PUSKESMAS II JEMBRANA
JEMBRANA
2019
B. TRIASE LAPANGAN
1. Pengertian Triase
Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggris triage dan
diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus
memilah pasien berdasar beratnya cidera/penyakit untuk menentukan jenis
perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk
menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu
cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta
fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di
UGD setiap tahunnya (Pusponegoro, 2010).
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu
cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta
fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan
semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas
penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan
dan sumber daya yang ada.
Triage adalah suatu system pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat
ringannya kondisi klien/kegawatdaruratannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam
triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji
keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta dokumentasi
pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana perawatan formal
(dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat
instruksi tersebut ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi
perubahan status pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara
bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan pada
standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan
standar yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara continue perawatan pasien
berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan pasien kea rah
hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi
pengobatan dan perkembangannya. Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa
rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus
mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir,
kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.
Unud
A. Pertolongan Pertama Pada Korban Bencana
Peran penting bidang kesehatan juga sangat dibutuhkan dalam penanggulangan
dampak bencana, terutama dalam penanganan korban trauma baik fisik maupun psikis.
Keberadaan tenaga kesehatan tentunya akan sangat membantu untuk memberi
pertolongan pertama sebelum proses perujukan ke rumah sakit yang memadai. 11
Pengelolaan penderita yang mengalami cidera parah memerlukan penilaian yang
cepat dan pengelolaan yang tepat agar sedapat mungkin bisa menghindari kematian.
Pada penderita trauma, waktu sangatlah penting, karena itu diperlukan adanya suatu
cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai Initial assessment (penilaian
awal) dan Triase. Prinsip-prinsip
ini diterapkan dalam pelaksanaan pemberian bantuan hidup dasar pada penderita
trauma (Basic Trauma Life Support) maupun Advanced Trauma Life Support.11
Triage adalah tindakan mengkategorikan pasien menurut kebutuhan perawatan
dengan memprioritaskan mereka yang paling perlu didahulukan. Paling sering terjadi di
ruang gawat darurat, namun triage juga dapat terjadi dalam pengaturan perawatan
kesehatan di tempat lain di mana pasien diklasifikasikan menurut keparahan kondisinya.
Tindakan ini dirancang untuk memaksimalkan dan mengefisienkan penggunaan sumber
daya tenaga medis dan fasilitas yang terbatas.10
Triage dapat dilakukan di lapangan maupun didalam rumah sakit. Proses triage
meliputi tahap pra-hospital/lapangan dan hospital atau pusat pelayana kesehatan
lainnya. Triage lapangan harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat
kejadian dan tindakan ini harus dinilai langsung terus menerus karena status triage
pasien dapat berubah. Metode yang digunakan bisa secara Mettag (triage Tagging
System) atau sistem triage penuntun lapangan Star (Simple Triage and Rapid
Transportasi)
Penuntun Lapangan START berupa penilaian pasien 60 detik yang mengamati
ventilasi, perfusi, dan status mental untuk memastikan kelompok korban seperti yang
memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan, atau
mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang
dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport
segera. Star merupakan salah satu metode yang paling sederhana dan umum. Metode
ini membagi penderita menjadi 4 kategori :
1. Prioritas 1 – Merah
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang kritis keadaannya
seperti gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, perdarahan berat atau
perdarahan tidak terkontrol, penurunan status mental.
2. Prioritas 2 – Kuning
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita yang mengalami
keadaan seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas atau kerusakan alat gerak,
patah tulang tertutup yang tidak dapat berjalan, cedera punggung.
3. Prioritas 3 – Hijau
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga sebagai ‘Walking
Wounded” atau orang cedera yang dapat berjalan sendiri.
4. Prioritas 0 – Hitam
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan.
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban
adalah yang dijumpai pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai :
1. Prioritas Nol (Hitam): Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
2. Prioritas Pertama (Merah): Pasien cedera berat yang memerlukan tindakan dan
transport segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-
fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).
3. Prioritas Kedua (Kuning): Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak akan
mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen tanpa shok, cedera
dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau
tulang belakang leher, serta luka bakar ringan).
4. Prioritas Ketiga (Hijau): Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera
maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas serta gawat darurat psikologis).