan kebutaan ini 
2. Gawat tidak Darurat
Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Keadaan ini termasuk
prioritas ke dua dan setelah dilakukan resusitasi segera konsulkan ke dokter spesialis untuk
penanganan selanjutnya. Yang termasuk pasien gawat tidak darurat adalah: pasien kanker
stadium lanjut yang mengalami keracunan akut.
3. Darurat tidak Gawat
Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat.
Pasien biasanya sadar tidak ada ganguan pernapasan dan sirkulasi serta tidak memerlukan
resusitasi dan dapat langsung diberi terapi definitive. Pasien dapat dirawat di ruang rawat inap
atau jika keadaannya ringan dapat di pulangkan untuk selanjutnya kontrol ke poliklinik rawat
jalan
4. Tidak Gawat tidak Darurat
Keadaan yang tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan darurat. Gejala dan
tanda klinis ringan atau asimptomatis. Setelah mendapat terapi definitive penderita dapat
dipulangkan dan selanjutnya kontrol ke poliklinik rawat jalan.

Langkah membagi menjadi 4 keadaan sesuai dengan kondisi klien  berdasar yang prioritas
kondisi yang paling mengancam nyawa. Kondisi yang mengancam nyawa di nilai berdasarkan
jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi (circulation) dan kondisi neurologis
(disabilty). mengetahui dan mampu menilai dari pasien yang sesuai dengan keadaan
kegawatannya, dapat memberikan pelayanan yang optimal dan tepat, menghindari terjadinya
kesalahan penanganan  dalam memilih kondisi pasien. Angka kematian mapun angka kecacatan
dapat menurun.   
Sarana Dan Pra Sarana IGD

Dalam penanganan keadaaan gawat darurat tidak dapat hindari faktor lain yang memegang
peranan adalah sarana dan  prasarana dari Instlansi rawat darurat. Faktor-faktor tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
         Multi disiplin & multi profesi
         Kerjasama yang tinggi dalam penangan keadaan gawat darurat sangat dibutuhkan baik dari
multi displin, maupun multi profesi, hal ini menjadi satu kesatuan, contohnya dalam ruangan igd
terjadi dari tim  profesi medis, perawat, petugas radiologi, petugas laboratorium, petugas farmasi
dan lainnya.   
         Mempunyai pemimpin & struktur organisasi.
         Adanya unsur pimpinan dan unsur pelaksana yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pelayanan terhadap pasien gawat darurat di ruang IGD dengan wewenang penuh
         Mempunyai pola urutan pelayanan.

IGD  harus bisa bekerjasama dengan unit pelayanan medis terkait yang ada diluar maupun
didalam instansi pelayanan kesehatan tersebut, baik pra rumah sakit maupun rumah sakit dalam
menyelenggarakan terapi definitif. Sebagai contoh :
        Dalam kesiagaan menghadapi musibah massal/bencana meliputi:

– Mempunyai Disaster plan yang diberlakukan didalam instansi pelayanan kesehatan maupun
    

jajaran pemerintah daerah serta instansi terkait seperti dinas kesehatan, palang merah indonesia,
polisi, dinas pemadam kebakaran, PLN, PAM dalam wilayah tempat pelayanan gawat darurat
tersebut berada untuk menangani korban bencana.

– Mempunyai
     kerjasama dengan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan disekiarnya dalam
menghadapi musibah massa (bencana) yang terjadi di didaerah wilayah kerjanya.

– Sarana penunjang yang diperlukan dalam membantu pelayanan baik sarana penunjang medis
    

maupun penunjang non  medis. Penunjang medis dalam pemeriksaan diagnostik untuk 
membantu dalam menegakkan suatu diagnosis. Sarana penunjang yang mencakupi radiologi,
laboratorium klinik, depo farmasi, dan bank darah. Penunjang non medis, diperlukan sarana
komunikasi khusus (telepon, radio medik) komputer dan ambulan sebagai sarana transportasi.

– Memiliki personalia yang terampil, ditunjang oleh kemampuan yang diperoleh melalui berbagai
    

kursus/ pelatihan secara periodik untuk meningkatkan komptensi. Program pelatihan dalam
gawat darurat terdiri dari berbagai jenjang.
                                                  
  

2.TRIAGE INSTALASI RAWAT DARURAT

Triage diambil dari bahasa perancis “ trier” artinya “ mengelompokkkan “ atau memilih. Triage
dikembangkan dimedan pertempuran, dimana memilih korban untuk memberikan pertolongan
medis.  Dahulunya Konsep ini dikembangkan keadaan bencana. Dilaksanakan di ruang gawat
darurat dari tahun 1950- 1960 karena 2 alasan yaitu tingginya kunjungan dan banyak nya
penggunakan sarana dan prasaraa untuk keadaan nonurgen. Triage  yaitu satu sistem seleksi dan
pemilihan pasien untuk menentukan tingkat kegawatan dan prioritas pasien. Triage tidak mudah
atau simple,  triage yang sebenarnya sangat komplek, comprehensif dan kontroversial, penilaian
awal korban cedera atau kritis merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berati
hidup atau mati

Tujuan triage
1.     Menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera/ kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai
tindakan Mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Penilaian awal adalah sesuai. 
2.    Memprioritaskan pasien menurut keakutannya. Melakukan tindakan sesuai serta untuk mengatur
kecepatan dan efsiensi tindakan definitif atau  transfer ke fasilitas sesuai.

Jika ragu, pilih prioritas yang lebih  tinggi =up triage  atau meningkatkan 1 tingkat untuk
mmenghindari penurunan triage
Triage merupakan Suatu proses yg mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan
kondisinya. Hal itu di atur untuk mendapatkan  : pasien yg benar  sesuai  dengan kondisi
kegawatannya, apakah mengancam nyawa dan harus segera dilakukan tindakan resusitasi ? Atau,
apakah mengancam nyawa tetapi tidak segera membutuhkan tindakan resusitasi. Tempat, dan
waktu yang benar dimana korban mendapatkan pertolongan, dimana fasilitas dan sarana lengkap
dalam memberikan pelayanan.

Triage dilakukan berdasarkan menilai keadaan jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, status neulogis 
dan ada tidaknya jejas atau cidera pada tubuh. Beratnya cedera menjadi perhatian dalam memilih
korban yang harus segera di berikan pertolongan, namun korban dengan angka harapan hidup
yang tinggi menjadi prioritas.
Jumlah pasien lebih dari 1 digunakan triage agar tidak terjadinya kesalahan dalam memilih dan
memberikan pertolongan. Apabila Sarana kesehatan yang tersedia maka dengan triage ini akan
sangat efektif.

Sistem Triage

Sistem triage dapat diterapkan keadaan non disaster/ tidak ada bencana dan disaster/adanya
bencana.
Triage Nondisaster: tujuannya  Untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi
setiap individu pasien, contohnya IGD sehari-hari. Triage Disaster: tujuannya Untuk
menyediakan perawatan yg lebih efektif untukpasien dalam jumlah banyak  contohnya  dalam
keadaan bencana.

Sistem Klasifikasi
Menggunakan nomor, huruf atau tanda yang digunakan secara nasional maupun internasional

Prioritas 1 atau Emergensi                                                            


Pasien dengan cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medis  dan Pasien
dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan penilaian cepat  dan intervensi segera dan
evaluasi. Pasien harus dibawa ke Ruang Resusitasi/ P1 untuk memperstabilkan jalan nafas,
pernafasan, sirkulasi maupun status neurologis. Pasien dengan prioritas ini ada waktu tunggu nol.
Contoh kasusnya : Perdarahan berat, asfiksia, cervikal, cedera pada maxilla, Trauma kepala dgn
koma dan proses shock yg  cepat. Fraktur Terbuka & Fraktur  Luka bakar lebih dari 30 % , dan
Shock tipe apapun merupakan  kasus yang harus segera mendapatkan penanganan. Kode
internasional merah
Prioritas 2 / Urgent
Pasien memerlukan bantuan namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan
mengalami ancaman jiwa alam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis
cakupan yang luas. Pasien ini mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki. Waktu
tunggu 30 menit dan pada ruang IGD pasien berada di Area Critical care/P2 (tempat perawatan
kritis). Contohnya pasien dengan Trauma thorax Non asfiksia, Fr. Tertutup pada tulang panjang,
Luka bakar terbatas kurang dari 30 % dan Cedera pada bagian / jaringan lunak. Kode
internasional Kuning.
Prioritas 3 / Non Urgent
Pasien dengan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan
pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala. Pasien yang biasanya dapat
berjalan dgn masalah medis yang minimal, Luka lama  dan Kondisi yang timbul sudah lama.
Pasien ini berada diArea Ambulatory / P3. Contohnya: Minor injuri. seluruh kasus - kasus
ambulant / jalan. Kode internasional Hijau.

Prioritas 0 / 4 Kasus kematian


Pasien yang sudah meninggal atau cedera fatal yang jelas tidak mungkin di resusitasi
Contohnya: pasien Tidak ada respon  pada segala rangsangan. Tidak ada respirasi spontan, Tidak
ada bukti aktivitas jantung dan Hilangnya respon pupil terhadap gerak.kode internasional Hitam

START   METHOD 
(Simple Triage and Rapid Treatment)

Saat ini tidak ada standar nasional baku untuk triase. Metode triage yang dianjurkan dapat secara
METTAG (triage tagging System) atau sistem triase penuntun lapangan START (simple triage
and rapid Treatment). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan
kombinasi keduanya lebih layak digunakan.
Label triage berwarna dengan data pasien yang dipakai oleh petugas triase untuk
mengindetifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban. Triage dan
pengelompokan berdasarkan label yaitu prioritas 1 (merah), prioritas 2 (kuning), prioritas 3
(hijau), prioritas 0(hitam).
Triage sistem METTAG
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritas tindakan atas korban. Resusitasi ditempat.
Triage sistem penuntun Lapangan START
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, status mental.
Memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan label) yang memerlukan transport segera
atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau meninggal. Ini memungkinkan penolong
secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan resiko besar akan kematian segera atau
apakah tidak memerlukan transport segera.

Tabel. 1 penilaian triage dengan START


kategorin Pernafasan Nadi Status mental
Kritis dan darurat - > 30 / menit Tidak Ada Tidak sadarkan diri
merah
Luka-luka tidak < 30 /menit Ada Sadar/ normal
berbahaya –kuning
Meninggal- tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada respon
mungkin
diselamatkan
Sumber : Krisanti Paula dkk 2009

3. PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan yang ditujukan kepada pasien gawat
darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya/ anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secara cepat dan tepat.

             Peran, fungsi dan kewenangan perawat            

A. Peran dan fungsi perawat gawat darurat

Peran dan tanggung jawab sebagai “First Responder”


First Responder/Orang yang merespon pertama kali adalah orang yang terlatih secara medis
yang datang pertama kali ke lokasi kejadian gawat darurat.

Pra Rumah Sakit


1.     Segera merespon untuk datang ke lokasi kejadian
2.    Melindungi diri sendiri
3.    Melindungi pasien dan lokasi dari kemungkinan bahaya lebih lanjut
4.    Memanggil bantuan yang tepat (pemadam kebakaran, tim SAR, polisi, dll)
5.    Lakukan pengkajian terhadap pasien
6.    Lakukan perawatan dan tindakan emergency yang dibutuhkan
7.    Pindahkan pasien jika diperlukan
8.    Dokumentasikan hal-hal yang telah dilakukan

Dalam Rumah Sakit


1.     Peran perawat melakukan triase mengkaji dan menetapkan prioritas dalam spektrum yang lebih
luas terhadap kondisi klinis pada berbagai keadaan yang bersifat mendadak mulai dari ancaman
nyawa sampai kondisi kronis.Perawat yang melakukan triase adalah perawat yang telah
mempunyai kualifikasi spesialis keperawatan gawat darurat dengan adanya kebijakan pimpinan
rumah sakit.
2.    Mengkaji dan memberikan asuhan keperawatan terhadap individu-individu dari semua umur dan
berbagai kondisi
3.    mengatur waktu secara efisien walaupun informasi terbatas
4.    Memberikan dukungan psikologis terhadap pasien dan keluarganya
5.    Memfasilitasi dukungan spiritual
6.    Mengkoordinasikan berbagai pemeriksaan diagnostik dan memberikan pelayanan secara multi
displin
7.    Mengkomunikasikan informasi tentang pelayanan yang telah dan akan diberikan serta untuk
kebutuhan tindak lanjut,
8.    Mendokumentasi pelayanan yang diberikan

B. Kompetensi perawat Gawat Darurat

Kompetensi perawat Gawat darurat adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang perawat
gawat darurat untuk melakukan tindakan dengan didasaran pengkajian secara komprehensif dan
perencanaan yang tepat dan lengkap, kompotensi ini bukan prosedur tindakan terapi kompetensi
perawat harus diikuti dan dilaksanakan sesuai standar operathing Prosedur (SOP) yang baku.
Berdasarkan peran dan fungsi tersebut diatas, maka perawat yang berkerja dirumah sakit harus
memiliki kompetensi khusus, yang diperoleh melalui basic pelatihan keperawatan gawat darurat
basic 2 atau advance. Sedangkan perawat bekerja di puskesmas minimal kompetensi
keperawatan gawat darurat basic 1.
Kompetensi tersebut meliputi : pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus ditingkatkan
atau dikembangkan dan dipelhara sehingga menjamin perawat dapat melaksanakan peran dan
fungsinya secara profesional .
Kompetensi tersebut diuraikan berdasarkan pendekatan sistem dan fungsi tubuh sebagai berikut :
a. sistem pernafasan (manajemen airway dan breathing)
1.     mengetahui adanya sumbatan jalan nafas
2.    membebaskan jalan nafas
3.    memberikan nafas buatan
4.    melakukan resusutasi kardio pulmoner
5.    mengetahui tanda-tanda trauma torak
6.    memberikan pertolongan pertama pada trauma torak
b. sistem sirkulasi (jantung)
1.     mengetahu tanda-tanda aritmia jantung, syok
2.    memberikan pertolongan pertama pada aritmia jantung
3.    mengetahui adanya henti jantung
4.    memberi pertolongan pertama pada henti jantung
5.    mengatur posisi baring
c. sistem vaskular
1.     menghentikan perdarahan dengan menekan atau memasang turniquet
2.    melakukan kolaborasi untuk pemasangan infus/transfusi
3. PERL-A (Pupil size, Equality, Reaction to light and Accommodation)
d. sistem saraf
1.     mengetahui pemeriksaan neurologis umum APVU (Alert, Pain, Verbal, Unrespone)
2.    pemeriksaan PERL-A (Pupil size, Equality, Reation terhadap akomodasi cahaya)
3.    mengetahui tanda-tanda koma dan memberi pertolongan pertama
4.    memberikan pertolongan pertama pada trauma kepala
5.    mengetahui tanda-tanda kelainan neurologis
6.    mengetahu tanda-tanda stroke dan memberi pertolongan pertaa
7.    mengetahui tanda-tanda kelainan neurologis
8.    memberikan pertolongan pertama pada keadaan dengan kelainan neurologis.
e. sistem immunologis
1.     mengetahui tanda-tanda syok anafilaksis
2.    memberikan pertolongan pertama
f. sistem gastro intestinal
1.     mengetahui tanda-tanda akut abdomen
g. sistem skeletal
1.     mengetahui tanda-tanda patah tulang
2.    mampu memasang bidai
3.    mampu mentransfortasi penderita dengan patah tulang
h. sistem integumen
1.     memberikan pertolongan pertama pada luka
2.    memberikan pertolongan pada luka bakar
i. sistem farmakologis/ toksikologis
1.     memberikan pertolongan pertama pada keracunan
2.    memberikan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat
3.    melakukan pertolongan pertama pada gigitan binatang
j. sistem reproduksi
1.     mengenai kelainan darurat obstetrik atau ginekologi
2.    melakukan pertolongan pertama gawat darurat kebidanan
k. aspek psikologis
1.     mampu mengindentifikasi gangguan psikososial
2.    mampu memberikan pertolongan pertama

Anda mungkin juga menyukai