OLEH
NIM : 20160305059
2017
A. Pengertian Triage
Triage berasal dari bahasa prancis yaitu “Trier” yang berarti membagi kedalam
tiga kelompok ( department of emergency medicine Singapore general hospital (DEM
SHG), 2005). System ini di kembangkan di medan pertempuran dan di gunakan bila
terjadi bencana. Di medan pertempuran, triage digunakan untuk menentukan prioritas
penanganan pada perang dunia I.
Triage pertama kali dilakukan tahun 1797 oleh Dominique Jean Larrey ahli bedah
Napoleon Bonaparte, dengan cara memilah kasus berdasarkan kondisi luka. Prioritas
utama saat itu adalah tentara dengan luka ringan dapat segera kembali ke medan perang
setelah dilakukan penanganan minimal. Konsep triage dilakukan saat itu karena
pertempuran mengakibatkan banyak korban, sementara ahli bedah Napoleon terbatas.
Florence Nightingale menggunakan konsep triage selama perang crime dengan cara
memilah korban perang yang mungkin atau tidak mungkin bertahan hidup dan
memerlukan perawatan lebih lanjut (Thomas, Bernardo & Herman 2003, dalam Semonin,
2008).
Pada tahun 1960 triage mulai berkembang dan dilakukan di unit gawat darurat.
Awalnya triage dilakukan oleh dokter atau tim yang terdiri dari dokter dan perawat, saat
ini triage umumnya dilakukan oleh seorang perawat unit gawat darurat yang telah
berpengalaman (Gilboy, Travers & Wuerz 1999, dalam Semonin, 2008).
Triage adalah suatu sistem seleksi dan pemilihan pasien untuk menentukan
tingkat kegawatan dan prioritas penanganan pasien (DepKes RI, 2005). Sistem triage
merupakan salah satu penerapan sistem manajemen risiko di unit gawat darurat sehingga
pasien yang datang mendapatkan penanganan dengan cepat dan tepat sesuai
kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Triage juga membantu
mengatur pelayanan sesuai dengan alur pasien di unit gawat darurat. Penilaian triage
merupakan pengkajian awal pasien unit gawat darurat yang dilakukan oleh perawat.
Trige adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe dan tingkat
kegawatan kondisinya (zimmermann dan herr, 2006). Triage juga di artikan sebagai suatu
tindakan pengelompokkan penderita berdasarkan pada beratnya cedera yang di
prioritaskan ada tidaknya gangguan pada airway (A), Breathing (B), dan circulation (C),
dengan mempertimbangkan sarana, sumber daya mnusia, dan probabilitas hidup
penderita.
B. Tujuan Triage
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan
triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau drajat kegawatan yang
memerlukan pertolongan kedaruratan.
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan
atau pengobatan gawat darurat
Sistem Triage dipengaruhi oleh :
Beberapa petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat, triage yang
mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
a. Nyeri hebat
b. Perdarahan aktif
c. Stupor / mengantuk
d. Disorientasi
e. Gangguan emosi
f. Dispnea saat istirahat
g. Diaforesis yang ekstern
h. Sianosis
i. Tanda vital diluar batas normal (Iyer, 2004).
F. PROSES TRIAGE
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus
mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan
pengkajian, misalnya terlihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelumm
mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak
lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama.
Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang
tepat, misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor
jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali
ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama
sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat
darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit/lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang
harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah
kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan untuk
memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur
bermonitor ketika pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkope, atau
diaphoresis (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda objektif bahwa ia
mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani
terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif
sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian
kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data
primer).
DAFTAR PUSTAKA
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi.Jakarta : EGC
Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat.Denpasar : PSIK FK
ENA, 2005. Emergency Care. USA : WB Saunders Company
Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : EGC
Anonimous, 1999. Triage Officers Course. Singapore : Departement of Emergency
Medicine Singapore General Hospital
Anonimous, 2002. Disaster Medicine. Philadelphia USA : Lippincott Williams